tinjauan terhadap sanksi pidana pembunuhan dalam...
TRANSCRIPT
TINJAUAN TERHADAP SANKSI PIDANA PEMBUNUHAN DALAM
KEADAAN MABUK DALAM PUTUSAN PENGADILAN NEGERI
MAKASSAR No.38/Pid.B/2009/PN.MAKASSAR
(Analisis Penerapan KUHP dan Hukum Islam)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Hukum (SH)
Jurusan Ilmu Hukum Pada Fakultas Syari’ah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar
Oleh
AKHMAD IKHSAN AMART
NIM. 10500109008
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2013
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi yang berjudul“Sanksi Pidana Pemnbunuhan Dalam Keadaan Mabuk Di
Pengadilan Negeri Makassar 2008-2012 (Analisis Penerapan KUHP dan Hukum
Islam)”yang disusun oleh saudara AKHMAD IKHSAN AMART, NIM: 10500109008,
Mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar,
telah diuji dan dipertahankan dalam siding munaqasyah yang diselenggarakan pada hari
selasa 27 Agustus 2013,dinyatakan telah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Syariah dan Hukum, Jurusan Ilmu Hukum (dengan
beberapa perbaikan).
Makassar, 2013
DEWAN PENGUJI:
Ketua : Prof. Dr. H. Ali Parman, MA. (…………………………..)
Sekretaris : (…………………………..)
Munaqisyah I : (…………………………..)
Munaqisyah II : (…………………………..)
Pembimbing I : Dr. Hamsir, S.H., M.Hum. (…………………………..)
PembimbingII : Drs. Dudung Abdullah,M.Ag (…………………………..)
Diketahui oleh:
Dekan Fakultas syariah dan Hukum
UIN Alauddin Makassar,
Prof. Dr. H. Ali Parman, MA.
NIP. 19570414 198603 1 003
viii
ABSTRAK
Nama Penyusun : Akhmad Ikhsan Amart
NIM : 10500109008
Jurusan : IlmuHukum
Judul :Tinjauan Terhadap Sanksi Pidana Pembunuhan dalam Keadaan
Mabuk dalam Putusan Pengadilan Negeri Makassar
No.38/Pid.B/2009/PN.Makassar (Analisis Penerapan KUHP dan
Hukum Islam).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan sanksi pidana pelaku
pembunuhan dalam keadaan mabuk dalam putusan Pengadilan Negeri
MakassarNo.38/Pid.B/2009/PN.Makassar dan untuk mengetahui pandangan hukum
hakim terhadap dalam putusanNo.38/Pid.B/2009/PN.Makassar.
Penelitian dilakasanakan di kota Makassar, Sulawesi Selatan yaitu pada
instansi Pengadilan Negeri Makassar, dimana penyusun mengambil data yang
diperoleh secara langsung, baik datayang diperoleh melalui kepustakaan yang
relevan yaitu literatur, dokumen-dokumen serta peraturan perundang – undangan
yang berkaitan dengan masalah tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan pada dasarnya Penerapan sanksi pidana pelaku
pembunuhan dalam keadaan mabuk dalam putusan Pengadilan Negeri Makassar
No. 38/Pid.B / 2009 / PN.Mks, dapat disimpulkan bahwa meskipun terdakwa
tidak melakukan penikaman, akan tetapi terdakwa melakukan tindak pidana
melakukan kekerasan secara bersama-sama yang menyebabkan matinya sesorang
sesuai dalam pasal 170 ayat (1) (2) (3) KUHP, yang jika dilihat dari lama
hukuman yang seharusnya dijatuhkan oleh hakim terhadap terdakwa ialah 12
tahun penjara karena mengakibatkan kematian, 9 tahun penjara jika
mengakibatkan luka berat dan 7 tahun penjara jika menghancurkan barang dan
mengakibatkan luka-luka.Pandangan hukum hakim terhadap dalam putusanNo.
38/ Pid.B / 2009 / PN.Mks, bahwa keterangan saksi dan keterangan terdakwa
saling menunjukkan kesesuaian, serta didukung oleh bukti yang diajukan
dipersidangan sehingga melahirkan kesimpulan bahwa terdakwa telah terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah atas tindak pidana “secara terang-terangan
dan tenaga bersama melakukan kekerasan terhadap orang yang mengakibatkan
kematian”.
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu Alaikum Wr. Wb.
Segala puji dan syukur penyusun panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat
Rahmat dan Karunia-Nya sehinggah penyusun selalu bersemagat dan kuat dalam menyelesaikan
tugas akhir ini dengan judul Sanksi Pidana Pembunuhan Dalam Keadaan Mabuk Di Pengadilan
Negeri Makassar 2008-2012 (analisis Penerapan KUHP dan Hukum Islam).
Tak lupa pula Shalawat dan salam akan selalu tercurahkan atas junjungan Nabi
besar kita Muhammad SAW serta keluarganya, sahabat-sabatnya dan orang-orang yang
mengikuti jejak beliau.
Dalam penyusunan tugas akhir ini, penyusun telah berusaha semaksimal mungkin
dalam penyajiannya, namun sebagai manusia biasa, bahwa penyusunan skripsi ini tak
luput dari kekurangan. Untuk itu mohon kritikan yang bersifat membangun dari semua
pihak.
Adapun maksud dari penuyusunan skripsi ini yaitu untuk memenuhi salah satu
syarat yang telah ditentukan untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Syariah
dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar. Dalam penyusunan ini,
penyusun mendasarkan pada ilmu pengetahuan yang telah diperoleh selama ini,
khususnya dalam pendidikan di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar.
Skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak, bimbingan dan pengarahan,
baik secara spiritual maupun moril. Oleh karenanya, atas bantuan yang telah diberikan,
pada kesempatan ini saya ucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Kedua Orang tua yang sangat saya sayangi dan saya hormati Bapak Mansyur T dan
Ramlah L yang telah memberikan kasih sayang, semangat, motivasi, memberikan segala
yang saya butuhkan, serta doa yang selalu mereka panjatkan agar anak-anaknya menjadi
orang yang berguna kelak.
2. Bapak Rektor UIN Alauddin Makassar.
3. Dekan Fakultas Syariah, Pembantu Dekan, bapak dan ibu dosen jurusan Ilmu Hukum,
dan Segenap pegawai Fakultas yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian
skripsi ini.
4. Bapak Dr.Hamsir, S.H.,M.Hum selaku Dosen Fakultas Syariah Dan Hukum sebagai.
Pembimbing I yang telah memberikan banyak kontribusi ilmu dan berbagai masukan-
ii
masukan yang membangun terkait judul yang diangkat. Dan Yth. Bapak Drs. Dudung
Abdullah, M.Ag juga sebagai Dosen Fakultas Syariah Dan Hukum sekaligus selaku
pembimbing II yang telah memberikan banyak pengetahuan terkait metode penulisan
dalam skripsi ini.
5. Ketua Jurusan Ilmu Hukum Bapak Dr. Hamsir, SH.,M.Hum, Sekertaris Jurusan Ilmu
Hukum Ibu Istiqamah,SH.,MH, serta Staf Jurusan Ilmu Hukum, yang telah membantu
dan memberikan petunjuk terkait yang berkaitan pengurusan akademik sehingga penulis
lancar dalam menyelesaikan semua mata kuliah dan penulisan karya ilmiyah ini.
6. Hakim-Hakim serta staf Pengadilan Negeri Makassar, yang selalu menyempatkan waktu
selama penelitian berlangsung.
7. Seluruh keluarga besar yang telah memberikan banyak dukungan kepada saya.
8. Teman-teman terkasih Ilmu Hukum 2009, terima kasih banyak atas kebersamaannya
selama ini.
9. Temanku Anniza Tri Hardiyanti J, Muhsar Arifin,yang telah memberikan saran serta
support dalam penyusunan skripsi ini, saya ucapkan banyak terima kasih.
10. Serta terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu
yang selama ini membantu dan mendukung sehingga penulisan skripsi ini dapat
terselesaikan.
Dalam penyusunan skripsi ini tidaklah mungkin menjadi sempurna karena
keterbatasan dan kekurangan ilmu pengetahuan dan pengalaman. Namun penyusun
berharap semoga tugas akhir ini bisa bermanfaat bagi perkembangan Ilmu Hukum, dan
dapat dipakai sebagai masukan bagi pemerintah dalam hal sumbangsi pemikiran terhadap
lembaga pendidikan yang terkait.
Amin yaa Robbal Aalamin . . .
Wassalamu alaikum Wr.Wb.
Penyusun
AKHMAD IKHSAN AMAR
NIM:10500109008
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ..................................................................... ii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ............................................................ iii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vi
ABSTRAK ........................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................... 8
D. Sistematika Pembahasan .................................................................... 9
E. Defenisi Operasional dan Pengertian Judul ....................................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 12
A. Pengertian Jarimah Pembunuhan
B. Pengertian Pidana dalam Hukum Positif ............................................ 14
C. Tindak Pidana Pembunuhan dalam Kondisi Mabuk Menurut
Hukum Positif di Indonesia ................................................................ 16
D. Pengertian Pidana dalam Hukum Islam ............................................. 25
E. Pengertian Mabuk .............................................................................. 33
vii
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 35
A. Jenis Penelitian ................................................................................... 35
B. Lokasi Penelitian ................................................................................ 35
C. Jenis Dan Sumber Data ..................................................................... 36
D. Metode Pengolahan dan Analisis Data............................................... 36
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................... 38
A. Penerapan Sanksi Pidana Pelaku Pembunuhan Dalam Keadaan
Mabuk Dalam Putusan Pengadilan Negeri Makassar
No.38/Pid.B/2009/PN.Makassar ........................................................ 38
B. Pandangan Hukum Islam Terhadap Dalam Putusan
No.38/Pid.B/2009/PN.Makassar ........................................................ 52
BAB V P E N U T U P ......................................................................................... 62
C. Kesimpulan......................................................................................... 62
D. Saran ................................................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 64
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kejahatan yang semakin meningkat dan sering terjadi dalam masyarakat
merupakan permasalahan yang perlu diperhatikan, sehingga mengundang
pemerintah (negara) sebagai pelayan, pelindung masyarakat untuk menanggulangi
meluasnya dan bertambahnya kejahatan yang melanggar nilai-nilai maupun
norma-norma yang hidup dan berlaku di dalam suatu masyarakat sehingga
kejahatan tersebut oleh negara dijadikan sebagai perbuatan pidana.1
Berkaitan dengan hal itu,maka seharusnya ada payung hukum yang sisi
efek jeranya efektif ketika menghadapi pelaku kejahatan di suatu lingkungan
masyarakat.
Hukum pidana merupakan sarana yang penting dalam penanggulangan
kejahatan atau mungkin sebagai obat dalam memberantas kejahatan yang
meresahkan dan merugikan masyarakat pada umumnya dan korban pada
khususnya. Penanggulangan kejahatan tersebut dapat dilakukan secara preventif
(pencegahan) dan represif (penindakan)2. Bentuk penanggulangan tersebut dengan
diterapkannya sanksi terhadap pelaku tindak pidana, sanksi pidana merupakan alat
atau sarana terbaik yang tersedia, yang dipakai untuk menghadapi ancaman-
ancaman dan bahaya. Sanksi pidana suatu ketika merupakan penjamin yang utama
1Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban dalam Hukum Pidana, (Jakarta:
Bina Aksara, 2003), h. 6.
2Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Bina Aksara, 2004) h. 167
2
atau yang terbaik dan suatu ketika merupakan pengancaman yang utama dan
kebebasan manusia3.
Demikian halnya dengan aturan-aturan yang sudah ada sekarang atau yang
kita pakai dalam kasus kejahatan,meskipun aturannya sudah jelas,namun lagi-lagi
aturan itu masih sangat tidak membantu dalam mengurangi kejahatan zaman
sekarang ini.
Sebagai suatu dasar hukum, dalam hukum pidana Islam mengenai
pembunuhan diatur dalam QS al- Israa’ /17:33
������ ������ �� ��������� ������� ����� !�� "�# $%&�����#' ( )�*�� �+,�� �.*��/0�* /1� �2 ���2�3
4,�67,���,� �.�8�92; �⌧�2 =>�@A =#BC $+�� ���� � E�FG# �H⌧I
�.J�KL��* M>>$
Terjemahnya:
Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. dan barang
siapa dibunuh secara zalim, Maka Sesungguhnya kami Telah memberi
kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui
batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat
pertolongan.4
Maksudnya: kekuasaan di sini ialah hal ahli waris yang terbunuh atau
Penguasa untuk menuntut qishash atau menerima diat. Qishash ialah mengambil
pembalasan yang sama. Qishash5 itu tidak dilakukan, bila yang membunuh
mendapat kema'afan dari ahli waris yang terbunuh yaitu dengan membayar diat
3Ibid., h. 168
4 Departemen agama RI, Al- Quran dan Terjemahnya (Semarang, Karya Toha Putra,
1996). h.552
5 Al Faruk Asadulloh, Hukum pidana dalam system hukum Islam, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 2009)
3
(ganti rugi) yang wajar. pembayaran diat diminta dengan baik, umpamanya
dengan tidak mendesak yang membunuh, dan yang membunuh hendaklah
membayarnya dengan baik, umpamanya tidak menangguh-nangguhkannya. bila
ahli waris si korban sesudah Tuhan menjelaskan hukum-hukum ini, membunuh
yang bukan si pembunuh, atau membunuh si pembunuh setelah menerima diat,
Maka terhadapnya di dunia diambil qishash dan di akhirat dia mendapat siksa
yang pedih. Diat ialah pembayaran sejumlah harta Karena sesuatu tindak pidana
terhadap sesuatu jiwa atau anggota badan.
Berdasarkan ayat di atas, maka dapat dipahami bahwa membunuh
diharamkan, tetapi dapat dibenarkan dengan alasan yang haq misalnya seperti
ketika dalam kondisi perang jihad melawan orang kafir harbi.
Adapun sanksi pembunuhan sengaja biasa dikenakan sanksi pidana
penjara paling lama 15 tahun, dan sanksi hukum pembunuhan sengaja
direncanakan dikenakan sanksi pidana mati atau penjara seumur hidup
selamalamanya 20 tahun. Pertanggungjawaban pidana menurut hukum pidana
positif yakni dapat dipertanggungjawabkannya dan si pembuat, adanya perbuatan
melawan hukum, tidak ada alasan pembenar atau alasan yang menghapuskan
pertanggungjawaban pidana bagi si pembuat.6
Adapun berkaitan dengan hukum pidana, dalam hukum pidana Islam
dikenal dengan nama Jarimah.7 Jarimah (tindak pidana) dalam Islam diartikan
yaitu larangan-larangan syara‘ yang diancam oleh Allah dengan hukum had
6Haliman. Hukum Pidana Syariat Islam Menurut Ahlus Sunnah, (Jakarta: Bulan Bintang.
