tipologi arsitektur tradisional minahasa berdasarkan etnik ... · nitas dataran tinggi, ... nitas...

6
TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2015 | E 217 Tipologi Arsitektur Tradisional Minahasa Berdasarkan Etnik Tolour dan Tonsea Vicky H. Makarau Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi Manado Abstrak Minahasa tidak mengenal penduduk asli, tidak berasal dari satu asal, fakta sebaran etnik yang ada, bahasa, corak budaya berbeda–beda. Peradaban Minahasa dipengaruhi kedatangan bangsa Portugis, Spanyol, Belanda dan Cina dengan misi penyebaran agama dan perdagangan. Akulturasi orang Minahasa dengan bangsa pendatang tidak secara sporadis dan merata, sebagian hanya menjadi daerah pengaruh, bahkan tidak dipengaruhi, mengindikasikan adanya persamaan dan perbedaan budaya demikian pula aspek kondisi geoklimatologis yang pada kenyataan juga memiliki perbedaan. Arsitektur rumah tradisional Minahasa sebagai repesentatif dalam konteks ke Minahasa-an yang luas (rumah panggung), perlu dieksplorasi guna pengungkapan Tipologi Arsitektur Tradisional berdasarkan etnik, lewat proses observasi, akses data sekunder, kajian pustaka, analisis dan interpretasi. Kata-kunci : Tipologi arsitektur, etnik Minahasa Pengantar Dulu Minahasa tidak mengenal etnik, ber- jalannya waktu adanya pengetahuan tentang tanah, batas wilayah pemerintahan, bahasa, karakteristik masyarakat. Minahasa dapat dibuat suatu pembagian yang dibedakan dari empat kewedanan utama yang terdiri dari: Daerah Tombulu, Daerah Tonsea, Daerah Tolour dan Daerah Toumpakewa tidak termasuk kewedanan tambahan Bantik, Tonsawang, Ratahan, Pasan serta Ponosakan bagian selatan, merupakan sub etnik minoritas sebagaimana bahasa dan tata kramanya berbeda. Arsitektur tradisional Minahasa (rumah pang- ung) salah satu hasil dari buah karya kebu- dayaan ke Minahasa-an. Tradisi mendirikan se- buah bangunan disadari merupakan sebuah tradisi berarsitektur yang telah dilakukan oleh para leluhur sejak jaman dahulu. Arsitektur sua- tu etnik selalu berhubungan dengan keper- cayaan yang dianut, iklim dan kondisi alam setempat serta mata pencaharian (Purwestri, 2007:1). Dalam buku Vernacular Architecture (Turan), Arsitektur vernakular adalah arsitektur yang tumbuh dan berkembang dari arsitektur rakyat yang lahir dari masyarakat etnik dan berjangkar pada tradisi etnik, serta dibangun oleh tukang berdasarkan pengalaman (trial and error), menggunakan teknik dan material lokal serta merupakan jawaban atas setting lingku- ngan tempat bangunan tersebut berada dan selalu membuka untuk terjadinya transformasi. Penelitian ini difokuskan pada etnik “Tolour” dan “Tonsea”, Tolour sebagai representatif komu- nitas dataran tinggi, Tonsea representatif komu- nitas dataran rendah dan pesisir, dilain hal kontak budaya (akulturasi) cendrung berbeda, sedemikian perkembangan corak kebudayaan berbeda. Rumusan masalah : a) Apakah dengan adanya perbedaan kondisi geoklimatologis dan kebu- dayaan, berimplikasi adanya perbedaan prosesi kultural, makna dan simbol dalam pembangunan rumah tradisional. b) Jika ada perbedaan atau

Upload: buinga

Post on 03-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tipologi Arsitektur Tradisional Minahasa Berdasarkan Etnik ... · nitas dataran tinggi, ... nitas dataran rendah dan pesisir, ... simbol apakah berimplikasi adanya perbedaan dan kesamaan

