sulfur htm

19
Han’s Coal Handbook 2000 1 of 19

Upload: afief-gafar-gafar

Post on 23-Dec-2015

85 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

lanjut

TRANSCRIPT

Page 1: Sulfur HTM

Han’s Coal Handbook 2000 1 of 13

Page 2: Sulfur HTM

PENENTUAN TOTAL SULFUR DALAM BATUBARA ASTM STANDARD.

I. PENDAHULUAN

Menurut prinsip prosedure pengerjaanya penentuan kadar sulfur dalam batubara dapat dibagi menjadi tiga metoda yaitu ;

1. Gravimetri, yang sering juga disebut Eschka Metode, 2. Low temperature metode3. High temperature metode (HTM).

Diantara ketiga metoda tersebut diatas yang paling populer karena praktis dan cepat, adalah metoda temperature tinggi (HTM). Didalam ASTM sendiri metoda High Temperature terbagi menjadi 3 sub metode berdasarkan pendeteksiannya. Ketiga metoda tersebut adalah ;

1. HTM dengan metoda pendeteksian titrasi asam basa2. HTM dengan metoda pendeteksian Yodimetri3. HTM dengan metoda pendeteksian absorpsi energi Infra merah

Yang akan dibahas khusus dalam bab berikut adalah salah satu metoda tersebut diatas yaitu HTM dengan pendeteksian Titrasi asam basa.

II. High Temperature Methode (HTM) By Base Acid Titration

II.1 Prinsip Pengerjaan

Prinsip pengerjaan dari metode ini adalah ; Sejumlah tertentu sample batubara dibakar pada temperature 1350 derajat Celsius dalam aliran gas oksigen. Selama pembakaran seluruh sulfur yang terkandung dalam sample tersebut dioksidasi menjadi gas SO2 dan SO3. Sedangkan chlorine dalam batubara dibebaskan sebagai Cl2. Gas-gas yang terbentuk tersebut kemudian diserap kedalam larutan hidrogen peroksida (H2O2) Dimana akan terjadi reaksi membentuk larutan asam sulfat (H2SO4) dan asam klorida (HCl). Kuantitas kedua asam yang terbentuk tergantung secara langsung pada kadar sulfur dan kadar klorine didalam sample batubara tersebut.

II.2 Kalibrasi

Metoda ini juga memerlukan kalibrasi dengan menggunakan Standard Reference materials (SRMs) untuk mendapatkan recovery faktor berdasarkan range sulfur dalam sample yang akan dianalisa.

Han’s Coal Handbook 2000 2 of 13

Page 3: Sulfur HTM

II.3 Alat dan bahan utama yang diperlukan

Alat –alat dan bahan yang diperlukan untuk metoda ini adalah yang menunjang pengerjaan seperti pada prinsip pengerjaan diatas yaitu ;

II.3.1 Peralatan

II.3.1.1 Tube Furnace / Tungku tabung

Furnace tersebut harus dapat memanaskan sekitar 150 – 175 mm daerah Hot Zone dari combustion tube dengan temperature 1350o C. Biasanya pemanas yang digunakan adalah elektrik. Sedangkan dimensinya biasanya bermacam-macam tergantung dari perusahaan pembuat furnace tersebut.

II.3.1.2 Combustion tube / Tabung pembakar

Tabung pembakar tersebut memiliki diameter dalam 28 mm dengan ketebalan dinding 3 mm dan panjang 750 mm. Dan terbuat dari porcelain, zircon, atau mullite.

II.3.1.3 Flowmeter

Untuk mengukur aliran oksigen sampai 2.0 L/min

II.3.1.4 Sample combustion boat / cawan perahu untuk membakar sample.

Bahannya harus terbuat dari material yang bebas besi dan ukurannya disesuaikan dengan peralatan yang digunakan terutama combustion tube nya.

II.3.1.5 Boat Puller / Pendorong dan penarik sample combustion boat ke dan dari furnace

Harus terbuat dari bahan yang tahan panas. Dan dipasang sedemikian supaya pada waktu mendorong combustion boat ke dalam furnace, aliran oksigen tetap dan juga tidak ada aliran gas keluar dari tube kecuali ke gas absorber atau tabung penyerap yang berisi hidrogen peroksida.

