syok kardiogenik

32
Syok Kardiogenik S.M. Hollenberg Pendahuluan Syok kardiogenik merupakan salah satu kedaruratan yang paling menantang yang harus dihadapi oleh intensivist. Syok kardiogenik adalah suatu sindroma yang terjadi apabila jantung tidak dapat menghantarkan darah yang cukup untuk mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat. Penentuan yang teliti memerlukan konfirmasi hemodinamik, dengan hipotensi sistemik yang menetap (tekanan arteri sistolik < 90 mmHg atau tekanan arteri rata-rata (MAP) 30 mmHg atau lebih di bawah kadar basal), tekanan pengisian ventrikel kiri (LV) yang adekuat (tekanan wedge arteri pulmonal > 15 mmHg), dan penurunan curah jantung (indeks kardiak < 2,2 l/mnt/m 2 ). Secara klinis, diagnosis syok kardiogenik seringkali dibuat sebelum konfirmasi yang objektif,

Upload: rangga-aditya

Post on 05-Dec-2014

104 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Syok Kardiogenik

Syok Kardiogenik

S.M. Hollenberg

Pendahuluan

Syok kardiogenik merupakan salah satu kedaruratan yang paling menantang yang

harus dihadapi oleh intensivist. Syok kardiogenik adalah suatu sindroma yang

terjadi apabila jantung tidak dapat menghantarkan darah yang cukup untuk

mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat. Penentuan yang teliti

memerlukan konfirmasi hemodinamik, dengan hipotensi sistemik yang menetap

(tekanan arteri sistolik < 90 mmHg atau tekanan arteri rata-rata (MAP) 30 mmHg

atau lebih di bawah kadar basal), tekanan pengisian ventrikel kiri (LV) yang

adekuat (tekanan wedge arteri pulmonal > 15 mmHg), dan penurunan curah

jantung (indeks kardiak < 2,2 l/mnt/m2). Secara klinis, diagnosis syok kardiogenik

seringkali dibuat sebelum konfirmasi yang objektif, dengan adanya hipotensi

arterial sistemik dengan adanya bukti hipoperfusi pada keadaan disfungsi

miokardial.

Syok kardiogenik baik akibat kegagalan pompa ventrikel kiri atau

komplikasi mekanik, mewakili penyebab utama kematian di rumah sakit setelah

infark miokardial. Walaupun dengan adanya kemajuan dalam penanganan gagal

jantung dan infark miokardial akut, sampai saat ini hasil akhir klinis pasien

dengan syok kardiogenik sangat jelek dengan angka kematian yang dilaporkan

berkisar dari 50 % sampai 80 %. Meskipun demikian, baru-baru ini terdapat

Page 2: Syok Kardiogenik

beberapa penyebab untuk tetap optimis. Terdapat kemajuan yang besar dalam

mencegah terjadinya syok pada infark miokardial dan dalam menangani syok

kardiogenik ketika terjadi. Kemajuan merupakan hasil dari pengaruh pemahaman

patogenesis yang meningkat, pengukuran suportif yang lebih cepat dan agresif,

dan yang paling penting, penerapan strategi terapi revaskularisasi dini.

Epidemiologi Syok Kardiogenik

Penyebab utama syok kardiogenik adalah kegagalan ventrikel kiri pada infark

miokardial akut. Syok kardiogenik biasanya akibat infark akut yang luas,

walaupun infark yang lebih kecil pada pasien dengan fungsi ventrikel kiri yang

terkompensasi sebelumnya, dapat juga mencetuskan terjadinya syok. Penyebab

penting lainnya termasuk komplikasi mekanik infark, disfungsi ventrikel kanan,

bypass kardiopulmonal yang memanjang, penyakit katup, kontusio miokardial,

sepsis dengan depresi miokardial berat yang tidak biasanya, dan kardiomiopati.

Kondisi yang menyertai seperti perdarahan atau infeksi juga dapat menyebabkan

terjadinya syok.