TEMU ILMIAH IPLBI 2015

Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2015 | E 217

Tipologi Arsitektur Tradisional Minahasa Berdasarkan Etnik

Tolour dan Tonsea

Vicky H. Makarau

Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi Manado

Abstrak

Minahasa tidak mengenal penduduk asli, tidak berasal dari satu asal, fakta sebaran etnik yang ada,

bahasa, corak budaya berbeda–beda. Peradaban Minahasa dipengaruhi kedatangan bangsa Portugis,

Spanyol, Belanda dan Cina dengan misi penyebaran agama dan perdagangan. Akulturasi orang

Minahasa dengan bangsa pendatang tidak secara sporadis dan merata, sebagian hanya menjadi

daerah pengaruh, bahkan tidak dipengaruhi, mengindikasikan adanya persamaan dan perbedaan

budaya demikian pula aspek kondisi geoklimatologis yang pada kenyataan juga memiliki perbedaan.

Arsitektur rumah tradisional Minahasa sebagai repesentatif dalam konteks ke Minahasa-an yang luas

(rumah panggung), perlu dieksplorasi guna pengungkapan Tipologi Arsitektur Tradisional

berdasarkan etnik, lewat proses observasi, akses data sekunder, kajian pustaka, analisis dan

interpretasi.

Kata-kunci : Tipologi arsitektur, etnik Minahasa

Pengantar

Dulu Minahasa tidak mengenal etnik, ber-

jalannya waktu adanya pengetahuan tentang

tanah, batas wilayah pemerintahan, bahasa,

karakteristik masyarakat. Minahasa dapat dibuat

suatu pembagian yang dibedakan dari empat

kewedanan utama yang terdiri dari: Daerah

Tombulu, Daerah Tonsea, Daerah Tolour dan

Daerah Toumpakewa tidak termasuk kewedanan

tambahan Bantik, Tonsawang, Ratahan, Pasan

serta Ponosakan bagian selatan, merupakan sub

etnik minoritas sebagaimana bahasa dan tata

kramanya berbeda.

Arsitektur tradisional Minahasa (rumah pang-

ung) salah satu hasil dari buah karya kebu-

dayaan ke Minahasa-an. Tradisi mendirikan se-

buah bangunan disadari merupakan sebuah

tradisi berarsitektur yang telah dilakukan oleh

para leluhur sejak jaman dahulu. Arsitektur sua-

tu etnik selalu berhubungan dengan keper-

cayaan yang dianut, iklim dan kondisi alam

setempat serta mata pencaharian (Purwestri,

2007:1). Dalam buku Vernacular Architecture

(Turan), Arsitektur vernakular adalah arsitektur

yang tumbuh dan berkembang dari arsitektur

rakyat yang lahir dari masyarakat etnik dan

berjangkar pada tradisi etnik, serta dibangun

oleh tukang berdasarkan pengalaman (trial and

error), menggunakan teknik dan material lokal

serta merupakan jawaban atas setting lingku-

ngan tempat bangunan tersebut berada dan

selalu membuka untuk terjadinya transformasi.

Penelitian ini difokuskan pada etnik “Tolour” dan

“Tonsea”, Tolour sebagai representatif komu-

nitas dataran tinggi, Tonsea representatif komu-

nitas dataran rendah dan pesisir, dilain hal

kontak budaya (akulturasi) cendrung berbeda,

sedemikian perkembangan corak kebudayaan

berbeda.

Rumusan masalah : a) Apakah dengan adanya

perbedaan kondisi geoklimatologis dan kebu-

dayaan, berimplikasi adanya perbedaan prosesi

kultural, makna dan simbol dalam pembangunan

rumah tradisional. b) Jika ada perbedaan atau

Page 2: Tipologi Arsitektur Tradisional Minahasa Berdasarkan Etnik ... · nitas dataran tinggi, ... nitas dataran rendah dan pesisir, ... simbol apakah berimplikasi adanya perbedaan dan kesamaan

Tipologi Arsitektur Tradisional Minahasa berdasarkan Ethnik Tolour dan Tonsea

E 218 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2015

ada kesamaan prosesi kultural, makna dan

simbol apakah berimplikasi adanya perbedaan

dan kesamaan perwujudan Tipologi arsitektur

bangunan tradisional etnik Tolour dan Tonsea.