II.3.1.6 Gas Absorber or Analyzer Titration vessel / Tabung penyerap gas yang

diisi dengan larutan hidrogen peroksida.

II.3.1.7 Gas Purifying Train

Biasanya digunakan tabung U dengan isi Soda asbestos. Dan fungsinya adalah untuk menyaring gas oksigen.

Han’s Coal Handbook 2000 3 of 13

Page 4: Sulfur HTM

II.3.1.8 Dan alat –alat lain seperti Vacuum source, Vacuum regulating Bottle, dan Silica adaptor yang tergantung dari keperluannya. Atau mungkin ada satu set peralatan yang berbeda dengan yang sudah dijelaskan diatas akan tetapi dapat diterima asalkan prinsip penentuannya sama.

II.3.2 Reagents / Bahan dan zat yang diperlukan

II.3.2.1 Kemurnian zat

Semua bahan atau zat yang digunakan dalam test ini harus Reagent grade chemical atau paling tidak semua zat yang digunakan telah sesuai dengan Committee on Available Reagents of the American Chemical Society.

II.3.2.2 Aluminium Oxide (Al2O3 )

Yang telah dipanaskan pada temperature 1350 o C.

II.3.2.3 Larutan Hydrogen Peroxide (H2O2)

Yaitu larutan yang dibuat dari (50mL larutan 30 % H2O2 dilarutkan dengan air 1450 mL) pH nya diatur dengan menggunakan NaOH dan H2SO4

sesuai yang diperlukan. Larutan ini harus dibuang dalam tempo dua atau tiga hari.

II.3.2.4 Indicator

Adalah indicator yang berubah warna pada titik akhir titrasi pada pH 4 dan pH 5. Penerangan dan pengocokan larutan yang cukup pada saat titrasi sangat penting untuk lebih meyakinkan dalam pendeteksian titik akhir titrasi. Penggunaan pH meter untuk ini juga diijinkan.

Petunjuk penyiaopan campuran indicator yang diperbolehkan.

1. Campurkan 1 bagian larutan methyl merah (yaitu larutan dari 0.125 g dalam 60 mL ethanol kemudian dilarutkan dengan air sampai 100 mL.) dengan 3 bagian larutan bromecresol hijau ( yaitu larutan dari 0.083 g dalam 20 mL ethanol dan dilarutkan dengan air samapi 100 mL).Buang larutan campuran tersebut setelah 1 minggu.

2. Campurkan dengan perbandingan 1:1 antara larutan methyl merah (yaitu larutan dari 0.125 g dalam 60 mL ethanol kemudian dilarutkan dengan air sampai 100 mL.) dengan larutan Methylene blue ( yaitu larutan dari 0.083 g dalam 100 mL ethanol dan disimpan dalam gelas gelap). Buang larutan campuran setelah 1 minggu.

Han’s Coal Handbook 2000 4 of 13

Page 5: Sulfur HTM

II.3.2.5 Soda Asbestos

Dengan ukuran 8 sampai 20 mesh apabila tabung U yang digunakan.

II.3.2.6 Larutan standard Sodium Hydrokside (NaOH) 0.05 N

Dengan pembuatan sebagai berikut ; Larutka 2.05 gram NaOH padat dengan air dan encerkan sampai 1 liter. Kemudian standarkan dengan menggunakan zat baku primer.

II.3.2.7 Oxygen dengan kemurnian 99.5 %

II.4 Prosedure

Susun dan rangkai semua peralatan yang diperlukan untuk penentuan kadar sulfur seperti yang telah dijelaskan diatas atau mengikuti intruksi dari standard atau dari pembuat peralatan tersebut.

Timbang 0.5 gram sample batubara dengan dengan ketelitian 0.1mg untuk sample yang mengandung sulfur sampai 4.0 % dan 0.25 gram untuk sample yang mengandung sulfur lebih dari 4 %.

Masukan sample tersebut secara merata kedalam cawan perahu yang telah dilapisi tipis dengan aluminium oksida, kemudian tutup sample tersebut dengan aluminium oksida lagi.

Pasang kedua botol yang berisi masing-masing 100 mL larutan H2O2 1% di ujung combustion tube. Kemudian masukan cawan perahu yang telah berisi sample kedalam combustion tube dan tutup ujung tersebut dengan stopper yang kedalamnya juga dialirkan gas oksigen.

