strategic trade policy indonesia terkait asean economic community

70
Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 1 DAFTAR ISI

Upload: phamnguyet

Post on 31-Dec-2016

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 1

DAFTAR ISI

Page 2: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 2

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... 2

BAB I: PENDAHULUAN .................................................................................................. 3

A. LATAR BELAKANG ............................................................................................ 3

B. TUJUAN ................................................................................................................. 4

C. RUMUSAN............................................................................................................. 5

BAB II: ISI .......................................................................................................................... 6

A. STRATEGIC TRADE POLICIES TERKAIT ASEAN ECONOMIC

COMMUNITY ....................................................................................................... 6

B. IMPLEMENTASI STP TERKAIT AEC DI INDUSTRI DIRGANTARA

DAN INDUSTRI PERIKANAN ............................................................................ 17

C. IMPLEMENTASI STP TERKAIT AEC DI INDUSTRI PERBANKAN ............. 39

BAB III: KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 57

A. KESIMPULAN ....................................................................................................... 57

B. SARAN ................................................................................................................... 59

DAFTAR TABEL ............................................................................................................... 62

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................... 63

DAFTAR GRAFIK ............................................................................................................. 64

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 65

Page 3: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia tidak lama lagi akan memasuki babak baru perekonomian global seiring

dimulainya ASEAN Economic Community (AEC) yang akan mulai diberlakukan pada

31 Desember 2015. Sebelumnya, disepakati bahwa AEC akan dilaksanakan pada tahun

2020, namun pada bulan Januari 2007, disepakati bahwa AEC akan dilaksanakan lebih

cepat, yaitu pada tahun 2015. Dengan diberlakukannya AEC, pasar ASEAN akan

menjadi sebuah pasar tunggal serta berbasis produksi tunggal. Antara negara – negara

ASEAN akan mengalami kelajuan arus barang, jasa, investasi, modal, dan tenaga kerja

yang lebih bebas. Dalam kondisi kerjasama multilateral tersebut, Indonesia berpotensi

menjadi pasar bagi negara ASEAN lainnya mengingat Indonesia memiliki jumlah

penduduk 40% dari total populasi seluruh negara ASEAN. Daya saing Indonesia saat ini

hanya pada posisi menengah di antara negara ASEAN lainnya terutama jika

dibandingkan dengan Singapura, Malaysia, Brunai Darussalam dan Thailand. Ditambah

lagi biaya logistik di Indonesia mencapai porsi 16% dari seluruh biaya produksi, dari

angka idealnya sebesar 8-9%.

Tingkat kesiapan Indonesia menghadapi AEC memang masih mengkhawatirkan.

Proses suksesi kepemimpinan yang terjadi menjelang AEC membuat Indonesia abai

terhadap persiapannya. Alih – alih mempersiapkan segala hal menyambut AEC,

pemerintah dan para politisi di Indonesia malah sibuk menyambut gelaran politik 5 tahun

sekali. Tahun politik 2014 sedikit banyak telah menggerus fokus dan energi tidak hanya

pemerintah tetapi juga kebanyakan pelaku perekonomian.

AEC sendiri sebenarnya ibarat dua sisi mata uang. Indonesia berpeluang dapat

lebih ikut serta mengirimkan barang dan jasa lokal serta tenaga kerja terdidik ke negara –

negara ASEAN tanpa harus melewati barrier yang menyulitkan. Keadaan demikian akan

sangat menguntungkan karena dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat sesuai dengan

tujuan diberlakukannya AEC. Tetapi sesuatu yang menjadi peluang tersebut dapat

menjadi ancaman bagi Indonesia karena barang, jasa, dan tenaga kerja terdidik dari luar

negeri juga akan membanjiri Indonesia tanpa harus melewati barrier yang berarti.

Page 4: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 4

Namun berdasarkan penelitian McKinsey Global Institute (2012), dalam

laporannya yang berjudul ―The Archipelago Economy: Unleashing Indonesia’s

Potential‖, disebutkan bahwa saat ini Indonesia berada pada urutan ke-16 ekonomi

terbesar di dunia dan pada 2030 Indonesia dapat meraih peringkat 7 terbesar di dunia.

Perbaikan peringkat tersebut tentu tidak diperoleh tanpa usaha sama sekali. Diperlukan

adanya mekanisme sistem yang mumpuni yang dibangun oleh pemerintah agar dapat

memanfaatkan AEC untuk sebesar – besarnya kesejahteraan masyarakat. Perdagangan

bebas dalam kerangka AEC sangat bermanfaat bagi suatu negara yang terlibat karena

terjadi proses integrasi jalur ekonomi di negara-negara kawasan ASEAN.

Namun, sejauh mana Indonesia bisa mengambil manfaat atau benefit dari

liberalisasi perdagangan tersebut. Sejauh mana peta kesiapan industri dalam negeri

dalam menghadapi pasar bebas ASEAN ini?

Berkaca dari urgensi tersebut, maka diperlukan tindakan yang berarti agar AEC

dapat menjadi peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan taraf hidup masyarakatnya.

Indonesia harus dapat melihat dan menyongsong AEC dengan segala peluang dan

tantangan serta segara mengambil tindakan nyata yang berdampak positif bagi Indonesia.

Hingga kemudian muncul istilah Strategic Trade Policies yang merupakan kebijakan –

kebijakan strategis yang dapat dilakukan pemerintah untuk memperkuat industri lokal

agar mampu bersaing dengan industri luar negeri di perekonomian global, dalam tulisan

ini berarti AEC.

Maka akan menjadi sebuah kajian yang menarik untuk melihat berbagai peluang

yang dapat dimaksimalkan pemerintah Indonesia untuk memperkuat daya saing sehingga

mampu menjadi pemain utama, bukan sekedar partisipan di dalam AEC. Siapa yang

tidak siap, dia akan kalah.

B. TUJUAN

Tujuan dibuatnya kajian komprehensif ini secara umum adalah sebagai bentuk

perwujudan Tri-Dharma Perguruan Tinggi. Secara khusus, tujuan kajian komprehensif

ini adalah:

Page 5: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 5

1. Mengetahui sektor – sektor industri dalam negeri yang potensial untuk

diimplementasikan strategic trade policies dalam rangka memasuki era ASEAN

Economic Community (AEC).

2. Memberikan gambaran terkait peluang dan tantangan berbagai sektor industri dalam

negeri dalam upaya menerapkan strategic trade policies untuk meningkatkan daya

saing di AEC.

3. Memberikan rekomendasi kebijakan yang dapat diambil untuk mewujudkan strategic

trade policies di industri potensial dalam negeri untuk meningkatkan daya saing di

AEC.

C. RUMUSAN

Rumusan yang dibahas dalam kajian komprehensif ini adalah:

1. Mengapa strategic trade policies menjadi penting untuk diterapkan di industri dalam

menghadapi AEC?

2. Industri apa saja yang dirasa potensial dimana strategic trade policies dapat

diimplementasikan?

3. Kebijakan apa yang dapat diambil untuk meningkatkan daya saing industri lokal di

tengah liberalisasi ekonomi dalam AEC?

Page 6: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 6

BAB II

ISI

A. STRATEGIC TRADE POLICIES TERKAIT ASEAN ECONOMIC COMMUNITY

Rumah bagi 600 juta lebih penduduk dan berlokasi dekat dengan dua negara yang

pertumbuhan ekonominya tergolong tinggi (China dan India) membuat ASEAN

dihadapkan pada tantangan untuk menciptakan lingkungan perekonomian yang mampu

menyerap dan memaksimalkan produksi untuk meningkatkan pertumbuhan domestik.

Munculnya ASEAN Economic Community (AEC) diharapkan mampu meningkatkan

perdagangan intraregional ASEAN mengingat selama ini tujuan ekspor negara – negara

ASEAN didominasi ke kawasan Asia Timur, antara lain China, Korea Selatan, dan

Jepang. Ekspor dari kawasan ini juga ke negara-negara ekonomi utama dunia, yakni

Amerika Serikat, India, dan beberapa negara di Eropa.

AEC 2015 akan diarahkan kepada pembentukan sebuah integrasi ekonomi kawasan

dengan mengurangi biaya transaksi perdagangan, memperbaiki fasilitas perdagangan dan

bisnis, serta meningkatkan daya saing sektor UMKM. Pemberlakuan AEC 2015

bertujuan untuk menciptakan pasar tunggal dan basis produksi yang stabil, makmur,

berdaya saing tinggi, dan secara ekonomi terintegrasi dengan regulasi efektif untuk

perdagangan dan investasi, yang di dalamnya terdapat arus bebas lalu lintas barang, jasa,

investasi, dan modal serta difasilitasinya kebebasan pergerakan pelaku usaha dan tenaga

kerja.

1. Sejarah ASEAN Economic Community

ASEAN Economic Community bukanlah sesuatu yang benar – benar baru

diusulkan atau diagendakan negara – negara ASEAN. Cikal bakal pembentukan AEC

dimulai dengan kesepakatan Common Effective Preferential Tariff – ASEAN Free Trade

Area (CEPT-AFTA) pada tahun 1992, dengan target implementasi semula tahun 2008.

Namun kemudian target implementasi dipercepat menjadi 2003 dan 2002 untuk ASEAN-

6 yakni Indonesia, Singapura, Thailand, Malaysia, Filipina, dan Brunei Darussalam.

Pada tahun 1997, para pemimpin negara – negara ASEAN dalam ASEAN Summit

di Kuala Lumpur menyepakati ASEAN Vision 2020 yakni mewujudkan kawasan yang

Page 7: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 7

stabil, makmur, dan berdaya saing tinggi dengan pembangunan ekonomi yang merata

yang ditandai dengan penurunan tingkat kemiskinan dan perbedaan sosial.

Pada tanggal 7 Oktober 2003 diadakan sebuah pertemuan ASEAN yang kemudian

melahirkan Declaration of ASEAN Concord II. Dokumen yang juga dikenal dengan

nama Bali Concord II itu berisi rencana pembentukan ASEAN Community pada tahun

2015. Pertemuan tersebut menghasilkan komitmen dari seluruh anggota ASEAN untuk

mewujudkan ASEAN Community tahun 2015 yang terbangun atas tiga pilar utama,

yaitu:

a. ASEAN Political-Security Community. Konsep yang diajukan oleh Indonesia ini

bertujuan untuk meningkatkan kerjasama politik dan keamanan antarnegara

anggota.

b. ASEAN Economic Community. Pengusul utama dari ASEAN Economic

Community adalah Singapura dan Thailand.

c. ASEAN Social and Cultural Community.

Dari ketiga pilar itu, ASEAN Economic Community (AEC) merupakan pilar yang

paling mengundang perhatian dan menjadi bahasan banyak pihak. Hal itu dikarenakan

AEC akan membawa dampak besar tidak hanya dari sisi ekonomi, tetapi juga dalam

segala aspek kehidupan yang lain.

Kemudian pada KTT ke-12 ASEAN di Cebu, Filipina, pada Januari 2007, para

pimpinan negara-negara ASEAN sepakat mempercepat pencapaian AEC dari tahun 2020

menjadi tahun 2015 dengan ditandatanganinya ―Cebu Declaration on the Acceleration of

the Establishment of an ASEAN Community by 2015‖. Percepatan AEC menjadi tahun

2015 bertujuan untuk memperkuat daya saing ASEAN dalam menghadapi kompetisi

global seperti dengan India dan China.

Pada tahun yang sama, ASEAN Charter and ASEAN Economic Community

(AEC) Blueprint ditandatangani. ASEAN Charter merupakan ―payung hukum‖ sebagai

basis komitmen dalam meningkatkan dan mendorong kerjasama negara-negara ASEAN.

Piagam ini juga memuat prinsip – prinsip yang harus dipatuhi oleh seluruh negara

ASEAN dalam mencapai tujuan integrasi kawasan. Sementara AEC Blueprint

Page 8: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 8

merupakan pedoman bagi negara – negara ASEAN untuk mencapai AEC tahun 2015.

Masing – masing negara berkewajiban untuk melaksanakan komitmen dalam blueprint

tersebut. Pengesahan AEC sendiri dicantumkan pada pasal 1 ayat 5 ASEAN Charter dan

diperkuat dengan pembentukan Dewan Area Perdagangan Bebas ASEAN (ASEAN Free

Trade Council) yang tercantum dalam lampiran I ASEAN Charter.

2. Tujuan Dibentuknya ASEAN Economic Community

AEC bertujuan untuk menjaga stabilitas politik dan keamanan regional ASEAN,

meningkatkan daya saing kawasan secara keseluruhan di pasar dunia dan mendorong

pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan serta meningkatkan standar hidup

penduduk negara – negara anggota ASEAN. Tujuan AEC yang dicanangkan sebagai

suatu model integrasi ekonomi di kawasan ASEAN, tercermin dalam empat pilar, yaitu:

a. Pasar tunggal dan basis produksi regional,

b. Kawasan berdaya saing tinggi,

c. Kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata, dan

d. Integrasi dengan perekonomian dunia.

Lebih lanjut lagi, tiap – tiap pilar AEC juga memiliki poin – poin khusus seperti

yang ada pada gambar di bawah.

Page 9: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 9

Gambar 1. 4 Pilar ASEAN Economic Community (AEC) (sumber: AEC Blueprint,

2007)

AEC dibentuk karena dilandasi keyakinan akan memberikan manfaat secara

konseptual yakni meningkatkan pertumbuhan ekonomi ASEAN, termasuk Indonesia di

dalamnya. Dengan demikian, maka pada tahun 2015 ASEAN akan menjadi kawasan

pasar terbesar ke-3 di dunia mengingat jumlah penduduknya yang merupakan terbesar

ketiga di dunia setelah China dan India.

Kehadiran liberalisasi perdagangan barang ASEAN akan menjamin kelancaran

arus barang untuk pasokan bahan baku dan juga bahan jadi di kawasan ASEAN karena

hambatan tarif dan nontarif sudah tidak ada lagi. Kondisi pasar yang sudah bebas dengan

sendirinya akan mendorong produsen dan pelaku usaha lainnya untuk memproduksi dan

mendistribusikan barang yang berkualitas secara efisien dan sangat mungkin

terspesialisasi tergantung dari negara produsen sehingga mampu bersaing dengan

produk- produk dari negara lain. Dari sisi konsumen, akan memiliki alternatif pilihan

yang beragam dan bisa disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan.

3. Peluang dan Tantangan Indonesia dalam menghadapi AEC

Sebagaimana AEC hadir bagaikan dua sisi mata uang, ada peluang dan tantangan

yang akan dihadapi Indonesia dalam mewujudkan AEC pada tahun 2015. Seluruh negara

Page 10: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 10

ASEAN harus melakukan liberalisasi perdagangan barang, jasa, investasi, tenaga kerja

terampil secara bebas dan arus modal yang lebih bebas, sebagaimana yang digariskan

dalam AEC Blueprint. Liberalisasi mengandung konsekuensi bahwa tingkat persaingan

akan semakin ketat dalam memperebutkan peluang pasar AEC. Bila produsen kita tidak

mampu bersaing di tataran ASEAN, maka AEC akan menjadi musibah (loss of

opportunities). Jika tidak mampu bersaing, Indonesia, sebagai negara terbesar di ASEAN

dengan jumlah penduduk ± 250 juta, berpotensi dibanjiri produk – produk negara lain di

ASEAN atau bahkan dari luar ASEAN. Sebaliknya, bila produsen kita mampu bersaing

dalam pasar AEC yang terdiri dari 600 juta lebih penduduk dengan luas wilayah yang

mencapai 4,15 juta kilometer persegi, maka AEC akan membawa berkah dan manfaat

(land of opportunities) yang nyata bagi perekonomian nasional.

Ada perbedaan mendasar jika membandingkan antara ASEAN – China Free Trade

Agreement (ACFTA) dengan ASEAN Economic Community (AEC) yang terkait dengan

populasi. Dalam ACFTA, Indonesia berpotensi untuk dapat memanfaatkan terbukanya

akses pasar ke China yang memiliki 1,4 miliar jumlah penduduk. Sedangkan dalam

AEC, posisi Indonesia adalah sebagai negara dengan jumlah populasi terbesar se-

ASEAN (40% dari total penduduk ASEAN) sehingga Indonesia malah berpotensi

menjadi pasar besar bagi negara ASEAN lainnya. Tingginya tingkat konsumsi

masyarakat Indonesia juga membuat Indonesia menjadi sasaran bagi produsen asing

untuk memasarkan produknya. Hal tersebut menjadi berbahaya karena dikhawatirkan

dapat mematikan industri dalam negeri.