Tujuan penelitian:a) Dipahaminya implikasi

perbedaan dan kesamaan prosesi kultural, ma-

kna dan simbol pembangunan rumah tradisional

etnik Tolour dan Tonsea, b). Dipahaminya

implikasi perbedaan dan kesamaan tipologi

arsitektur bangunan tradisional etnik Tolour dan

Tonsea

Metode

Metode penelitian digunakan deskripsi dan

rasionalistik, deskriptif berusaha menggambar-

kan dan menginterpretasi objek sesuai dengan

apa adanya (Best 1982). Rasionalistik merup-

akan metode dimana peneliti bertindak sebagai

instrumen utama, peneliti melakukan interview

secara mendalam dan mendetail secara silang

dan berulang untuk dapat mengetahui perkem-

bangan sosial budaya, dan bangunan tradisional

sebagai produk dari budaya serta perubahan -

perubahan yang mungkin terjadi (Moehadjir

1996). Metode Analisis menggunakan deskriptif

analisis dan rasionalistik kualitatif. deskriptif

analisis menggunakan penjelasan data berupa

kondisi objek penelitian yang telah diperoleh

melalui hasil survey lapangan, berupa hasil

pengamatan dan wawancara. Rasionalistik –

kualitatif peneliti mengumpulkan data apa ada-

nya tanpa dipengaruhi, wawancara yang ter-

struktur, tercatat, verifikasi akurasi data terus

dilaksanakan tahap demi tahap penelitian, data

konstekstual, terintegrasi dan relevansi. Subjek

diteliti berkedudukan sama dengan peneliti,

bukan sebagai objek

Analisis dan Interpretasi

Arsitektur tradisional Minahasa adalah arsitektur

yang tumbuh dari rakyat, lahir dari masyarakat

etnik dan berakar pada tradisi masyarakat etnik,

adaptasi dengan alam dan berusaha untuk

menyatu dengan alam. Norma, adat, iklim,

budaya, kepercayaan dan bahan setempat

memberikan warna tersendiri dalam pengem-

bangan asitektur tradisional atau arsitektur

rakyat. Perjalanan panjang melalui try and error

dengan local genius mampu menampilkan jati

diri arsitektur ke Minahsa-an (rumah panggung)

yang memiliki harmonisasi terhadap lingkungan

karena melalui proses adaptasi yang panjang.

Perkembangan rumah tradisional Minahasa ber-

awal dari nenek moyang dengan bangunan

sederhana dari pepohonan, dan berkembang

dibangun dengan kolong kemudian berkembang

sampai bentuk-bentuk yang langsung diatas

tanah yang identik dengan perkembangan ru-

mah tradisional Minahasa. Perkembangan rumah

tradisional Minahasa sejalan dengan perkem-

bangan pola pikir masyarakat. Masyarakat me-

nempatkan diri sebagai bagian yang tidak

terpisahkan dari alam, Amos Rapoport (1969)

bahwa aspek budaya dan iklim sangat mem-

pengaruhi bentuk arsitektur. Budaya dan iklim

merupakan aspek perhatian para leluhur dalam

menentukan bentuk bangunan.

Diyakini rumah tradisional sebagai wujud

arsitektur yang telah mengalami percobaan

percobaan (Rapoport,1969), juga setiap tradisi

etnik memiliki perbedaan-perbedaan sesuai

dengan alam dimana berdirinya bangunan terse-

but. Etnik Minahasa Tolour komunitas berada di

dataran tinggi sedangkan Tonsea berada data-

ran rendah sebagian area pesisir, dalam per-

kembangan kebudayaan memiliki pola akul-

turasi corak budaya berbeda, dengan sendirinya

dapat dinyatakan aspek budaya dan iklim

berbeda, kolerasinya berbedanya pende-katan

masyarakat dalam membangun rumah sebagai

artefak buah karya budaya (arsitektur tradi-

sional) yang memiliki ungkapan makna sosial

budaya masyarakat etnik setempat. Makna

dipengaruhi oleh nilai nilai budaya itu sendiri,

nilai nilai ditentukan oleh lingkungan masyarakat,

yang terdiri dari lingkungan alami dan ling-

kungan fisik buatan dan lingkungan social.