2001), h. 27
7A. Hanafi, Azaz-azaz Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2002), h.120
4
(hukuman yang sudah ada nash-nya)8 atau ta‘zir (hukuman yang tidak ada nash-
nya). Dengan demikian, jarimah dapat dibagi menajdi 2 (dua) macam yaitu
hukum had dan hukum ta’zir.9
Berkaitan dengan jarimah. ada suatu fenomena yang menarik untuk dikaji
yaitu tentang hukuman bagi pembunuh dalam keadaan mabuk. Hal ini
dikarenakan seseorang dapat ditetapkan sebagai orang yang mabuk harus dapat
dibuktikan tentang kondisinya apakah benar-benar mabuk baik melalui tes urine
maupun tes psikologis. Pada sisi yang lain juga harus jelas apakah seseorang yang
membunuh dalam kondisi mabuk benar-benar masuk dalam kategori orang yang
hilang akalnya atau tidak, dan yang bersangkutan memiliki niat atau tidak.
Pengertian mabuk dapat diartikan sebagai keadaan keracunan karena
konsumsi alkohol sampai kondisi di mana terjadi penurunan kemampuan mental
dan fisik10. Mabuk dapat pula diartikan sebagai suatu kondisi psikologis yang
dapat diidentifikasikan berbentuk gejala umum antara lain bicara tidak jelas,
keseimbangan kacau, koordinasi buruk, muka semburat, mata merah, dan
kelakuan-kelakuan aneh lainnya, sehingga seorang yang terbiasa mabuk kadang
disebut sebagai seorang alkoholik, atau pemabuk.11
Oleh karena itu pengertian mabuk dapat ditegaskan sebagai keadaan
keracunan karena konsumsi alkohol sampai kondisi di mana terjadi penurunan
8Ibid., h. 121
9Ibid.
10Eva Handayani, Ilmu Kesehatan, (Jakarta: UII Press, 2006) h. 112
11Muhtadi, Ilmu Kedokteran, ( Semarang: Unissula Press, 2003) h. 93
5
kemampuan mental dan fisik, dimana kondisi psikologis tersebut dapat
diidentifikasikan berbentuk gejala umum antara lain bicara tidak jelas,
keseimbangan kacau, koordinasi buruk, muka semburat, mata merah, dan
kelakuan-kelakuan aneh lainnya.
Pengertian dalam syariat Islam mengenai kesengajaan dalam pembunuhan
menurut hukum pidana Islam adalah bermaksud membunuh atau sungguh-
sungguh bermaksud membunuh. Qasad (maksud) tersebut dapat berupa perbuatan
spontan atau adanya perencanaan, dan apabila kedua Qasad tersebut mendahului
atau menyetujui suatu perbuatan menghilangkan nyawa tersebut maka hukumnya
sama, sebab dasar penentuan hukuman menurut syari’at Islam adalah Qasad yang
menyertai perbuatan jarimah yaitu langkah-langkah syara‘ yang diancam oleh
Allah dengan hukum had (hukuman yang sudah ada nash-nya) atau ta’zir
(hukuman yang tidak ada nash-nya).12
Unsur-unsur pembunuhan sengaja baik didahului suatu perencanaan
ataupun tidak didahului suatu perencanaan yakni pembunuh adalah orang yang
berakal, sengaja membunuh, memakai alat yang pada ghalib-nya dapat
mematikan. Mengenai sanksi pembunuhan sengaja dalam Islam, para fuqaha telah
sepakat bahwa pada pembunuhan sengaja pelakunya wajib dijatuhi hukuman
qihsahs. Adapun yang dimaksud dengan qishash yang berarti mengikuti, yakni
mengikuti perbuatan jahat untuk pembalasan yang sama dan perbuatannya itu.13
Dasar hukum qishash diatur dalam QS a1-Baqarah /2:178
12
A. Djazuli, Fiqh Jinayah Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2005) h. 1
13 Ibid., h. 14
6
�BNO1�PF8�Q �CR,�!�� ���S��*��T U,VTI SWT(�7X�Y Z��UL� ���� =#C
JX�� ���� � [���\�� >6���\��#' 1]^������� ,1]_�����#' `��aGbc���� `��aGbc��#' ` /)☺�2
�=efSS ESg�! /),* ,�hei�g ⌦T�⌧k _l��^,m����2 e��S��☺����#' lT!�h�g�� ,��7��# �)8U@/�#n#' (
_,��p q�7,��Q�* ),r* ]WT(#X'�J qB☺/��J�� ( M)☺�2 (s1�V/S�� 1��'
_,��p ESg���2 tu�⌧7�S vwh,��g Mxy$
Terjemahnya:
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan
dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka,
hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang
mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan)
mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf)
membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik
(pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan
suatu rahmat. Barang siapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka
baginya siksa yang sangat pedih.14
Adapun maksud mengenai ayat di atas adalah apabila seseorang telah
melakukan pembunuhan,maka ia dapat lolos dari hukuman gantung apabila
mendapat maaf dari keluarga korban kemudian membayar diat sesuai dengan
yang telah di atur dalam hukum islam.namun yang menjadi perhatian khusus dari
ayat di atas adalah mengenai lolos tidaknya seseorang dari hukuman tergantung
dari maaf yang diberikan oleh keluarga korban kemudian membayar diat (denda).
Qishash ialah mengambil pembalasan yang sama. qishash itu tidak
dilakukan, bila yang membunuh mendapat kemaafan dari ahli waris yang
terbunuh yaitu dengan membayar diat (ganti rugi) yang wajar. pembayaran diat
diminta dengan baik, umpamanya dengan tidak mendesak yang membunuh, dan
yang membunuh hendaklah membayarnya dengan baik, umpamanya tidak
14 Departemen agama RI. Op.cit., h.50
7
menangguh-nangguhkannya. bila ahli waris si korban sesudah Tuhan menjelaskan
hukum-hukum ini, membunuh yang bukan si pembunuh, atau membunuh si
pembunuh setelah menerima diat, Maka terhadapnya di dunia diambil qishash dan
di akhirat dia mendapat siksa yang pedih.15
Akan tetapi kenyataan yang terjadi dalam masyarakat, terjadi pembunuhan
yang dilakukan oleh seorang dalam keadaan mabuk, yang mestinya sudah
dilakukan hukuman,tetapi oleh hakim Pengadilan Negeri Makassar dilakukan
hukuman pidana berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Makassar
No.38/Pid.B/2009/PN.Makassar.
Maka berdasarkan penjelasan tentang kriteria membunuh dengan
kesengajaan atau tidak, serta didahului suatu perencanaan ataupun tidak didahului
suatu perencanaan yakni pembunuh adalah orang yang berakal, sengaja
membunuh, kemudian peneliti berusaha mengangkat fenomena tersebut untuk
selanjutnya dikaji, dibahas, dan dianalisis dalam bentuk skripsi yang berjudul
“Tinjauan terhadap sanksi pidana pembunuhan dalam keadaan mabuk dalam
putusan Pengadilan Negeri Makassar No.38/Pid.B/2009/PN.MAKASSAR
(Analisis Penerapan KUHP dan Hukum Islam)”
B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan judul skripsi di atas, maka diperlukan batasan permasalahan
yang jelas, oleh karena itu penyusun membuat rumusan masalah yang akan
dijadikan sebagai penuntun dalam langkah.-langkah penyusunan pada bab-bab
berikutnya. Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penyusunan Skripsi
15 Al Faruk Asadulloh, Hukum pidana dalam system hukum Islam, (Jakarta:Ghalia
Indonesia,2009)
8
ini yaitu sanksi pidana pembunuhan dalam keadaan mabuk di pengadilan Negeri
Makassar yang ditetapkan oleh hakim,yaitu:
1. Bagaimanakah penerapan sanksi pidana pelaku pembunuhan dalam
keadaan mabuk dalam putusan Pengadilan Negeri Makassar
No.38/Pid.B/2009/PN.MAKASSAR?
2. Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap kasus dalam putusan
Pengadilan Negeri Makassar No.38/Pid.B/2009/PN.MAKASSAR?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Dalam penelitian yang penyusun lakukan, ada beberapa tujuan yang hendak
dicapai, yaitu:
1. Untuk mengetahui ketentuan hukum dan sanksi pembunuhan dalam
keadaan mabuk menurut KUHP dan Hukum Islam.
2. Untuk mengetahui penerapan sanksi pidana pembunuhan dalam keadaan
mabuk di Pengadilan Negeri Makassar.
Adapun manfaat penelitian adalah, yaitu:
1. Dari segi teoritis, dapat memberikan sumbangan teoritis bagi
perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan, dalam hal ini
perkembangan dan kemajuan ilmu hukum pidana pada khususnya dan
ilmu hukum pidanan materil pada umumnya. Diharapkan penelitian ini
dapat dijadikan referensi tambahan bagi para akademis, penulis, dan
kalangan yang berminat dalam bidang kajian yang sama.
2. Dari segi praktis, dapat dijadikan masukan dan sumber Informasi bagi
pemerintah dan lembaga terkait, terutama bagi aparat penegak hukum
9
dalam rangka penerapan supremasi hukum. Juga dapat dijadikan sumber
informasi dan referensi bagi para pengambil kebijakan guna mengambil
langkah-langkah strategis dalam pelaksanaan penerapan hukum terhadap
delik pembunuhan dalam keadaan mabuk khususnya bagi masyarakat luas,
penulisan ini dapat dijadikan sumber informasi dan sedikit referensi untuk
menambah pengentahuan tentang arti penting penegakan hukum bagi
pelaku hukum.
D. Sistematika Pembahasan
Untuk memberi gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika
penyusunan yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum maka
penyusun menggunakan sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika
penulisan hukum ini terdiri dari empat bab yang tiap-tiap bab terbagi dalam sub-
sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap
keseluruhan hasil penelitian ini. Sistematika penulisan tersebut adalah sebagai
berikut :
BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan mengenai latar
belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,sistematika penulisan dan defenisi
operasional.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Terkait dengan tindak pidana
pembunuhan dalam kondisi mabuk menurut hukum Islam berisi Pengertian
Jarimah pembunuhan, dasar hukum tindak pidana pembunuhan menurut hukum
Islam, klasifikasi tindak pidana pembunuhan menurut hukum islam, pengertian
mabuk, ketentuan hukum Islam dan hukum positif bagi orang mabuk
10
BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini berisi jenis penelitian,
lokasi penelitian, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan dan analisis data.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini
penulis akan membahas dan menjawab permasalahan yang telah ditentukan
sebelumnya : pertama, penerapan sanksi pidana pelaku pembunuhan dalam
keadaan mabuk dalam putusan Pengadilan Negeri Makassar
No.38/Pid.B/2009/PN.MAKASSAR. kedua, pandangan hukum hakim dalam
putusan No.38/Pid.B/2009/PN.MAKASSAR.
BAB V PENUTUP Dalam bab ini berisi kesimpulan dari jawaban
permasalahan yang menjadi obyek penelitian dan saran-saran.
E. Defenisi Operasional dan Pengertian Judul
Untuk menghindari terjadinya kekeliruan penafsiran pembaca terhadap
variabel-variabel atau kata-kata dan istilah-istilah teknis yang terkandung dalam
judul skripsi ini maka penyusun menjelaskan beberapa istilah dalam judul ini
sebagai variabel:
“Sanksi Pidana” Menurut Kamus Hukum adalah suatu perbuatan yang
dapat dijatuhi hukuman, setiap perbuatan yang diancam hukuman sebagai
kejahatan atau pelanggaran baik yang di sebut dalam KUHP maupun dalam
peraturan perundang – undangan.16
16M. Marwan dan Jimmy, Kamus Hukum (Surabaya: Publisher,2009), h. 608
11
“Pembunuhan” menurut Hukum Online adalah suatu tindakan untuk
menghilangkan nyawa seseorang dengan cara yang melanggar hukum, maupun
yang tidak melanggar hukum.17
“Mabuk”menurut Kamus Hukum adalah keadaan keracunan karena
konsumsi alkohol sampai kondisi di mana terjadi penurunan kemampuan mental
dan fisik, dimana kondisi psikologis tersebut dapat diidentifikasikan berbentuk
gejala umum antara lain bicara tidak jelas, keseimbangan kacau, koordinasi buruk,
muka semburat, mata merah, dan kelakuan-kelakuan aneh lainnya.18
”KUHP” singkatan dari kata kitab undang-undang hukum pidana yang
berisi Buku I : Mengatur tentang Ketentuan Umum, terdiri atas 9 Bab, tiap Bab
terdiri atas berbagai pasal yang jumlahnya 103 pasal (Pasal 1-103). Buku II :
Mengatur tentang Kejahatan, terdiri dari atas 31 Bab dan 385 pasal (Pasal 104
488). Buku III : Mengatur tentang Pelanggaran, terdiri atas 10 Bab yang memuat
81 pasal (Pasal 489-569).19
”Hukum Islam” berarti keseluruhan ketentuan-ketentuan perintah Allah
yang wajib diturut (ditaati) oleh seorang muslim. Dari definisi tersebut syariat
meliputi Ilmu fiqih (keimanan), ilmu fiqih (ketentuan Allah ),ilmu akhlak
(kesusilaan),20
17Ibid. h.30
18www.hukumonline .com (Diakses 1 Agustus 2013) 19www.hukumonline .com (Diakses 1 Agustus 2013)
20www.hukumonline .com (6 Agustus 2013)
12
Jadi yang dimaksud pembunuhan dalam judul skripsi ini adalah perbuatan
yang diancam hukuman dalam menghilangkan nyawa seseorang dalam keadaan
keracunan karena mengonsumsi alkohol.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Jarimah Pembunuhan
Jarimah (tindak pidana) dalam Islam diartikan sebagai suatu larangan
syara‘ yang diancam oleh Allah dengan hukum had (hukuman yang sudah ada
nash-nya) atau ta’zir (hukuman yang tidak ada nashnya).1Jarimah pembunuhan
juga dapat diartikan sebagai suatu tindak pidana yang melanggar syara’ karena
pelanggaran hukum had atau ta’zir baik didahului dengan unsur-unsur
pembunuhan sengaja dengan suatu perencanaan ataupun tidak didahului suatu
perencanaan.2 Selain itu, pengertian jarimah pembunuhan dapat pula diartikan
sebagai tindak pidana pelanggaran terhadap syara’ karena baik pelanggaran
hukum had atau ta’zir yang diberikan sanksi bagi pembunuhan sengaja yaitu
pelakunya wajib dijatuhi hukuman qishash.