Peluang

Pembentukan AEC akan memberikan peluang bagi negara-negara anggota ASEAN

untuk memperluas cakupan skala ekonomi, mengurangi kemiskinan dan kesenjangan

sosial ekonomi, meningkatkan daya tarik sebagai tujuan bagi investor dan wisatawan,

mengurangi biaya transaksi perdagangan, serta memperbaiki fasilitas perdagangan dan

bisnis. Di samping itu, pembentukan AEC juga akan memberikan kemudahan dan

peningkatan akses pasar intra-ASEAN serta meningkatkan transparansi dan

mempercepat penyesuaian peraturan-peraturan dan standardisasi domestik.

Page 11: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 11

Sebagai salah satu raksasa ASEAN, Indonesia memiliki banyak keunggulan yang

dapat difungsikan sebagai modal berharga dalam menghadapi ASEAN Economic

Community.

No. Negara Populasi (ribuan) Luas Wilayah

(km2) 2010 2015 2020 2025 2030

1 Brunei Darussalam 399 437 470 501 530 5.765

2 Filipina 93.261 101.938 110.402 118.937 127.428 300.000

3 Indonesia 239.871 254.156 265.558 275.575 284.128 1.904.000

4 Kamboja 14.138 15.087 15.978 16.799 17.509 181.035

5 Laos 6.201 6.666 7.088 7.479 7.815 236.800

6 Malaysia 28.401 30.916 33.271 35.549 37.783 329.847

7 Myanmar 47.963 50.305 52.115 53.669 54.934 676.578

8 Singapura 5.086 5.498 5.757 6.008 6.276 697

9 Thailand 69.122 72.306 73.836 74.866 75.724 181.035

10 Vietnam 87.848 93.823 97.904 101.036 103.490 331.210

Total 592.290 631.132 662.379 690.419 715.617 4.146.967

Tabel 1. Perbandingan Populasi, Proyeksi Populasi, dan Luas Wilayah Negara Anggota

ASEAN (sumber: United Nations Population Division)

Pertama, Indonesia merupakan negara yang memiliki luas wilayah terbesar dengan

jumlah penduduk terbanyak di ASEAN. Dari perspektif ekonomi fakta ini tentu

menggambarkan bahwa Indonesia memiliki ketersediaan sumber daya manusia sangat

mencukupi untuk bersaing di kompetisi ekonomi regional. Dengan jumlah penduduk

yang mencapai 40% dari total penduduk ASEAN, Indonesia berpotensi memberikan

pengaruh besar bagi terwujudnya ASEAN Economic Community. Hal ini dapat

menjadikan Indonesia sebagai negara ekonomi yang produktif dan dinamis yang dapat

memimpin pasar ASEAN di masa depan dengan kesempatan penguasaan pasar dan

investasi. Pebisnis Indonesia yang awalnya memiliki pangsa pasar 200 juta jiwa

bertambah tiga kali lipat menjadi 600 juta jiwa.

Kedua, Indonesia merupakan negara tujuan investor ASEAN. Proporsi investasi

negara ASEAN di Indonesia mencapai 43% atau hampir tiga kali lebih tinggi dari rata-

rata proporsi investasi negara-negara ASEAN di ASEAN yang hanya sebesar 15%.

Page 12: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 12

Ketiga, Indonesia berpeluang menjadi negara pengekspor, dimana nilai ekspor

Indonesia ke intra-ASEAN hanya 18-19% sedangkan ke luar ASEAN berkisar 80-82%

dari total ekspornya. Hal ini berarti peluang untuk meningkatkan ekspor ke intra-ASEAN

masih harus ditingkatkan agar laju peningkatan ekspor ke intra-ASEAN berimbang

dengan laju peningkatan impor dari intra-ASEAN. Peluang tersebut diperkuat dengan

fakta bahwa Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang cenderung lengkap

ketimbang negara-negara ASEAN lain. Sejumlah komoditas utama di sektor pertanian

dan pertambangan yang dikonsumsi negara-negara ASEAN berasal dari Indonesia.

Tabel 2. Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi Negara Anggota ASEAN Tahun 2010 –

2013 (sumber: World Bank)

Keempat, pertumbuhan ekonomi Indonesia positif dalam beberapa tahun terakhir

sebagai buah keberhasilan mengelola ekonomi makro. Pertumbuhan ekonomi Indonesia

dari tahun ke tahun menunjukkan trend positif selalu berada di atas enam persen

meskipun pada tahun 2013 menurun menjadi 5,8 persen. Pada tahun 2012, pertumbuhan

ekonomi Indonesia sebesar 6,3 persen. Tingkat konsumsi, investasi, dan ekspor akan

mendorong pertumbuhan ekonomi secara serentak.

Kelima, keanggotaan Indonesia di berbagai forum kerjasama ekonomi global,

terutama G20. G20 adalah forum resmi kerja sama ekonomi global pengganti Kelompok

8 (G8). Forum ini dibentuk untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dunia dengan

memperkokoh fondasi keuangan internasional. G20 merupakan reperesentasi produk

No. Negara Pertumbuhan Ekonomi

2010 2011 2012 2013

1 Brunei Darussalam 2,6% 3,4% 0,9% -1,8%

2 Filipina 7,6% 3,6% 6,8% 7,2%

3 Indonesia 6,2% 6,5% 6,3% 5,8%

4 Kamboja 6,0% 7,1% 7,3% 7,5%

5 Laos 8,5% 8,0% 8,2% 8,1%

6 Malaysia 7,4% 5,1% 5,6% 4,7%

7 Singapura 15,2% 6,1% 2,5% 3,9%

8 Thailand 7,8% 0,1% 7,7% 1,8%

9 Vietnam 6,4% 6,2% 5,2% 5,4%

Page 13: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 13

domestik bruto dua per tiga penduduk dunia. Indonesia merupakan satu-satunya negara

ASEAN yang tergabung di dalam G20.

Keenam, liberalisasi perdagangan barang ASEAN akan menjamin kelancaran arus

barang untuk pasokan bahan baku maupun bahan jadi di kawasan ASEAN karena

hambatan tarif dan non-tarif sudah tidak ada lagi. Kondisi pasar yang sudah bebas di

kawasan dengan sendirinya akan mendorong pihak produsen dan pelaku usaha lainnya

untuk memproduksi dan mendistribusikan barang yang berkualitas secara efisien

sehingga mampu bersaing dengan produk-produk dari negara lain. Di sisi lain, para

konsumen juga mempunyai alternatif pilihan yang beragam yang dapat dipilih sesuai

dengan kebutuhan dan kemampuan, dari yang paling murah sampai yang paling mahal.

Indonesia sebagai salah satu negara besar yang juga memiliki tingkat integrasi tinggi di

sektor elektronik dan keunggulan komparatif pada sektor berbasis sumber daya alam,

berpeluang besar untuk mengembangkan industri di sektor-sektor tersebut di dalam

negeri.

Tantangan

Untuk dapat menangkap keuntungan dari AEC 2015 tantangan yang dihadapi

Indonesia adalah meningkatkan daya saing. Faktor-faktor untuk meningkatkan daya

saing, yang masih menjadi tantangan bagi Indonesia, yakni:

a. Sumber Daya Manusia

Bonus demografi yang dimiliki Indonesia, tidak akan memberikan

keuntungan apa pun tanpa adanya perbaikan kualitas SDM. Data dari Asian

Productivity Organization (APO) tahun 2013 menunjukkan dari 1000 tenaga kerja

Indonesia hanya ada sekitar 4,3% yang terampil, sedangkan Filipina 8,3%,

Malaysia 32,6%, dan Singapura 34,7%.

Berdasarkan struktur pasar, tenaga kerja didominasi oleh pekerja lulusan SD

(80%) sementara lulusan Perguruan Tinggi hanya 7%, dimana saat ini sebagian

dunia kerja mensyaratkan lulusan Perguruan Tinggi. Hal ini sangat berbanding

terbalik dengan Malaysia yang sebagian besar penduduknya lulusan S1.

Page 14: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 14

Kesempatan memperoleh pendidikan secara merata di seluruh Indonesia sulit

dilakukan sehingga kesadaran untuk menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih

tinggi sangat rendah. Kondisi ini mengakibatkan tenaga kerja Indonesia hanya

dilirik sebagai buruh atau tenaga kerja kasar di pasar tenaga kerja internasional.

b. Infrastruktur

Berdasarkan The Global Competitiveness Report 2013/2014 yang dibuat oleh

World Economic Forum (WEF), daya saing Indonesia berada pada peringkat ke-

38. Sementara itu kualitas infrastruktur Indonesia menempati peringkat ke-82 dari

148 negara atau berada pada peringkat ke-5 diantara negara-negara inti ASEAN.

Hal ini menunjukkan bahwa infrastruktur Indonesia masih jauh tertinggal.

Country/Economy

GCI 2014-2015 GCI 2013-2014

Rank (out of 144) Score

Rank (out of 148)

Singapura 2 5,65 2

Malaysia 20 5,16 24

Thailand 31 4,66 37

Indonesia 34 4,57 38

Filipina 52 4,40 59

Vietnam 68 4,23 70

Laos 93 3,91 81

Kamboja 95 3,89 88

Myanmar 134 3,24 139

Tabel 3. Global Competitiveness Index Negara ASEAN (sumber: World Economic

Forum, 2014)

Pembangunan infrastruktur yang rendah di Indonesia, dipengaruhi oleh

beberapa faktor penghambat, yakni:

1) Anggaran infrastruktur yang rendah, hanya 2,5% dari PDB, dimana jumlah

ini tidak dapat mengakomodir biaya pembebasan lahan dan biaya feasibility

study serta AMDAL yang kerap muncul dalam pembangunan infrastruktur.

2) Konflik kepentingan, seperti politik, bisnis, atau pesanan pihak-pihak tertentu

dalam pembangunan infrastruktur.

Page 15: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 15

3) Koordinasi yang sulit, jika merujuk area pembangunan infrastruktur terkait

dengan hutan lindung atau pertanian dimana koordinasi antara lintas

kementerian dan lintas otoritas sulit dilakukan.

c. Biaya Logistik

Dampak dari rendahnya infrastruktur berpengaruh pada semakin mahalnya

biaya logistik di Indonesia. Perdagangan menjadi kurang efisien mengingat biaya

logistik yang mahal dibandingkan negara anggota ASEAN lainnya, yang

dibebankan sebesar 14,08%, jika dibandingkan dengan biaya logistik yang wajar

sebesar 7%.

Grafik 1. Logistics Performance index (sumber: World Bank)

Berdasarkan Logistic Performance Index (LPI, 2012), Indonesia menempati

peringkat ke-59 dari 155 negara, di bawah peringkat Thailand, Filipina, dan

Vietnam. Dengan pengurangan biaya logistik, maka permasalahan dalam bidang

perdagangan diharapkan dapat teratasi sehingga menaikkan daya saing Indonesia.

Peningkatan daya saing dapat membuat Indonesia menjadi pemain utama dalam

AEC. Ada banyak problema klasik yang harus dibenahi pemerintah seperti infrastruktur,

birokrasi, standar kompetensi, dan daya saing di bidang perbankan. Industri nasional

seperti perikanan juga dapat menjadi senjata andalan Indonesia sebagai negara dengan

wilayah perairan terbesar se-ASEAN. Karena itu, berbagai prioritas pembangunan

industri perkapalan dan perbaikan fasilitas pelabuhan menjadi penting bagi setiap negara

anggota ASEAN, terutama negara dengan luas laut sangat besar seperti Indonesia. Jika

Page 16: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 16

industri dalam negeri kalah bersaing, maka efeknya juga akan berdampak pada semakin

defisitnya neraca perdagangan.

Intinya, AEC dibentuk untuk membuat kawasan ASEAN semakin diperhitungkan

di mata dunia. Indonesia sebagai bagian dari ASEAN juga harus sudah bisa

mengantisipasi berbagai peluang dan ancaman dari hadirnya MEA pada tahun 2015 ini.

Tanpa persiapan dan antisipasi yang baik, sudah pasti Indonesia hanya akan menjadi

negara ―jajahan‖ dari produk-produk negara tetangga.

4. Strategic Trade Policy dalam Mengarungi AEC

Sebagaimana AEC hadir dengan liberalisasi perdagangan, hendaknya pemerintah

memberlakukan suatu konsep ekonomi internasional yaitu strategic trade policy dimana

pemerintah berusaha untuk menguatkan industri dengan menciptakan comparative

advantage dan competitive advantage dalam perdagangan. Dalam buku ―Strategic Trade

Policy and New International Economic‖, Paul Krugman menyatakan bahwa pengertian

strategic trade policy adalah negara dapat menentukan kebijakan yang memberikan

keuntungan berskala atau sejenisnya dan manfaatnya untuk kepentingan pelaku industri

dalam negeri. Negara memiliki kekuatan insentif untuk melakukan campur tangan dalam

persaingan internasional. Negara seharusnya melindungi dan mendukung berbagai sektor

industri yang dianggap memiliki nilai strategis dalam kompetisi internasional.

Suatu negara dikatakan memiliki comparative advantage bilamana mampu

berproduksi lebih efisien dan lebih baik dari negara – negara lainnya. Suatu negara

dikatakan memiliki competitive advantage bilamana negara tersebut mampu

memformulasikan strategi yang membuat negara tersebut untung berdasarkan kondisi

faktor produksi, kondisi permintaan, industri terkait dan industri pendukung, serta

strategi.

Contoh dari comparative advantage dan competitive advantage dapat dilihat di

berbagai sektor industri di Indonesia. Indonesia memiliki comparative advantage di

sektor perikanan berupa luas wilayah laut yang jauh lebih besar dibandingkan wilayah

laut negara – negara anggota ASEAN lainnya. Indonesia juga memiliki comparative

advantage di sektor perbankan berupa jumlah penduduk yang juga jauh lebih banyak

Page 17: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 17

dibandingkan penduduk negara – negara anggota ASEAN lainnya sehingga sewajarnya

bank – bank di Indonesia memiliki jumlah nasabah yang lebih banyak dibandingkan

bank – bank luar.

Namun tugas terbesarnya adalah bagaimana Indonesia menciptakan competitive

advantage dari sektor – sektor tersebut sehingga mampu meningkatkan daya saingnya di

perekonomian internasional. Itu artinya pemerintah harus mampu mengkondisikan

industri agar mampu memiliki competitive advantage di AEC. Ada empat atribut

sebagaimana yang telah disebutkan diatas yang harus dikondisikan sebaik mungkin

yaitu:

a. Kondisi faktor produksi, seperti infrastruktur, tenaga kerja terampil, dan atau

teknologi yang dibutuhkan untuk bersaing di tingkat internasional.

b. Kondisi permintaan, yaitu bagaimana sifat permintaan domestik akan barang atau

jasa yang diproduksi suatu industri.

c. Industri terkait dan industri pendukung, yaitu ada atau tidaknya industri yang

mampu men-support (seperti industri pemasok) yang kompetitif di kancah

internasional di negara tersebut.

d. Strategi, adalah segala hal terkait manajerial dan persaingan domestik.

AEC ini bukanlah layaknya ―monster‖ yang perlu ditakuti atau dijauhi. Namun

bukan pula seperti ―ibu peri‖ yang menjanjikan kesejahteraan ekonomi yang dapat diraih

dengan mudah dan instan. AEC ibarat pisau bermata dua. Dapat menjadi ―senjata‖ yang

membantu kita mempertahankan posisi kita namun dapat juga berbalik menyerang kita.

Dengan jumlah penduduk menempati urutan ke-4 terbanyak di dunia pada 2012 (versi

Bank Dunia), Indonesia dapat menjadi satu kekuatan ekonomi baru di Asia Tenggara

atau dapat menjadi pasar ―empuk‖ bagi produk-produk impor. Maka dari itu diperlukan

suatu langkah strategis yang seharusnya dilakukan pemerintah untuk memperkuat

industri dalam negeri untuk kemudian mampu berperan lebih di AEC. Strategic trade

policy adalah salah satu instrumen yang dapat dipakai pemerintah dengan memfokuskan

diri pada pemanfaatan comparative advantage ditambah peningkatan competitive

advantage industri dalam negeri.