Masyarakat etnik Tolour dan Tonsea dengan

lingkungannya selalu mengalami dina-mika atau

perubahan yang menimbulkan adanya peru-

bahan pula pada nilai-nilai budaya. Selanjutnya

bahwa perubahan nilai-nilai budaya tersebut

melahirkan karya arsitektural sebagai buah

karya budaya yang selalu berubah.

Page 3: Tipologi Arsitektur Tradisional Minahasa Berdasarkan Etnik ... · nitas dataran tinggi, ... nitas dataran rendah dan pesisir, ... simbol apakah berimplikasi adanya perbedaan dan kesamaan

Vecky H Makarau

Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2015 | E 219

Kata lain, perkembangan karya arsitektural

selalu mengikuti perkembangan nilai-nilai buda-

ya yang terdapat pada masyarakat yang

melahirkan perkembangan pada lingkungan fisik

dan sosial mereka.

Budaya dalam arti yang luas dianggap sebagai

pengetahuan dan nilai nilai yang diturunkan dari

generasi ke generasi dalam kelompok sosial

(Coleman, 2005). Masyarakat tiap daerah atau

tiap etnik memiliki kemampuan dan kreatifitas

yang berbeda dalam beradaptasi dengan ling-

kungan dan mengolah kebudayaan baru. Sede-

mikian bervariasinya hasil-hasil dari budaya itu,

antara lain beragamnya kekhasan arsitektur

sebagai perlambang budaya, perwujudan ben-

tuk, fungsi dan maknanya senantiasa diatur,

diarahkan, dan di tanggapi atau diberlakukan

oleh pemilik menurut kebudayaan yang dianut.

Arsitektur dibangun untuk mampu menjawab

kebutuhan manusia dan mengangkat derajat

hidup menjadi lebih baik, sehingga tidak ter-

lepas dari perkembangan kebudayaan, arsi-

tektur itu sendiri adalah buah dari pada budaya

(MarioSalvador/Ruskin-1974:12).

Kebudayaan adalah manifestasi kepribadian

masyarakat yang tercermin pada wadah aktifitas

yang berwujud arsitektur. Kebudayaan Etnik

Minahasa sendiri bukan sesuatu yang padu dan

bulat, tetapi tersusun berbagai rona elemen

budaya yang bervariasi, yang satu berbeda

dengan yang lain karena perjalanan sejarahnya

dan kondisi geoklimatologis yang berbeda.

Arsitektur sebagai tempat tinggal cendrung

dipengaruhi oleh adat, sehingga dalam pem-

buatannya tak lepas dari unsur adat atau

budaya.

Dalam konteks hubungan arsitektur etnik

Minahasa dan kebudayaan, dapat dipandang

arsitektur sebagai muara manifestasi berbagai

nilai budaya yang ada pada masyarakat etnik

tertentu, arsitektur sebagai artefak yang meng-

komunikasikan kondisi budaya masyarakat di-

mana artifak itu berada. Arsitektur sebagai

wujud fisik baik dalam skala bangunan tunggal

maupun lingkungan buatan yang dapat difahami

sebagai artefak memiliki makna dan nilai

tertentu. Dalam kata lain arsitektur tradisional

etnik merupakan perlambang budaya yang

memiliki wujud berbeda dalam masyarakat etnik

yang berbeda, arsitektur tentu berkaitan dengan

budaya etnik, yang memiliki sistem lambang,

makna serta kognitif, bersamaan arsitektur

memiliki fungsi yang luas yakni fungsi kebu-

dayaan, oleh karenanya dalam kenyataan dapat

dijumpai adanya symbol-symbol arsitektur yang

menandai makna budaya yang terkandung

didalamnya.