Berkaitan dengan pemaparan tersebut di atas, maka dapat ditegaskan
bahwa pengertian jarimah pembunuhan dapat diartikan sebagai suatu larangan
syara ‘ yang diancam oleh Allah dengan hukum had (hukuman yang sudah ada
nash-nya) atau ta’zir (hukuman yang tidak ada nashnya) baik didahului dengan
unsur-unsur pembunuhan dengan suatu perencanaan ataupun tidak didahului suatu
1A. Hanafi, Azaz-azaz Hukum Pidana Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 2002, h.121
2Sofyan Maulana, Hukum Pidana Islam dan Pelaksanaan, Jakarta: Rineka Cipta.
2004, h. 83.
13
perencanaan dimana bagi pembunuhan sengaja pelakunya wajib dijatuhi hukuman
qishash.3
Dasar hukum qishash terdapat dalam al-Qur’an surat A1-Baqarah ayat 178:
���������� ������������������������ !"�#$%��&%' (��)
*�+"�-.' (���/01 2��3401 2��*56�78: (������7;: (��*5<=.>?@A����<=.>?@A��*5<BC☺.E�)FG��H�I.�BC���JKFL�I⌦�=⌧P;Q�8�RS��.EF���0:☺ (��*
5Q���K�I���J !.(*'(C�TBJ*U*5�;�(V.WX�!�Y ���C�Z�7���*"5[+X�☺BJ�+���\C☺.E�]��B���
�:5;�(V.WH�I.�.E^_�⌧!�`aK�(�I\bce
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman
diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh,
orang merdeka dengan orang merdeka. Hamba dengan hamba, wanita dengan
wanita, maka barang siapa yang mendapat suatu pemaafan dan saudaranya
hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah
(yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara
yang baik. 4
Dalam hukum pidana Islam, dasar hukumnya juga diatur dalam al-Qur’an
Surat Al- Isra’, ayat 33 yang artinya:
ffg�����:�1- '.Sh[ Yi�(��=%j�(��k[0Jl���mg*'eno. (��*5�C���fp�-:�q��:�Br�B�.'.E���E�:st�J4!�(���(�q�.vE�6wf⌧.E)30T1x)*��ep-.' (���H1J�?*'y⌧
��q+�z&��\33e
3Moh Rodhi, Perbandingan Pelaksanaan Hukum Pidana Islam dan Hukum PidanaUmum di Indonesia,
Jakarta: Bulan Bintang, 2006, h. 123.
4Tim Penerjemah Al Qur’an Depag RI, Al Qur an dan Terjemahnya, Jakarta:
Proyek Pengadaan Kitab Suci Depag RI, 1984, h. 365
14
Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuh) nya, melainkan dengan suatu alasan yang benar”.5
Oleh karena itu pengertian dalam syariat Islam mengenai kesengajaan
dalam pembunuhan menurut hukum pidana Islam adalah bermaksud membunuh
atau sungguh-sungguh bermaksud membunuh. Qasad (maksud) tersebut dapat
berupa perbuatan spontan atau adanya perencanaan, dan apabila kedua kasad
tersebut mendahului atau menyetujui suatu perbuatan menghilangkan nyawa
tersebut maka hukumnya sama, sebab dasar penentuan hukuman menurut syari’at
Islam adalah kasad yang menyertai perbuatan jarimah yaitu langkah-langkah
syara‘ yang diancam oleh Allah dengan hukum had (hukuman yang sudah ada
nashnya) atau ta’zir (hukuman yang tidak ada nashnya).6
Unsur-unsur pembunuhan sengaja baik di dahului suatu perencanaan
ataupun tidak didahului suatu perencanaan yakni pembunuh adalah orang yang
berakal, sengaja membunuh, si terbunuh manusia yang dilindungi oleh hukum,
memakai alat yang pada ghalib-nya dapat mematikan. Mengenai Sanksi
pembunuhan Sengaja dalam Islam, para fuqaha telah sepakat bahwa pada
pembunuhan sengaja pelakunya wajib dijatuhi hukuman qisas. Adapun yang
dimaksud dengan qisas berasal dan kata “aqtasha“ yang berarti mengikuti, yakni
mengikuti perbuatan jahat untuk pembalasan yang sama dan perbuatannya itu.7
B. Pengertian pidana dalam hukum positif
5Ibid., h. 172 6A. Djazuli, Fiqh Jinayah Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam, Jakarta:Raja Grafindo Persada,
2005, h. 13 7Ibid., h. 14
15
Dalam hukum pidana positif di Indonesia, jenis-jenis sanksi yang
diterapkan kepada pelaku tindak pidana dapat dilihat dalam Pasal 10 KUHP yaitu:
1. Hukuman pokok, yang terdiri dari hukuman mati, hukuman pidana
hukuman kurungan, dan hukuman denda.
2. Hukuman-hukuman tambahan, yang terdiri dari pencabutan beberapa
hak tertentu, perampasan barang yang tertentu, dan pengumuman
keputusan hakim.8
Berkaitan dengan hukuman, dalam hukum positif di Indonesia mengenai
tindak pidana pembunuhan seseorang diatur dalam Bab XIX Buku ke II Pasal
338,170- KUHP, dan pada Pasal 338 KUHP menyatakan bahwa:
“Barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena
pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”.
Bentuk pokok dan kejahatan terhadap nyawa yakni adanya unsur
kesengajaan dalam pembunuhan atau menghilangkan nyawa seseorang
baik “sengaja biasa” maupun “sengaja yang direncanakan”.9
“Barang siapa dengan reang-terangan dan dengan tenaga bersama
menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang,diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan” dengan pidana penjara
paling lama dua belas tahun jika kekerasan mengakibatkan maut.10
Sengaja biasa yakni maksud atau niatan untuk membunuh timbul secara
spontan, dan sengaja direncanakan yakni maksud atau niatan atau kehendak
membunuh direncanakan terlebih dahulu, merencanakannya dalam keadaan
tenang serta dilaksanakan secara tenang pula. Adapun unsur-unsur pembunuhan
sengaja biasa adalah perbuatan menghilangkan nyawa, dan perbuatannya dengan
sengaja, adapun unsur-unsur sengaja yang direncanakan adalah perbuatan
menghilangkan nyawa dengan direncanakan dan perbuatannya dengan sengaja.
8Ibid., h. 169
9Pasal 338KUHP.,h.115
10Pasal 170KUHP., h.59
16
Adapun sanksi pembunuhan sengaja biasa dikenakan sanksi pidana
penjara paling lama 15 tahun, dan sanksi hukum pembunuhan sengaja
direncanakan dikenakan sanksi pidana mati atau penjara seumur hidup
selamalamanya 20 tahun. Pertanggungjawaban pidana menurut hukum pidana
positif yakni dapat dipertanggungjawabkannya oleh si pembuat, adanya perbuatan
melawan hukum, tidak ada alasan pembenar atau alasan yang menghapuskan
pertanggungjawaban pidana bagi si pembuat.11
C. Tindak pidana pembunuhan dalam kondisi mabuk menuruthukum
positif di Indonesia
Berkaitan dengan hukuman, dalam hukum positif di Indonesia mengenai
tindak pidana pembunuhan seseorang diatur dalam Bab XIX Buku ke II Pasal 340
KUHP, menyatakan bahwa:
“Barang siapa dengan sengaja dan dengan tenaga terlebih dahulu
merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan
rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau
selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”.12
Pasal 44 ayat 2 KUHP, Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat
dipertanggungjawabkan kepada pelakunya karena pertumbuhan jiwanya cacat
atau terganggu karena penyakit,maka hakim dapat memerintahkan supaya orang
itu dimasukkan ke rumah sakit jiwa,paling lama satu tahun sebagai waktu
percobaan. 13Hal ini bukan merupakan hukuman akan tetapi berupa pemeliharaan.
11Haliman. Hukum Pidana Syariat Islam Menurut Ahlus Sunnah, (Jakarta: Bulan Bintang.
2001), h. 27
12Pasal 338-350 KUHP.,h.115
13Pasal 44 ayat 2 KUHP.,h.20
17
Adapun berkaitan dengan Fait D Excuse (Memaafkan Pelaku), Pasal 44
ayat 1 KUHP yang menyatakan tidak dapat dihukum seorang yang perbuatannya
tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada orang itu berdasar bertumbuhnya atau
ada gangguan penyakit pada daya pikir seorang pelaku. Istilah tidak dapat
dipertanggungjawabkan (niet kanworden toe gerekend) tidak dapat disamakan
dengan “tidak ada kesalahan berupa sengaja atau culpa”. Namun yang dimaksud
disini adalah berhubung dengan keadaan daya berpikir tersebut dan si pelaku, ia
tidak dapat dicela sedemikian rupa sehingga pantaslah ia dikenai hukuman. Dalam
hal ini diperlukan orang-orang ahli seperti dokter spesialis dan seorang psikiater.
1. Pengertian kemampuan bertanggungjawab(zurechnungsfahigkeit
toerekeningsvatbaarheid)
Telah disebutkan, bahwa untuk adanya pertanggungjawaban pidana
diperlukan syarat bahwa pelaku mampu bertanggungjawab. Tidaklah mungkin
seseorang dapat dipertanggungjawabkan apabila ia tidak mampu
bertanggungjawab.
Bilamana seseorang itu dikatakan mampu bertanggungjawab?Apakah
ukurannya untuk menyatakan adanya kemampuan bertanggungjawab itu?KUHP
tidak memberikan rumusannya.Dalam literatur hukum pidana Belanda dijumpai
beberapa definisi untuk “kemampuan bertanggungjawab”.
Simons : “kemampuan bertanggungjawab dapat diartikan sebagai suatu
keadaan psychis sedemikian, yang membenarkan adanya penerapan sesuatu upaya
18
pemidanaan, baik dilihat dari sudut umum maupun dari orangnya”14.Dikatakan
selanjutnya, bahwa seseorang mampu bertanggungjawab, jika jiwanya sehat,
yakni apabila :
a. Ia mampu untuk mengetahui atau menyadari bahwa perbuatannya
bertentangan dengan hukum
b. Ia dapat menentukan kehendaknya sesuai dengan kesadaran tersebut.
a. Pengertian kesalahan
Dipidananya seseorang tidaklah cukup dengan membuktikan bahwa orang
itu telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau bersifat
melawan hukum.Jadi meskipun perbuatannya memenuhi rumusan delik dalam
undang-undang dan tidak dibenarkan (an objective breach of a penal provision),
namun hal tersebut belum memenuhi syarat untuk penjatuhan pidana.Untuk dapat
dipertanggungjawabkannya orang tersebut masih perlu adanya syarat, bahwa
orang yang melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan atau bersalah
(subjective guilt). Dengan perkataan lain, orang tersebut harus dapat
dipertanggungjawabkan atas perbuatannya atau jika dilihat dari sudut
perbuatnnya, perbuatannya harus dapat dipertanggungjawabkan kepada orang
tersebut. Dalam hal ini berlaku asas “TIADA PIDANA TANPA KESALAHAN”
atau Keine Strafe ohne Schuld atau Geen straf zonder Schuld atau Nulla
14http://mahathir71.blogspot.com (Diakses 2 Agusus 2013)
19
PoenaSine Culpa (“culpa” disini dalam arti luas, meliputi juga kesengajaan).Pasal
6 ayat 2 Undang-undang Kekuasaan Kehakiman (UU No. 4 / 2004) berbunyi :
“Tiada seorang juapun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan,
karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat
keyakinan, bahwa seorang yang dianggap dapat bertanggungjawab, telah
bersalah atas perbuatan yang dituduhkan atas dirinya”.
Bahwa unsur kesalahan itu, sangat menentukan akibat dari perbuatan
seseorang.Untuk adanya pemidanaan harus ada kesalahan pada sipelaku.Asas
“tiada pidana tanpa kesalahan” yang telah disebutkan di atas mempunyai
sejarahnya sendiri.15
Dalam ilmu hukum pidana dapat dilihat pertumbuhan dari hukum pidana
yang menitikberatkan kepada perbuatan orang beserta akibatnya (Tatstrafrecht
atau Erfolgstrafrecht) ke arah hukum pidana yang berpijak pada orang yang
melakukan tindak pidana (taterstrafrecht), tanpa meninggalkan sama sekali sifat
dari Tatstrafrecht. Dengan demikian hukum pidana yang ada dewasa ini dapat
disebut sebagai Sculdstrafrecht, artinya bahwa, penjatuhan pidana disyaratkan
adanya kesalahan pada si pelaku.
Tidak berbeda dengan konsep yang berlaku dalam sistem hukum di
Negara Eropa Kontinental, unsur kesalahan sebagai syarat untuk penjatuhan
pidana di Negara Anglo Saxon tampak dengan adanya maxim (asas) “Actus non
facit reumnisi mens sit rea” atau disingkat dengan asas “mens rea”. Arti aslinya
ialah “evilwill” “guilty mind”.Mens rea merupakan subjective guilt melekat pada
15Pasal 6 ayat 2 Undang-undang Kekuasaan Kehakiman (UU No. 4 / 2004)
20
sipelaku subjective gilt ini berupa intent (kesengajaan setidak-tidaknya negligence
(kealpaan).
b. Kesalahan menurut beberapa pendapat
Guna memberi pengertian lebih lanjut tentang kesalahan dalam arti
yang seluas-luasnya, di bawah ini disebutkan pendapat-pendapat dari
berbagai penulis.
a. MEZGER mengatakan : kesalahan adalah keseluruhan syarat yang
memberi dasar untuk adanya pencelaan pribadi terhadap si pelaku tindak
pidana (Schuldist der Erbegriiffder Vcrraussetzungen, die aus der
Strafcat einen personlichen Verwurf gegen den Tater begrunden).16
b. VAN HAMEL mengatakan, bahwa “kesalahan dalam suatu delik
merupakan pengertian psychologis, perhubungan antara keadaan jiwa si
pelaku dan terwujudnya unsur-unsur delik karena perbuatannya.