Page 18: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 18

B. IMPLEMENTASI STP TERKAIT AEC DI INDUSTRI DIRGANTARA DAN

INDUSTRI PERIKANAN

Pembangunan kelautan dan kedirgantaraan yang merupakan perwujudan amanat

Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yaitu upaya memanfaatkan kekayaan

sumber daya alam secara lestari dan berkelanjutan, sumber daya manusia (SDM), modal,

serta ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), yang ditujukan bagi sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat. Kelautan dan kedirgantaraan merupakan sektor-sektor

pembangunan yang bersifat lintas sektoral.

Sektor kelautan dan perikanan memiliki peran yang strategis dalam pembangunan

perekonomian nasional, terutama dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB),

penyediaan bahan pangan dan bahan baku bagi industri, sumber penerimaan devisa,

pengentasan kemiskinan, penyediaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan

masyarakat, serta penyediaan bahan pangan dan bahan baku bagi industri. Pada tahun

2013, sampai dengan data triwulan III (BPS, 2013) pertumbuhan PDB Perikanan

mencapai 6,45%. Apabila dibandingkan dengan tahun 2012 sampai triwulan III (year-on-

year), nilai PDB Perikanan naik sebesar 6.42%, yakni dari Rp42,8 triliun pada tahun

2012 menjadi Rp45,4 triliun pada tahun 2013.

Sementara itu, di tahun 2015 kesuksean tersebut akan menghadapi tantangan

persaingan yang semakin ketat dalam memenuhi tuntutan pasar global khususnya

Masyarakat Ekonomi ASEAN. Dalam menghadapi hal tersebut Industri Perikanan harus

kreatif dalam menghadapi persaingan antar negara ASEAN. Peningkatan daya saing

produk perikanan antara lain melalui mutu, efisiensi dan penerapan standar menjadi

kunci dalam memenangkan persaingan tersebut. Daya saing tersebut dapat ditingkatkan

dengan sistem distribusi yang baik, salah satunya melalui kedirgantaraan.

Pembangunan kedirgantaraan pada hakikatnya adalah segala sesuatu yang

berkaitan dengan ruang udara sebagai wilayah kedaulatan dan ruang antariksa sebagai

wilayah kepentingan untuk didayagunakan bagi kesejahteraan masyarakat dan

pertahanan keamanan. Pemanfaatan fungsi kawasan dirgantara sebagai wahana trans-

portasi adalah dengan meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi guna

mengembangkan industri pesawat terbang dalam rangka membangun kemandirian,

Page 19: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 19

menjamin kelancaran aktivitas ekonomi, dan memperluas hubungan antarwilayah

termasuk dari/ke daerah yang terpencil, antara lain melalui penerbangan perintis.

Pemanfaatan ini juga dapat dilakukan untuk industri perikanan, dimana distribusi ikan

dapat dilakukan melalui akses dirgantara.

1. Industri Dirgantara

Pesawat merupakan sarana transportasi yang memiliki arti penting bagi

pembangunan ekonomi, mengingat bahwa Indonesia adalah sebuah Negara kepulauan

dengan kondisi geografis yang sulit untuk diakses tanpa sarana transportasi yang

memadai. Dari kondisi tersebut muncul pemikiran bahwa sebagai sebuah negara

kepulauan Indonesia berada dalam posisi untuk memiliki industri maritim dan

penerbangan. Hal ini yang mendorong lahirnya industri pesawat terbang di Indonesia.

Setelah Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tahun 1945, kesempatan

bagi Indonesia untuk mewujudkan impian memproduksi pesawat buatan sendiri menjadi

terbuka luas. Sejak saat itu orang Indonesia mulai sangat menyadari bahwa sebagai

sebuah negara kepulauan Indonesia, selalu akan membutuhkan sarana transportasi udara

untuk kelancaran roda pembangunan, pemerintahan, ekonomi dan pertahanan nasional.

Pada tanggal 26 April 1976, Indonesia secara resmi memiliki industri pesawat

terbang yang berada dibawah naungan Negara dengan didirikannya PT. Industri Pesawat

Terbang Nurtanio, dimana BJ. Habibie sebagai Direktur Utama. Ketika sarana fisik

industri ini selesai, pada Agustus 1976 Presiden Soeharto meresmikan industri pesawat

terbang ini. Pada tahun 1985, PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio berganti nama

menjadi PT. Industri Pesawat Terbang Nusantara atau IPTN.

BJ. Habibie, sebagai penggerak IPTN, memiliki pandangan bahwa transfer

teknologi harus dilaksanakan secara terpadu dan lengkap dan mencakup perangkat keras,

perangkat lunak serta perangkat otak dimana manusia adalah inti. Pandangan ini juga

memudahkan beradaptasi dengan setiap perkembangan dan kemajuan yang dicapai oleh

negara-negara lain. Hal ini menekankan bahwa di dalam bangunan pesawat tidak selalu

dimulai dari komponen, tetapi langsung mempelajari akhir suatu proses (pesawat yang

Page 20: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 20

sudah dibangun), kemudian kebalikannya melalui tahapan manufaktur komponen.

Tahapan alih teknologi dibagi menjadi:

1) Tahap pemanfaatan teknologi yang ada / Lisensi Program

2) Tahap Integrasi Teknologi

3) Tahap Pengembangan Teknologi

4) Tahap Penelitian Dasar

Sasaran dari fase pertama adalah penguasaan kemampuan manufaktur, dan pada

saat yang sama menentukan jenis pesawat yang memenuhi kebutuhan dalam negeri, hasil

penjualan digunakan untuk mendukung kemampuan bisnis perusahaan. Ini dikenal

sebagai metode produksi yang progresif. Tahap kedua bertujuan untuk menguasai desain

serta kemampuan manufaktur. Tahap ketiga adalah bertujuan untuk meningkatkan

kemampuan desain. Dan fase keempat adalah bertujuan untuk menguasai ilmu-ilmu

dasar dalam rangka mendukung pengembangan produk baru yang lebih baik.

Selama orde baru, IPTN telah menunjukan kesuksesannya dalam desain,

pengembangan, dan manufaktur pesawat kecil untuk komuter regional menengah. Pada

1979, bersama-sama CASA Spanyol, perusahaan ini merancang pesawat baru CN235

yang kini dioperasikan banyak negara di dunia, IPTN secara mandiri telah berhasil

membuat rancang bangun pesawat terbang N-250, yang merupakan pesawat penumpang

sipil (airliner) regional komuter.

Namun, saat krisis ekonomi menimpa Indonesia yang dilanjutkan dengan Letter of

Intent (LoI) pemerintah Indonesia dan IMF pada 1998, membuat Indonesia salah satunya

tidak boleh lagi berdagang pesawat sehingga pemerintah tidak boleh lagi mengucurkan

dana kepada IPTN. Padahal saat itu PTDI telah menerima banyaknya order untuk

produksi pesawat N250. PTDI juga telah merekrut karyawan begitu banyak sehingga

total karyawan menjadi 17.000 karyawan. Total karyawan tersebut memang pantas bagi

sebuah perusahaan dirgantara yang memang padat SDM. Seiring dengan perkembangan

berikutnya, nama IPTN telah diubah menjadi PT. Dirgantara Indonesia yang diresmikan

pada tanggal 24 Agustus 2000 di Bandung oleh Alm. KH. Abdurrahman Wahid yang

pada waktu itu menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia.

Page 21: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 21

Saat ini, PT. Dirgantara Indonesia memfokuskan kegiatannya pada 4 hal, yaitu

manufaktur pesawat terbang dan helikopter, jasa engineering/rancang bangun, jasa

perawatan pesawat dan mesin pesawat, dan jasa manufaktur (pesawat, pertahanan dan

industrial). Dalam menunjang kegiatan industri lainnya, PT. Dirgantara Indonesia

memiliki beberapa produk unggulan yang merupakan pewasat perintis, yaitu:

1) NC212

Pesawat multiguna ini mampu membawa 20 penumpang atau muatan 2.000 kg.

NC212 seri 200 dan 400 dapat digunakan sebagai pembuat hujan, patroli maritim

dan penjaga pantai. Kementerian Pertanian Thailand menggunakan NC212 sebagai

pembuat hujan. Sementara TNI AL Republik Indonesia menggunakan seri 200

sebagai patroli maritim selain CN235.

2) CN235

CN235 menjadi salah satu produk unggulan PT DI. CN235 mulai dirancang

bangun sejak 1979 bersama CASA. Pesawat ini dirancang untuk multiguna,

mampu melakukan short take off and landing, dan dioperasikan di landasan perintis

yang pendek (800 meter). esawat ini telah diproduksi dengan berbagai varian,

dengan varian pertama seri 10 dan 100. Sementara itu, varian terakhir

menggunakan 2 mesin buatan GE tipe CT7-9C yang masing-masing berdaya 1750

SHP.

3) CN295

CN295 merupakan pesawat hasil pengembangan CN235 oleh Airbus Military (atau

CASA). Badan pesawat lebih panjang 3 meter dibanding CN235, sehingga dapat

membawa 40 sampai 50 penumpang. CN295 digerakkan oleh 2 mesin turboprop

Pratt & Whitney. Hingga 2012 PT DI telah mendeliver 2 dari 9 unit kontrak

CN295 untuk TNI AU.

4) N-219

N-219 adalah pesawat multi fungsi bermesin dua yang dirancang oleh PT.

Dirgantara Indonesia dengan tujuan untuk dioperasikan di daerah-daerah terpencil.

Pesawat yang dibuat dengan memenuhi persyaratan FAR 23 ini dirancang

memiliki volume kabin terbesar di kelasnya dan juga pintu fleksibel. Selain itu,

Page 22: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 22

pesawat ini terbuat dari logam dan dirancang untuk mengangkut penumpang

maupun kargo.

Angkutan Udara Perintis

Penyelenggaraan angkutan udara perintis bertujuan untuk menyediakan

aksesibilitas bagi daerah terpencil, pedalaman, serta daerah yang sukar terhubung oleh

moda transportasi lain dalam rangka mendorong pertumbuhan dan pengembangan

wilayah dan/atau mewujudkan stabilitas pertahanan dan keamanan negara, meskipun

secara komersial belum menguntungkan.

Selain itu, peran penerbangan perintis juga sangat diperlukan untuk membuka

daerah-daerah terisolasi, mengembangkan dan membangun daerah-daerah tersebut.

Fungsi utama lainnya adalah membuka akses distribusi barang dari daerah-daerah yang

sulit dijangkau oleh kapal atau pesawat yang berskala besar, sehingga mampu

mendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan sosial budaya di daerah serta mampu

memberikan kontribusi nyata pada pembangunan nasional.

Namun, kondisi penyelenggaraan angkutan udara perintis masih menemui kendala,

yaitu terdapatnya rute penerbangan perintis yang tidak/kurang efektif, operator

penerbangan perintis belum mampu menyediakan pesawat cadangan untuk

mengantisipasi kerusakan pesawat, pelaksanaan kontrak operasi tahun tunggal sering

mengalami masalah, serta belum optimalnya peran pemda setempat dalam mendukung

penyelenggaraan angkutan udara perintis.

Rute penerbangan perintis berfungsi untuk meningkatkan aksesibilitas dan

mendorong pertumbuhan serta pengembangan wilayah, agar hasil-hasil pembangunan

dapat terdistribusi merata dan untuk mewujudkan stabilitas pertahanan dan keamanan

negara. Rute penerbangan perintis mempunyai demand rendah dan bersifat merangsang

perkembangan ekonomi daerah yang bersangkutan (trade follows the ship). Tujuan

diselenggarakannya angkutan udara perintis adalah guna membuka isolasi dan

mengembangkan semua daerah penyelenggaraanya dilakukan oleh pemerintah dengan

mengikutsertakan perusahaan angkutan udara nasional yang dapat diberi kemudahan

tertentu.

Page 23: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 23

Angkutan Udara Perintis adalah merupakan pemberian jasa layanan transportasi

dimana terjadi campur tangan pemerintah yang berbentuk pemberian subsidi karena

terjadi ketidakseimbangan antara permintaan dengan penawaran. Angkutan udara

perintis ini terjadi di daerah-daerah terpencil dimana daya beli (effective purchasing

power) masyarakat berada di bawah tarif jasa transportasi yang berlaku. Saat ini

kebijakan pemberian subsidi pada angkutan udara perintis didasarkan hanya pada satu

kriteria saja yaitu kriteria operasional (pendapatan operasional lebih kecil dari biaya

operasional).

Seperti disebutkan di atas bahwa operasional penerbangan perintis mendapat

campur tangan pemerintah dalam bentuk subsidi. Penetapan subsidi ini didasarkan atas

beberapa pertimbangan sebagai berikut:

a. Memenuhi kriteria penyelenggaraan angkutan udara perintis

b. Bandara mampu melayani penerbangan angkutan udara perintis

c. Perusahaan penerbangan siap operasi

d. Tersedianya dana dari Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah

Sedangkan beberapa kriteria subsidi yang menentukan angkutan udara perintis

dapat dilihat pada Tabel 4.

No. Kriteria Sub Kriteria

1. Menghubungkan daerah

terpencil, tertinggal, dan secara

komersial belum

menguntungkan

-Daerah jauh dari ibukota propinsi/tidak tersedia

moda transportasi lain selain moda transportasi

udara.

-Pelayanan dan ketersediaan moda transportasi

selain angkutan udara tidak teratur,kapasitas relatif

kecil.

-Aktivitas kegiatan ekonomi dan pemerintahan antar

daerah relatif kecil serta rendahnya hubungan

social dan budaya antar daerah.

2. Mendorong pertumbuhan dan

pengembangan wilayah

-Daerah tersebut berpotensi untuk dikembangkan

dan adanya hubungan saling ketergantungan antar

Page 24: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 24

daerah dari aspek ekonomi, budaya dan

pemerintahan.

-Program pengembangan dan pembangunan antar

daerah atau wilayah terpadu.

-Memberi nilai tambah daerah dari aspek sosial,

ekonomi dan budaya

3. Mewujudkan stabilitas

pertahanan dan keamanan

negara

-Daerah tersebut berdekatan dengan perbatasan

Negara lain

-Mengurangi kesenjangan sosial dibandingkan

dengan daerah lain.

Tabel 4. Kriteria Subsidi Angkutan Udara Perintis

Berdasarkan hasil analisis terhadap tipe – tipe pesawat tersebut diatas, jumlah

pesawat yang dibutuhkan untuk melayani 70 rute di 6 propinsi adalah sebanyak 24

Pesawat. Adapun rekapitulasi jumlah pesawat per propinsi di tabelkan dalam tabel 5

berikut ini:

No. Wilayah Jenis

Pesawat

Hub

Total Waktu

Penerbangan

(Jam/Minggu)

Utilisasi

A/C

(Jam/Hari)

Kebutuhan

Pesawat

(Unit)

1. Aceh C-212 Banda Aceh 90.49 4.00 3.23 → 4

2. Kalimantan

Timur

CESSN

A 208 Samarinda 25.83 4.00 0.92 → 1

3. Maluku C-212 Ambon 55.11 4.00 1.97 → 2

4. Maluku Utara C-212 Ternate 30.98 4.00 1.11 → 2

5. Papua DHC-6

Jayapura 30.78 4.00 1.10 → 2

Wamena 57.48 4.00 2.05 → 3

Merauke 29.73 4.00 1.06 → 2

Nabire 38.97 4.00 1.39 → 2

Timika 70.41 4.00 2.51 → 3

Page 25: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 25

6. Irian Jaya

Barat DHC-6 Manokwari 56.59 4.00 2.02 → 3

Total Kebutuhan Pesawat 24

Tabel 5. Tabel Rekapitulasi Jumlah Pesawat Per Propinsi

2. Potensi Perikanan Indonesia

Kementerian Kelautan dan Perikanan saat ini sedang fokus pada pengembangan

industrialisasi perikanan. Industrialisasi perikanan merupakan kebijakan strategis yang

diharapkan mampu menggerakkan dan mendorong jalannya perekonomian nasional

melalui sektor perikanan yang tetap mengedepankan Pro-poor, Pro-Job, Pro-Growth

dan Pro Environment

.