Dorong perlahan –lahan cawan perahu tersebut kebagian tengah dengan jarak dorongan 30 mm untuk selang satu menit. Sampai cawan tersebut berada di area pemanasan (hot zone).

Biarkan sample tersebut diarea hot zone kira-kira3 – 4 menit sampai benar-benar sulfur didalam sample tersebut teroksidasi menjadi SO2 atau SO3. Total waktu pembakaran tidak lebih dari 14 –15 menit.

Titrasi larutan dalam tabung penyerap (H2O2 dan asam dari hasil pembakaran) dengan larutan NaOH 0.05 N dengan menambahkan 5 atau 6 tetes larutan indicator.Dan titrasi dihentikan pada saat mencapai titik akhir titrasi yaitu pada saat indikator tepat berubah warna.

Han’s Coal Handbook 2000 5 of 13

Page 6: Sulfur HTM

Dengan mengetahui normalitas dan volume larutan NaOH maka sulfur didalam sample batubara tersebut dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut ;

TS = 1.603 [(V1xN1xF)-Cl % / 3.546]/W

TS = Total SulfurV1 = Volume NaOH pada waktu titrasiN1 = Normalitas NaOH yang digunakanCl % = Kadar Chlorine didalam batubara (as determined)F = Faktor recoveryW = Berat sample (gram)

Actual Sulfur Standard, Dry basis (dalam sertifikate)F =

Hasil analisa Sulfur Standard, Dry basis

III. PEMBAHASAN

III.1 Pembahasan prinsip penentuan

Reaksi-reaksi kimia yang terjadi selama proses penentuan adalah sebagai berikut ;

Pembakaran : Batubara Al2O3 CO2+H2O+SO2+Cl2+ dll1350 oC

Penyerapan : 2H2O2 + SO2 + Cl2 H2SO4+ 2HCl + O2

Titrasi : H2SO4+ HCl + 3NaOH Na2SO4 + NaCl + 3H2O

Melihat dari semua reaksi kimia selama proses penentuan kita bisa menyimpulkan bahwa penentuan kadar sulfur dalam sample batubara dengan metoda ini adalah tidak secara langsung (indirect metod) Dimana kadar sulfur ditentukan dengan keasaman yang ditimbulkan oleh gas hasil pembakaran sample tersebut. Sementara yang teridentifikasi gas yang dominan menyebabkan keasaman adalah SO2 dan Cl2. Sehingga dalam perhitungan kadar sulfur setelah titrasi selalu dikoreksi dengan kadar chlorine dalam batubara, karena sebenarnya yang dititrasi adalah total asam dari HCl dan asam sulfat yang berasal dari sulfur batubara.

Han’s Coal Handbook 2000 6 of 13

Page 7: Sulfur HTM

Akan tetapi apabila kadar Chlorine dalam batubara tersebut diketahui dengan pasti rendah sekali sehingga dapat diabaikan, maka rumus penentuan kadar Sulfur tersebut dapat disederhanakan dengan menghilangkan faktor koreksi untuk chlorine. Didalam ISO standard untuk mengkoreksi kadar sulfur dari chlorine adalah dengan menambahkan larutan merkuri oksisianida yang dalam larutan menjadi merkuri hidroksi sianida Hg(OH)CN. Larutan ini ditambahkan setelah selesai titrasi dengan NaOH. Larutan ini berfungsi untuk mendeteksi kadar chlorine dengan cara mengembalikan NaCl menjadi NaOH, dan NaOH yang terbentuk dititrasi dengan larutan asam sulfat standard. NaOH yang terbentuk akan ekivalen dengan Chlorine dan ekivalen juga dengan larutan asam sulfat standard yang digunakan pada waktu titrasi. Reaksi dari proses tersebut adalah :

Cl2 + H2O2 2 HCl + O2HCL + NaOH NaCl + H2O NaCl + Hg (OH)CN HgClCN + NaOH2 NaOH + H2SO4 Na2SO4 + 2 H2O

Dengan demikian asam yang berasal dari chlorine dapat langsung diketahui dan nilainya bisa langsung untuk mengkoreksi total asam yang diperoleh yang merupakan gabungan HCl dan H2SO4. Sehingga kadar sulfur dapat diketahui lebih teliti.Metoda HTM dengan pendeteksian titrasi asam basa ini tidak dapat digunakan untuk menentukan sulfur dalam sample batubara dari sample yang telah ditest float sinknya untuk keperluan washibility study. Karena larutan organik yang digunakan dalam test float sink biasanya mengandung banyak chlorine seperti misalnya CCl4 dan lain-lain.