Keragaman hubungan arsitektur dan budaya

melahirkan keragaman wujud arsitektur dan

budaya berhuni, rumah tradisional lebih dari

keberadaan sekedar objek, namun memiliki

ekspresi dari totalitas budaya dan peradaban

etnik tertentu (Amos Rapoport;1963). Rumah

dan lingkungan merupakan suatu ekspresi

masyarakat tentang budaya, termasuk didalam-

nya agama, keluarga, struktur sosial dan

hubungan sosial antar individu. Esensi lain

dalam banyak keberadaan faktor budaya menja-

di sangat penting sebagai faktor yang menen-

tukan bentuk hunian, sedangkan iklim meru-

pakan media modifikasi bentuk rumah tradi-

sional.

Bila kita berbicara budaya etnik dalam arsitektur

tradisonal Minahasa lebih khusus etnik Tolour

dan Tonsea mencakup yakni; apa ciri yang

diungkapkan dan bagaimana ciri tersebut diung-

kapkan. Karya arsitektur akan selalu men-

cerminkan budaya dari teritorial komunitas,

sekurang kurangnya mencerminkan tata nilai

yang mereka anut, sedemikian jika kita cermat

mengamati karya arsitektur tradisional maka

lambat laun akan mengenali budaya masyarakat

setempat. Dalam konteks pembangunan rumah

tradisional berdasarkan etnik bagaimana prosesi

kultural pra bangun dan pasca bangun, makna

terkandung dan tipologi arsitektur sebagai karya

budaya masyarakat etnik Minahasa.

Prosesi Budaya Pembangunan Rumah,

Konteks Ke-Minahasa-an, Cara konstruksi

bangunan tradisional Minahasa, yang dikenal

dengan ikakan (kearah kanan), sama dengan

aturan di Kedang, seperti yang digambarkan

oleh Barnes (1974:68, dikutip oleh Waterson

2000: 125, yaitu: Semua tiang dan balok vertikal

dalam bangunan harus juga meles-tarikan arah

Page 4: Tipologi Arsitektur Tradisional Minahasa Berdasarkan Etnik ... · nitas dataran tinggi, ... nitas dataran rendah dan pesisir, ... simbol apakah berimplikasi adanya perbedaan dan kesamaan

Tipologi Arsitektur Tradisional Minahasa berdasarkan Ethnik Tolour dan Tonsea

E 220 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2015

alami penggalan dari mana dibuat dan bagian-

bagian lebi besar yang diletakan secara

horizontal harus ditempatkan sesuai dengan

perintah wanapun, terarah kekanan. Dimaksud-

kan bahwa ujung-ujung dari papan dan tiang

semuanya harus terarah berlawanan dengan

arah jarum keliling persegi empat dari bangunan

itu.

Schefold (2003;46-7) menerangkan arti dari

bagi penanganan yang berbeda dari pemakaian

dari pangkal dan ujung kayu; Secara eksklusif

hal itu merujuk pada makna-makna konseptual

tata kosmologi dan dari cara-cara mana

konstruksi suatu bangunan dapat disesuaikan

dengannya sehingga itu bisa membawa berkat

bagi sipemilik. Pentingnya aturan itu sedemikian

berasal dari ide bahwa aliran-aliran kekuatan

berkat harus diarahkan atas cara yang

menguntungkan.

Prosesi Kultural dan Makna, setiap segi

kehidupan masyarakat Minahasa jaman dulu,

senantiasa diawali dengan ritual poso, ber-

dasarkan beberapa sumber yang masih perlu

lagi divalidasi untuk mendapatkan infor-masi

yang valid prosesi kultural dan makna dalam

rangka pra pembangunan rumah baru dan

pasca pembangunan, etnik Tolour dan Tonsea,

ada beberapa hal yang memiliki kesamaan dan

perbedaan demikian pula makna /symbol yang

terkandung didalamnya. Prosesi kultural dan

makna dalam konteks ke Minahasa-an men-

dirikan rumah harus diawali dengan ritual poso

yang disebut “Menganan” dalam bahasa

Tonsawang Dumahes, yaitu keluarga yang

akan mendirikan rumah baru, Semua proses

dilakukan dengan maksud melindungi rumah

dari berbagai kemungkinan terjadi malapetaka.