Pro Poor

Pendekatan Pro-poor dilakukan melalui pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat

pelaku usaha kelautan den perikanan.

Pro Job

Pendekatan Pro-job dilakukan melalui optimalisasi pemanfaatan potensi perikanan

budidaya yang belum tergarap dan penumbuhan wirausaha baru untuk menurunkan

tingkat pengangguran nasional. Usaha membuka lapangan kerja diiiringi dengan

dukungan pengembangan akses terhadap modal dan kepastian usaha.

Pro Growth

Pendekatan pro-growth dilakukan untuk mewujudkan pertumbuhan sektor kelautan

dan perikanan sebagai pilar ketahanan ekonomi nasional melalui transformasi pelaku

usaha ekonomi kelautan dan perikanan, dari pelaku ekonomi subsisten menjadi pelaku

usaha modern, melalui berbagai dukungan pengemangan infrastruktur, industrialisasi

dan modernisasi.

Pro Environment

Pendekatan Pro-environment dilakukan melalui upaya pemulihan dan pelestarian

lingkungan perairan, pesisir, dan pulau – pulau kecil, serta mitigasi dan adaptasi

terhadap perubahan iklim.

Page 26: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 26

Kebijakan strategis melalui industrialisasi perikanan budidaya merupakan salah

satu langkah positif dalam upaya mengembalikan kemandirian dan daya saing produk

perikanan Indonesia di kancah Internasional.

Menurut Daryanto (2007), sumber daya pada sektor perikanan merupakan salah

satu sumber daya penting bagi hajat hidup masyarakat dan memiliki potensi dijadikan

penggerak utama (prime mover) ekonomi nasional. Hal ini didasari pada kenyataan

bahwa:

a. Indonesia memiliki sumber daya perikanan yang besar baik ditinjau dari kuantitas

maupun diversitas.

b. Industri di sektor perikanan memiliki keterkaitan dengan sektor – sektor lainnya.

c. Industry perikanan berbasis sumber daya nasional atau dikenal dengan istilah

national resources based industries.

d. Indonesia memiliki keunggulan (comparative advantage) yang tinggi di sektor

perikanan.

Di Indonesia, pelaku usaha sektor perikanan dilakukan dengan 2 cara yaitu:

a. Perikanan Tangkap, yaitu kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau

pengumpulan hewan atau tanaman air yang hidup di laut atau perairan umum

secara bebas.

b. Perikanan Budidaya, kegiatan ekonomi dalam bidang pemeliharaan hewan atau

tanaman air yang dikelola kelompok atau perseorangan baik di perairan tawar

maupun laut.

Konsumsi Ikan di Indonesia

Ikan merupakan komoditi penting bagi masyarakat Indonesia dan Dunia. Berbagai

alasan telah mendorong oran – orang untuk tetap mengonsumsi ikan. Sehingga,

lingkupan strategis ikan saat ini terus meningkat dikarenakan:

1) Ikan sebagai sumber asupan protein dan gizi masyarakat.

Hal ini dijelaskan dengan beberapa argumen berikut:

Perikanan berkontribusi dalam mendukung pemenuhan kebutuhan protein hewani

yang lebih sehat dan mudah diperoleh. Mudah diperoleh dalam artian ikan

merupakan salah satu komoditi yang harganya terjangkau.

Page 27: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 27

Perikanan juga dapat meningkatkan kebutuhan gizi masyarakat. Protein yang

tinggi pada perikanan telah mendorong pemenuhan terhdadap kebutuhan gizi

masyarakat.

Ikan berkontribusi lebih dari 50% dari keseluruhan intake protein hewani.

2) Tren konsumsi ikan dunia semakin meningkat.

Hal ini dijelaskan denagan beberapa argumen berikut:

Semakin meningkatnya kesadaran global terhadap konsumsi jenis makanan yang

lebih sehat.

Semakin bertambahnya kelas menengah yang memiliki lifestyle menyukai

makanan yang berasal dari seafood.

Grafik 2. Perbandingan Konsumsi Protein Gr/Kap/Hari (sumber: Susenas, 2009)

Data di atas menunjukkan bahwa di Indonesia kecenderungan masyarakat memilih

ikan sebagai konsumsi ideal dengan protein tinggi dibandingkan dengan komiditi lain

seperti telur, susu, ikan, daging, dan kedelai. Dari tahun 2005 hingga 2009, data Susenas

menunjukkan tren bahwa konsumsi ikan sebagai sumber protein menujukkan angka

tertinggi dibandingkan komoditi lainnya.

Page 28: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 28

Dari data di atas juga menunjukkan bahwa permintaan terhadap komoditi ikan ini

selalu menjadi kebutuhan utama bagi masyarakat Indonesia. Artinya, pemerintah

Indonesia selain menguatkan ekspor di sektor perikanan tetapi juga tetap harus

mengutamakan kebutuhan permintaan domestik.

Tabel 6. Rata – rata Konsumsi Ikan Tahun 2010 – 2011 (Sumber: Kementerian Kelautan

dan Perikanan, 2011)

Kemudian di tahun 2010 ke tahun 2011, rata – rata konsumsi ikan nasional per

kapita mengalami peningkatan. Di tahun 2010, rata – rata konsumsi ikan mencapai 30,48

kg per kapita dan di tahun 2011 rata – rata konsumsi ikan mencapai 31,64 kg.

peningkatan rata – rata konsumsi ikan dari tahun 2010 ke 2011 mencapai 4,81%

dibanding tahun sebelumnya.

Produksi Ikan di Indonesia

Tabel 7. Volume Produksi Perikanan Tahun 2010 – 2011 (Sumber: Kementerian

Kelautan dan Perikanan, 2011)

Page 29: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 29

Perkembangan produksi perikanan di tahun 2010 ke 2011 juga mengalami

peningkatan. Di tahun 2010, jumlah produksi perikanan Indonesia mencapai 11.662.342

ton, produksi ini meliputi dari perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Di tahun

2011, jumlah produksi perikanan Indonesia mencapai 13.310.626 ton. Jumlah ini naik

sekitar 6,20 % dibandingkan tahun 2010.

Tabel 8. Volume Produksi Perikanan Budidaya Tahun 2010 – 2011 (Sumber:

Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011)

Untuk perikanan budidaya, produksi Indonesia di tahun 2010 mencapai 6.277.923

ton. Di tahun 2011, volume produksi ini mengalami kenaikan mencapai 7.901.526 ton.

Perkembangan kenaikan volumesi produksi perikanan budidaya mencapai 25,86%.

Jumlah peningkatan ini salah satu nya dipicu oleh sektor budidaya rumput laut yang

mengalami peningkatan tajam, serta ikan lele dan patin yang juga mengalami

Page 30: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 30

peningkatan dalam persentase cukup besar.

Tabel 9. Produksi Perikanan Budidaya Tanpa Rumput Laut (sumber: FAO, 2012)

Menurut data FAO pada tahun 2012 diatas, produksi perikanan budidaya tanpa

rumput laut berada pada tingkat 4 dunia. Untuk ASEAN sendiri, Indonesia kalah

bersaing dengan Vietnam. Namun, Indonesia mampu meningkatkan produksi pada tahun

2011, sehingga jumlah produksi Indonesia hampir mendekati jumlah produksi Vietnam.

Tabel 10. Volume Produksi Perikanan Tangkap Tahun 2010 – 2011 (Sumber:

Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011)

Volume produksi perikanan tangkap Indonesia di tahun 2010 mencapai 5.384.418

ton dan di tahun 2011 mengalami peningkatan mencapai 5.409.100 ton. Artinya, terjadi

peningkatan sebesar 0,46% dibandingkan tahun sebelumnya.

Tabel 11. Produksi Perikanan Tangkap Tahun 2010 – 2011 (sumber: FAO, 2012)

Page 31: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 31

Menurut data FAO pada hun 2012 diatas, produksi perikanan tangkap Indonesia

menduduki peringkat 3 dunia. Untuk Negara – Negara di ASEAN, Indonesia diikuti oleh

Myanmar dan Vietnam yang berada di peringkat 8 dan 10. Untuk Negara dengan

produksi perikanan budidaya dan produksi perikanan tangkap terbesar tetap dipegang

oleh Negara China.

Neraca Perdagangan sektor Perikanan

Tabel 12. Volume, Nilai Ekspor – Impor dan Neraca Perdagangan Tahun 2010 – 2011

(sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011)

Neraca perdagangan perikanan Indonesia selalu mengalami surplus dari tahun ke

tahun. Volume ekspor Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan dengan volume impor

perikanan. Di tahun 2010, ekspor Indonesia dalam perikanan mencapai 1.103.575 ton

dan volume impor sebesar 369.282 ton. Dan di tahun 2011, volume ekspor perikanan

Indonesia mencapai 1.159.349 ton dan volume impor sebesar 431.871.

Page 32: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 32

Grafik 3. Volume Ekspor – Impor Perikanan Indonesia Tahun 2003 – 3011

(sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011)

Perkembangan ekspor dan import perikanan Indonesia mengalami fluktuatif.

Namun, setiap tahunnya jumlah ekspor selalu lebih tinggi dibandingkan jumlah import

perikanan.

Di tahun 2010 dan 2011, Indonesia mengalami surplus neraca perdagangan di

sektor perikanan. Dan terjadi peningkatan surplus dalam jumlah cukup besar yang

mencapai 22,68% dibandingkan tahun sebelumnya.

Apa yang dilakukan China?

Perikanan tangkap dan perikanan budidaya di Negara China telah mencapai

produksi yang sangat besar. China menduduki peringkat 1 dunia dalam hal produksi

ikan. Ada beberapa hal yang membuat China akhirnya mampu untuk meningkatkan

produksi mereka dalam jumlah sangat besar tersebut, diantaranya adalah:

1) Penyempurnaan teknik budidaya perikanan sehingga berhasil menaikkan produksi

perikanan budidaya sebesar 40 kali lipat pada tahun 2004 dibandingkan tahun

1978.

2) Pertumbuhan pertumbuhan budidaya perikanan 42% disumbang oleh kemajuan

ilmu pengetahuan perikanan seperti aquafeeds, breeding, pengendalian penyakit.

3) China juga melakukan diversifikasi budidaya perikanan Polikultur, Pertanian

terpadu dan Budidaya sistem intensif.

Keberhasilan terbesar China adalah terletak pada produksi sektor perikanan

budidaya yang sangat besar. Artinya, peran pemerintah China dalam hal ini sangat besar

dalam mempengaruhi dan mengajak masyarakat untuk melakukan usaha budidaya ikan.

Tantangan Pemerintah Indonesia

Ada beberapa tantangan yang membuat sektor perikanan Indonesia tidak bisa

benar-benar mengoptimalkan hasil perikanan ini. Diantaranya adalah:

1) Infrastruktur produksi belum optimal.

Infrastruktur ini terdiri dari:

Page 33: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 33

a. Armada penangkapan

Armada penangkapan di Indonesia didominasi oleh nelayan kecil dan kapal

tanpa motor/motor <5 GT (89,45% dari total armada tangkap Indonesia,

2011).

b. Pelabuhan

Sebaran pelabuhan tidak merata pada daerah fishing ground.

Pengelolaan pelabuhan perikanan belum berjalan baik : sistem

informasi dan manajemen operasional pelabuhan perikanan masih

belum optimal dan belum professional, kualitas pendataan,

peningkatan kualtias SDM dan kelembagaan pengelolaan pelabuhan

Pelabuhan yang idle tidak termanfaatkan dengan baik.

Konektivitas antar perlabuhan belum berjalan dengan baik.

c. Terbatasnya jalan usaha tani dan dukungan irigasi untuk pengembangan

tambak dan kolam ikan, diperlukan peningkatan prasarana irigasi dan

transportasi.

d. Masih terbatasnya lahan yang dipakai untuk kegiatan budidaya, dibandingkan

potensi terdata (6,28% dari total potensi lahan), diperlukan optimalisasi usaha

budidaya perikanan wilayah potensial.

e. Lemahnya akses permodalan, akses pasar, dalam pengembangan usaha.

Diperlukan penguatan kelembagaan usaha perikanan,termasuk penguatan

akses terhadap sumberdaya produktif bagi nelayan/pembudidaya ikan.

2) Persoalan input produksi

Persoalan input produksi berupa:

a. Tingginya harga pakan, sehinggan mempengaruhi biaya produksi mengingat

harga pakan mencapai 60% biaya produksi. Sehingga, diperlukan

pengembangan usaha pakan lokal.

b. Tidak optimalnya pemenuhan kebutuhan BBM bersubsidi untuk armada

tangkap.

3) Rendahnya nilai tambah produk kapasitas industri pengolahan perikanan

Hal – hal terkait isu kapasitas industri pengolahan perikanan diantaranya:

Page 34: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 34

a. Produk kelautan dan perikanan masih dipasarkan dalam bentuk primer, belum

diolah dan memiliki nilah tambah kecil.

b. Sebagian besar industri perikanan merupakan industri kecil dan industri

primer yang nilah tambah dihasilkan masih kecil.

c. Perkembangan industri cenderung di pulau Jawa sementara bahan baku

sebagian besar berada di luar Jawa, sehingga kontinuitas supply sering terjadi.

d. Pada umumnya bekerja di bawah kapasitas karena bahan baku yang fluktuatif

dan musiman serta tidak adanya jaminan akan ketersediaan bahan baku.

4) Rendahnya kesejahteraan pelaku usaha perikanan

Masalah struktural dan fungsional sosial ekonomi masyarakat perikanan

(kemiskinan) yang masih tinggi.

3. Pendistribusian Ikan

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas wilayah laut 5,8 juta km2

termasuk Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia memberikan hasil tangkapan pada tahun

2011 sebesar 5,4 juta ton/tahun (Bappenas 2012). Potensi sumber daya perikanan

tangkap di laut sebesar 6,5 juta ton per tahun dan yang sudah dimanfaatkan sebesar 5 juta

ton lebih. Berdasarkan data FAO, pada tahun 2008, Indonesia dengan total ekspor

sebesar 5 juta ton per tahun merupakan salah satu penyumbang terbesar dalam produksi

perikanan dunia di samping China dan Peru (FAO 2010).

Namun, yang masih menjadi kendala adalah sistem pendistribusian ikan tersebut.

Kinerja logistik nasional secara umum masih belum menggembirakan. Hal ini terlihat

dari Logistics Performance Index (LPI) yang dikeluarkan Bank Dunia dimana peringkat

Indonesia menurun dari urutan 43 (empat puluh tiga) pada tahun 2007, menjadi urutan 75

(tujuh puluh lima) pada tahun 2010. Selain itu, Data menyebutkan biaya distribusi masih

tinggi atau secara nasional biaya yang dikeluarkan mencapai 27% (dua puluh tujuh

persen) dari Produk Domestik Bruto (PDB). Dalam perikanan, beberapa penyebab

mahalnya biaya logistik perikanan yaitu:

a. Pelabuhan di wilayah timur hanya bisa melakukan ekspor tetapi tidak bisa untuk

impor.

Page 35: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 35

b. Sulit untuk menekan biaya transpor karena kapal berisi barang hanya pada saat

berangkat. Pada saat kembali kapal sering kosong atau paling banyak hanya berisi

setengah dari kapasitas muat barang, sehingga pemiliki kapal membebankan tarif

yang mahal.

Selain itu, barang-barang perikanan mempunyai ciri-ciri yang dapat mempengaruhi

atau menimbulkan masalah dalam pemasaran. Ciri-ciri yang dimaksud antara lain adalah

sebagai berikut (Hanafiah dan A.M Saefuddin 1986):

a. Produksinya musiman, berlangsung dalam ukuran kecil-kecil (small scale) dan di

daerah terpencar-pencar serta spesialisasi. Produksi perikanan umumnya

berlangsung secara musiman dan panennya (penangkapannya) terbatas dalam

periode tertentu yang relatif singkat. Keadaan ini biasanya menimbulkan beban

musiman (peak load) dalam pembiayaan, penyimpanan, pengangkutan dan

penjualan;

b. Konsumsi hasil perikanan berupa bahan makanan relatif stabil sepanjang tahun.