Pasien mungkin mengalami syok kardiogenik pada presentasi awal tetapi

syok biasanya berkembang dalam beberapa jam. Hal ini penting karena

menunjukkan bahwa terapi dini dapat mencegah syok secara potensial. Walaupun

demikian, dalam penelitian prospektif SHOCK (Should We Emergently

Revascularize Occluded Coronaries for Cardiogenic Shock) waktu rata-rata dari

masuk rumah sakit sampai onset syok hanya 4,6 jam, yang menunjukkan

Page 3: Syok Kardiogenik

therapeutic window relatif sempit untuk kebanyakan pasien. Perbandingan

karakteristik klinis pasien dengan syok dini dan lambat pada penelitian tersebut

menunjukkan karakteristik demografi, riwayat, klinis dan hemodinamik yang

serupa, akan tetapi syok cenderung terjadi dini pada pasien dengan penyakit

pembuluh darah tunggal daripada pada pasien dengan penyakit pembuluh darah

tripel. Perbedaan tersebut memiliki implikasi klinis. Karena syok dini pada

perjalanan infark miokardial akut lebih sering akibat oklusi arteri koroner mayor

tunggal dengan infark yang sedang berlangsung, maka hipotesis mengenai

penanganan syok dini dengan revaskularisasi pembuluh darah culprit melalui

trombolisis atau angioplasti lebih dapat diterima dan bahwa syok lambat mungkin

memerlukan revaskularisasi yang lebih lengkap dengan angioplasti pembuluh

darah multipel atau operasi bypass.

Pada infark miokardial, syok lebih cenderung terjadi pada pasien usia

lanjut, diabetes, yang memiliki riwayat infark sebelumnya, penyakit vaskular

perifer, dan penyakit serebrovaskular, dan yang memiliki infark anterior. Bukti

angiografik seringkali menunjukkan penyakit koroner pembuluh darah multipel

(pada penelitian SHOCK, oklusi utama kiri ditemukan pada 29 %, penyakit 3

pembuluh darah pada 58 %, penyakit 2 pembuluh darah pada 20 % dan penyakit

satu pembuluh darah pada 22 % pasien). Faktor tersebut penting karena terjadinya

hiperkinesis kompensasi pada segmen miokardial yang tidak terlibat dalam infark

miokardial akut, merupakan suatu respon normal yang membantu

mempertahankan curah jantung. Kegagalan terjadinya respon tersebut baik akibat

Page 4: Syok Kardiogenik

infark sebelumnya atau akibat stenosis koroner derajat tinggi, merupakan faktor

resiko penting terjadinya syok kardiogenik dan kematian.

Patofisiologi

Disfungsi kardiak pada pasien dengan syok kardiogenik biasanya dimulai dari

infark miokardial atau iskemia. Disfungsi miokardial akibat iskemia dapat

memperburuk iskemia tersebut, menyebabkan terjadinya downward spiral

(Gambar 1). Apabila massa kritis dari miokardium ventrikel kiri yang iskemia

atau nekrotik (biasnya sekitar 40 %) gagal untuk memompa, volume isi sekuncup

dan curah jantung mulai menurun secara signifikan. Disfungsi sistolik

menyebabkan penurunan perfusi sistemik dan hipotensi, yang menurunkan

tekanan perfusi koroner dan mencetuskan kompensasi vasokonstriksi perifer dan

retensi cairan. Mekanisme kompensasi tersebut menyebabkan lingkaran ganas

yang akan lebih lanjut memperburuk disfungsi sistolik. Iskemia miokardial

meningkatkan kekakuan miokardial, meningkatkan tekanan end-diastolik

ventrikel kiri dan stress dinding miokardial pada saat pengisian volume end-

diastolik. Peningkatan kekakuan ventrikel kiri membatasi pengisian diastolik dan

dapat menyebabkan kongesti paru dan menyebabkan hipoksemia dan perburukan

ketidakseimbangan antara penghantaran oksigen dan kebutuhan oksigen pada

miokardium, yang menyebabkan iskemia dan disfungsi miokardial lebih lanjut.

Mekanisme kompensasi retensi cairan sebagai suatu upaya untuk

mempertahankan curah jantung dapat menambah lingkaran ganas dan peningkatan

Page 5: Syok Kardiogenik

tekanan pengisian diastolik lebih lanjut. Pemutusan siklus disfungsi miokardial

dan iskemia tersebut merupakan dasar untuk pemberian regimen terapeutik syok

kardiogenik.