Kesalahan adalah pertanggunganjawaban dalam hukum (Schuld is de
verant woordelijkheid rechtens)”.17
c. VAN HATTUM berpendapat : “Pengertian kesalahan yang paling luas
memuat semua unsur dalam mana seseorang dipertanggungjawabkan
menurut hukum pidana terhadap perbuatan yang melawan hukum,
meliputi semua hal, yang bersifat psychisch yang terdapat dapat
16http://mahathir71.blogspot.com (Diakses 11 Agustus 2013)
17Ibid.,h.5
21
keseluruhan yang berupa strafbaarfeit termasuk si pelakunya (al het geen
psychisch is aan dat complex, dat bestaat uit een strafbaar feit en
deswege een strafbare dader).18
d. KARNI yang mempergunakan istilah salah dosamengatakan :
“Pengertian salah dosa mengandung celaan. Celaan ini menjadi dasarnya
tanggung jawab terhadap hukum pidana”. Selanjutnya ia katakan : “Salah
dosa berada, jika perbuatan dapat dan patut dipertanggungkan atas si
perbuat harus boleh dicela karena perbuatan itu perbuatan itu
mengandung perlawanan hak perbuatan itu harus dilakukan, baik dengan
sengaja, maupun dengan salah”. 19
Dari pengertian-pengertian kesalahan dari beberapa sarjana di atas maka
pengertian kesalahan dapat dibagi dalam pengertian sebagai berikut :
c. Pengertian kesalahan yang normatif
Pandangan yang normatif tentang kesalahan ini menentukan kesalahan
seseorang tidak hanya berdasar sikap batin atau hubungan batin antara pelaku
dengan perbuatannya, tetapi di samping itu harus ada unsur penilaian atau unsur
normatif terhadap perbuatannya. Penilaian normatif artinya penilaian (dari luar)
mengenai hubungan antara sipelaku dengan perbuatannya.“Penilaian dari luar” ini
18Ibid.,h.7
19Ibid.,h.9
22
merupakan pencelaan dengan memakai ukuran-ukuran yang terdapat dalam
masyarakat, ialah apa yang seharusnya diperbuat oleh sipelaku secara extreem
dikatakan bahwa “kesalahan seseorang tidaklah terdapat dalam kepala sipelaku,
melainkan di dalam kepala orang-orang lain”, ialah di dalamkepala dari mereka
yang memberi penilaian terhadap sipelaku itu. Yang memberi penilaian pada
instansi terakhir adalah hakim.
Di dalam pengertian ini sikap batin si pelaku ialah, yang berupa
kesengajaan dan kealpaan tetap diperhatikan, akan tetapi hanya merupakan unsur
dari kesalahan atau unsur dari pertanggungjawaban pidana. Di samping itu ada
unsur lain ialah penilaian mengenai keadaan jiwa sipelaku, ialah kemampuan
bertanggungjawab dan tidak adanya alasan penghapus kesalahan.
1. Arti “kesalahan” dalam hukum pidana positif
Dalam hukum pidana kesalahan memiliki 3 pengertian yaitu :
a. kesalahan dalam arti yang seluas-luasnya, yang dapat disamakan dengan
pengertian pertanggungjawaban dalam hukum pidana di dalamnya
terkandung makna dapat dicelanya (verwijtbaarheid) sipelaku atas
perbuatannya.
b. kesalahan dalam arti bentuk kesalahan (sculdvorm) yang berupa :
1. dolus, opzet, vorzatz atau intention atau
2. culpa, onachtzaamheid, fahrlassigkeit atau negligence.
23
c. kesalahan dalam arti sempit, ialah kealpaan (culpa) seperti yang
disebutkan dalam b.2 di atas. Pemakaian istilah “kesalahan” dalam arti ini
sebaiknya dihindarkan dan digunakan saja istilah “kealpaan”.
Dengan diterimanya pengertian kesalahan (dalam arti luas) sebagai dapat
dicelanya si pelaku atas perbuatannya, maka berubahlah pengertian kesalahan
yang psychologis menjadi pengertian kesalahan yang normatif (normativer
schuldbegriff).
2. Unsur-unsur dari kesalahan (dalam arti yang seluas-luasnya)
Kesalahandalam arti seluas-luasnya amat berkaitan dengan
pertanggungjawaban pidana dimana meliputi :
a. Adanya kemampuan bertanggungjawab pada sipelaku (schuldfahigkeit
atau zurechnungsfahigkeit); artinya keadaan jiwa sipelaku harus normal.
Disini dipersoalkan apakah orang tertentu menjadi “normadressat” yang
mampu.20
b. Hubungan batin antara sipelaku dengan perbuatannya, yang berupa
kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa), ini disebut bentuk-bentuk
kesalahan. Dalam hal ini dipersoalkan sikap batin seseorang pelaku
terhadap perbuatannya.
20http://mahathir71.blogspot.com (Diakses 2 Agustus 2013)
24
c. Pembelaan terpaksa yang melampaui batas,yang langsung disebabkan oleh
keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan
itu,tidak dipidana.21
Kalau ketiga unsur di atas ada maka orang yang bersangkutan bisa
dinyatakan bersalah atau mempunyai pertanggunganjawaban pidana, sehingga
bisa dipidana.
Dalam pada itu harus diingat bahwa untuk adanya kesalahan dalam arti
yang seluas-luasnya (pertanggunganjawaban pidana) orang yang bersangkutan
harus pula dibuktikan terlebih dahulu bahwa perbuatannya bersifat melawan
hukum.Kalau ini tidak ada, artinya, kalau perbuatannya tidak melawan hukum
maka tidak ada perlunya untuk menerapkan kesalahan sipelaku.
Sebaliknya seseorang yang melakukan perbuatan yang melawan hukum
tidak dengan sendirinya mempunyai kesalahan, artinya tidak dengan sendirinya
dapat dicela atas perbuatan itu. Itulah sebabnya, maka kita harus senantiasa
menyadari akan dua pasangan dalam syarat-syarat pemidanaan ialah adanya :
1. Dapat dipidananya perbuatan (strafbaarheid van het feit)
2. Dapat dipidananya orangnya atau pelakunya (strafbaarheid van de
persoon).
21Pasal 49 KUHP.,h.22
25
D. Pengertian pidana dalam hukum Islam
Jarimah (tindak pidana) dalam Islam diartikan sebagai suatu larangan
syara‘ yang diancam oleh Allah dengan hukum had (hukuman yang sudah ada
nash-nya) atau ta’zir (hukuman yang tidak ada nash-nya).22Jarimah pembunuhan
juga dapat diartikan sebagai suatu tindak pidana yang melanggar syara’ karena
pelanggaran hukum had atau ta’zir baik didahului dengan unsur-unsur
pembunuhan sengaja dengan suatu perencanaan ataupun tidak didahului suatu
perencanaan.23 Selain itu, pengertian jarimah pembunuhan dapat pula diartikan
sebagai tindak pidana pelanggaran terhadap syara’ karena baik pelanggaran
hukum had atau ta’zir yang diberikan sanksi bagi pembunuhan sengaja yaitu
pelakunya wajib dijatuhi hukuman qishash.
Berkaitan dengan pemaparan tersebut di atas, maka dapat ditegaskan
bahwa pengertian jarimah pembunuhan dapat diartikan sebagai suatu larangan
syara ‘ yang diancam oleh Allah dengan hukum had (hukuman yang sudah ada
nash-nya) atau ta’zir (hukuman yang tidak ada nashnya) baik didahului dengan
unsur-unsur pembunuhan dengan suatu perencanaan ataupun tidak didahului suatu
perencanaan dimana bagi pembunuhan sengaja pelakunya wajib dijatuhi hukuman
qishash.24
22 A. Hanafi, Azaz-azaz Hukum Pidana Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 2002) h.121
23 Sofyan Maulana, Hukum Pidana Islam dan Pelaksanaan, (Jakarta: Rineka Cipta.
2004) h. 83. 24 Moh Rodhi, Perbandingan Pelaksanaan Hukum Pidana Islam dan Hukum
PidanaUmum di Indonesia (Jakarta: Bulan Bintang, 2006) h. 123.
26
Dasar hukum qishash terdapat dalam firman dalam QS a1-Baqarah ayat
/2:178
���������� ������������������������ !"�#$%��&%' (��)*�+"�-.' (���/01 2��3401 2��*56�78: (������7;: (��*5<=.>?@A����<=.>?@A��*5<BC☺.E�)FG��H�I.�BC���JKFL�I⌦�=⌧P;Q�8�RS��.EF���0:☺ (��*5Q���K�I���J !.(*'(C�TBJ*U*5�;�(V.WX�!�Y ���C�Z�7���*"5[+X�☺BJ�+���\C☺.E�]��B����:5;�(V.WH�I.�.E^_�⌧!
�`aK�(�I
Terjemahnya :
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan
dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka,
hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang
mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan)
mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af)
membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik
(pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan
suatu rahmat. barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka
baginya siksa yang sangat pedih.25
Dalam hukum pidana Islam, dasar hukumnya juga diatur dalam firman
dalamQS Al- Isra’, ayat /17:33
ffg�����:�1- '.Sh[ Yi�(��=%j�(��k[0Jl���mg*'eno. (��*5�C���fp�-:�q��:�Br�B�.'.E���E�:st�J4!�(���(�q�.vE�6wf⌧.E)30T1x)*��ep-.' (���H
1J�?*'y⌧��q+�z&��\33e
Terjemahnya:
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuh) nya, melainkan dengan suatu alasan yang benar”.dan barang
siapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya kami telah memberi
kekuasaan kepada ahli warisnya,tetapi janganlah ahli waris itu melampaui
batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat
pertolongan.26
25Departemen agama RI, Al- Quran dan Terjemahnya (Semarang, Karya Toha Putra,
1996). h.50 26Ibid., h. 552
27
Oleh karena itu pengertian dalam syariat Islam mengenai kesengajaan
dalam pembunuhan menurut hukum pidana Islam adalah bermaksud membunuh
atau sungguh-sungguh bermaksud membunuh. Qasad (maksud) tersebut dapat
berupa perbuatan spontan atau adanya perencanaan, dan apabila kedua Qasad
tersebut mendahului atau menyetujui suatu perbuatan menghilangkan nyawa
tersebut maka hukumnya sama, sebab dasar penentuan hukuman menurut syari’at
Islam adalah qasad yang menyertai perbuatan jarimah yaitu langkah-langkah
syara‘ yang diancam oleh Allah dengan hukum had (hukuman yang sudah ada
nash-nya) atau ta’zir (hukuman yang tidak ada nash-nya).27
Unsur-unsur pembunuhan sengaja baik di dahului suatu perencanaan
ataupun tidak didahului suatu perencanaan yakni pembunuh adalah orang yang
berakal, sengaja membunuh, si terbunuh manusia yang dilindungi oleh hukum,
memakai alat yang pada ghalib-nya dapat mematikan. Mengenai Sanksi
pembunuhan Sengaja dalam Islam, para fuqaha telah sepakat bahwa pada
pembunuhan sengaja pelakunya wajib dijatuhi hukuman qishash. Adapun yang
dimaksud dengan qishashberasal dan kata “aqtasha“ yang berarti mengikuti,
yakni mengikuti perbuatan jahat untuk pembalasan yang sama dan perbuatannya
itu.28
Dasar hukum qishash terdapat pula dalam Hadist Nabi Muhammad SAW
yang diniwayatkan oleh Abu Daud yang artinya:
27A. Djazuli, Fiqh Jinayah Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam (Jakarta:Raja
Grafindo Persada, 2005) h. 13 28Ibid., h. 14
28
“Muhammad Bin Ubed mengabarkan kepada Hammad mengabarkan
kepada Ibnu Sarhi, mengabarkan kepada Sufyan, hadist ini dan Amnin dan
Tuwus berkata : Telah bersabda Rasulullah SAW barang Siapa membunuh
dengan Sengaja maka ia harus dihukum qishash dan barang siapa yang
menghalangi terlaksananya hukum qishash, maka ia dilaknat oleh Allah
dan dimurkai Nya, serta tidak diterima amal fardhu dan amal
sunnahnya”.29
1. Klasifikasi tindak pidana pembunuhan menurut hukum Islam
Pertanggungjawaban pidana dalam hukum Islam khususnya yang
menyangkut hubungan hukuman dan pertanggungjawaban pidana,
pertanggungjawaban tersebut ditentukan oleh sifat keseorangan hukuman dan ini
merupakan salah satu prinsip dalam menentukan pertanggungjawaban
pidana.30Pertanggungjawaban tersebut ditegaskan dalam Firman dalam, QS Al-
An’am /6:164
7p:�{70⌧|�IP���=e775�I��5�+��:n��}_�+e~p��I�=⌧P<fg��v�FT�.S+p
r��[ Y?mg*'���7{"�#<fg���+3].SXR�+*
�����+ ���]0L�I<[�:a<)"�*'5��*"5�+75���:Fs���5����*J;��!.E�☺*
57�1-����JK�Ey�rY*�� ���\b�e
Terjemahnya:
Katakanlah: "Apakah Aku akan mencari Tuhan selain Allah, padahal dia
adalah Tuhan bagi segala sesuatu. dan tidaklah seorang membuat dosa
melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri dan seorang
yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada
Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang
kamu perselisihkan."31
29Haliman, Hukum Pidana Svariat Islam Menurut Ahius Sunnah (Jakarta: Bulan Bintang,
2001) h. 79
30Ibid., h. 31
31Departemen agama RI.Op.cit., h.284
29
Bagaimanapun juga seseorang tidak bertanggungjawab atas jarimah orang
lain walaupun dekatnya tali kekeluargaan atau tali persahabatan diantara
keduanya. Pengertian pertanggungjawaban dalam syariat Islam adalah
pembebanan seseorang dengan hasil atau akibat perbuatan (tidak berbuat) yang
dikerjakan dengan kemauan sendiri, dimana ia mengetahui maksud atau akibat
dan perbuatan itu.32Adapun yang menjadi faktor yang mengakibatkan adanya
pertanggungjawaban pidana dalam syariat Islam yaitu perbuatan maksiat yakni
perbuatan melawan hukum berupa mengerjakan perbuatan (larangan) yang
dianggap oleh syariat atau sikap tidak berbuat yang diharuskan oleh syariat,
disamping perbuatan melawan hukum yang menjadi sebab adanya
pertanggungjawaban pidana namun diperlukan dua syarat bersama-sama yaitu
“mengetahui” (idrak) dan “pilihan” (ikhtiar).33
Tidak adanya pertanggungjawaban pidana atasnya, karena orang yang
tidak berakal pikiran bukanlah orang yang mengetahui dan bukan pula orang yang
mempunyai pilihan.
Oleh karena itu tidak ada pertanggungjawaban bagi anak kecil. orang gila,
orang dungu orang hilang kemauannya, dan orang-orang yang dipaksa atau
terpaksa.34 Dalam menentukan pertanggungjawaban pidana, syariat Islam tidak
melihat kepada perbuatan pidana semata-mata, melainkan juga pada niatan
32A. Djazuli. op.cit., h. 16
33Ibid., h. 17
34Ibid., h. 18
30
pembuat. ini karena niatan seseorang sangat penting artinya dalam menentukan
adanya perbuatan melawan hukum.