Sifat demikian ini dihubungkan dengan sifat produksinya yang musiman dan

jumlahnya tidak berketentuan karena pengaruh cuaca, menimbulkan masalah

dalam penyimpanan dan pembiayaan;

c. Barang hasil perikanan berupa bahan makanan mempunyai sifat cepat atau mudah

rusak (perishable). Barang-barang hasil perikanan adalah organisme hidup dan

karenanya mudah atau cepat mengalami kerusakan atau pembusukan akibat dari

kegiatan bakteri, enzimatis dan oksidasi. Masalah ini membutuhkan usaha atau

perawatan khusus dalam proses pemasaran guna mempertahankan mutu;

d. Jumlah atau kualitas hasil perikanan dapat berubah-ubah. Kenyataan menunjukan

bahwa jumlah dan kualitas dari hasil perikanan tidak selalu tetap, tetapi berubah-

ubah dari tahun ke tahun.

Pendistribusian dalam hal ini dibagi menjadi distribusi dalam negeri dan luar

negeri (ekspor). Pada umumnya untuk pasar ekspor telah terbentuk sistem logistik

yang mapan antara produsen di Indonesia dan industri di lokasi pasar ekspor.

1) Distribusi Hasil Ikan di dalam Negeri

Page 36: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 36

Penggunaan saluran logistik langsung atau yang pendek biasanya

memerlukan jumlah dana yang lebih besar sehingga saluran logistik pendek lebih

banyak dilakukan oleh nelayan atau pemilik kapal penangkapan ikan yang

memiliki modal yang kuat. Nelayan atau pemilik kapal yang tidak kuat kondisi

keuangannya akan cenderung menggunakan saluran distribusi yang lebih panjang.

Biasanya kelompok nelayan penangkap ikan telah memiliki hubungan dengan

pedagang pengumpul. Akan tetapi, jika membentuk kelompok baru, atau berpindah

lokasi penangkapan ikan penggunaan jasa perantara lebih dipilih oleh para nelayan.

Untuk menanggulangi hal tersebut, pemerintah mengeluarkan kebijakan

Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN) pada tahun 2014, yaitu sistem manajemen

rantai produksi untuk pemenuhan dalam negeri. Tujuan SLIN yaitu memberikan

jaminan berupa kecukupan stok ikan dan harga yang relatif stabil tanpa

dipengaruhi oleh musim apakah sedang paceklik atau lagi puncak panen. Pada

tahap awal jenis ikan yang akan ditangani adalah kelompok ikan layang, kembung,

sardine, serta kelompok ikan tuna, tongkol dan cakalang. Sedangkan unsur

pendukungnya adalah pelabuhan perikanan, usaha kapal transport, asosiasi pelaku,

dan perbankan.

Dalam pengembangan Sistem Logistik Ikan Nasional, nelayan dan pemilik

kapal yang merupakan produsen yang mempunyai keahlian khusus sebagai

penangkap ikan tidak memungkinkan atau terkendala untuk mengembangkan peran

dan mempelajari sistem logistik sehingga sering mempunyai posisi tawar yang

rendah karena belum menyadari pentingnya informasi.

Beberapa industri perikanan besar telah mengembangkan jaringan dari hulu

ke hilir dengan memiliki seluruh rantai produksi seperti: armada penangkapan,

logistik penyimpanan dan transportasi, serta industri pengolahan. Bahkan sering

kali dijumpai industri ini mempunyai pelabuhan perikanan untuk mempersingkat

distribusi bahan bakunya. Meskipun ada petugas pencatat dari Dinas Kelautan dan

Perikanan atau petugas UPT pelabuhan terdekat tetapi probabilitas tidak

tercatatnya stok ikan akan menjadi perhatian dalam perencana Sistem Logistik Ikan

Nasional ke depan. Tempat pelelangan ikan (TPI) yang seharusnya dapat menjadi

Page 37: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 37

alat monitoring dan evaluasi stok sumber daya ikan tidak berkembang karena

nelayan atau pemilik kapal sebagai produsen telah mempunyai pelanggan masing-

masing.

2) Distribusi ke Luar Negeri

Grafik 4 dibawah ini menunjukkan, pada tahun 2012, pasar ekspor perikanan

utama Indonesia adalah negara China sebesar 24%, diikuti oleh AS sebesar 11%;

Jepang sebesar 10% dan UE sebesar 7% dapat dilihat.

Grafik 4. Kontribusi Volume Ekspor Hasil Perikanan Menurut Tujuan Ekspor Tahun

2012 (sumber:

Ekspor Hasil Laut Indonesia ke China

Pada tahun 2012, Indonesia paling banyak melakukan ekspor hasil perikanan ke

negara China dengan peningkatan volume dan nilai ekspor perikanan sebesar 21,90%

dan 28,81% dimana masing-masing volume dan nilai ekspor perikanan pada tahun 2012

sebesar 295 ribu ton senilai US$ 285 juta dibandingkan dengan volume dan nilai ekspor

perikanan tahun 2011 sebesar 242 ribu ton senilai US$ 221 juta.

Kenaikan yang cukup signifikan dari volume dan nilai ekspor hasil perikanan

Indonesia ke China pada tahun 2012 ini kontribusi terbesar pada komoditas TTC dalam

bentuk segar, beku dan kaleng yakni sebesar 833,9% dimana pada tahun 2011 ekspor

TTC Indonesia ke China sebesar 711 ton menjadi 6.640 ton pada tahun 2012. Demikian

pula halnya dengan peningkatan nilai ekspor hasil perikanan Indonesia ke China pada

2012

Jepang

Amerika Serikat

Uni Eropa

China

Negara Lainnya

Page 38: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 38

tahun 2012 yaitu sebesar 274,44% dimana pada tahun 2011 nilai ekspor TTC Indonesia

ke China sebesar US$ 1,518 juta menjadi US$ 5,684 juta.

Ekspor Hasil Laut Indonesia ke Jerman

Misi pembelian hasil laut untuk tujuan ekspor ke Jerman senilai US$ 1,5 juta

(Kementerian Perdagangan, 2014). Target ekspor nasional Indonesia ke Jerman hingga

2015 diharapkan tumbuh sebesar 1%-2% atau senilai US$ 2,91-2,94 miliar. Rangkaian

kunjungan importir produk perikanan asal Jerman ke beberapa perusahaan produk hasil

laut di Jakarta, Makassar, Bitung, dan Surabaya.

Melalui program misi pembelian ini dapat membantu pembeli maupun calon

pembeli untuk memperoleh rekomendasi perusahaan yang tepat sebagai tambahan

referensi sehingga akan lebih banyak lagi eksportir yang terbantu melalui program ini.

Indonesia menduduki peringkat ke-9 dunia sebagai negara pengekspor produk perikanan.

Pada tahun 2013, total ekspor ikan dan produk ikan Indonesia mencapai angka US$ 1,3

miliar. Selama periode 2009-2013, ekspor ikan Indonesia mengalami tren positif

meningkat sebesar 13,56 persen. Namun dengan terjadinya krisis finansial di negara-

negara Eropa membuat nilai ekspor ikan dan produk ikan Indonesia periode Januari –

Mei

2014 mengalami penurunan 13,09 persen atau sebesar US$ 481,31 juta dibandingkan

dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Negara Jerman menduduki posisi ke-18 sebagai negara tujuan ekspor produk

perikanan Indonesia dengan nilai US$ 6,4 juta atau share sebesar 0,48 persen. Dalam

kurun waktu lima tahun terakhir, jumlah ekspor produk ikan Indonesia ke Jerman

mengalami tren positif yaitu tumbuh 9,94 persen. Selama periode Januari – Mei 2014,

nilai ekspor ikan dan produk ikan Indonesia ke Jerman mencapai US$ 3,3 juta atau

mengalami peningkatan sebesar 44,57 persen dibandingkan dengan periode yang sama

tahun sebelumnya.

Ekspor Hasil Laut Indonesia ke Jepang

Ekspor ikan dan produk hasil laut ke Jepang tahun lalu bernilai US$ 641,52 juta

(Badan Pusat Statistik, 2013). Salah satunya adalah Pantai Santolo, Kecamatan Cikelet

Page 39: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 39

yang mendistribusikan hasil laut untuk diekspor sebanyak 40 ton dalam sebulan. Hasil

laut yang didistribusikan di antaranya adalah ikan bawal, kakap, tenggiri, dan tuna. Hasil

laut lainnya, ikan pari, semakin diminati dengan harga tinggi untuk diambil kulitnya

sebagai bahan baku produksi tas. Hasil laut ini didistribusikan untuk Jepang. Setiap hari,

GMI dapat mengekspor 5 kuintal lobster dalam seminggu dengan harga antara Rp 600

ribu sampai Rp 1,2 juta per kilogram. Namun, ketiadaan pabrik es di Garut menjadi

sebuah kendala. Nelayan masih harus mendatangkan es dari Pangandaran dan Bandung,

lalu menampung hasil laut dari sekitar 400 nelayan di Garut selatan.

Ekspor Hasil Laut Indonesia ke Belgia

Sulawesi Selatan menjadi pemasok udang dan rumput laut untuk tujuan eksportir

Belgia. Untuk ekspor udang hingga bulan Juli 2013, volume udang Sulsel sebesar 72,000

ton dengan nilai ekspor mencapai US$ 336.600,00, sementara ekspor rumput laut ke

negara Belgia, tercatat hingga bulan Juli 2013, volume udang Sulsel sebesar 72,000 ton

dengan nilai ekspor mencapai US$ 336.600,00. Sementara untuk ekspor rumput laut ke

negara Belgia yang pertama kali Sulsel melakukan ekspor tersebut, ini membuktikan jika

komoditi Sulsel, khususnya rumput laut sudah mulai dikenal dan dilirik oleh pasar

internasional.

Ekspor Hasil Laut Indonesia ke Korea Selatan

Korea Selatan berada di peringkat ke-9 dari negara tujuan ekspor kelompok

produk hasil laut dengan volume sebesar 2.386 ton senilai US$ 4,936 juta. Salah satu

produk hasil laut Indonesia yang berpotensi untuk dikembangkan di Korea

Selatan antara lain rumput laut yang dapat diproduksi menjadi lebih dari 700.000 ton

sebagai produk makanan olahan ataupun produk yang memiliki nilai tambah lainnya.

Selain itu, produk perikanan juga memiliki peluang investasi yang besar di wilayah

timur Indonesia seperti Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Papua, meskipun

terhalang oleh infrastruktur yang masih terbatas.

4. Skema Korelasi Industri Dirgantara dengan Industri Perikanan

Page 40: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 40

Industri perikanan Indonesia sejauh ini masih berkembang dengan tempo yang

cukup lambat. Hal ini dibandingkan dengan potensi sumber daya alam Indonesia dengan

hasil produksi perikanan Indonesia, baik itu perikanan tangkap maupun perikanan

budidaya. Selain itu, hal ini juga dibandingkan dengan produksi perikanan China yang

jauh melebihi produksi perikanan Indonesia. Padahal potensi sumber daya alam

Indonesia lebih tinggi dibandingkan China.

Indonesia dengan berbagai usaha seharusnya dapat meningkatkan produksi

perikanan Indonesia. Terlebih lagi dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN,

Indonesia memiliki peluang terbesar untuk menguasai pasar ASEAN terutama dalam

sektor perikanan dan menjadi sektor spesialisasi dalam komoditas perikanan. Oleh

karena itu, Pemerintah Indonesia harus mendorong produksi perikanan dan serta

meningkatkan kualitas produksi agar pasar ASEAN dapat menerima produk perikanan

Indonesia. Peningkatan produksi dan kualitas produk perikanan Indonesia dapat

ditingkatkan melalui sistem distribusi yang baik dam cepat, karena hasil ikan

memerlukan Supply Chain yang pendek dari produsen ke konsumen. Hal ini dapat

dilakukan melalui transportasi udara.

Dalam mengambangkan Industri Dirgantara, pemerintah melalui BUMN, yaitu PT

Dirgantara Indonesia, difokuskan untuk merakit pesawat perintis, seperti NC-212

Pesawat, mampu membawa 20 penumpang atau muatan 2.000 kg, CN-295 yang mampu

membawa 40 sampai 50 orang, dan N-219 yang memang khusus dibuat untuk kargo.

Page 41: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 41

Dalam hal ini, pesawat perintis tersebut khusus didesain untuk kargo Ikan dengan

pendingin yang sesuai (Cold Storage).

Setelah itu, pesawat tersebut diperjualbelikan kepada perusahaan yang khusus

bergerak di jasa penerbangan, seperti PT. Garuda Indonesia yang memiliki strategic

business unit dalam bidang kargo dan PT. Angkasa Pura Logistik. Sejalan dengan itu,

pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, juga

membangun infrastruktur dalam bentuk Bandar Udara perintis di daerah yang memiliki

potensi perikanan yang besar.

C. IMPLEMENTASI STP TERKAIT AEC DI SEKTOR KEUANGAN

1. Overview Sektor Keuangan

Industri Perbankan

Kebijakan Strategic Trade Policies dapat diimplementasikan dalam berbagai

macam sektor. Salah satu sektor yang dapat diimplementasikan kebijakan terkait

perdagangan yang bersifat strategis adalah terdapat pada sektor jasa keuangan, yakni

sektor perbankan.

Pada kuarter pertama tahun 2014, kondisi sektor keuangan menunjukkan kondisi

yang semakin membaik dari waktu ke waktu. Nilai tukar rupiah, Indeks Harga Saham

Gabungan (IHSG), maupun harga – harga saham menunjukkan peningkatan nilai yang

cukup berarti. Selain itu, perbaikan kondisi perekonomian di Indonesia juga membawa

dampak yang baik pula pada kondisi investasi di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan

beberapa macam indikator yang terlihat seperti meningkatnya cadangan devisa negara,

menurunnya tingkat inflasi, serta menurunnya defisit pada transaksi berjalan. IHSG pada

triwulan pertama tahun 2014 tumbuh sebesar 11,56%, nilai tukar ruiah juga menguat

sebesar 7,09%, serta imbal hasil dari surat berharga negara menunjukkan penurunan

sebanyak 42 basis point.

Pada kondisi perekonomian global, dimana The Fed menurunkan stimulus

likuiditas secara bertahap dan diikuti dengan peningkatan BI rate, mempengaruhi

perlambatan pertumbuhan industri perbankan. Perlambatan pertumbuhan industri

Page 42: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 42

perbankan ini ditandai dengan menurunnya penghimpunan dana sebanyak 1,98%,

penurunan aset bank umum sebanyak 1,33%, dan penurunan penyaluran dana sebesar

0,79%. Kondisi yang semakin membaik justru terlihat pada perspektif Bank Perkreditan

Rakyat. Pertumbuhan kinerja dari BPR ini dari waktu ke waktu justru malah terlihat

semakin membaik. Hal ini dibuktikan dengan pertumbuhan asset yang dimiliki sebesar

1,05% dari kuarter menuju kuarter, menjadi sebesar Rp 78,18 triliun. Pada kuarter

berikutnya, kondisi persaingan di dalam dunia perbankan diperkirakan akan semakin

meningkat. Likuiditas perbankan akan menjadi semakin ketat dikarenakan peningkatan

dari persaingan ini. Dengan kondisi seperti ini, serta meningkatnya rasio likuiditas yang

dihadapi, bank yang masih memiliki idle funds diperkirakan akan mengalokasikan

dananya pada dana jangka pendek yang lebih likuid. Sementara itu, aset perbankan

secara keseluruhan pada tahun 2014 justru malah diperkirakan akan menjadi semakin

meningkat sebesar 16,3%.

Perlambatan pertumbuhan ini betul – betul memiliki dampak yang sangat berarti

bagi sektor perbankan di Indonesia. Hingga akhir Juli tahun 2014 bank umum hanya

dapat memperoleh pertumbuhan pada angka sekitar 15,6% apabila dibandingkan dengan

pertumbuhan pada tahun sebelumnya dalam kuarter yang sama. Pertumbuhan kredit

perbankan pun hanya dapat mencapai angka 15% sampai pada akhir tahun. Bahkan bank

berskala besar seperti BCA pun tidak sedikit yang mengalami pertumbuhan kredit tidak

sampai angka 15%. Kondisi likuiditas yang masih cukup ketat mengharuskan bank –

bank di Indonesia untuk berfikir berulang kali sebelum mengalirkan kreditnya.