Pelaksanan “Menganan” biasanya pada waktu

subuh atau masih dalam keadaan sunyi,

waktunya dilaksanakan pada saat “ end oleos”

(hari baik), yang biasanya ditentukan oleh

Walian, (J. Turang dkk, Roy E Mamengko dan

Edmon Ch. Moningka). Pembuatan rumah

memiliki persyaratan khusus, bagian pangkal

balok dan papan harus berada di bawah,

bagian ujungnya berada diatas. Penempatan

pintu masuk dan pintu keluar, tidak pada satu

garis simetris dan letanya tidak boleh berada

ditengah atau membelah dua ruangan. Tiang

raja bubungan, tidak boleh berada ditengah

atau membelah dua ruangan dan pada saat

meletakan tiang raja, biasanya disirami dengan

minuman tradisional cap tikus (tuak) atau nira.

Naik Rumah Baru, J.Turang (Op,Cit, Hal 255)

ketika pembangunan rumah sudah selesai,

sebelum pemilik rumah menempati, sebelumnya

dilakukan ritual “ Sumolo”, yaitu ucapan syukur

naik rumah baru. Sebelum keluarga pemilik

memohon kepada salah satu tua- tua adat untuk

tinggal dirumah baru, dalam rangka menunggu

petunjuk dari “Empung Wailan Wangko” tentang

baik dan tidaknya rumah baru tersebut, apakah

sudah memenuhi syarat sebagai “ Wale Leos

(rumah yang baik) untuk ditempati. Jika

petunjuk belum memungkinkan ditempati, maka

perlu adanya perbaikan melalui ritual khusus

dan tempat tempat yang dilakukan perbaikan

disiram dengan “cap tikus” atau “saguer”. Tiba

pada saat Sumolo, keluarga dan para tua tua

adat dan undangan hadir, menempati halaman

rumah baru, kemudian seorang “Walian”

memimpin pelaksanan “Rumamey” (upacara

pengucapan syukur) mempersembahkan korban.

Kesemua prosesi maknanya guna penangkal

bencana dari luar. Usai Rumamey, dilanjutkan

dengan Marambak (tarian naik rumah baru)

diikuti oleh seluruh hadirin. Dalam Marambak,

sambil bersuka cita semua penari menhentak

hentak kakinya ke lantai, dengan tujuan untuk

menguji kekuatan konstruksi rumah. Diakhir

acara Sumolo, seluruh hadirin melakukan pesta

makan dan minum bersama sebagai ungkapan

syukur dari keluarga yang akan menempati

rumah baru.

Tipologi rumah tradisional berdasarkan etnik

Tolour dan Tonsea, pada dasarnya ada yang

berbeda dan ada yang sama, namun demikian

perlu penelitian lebih lanjut yang lebih khusus

eksplorasi lebih dalam dari sejumlah nara

sumber guna adanya informasi yang lebih valid.

Tipologi rumah tradisional Minahasa dalam

Konteks ke Minahasa-an menurut Padtbrugge

(1866;321) rumah tradisional Minahasa didiri-

kan menggunakan tiang tiang kayu keras yang

tinggi (2,5-4m); sesuai dengan rekaman Walla-

ce pada abad ke -19 menunjukan hal yang

sama. Bagian bawah lasimnya diperuntukan

Page 5: Tipologi Arsitektur Tradisional Minahasa Berdasarkan Etnik ... · nitas dataran tinggi, ... nitas dataran rendah dan pesisir, ... simbol apakah berimplikasi adanya perbedaan dan kesamaan

Vecky H Makarau

Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2015 | E 221

bagi hewan lokal. Bagian tengah terdiri dari

gang umum dan rangkaian kamar kamar di

kedua sisi bagi 5-7 rumah tangga, setiap kamar

memiliki tempat tidur dan tungku api (awu),

terpisah satu dengan yang lain dengan tikar

atau kain yang digantungkan dengan tali me-

lintasi ruangannya. Gang tengah berfungsi

sebagai ruang umum dan penyim-panan padi;

kotak kotak padi yang besar, juga dipe-

rgunakan tempat tidur untuk anak anak dan

tamu (Lundstrom 1981:28).