Gambar 1. Downward spiral pada syok kardiogenik. Stroke volume dan curah jantung menurun

dengan disfungsi ventrikel kiri (LV), menyebabkan hipotensi dan takikardia yang menurunkan

aliran darah koroner. Peningkatan tekanan diastolik ventrikel menurunkan aliran darah koroner

dan peningkatan stress dinding meningkatkan kebutuhan oksigen miokardial. Semua faktor

tersebut bergabung untuk memperburuk iskemia. Curah jantung yang menurun juga

mempengaruhi perfusi sistemik. Mekanisme kompensasi termasuk stimulasi simpatis dan retensi

cairan untuk meningkatkan preload. Mekanisme tersebut sebenarnya dapat memperburuk syok

kardiogenik dengan meningkatkan kebutuhan oksigen miokardial dan afterload. Dengan demikian

terjadi lingkaran ganas. LVEDP : Left Ventrikular End-Diastolik Pressure.

Konsep penting lainnya yang berhubungan dengan patofisiologi syok

kardiogenik adalah pengertian bahwa tidak semua miokardium iskemik hilang dan

tidak dapat dikembalikan; area disfungsi tetapi viabel miokardium dapat juga

menyebabkan atau berperan dalam terjadinya syok kardiogenik pada pasien

setelah infark miokardial. Disfungsi reversibel tersebut dapat didiskripsikan dalam

dua kategori utama : stunning dan hibernasi. Miokardial stunning mewakili

disfungsi post iskemik yang menetap meskipun restorasi aliran darah normal;

Page 6: Syok Kardiogenik

meskipun demikian, kemampuan miokardial membaik sepenuhnya. Patogenesis

stunning belum selesai disimpulkan akan tetapi cenderung melibatkan kombinasi

stress oksidatif, perturbasi homeostasis kalsium, dan penurunan responsivitas

miofilamen terhadap kalsium, semuanya merupakan keadaan yang mendahului

iskemia. Miokardial hibernasi merupakan suatu keadaan gangguan fungsi yang

persisten pada saat istirahat akibat penurunan aliran darah koroner yang berat;

pengertian bahwa fungsi pada segmen tersebut dapat dinormalkan dengan

memperbaiki aliran darah melekat pada definisi di atas. Hibernasi dapat dianggap

sebagai suatu respon adaptif untuk menurunkan fungsi kontraktil miokardium

yang hipoperfusi dan mengembalikan equlibrium antara aliran dan fungsi,

sehingga meminimalkan kemungkinan terjadinya iskemia atau nekrosis. Episode

miokardial stunning yang berulang dapat terjadi bersamaan dengan, atau

menyerupai miokardial hibernasi. Pertimbangan mengenai miokardial stunning

dan hibernasi sangat penting pada pasien dengan syok kardiogenik karena

implikasi terapeutiknya. Baik miokardial stunning dan hibernasi mempertahankan

cadangan inotropik dan dapat berespon terhadap katekolamin. Fungsi miokardium

hibernasi dapat membaik dengan revaskularisasi dan fungsi miokardium stunning

dapat membaik dengan waktu. Pengertian mengenai fungsi beberapa jaringan

miokardial dapat membaik menekankan pada pentingnya melakukan pengukuran

suportif yang cepat, termasuk medikasi dan counterpulsation balon intra-aorta,

untuk mempertahankan tekanan darah dan curah jantung pada pasien dengan syok

kardiogenik.

Page 7: Syok Kardiogenik

Pendekatan Umum pada Pasien dengan Syok Kardiogenik

Setelah mengenali adanya syok kardiogenik, klinisi harus melakukan pemeriksaan

klinis yang diperlukan untuk memahami penyebabnya sambil memulai terapi

suportif sebelum syok meyebabkan kerusakan organ vital yang ireversibel.

Tantangannya adalah karena kecepatan penting untuk mendapatkan hasil akhir

yang baik, evaluasi dan terapi harus dimulai secara simultan. Walaupun evaluasi

harus dilakukan dengan cermat, namun tidak diinginkan adanya penegakan

diagnosis sebelum tercapainya stabilisasi atau melakukan terapi empiris tanpa

membuat patofisiologi yang mendasarinya.

Pendekatan praktis dengan cara membuat evaluasi inisial dengan cepat dan

berdasarkan riwayat yang terfokus, pemeriksaan fisik dan prosedur diagnostik

yang spesifik. Diagnosis syok sirkulasi bedside dibuat berdasarkan adanya

hipotensi bersamaan dengan kombinasi tanda klinis yang menunjukkan perfusi

jaringan yang buruk termasuk oliguria, kesadaran yang menurun, dan ekstremitas

yang dingin, mottled menunjukkan penurunan aliran darah ke kulit. Syok

kardiogenik didiagnosis setelah terbukti adanya disfungsi miokardial dan eksklusi

penyebab hipotensi lainnya.