Pengetatan ini dilakukan sebagai sebuah dampak dari pertumbuhan perkreditan dalam

dunia perbankan yang tidak diikuti dengan pertumbuhan nilai Dana Pihak Ketiga,

kenaikan harga bahan bakar minyak, serta kenaikan BI rate yang dilakukan oleh

pemerintah. Dalam tujuh tahun terakhir, pertumbuhan kredit bank rata – rata per-

tahunnya adalah sebesar 19.78%, serta Dana Pihak Ketiga sebesar 15,19%.

Setelah memasuki tahun 2014, ada beberapa hal yang dapat berimbas kepada

kondisi sektor perbankan Indonesia yang berasal dari sektor riil. Hal – hal tersebut antara

lain adalah seperti, kebijakan pemerintah untuk mengaplikasikan UU No. 4 Tahun 2009

mengenai Pertambangan Minerba, suhu politik yang sempat memanas karena

dilaksanakannya pemilu pada paruh pertama hingga awal paruh kedua pada tahun ini,

Page 43: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 43

rendahnya harga komoditas primer yang berasal dari Indonesia, serta yang paling

berpengaruh adalah peningkatan kurs dollar terhadap rupiah hingga mencapai angka

Rp12.000 per dollar yang meningkatkan ongkos produksi usaha yang menggunakan

bahan baku yang berasal dari luar negeri.

Dalam kondisi perlambatan kenaikan kredit ini pihak bank pun dipaksa untuk tidak

meraup keuntungan secepat mungkin dengan menaikkan suku bunga agar dapat

mengimbangi mahalnya biaya dana. Total biaya yang dihadapi oleh perbankan per Juni

2014 sudah mencapai Rp218,98 triliun, naik sebesar 32,76% dibandingkan Juni tahun

lalu. Pada kurun waktu yang sama pula, kenaikan pendapatan yang didapatkan oleh

perbankan hanya sekitar 28,30%. Untuk menjaga kualitas kredit yag diberikan, maka

bank terpaksa harus memotong Net Interest Margin yang diperolehnya. Padahal,

pendapatan yang dihasilkan dari Net Interest Margin oleh setiap bank dapat mencapai

hingga 75% dari total seluruh pendapatannya. Pada bulan Juli 2014, profit yang

dihasilkan oleh bank hanya meningkat sebanyak 11,05% apabila dibandingkan dengan

profit pada Bulan Juli tahun sebelumnya. Pada tahun 2011, pertumbuhan laba bank

tercatat sebesar 31,00%, pada 2012 sebesar 23,65%, dan pada tahun 2013 sebesar

14,95%. Angka – angka ini menunjukkan tren yang menurun dari pertumbuhan profit

yang dihasilkan dalam dunia perbankan dalam 4 tahun terakhir.

Industri Keuangan Non Bank

No. Industri 2011 2012 2013 2014 *triwulan 1

1 Perasuransian 481,75 569,32 652,90 700,80

2 Dana pensiun 142,03 158,37 162,06 166,29

3 Lembaga Pembiayaan 294,55 356,08 420,14 421,29

4 Lembaga Jasa

Keuangan Lainnya 62,44 75,79 96,06 98,54

5 Industri Jasa

Penunjang IKNB 2,43 3,49 4,29 4,29

Total Aset 983,20 1.163,05 1.335,45 1.391,21

Tabel 13. Total Aset IKNB* (dalam triliun rupiah) (sumber: Laporan Triwulan I OJK,

2014)

Page 44: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 44

Secara umum, kinerja Industri Keuangan Nonbank (IKNB) selama triwulan I-2014

tergolong positif. Hal ini dapat dilihat dari total aset IKNB yang mengalami kenaikan

sekitar 4.2% pada triwulan pertama 2014 dibandingkan periode triwulan sebelumnya

sebesar Rp1.391,21 triliun. Kenaikan ini disumbang oleh sektor jasa keuangan IKNB

yang mengalami peningkatan kinerja yaitu perasuransian, dana pensiun, lembaga

pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya. Porsi penguasaan aset terbesar IKNB

terdapat pada industri perasuransian yang diikuti perusahaan pembiayaan dan dana

pensiun.

No. Industri Syariah 2011 2012 2013 2014 *triwulan 1

1 Perasuransian Syariah 9,15 13,24 15,95 16,66

2 Pembiayaan Syariah 4,30 22,66 24,95 24,23

3 Lembaga Jasa Keuangan

Syariah Lainnya

- - 0,10 0,10

Total Aset 13,45 35,90 41,00 40,99

Tabel 14. Total Aset IKNB Syariah* (dalam triliun rupiah) (sumber: Laporan Triwulan I

OJK, 2014)

Dari sisi total aset, gambaran situasi IKNB Syariah secara agregrat menunjukkan

penurunan sebesar 0,02% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Dari sisi total aset

IKNB Syariah, untuk industri Pembiayaan Syariah memiliki pangsa terbesar yaitu

sebanyak 59%.

Pasar Modal

Bila dilihat dari infrastruktur, pasar modal Indonesia terus mengalami peningkatan

dari waktu ke waktu, terutama terlihat dari pengembangan SDM dan e-reporting emiten.

Namun, Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah karena minimnya jumlah emiten

Page 45: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 45

yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan jumlah investor yang masih kurang

dari 500 ribu atau hanya sekitar 0,2% dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan untuk

perkembangan IHSG bisa dilihat dari grafik berikut.

Grafik 5. Perkembangan IHSG dan Nilai Rata-Rata Perdagangan Saham Harian (sumber:

Laporan Triwulan I OJK, 2014)

Setiap tahunnya, tren pertumbuhan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik

sekitar 1,5 kali lipat dari tahun sebelumnya. Pada akhir triwulan I-2014 pun, IHSG terus

meningkat sampai berada pada posisi 4.768,28 atau mengalami peningkatan sebesar

11,6% jika dibandingkan dengan posisi pada akhir triwulan IV-2013. Walaupun

mengalami trend positif, namun masih ada tantangan eksternal yang dapat menjadi

ancaman pertumbuhan IHSG di Indonesia terutama isu tapering off (pengurangan

stimulus) yang dilakukan bank sentral Amerika Serikat (The Fed) yang jika terealisasi,

akan memberi sentimen negatif terhadap emerging market, termasuk Indonesia. Selain

itu, tantangan lain muncul karena produk-produk yang tersedia masih terbatas, baik dari

sisi jumlah maupun jenisnya. Produk yang berkembang baru dalam bentuk saham,

obligasi dan reksa dana.

2. Peluang dan Tantangan Sektor Perbankan

Sektor keuangan sangat sensitif terhadap kondisi perekonomian. Seringkali

pertumbuhan yang terjadi di sektor keuangan dianggap sebagai sinyal membaiknya

perekonomian. Sebaliknya, ketika sektor keuangan memperlihatkan gejala kurang baik,

dapat diperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi akan melambat (Budi Hikmat, 2014).

Tabel 15. Proyeksi PDB Dunia (sumber: Bank Indonesia, 2014)

Page 46: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 46

Pada tahun 2015, Indonesia diperkirakan akan mengalami pertumbuhan ekonomi

di kisaran 5,8%-6,2% yang didorong oleh peningkatan investasi dan pertumbuhan ekspor

pasca Pemilu 2014. Hal ini terjadi seiring dengan perbaikan perekonomian global yang

diproyeksi berada di kisaran 3,9%, di mana pertumbuhan volume perdagangan global

akan meningkat hingga 5,1% disertai pertumbuhan harga komoditas nonmigas sebesar

2,1%. Di sisi lain, peningkatan suku bunga LIBOR hingga level 0,73% di tahun yang

sama mengindikasikan adanya pemulihan ekonomi negara maju. Tabel di atas

menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2015 berada di atas

rata-rata dunia, tetapi masih tetap di bawah China (7,5%) dan India (6,4%). Sementara

itu pada sektor dalam negeri, sektor Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan sendiri

diperkirakan akan tumbuh di level 6,7%-7,1%.

Grafik 6. Negara Utama Tujuan Investasi (sumber: UNCTAD)

Perbaikan prospek investasi Indonesia juga tergambar dalam publikasi United

Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), World Investment Prospect

Survey 2013-2015 di mana Indonesia menempati urutan keempat negara tujuan investasi

paling prospektif. Berdasarkan laporan tersebut, Indonesia hanya berada di bawah China,

AS, dan India. Pembangunan smelter yang merupakan penerapan dari UU Minerba juga

diperkirakan menjadi salah satu faktor pendorong investasi.

Di sisi lain, Indonesia dihadapkan pada berbagai tantangan, baik yang berasal dari

luar negeri maupun dalam negeri. Dari luar negeri, pertumbuhan ekonomi global bisa

Page 47: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 47

saja tidak terjadi sesuai dengan yang diharapkan. Pemulihan ekonomi di beberapa

kawasan dunia masih berpotensi untuk jatuh dalam kelesuan (muddling through).

Akibatnya, permintaan terhadap barang-barang ekspor Indonesia dapat menjadi lebih

rendah dari yang sebelumnya diperkirakan. Implikasi lain adalah terhambatnya

pemulihan harga komoditas nonmigas. Sementara itu dari dalam negeri, berbagai

tantangan struktural mendesak untuk segera ditangani, antara lain:

a. Pembiayaan pembangunan belum mencapai level optimal akibat pasar keuangan

domestik yang belum sesuai harapan.

b. Peningkatan daya saing dan kapasitas produksi yang diperlukan dalam sektor riil

masih belum cukup, termasuk pula di dalamnya isu ketahanan sektor energi dan

pangan serta pengaruhnya terhadap pengalokasian subsidi dalam APBN, terutama

subsidi BBM.

c. Modal dasar pembangunan masih harus diperkuat dengan melakukan perbaikan

infrastruktur konektivitas fisik dan digital, sumber daya manusia dan kapasitas

penyerapan teknologi, serta iklim usaha dan kelembagaan.

3. Analisis Fundamental dan Key Metrics Bank-Bank Umum Milik Pemerintah di

Indonesia

Strategic trade policy mengharuskan penulis untuk dapat mengerti secara

mendalam setiap pemain dalam sektor ini agar pengambilan keputusan yang dilakukan

dapat sesuai. Bersama dengan itu, pemerintah saat ini memiliki sejumlah Badan Usaha

Milik Negara (BUMN) yang secara khusus bergerak dibidang jasa keuangan, antara lain:

Perum Jaminan Kredit Indonesia

PT Asabri (Persero)

PT Asuransi Kredit Indonesia (Persero)

PT Asuransi Ekspor Indonesia (Persero)

PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero)

PT Asuransi Jiwasraya (Persero)

PT Asuransi Kesehatan Indonesia (Persero)

PT Bahana PUI (Persero)

PT Bank Mandiri (Persero) Tbk

PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk

PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk

Page 48: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 48

PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk

PT Danareksa (Persero)

PT Kliring Berjangka Indonesia (Persero)

PT PANN Multi Finance (Persero)

PT Pegadaian (Persero)

PT Permodalan Nasional Madani (Persero)

PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero)

PT Reasuransi Umum Indonesia (Persero)

PT Sarana Multigriya Finansial (Persero)

PT Taspen (Persero)

PT Jasa Raharja (Persero)

PT Jamsostek (Persero)

Kepemilikan negara pada badan-badan usaha tersebut memungkinkan pemerintah

untuk melakukan STP secara lebih baik dan beralasan. STP dalam BUMN memberikan

pemerintah kendali penuh atas jalannya kebijakan pada entitas terkait, di mana dapat

dikatakan logis jika pemerintah membukakan ―jalan‖ yang lebih besar kepada entitas-

entitas tersebut.

Jika melihat peta persaingan jasa keuangan, khususnya perbankan di negara-negara

ASEAN pada tahun-tahun belakangan ini, telah bermunculan market leader baru dengan

kriteria memiliki struktur modal yang efisien dan besar. Hal ini merupakan tantangan

tersendiri bagi BUMN perbankan Indonesia disamping masih terancamnya inefisiensi

dalam fungsinya sebagai financial intermediaries.

Hipotesis kami, jasa keuangan khususnya perbankan memiliki potensi besar di

pasar jasa keuangan ASEAN, terutama jika bank-bank umum milik pemerintah dapat

melakukan merger/akuisisi. Hal ini dilandasi harapan bahwa pemerintah dapat

memberikan fokus lebih bagi bank hasil merger ini dalam mengembangkan pasarnya

baik dalam maupun luar negeri. Pembahasan dalam bagian ini akan membahas

mendalam bank-bank umum milik pemerintah yang kami pandang memiliki daya saing,

peluang, dan karakteristik yang dapat bersaing ditingkat ASEAN dan lalu dapat

menopang kebijakan STP Indonesia dalam menuju MEA 2015.

Page 49: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 49

a. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk

Bank umum terbesar pertama di Indonesia ini mampu memberikan kinerja

yang melejit dan terus konsisten dalam pengembangan pasar institutionalnya. Pada

tutup buku tahun 2013, BMRI (kode IDX untuk Bank Mandiri) berhasil

melaporkan laba bersih Rp18,2 triliun dan total aset sebesar Rp 733,1 triliun. Bank

Mandiri mendirikan pondasi kuat dalam manajemen risikonya, terlihat dari

komposisi dewan komisaris dan tingkat kompleksifitas kontrol internal dan

manajemen risiko yang sangat tinggi. Tata kelola perbankan Bank Mandiri sendiri

pun sudah diakui secara internasional melalui penghargaan-penghargaan yang

diterimanya selama beberapa tahun belakangan. Bank Mandiri dengan fokusnya

dalam institutional banking memberikan competitive advantage yang baik bagi

calon Bank baru Indonesia yang lebih kuat dalam menyonsong AEC.

b. PT Bank Nasional Indonesia (Persero) Tbk

Berdiri sebagai bank umum milik pemerintah Indonesia yang tertua, BNI 46

terus menguatkan akar perbankannya di perekonomian Indonesia. BNI 46

memandang pasar anak muda merupakan pasar menggiurkan dan memiliki potensi

keterikatan (attachment) yang tinggi dan menjadi salah satu pendorong naiknya

jumlah nasabah BNI 46 beberapa tahun belakangan. Berhasil mempertahankan

pertumbuhan penyaluran pinjaman hingga di atas 20% di tahun 2013, BNI 46

menunjukkan eksistensinya di pasar walaupun pada tahun tersebut terjadi

perlambatan perekonomian. Fokus BNI 46 pada pasar ritel akan mendukung secara

positif eksistensi Bank baru Indonesia yang lebih resisten dari goncangan dan

memiliki pertumbuhan nasabah yang konsisten akibat fokus pemasarannya pada

pasar anak muda Indonesia.

c. PT Bank Tabungan Nasional (Persero) Tbk

Berkembang dari amanah negara untuk dapat memberikan pembiayaan

perumahan yang terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat, Bank Tabungan

Negara (BTN) lahir. BTN yang mefokuskan penyaluran pinjamannya pada KPR

menunjukkan pengalamnnya dalam memberikan pelayanan perbankan ritel

terutama pada sisi konsumsi. Fungsi intermediaries BTN yang dihalangi oleh

Page 50: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 50

tantangan likuiditas dijawab oleh praktik sekuritisasi portofolio KPR-nya menjadi

bentuk Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA). Sebagai pionir

sekuritisasi di Indonesia, BTN mulai akhirnya mampu meningkatkan CAR-nya

hingga 17,69% pada 2012, walau mengalami penurunan akibat perlambatan

ekonomi pada 2013. Experties BTN dalam penyeluran pinjaman jangka panjang

dan sekuritisasi memberikan peluang besar bagi bank baru Indonesia yang akan

lebih beragam dalam mengelola asetnya hingga lebih menguntungkan baik secara

ekonomis maupun sosial.

Analisis Key Metrics Indicator

Analisis indikator perbankan bagi tiga bank yang dijelaskan di atas menunjukkan

tingkat performa perbankan dari sisi pengelolaan aset hingga profitabilitasnya. Satu per

satu akan kami bahas pada bagian ini.