Rumah tradisional Minahasa terjadi perubahan

drastis sesudah gempa bumi hebat pada 5

Januari 1845, dan suatu epedemi kolera dan

disentri pada tahun 1851-1854 (Buddingh

1860). Pemerintah Belanda menata kembali

desa dan melarang pembangunan rumah ru-

mah panggung besar. Bentuk dan ciri-ciri khas

rumah adat Minahasa masih tetap menon-jol

yang secara umum dapat dalam konteks

keruangan digambarkan;

- Mulanya rumah rumah di Minahasa

merupakan bangunan dengan denah segi

empat yang besar dan luas, atap tinggi

tanpa loteng.

- Kontruksi bangunan terbentuk rumah

panggung yang didirikan diatas batu atau

balok kayu sebagai dasar tiang-tiang, ba-

gian bawah terdapat kolong yang ber-

fungsi sebagai tempat pedati, lumbung

hasil pertanian, sering juga sebagai tempat

ternak. Bentuk rumah ini disebut “ Wale

Toktolan” (Tombulu) atau “Bale Wetotol”

(Tonsawang).

- Dibagian depan terdapat dua buah tangga

yang saling berlawanan arah (samping kiri

dan kanan), dengan pemahaman apabila

ada roh jahat akan naik dari salah satu

tangga, maka ia akan berjalan lurus

dengan langsung turun kembali pada

tangga yang lainnya.

- Bagian tengah terdiri dari gang umum dan

rangkaian kamar kamar di kedua sisi bagi

5-7 rumah tangga, setiap kamar memiliki

tempat tidur dan tungku api (awu), ter-

pisah satu dengan yang lain dengan ti-kar

atau kain yang digantungkan dengan tali

melintasi ruangannya. Gang tengah

berfungsi sebagai ruang umum dan

penyimpanan padi; kotak kotak padi yang

besar, juga dipergunakan tempat tidur un-

tuk anak anak dan tamu (Lundstrom

1981:28).

- Depan bagian tengah, terdapat serambi

sebagai ruang tamu atau tempat perca-

kapan keluarga

Sistem Struktur :

- Pondasi batu, jenis batu kali atau batu

cadas memiliki permukaan yang stabil

(permukaan bawah berhubungan dengan

permukaan tanah, permukaan atas ber-

hubungan dengan struktur kolom kayu

bangunan.

- Bagian bawah (pondasi, tiang penyanggah

dan lantai, Sistem modular kolom kayu

umumnya persegi dengan dimensi panjang

yang berbeda atau sama (bujur sangkar),

terbentuk dari ukuran ruang atau ukuran

balok pengikat. Sistem struktur bangunan

rangka batang, balok dan kolom sebagai

struktur utama. Kekakuan yang diperoleh

dari rangkaian beberapa kolom yang diikat/

disatukan oleh media balok utama dan

balok pendukung.

- Sambungan kolom balok takikan dan pasak/

pen, dimensi kolom lebih luas dari balok.

Balok terdiri dari balok utama (pengikat

kolom) dan balok penunjang sebagai media

perletakan lantai, membentuk grid searah

pada bentang yang lebih kecil, jarak

dipengaruhi jenis kayu, dimensi dan taha-

nan lendutan papan. Sambungan balok

pendukung dengan balok induk sistem ta-

kikan dan pen, balok induk ditakik kemu-

dian dimasukan balok pendukung dengan

kedudukan permukaan yang sama, dengan

demikian papan lantai berada di atas balok

induk dan balok penunjang. Bentuk lain

balok penunjang diletakkan diatas balok

induk yang ditakik sedikit kemudian di pen,

papan lantai berada diatas balok penunjang.