Pertanggungjawaban pidana dapat hapus karena hal-hal yang berhubungan
dengan keadaan pembuat sendiri atau karena hal-hal yang berhubungan dengan
keadaan pembuat. Dalam keadaan pertama perbuatan yang dikerjakan adalah yang
hukumnya mubah (tidak dilarang), dan dalam keadaan yang kedua perbuatan yang
dikerjakan dilarang tetapi tidak dapat dijatuhi hukuman seperti:
1. Pembelaan yang sah yang terdiri dan
a. Pembelaan khusus (dafussha’ii)
b. Pembelaan umum (amarma ‘rufnahimunkar)
2. Pengajaran (ta’dib)
3. Pengobatan
4. Hapusnya jalan kesemalatan
5. Hak-hak dan kewajiban penguasa.35
Berkaitan dengan hukuman ta’zir, Abd Qodir Awdah membagi jarimah
ta’zir menjadi tiga, yaitu:
1. Jarimah hudud dan qishash diyat yang mengandung unsur shubhat atau
tidak memenuhi Syarat, namun hal itu sudah dianggap sebagai perbuatan
maksiyat, seperti pencurian harta syirkah, pembunuhan ayah terhadap
anaknya, dan pencurian yang bukan harta benda.
2. Jarimah ta’zir yang jenis jarimahnya ditentukan oleh nas, tetapi
sanksinya oleh syari’ah diserahkan kepada penguasa. Seperti sumpah
35Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam, Bandung: Grafika Press, 2001, h. 87
31
palsu. Saksi palsu, mengurangi timbangan, menipu, mengingkari janji,
menghianati amanah, dan menghina agama.
3. Jarimah ta’zir dimana jenis jarimah dan sanksinya secara penuh menjadi
wewenang penguasa demi terealisasinya kemaslahatan umat. Dalam hal
ini unsur akhlak menjadi pertimbangan yang paling utama. Misalnya
pelanggaran terhadap peraturan lingkungan hidup, lalu lintas. dan
pelanggaran terhadap pemerintah lainnya.36
Dalam menetapkan jarimah ta’zir, prinsip utama uang menjadi acuan
penguasa adalah menjaga kepentingan umum dan melindungi setiap anggota
masyarakat dan kemudharotan (bahaya). Di samping itu, penegakkan jarimah
ta’zir harus sesuai dengan prinsip syar’i. Hukuman hukuman ta’zir banyak
jumlahnya, yang dimulai dan hukuman paling ringan sampai hukuman yang yang
terberat. Hakim diberi wewenang untuk memilih diantara hukuman hukuman
tersebut, yaitu hukuman yang sesuai dengan keadaan jarimah serta pembuatnya.
Hukuman hukuman ta’zir antara lain:
1. Hukuman Mati
Pada dasarnya menurut syari’ah Islam, hukuman ta’zir adalah untuk
memberikan pengajaran (ta’dib) dan tidak sampaimembinasakan. Oleh karena itu,
dalam hukum ta’zir tidak boleh ada pemotongan anggota badan atau penghilangan
nyawa. Akan tetapi beberapa fuqoha’ memberikan pengecualian dan aturan umum
tersebut, yaitu kebolehan dijatuhkan hukuman mati jika kepentingan umum
36Abd Qodir Awdah, Al Hukm Al Siyasah Al lslamzyah wa Dawamuha, terj. EdiSetiadi,
Hukum Pidana Islamdan Perkembangannya, (Bandung: Fakuitas Hukum Unisba. 2006) h. 72
32
menghendaki demikian, atau kalau pemberantasan tidak bisa terlaksana kecuali
dengan jalan membunuhnya, seperti mata mata, pembuat fitnah, residivis yang
membahayakan. namun menurut sebagian fuqoha yang lain, didalam jarimah
ta’zir tidak ada hukuman mati.37
2. Hukuman Denda (tahdid)
Hukuman Denda ditetapkan juga oleh syari’at Islam sebagai hukuman.
Antara lain mengenai pencurian buah yang masih tergantung dipohonnya,
hukumannya didenda dengan lipat dua kali harga buah tersebut, disamping
hukuman lain yang sesuai dengan perbuatannya tersebut. Sabda Rosulullah SAW,
“Dan barangsiapa yang membawa sesuatu keluar, maka atasnya denda sebanyak
dua kalinya beserta hukuman.” Hukuman yang sama juga dikenakan terhadap
orang yang menyembunyikan barang hilang.38
Jika dilihat dan segi “hukuman” dalam hukum pidana Islam akan kita
temui tiga macam hukuman, yaitu:
1. Jarimahhudud, yang berarti bahwa tindak pidana dimana kadar
hukumannya itu telah ditentukan oleh Allah SWT.
2. Jarimahqishashdan diyat yakni tindak pidana yang dikenakan sanksi
qishashdan diyat. Qishashdan diyat ini adalah hukuman yang ditentukan
hukumannya, tetapi merupakan hak individu-individu, artinya bahwa
hukuman itu ditentukan karena hanya mempunyai satu had (hukuman)
37Ibid., h. 73
38Ibid., h. 79
33
yang telah ditentukan. Sebagai hak ini individu, bila pihak individu yang
dirugikan karena tindak pidana itu menghendaki kemaafan, ini adalah
merupakan haknya dan dapat diterima dan dibenarkan secara hukum,
sehingga hukuman hadnya hilang karena adanya kemaafan tersebut.
3. Jarimah ta’zir yakni perbuatan-perbuatan pidana yang hukumannya tidak
disyariatkan menurut syara’,tetapi ditentukan oleh hakim (penguasa).
Hakim sangat berperan penting dalam menentukan setiap keputusan agar
sesuai dan memenuhi rasa keadilan serta kemaslahatan. Oleh karena itu,
hakim harus lebih bijak dalam memahami hakikat kesalahan seriap orang
yang terpidana.39
E. Pengertian mabuk
Pengertian mabuk dapat diartikan sebagai keadaan keracunan karena
konsumsi alkohol sampai kondisi di mana terjadi penurunan kemampuan mental
dan fisik. Mabuk dapat pula diartikan sebagai suatu kondisi psikologis yang dapat
diidentifikasikan berbentuk gejala umum antara lain bicara tidak jelas,
keseimbangan kacau. koordinasi buruk, muka semburat. mata merah, dan
kelakuan-kelakuan aneh lainnya, sehingga seorang yang terbiasa mabuk kadang
disebut sebagai seorang alkoholik, atau “pemabuk.40
Berkaitan dengan hal tersebut, maka pengertian mabuk dapat ditegaskan
sebagai keadaan keracunan karena konsumsi alkohol sampai kondisi di mana
terjadi penurunan kemampuan mental dan fisik, dimana kondisi psikologis
39A. Hanafi, Azaz-azaz Hukum Pidana Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 2002) h. 92
40Eva Handayani, Ilmu Kesehatan, (Jakarta:UII Press 2006) h. 12.
34
tersebut dapat diidentifikasikan berbentuk gejala umum antara lain bicara tidak
jelas, keseimbangan kacau, koordinasi buruk, muka semburat, mata merah, dan
kelakuan-kelakuan aneh lainnya.
2. Ketentuan hukum Is1am bagi orang mabuk
Terdapat beberapa perbedaan untuk menentukan tindakan yang masuk
dalam tindak pidana. Bagi kalangan madzhab Hanafi ada lima tindakan yang bisa
dimasukkan ke “hudud” yaitu sariqah (pencurian), zina (perzinahan), syurb al-
khamr (meminum yang mengandung “khamr”), sukr (meminum yang berakibat
mabuk meskipun tidak mengandung ‘khamr), dan qadzf (pembunuhan karakter
dengan menuduh orang lain berbuat zina). Sedangkan (pembunuhan) yang
termasuk dalam tindak pidana disebut “qishash” bukan “hudud”. Berarti tindak
pidana menurut kalangan madzhab Hanafi ada enam: lima dan hudud, satu dari
qishash.41maksudnya ialah ada beberapa penggolongan dalam tindak pidana
menurut kalangan madzhab Hanafi salah satu di antaranya ialah pembunuhan
yang sudah di atur dalam hukum islam,namun yang terjadi kemudian adalah
sistem di dalam Negara kita yang menjadi hambatan dalam penerapannya.contoh
dalam pembunuhan,Negara kita memang sudah mengenal yang namanya
hukuman mati namun ketika terjadi suatu pemaafan dari keluarga
korban,pemerintah atau penanganan mengenai membayar diat masih belum
dimaknai dengan sempurna oleh masyarakat luas sehingga aturan-aturan islam
masih dikesampingkan karena belum ada wadah yang jelas mengenai masalah ini.
41A. Hanafi, op.cit., h. 102.
35
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, maka metode pendekatan pada penelitian
ini adalah pendekatan yuridis normatif yang bersifat doktrinal. Pendekatan yuridis
normatif adalah “penelitian yang berusaha menganalisa masalah-masalah yang
berlaku dalam masyarakat dan berkaitan dengan hukum secara normatif”
1. Penelitian dengan pendekatan Normatif, doctrinal dan yuridis formal.
Penelitian ini menjadi suatu sumber-sumber hukum yang ada dalam Al-
Quran dan membandingkan sumber-sumber hukum yang ada dalam
hokum positif atau KUHP.
2. Pendekatan penerapan normative yuridis dan sejauh mana pengetahuan
para hakim tentang pemahaman Hukum Islam yang pernah mendapatkan
perkara pembunuhan.
B. Lokasi penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kota Makassar, dalam hal ini pengadilan
Negeri Makassar, pilihan lokasi penelitian tersebut di dasarkan pada pertimbangan
bahwa institusi penegak hokum tersebu tmenyimpan dokumen yang diperlukan
oleh penyusun.
36
C. Jenis dan sumber data
Jenisdan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Data primer, adalah data yang diperoleh langsung di lokasi penelitian
yaitu, Pengadilan Negeri Makassar. Sumber data primer ini adalah
dokumen- dokumen yang didapat langsung dari lokasi penelitian dan
bahan kepustakaan tentang tindak pidana dalam keadaan mabuk dan
peraturan positif di Indonesia dan Hukum Islam yang bersumber dari Al-
Qur'an surat Al-Isra’: 33, al Hadits dan sumber hukum Islam lainnya yang
disepakati sebagai bagian dari sumber hukum Islam.
b. Data sekunder, adalah data yang bersifat mendukung data primer berupa
data kepustakaan berupa buku-buku dokumen, dan pendapat dan para ahli
berkaitan dengan materi skripsi ini yaitu tentang tindak pidana
pembunuhan dalam keadaan mabuk
D. Metode pengolahan dan analisis data
Dalam rangka untuk melengkapi data primer, maka teknik pengumpulan
data yang digunakan sebagai berikut :
1. Penelitian kepustakaan (Library Research)
Sasaran penelitian kepustakaan ini terutama unutk mencari landasan teori
dari objek kajian dengan cara:
a. Mempelajari buku-buku yang berkaitan langsung dengan objek
penelitian dan materi penulisan skripsi ini;
b. Mempelajari peraturan perundang-undangan yang berhubungan
lansung dengan penulisan skripsi ini.
37
2. Penelitian Lapangan (Field Research)
Dalam penelitian ini penyusun mendatangi langsung Kantor Pengadilan
Negeri Makassar guna melakukan pengumpulan dokumen yang sehubungan
dengan permasalahan yang terkait dalam penyusunan skripsi ini.
Setelah data dari berbagai sumber berhasil dikumpulkan, baik dari hasil
interview, literature-literature, dan lain-lain kemudian penulis membaca dan
menganalisa data tersebut.Analisis data pada penelitian ini dikerjakan melalui
pendekatan kualitatif yaitu tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif
analistis yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan terkait
fenomena-fenomena yang terjadi dan dapat diambil sebagai bahan pengembangan
pengetahuan ilmiah yang utuh.Maka teknik analisanya menggunakan interpretasi
berfikirs ebagai berikut :
a. Metodeinduktif, yaitu suatu metode yang bertitik tolak pada fakta bersifat
khusus kemudian menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum.
b. Metode deduktif, yaitu suatu metode analisa yang bertitik tolak dari
pengetahuan umum kemudian menarik suatu kesimpulan yang bersifat
khusus.
c. Metode Komparatif, yaitu suatu teknik analisa data dengan jalan
membandingkan yang satu dengan yang lain untuk memperoleh
kesimpulan sebagai jawaban akhir.
38
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Untuk melengkapi hasil penelitian penulisan skripsi Hukum ini, maka
dalam bab ini penulis menyajikan data yang diperoleh selama masa penelitian di
Pengadilan Negeri Makassar berhubungan dengan Judul Skripsi Yang Diangkat
adalah “Tinjauan terhadap sanksi pidana pembunuhan dalam keadaan mabuk
dalam putusan pengadilan negeri Makassar No.38/Pid.B/2009/PN.MAKASSAR
(Analisis Penerapan KUHP Dan Hukum Islam)”.
Data yang disajikan dalam bab ini membahas kepada permasalahan
kemudian dianalisa, dengan maksud untuk menemukan kebenaran sesuai dengan
hukum yang berlaku saat ini.
A. Penerapan sanksi pidana pelaku pembunuhan dalam keadaan mabuk
dalam putusan Pengadilan Negeri Makassar
No.38/Pid.B/2009/PN.MAKASSAR
Untuk lebih mendalami masalah penerapan Tindak Pidana Pembunuhan
Dalam Keadaan Mabuk di pengadilan Negeri Makassar 2008-20012 (Analisis
Penerapan KUHP Dan Hukum Islam), ada Satu kasus pidana pembunuhan yang
masuk di Pengadilan Negeri Makassar dengan Putusan No.38/Pid.B/2009/PN.
Makassar untuk dicermati dan dipahami.