1) Net Interest Margin

Merupakan indikator yang menggambarkan seberapa besar spread antara

pendapatan bunga dan beban bunga terhadap aset produktif berbunga. Hal ini

menunjukkan bagaimana perbankan mampu mengumpulkan keuntungan dari dana-

dana yang berhasil bank kumpulkan. Terlihat dari data bahwa ketiga bank bersaing

dalam rentang NIM yang berdekatan, menunjkkan struktur internal penyaluran

pinjaman yang tidak jauh berbeda.

Grafik 7. Net Interest Margin Bank BRI, BTN, dan BNI, 2009-2013

4,00%

4,50%

5,00%

5,50%

6,00%

6,50%

2009 2010 2011 2012 2013

Net Interest Margin

BMRI

BBTN

BBNI

Page 51: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 51

2) Return on Equity

ROE menunjukkan tingkat pengembalian/keuntungan dari suatu bank

terhadap modal yang sudah disetorkan. Rasio ini menunjukkan profitabilitas suatu

bank dan semakin besar ROE menunnjukkan profitabilitas yang lebih tinggi.

Terlihat dalam data bahwa Bank Mandiri menunjukkan profitabilitas yang lebih

tinggi

Grafik 8. Return on Equity Bank BRI, BTN, dan BNI, 2009-2013

3) Biaya Operasional per Pendapatan Operasional

BOPO merupakan suatu indikator efisiensi operasi suatu bank dengan

menilai berapa besar biaya yang dikeluarkan relatif terhadap pendapatan yang bank

tersebut dapatkan. Semakin kecil angkanya, menunjukkan suatu tingkat efisiensi

yang lebih tinggi. Terlihat bahwa secara konsisten BMRI mempertahankan

operasional yang lebih efisien relatif terhadap tiga bank lainnya. Sementara Bank

BNI menunjukkan usaha besar untuk meningkatkan efisiensi operasinya.

0,00%

5,00%

10,00%

15,00%

20,00%

25,00%

30,00%

35,00%

2009 2010 2011 2012 2013

Return on Equity

BMRI

BBTN

BBNI

50,00%

55,00%

60,00%

65,00%

70,00%

75,00%

80,00%

85,00%

90,00%

95,00%

2009 2010 2011 2012 2013

BOPO

BMRI

BBTN

BBNI

Page 52: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 52

Grafik 9. Biaya Operasional per Pendapatan Operasional Bank BRI, BTN, dan

BNI, 2009-2013

4) Capital Adequacy Ratio

CAR menunjukkan bagaimana aset suatu bank dikelola dengan

mempertimbangkan berbagai risko yang ditanggung oleh aset tersebut relatif

terhadap modal bank tersebut. CAR menunjukkan bagaimana bank dapat

menciptakan kombinasi investasi yang mempertimbangkan kelangsungan usaha

selagi mempertahankan profit. Tidak ada tendensi bahwa suatu bank dengan CAR

yang lebih baik, merupakan bank yang lebih baik, atau sebaliknya. Data

menunjukkan bahwa pengelolaan aset ketiga bank tersebut menjurus pada suatu

titik level yang seimbang. Menunjukkan bahwa bank tersebut memiliki cara

pengelolaan aset yang seimbang, namun kecil yang berarti konservatif.

Grafik 10. Capital Adequacy Ratio Bank BRI, BTN, dan BNI, 2009-2013

5) Nonperforming Loan

NPL menunjukkan seberapa besar pinjaman yang diberikan bank namun

tidak dapat ditagih secara penuh atau bahkan sama sekali tidak tertagih. Merupakan

perhitungan antara besaran pinjaman yang kolektabilitasnya rendah terhadap total

aset yang dimiliki bank tersebut. Secara umum, semakin tinggi NPL semakin buruk

pengendalian credit risk suatu bank. Bank BTN secara menonjol jauh dari dua

bank temannya, hal ini disebabkan oleh antara lain karena portofolio BTN yang

secara umum berisi KPR dan memiliki credit risk yang lebih tinggi.

10,00%

12,00%

14,00%

16,00%

18,00%

20,00%

22,00%

24,00%

2009 2010 2011 2012 2013

Capital Adequacy Ratio

BMRI

BBTN

BBNI

Page 53: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 53

Grafik 11. Nonperforming Loan Bank BRI, BTN, dan BNI, 2009-2013

6) Pertumbuhan Penyaluran Pinjaman dan Dana Pihak Ketiga

Dua indikator ini menunjukkan secara eksplisit bagaimana bank secara

konsisten meningkatkan peran perantarannya dalam perekonomian. Dalam sisi

pertumbuhan penyaluran pinjaman, menunjukkan bagaimana bank menyalurkan

dana yang ada kepada kredit-kredit yang akhirnya dapat mendukung perekonomian

negara. Sebaliknya, pertumbuhan dana pihak ketiga merupakan bagaimana bank

mampu menghimpun dana murah dari masyarakat yang secara umum merupakan

hal yang menguntungkan bagi suatu bank. Kedua indikator ini semakin besar

semakin baik.

0,00%

0,50%

1,00%

1,50%

2,00%

2,50%

3,00%

3,50%

2009 2010 2011 2012 2013

Nonperforming Loan

BMRI

BBTN

BBNI

0,0%

5,0%

10,0%

15,0%

20,0%

25,0%

30,0%

35,0%

40,0%

2009 2010 2011 2012 2013

Loan Growth

BMRI

BBTN

BBNI

Page 54: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 54

Grafik 12. Loan Growth Bank BRI, BTN, dan BNI 2009-2013

Secara umum, dapat dilihat bahwa pertumbuhan penyaluran pinjaman dan

penghimpunan DPK Bank BNI mengalami kenaikan besar bersamaan dengan

menurunnya penyaluran kredit Bank BTN dan stagnannya Bank Mandiri.

Grafik 13. Deposit Growth Bank BRI, BTN, dan BNI, 2009-2013

4. Analisis Merger dan Komparasinya dengan Bank Negara ASEAN Lain

5,86%

52,60%

23,50%

15,30%

2,57%

1,62%

43,00%

18,10% 13,80%

1,14% 2,43%

51,10%

12,00% 14,90%

1,23% 2,85%

59,70%

12,50% 8,00%

3,15%

Net Interest Margin Efficiency Ratio

(BOPO)

Loan Growth Deposit Growth Non Performing Loan

Rasio Bank-Bank di ASEAN

Bank Baru Indonesia DBS Maybank CIMB

0,0%

5,0%

10,0%

15,0%

20,0%

25,0%

30,0%

35,0%

2009 2010 2011 2012 2013

Deposit Growth

BMRI

BBTN

BBNI

Page 55: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 55

Grafik 14. Rasio Bank-Bank di ASEAN (sumber: Thompson Eikon, 2013)

Bank Ekuitas Aset

Bank Baru

Indonesia

12,014,250

102,575,793

DBS

27,104,525

318,296,266

Maybank

14,036,431

171,023,174

CIMB

9,268,469

113,186,636

Tabel 16. Aset dan Ekuitas Bank-Bank di ASEAN (dalam dollar) (sumber: Thompson

Eikon, 2013)

Telah disebutkan sebelumnya bahwa merger yang dilakukan antara Bank Mandiri,

BNI, dan PTN diharapkan akan memberikan competitive advantage terhadap perbankan

Indonesia. Seperti yang ditunjukkan tabel di atas, merger tersebut akan menghasilkan

aset sebesar $102.575.793. Bahkan, jumlah aset sedemikian besar baru hanya akan

menjadikan bank hasil merger tersebut lebih besar dari Bank CIMB dari Malaysia.

Belum lagi apabila merger antara Bank CIMB dengan RHB Capital, bank terbesar

keempat di Malaysia, benar-benar terealisasi. Jika demikian, kebijakan merger ini akan

menlahirkan bank terbesar di Malaysia dengan total aset sekitar $190.000.000,

mengalahkan Maybank dengan asetnya yang berada di kisaran $170.000.000. Hal ini

akan membuat perbankan Indonesia semakin kehilangan daya saing dibandingkan bank-

bank pesaingnya di ASEAN.

Setelah itu, asumsikan bahwa rata-rata rasio dari ketiga bank di atas menjadi key

metrics indicator dari bank hasil merger, sebut saja Bank Baru Indonesia (BBI). Dengan

demikian, analisis selanjutnya dapat dilakukan dengan melakukan perbandingan antara

BBI dengan tiga bank besar di ASEAN lainnya, yakni The Development Bank of

Singapore Limited (DBS) yang berasal dari Singapura serta Maybank dan CIMB yang

berasal dari Malaysia.

Page 56: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 56

Dari analisis net interest margin, dapat dilihat bahwa BBI masih menempati

peringkat pertama dengan angka 5,86%, cukup jauh dibandingkan dengan peringkat

kedua yang diduduki CIMB (2,85%), Maybank (2,43%), dan terakhir DBS yang hanya

memiliki margin sebesar 1,62%. Secara sekilas dapat dikatakan bahwa profitabilitas

yang didapat dari aktivitas investasi dan lending BBI merupakan yang terbesar dari

ketiga bank lainnya. Dengan kata lain, kemampuan manajemen Bank BBI dalam

mengelola aset produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih adalah yang

terbaik.

Namun demikian, membandingkan net interest margin antarbank memerlukan

analisis yang lebih dalam. Margin suatu bank merefleksikan keunikan dan profil masing-

masing bank, mulai dari aktivitas-aktivitas yang dilakukan, komposisi nasabah, hingga

strategi pendanaan. Net interest margin yang tinggi banyak ditemukan di bank yang

interest earning asset-nya didominasi oleh pinjaman (di mana suku bunga pinjaman

relatif lebih besar dibandingkan suku bunga investasi lainnya) dan sebagian besar

dibiayai oleh deposit. Sebaliknya, bank-bank yang aktivitasnya didominasi oleh selain

aktivitas lending—atau setidaknya lebih terdiversifikasi—cenderung memiliki net

interest margin yang rendah. Dengan demikian, tingginya net interest margin BBI bisa

saja disebabkan oleh tingginya tingkat lending-deposit yang tinggi dibandingkan

aktivitas lainnya, berbeda dengan tiga bank lain yang sudah mulai dapat bergantung pada

produk perbankan atau sumber pendanaan lain.

Di sisi lain, net interest margin yang terlalu tinggi juga dapat menandakan adanya

inefisiensi perbankan, di mana bank terlalu berfokus untuk mendapatkan penerimaan

yang tinggi sehingga menyebabkan fungsi intermediary tidak berjalan. Hal ini dibuktikan

dengan interest rate spread perbankan Indonesia yang tinggi, bahkan di atas rata-rata

interest rate spread beberapa negara di ASEAN, seperti yang ditunjukkan tabel di

bawah.

ASEAN Countries Interest Rate Spread

2010 2011 2012

Indonesia 6.235 5.4725 5.848333

Malaysia 2.4975 2.004167 1.805

Singapura 5.174167 5.211667 5.244167

Thailand 4.9225 4.636667 4.301667

Page 57: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 57

Tabel 17. Interest Rate Spread Negara-Negara ASEAN, 2010-2012 (dalam %) (Sumber:

WDI, World Bank, 2014)

Terlihat bahwa perbankan Malaysia beroperasi semakin efisien dari tahun ke tahun,

bahkan di tahun 2012, interest rate spread perbankan Malaysia mencapai yang terendah

di ASEAN, yakni di tingkat 1,805%. Angka ini terpaut jauh dengan perbankan Indonesia

yang memiliki spread tertinggi di ASEAN pada kisaran 5%, bahkan hampir 6%.

Efisiensi juga diperlihatkan oleh perbankan Filipina dan Vietnam yang dapat beroperasi

dengan spread di kisaran 2%. Hal ini mengindikasikan bahwa perbankan Indonesia

membutuhkan reformasi agar dapat beroperasi secara lebih efisien.

Di sisi lain, dengan analisis efficiency ratio, kita dapat melihat bahwa BBI

menggunakan 52,6% pendapatannya untuk membiayai operasional, lebih tinggi

dibandingkan DBS (43%) dan Maybank (51,1%) tetapi lebih efisien dari CIMB (59,7%).

Atau dengan kata lain, DBS dan Maybank memiliki kemampuan yang lebih baik dalam

menghasilkan pendapatan dari sumber daya yang dimiliki. Terdapat satu asumsi penting

untuk menyimpulkan demikian, yakni keempat bank tersebut beroperasi dengan model

yang sama.

Dari segi loan growth, BBI memiliki pertumbuhan yang paling tinggi

dibandingkan ketiga bank lainnya, yakni sebesar 23,5% yang kemudian disusul oleh

DBS (18,1%), CIMB (12,5%), dan Maybank (12%). Untuk sebagian bank, loan growth

sama pentingnya dengan revenue growth bagi perusahaan walaupun terdapat kesulitan

dalam mengevaluasi kualitas peminjam. Tingginya loan growth dapat diinterpretasikan

Filipina 4.453 3.275333 2.523583

Brunei Darussalam 5.029459 5.104297 5.268459

Vietnam 1.9415 2.960333 2.968

Myanmar 5 5 5

Rata – rata 4.406641 4.20812 4.119901

Page 58: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 58

sebagai dua hal, antara bahwa bank tersebut telah melakukan penetrasi pasar baru atau

melonggarkan standar kreditnya. Sementara itu untuk deposit growth, BBI masih berada

di peringkat pertama dengan persentase 15,3%, diikuti oleh Maybank (14,9%), DBS

(13,8%), dan CIMB (8%). Deposit merupakan sumber pendanaan yang dapat dikatakan

paling umum dan termurah bagi bank. Tingkat deposit growth memberikan gambaran

mengenai seberapa banyak lending yang dapat dilakukan oleh bank yang bersangkutan.

Akan tetapi, terdapat perbedaan antara bank yang memilik deposit growth yang tinggi

karena menawarkan suku bunga yang tinggi dengan bank yang dapat menghasilkan

deposit growth yang sama pada tingkat suku bunga yang lebih rendah. Dengan demikian,

kita perlu melihat berapa tingkat suku bunga yang ditawarkan masing-masing bank untuk

menghubungkannya dengan tingkat deposit growth.

Sementara itu, nonperforming loan (NPL) Bank CIMB mengambil porsi sebesar

3,15% dari total pinjamannya. BBI menempati posisi berikutnya dengan angka 2,57%

dan diikuti oleh Maybank (1,23%) serta DBS (1,14%). Hal ini menunjukkan bahwa

kemampuan Bank BBI dalam mengelola kredit masih berada di bawah Maybank dan

DBS, di mana resiko default kredit menjadi lebih tinggi.

Page 59: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 59

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

ASEAN Economic Community adalah bentuk integrasi ekonomi regional yang

direncanakan untuk dicapai pada tahun 2015. Tujuan utama dari AEC 2015 adalah

menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi dimana terjadi arus

barang, jasa, investasi dan tenaga terampil yang bebas serta aliran modal yang lebih

bebas.

AEC sudah disepakati. Dari sisi pemerintah, dalam hal ini sebagai regulator,

perdagangan bebas dalam kerangka AEC sudah menjadi keputusan politik yang mau

tidak mau harus dihadapi. Meskipun demikian, Indonesia masih memiliki waktu sampai

31 Desember 2015 untuk berbenah diri memperbaiki segala hal yang akan menjadi

hambatan ketika kelak AEC sudah bergulir.

Dari sisi daya saing industri, Indonesia masih ada masalah dalam menghadapi

liberalisasi perdagangan tersebut. Permasalahan daya saing muncul karena Indonesia

masih menghadapi sejumlah permasalahan mendasar, baik pada tataran makro dan mikro

industri, serta kondisi infrastruktur Indonesia yang buruk, sehingga menyebabkan proses

pengintegrasian ekonomi dalam negeri belum tercapai secara efisien.

Page 60: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 60

Bagi Indonesia yang merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak,

wilayah darat dan laut terluas, serta PDB terbesar di ASEAN menjadikan Indonesia

memiliki comparative advantage dibandingkan negara anggota ASEAN lainnya.