III.2 Pembahasan proses penentuan

III.2.1 Proses pembakaran

Melihat dari prinsip penentuannya bahwa sulfur diekstraksi dari batubara dengan dibakar dan gas yang terbentuk diserap oleh Perhidrol, maka pada tahap pembakaran ini menjadi sangat penting. Dalam tahap ini hal-hal yang harus diperhatikan adalah ; Gas oksigen yang digunakan harus murni 99.5 % dan bebas dari gas-gas yang

dapat menimbulkan asam seperti Cl2 dan SO2. Karena kalau tidak, maka kadar sulfur yang diperoleh akan lebih besar dari yang sebenarnya sebab selain sulfur dari sample batubara juga ditambah dari gas oksigen itu sendiri yang mengandung gas SO2 dan Cl2

Aluminium Oksida yang dipakai sebagai cover dan katalis juga harus bebas sulfur dan senyawa-senyawa lain yang dapat menimbulkan sifat asam setelah dibakar. Ini untuk menghindari kontaminasi asam selain dari SO2 yang akan mempengaruhi kadar sulfur dari sample tersebut.

Han’s Coal Handbook 2000 7 of 13

Page 8: Sulfur HTM

Periksa sebelum proses pembakaran dimulai bahwa combustion tube dalam keadaan bersih.

Harus diyakinkan bahwa semua gas yang terbentuk dari hasil pembakaran tidak ada yang keluar selain masuk ke Gas absorber yang berisi perhidrol. Jadi alat harus terpasang dengan rapi tanpa kebocoran, yang biasanya sering terjadi adalah kebocoran pada sambungan-sambungan dari combustion tube ke gas line atau ke Gas absorber. Apabila terjadi kebocoran gas hasil pembakaran, maka gas SO2 dari sample tersebut sebagian hilang keudara dan akibatnya yang terserap oleh perhidrol hanya sebagian saja sehingga kadar sulfur yang diperoleh akan lebih kecail dari yang sebenarnya.

Temperature harus benar-benar yakin sesuai dengan yang diharuskan oleh standard, jadi harus dikalibrasi secara reguler. Ini untuk meyakinkan bahwa pembakaran batubara tersebut telah sempurna dan diharapkan semua sulfur teroksidasi menjadi gas dan terserap larutan Perhidrol.

Yakinkan bahwa selama proses pembakaran tidak terjadi percikan batubara dari combustion boat, atau bahkan tumpah. Yang akan menyebabkan tidak sempurnanya pembakaran sample tersebut.

Yakinkan bahwa gas oksigen tetap mengalir dengan flow seperti yang disebutkan dalam standard selama proses pembakaran untuk meyakinkan bahwa oksidasi berjalan sempurna., karena apabila kekurangan oksigen, pembakaran atau oksidasi sulfur tersebut tidak akan sempurna.

Yakinkan bahwa ujung pipa gas masuk dari Gas absorber tersebut tercelup sempurna dibawah larutan perhidrol. Ini dimaksudkan supaya yakin bahwa tidak ada gas dari hasil pembakaran tersebut yang keluar tidak melewati larutan perhidrol. Karena kalau ini terjadi maka sebagian gas SO2 dari sample tersebut akan lolos kaluar.

Yakinkan bahwa semua sample batubara di dalam combustion boat telah terbakar sempurna setelah pembakaran selesai. Dengan cara melihat abu dalam combustion tersebut setelah ditarik dari combustion tube. Apabila masih ada partikel-partikel hitam batubara dalam abu tersebut, maka pengerjaan harus diulang karena dikhawatirkan tidak semua batubara tersebut terbakar, akibatnya kadar sulfur yang akan diperoleh akan lebih kecil dari yang sebenarnya.