Ekokardiografi merupakan peralatan inisial yang baik untuk konfirmasi

diagnosis syok kardiogenik dan menyortir diferensial diagnosis dan seharusnya

dilakukan dini secara rutin. Ekokardiografi memberikan informasi pada fungsi

sistolik keseluruhan dan regional dan dapat mendiagnosis dengan cepat penyebab

Page 8: Syok Kardiogenik

mekanik syok seperti ruptur otot papiler dan regurgitasi mitral akut, defek septal

ventrikel akut dan ruptur dinding bebas dan tamponade. Pada beberapa kasus,

ekokardiografi dapat mengungkapkan penemuan yang berhubungan dengan infark

ventrikel kanan.

Pemantauan hemodinamik yang invasif penting untuk mengkonfirmasi

diagnosis dan sangat berguna untuk optimalisasi terapi farmakologis pada pasien

yang tidak stabil karena perkiraan klinis tekanan pengisian tidak dapat dipercaya

dan karena perubahan dalam kemampuan miokardial dan komplians dan

intervensi terapeutik dapat merubah curah jantung dan tekanan pengisian dengan

cepat. Walaupun syok kardiogenik didefinisikan sebagai indeks kardiak kurang

dari 2,2 l/mnt/m2 dan tekanan wedge kapiler pulmonal lebih dari 15 mmHg,

namun tekanan pengisian optimal mungkin dapat lebih tinggi daripada nilai

tersebut pada pasien individual akibat disfungsi diastolik ventrikel kiri.

PENANGANAN AWAL

Mempertahankan oksigenasi dan ventilasi yang adekuat adalah penting. Banyak

pasien memerlukan intubasi dan ventilasi mekanik, kecuali untuk mengurangi

kerja nafas dan memfasilitasi sedasi dan stabilisasi sebelum kateterisasi jantung.

Beberapa studi terbaru telah menyarankan bahwa penggunaan tekanan udara

positif secara terus-menerus pada pasien dengan edema paru kardiogenik dapat

menurunkan kebutuhan akan intubasi [17], tetapi studi tersebut kecil dan perlu

Page 9: Syok Kardiogenik

dievaluasi dengan beberapa perhatian; kegagalan dari ventilasi non-invasif terjadi

hampir setengahnya.

Kelainan elektrolit harus dikoreksi, dan morfin (atau fentanyl jika tekanan

sistolik membahayakan) digunakan untuk menghilangkan nyeri dan kecemasan,

jadi mengurangi aktivitas simpatis yang berlebihan dan kebutuhan akan oksigen,

‘preload’ dan ‘afterload’. Aritmia dan blok jantung memiliki efek besar terhadap

‘output’ jantung, dan harus dikoreksi segera dengan obat anti aritmia,

‘cardioversion’ atau ‘pacing’. Pengukuran yang telah terbukti memperbaiki

keadaan setelah infark miokad dan diberikan rutin seperti nitrat, penghambat beta,

dan enzim penghambat angiotensin-converting, memiliki potensi untuk

menimbulkan hipotensi pada syok kardiogenik dan harus ditunda sampai pasien

stabil.

Setelah stabilisasi awal dan kembalinya tekanan darah yang adekuat,

perfusi jaringan harus dievaluasi. Jika perfusi jaringan masih tidak adekuat,

pemberian inotropik atau pompa balon intra aorta harus dilakukan. Jika perfusi

jaringan adekuat tetapi kongesti paru-paru yang signifikan masih terjadi, dapat

diberikan diuretik. Vasodilator dapat dipertimbangkan juga, tergantung dari

tekanan darah.

Penanganan awal pasien hipotensi harus mencakup resusitasi cairan

kecuali terdapat edema paru-paru yang jelas. Pasien umumnya diaphoresis dan

hipovolemia relatif dapat terjadi pada 20% pasien dengan syok kardiogenik. Infus

cairan paling baik diberikan dengan bolus yang ditentukan berdasarkan nilai akhir

Page 10: Syok Kardiogenik

klinikal dari detak jantung, pengeluaran urin dan tekanan darah. Iskemia

menyebabkan kelainan diastolik dan sistolik, sehingga peningkatan tekanan

pengisian mungkin perlu untuk mempertahankan ‘stroke volume’ pada pasien

dengan syok kardiogenik. Pasien yang tidak merespon segera dengan bolus cairan

awal atau pasien dengan cadangan fisiologik yang buruk harus dipertimbangkan

untuk pemantauan hemodinamik yang invasif. Tekanan pengisian optimal berbeda

antar pasien; pemantauan hemodinamik dapat digunakan untuk membentuk

lengkung Starling di tempat tidur, menentukan tekanan pengisian dimana

pengeluaran jantung adalah maksimal. Mempertahankan ‘preload’ yang adekuat

secara khusus penting pada pasien dengan infark ventrikel kanan.