39
KASUS POSISI
• Bahwa awalnya terdakwa bersama Sirajuddin Dg. Sila, Zulkifli alias Rudi
Bin H.Empo, Jufri, Ding, M. Yusuf alias Ucu, Lincik dan Rahmat baru
saja selesai meminum minuman yang memabukkan jenis Ballo di jalan
Kandea Makassar. Tidak lama kemudian Sirajuddin Dg.Sila kembali
mengajak terdakwa bersama teman-temannya yang lain untuk melanjutkan
acara minum-minum di kios Cindi jalan Nusantara Makassar ;
• Bahwa selanjutnya terdakwa bersama Sirajuddin Dg. Sila, Zulkifli alias
Rudi Bin H.Empo, Jufri, Ding, M. Yusuf alias Ucu, Lincik dan Rahmat
segera menuju ke kios Cindi dan sesampainya disana mereka mengambil
tempat di lantai dasar dan menggabungkan 3 (meja) sebagai tempat
mereka untuk minum dan berkaraoke;
• Bahwa pada saat terdakwa bersama sirajuddin Dg.Sila dan teman-
temannya sampai di kios Cindi , suasana disana sudah agak ramai
pengunjung, namun kondisi keamanan berjalan lancar dan tertib;
• Bahwa setelah mereka lagi asyik meminum-minuman beralkohol dan
ditemani oleh beberapa orang pelayan perempuan ,secara tiba-tiba
M.Yusuf alias Ucu menyampaikan kepada terdakwa, Sirajuddin Dg.Sila,
dan teman-temannya yang lain jika ADI BOLONG yang pernah
mempunyai permasalahan dengannya dan Sirajuddin Dg. Sila juga ada di
kios Cindi dan berada di belakan tempat mereka sedang duduk;
• Bahwa beberapa saat kemudian seseorang yang awalnya disangka oleh
terdakwa adalah ADI BOLONG, berjalan menuju ke arah terdakwa
40
bersama Sirajuddin Dg. Sila dan temannya yang lain, maka M.Yusuf alias
Ucu langsung berdiri dan mencegat laki-laki tersebut sambil memegang
kerah baju laki-laki tersebut dan secara tiba-tiba mencabut sebilah badik
lalu langsung menikam dada korban yang ternyata bernama PALAKKA
alias RIDWAN Dg. Tompo, melihat hal tersebut Sirajuddin Dg.Sila juga
secara serta merta mencabut sebilah badik dari pinggangnya dan menikam
korban dibagian pinggangnya yang mengakibatkan korban terjatuh
telentang didekat meja tempat terdakwa bersama teman-temannya
minum,kemudian Zulkifli alias Rudi Bin H.Empo menghampiri korban
dan memukul pipi kiri korban, sedangkan terdakwa bersama Ding dan
Jufri beramai-ramai menendang korban yang sudah terkapar;
• Bahwa pada saat terdakwa bersama Zulkifli alias Rudi Bin H.Empo ,
Muh.yusuf alias Ucu Bin ABD RASYID dan SIRAJUDDIN DG SILA ,
JUFRI serta DING melakukan kekerasan terhadap korban, suasana kios
Cindi menjadi kacau,orang-orang pada berlarian karena ketakutan;
• Bahwa akibat perbuatan terdakwa bersama Zulkifli alias Rudi Bin H.
Empo, MUH. YUSUF alias UCU Bin ABD RASYID dan SIRAAJUDDIN
DG SILA, JUFRI serta, korbanRIDWAN mengalami luka tusuk disisi
dada kiri antara tulang iga ke 10 dengan iga 11, ukuran 4 cm x 1 cm;
Luka tusuk di dada kiri depan antara iga 2 dan iga 3 segaris dengan puting
susu ukuran 2 cmx 0,5 cm dan akhirnya meninggal dunia ditempat. Hal
tersebut sebagaimana dituangkan dalam surat Visum et Repertum dari
Rumah Sakit Akademis Jauri Jusuf Putra Makassar tertanggal 23 oktober
41
2008 yang ditandatangani Dr. Abdul Syukur dengan kesimpulan : Vulcus
ictum region hemithoras sin iestra ICS 10 lateral ; Vulcus ictum region
hemithorax siniestra ICS 2 linea midclaviala. Kelainan disebabkan benda
tajam.
• Dakwaan Jaksa Penuntut Umum
• Kahar Dg Sibali, diajukan sebagai terdaakwa di dalam persidangan
Pengadilan Negeri oleh Jaksa dengan dakwaan sebagai berikut :
• Dakwaan primair: ex Pasal 338 Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 K.U.H.Pidana.
Bilamana diperinci teridiri dari dua bagian:
-pasal 338 jo pasal 55 ayat (1) ke-1. KUHP (turut serta melakukan -
mededader).
• Dakwaan Subsidair: ex Pasal 170 Ayat (2) ke-3 K.U.H.Pidana.
• Dakwaan Lebih Subsidair ex Pasal 354 Ayat (2) Jo. Psl 55 ayat (1) ke-1
K.U.H.Pidana.
• Dakwaan Lebih-lebih Subsidair ex Pasal 351 (3) Jo. Pasal 55 Ayat (1)
ke-1 K.U.H.Pidana.
• Reuisitoir Jaksa Penuntut Umum:
• Setelah pemeriksaan dalam siding dinyatakan selesai oleh Hakim, maka
Jaksa Penuntut Umum mengajukan reuisitoir-nya yang pokoknya sebagai
berikut:
- Menyatakan terdakwa: Kahar Dg Sibali, melakukan tindak Pidana:
Melakukan atau turut serta melakukan atau salah memakai kekuasaan
atau pengaruh, memberi kesempatan - untuk bersama-sama dengan
42
orang lain bernama SirajuddinDg sila – Zulkifli Alias rudi Bin
H.Empo – jufri – Ding – M.Yusuf alias ucu – Lincik – Rahman Cs,
dimuka umum melakukan kekerasan terhadap Palakka alias Ridwan
Dg Tompo sehingga meninggal dunia.
- Terdakwa melanggar pasal 170 KUHP, sebagaimana yang diuraikan
dalam Dakwaan Primair.
- Menuntut agar supaya terdakwa Kahar Dg Sibali oleh pengadilan
dijatuhi pidana penjara selama 12 tahun.
Pengadilan Negeri :
• Pengadilan Negeri Makassar yang mengadili perkara pidana pada tingkat
pertama dengan acara pemeriksaan biasa, menjatuhkan putusan sebagai
berikut dalam perkara terdakwa :
Lengkap : KAHAR DG SIBALI
Tempat lahir : Jeneponto
Umur/tgl. Lahir : 37 Tahun/ 17 Agustus 1972
Jenis kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat tinggal : Jalan Tinumbu Lorong 132 No.2 Makassar
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
• Bahwa terdakwa KAHAR DG SIBALI secara bersama-sama dengan
ZULKIFLI alias RUDI BIN H.EMPO , MUH. YUSUF alias ACU BIN
ABD RASYID (masing-masing penuntutannya diajukan dalam berkas
43
perkara terpisah) dan SIRAJUDDIN DG SILA, JUFRI serta DING
(masing-masing dalam pencarian ), pada waktu dan tempat sebagaimana
dalam dakwaan primair,dengan terang-terangan dan dengan tenaga
bersama mengunakan kekerasan terhadap orang yang mengakibatkan
maut, yang dilakukan dengan cara sebagai berikut:
• Bahwa awalnya terdakwa bersama Sirajuddin Dg. Sila, Zulkifli alias Rudi
Bin H.Empo, Jufri, Ding, M. Yusuf alias Ucu, Lincik dan Rahmat baru
saja selesai meminum minuman yang memabukkan jenis Ballo di jalan
Kandea Makassar. Tidak lama kemudian Sirajuddin Dg.Sila kembali
mengajak terdakwa bersama teman-temannya yang lain untuk melanjutkan
acara minum-minum di kios Cindi jalan Nusantara Makassar ;
• Bahwa selanjutnya terdakwa bersama Sirajuddin Dg. Sila, Zulkifli alias
Rudi Bin H.Empo, Jufri, Ding, M. Yusuf alias Ucu, Lincik dan Rahmat
segera menuju ke kios Cindi dan sesampainya disana mereka mengambil
tempat di lantai dasar dan menggabungkan 3 (meja) sebagai tempat
mereka untuk minum dan berkaraoke;
• Bahwa pada saat terdakwa bersama sirajuddin Dg.Sila dan teman-
temannya sampai di kios Cindi , suasana disana sudah agak ramai
pengunjung, namun kondisi keamanan berjalan lancar dan tertib;
• Bahwa setelah mereka lagi asyik meminum-minuman beralkohol dan
ditemani oleh beberapa orang pelayan perempuan ,secara tiba-tiba
M.Yusuf alias Ucu menyampaikan kepada terdakwa, Sirajuddin Dg.Sila,
dan teman-temannya yang lain jika ADI BOLONG yang pernah
44
mempunyai permasalahan dengannya dan Sirajuddin Dg. Sila juga ada di
kios Cindi dan berada di belakan tempat mereka sedang duduk;
• Bahwa beberapa saat kemudian seseorang yang awalnya disangka oleh
terdakwa adalah ADI BOLONG, berjalan menuju ke arah terdakwa
bersama Sirajuddin Dg. Sila dan temannya yang lain, maka M.Yusuf alias
Ucu langsung berdiri dan mencegat laki-laki tersebut sambil memegang
kerah baju laki-laki tersebut dan secara tiba-tiba mencabut sebilah badik
lalu langsung menikam dada korban yang ternyata bernama PALAKKA
alias RIDWAN Dg. Tompo, melihat hal tersebut Sirajuddin Dg.Sila juga
secara serta merta mencabut sebilah badik dari pinggangnya dan menikam
korban dibagian pinggangnya yang mengakibatkan korban terjatuh
telentang didekat meja tempat terdakwa bersama teman-temannya
minum,kemudian Zulkifli alias Rudi Bin H.Empo menghampiri korban
dan memukul pipi kiri korban, sedangkan terdakwa bersama Ding dan
Jufri beramai-ramai menendang korban yang sudah terkapar;
• Bahwa pada saat terdakwa bersama Zulkifli alias Rudi Bin H.Empo ,
Muh.yusuf alias Ucu Bin ABD RASYID dan SIRAJUDDIN DG SILA ,
JUFRI serta DING melakukan kekerasan terhadap korban, suasana kios
Cindi menjadi kacau,orang-orang pada berlarian karena ketakutan;
• Bahwa akibat perbuatan terdakwa bersama Zulkifli alias Rudi Bin H.
Empo , MUH. YUSUF alias UCU Bin ABD RASYID dan
SIRAAJUDDIN DG SILA, JUFRI serta, korbanRIDWAN mengalami
45
luka tusuk disisi dada kiri antara tulang iga ke 10 dengan iga 11, ukuran 4
cm x 1 cm;
Luka tusuk di dada kiri depan antara iga 2 dan iga 3 segaris dengan puting
susu ukuran 2 cmx 0,5 cm dan akhirnya meninggal dunia ditempat. Hal
tersebut sebagaimana dituangkan dalam surat Visum et Repertum dari
Rumah Sakit Akademis Jauri Jusuf Putra Makassar tertanggal 23 oktober
2008 yang ditandatangani Dr. Abdul Syukur dengan kesimpulan : Vulcus
ictum region hemithoras sin iestra ICS 10 lateral ; Vulcus ictum region
hemithorax siniestra ICS 2 linea midclaviala. Kelainan disebabkan benda
tajam.
• Pertama : Primair Pasal 338 Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 K.U.H.Pidana ;
Subsidair Pasal 170 Ayat (2) ke-3 K.U.H.Pidana ;
Lebih Subsidair Pasal 354 Ayat (2) Jo. Psl 55 ayat (1) ke-1 K.U.H.Pidana
Lebih-lebih Subsidair Pasal 351 (3) Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1
K.U.H.Pidana ;
• Bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap didepan persidangan ini:
1. Barang siapa ;
2. Unsur dimuka umum ;
3. Unsur secara bersama-sama ;
4. Unsur melakukan kekerasan terhadap orang ;
5. Unsur menyebabkan matinya orang ;
• Ad. 1. Barang siapa :
Unsur barang siapa ini telah terpenuhi yaitu objek yang dapat
mempertanggungjawabkan adalah Lk. KAHAR DG SIBALI karena
46
melakukan pemukulan dengan cara meninju dan menendang Lk.
PALAKKA Alias RIDWAN DG TOMPO yangs sebelumnya telah ditikam
oleh Lk. SIRAJUDDIN DG SILA dan Lk. MUH. YUSUF Alias UCU dan
menyebabkan meninggal dunia.
Hasil visum et revertum dari RS Akademis Makassar yang menerangkan
bahwa terhadap Lk. PALAKKA Alias RIDWAN DG TOMPO mengalami
luka tusukan pada bagian dada kiri samping dada kiri akibat benda tajam.
• Ad. 2. Unsur dimuka umum
Unsur ini telah terpenuhi yaitu objek yang dapat mempertanggung
jawabkan adalah Lk. MUH. YUSUF, Lk. DING, Lk. JUFRI, Lk. RUDI
telah melakukan pemukulan dalam hal ini telah menghilangkan jiwa Lk.
PALAKKA Alias RIDWAN DG TOMPO di lantai dasar kios Cindi jalan
Nusantara Kota Makassar.
- Hasil visum et revertum dari RS Akademis Makassar yang menerangkan
bahwa terhadap Lk. PALAKKA Alias RIDWA DG TOMPO mengalami
luka tusukan pada bagian kiri dan samping dada kiri akibat benda tajam.
• Ad. 3. Unsur secara bersama-sama
Unsur ini telah terpenuhi yaitu objek yang dapat mempertanggung
jawabkan adalah Lk. KAHAR DG SIBALI karena secara bersama-sama
47
dengan Lk. RUDI telah melakukan pemukulan dan penikaman oleh Lk.
MUH. YUSUF dan Lk. SIRAJUDDI di kios Cindi Jalan Nusantara yang
dalam hal ini telah menghilangkan jiwa Lk. PALAKKA Alias RIDWAN
DG TOMPO.
Hasil visum et revertum dari RS Akademis Makassar yang menerangkan
bahwa terhadap Lk. PALAKKA Alias RIDWAN DG TOMPO mengalami
luka tusukan pada bagian dada kiri dan samping dada kiri akibat benda
tajam.
• Ad. 4. Unsur melakukan kekerasan terhadap orang
Unsur ini telah terpenuhi yaitu objek yang dapat mempertanggung
jawabkan adalah Lk. KAHAR DG SIBALI karena secara bersama-sama
dengan Lk. SIRAJUDDIN DG SILA, Lk. MUH. YUSUF, Lk. DING, Lk.
JUFRI, Lk. RUDI telah melakukan pemukulan terhadap Lk. MUH.
YUSUF dan Lk. DG SILA sehingga terhadap Lk. PALAKKA Alias
RIDWAN DG TOMPO meninggal.
Hasil visum et revertum dari RS Akademis Makassar yang menerangkan
bahwa terhadap Lk. PALAKKA Alias RIDWAN DG TOMPO mengalami
luka tusukan pada bagian dada kiri dan samping dada kiri akibat benda
tajam.