III.2.2 Proses penentuan volumetrik (titrasi)

Yang termasuk kedalam proses ini adalah pembuatan larutan-larutan atau zat-zat yang diperlukan untuk keperluan titrasi ini dan juga proses titrasinya itu sendiri. Tahap ini juga sama pentingnya, karena proses ini merupakan proses penentuan akhir dari penentuan kadar sulfur tersebut. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada proses ini antara lain;

Aquadest yang digunakan dalam proses titrasi harus netral atau dinetralkan dengan menambahkan asam atau basa tergantung kondisi aquadest tersebut. Ini untuk mencegah penambahan keasaman yang bukan dari sample batubara.

Han’s Coal Handbook 2000 8 of 13

Page 9: Sulfur HTM

Begitu pula dengan larutan perhidrol yang kadang agak asam juga harus dinetralkan sebelum digunakan untuk menyerap gas dari hasil pembakaran sample. Caranya sama yaitu dengan menambahkan asam atau basa sesuai dengan keperluannya.

Indikator adalah zat organik yang mudah mengurai dengan energy cahaya, oleh karena itu penyimpananya harus di dalam botol yang gelap warnanya untuk memperlambat penguraiannya. Namun demikian seperti yang disarankan oleh standard bahwa larutan indikator tersebut harus tidak lagi digunakan setelah 1 minggu. Jadi dalam pembuatannya harus memperhatikan berapa ml larutan indikator tersebut diperlukan untuk operasioanal seminggu. Supaya tidak terlalu membuang-buang zat. Indikator ini aman dalam bentuk powder. Jangan sekali-kali memaksakan memakai larutan indikator yang kadaluwarsa karena akan mengganggu pada saat titrasi. Seperti kita ketahui Indikator adalah suatu zat organik yang dapat berubah warnanya pada pH yang spesifik, oleh karena itu indikator ini digunakan pada waktu titrasi untuk menandai titik akhir titrasi (TA). Apabila larutan tersebut rusak atau sudah terurai oleh cahaya maka perubahan warnanya dikhawatirkan tidak spesifik lagi sehingga TA yang terbaca bukan merupakan TA yang sebenarnya akibatnya titrasi tersebut gagal dan diperoleh nilai sulfur yang bukan sebenarnya yang dikandung oleh sample tersebut. Oleh karena itu penggunaaan larutan indikator harus mengikuti standard. Yaitu umurnya tidak lebih dari satu minggu

Apabila basa peniter yang digunakan berasal dari zat baku sekunder, maka basa tersebut harus ditentukan normalitasnya dengan menggunakan zat baku primer yang p.a.

Sebelum dilakukan titrasi, semua bagian gas absorber harus dibilas dengan aquadest netral supaya semua asam yang menempel didinding dan pipa gas absorber tidak tertinggal. Apalagi apabila titrasi dilakukan pada labu erlenmeyer, sehingga semua larutan dari gas absorber ditransfer ke labu erlenmeyer. Pada transfer ini harus benar-benar bersih dan dibilas berkali kali supaya yakin bahwa semua asam akan tertitrasi.

Penambahan larutan peniter pada waktu titrasi harus perlahan-lahan dan tetes demi tetes dengan kocokan yang cukup dan tidak terjadi percikan larutan keluar. Dan titrasi harus dilakukan diatas tegel yang terang kalu bisa berwarna putih. Supaya perubahan warna titrasi jelas terlihat. Didalam titrasi dikenal ada istilah TA (Titik Akhir ) dan TE.(Titik Ekivalen). TA adalah titik akhir titrasi yang ditandai dengan berubahnya warna indikator. Sedangkan TE adalah kondisi dimana ekivalen-ekivalen zat-zat yang bereaksi sama. TE tidak bisa dideteksi dengan penglihatan, untuk mendeteksinya hanya bisa dengan bantuan instrument seperti pH meter atau potensiometer. TA merupakan pendekatan ke arah TE pada titrasi dengan cara manual dengan menggunakan indikator. Jadi sebenarnya pada waktu TA, masih ada kemungkinan lebih dari TE atau bahkan kurang dari TE. TE inilah yang sebenarnya dicari sehingga ekivalen zat yang ditentukan kadarnya bisa diketahui dengan mengetahui ekivalen larutan standard. Karena TE tidak bisa dideteksi dengan cara manual, maka TA dijadikan acuan dalam menghitung ekivalen unsur yang ditentukan. Yang dinamakan TA adalah pada saat indikator tepat berubah warna, jadi bukan berubahnya warna indikator secara jelas.