- Bagian tengah, kolom, balok melintang dan

dinding.Elemen struktur bagian tengah

Page 6: Tipologi Arsitektur Tradisional Minahasa Berdasarkan Etnik ... · nitas dataran tinggi, ... nitas dataran rendah dan pesisir, ... simbol apakah berimplikasi adanya perbedaan dan kesamaan

Tipologi Arsitektur Tradisional Minahasa berdasarkan Ethnik Tolour dan Tonsea

E 222 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2015

terdiri dari kolom utama atas dimensinya

lebih kecil dari kolom utama (bawah), reng

balok atap, dan balok melintang tumpuan

dinding vertikal yang juga kolom pen-

dukung difungsikan sebagai elemen kosen,

pintu, jendela dan ventilasi. Pada simpul

utama struktur terjadi tiga sambungan

yakni, kolom utama, balok utama dan

kolom lantai dua, sambungan yang diberl-

akukan adalah takik dan pasak, demikian

pula antara kolom utama atas dengan balok

pengaku melintang dan reng balok atas.

- Bagian atas (atap), jenis penutup atap yang

digunakan sesuai dengan sumber daya

alam dimiliki, seperti ijuk, rumbia, alang-

alang, sirap dan lainya. Sistem struktur atap

tergantung jenis material atap, material

digunakan ada menggunakan material kayu,

bambo, rotan atau lainnya.

Ornamen ragam hias cendrung kurang pada

arsitektur Minahasa, merujuk pada karakteristik

orang Minahasa lebih focus pada persoalan-per-

soalan praktis dalam kehidupannya. Dominasi

corak ragam hias hanya bersumber dari bentuk

alami flora dan fauna, menunjukan bahwa

apresiasi masyarakat Minahasa terhadap ling-

kungan alamiahnya sebagai berkah dari sang

pencipta.

Kesimpulan

Secara jelas sebagaimana penelitian masih

dalam taraf penyelesaian seraya diperlukan

sejumlah informasi guna akurasi penelitian,

sesuai rumusan awal dapat disimpulkan ;

- prosesi kultural, makna/simbol ada beberapa

hal memiliki kesamaan dan perbedaan

demikian hal dengan

- tipologi bangunan tradisional berdasarkan

etnik Tolour dan Tonsea, juga memiliki

kesamaan dan perbedaan

Penelitian ini masih memerlukan waktu dalam

rangka perluasan dan pendalaman konteks spe-

sifikasi arsitektur tradisional berdasarkan etnik.

Guna lebih komprehensif pemahaman arsitektur

tradisional Minahasa berdasarka etnik perlu

adanya penelitian Arsitektur etnik Tombulu dan

Toumpakewa

Daftar Pustaka

Antariksa, February 2011, Pengaruh Kebudayaan dan Adat istiadat Masyarakat Dalam Pemukiman

Tradisional Anisa. 2006. Tipologi Fasad Rumah Kolonial Belanda di

Kota Lama Kudus/ Kudus Kulon’ Minahasa Masa Lalu Dan Masa Kini. Jurnal NALARs.

Graafland, N. 1898. De Minahasa, Haar Verleden en 5 (2):161-174.

Budihardjo,E. 1996. Menuju Arsitektur Indonesia. Alumni. Bandung.

Broadbent G. Bunt R, & Jencks C, Signs, Symbols and Architecture", John Wiley & Sons, Chichester,

1980

Budiharjo Eko, Jatidiri Arsitektur Indonesia, Alumni, Bandung, 1991.

Graafland, N. 1898. Minahasa Masa Lalu Dan Masa Kini. De Minahasa, Haar Verleden en

Graafland, N. 1869. Minahasa Negeri, rakyat dan budaya

Mamengko, R. 2002. Etnik Minahasa Dalam Akselerasi Perubahan. Telaah Historis

Mangunwijaya, Y. B.1992.Wastu Citra. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Rapoport, A. (1969) House, Form, and Culture. New Jersey: Prentice-Hall

Supit, B. 1986. Minahasa Dari Amanat Watu Pinawetengan Sampai Gelora Minawanua,

Sinar Harapan, Jakarta. Sukada, B. 1997. Memahami Arsitektur Tradisional

dengan Pendekatan Tipologi, dalam Jati Diri Arsitektur Indonesia. Disunting oleh Eko Budihardjo. Bandung: P.T. Alumni.

Turang Jan dkk, Profil Kebudayaan Minahasa. 1997

Watuseke, F.S. 1995. Profil Rumah Adat Minahasa dan Maknanya,Makalah Musyawarah