• Ad. 5. Unsur menyebabkan matinya orang
Unsur ini telah terpenuhi yaitu objek yang dapat mempertanggung
jawabkan adalah KAHAR DG SIBALI karena secara bersama-sama
dengan Lk. SIRAJUDDIN DG SILA, Lk. MUH. YUSUF, Lk. DING, Lk.
48
JUFRI, Lk. RUDI telah melakukan pemukulan terhadap Lk. PALAKKA
Alias RIDWAN DG TOMPO yang sebelumnya telah ditikam oleh Lk.
MUH. YUSUF dan Lk. DG SILA sehingga terhadap Lk. PALAKKA
Alias RIDWAN DG TOMPO meninggal.
Hasil visum et revertum dari RS Akademis Makassar yang menerangkan
bahwa terhadap Lk. PALAKKA Alias RIDWAN DG TOMPO mengalami
luka tusukan pada bagian dada kiri dan samping dada kiri akibat benda
tajam.
Menimbang, bahwa dipersidangan Jaksa Penuntut Umum telah
menghadapkan 4 (empat) orang saksi yang telah didengar keterangannya
dibawah sumpah.1.Saksi HENDRIK 2. Saksi RAHIM 3.saksi
RIMAWANTI 4.saksi BASMAH Dg RIA 5. Saksi JUMADI 6.saksi
HASMAWATI 7.saksi HASRIANI alias MIRA 8.saksi ANWAR alias
NUA 9 saksi HASMAH SYAM alias MIA 10.saksi AGATHA
11.saksi HENGKI MATAKUPANG 12.saksi HAYATI alias DIAN
13.ZULKIFLI alias RUDI bin H. EMPO, sebagimana termuat
selengkapnya dalam berita acara ;
Menimbang, bahwa keterangan saksi dan keterangan terdakwa saling
menunjukkan kesesuaian, serta didukung oleh bukti yang diajukan
dipersidangan sehingga melahirkan kesimpulan bahwa terdakwa telah
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah atas tindak pidana “secara
49
terang-terangan dan tenaga bersama melakukan kekerasan terhadap
orang yang mengakibatkan kematian”.
Menimbang ,bahwa karena terbukti bersalah maka terdakwa akan dijatuhi
pidana yang setimpal dengan perbuatannya dengan memperhatikan hal-
hal yang memberatkan dan meringankan sebagai berikut :
• Hal yang memberatkan :
Perbuatan terdakwa perbuatan main hakim sendiri ;
Perbuatan terdakwa dapat menimbulkan dampak adanya balas dendam
dari keluarga ;
• Hal yang meringankan :
Terdakwa belum pernah dihukum
Terdakwa sopan dalam persidangan
Terdakwa mempunyai tanggungan keluar
Sudah ada pernyataan dari keluarga korban bahwa menerima dengan
ikhlas kalau kematian Palakka alias Ridwan Dg Nompo dan tidak akan
menuntut kepada pihak manapun dikemudian hari ;
Menimbang, bahwa masa tahanan terdakwa harus di perhitungkan
seluruhnya dari masa tahanan yang dijatuhkan, agar terdakwa tetap
ditahan.
Menimbang, bahwa karena terbukti bersalah maka terdakwa harus
dibebani pula membayar biaya perkara. Memperhatikan pasal (dakwaan
50
yang terbukti) dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan
dengan perkara ini.
• Perbuatan terdakwa tersebut jelas merupakan daya upaya untuk
memberikan kesempatan kepada kawan-kawan terdakwa untuk melakukan
kekerasan terhadap korban. Dengan demikian terbukti niat terdakwa
dengan sengaja melakukan kekerasan kepada orang lain.
• Dengan alasan tersebut, maka hakim pertama berpendapat bahwa unsur
pasal 170 ayat (2) ke 3 KUHP, dalam dakwaan Subsidair, telah terbukti
secara sah dan meyakinkan.
• Dalam dakwaan subsidair tersebut, bahwa perbuatan yang dilakukan
adalah “kekerasan secara bersama-sama dan terang-terangan” terhadap
orang yang mengakibatkan orang mati (pasal 170 (1) (2) ke 3 KUHP).
Berdasar atas fakta hukum dipersidangan, pasal ini telah terbukti secara
hukum dan keyakinan.
• Setelah dipertimbangkan faktor yang memberatkan dan yang
meringankan, akhirnya Hakim pertama memberikan putusan yang
diktumnya pada pokoknya demikian:
Mengadili
- Menyatakan terdakwa : KAHAR DG. SIBALI tidak terbukti
secara sah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan
Primair tersebut di atas ;
- Membebaskan terdakwa dari dakwaan Primair tersebut di atas ;
51
- Menyatakan terdakwa : KAHAR DG. SIBALI terbukti secara sah
dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana : “SECARA
TERANG-TERANGAN DAN TENAGA BERSAMA
MELAKUKAN KEKERASAN TERHADAP ORANG YANG
MENGAKIBATKAN KEMATIAN ;
- Menjatuhkan pidana terdakwa terhadap terdakwa tersebut oleh
karena itu dengan pidana penjara selama : 1 (SATU) TAHUN dan
2 (DUA) BULAN ;
- Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa
dikurangi seluruhnya dari pidana dijatuhkan ;
- Memerintahkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan ;
- Menetapkan barang bukti berupa : 1 (satu) lembar baju warna
merah lengan panjang 1 (satu) lembar celana panjang warna abu-
abu, 1 (satu) buah rim/ikat pinggang, 1 (satu) buah botol Bir Merek
Angker Bir dan 1 (satu) buah gelas Merek Bintang Zero ;
dikembalikan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk dijadikan bukti
dalam perkara atas nama terdakwa : Muh. Yusuf alias Ucu ;
Membebani terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.
1.000,00 (seribu rupiah) ;
Demikianlah diputuskan dalam rapat Permusyawaratan Majelis
Hakim Pengadilan Negeri Makassar pada hari JUM’AT tanggal 15 MEI
2009 oleh TIWERY CHRIESTER ROLOF, SH selaku ketua majelis
EDDY RISDIANTO, SH dan BAHTERA PERANGIN-ANGIN, SH
52
masing-masing sebagai Hakim anggota, putusan mana diucapkan pada hari
RABU, tanggal 20 MEI 2009 dalam persidangan yang terbuka untuk
umum oleh TIWERY CHRISRTER ROLOF, SH selaku ketua Majelis
dengan didampingi oleh Hakim-Hakim anggota tersebut, dengan dibantu
oleh MURSIDAH PATTAWARI, SH Panitera Pengganti pada
Pengadilan Negeri tersebut, dengan dihadiri oleh IMRAN YUSUF, SH
Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Makassar dengan dihadiri
oleh terdakwa KAHAR DG.SIBALI .
B. Pandangan hukum Islam terhadap kasus dalam putusan Pengadilan
Negeri Makassar No.38/Pid.B/2009/PN.MAKASSAR
Sebagai suatu dasar hukum, dalam hukum pidana Islam mengenai
pembunuhan diatur dalam QS al- Israa’ /17:33
������ ������ �� ��������� �������
����� !�� "�# $%&�����#' ( )�*��
�+,�� �.*��/0�* /1� �2 ���2�3
4,�67,���,� �.�8�92; �⌧�2 =>�@A
=#BC $+�� ���� � E�FG# �H⌧I
�.J�KL��* M>>$
Terjemahnya:
Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. dan barang
siapa dibunuh secara zalim, Maka Sesungguhnya kami Telah memberi
kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui
batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat
pertolongan.1
1 Departemen agama RI, Al- Quran dan Terjemahnya (Semarang, Karya Toha Putra,
1996). h.552
53
Maksudnya: kekuasaan di sini ialah hal ahli waris yang terbunuh atau
Penguasa untuk menuntut qishash atau menerima diat. Qishash ialah mengambil
pembalasan yang sama. Qishash2 itu tidak dilakukan, bila yang membunuh
mendapat kema'afan dari ahli waris yang terbunuh yaitu dengan membayar diat
(ganti rugi) yang wajar. pembayaran diat diminta dengan baik, umpamanya
dengan tidak mendesak yang membunuh, dan yang membunuh hendaklah
membayarnya dengan baik, umpamanya tidak menangguh-nangguhkannya. bila
ahli waris si korban sesudah Tuhan menjelaskan hukum-hukum ini, membunuh
yang bukan si pembunuh, atau membunuh si pembunuh setelah menerima diat,
Maka terhadapnya di dunia diambil qishash dan di akhirat dia mendapat siksa
yang pedih. Diat ialah pembayaran sejumlah harta Karena sesuatu tindak pidana
terhadap sesuatu jiwa atau anggota badan.
Berdasarkan ayat di atas, maka dapat dipahami bahwa membunuh
diharamkan, tetapi dapat dibenarkan dengan alasan yang haq misalnya seperti
ketika dalam kondisi perang jihad melawan orang kafir harbi.
Adapun sanksi pembunuhan sengaja biasa dikenakan sanksi pidana
penjara paling lama 15 tahun, dan sanksi hukum pembunuhan sengaja
direncanakan dikenakan sanksi pidana mati atau penjara seumur hidup
selamalamanya 20 tahun. Pertanggungjawaban pidana menurut hukum pidana
positif yakni dapat dipertanggungjawabkannya dan si pembuat, adanya perbuatan
2 Al Faruk Asadulloh, Hukum pidana dalam system hukum Islam, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 2009)
54
melawan hukum, tidak ada alasan pembenar atau alasan yang menghapuskan
pertanggungjawaban pidana bagi si pembuat.3
Adapun berkaitan dengan hukum pidana, dalam hukum pidana Islam
dikenal dengan nama Jarimah.4 Jarimah (tindak pidana) dalam Islam diartikan
yaitu larangan-larangan syara‘ yang diancam oleh Allah dengan hukum had
(hukuman yang sudah ada nash-nya)5 atau ta‘zir (hukuman yang tidak ada nash-
nya). Dengan demikian, jarimah dapat dibagi menajdi 2 (dua) macam yaitu
hukum had dan hukum ta’zir.6
Berkaitan dengan jarimah. ada suatu fenomena yang menarik untuk dikaji
yaitu tentang hukuman bagi pembunuh dalam keadaan mabuk. Hal ini
dikarenakan seseorang dapat ditetapkan sebagai orang yang mabuk harus dapat
dibuktikan tentang kondisinya apakah benar-benar mabuk baik melalui tes urine
maupun tes psikologis. Pada sisi yang lain juga harus jelas apakah seseorang yang
membunuh dalam kondisi mabuk benar-benar masuk dalam kategori orang yang
hilang akalnya atau tidak, dan yang bersangkutan memiliki niat atau tidak.
Pengertian mabuk dapat diartikan sebagai keadaan keracunan karena
konsumsi alkohol sampai kondisi di mana terjadi penurunan kemampuan mental
3Haliman. Hukum Pidana Syariat Islam Menurut Ahlus Sunnah, (Jakarta: Bulan Bintang.
2001), h. 27
4A. Hanafi, Azaz-azaz Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2002), h.120
5Ibid., h. 121
6Ibid.
55
dan fisik7. Mabuk dapat pula diartikan sebagai suatu kondisi psikologis yang
dapat diidentifikasikan berbentuk gejala umum antara lain bicara tidak jelas,
keseimbangan kacau, koordinasi buruk, muka semburat, mata merah, dan
kelakuan-kelakuan aneh lainnya, sehingga seorang yang terbiasa mabuk kadang
disebut sebagai seorang alkoholik, atau pemabuk.8
Oleh karena itu pengertian mabuk dapat ditegaskan sebagai keadaan
keracunan karena konsumsi alkohol sampai kondisi di mana terjadi penurunan
kemampuan mental dan fisik, dimana kondisi psikologis tersebut dapat
diidentifikasikan berbentuk gejala umum antara lain bicara tidak jelas,
keseimbangan kacau, koordinasi buruk, muka semburat, mata merah, dan
kelakuan-kelakuan aneh lainnya.
Pengertian dalam syariat Islam mengenai kesengajaan dalam pembunuhan
menurut hukum pidana Islam adalah bermaksud membunuh atau sungguh-
sungguh bermaksud membunuh. Qasad (maksud) tersebut dapat berupa perbuatan
spontan atau adanya perencanaan, dan apabila kedua Qasad tersebut mendahului
atau menyetujui suatu perbuatan menghilangkan nyawa tersebut maka hukumnya
sama, sebab dasar penentuan hukuman menurut syari’at Islam adalah Qasad yang
menyertai perbuatan jarimah yaitu langkah-langkah syara‘ yang diancam oleh
7Eva Handayani, Ilmu Kesehatan, (Jakarta: UII Press, 2006) h. 112
8Muhtadi, Ilmu Kedokteran, ( Semarang: Unissula Press, 2003) h. 93
56
Allah dengan hukum had (hukuman yang sudah ada nash-nya) atau ta’zir
(hukuman yang tidak ada nash-nya).9
Unsur-unsur pembunuhan sengaja baik didahului suatu perencanaan
ataupun tidak didahului suatu perencanaan yakni pembunuh adalah orang yang
berakal, sengaja membunuh, memakai alat yang pada ghalib-nya dapat
mematikan. Mengenai sanksi pembunuhan sengaja dalam Islam, para fuqaha telah
sepakat bahwa pada pembunuhan sengaja pelakunya wajib dijatuhi hukuman
qihsahs. Adapun yang dimaksud dengan qishash yang berarti mengikuti, yakni
mengikuti perbuatan jahat untuk pembalasan yang sama dan perbuatannya itu.10
Dasar hukum qishash diatur dalam QS a1-Baqarah /2:178
�BNO1�PF8�Q �CR,�!�� ���S��*��T
U,VTI SWT(�7X�Y Z��UL� ���� =#C
JX�� ���� � [���\�� >6���\��#'
1]^������� ,1]_�����#'
`��aGbc���� `��aGbc��#' ` /)☺�2
�=efSS ESg�! /),* ,�hei�g ⌦T�⌧k
_l��^,m����2 e��S��☺����#'
lT!�h�g�� ,��7��# �)8U@/�#n#' (
_,��p q�7,��Q�* ),r* ]WT(#X'�J
qB☺/��J�� ( M)☺�2 (s1�V/S�� 1��'
_,��p ESg���2 tu�⌧7�S vwh,��g Mxy$
Terjemahnya:
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan
dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka,
hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang
9A. Djazuli, Fiqh Jinayah Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2005) h. 1
10 Ibid., h. 14
57
mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan)
mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf)
membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik
(pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan
suatu rahmat. Barang siapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka
baginya siksa yang sangat pedih.11
Adapun maksud mengenai ayat di atas adalah apabila seseorang telah
melakukan pembunuhan,maka ia dapat lolos dari hukuman gantung apabila
mendapat maaf dari keluarga korban kemudian membayar diat sesuai dengan
yang telah di atur dalam hukum islam.namun yang menjadi perhatian khusus dari
ayat di atas adalah mengenai lolos tidaknya seseorang dari hukuman tergantung
dari maaf yang diberikan oleh keluarga korban kemudian membayar diat (denda).