Ketika tekanan arteri masih tidak adekuat, terapi dengan obat vasopresor

mungkin diperlukan untuk mempertahankan tekanan perfusi koroner.

Mempertahankan tekanan darah yang adekuat penting untuk menghilangkan

lingkaran setan dari hipotensi progresif dengan iskemik miokad lanjut. Dopamin

meningkatkan tekanan darah dan ‘output’ jantung, dan biasanya merupakan

pilihan awal pada pasien dengan tekanan sistolik kurang dari 80 mmHg. Ketika

hipotensi masih refrakter, norepinefrin mungkin perlu untuk mempertahankan

tekanan perfusi organ. Fenilefrin, suatu agonis adrenergik alfa-1 selektif, mungkin

berguna ketika tachiaritmia membatasi terapi oleh vasopresor lainnya. Infus

vasopresor perlu dititrasi secara hati-hati pada pasien dengan syok kardiogenik

untuk memaksimalkan tekanan perfusi koroner dengan kemungkinan terkecil

terjadinya peningkatan akan kebutuhan oksigen miokad. Pemantauan

Page 11: Syok Kardiogenik

hemodinamik, dengan pengukuran pengeluaran jantung secara serial, tekanan

pengisian, (dan parameter lainnya, seperti campuran saturasi oksigen vena),

memperlihatkan titrasi dosis obat vasoaktif sampai dosis minimum yang

diperlukan untuk mencapai target terapi yang ditentukan [18].

Pasien dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat dan volume

intravascular yang adekuat, pendukung kardiovaskular dengan obat inotropik

harus diberikan. Dobutamine, agonis reseptor B-adrenergik selektif, dapat

memperbaiki kontraktilitas miokad dan meningkatkan pengeluaran jantung, dan

merupakan obat pilihan awal pada pasien dengan tekanan sistolik lebih dari 80

mmHg. Dobutamine dapat menimbulkan hipotensi pada beberapa pasien, dan

dapat mencetuskan takhiaritmia. Penggunaan dopamine lebih dipilih jika tekanan

sistolik kurang dari 80 mmHg, meskipun takhikardi dan peningkatan resistensi

perifer dapat memperburuk iskemi miokad. Pada beberapa situasi, kombinasi dari

dopamin dan dobutamin dapat lebih efektif daripada hanya satu jenis obat.

Penghambat fosfodiesterase, seperti milrinone, meningkatkan siklik AMP

dalam sel dengan mekanisme yang tidak melibatkan reseptor adrenergik, memiliki

efek inotropik positif dan vasodilator, dan lebih kurang aritmiagenik daripada

katekolamin. Milrinone memiliki potensi untuk menyebabkan hipotensi dan

memiliki waktu paruh yang panjang; pada pasien dengan status klinik lemah,

penggunaannya lebih sering pada keadaan dimana obat lainnya telah terbukti tidak

efektif. Pemberian standar milrinone yaitu pemberian dosis bolus yang diikuti

Page 12: Syok Kardiogenik

pemberian infuse, tetapi banyak klinisi menghindari dosis awal (atau menjadikan

setengahnya) pada pasien dengan tekanan darah marginal.

‘Intra-aortic balloon counterpulsation (IABP)’ mengurangi ‘afterload’

sistolik dan menambah tekanan perfusi diastolik, meningkatkan pengeluaran

jantung dan memperbaiki aliran darah koroner [19]. Efek menguntungkan ini,

berbeda dengan obat inotropik atau vasopresor, terjadi tanpa adanya peningkatan

kebutuhan oksigen. IABP tidak menghasilkan perbaikan signifikan dalam aliran

darah distal ke suatu stenosis koroner kritikal, dan belum menunjukkan perbaikan

mortalitas ketika digunakan sendiri tanpa terapi reperfusi atau revaskularisasi.

Pada pasien dengan syok kardiogenik dan perfusi jaringan yang buruk, IABP

merupakan mekanisme pendukung penting yang digunakan [19,20]. Pada keadaan

yang tepat, pendukung intensif yang lebih banyak dengan alat Bantu mekanik

dapat juga digunakan.

