sumitro pernah bela prabowo, - gelora45.comgelora45.com/news2/sumitrobelaprabowo.pdf · sumitro...

5
1 Sumitro Pernah Bela Prabowo, Seperti Mien Uno Bela Sandiaga https://tirto.id/sumitro-pernah-bela-prabowo-seperti-mien-uno-bela-sandiaga-dgNS Sumitro Djojohadikusumo. FOTO/Istimewa Oleh: Petrik Matanasi - 13 Februari 2019 Bagi Prabowo, Sumitro Djojohadikusumo adalah Papi yang peduli pada anaknya, terutama di saat terpuruk. tirto.id - Membela diri adalah hak semua orang. Membela anak tentu saja hak bapak dan ibunya. Rachmini Rachman alias Mien Uno, ibu cawapres Sandiaga Uno, menyampaikan sakit hati sekaligus pembelaan terhadap banyaknya tagar yang menyindir anaknya bersandiwara. Di Media Center BPN Prabowo-Sandiaga pada Senin (11/2/2019), Mien menantang penuduh Sandiaga minta maaf. Dia bahkan menantang orang yang mengatakan anaknya bersandiwara berhadapan langsung dengan dirinya. Ia tidak terima karena merasa telah mendidik sang anak dengan baik. "Saya ingin berhadapan dengan orang itu untuk mengatakan bahwa apa yang dilakukan adalah sesuatu yang memang benar terjadi. Jadi sekarang, kalau ada orang yang mengatakan itu Sandiwara Uno, dia harus minta maaf kepada ibunya yang melahirkan dan mendidik Mas Sandi dengan segenap tenaga untuk menjadi orang yang baik. Siapa yang mau berhadapan dengan saya sebagai ibunya?" tantang Mien seperti dikutip Detik . Istri Razif Halik Uno itu melanjutkan, "[...] banyak yang mengatakan Mas Sandi itu kok sabar amat, ya? Dikata-katain sama orang dia cuma senyum. Nah, itu ada aturannya

Upload: ngotuyen

Post on 12-Mar-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

Sumitro Pernah Bela Prabowo,

Seperti Mien Uno Bela Sandiaga

https://tirto.id/sumitro-pernah-bela-prabowo-seperti-mien-uno-bela-sandiaga-dgNS

Sumitro Djojohadikusumo. FOTO/Istimewa

Oleh: Petrik Matanasi - 13 Februari 2019

Bagi Prabowo, Sumitro Djojohadikusumo adalah Papi yang peduli pada anaknya,

terutama di saat terpuruk.

tirto.id - Membela diri adalah hak semua orang. Membela anak tentu saja hak bapak dan

ibunya.

Rachmini Rachman alias Mien Uno, ibu cawapres Sandiaga Uno, menyampaikan sakit hati

sekaligus pembelaan terhadap banyaknya tagar yang menyindir anaknya bersandiwara.

Di Media Center BPN Prabowo-Sandiaga pada Senin (11/2/2019), Mien menantang

penuduh Sandiaga minta maaf. Dia bahkan menantang orang yang mengatakan anaknya

bersandiwara berhadapan langsung dengan dirinya. Ia tidak terima karena merasa telah

mendidik sang anak dengan baik.

"Saya ingin berhadapan dengan orang itu untuk mengatakan bahwa apa yang dilakukan

adalah sesuatu yang memang benar terjadi. Jadi sekarang, kalau ada orang yang

mengatakan itu Sandiwara Uno, dia harus minta maaf kepada ibunya yang melahirkan dan

mendidik Mas Sandi dengan segenap tenaga untuk menjadi orang yang baik. Siapa yang

mau berhadapan dengan saya sebagai ibunya?" tantang Mien seperti dikutip Detik.

Istri Razif Halik Uno itu melanjutkan, "[...] banyak yang mengatakan Mas Sandi itu kok

sabar amat, ya? Dikata-katain sama orang dia cuma senyum. Nah, itu ada aturannya

2

sebetulnya, yaitu landasannya adalah etika. Etika adalah aturan emas. Landasannya

adalah moral."

Dua puluh tahun sebelum Mien membela Sandiaga, Sumitro Djojohadikusumo pernah

melakukan hal serupa.

Kala itu anak Sumitro, Prabowo Subianto, yang biasa memanggilnya "Papi", tengah

terpuruk setelah Soeharto lengser. Sebagai bapak yang tentu saja tahu lebih banyak

soal Prabowo dari siapapun, Sumitro turun membela.