Selain proses diatas, yang perlu dilakukan juga adalah kalibrasi dengan menggunakan sample standard untuk mendapatkan recovery factor, melakukan inhause standard secara reguler, dan melakukan test BLANK pada saat pembuatan larutan baru atau

Han’s Coal Handbook 2000 9 of 13

Page 10: Sulfur HTM

secara rutine dilakukan setiap hari. Test BLANK ini berguna untuk mengeliminasi atau menghilangkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil analisa yang disebabkan oleh proses itu sendiri. Caranya yaitu dengan melakukan langkah kerja persisi seperti penentuan sample dan menggunakan zat-zat dengan jumlah yang sama pada penetapan sample secara reguler. Perbedaannya adalah tanpa sample. Jadi yang dibakar hanya combustion boat dan aluminium oksida saja.

Seorang laboran atau operator atau bahkan seorang analist yang menghayati seluruh proses analisa dan mengerti apa yang terjadi selama proses analisa tersebut berlangsung, maka dia akan langsung mengetahui apabila dia melakukan suatu kesalahan atau langsung mengetahui apabila ada proses yang salah. Dengan demikian kasalahan analisa yang diakibatkan oleh proses ataupun human error, bisa dihindari.

Lebih baik terjadi kesalahan tapi terdeteksi dibanding tidak terdeteksi adanya suatu kesalahan karena ketidak tahuan.

III.2.3 Proses perhitungan

Perhitungan kadar sulfur dari hasil titrasi didasarkan pada stoikiometri, yaitu perhitungan yang didasarkan pada reaksi kimia yang terjadi. Berikut ini adalah pembahasan sepintas mengenai stoikiometri.Dalam stoikiometri atau dalam perhitungan-perhitungan yang didasarkan pada reaksi kimia dikenal ada beberapa istilah yaitu; Berat Atom (BA)Adalah berat atom suatu unsur yang biasanya tertera pada daftar unsur.

BM = Berat molekulAdalah berat suatu senyawa yang merupakan jumlah dari berat atom unsur-unsur pembentuknya.

BE = Berat EkivalenAdalah berat molekul yang tergantung dari jumlah ion yang dapat dilepas pada saat reaksi atau penguraian. Jadi nilainya bisa sama dengan BM bisa juga tidak.Sebagai contoh; HCl didalam air akan terurai menjadi H+ dan Cl-

HCL H+ + Cl-

Dalam hal ini Berat ekivalen HCl adalah sama dengan Berat molekulnya.Contoh lain;

H2SO4 2 H+ + SO42- Dalam hal ini Berat Ekivalen H2SO4 adalah ½ Berat molekulnya.

Mol = Berat unsur (gram) / Berat Atom atau berat suatu senyawa(gr) / berat molekulnya. (untuk zat padat) Atau perkalian Volume (l) dengan molaritasnya. (VxM) untuk larutan.1. Mol = W / BA atau Mol = W / BM (untuk zat padat)

Han’s Coal Handbook 2000 10 of 13

Page 11: Sulfur HTM

2. Mol = V x M (Untuk zat cair / larutan )

W = berat unsusr atau senyawa (gram)BA = Berat AtomBM = Berat MolekulV = volume larutanM = Molaritas (Mol / liter) atau ( mmol / ml )

Ekivalen = Berat suatu senyawa (gram) / Berat ekivalenya. (Untuk zat padat)Atau perkalian Volume (l) dengan Normalitasnya.

1. Ek = W / BE (untuk zat padat)2. Ek = V x N (Untuk zat cair / larutan )

W = berat unsusr atau senyawa (gram)BE = Berat Ekivalen unsur atau senyawaV = volume larutan (L)N = Normalitas (Ek / liter) atau ( mek / ml )Ek = Ekivalen

Didalam suatu reaksi kimia mol-mol zat yang bereaksi akan sebanding dengan koefisien reaksi tersebut, Contoh ;

H2SO4 + 2 NaOH Na2SO4 + 2 H2O

Maka reaksi diatas dapat dikatakan 1 mol H2SO4 bereaksi dengan 2 mol NaOH menghasilkan 1 mol Na2SO4 + 2 mol air.