Qishash ialah mengambil pembalasan yang sama. qishash itu tidak dilakukan, bila
yang membunuh mendapat kemaafan dari ahli waris yang terbunuh yaitu
dengan membayar diat (ganti rugi) yang wajar. pembayaran diat diminta
dengan baik, umpamanya dengan tidak mendesak yang membunuh, dan yang
membunuh hendaklah membayarnya dengan baik, umpamanya tidak
menangguh-nangguhkannya. bila ahli waris si korban sesudah Tuhan
menjelaskan hukum-hukum ini, membunuh yang bukan si pembunuh, atau
membunuh si pembunuh setelah menerima diat, Maka terhadapnya di dunia
diambil qishash dan di akhirat dia mendapat siksa yang pedih.12
11 Departemen agama RI. Op.cit., h.50
12 Al Faruk Asadulloh, Hukum pidana dalam system hukum Islam, (Jakarta:Ghalia
Indonesia,2009)
58
Terdapat beberapa perbedaan untuk menentukan tindakan yang masuk
dalam tindak pidana. Bagi kalangan madzhab Hanafi ada lima tindakan yang bisa
dimasukkan ke “hudud” yaitu sariqah (pencurian), zina (perzinahan), syurb al-
khamr (meminum yang mengandung “khamr”), sukr (meminum yang berakibat
mabuk meskipun tidak mengandung ‘khamr), dan qadzf (pembunuhan karakter
dengan menuduh orang lain berbuat zina). Sedangkan (pembunuhan) yang
termasuk dalam tindak pidana disebut “qishash” bukan “hudud”. Berarti tindak
pidana menurut kalangan madzhab Hanafi ada enam: lima dan hudud, satu dari
qishash.13maksudnya ialah ada beberapa penggolongan dalam tindak pidana
menurut kalangan madzhab Hanafi salah satu di antaranya ialah pembunuhan
yang sudah di atur dalam hukum islam,namun yang terjadi kemudian adalah
sistem di dalam Negara kita yang menjadi hambatan dalam penerapannya.contoh
dalam pembunuhan, Negara kita memang sudah mengenal yang namanya
hukuman mati namun ketika terjadi suatu pemaafan dari keluarga korban,
pemerintah atau penanganan mengenai membayar diat masih belum dimaknai
dengan sempurna oleh masyarakat luas sehingga aturan-aturan islam masih
dikesampingkan karena belum ada wadah yang jelas mengenai masalah ini.
TANGGAPAN PENYUSUN
Menurut penyusun, penerapan sanksi pidana bagi pelaku Pemunuhan
dalam keadaan mabuk di Pengadilan Negeri Makassar dengan Putusan
13 A. Hanafi, op.cit., h. 102.
59
No.38/Pid.B/2009/PN.Makassar kurang tepat. Terdakwa dalam
mengonsumsi alkohol, kadar mabuknya yang masih ringan dan keadaan
terdakwa masih sadar dalam membunuh (Normal), Oleh karena itu sudah
dapat dijatuhi sanksi pidana. Sanksi pidana penjara yang dijatuhkan
kepada terdakwa KAHAR DG SIBALI selama 2 (dua) Tahun sangat
ringan. Padahal Sanksi Pidana pasal 170 ayat (2) poin (3) KUHP sudah
sangat jelas Pidana yang bisa di jatuhkan paling lama 12 (dua belas) tahun
penjara. Dengan kata lain majelis hakim dalam menjatuhkan putusan
kurang dari ½ dari ketentuan yang ada. Hal ini akan berdampak tidak
efektif akan adanya efek jera yang akan dirasakan oleh Terdakwa. Dan
kasus pembunuhan dalam keadaan mabuk akan semakin meningkat
dikarenakan tidak ada lagi rasa takut untuk melakukaknya karena
hukuman yang diberikan terlalu ringan dan tidak menimbulkan efek jera.
Ini mengindikasikan bahwa masih lemahnya penegakan hukum yang
terjadi di negara kita karena kejahatan yang di lakukan oleh seseorang belum
sebanding dengan hukuman yang di harapkan. Dengan mempersoalkan nilai-nilai
hukum yang hidup dalam masyarakat, sebenarnya peranan penegak hukum
terutama pihak pengadilan sebagai pengayom dan penentu keadilan serta
penegakan hukum, sangat perlu di perhatikan dan di dahulukan sehingga perasaan
hukum masyarakat dapat terpenuhi, serta jika seorang terdakwa yang di
kategorikan melakukan perbuatan dengan melanggar beberapa pasal dalam KUHP
sementara hakim hanya menjatuhkan putusan yang terlampau ringan, maka
60
keadilan, kebenaran, dan ketenangan yang ada dalam masyarakat tidak akan
terpenuhi.
Menurut penulis, bahwa putusan pengadilan yang sangat ringan dapat pula
mempengaruhi terulangnya kejahatan yang serupa, karena pelaku yang mendapat
hukuman tidak mendapatkan efek jera terhadap Pidana yang diputuskan
kepadanya. Selain itu hukuman yang ringan juga dapat membuat pelaku tidak
merasa takut untuk mengulangi tindakan yang pernah dia lakukannya.
Penulis menyarankan kepada hakim dalam menjatuhkan putusan
hendaknya tidak semata-mata berdasarkan kepada hukum positif yang merupakan
pemberatan pidana, akan tetapi harus mempertimbangkan nilai-nilai hukum yang
hidup dalam masyarakat
Dengan demikian persoalannya di sini adalah hendaknya Hakim dalam
memutuskan suatu perkara tidak memberikan hukuman yang terlalu ringan yang
tidak setimpal dengan apa yang telah di lakukan pelaku karena hal itu dapat
merusak citra penegakan hukum yang ada di Negara kita tercinta ini. Kinerja
aparat perlu ditingkatkan dalam mengatasi permasalahan yang ada di hilir, agar
supaya kegiatan-kegiatan yang biasanya berakhir dengan pelanggaran tindak
pidana akan di minimalisir secara bertahap kemudian salah satu penyebab yang
paling mendasar (fundamental) terciptanya pembunuhan dalam keadaan
terpengaruhii oleh minuman beralkohol adalah belum efektifnya Peraturan daerah
tentang pembatasan penjualan minuman kersa. Sebenarnya penjualan miras di
ritel modern di Kota Makassar sudah menjadi wacana sejak lama, bahkan Dinas
Perindustrian dan Perdagangan (Disperindak) Kota Makassar sepakat membuat
61
rekomendasi ritel modern yang masih melakukan penjualan miras akan disegel.
Sehingga dengan digodoknya peraturan tentang pengawasan dan pengendalian
minuman keras di Kota Makassar, diharapkan mampu menjadi payung hukum
untuk membatasi izin yang di keluarkan oleh Pemkot Kota Makassar, Sehingga
kekerasan yang dilatar belakangi minuman beralkohol akan berkurang dan
sehingga akan tercipta keamanan kota Anging Mammiri ini kedepannya.
61
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Penerapan sanksi pidana pembunuhan dalam keadaan mabuk dalam
putusan pengadilan Negeri Makassar No.38/Pid.B/2009/PN.Mks,dapat
disimpulkan bahwa meskipun terdakwa tidak melakukan penikaman, akan
tetapi terdakwa melakukan tindak pidana melakukan kekerasan secara
bersama-sama yang menyebabkan matinya seorang sesuai dalam pasal 170
ayat (1) (2) (3) KUHP, yang jika dilihat dari lama hukuman yang
seharusnya dijatuhkan oleh hakim terhadap terdakwa ialah 12 tahun
penjara jika mengakibatkan kematian, 9 tahun jika mengakibatkan luka
berat dan 7 tahun penjara jika menghancurkan barang dan mengakibatkan
luka-luka.
2. Pandangan hukum Islam terhadap kasus dalam putusan Pengadilan Negeri
Makassar No.38/Pid.B/2009/PN.MAKASSAR, adalah memang suatu
pembenaran,karena Bagaimanapun juga seseorang tidak bertanggungjawab
atas jarimah orang lain walaupun dekatnya tali kekeluargaan atau tali
persahabatan diantara keduanya. Pengertian pertanggungjawaban dalam
syariat Islam adalah pembebanan seseorang dengan hasil atau akibat
perbuatan (tidak berbuat) yang dikerjakan dengan kemauan sendiri,
dimana ia mengetahui maksud atau akibat dari perbuatan itu.
62
B. Saran
1. Aparat hukum sebaiknya lebih profesional dalam menangani kasus
pembunuhan yang didasari dalam keadaan mabuk ini, dalam arti bahwa
aturan yang sudah seharusya, berarti itulah yang harus pula ditegakkan
seperti halnya dengan pembunuhan,baik itu di pengaruhi oleh minuman
beralkohol maupun pembunuhan biasa dan berencana.Dengan kata lain
tidak adanya pengurangan hukuman yang dilakukan kecuali tidak
terbukti secara hukum.
2. Cara lain untuk mengurangi kejahatan yang dilatar belakangi minuman
beralkohol ialah harus adanya perubahan penaganan pembunuhan yang
di latar belakangi oleh minuman beralkohol yaitu hukum yang bersifat
nyata dan tidak menyimpang. Contonya adalah penerapan hukum islam
itu sendiri karena hukum islam tidak membenarkan meminum-
minuman beralkohol apalagi pembunuhan yang didasari oleh pengaruh
alkohol, hukum islam juga membenarkan pertanggungjawaban pidana
karena tidak ada yang membenarkan adanya pergantian jarimah yang
dilakukan seseorang.
64
DAFTAR PUSTAKA
Abdoerraef.Al Qura’andanIlmuHukum.Jakarta:KaryaUnipress,1970.
Al,Wisnubrotodan G,Widiartana.PembaharuanHukumAcaraPidana. Bandung: Citra Aditya, 2005.
Al Faruk, Asadulloh.HukumPidanaDalamSistemHukum Islam, Ghalia Indonesia, 2009.
Anas, Sudijono.PengantarPenelitian, Raja GrafindoPersada, Jakarta, 2001.
Agama RI, Departemen.Al- Quran dan TerjemahnyaSemarang: Karya Toha Putra, 1996.
Bismar, Siregar.Hukum Hakim danKeadilanTuhan, GemaInsani Press, Jakarta,2001.
BKIM-TPB, MateriDasar Islam, BKIM Press, Bogor, 2006.
Chazawi,Adami. Pelajaranhukumpidananbagian 3, percobaandanpenyertaan. Jakarta: raja grafindopersada, 2002.
.Kemahiran Dan Ketrampilan Praktik Hukum Pidana. Malang: Bayumedia, 2006.
Djazuli, A.FiqhJinayahUpayaMenanggulangiKejahatandalam Islam. RajaGrafindoPersada, Jakarta. 2005.
Handayani, Eva. ilmuKeseharan, Ull Press, Jakarta, 2006.
Hanafi, A.Azaz-azazHukumPidana Islam, BulanBintang, Jakarta, 2002.AnasSudijono, PengantarPenelitian, Raja GrafindoPersada, Jakarta, 2001.
Hamzah, Andi.Hukum Acara Pidana Indonesia.Jakarta: Sinar Grafika, 2001.
Harahap, M. Yahya.Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP : Penyidikan dan Penuntutan. Jakarta: Sinar Grafika, 2003.
.Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP : Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi Dan Peninjauan Kembali.Jakarta: Sinar Grafika, 2003.
Haliman.HukumPidanaSyariat Islam MenurutAhiusSunnah, BulanBintang,Jakarta, 2001.
Haryanto.HukumPidana di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2005.
Moeljatno.Asas-asasHukumPidana, BinaAksara, Jakarta, 2004.
Moeljatno.PerbuatanPidanadanPertanggungjawabandalamHukumPidana,BinaAksara, Jakarta, 2003.
Muhtadi.ilmuKedokteran, Unissula Press, Semarang, 2003.
Masyhur,SayidAbiBakr Al.‘anatu Al Thalibin, Juz. IV, SyrkahNur AlTsaqafah. Indonesia.
65
Rodhi,Moh.PerbandinganPelaksanaanHukumPidana Islam danHukumPidanaUmum di Indonesia, BulanBintang.Jakarta, 2006.
Setiadi,Edi.HukumPidana Islam danPerkembangannya, Bandung, FakultasHukumUnisba, 2006.
Sayuthi,M.MetodologiPenelitian Agama, Raja GrafindoPersada, Jakarta,2002.
S, Margono.MetodologiPenelitian, RinekaCipta, Jakarta, 2000.
Sofyan, Maulana.HukumPidana Islam danPelaksanaannya, RinekaCipta.Jakarta, 2004.
Sugiyono.MetodePenelitian, Alfabeta, Bandung, 2003.
Suharsimi, Arikunto.ProsedurPenelitianSuatuPendekatanPraktek, RinekaCipta, Jakarta, 2002.
Topo, Santoso, MenggagasHukumPidana Islam, AsySyaamil Press danGrafika.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
AKHMAD IKHSAN AMART,lahir di Kajang, tanggal 08
Januai 1990 merupakan anak ke 3 (tiga) dari 5 (lima)
bersaudara oleh pasangan Mansyur T, bersama dengan
Ramlah L. Jenjang pendidikannya ditempuh mulai dari
SDNegeri 100 Centre Kajang Kab. BULUKUMBA pada Tahun 1997 – 2002
kemudian melanjutkannya pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Negeri 1 Kajang Kab. BULUKUMBA pada tahun 2002 - 2005, lalu kemudian
melanjutkan pada jenjang Sekolah Menengah Atas SMA Negeri 1 Kajang Kab.
BULUKUMBA pada tahun 2005 - 2008, hingga pada tahun 2009 ia melanjutkan
pada jenjang Strata satu (S1) pada Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin
Makassar Fakultas Syariah Jurusan Ilmu Hukum, pada jenjang tersebut
disamping aktifitas kuliah juga aktif pada beberapa organisasi intra maupun
ekstra yakni HMJ Ilmu Hukum, HMI, Kerukunan keluarga Mahasiswa
Bulukumba (KKMB) komisariat UIN Alauddin Makassar, PERMAHI DPC
Makassar.