REPERFUSI MIOKAD

Seperti disebutkan sebelumnya, perhatian patofisiologi membantu intervensi

untuk memulihkan aliran ke arteri yang tersumbat pada pasien dengan syok

kardiogenik akibat dari infark miokad. Terapi fibrinolitik telah menunjukkan

adanya pemulihan keutuhan arteri yang infark, mengurangi ukuran infark,

memulihkan fungsi ventrikel kiri, dan mengurangi mortalitas pasien dengan infark

akut [21-23]. Meskipun telah jelas menunjukkan bahwa terapi fibrinolitik dapat

mengurangi kemungkinan timbulnya syok setelah pemberian awal [4,22,24],

Page 13: Syok Kardiogenik

perannya dalam penanganan pasien yang telah timbul syok kurang jelas. Jumlah

pasien dalam percobaan random adalah sedikit karena banyak percobaan

fibrinolitik telah mengeksklusi pasien dengan syok kardiogenik [25], tetapi

percobaan yang tersedia ‘(Gruppo Italiano per lo Studio Della Streptochinasi

Nell’Infarto Miocardico [GISSI], International Study of Infarct Survival [ISIS]-2,

dan Global Use of Strategies to Open Occluded Arteries [GUSTO]-1)’ [26] belum

menunjukkan bahwa terapi fibrinolitik mengurangi mortalitas pada pasien dengan

syok kardiogenik. Pada keadaan lain, dalam ‘SHOCK Registry’ [27], pasien yang

diterapi dengan terapi fibrinolitik memiliki tingkat mortalitas dalam perawatan

inap rumah sakit yang lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak (54 vs 64%,

p=0,005), bahkan setelah penyesuaian untuk umur dan status revaskularisasi

(rasio ‘odds’ 0,70, p=0,027).

Terapi fibrinolitik jelas kurang efektif pada pasien dengan syok

kardiogenik daipada yang tidak. Penjelasan untuk kurangnya efektivitas adalah

pencapaian tingkat reperfusi yang rendah pada pasien ini. Alasan kurangnya

efektivitas trombolitik pada pasien dengan syok kardiogenik mungkin termasuk

faktor hemodinamik, mekanik, dan metabolik yang mencegah tercapainya dan

dipertahankannya keutuhan arteri yang terinfark [28]. Usaha menaikkan tingkat

reperfusi dengan meningkatkan tekanan darah dengan terapi agresif inotropik dan

pressor dan kounterpulsasi balon intra-aorta masuk akal secara teori, dan dua

penelitian kecil mendukung informasi bahwa terapi vasopresor untuk

meningkatkan tekanan aorta memperbaiki efektivitas trombolitik [28,29].

Page 14: Syok Kardiogenik

Penggunaan pompa balon intra-aorta untuk menambah tekanan diastolik aorta

juga dapat meningkatkan efektivitas trombolitik.

Sampai saat ini, revaskularisasi perkutaneus emergensi merupakan satu-

satunya intervensi yang telah menunjukkan adanya pengurangan konsisten tingkat

mortalitas pada pasien dengan syok kardiogenik. Penggunaan angioplasti pada

pasien dengan syok kardiogenik melebihi daripada penggunaannya sebagai terapi

primer pada pasien dengan infark miokad. Suatu analisis dari 1000 pasien pertama

yang diterapi dengan angioplasti primer di ‘Mid America Heart Institute’

menunjukkan suatu mortalitas 44% pada subgroup 79 pasien yang menderita syok

kardiogenik, lebih rendah daripada 80 sampai 90% mortalitas pada control

histories [30]. Kebanyakan kasus lainnya yang dilaporkan juga menunjukkan hasil

lebih baiknya intervensi perkutaneus baik terhadap terapi fibrinolitik ataupun

penanganan medikal konservatif, dengan tingkat mortalitas sekitar 40 sampai 50%

[1]. Studi observasi dari percobaan random yang tercatat juga telah menunjukkan

hasil yang lebih baik pada pasien dengan syok kardiogenik yang diterapi

revaskularisasi. Yang lebih jelas di antaranya adalah percobaan GUSTO-1,

dimana pasien yang diterapi dengan strategi ‘agresif’ (angiografi koroner yang

dilakukan dalam 24 jam dari terjadinya syok dengan revaskularisasi secara

angioplasti koroner transuminal perkutaneus [PTCA] atau bedah bypass) memiliki

mortalitas yang lebih rendah secara signifikan (38% dibandingkan dengan 62%)

[31]. Kelebihan ini terbukti bahkan setelah penyesuaian untuk karakter dasar [31]

dan bertahan sampai satu tahun [32].