Didalam suatu reaksi kimia maka ekivalen zat – zat yang bereaksi adalah sama.Jadi untuk reaksi diatas dapat dikatakan ekivalen H2SO4 = Ekivalen NaOH = ekivalen Na2SO4 = ekivalen H2O.

Berdasarkan prinsip stoikiometri tersebut, dengan mengetahui reaksi kimia yang terjadi kita dapat menghitung kadar sulfur didalam batubara.Kita tinjau kembali reaksi kimia yang berlangsung selama proses penentuan

Pembakaran : Batubara Al2O3 CO2+H2O+SO2+Cl2+ dll1350 oC

Penyerapan : 2H2O2 + SO2 + Cl2 H2SO4+ 2HCl + O2

Titrasi : H2SO4+ HCl + 3NaOH Na2SO4 + NaCl + 3H2O

Han’s Coal Handbook 2000 11 of 13

Page 12: Sulfur HTM

Dari reaksi –reaksi diatas dapat disimpulkan bahwa ;

SO2 yang terbentuk dari reaksi pembakaran berasal dari sulfur dalam sample.batubara.

Pada reaksi penyerapan H2SO4 yang terbentuk adalah berasal dari SO2 yang dihasilkan dari pembakaran sample.

Jadi dengan mengetahui mol atau ekivalen H2SO4, kita juga langsung dapat menghitung mol atau ekivalen Sulfur dalam sample batubara yang ditentukan tersebut.Kembali ke prinsip stoikiometri bahwa ekivalen zat-zat yang bereaksi adalah sama. Jadi Ekivalen H2SO4 = Ekivalen NaOH. = Volume titrasi X Normalitas NaOH. Jadi kalau kita misalkan Volume = V dan Normalitas = N maka ekivalen H2SO4 = VxN (NaOH)Karena Berat Ekivalen H2SO4 = ½ BM, maka Berat Ekivalen Sulfur pun = ½ BM Sulfur.Jadi untuk menghitung berat Sulfur dalam sample menjadi ;

S = V x N x BE. S

S = berat sulfur (mg)V= Volume NaOH (ml) N = Normalitas NaOH (mek/ml) BE.S = Berat Ekivalen Sulfur

BM S = 32.06 Jadi BE nya = 32.06 : 2 = 16.03

Jadi berat sulfur dalam batubara menjadi : Vx N x 16.03

S % = Berat Sulfur dalam sample X 100 Berat sample

S % = V x N x 16.03 x 100 Wx1000

Karena Volume yang digunakan dalam titrasi scalanya adalah mililiter maka berat yang didapat pun menjadi miligram. Untuk menyeamakan satuan dengan berat sample yang gram maka kedalam persamaan tersebut dtambahakan 1000 sebagai pengali berat sample supaya sama dalam miligram. Persamaan tersebut masih dapat disederhanakan menjadi;

S % = V x N x 16.03 x 100 Wx 1000

Disederhanakan lagi menjadi ;

S % = V x N x 1.603 W

Han’s Coal Handbook 2000 12 of 13

Page 13: Sulfur HTM

V = Volume NaOH yang digunakan pada waktu titrasi (ml)N = Normalitas NaOH yang digunakan (mek /ml)1.603 = konstanta dari nilai Berat Ekivalen SulfurW = berat sample batubara yang ditentukan (gram)

Maka persamaan terakhir ini merupakan persamaan pokok dalam menghitung kadar sulfur dalam batubara. Persamaan ini bisa berubah sesuai dengan pelaksanaan penentuan itu sendir misalnya apabila dilakukan test Blank maka persamaannya menjadi

S % = (V1-V2) x N x 1.603 W

V1 = Volume titrasi (ml)V2 = Volume titrasi pada penentuan Blank (ml)Yang lainnya sama dengan diatas.

Persamaan diatas dianggap Chlorine dapat diabaikan karena sangat kecil. Apabila semua koreksi dicantumkan dan diikutkan dalam hitungan, maka persamaan lengkapnya dalam menghitung kadar sulfur adalah ;

TS = 1.603 [(V1xN1xF)-Cl % / 3.546]/W

Han’s Coal Handbook 2000 13 of 13