Bedanya, Sumitro melakukan pembelaan lewat buku biografi, bukan konferensi pers.

"Saya bangga Prabowo tabah"

Pada Maret 1998, ketika Prabowo masih berstatus suami daripada putri Soeharto, dia

diangkat menjadi Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad)

dengan pangkat letnan jenderal. Usianya saat itu baru 46. Karier Prabowo memang

melesat cepat.

Pada awal 1995 dia masih kolonel. Setahun kemudian dia sudah brigadir jenderal dengan

jabatan cukup penting: Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (Danjen Kopassus).

Setelahnya, di masa menjabat Danjen Kopassus, dia naik pangkat lagi jadi mayor jenderal.

Sampai akhirnya jadi letnan jenderal. Tak sampai lima tahun, dari brigadir jenderal dia

sudah berhasil jadi letnan jenderal.

Prabowo dalam hal ini mirip Andika Perkasa, menantu Jenderal A.M. Hendropriyono.

Sudah pasti orang macam Andika dan Prabowo jadi buah bibir di Indonesia.

“Kenaikan pangkat yang cepat dari anak saya itu sudah jelas mengundang

ketidaksenangan bagi beberapa orang,” kata Sumitro dalam biografinya, Sumitro

Djojohadikusumo: Jejak Perlawanan Begawan Pejuang (2000: 428), yang disusun

Aristides Katoppo dan kawan-kawan.

Bagi laki-laki yang pernah tidak diterima ikut Brigade Internasional dalam Perang

Saudara Spanyol ini, "kecemburuan adalah sifat umum manusia di mana pun."

Salah satu pencemburu itu, menurut Sumitro, adalah Panglima ABRI Jenderal Wiranto

(hlm. 429).

Baca juga: Wiranto vs Prabowo: Awal Persaingan Mantan Ajudan & Bekas Menantu

3

Menjelang hari mundurnya Soeharto, Sumitro menyebut bahwa Wiranto pernah

melaporkan kepada presiden soal pergerakan pasukan yang dilakukan Prabowo. Atas

laporan itu Soeharto bilang, “copot saja Prabowo dari Kostrad!”

Kala itu Prabowo sempat curhat ke Sumitro lewat telepon. “Saya dikhianati,” kata

Prabowo pada ayahnya (hlm. 430).

Sebagai bapak yang baik, Sumitro tentu ingin tahu oleh siapa. “Papi nggak percaya kalau

saya bilang, saya dikhianati oleh mertua. Dia bilang kepada Wiranto, singkirkan saja

Prabowo dari pasukan,” tambah Prabowo.

Prabowo akhirnya memang dicopot, tapi oleh Presiden B.J. Habibie, karena Soeharto

sudah mundur pada 21 Mei 1998.

“Pada 22 Mei 1998 pukul 19.00 WIB, Prabowo dicopot dari jabatan Pangkostrad dan

digantikan oleh Mayjen Johny Lumintang,” kata Kivlan Zen, senior Prabowo di Akabri

sekaligus orang dekatnya, dalam Konflik dan Integrasi TNI-AD (2004: 91).

Seperti dicatat dalam biografi Sumitro, beberapa hari setelah pencopotan itu Prabowo

dikirim ke Bandung mengisi jabatan Komandan Sekolah Staf Komando ABRI. Jabatan di

bidang pendidikan militer itu tidak dianggap strategis, bahkan terkesan posisi buangan.

Bagi Sumitro, apa yang dialami Prabowo adalah ujian. “Saya bangga Prabowo tabah,”

katanya.

Kepada anaknya, Sumitro bahkan berpesan, “Jangan mengharapkan teman-teman kamu

sendiri akan membantu. Orang yang berhutang budi terhadap kamu pun bakal

meninggalkanmu.”

Baca juga: Karier Militer Prabowo: Melesat Lalu Terpeleset

"Cuma black propaganda"

Setelah diperiksa Dewan Kehormatan Perwira (DKP) terkait kasus penculikan aktivis

1998, karier militer Prabowo pun tamat. Biang keroknya, masih menurut Sumitro dalam

biografinya, lagi-lagi Wiranto. Prabowo hanya diperiksa DKP dan tidak pernah ada

mahkamah militer untuknya. Atas kasus anaknya yang tidak jelas itu Sumitro begitu

prihatin.