Page 15: Syok Kardiogenik

‘National Registry of Myocardial Infarction-2’ (NRMI-2) yang

mengumpulkan data 26280 pasien syok kardiogenik dengan kasus infark miokad

antara tahun 1994 dan 1997, dengan sama mendukung hubungan antara

revaskularisasi dan ketahanan hidup [33]. Membaiknya mortalitas jangka pendek

terbukti pada pasien yang kemudian menjalani revaskularisasi selama dirawat

inap, baik secara PTCA (12,8% mortalitas vs 43,9%) atau grafting bypass arteri

koroner (CABG, 6,5 vs 23,9%) [33]. Data-data ini melengkapi data substudi

GUSTO-1 dan penting, bukan hanya karena jumlah data pasien yang banyak,

tetapi juga karena NRMI-2 merupakan suatu penelitian lintas sektoral yang lebih

jelas menunjukkan praktek klinik secara umum daripada populasi penelitian yang

diseleksi dengan ketat.

Penelitian dari badan observasi dan pendaftaran yang besar ini

menunjukkan keuntungan yang konsisten dari revaskularisasi, tetapi tidak boleh

dianggap definitif karena penelitian ini bersifat retrospektif. Dua percobaan

kontrol secara acak sekarang telah mengevaluasi revaskularisasi untuk pasien

dengan infark miokad.

Penelitian SHOCK [10,34] termasuk jenis random, percobaan

internasional multi sentral yang menganjurkan pasien dengan syok kardiogenik

untuk menerima penanganan medikal secara optimal –termasuk terapi IABP dan

trombolitik- atau untuk kateterisasi jantung dengan revaskularisasi yang

menggunakan PTCA atau CABG. Percobaan melibatkan 302 pasien dan bertujuan

untuk mendeteksi suatu penurunan absolute 20% tingkat kematian oleh semua

Page 16: Syok Kardiogenik

penyebab dalam 30 hari. Mortalitas pada 30 hari adalah sebesar 46,7% pada

pasien yang diobati dengan intervensi awal dan 56% pada pasien yang diobati

dengan stabilisasi medikal awal, tetapi perbedaan ini tidak mencapai signifikan

statistic (p=0,11) [10]. Penting untuk diperhatikan bahwa grup kontrol (pasien

yang menerima penanganan medikal) memiliki mortalitas lebih rendah daripada

yang dilaporkan dalam penelitian sebelumnya; ini mungkin menunjukkan

penggunaan yang agresif akan terapi trombolitik (64%) dan pompa balon (86%)

dalam kontrol ini. Data ini memberikan bukti tidak langsung bahwa kombinasi

dari trombolisis dan IABP dapat menghasilkan hasil terbaik ketika kateterisasi

jantung tidak segera tersedia. Pada 6 bulan, pengurangan resiko absolute dengan

terapi invasif awal pada percobaan SHOCK sebesar 13% (50,3% dibandingkan

dengan 63,1%, p=0,027) [10], dan pengurangan resiko ini dipertahankan pada 12

bulan (mortalitas 53,3 vs 66,4%, p<0,03) [34]. Analisis subgroup menunjukkan

suatu perkembangan penting dalam tingkat mortalitas pasien yang lebih muda dari

75 tahun baik pada 30 hari dan 6 bulan (44,9 vs 65,0%, p=0,003). [10]

Percobaan SMASH (Swiss Multicenter trial of Angioplasty Shock)

tersusun secara independen dan memiliki pola yang mirip, walaupun suatu

definisi yang lebih kaku dari syok kardiogenik menghasilkan pendaftaran pasien

yang lebih sakit dan mortalitas yang lebih tinggi [35]. Percobaan dihentikan lebih

awal karena kesulitan untuk pendaftaran pasien, oleh dua alas an yang berbeda ;

pada awalnya, beberapa sentral eropa mengurangi untuk berpartisipasi karena

merasa tidak etis untuk melakukan evaluasi invasif awal pada pasien yang sangat

Page 17: Syok Kardiogenik

sakit, dan berikutnya, setelah publikasi dari beberapa penelitian yang memberi

harapan bahwa adanya superioritas intervensi rekutaneus terhadap trombolisis

pada infark miokad akut, banyak sentral merasa tidak etis untuk tidak melakukan

evaluasi dan revaskularisasi dini [36]. Dalam percobaan SMASH, suatu tren yang

sama dalam pengurangan mortalitas absolut dalam 30 hari terhadap 9% percobaan

SHOCK ditemukan (mortalitas 69% pada grup invasif vs 78% pada grup yang

ditangani secara medikal, RR=0,88, 95% CI=0,6-1,2, p=NS) [35]. Kelebihan ini

juga dipertahankan pada satu tahun.

Ketika hasil dari percobaan SHOCK dan SMASH diletakkan dalam

perspektif dengan hasil dari sistem random lainnya, percobaan kontrol dari pasien

dengan infark miokad akut, timbul satu nilai penting; disamping pengurangan

resiko relatif menengah (percobaan SHOCK sebesar 0,72, CI 0,54-0,95,

percobaan SMASH, 0,88, CI 0,60-1,20) kelebihan absolut adalah penting, dengan

terselamatkannya 9 jiwa dari 100 pasien yang diterapi dalam 30 hari pada kedua

percobaan, dan 13,2 jiwa terselamatkan dari 100 pasien yang diterapi selama 1

tahun pada percobaan SHOCK. Gambaran terakhir ini berhubungan dengan suatu

jumlah yang diperlukan untuk terapi (NNT) sebesar 7,6, salah satu gambaran

terendah yang pernah ditemukan dalam suatu percobaan random, kontrol pada

penyakit kardiovaskular.

PERKEMBANGAN TERBARU

Page 18: Syok Kardiogenik

Pendekatan baru untuk revaskularisasi pasien dengan infark miokad akut dan syok

kardiogenik menjadi berkembang. Sten arteri koroner menjadi rutin, dalam kasus

elektif dan sebagai suatu komponen dari angioplasti primer untuk infark miokad

akut. Percobaan panduan sten Primary Angioplasty in Myocardial (PAMI) dan

Intracoronary Stenting and Antithrombotic Regimens (ISAR) [39] baru-baru ini

telah menunjukkan bahwa sten primer dapat dikerjakan dengan mudah pada

pasien dengan infark miokad akut; aliran koroner normal dapat dicapai pada lebih

dari 90% pasien dan hasil jangka pendek adalah baik [39]. Data pada pasien

dengan syok kardiogenik lebih jarang. Suatu penelitian baru dari PTCA langsung

pada pasien dengan syok [40] melaporkan suatu tingkat kesuksesan sebesar 94%,

dengan peletakan sten pada 47% pasien;

Keadaan-keadaan Lainnya

Pada pasien dimana tidak dapat dilakukan kateterisasi jantung dan

revaskularisasi, pilihan terbaik ialah dilakukan stabilisasi dengan “intra-aortic

ballon counter pulsation” dan trombolisis kemudian dilanjutkan kefasilitas

perawatan tertier. IABP berguna untuk menunjang trombolisis, dengan cara

meningkatkan penghantaran obat ke thrombus, meningkatkan “coronary flow” ke

tempat-tempat lain, menurunkan kejadian hipotensi, atau dengan cara mensupport

tekanan darah dan fungsi ventrikel sehingga daerah myocardium yang terkena

dapat pulih. Dalam NRM-2, dari 2178 pasien dengan infark myocard dan syok

kardiogenik, 32% (6992) menerima IABP counterpulsation. Ketika pasien-pasien

yang diterapi dengan fibrinolitik dianalisa, mereka yang juga mendapat IABP

Page 19: Syok Kardiogenik

counterpulsation mempunyai angka mortalitas lebih rendah daripada mereka yang

tidak ( 49 vs 69 %, p<0,001). Hasil yang sama juga didapatkan pada syok; pasien-

pasien yang diterapi dengan mengkombinasikan IABP dengan fibrinolitik,

mempunyai angka mortalitas yang lebih rendah (47%) daripada hanya

mendapatkan terapi dengan fibrinolitik saja (63&, p=0,007). Meskipun pada

pemilihan pasien masih terdapat bias sehingga merupakan factor yang

mempersulit penelitian ini, 2 penelitian retrospektif telah menemukan bahwa

pasien-pasien di rumah sakit dengan syok kardiogenik yang di terapi dengan

pemasangan IABP yang diikuti dengan trombolitik telah meningkatkan angka

keberhasilan.

Page 20: Syok Kardiogenik