“Saya rasa, keadilan terhadap perihal Prabowo Subianto terlihat kabur dan ngawur,

4

karena seakan-akan segala tenaga menghujat terpusat pada Kopassus dan Prabowo

Subianto,” kata Sumitro kepada Antara (26/11/1998) seperti dicatat juga dalam

biografinya (hlm. 435).

Sumitro menambahkan, “Mengapa segala sesuatu berada di pundaknya? Padahal kita

semua tahu banyak kesatuan lain dan perwira tinggi lain yang terlibat di situ.”

Bagi Sumitro, Prabowo adalah ksatria dan berani mengambil tanggung jawab atas

kesalahan Orde Baru itu. Menurutnya, “kalau ada penyimpangan di dalam ABRI maka ada

dua tingkat atasannya yang harus tahu.”

Nama Prabowo tercoreng karena kasus penculikan aktivis itu dan dia pun pindah ke luar

negeri. Meski dalam kondisi berbeda, Sumitro pernah terpuruk seperti anaknya waktu

zaman PRRI-Permesta pada 1950-an. Saat itu Sumitro hidup di luar negeri selama

bertahun-tahun.

Selain masalah penculikan, Prabowo tentu

dikaitkan dengan konsentrasi pasukan di

sekitar rumah Habibie pada 22 Mei 1998. Ada

pula yang menyebut Prabowo bernafsu

menjadi Kepala Staf Angkatan Darat bahkan

Panglima ABRI di masa genting itu.

“Itu cuma black propaganda yang dilancarkan

oleh orang-orang yang membenci Prabowo,”

kata sang ayah.

Sumitro merasa banyak orang ingin

menjatuhkan Prabowo.

Baca juga: Sumitro Djojohadikusumo Pernah

"Menghilang" karena Dituduh Korupsi

"Habibie atau Wiranto pasti berdusta"

Bagi Sumitro, orang penting yang melakukan

propaganda hitam kepada Prabowo adalah B.J.

Habibie. Di hadapan Forum Editor Asia

Jerman II di Istana Merdeka pada 15

Februari 1999, Habibie bercerita soal

5

konsentrasi pasukan di rumahnya waktu dia baru menjabat presiden. Habibie menduga

pasukan tersebut dikerahkan oleh seorang jenderal. “Namanya tidak usah disembunyikan

lagi, Jenderal Prabowo,” kata bekas Menristek itu, seperti dikutip dalam biografi

Sumitro (hlm. 437).

Kabar konsentrasi pasukan diperoleh Habibie dari Wiranto. Tapi Wiranto membantah hal

itu. Sumitro menyebut, "Jelas sudah, dalam soal ini satu dari dua orang itu: Habibie atau

Wiranto pasti berdusta."

Baca juga: Jatuh Bangun Dinasti Djojohadikusumo dalam Politik Indonesia

Lima tahun setelah Sumitro meninggal dunia, Habibie merilis buku berjudul Detik-detik

yang Menentukan: Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi pada 2006. Dalam buku

itu Habibie bilang, “Saya menerima laporan mengenai pergerakan pasukan Kostrad. Oleh

karena itu Panglima ABRI saya beri perintah untuk segera mengganti Pangkostrad, dan

kepada Pangkostrad baru diperintahkan mengembalikan pasukan Kostrad ke basis

masing-masing pada hari ini juga sebelum matahari terbenam.”

Pasukan di sekitar rumah Habibie itu, seperti dicatat dalam biografi Sumitro (hlm.

437-438), bukanlah pasukan Kostrad melainkan Kopassus. Informasi ini didapat dari

Panglima Kodam Jaya Mayor Jenderal Sjafrie Sjamsoeddin. Kala itu komandan Kopassus

adalah Mayor Jenderal Muchdi Purwoprandjono. Nasib Muchdi juga ikut apes seperti

Prabowo: hilang jabatan.

Prabowo boleh hilang jabatan, tapi dia beruntung terlahir sebagai anak Sumitro

Djojohadikusumo. Sebagai Papi, Sumitro tidak hanya membesarkan Prabowo, tapi juga

peduli dengan nasib apes yang dialami anaknya.

Baca juga artikel terkait SEJARAH INDONESIA atau tulisan menarik lainnya Petrik

Matanasi

(tirto.id - Politik)

Penulis: Petrik Matanasi

Editor: Ivan Aulia Ahsan

Menurut Sumitro, biang kerok tamatnya karier Prabowo adalah Wiranto.