Meskipun demikian, dari segala modal dan potensi yang dimiliki Indonesia, pasti juga

ada tantangan dan hambatan yang sedikit banyak dapat mengganjal langkah Indonesia

dalam memanfaatkan AEC untuk sebesar-besarnya kesejahteraan warga. Diperlukan

keseriusan pemerintah dalam menguatkan industri – industri lokal yang potensial

sehingga mampu meningkatkan competitive advantage untuk dijadikan senjata andalan

Indonesia sehingga mampu berperan aktif dalam AEC. Maka dari itu strategic trade

policy memang merupakan salah satu instrumen yang tepat untuk digunakan pemerintah

Indonesia dalam menghadapi AEC.

1. Industri Dirgantara dan Perikanan

Seperti diamanatkan UUD 1945 Pasal 33, bahwa ―Bumi, air dan kekayaan alam

yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat‖, maka sektor perikanan yang merupakan sumber daya

alam yang harus dioptimalkan untuk kemakmuran bangsa. Terlebih lagi Indonesia

merupakan negara maritim dan kepulauan terbesar (17.504 pulau) di dunia serta

memiliki garis pantai sepanjang 104.000 km. Pemerintahan saat ini juga sedang fokus

untuk mengembangkan industrialisasi perikanan. Industrialisasi perikanan diharapkan

mampu menggerakkan dan mendorong jalannya perekonomian nasional melalui sektor

perikanan yang tetap mengedepankan Pro-poor, Pro-Job, Pro-Growth dan Pro-

Environment.

Di kancah internasional, Indonesia sendiri memiliki peran yang strategis dalam

produksi perikanan. Menurut data FAO pada tahun 2012 diatas, produksi perikanan

Indonesia berada pada tingkat 4 dunia. Untuk ASEAN sendiri, Indonesia masih kalah

bersaing dengan Vietnam. Padahal, luas laut Vietnam jauh lebih kecil dibandingkan

dengan luas laut yang dimiliki oleh Indonesia. Seharusnya, Indonesia dapat lebih

mengoptimalkan luas laut yang dimilikinya sebagai produsen utama perikanan,

khususnya di ASEAN terlebih dahulu. Walaupun volume produksi perikanan Indonesia

baik dari perikanan tangkap maupun perikanan budidaya terus meningkat setiap

Page 61: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 61

tahunnya. Produksi perikanan tangkap tahun 2006 sebesar 4,8 juta ton dan meningkat

menjadi 5,7 juta ton pada tahun 2011. Tetapi, rata-rata kenaikan produksi perikanan

dirasakan cukup lambat hanya sekitar 3,2 persen.

Penyebab utama dari masih lambatnya pertumbuhan produksi perikanan

dikarenakan infrastruktur produksi belum optimal. Infrastruktur ini terdiri dari armada

penangkapan dan proses distribusi yang masih lambat yang secara langsung

mengakibatkan kualitas ikan indonesia menurun karena terlalu lama disimpan. Untuk itu,

diperlukan sebuah strategi khusus yang membuat supply chain antara nelayan ke

konsumen menjadi lebih pendek. Strategi distribusi ini tidak dapat lagi mengandalkan

jasa pelayaran karena mendistribusikan ikan melalui laut memakan waktu yang cukup

lama. Strategi yang dapat digunakan oleh pemerintah adalah dengan memanfaatkan

industri dirgantara. Pemerintah dapat membuat pesawat perintis, melalui BUMN-nya PT.

Dirgantara Indonesia, yang khusus untuk mendistribusikan ikan dengan adanya Cold

Storage untuk menjamin ikan tetap dalam keadaan segar.

2. Industri Perbankan

Strategic trade policy pada sektor keuangan merupakan hal yang mungkin

dilakukan, mengingat prospek perekonomian Indonesia di tahun 2015 yang cukup baik.

Jasa keuangan khususnya perbankan memiliki potensi besar di pasar jasa keuangan

ASEAN, terutama jika bank-bank umum milik pemerintah dapat melakukan

merger/akuisisi. Hal ini dilandasi harapan bahwa pemerintah dapat memberikan fokus

lebih bagi bank hasil merger ini dalam mengembangkan pasarnya baik dalam maupun

luar negeri.

Analisis yang dilakukan adalah dengan membandingkan key metrics indicator

milik Bank Baru Indonesia (hasil merger Bank Mandiri, BTN, dan BNI) dengan milik

DBS (Singapore), Maybank (Malaysia), dan CIMB (Malaysia). Hasilnya, BBI memiliki

profitabilitas yang tertinggi dibandingkan ketiga bank lain yang ditunjukkan oleh

tingginya net interest margin. Namun demikian, NIM yang tinggi tersebut

mengindikasikan pula adanya inefisiensi dalam operasional bank. Hal ini turut pula

didukung dengan fakta bahwa interest rate spread perbankan di Indonesia merupakan

yang tertinggi di antara mayoritas negara di ASEAN. Kemudian dengan menggunakan

Page 62: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 62

efficiency ratio, diketahui bahwa DBS dan Maybank memiliki kemampuan yang lebih

baik dalam menghasilkan pendapatan dari sumber daya yang dimiliki. Dari segi

pertumbuhan pinjaman dan deposit, BBI memiliki tingkat pertumbuhan tertinggi yang

mencerminkan pasar perbankan di Indonesia yang cukup baik. Terakhir dari

nonperforming loans, diketahui kemampuan BBI dalam mengelola kredit masih berada

di bawah Maybank dan DBS, di mana resiko default kredit menjadi lebih tinggi.

B. SARAN

1. Industri Dirgantara dan Perikanan

Dari tantangan yang harus dihadapi sebagaimana yang telah dijelaskan di bab

sebelumnya, penulis memberikan beberapa rekomendasi kepada pemerintah.

Diantaranya:

a. Menguatkan sistem industri dan logistik perikanan melalui dirgantara.

Pemerintah harus membantu pelaku usaha dalam membangun industry perikanan

dan distribusi perikanan yang dihasilkan. Sehingga, supply yang telah disediakan

oleh pelaku usaha dapat didistribusikan dengan baik dan pelaku usaha memiliki

insentif untuk memproduksi lebih banyak. Penulis mengusulkan distribusi tersebut

menggunakan pesawat.

b. Menguatkan industri perakitan pesawat melalui BUMN, yaitu PT. Dirgantara

Indonesia dan memfokuskan industry tersebut dalam membuat pesawat perintis,

seperto CN-295 dan N-219. PT. Dirgantara Indonesia juga perlu membuat pesawat

perintis tersebut untuk memiliki Cold Storage di kabin pesawat agar dapat

menyimpan ikan.

c. Pemerintah perlu menguatkan BUMN atau anak perusahaan dari BUMN yang

khusus menangani jasa penerbangan untuk kargo industri ikan dan memberikan

subsidi kepada perusahaan jasa penerbangan yang khusus bergerak di bidang

penerbangan pesawat perintis.

d. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum, perlu memperbanyak

Bandar udara pesawat perintis di dekat daerah yang memiliki potensi kuat dalam

perikanan.

e. Memberikan akses modal dan pasar dan peningkatan daya saing.

Page 63: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 63

Pemerintah harus memperjelas penyaluran modal baik itu uang dan peralatan yang

mendukung produksi yang lebih efektif dan cepat. penyaluran ini harus benar –

benar diawasi dan berkoordinasi dengan pemerintah daerah dalam memperlancar

penyaluran akses modal. Selain itu, akses pasar harus diberikan oleh pemerintah.

Kebutuhan domestik telah mampu dipenuhi artinya harus ada pasar lain yang

pemerintah sediakan untuk menjual hasil perikanan oleh pelaku usaha. Pemerintah

harus membantu pelaku usaha dan meningkatan daya saing dan nilai tambah

dengan memberikan edukasi terhadap pelaku usaha perikanan dari segi menejerial,

finansial, dan operasional Hal ini diharapkan hasil perikanan pelaku usaha di

Indonesia menjadi komoditas yang paling diminati di kancah Internasional.

f. Penguatan peran lembaga perikanan.

Pemerintah harus menguatkan peran lembaga untuk membantu pelaku usaha

perikanan. Lembaga, dalam hal ini Dinas Perikanan Pemerintah Daerah, dapat

membantu pelaku usaha dari tengkulak yang membeli murah produksi pelaku

usaha perikanan yang menyebabkan pelaku usaha perikanan mengalami

kerugian.Pemerintah juga harus memastikan produksi dari pelaku usaha perikanan

memiliki pasar yang jelas sehingga produksi pelaku usaha dapat diperjualkan.

g. Sumber Daya Manusia dan Ilmu pengetahuan dan teknologi yang mendukung.

Pemerintah harus memberikan edukasi terhadap pelaku usaha perikanan dari segi

menejerial, finansial, dan operasional serta memberikan fasilitas yang medukung

terhadap penguatan produksi perikanan seperti teknologi baru yang dapat

membantu percepatan produksi perikanan.

h. Peningkatan kesejahteraan pelaku usaha perikanan dan masyarakat pesisir.

Pemerintah harus menguatkan peran lembaga untuk membantu pelaku usaha

perikanan. Lembaga dalam hal ini membantu pelaku usaha dari tengkulak yang

membeli murah produksi pelaku usaha perikanan yang menyebabkan pelaku usaha

perikanan mengalami kerugian. Dan juga Pemerintah harus memastikan produksi

dari pelaku usaha perikanan memiliki pasar yang jelas sehingga produksi pelaku

usaha dapat diperjualkan.

i. Penguatan Input produksi perikanan budidaya.

Salah satu input penting dalam budidaya ikan adalah pakan, pemerintah harus

mendorong pengusaha lokal untuk menghasilkan pakan yang berkualitas dan dapat

dijangkau oleh banyak kalangan masyarakat. Pakan juga akan mempengaruhi

Page 64: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 64

tumbuh dan kembangnya ikan, oleh karena itu pemerintah harus serius dalam

mejaga kualitas pakan. Tidak hanya pakan, input produksi lain seperti benih dan

lainnya harus terjaga kualitasnya dan dapat dijangkau oleh lapisan masyarakat.

j. Pemerintah harus menguatkan strategi yang mampu memasarkan ikan – ikan di

Indonesia ke luar negeri. Indonesia masih bersaing dengan China dalam produksi

Ikan dan pemenuhan konsumsi Ikan di ASEAN, apabila China mampu

memproduksi lebih dan diikuti dengan kualitas yang jauh lebih baik, tentu akan

menjadi dampak buruk bagi industri perikanan di Indonesia. Selain itu, untuk

mengembangkan pasar perikanan Indonesia seminimalnya di ASEAN, Pemerintah

Indonesia harus berani menantang China untuk bersaing melalui segi kualitas

produk.

2. Industri Perbankan

Merger antara Bank CIMB dengan RHB Capital di Malaysia yang sedang dalam

tahap proses membuat posisi perbankan di Indonesia di masa depan semakin tidak

menguntungkan. Untuk itu, diperlukan adanya kebijakan tegas dari pemerintah di mana

salah satunya adalah dengan melaksanakan merger ketiga bank di atas. Meski aset yang

dimiliki tetap akan di bawah bank-bank lain, setidaknya pemerintah dapat lebih terfokus

untuk mengembangkan satu entitas perbankan dalam menghadapi persaingan sektor

keuangan di ASEAN Economic Community.

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbandingan Populasi, Proyeksi Populasi, dan Luas Wilayah Negara Anggota

ASEAN (sumber: United Nations Population Division) ................................................... 9

Tabel 2. Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi Negara Anggota ASEAN Tahun

2010 – 2013 (sumber: World Bank) ................................................................................... 10

Tabel 3. Global Competitiveness Index Negara ASEAN (sumber: World Economic

Forum, 2014)....................................................................................................................... 12

Tabel 4. Kriteria Subsidi Angkutan Udara Perintis ............................................................ 21

Tabel 5. Tabel Rekapitulasi Jumlah Pesawat Per Propinsi ................................................. 22

Tabel 6. Rata – rata Konsumsi Ikan Tahun 2010 – 2011 (Sumber: Kementerian

Kelautan dan Perikanan, 2011) ........................................................................................... 25

Page 65: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 65

Tabel 7. Volume Produksi Perikanan Tahun 2010 – 2011 (Sumber: Kementerian

Kelautan dan Perikanan, 2011) ........................................................................................... 26

Tabel 8. Volume Produksi Perikanan Budidaya Tahun 2010 – 2011 (Sumber:

Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011) ..................................................................... 26

Tabel 9. Produksi Perikanan Budidaya Tanpa Rumput Laut (sumber: FAO, 2012) .......... 27

Tabel 10. Volume Produksi Perikanan Tangkap Tahun 2010 – 2011 (Sumber:

Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011) ..................................................................... 27

Tabel 11. Produksi Perikanan Tangkap Tahun 2010 – 2011 (sumber: FAO, 2012) .......... 28

Tabel 12. Volume, Nilai Ekspor – Impor dan Neraca Perdagangan Tahun

2010 – 2011 (sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011) ................................. 28

Tabel 13.Total Aset IKNB* (dalam triliun rupiah) (sumber: Laporan Triwulan I

OJK, 2014) .......................................................................................................................... 40

Tabel 14.Total Aset IKNB Syariah* (dalam triliun rupiah) (sumber: Laporan

Triwulan I OJK, 2014) ........................................................................................................ 41

Tabel 15. Proyeksi PDB Dunia (sumber: Bank Indonesia, 2014) ...................................... 42

Tabel 16. Aset dan Ekuitas Bank-Bank di ASEAN (dalam dollar) (Sumber: ) .................. 52

Tabel 17. Interest Rate Spread Negara-Negara ASEAN, 2010-2012 (dalam %)

(Sumber: WDI, World Bank, 2014) .................................................................................... 53

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. 4 Pilar ASEAN Economic Community (AEC) (sumber: AEC

Blueprint, 2007) .................................................................................................................. 7

Page 66: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 66

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1. Logistics Performance index (sumber: World Bank) .......................................... 13

Grafik 2. Grafik 2. Perbandingan Konsumsi Protein Gr/Kap/Hari

(sumber: Susenas, 2009) ..................................................................................................... 25

Grafik 3. Volume Ekspor – Impor Perikanan Indonesia Tahun 2003 – 3011

(sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011) ...................................................... 29

Grafik 4. Kontribusi Volume Ekspor Hasil Perikanan Menurut Tujuan Ekspor

Tahun 2012 (sumber:) ......................................................................................................... 34

Grafik 5. Perkembangan IHSG dan Nilai Rata-Rata Perdagangan Saham Harian

(sumber: Laporan Triwulan I OJK, 2014) .......................................................................... 41

Grafik 6. Negara Utama Tujuan Investasi (sumber: UNCTAD) ........................................ 43

Page 67: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 67

Grafik 7. Net Interest Margin Bank BRI, BTN, dan BNI, 2009-2013 ............................... 47

Grafik 8. Return on Equity Bank BRI, BTN, dan BNI, 2009-2013 .................................... 48

Grafik 9. Biaya Operasional per Pendapatan Operasional Bank BRI, BTN, dan

BNI, 2009-2013 .................................................................................................................. 48

Grafik 10. Capital Adequacy Ratio Bank BRI, BTN, dan BNI, 2009-2013....................... 49

Grafik 11. Nonperforming Loan Bank BRI, BTN, dan BNI, 2009-2013 ........................... 50

Grafik 12. Loan Growth Bank BRI, BTN, dan BNI 2009-2013......................................... 50

Grafik 13. Deposit Growth Bank BRI, BTN, dan BNI, 2009-2013 ................................... 51

Grafik 14. Rasio Bank-Bank di ASEAN ............................................................................ 51

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Internet

AEC 2015 Bisa Jadi Lonceng Kematian Industri Nasional. [online].

http://www.kemenperin.go.id/artikel/5959/AEC-2015-Bisa-Jadi-Lonceng-Kematian-

Industri-Nasional/ (17 November 2014)

Menyambut ASEAN Economic Community 2015: Bagaimana Kesiapan Industri

Perunggasan Nasional?. [online].

http://www.poultryindonesia.com/news/opini/menyambut-asean-economic-community-

2015-bagaimana-kesiapan-industri-perunggasan-nasional/ (18 November 2014)

Page 68: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 68

Indonesia Hadapi AEC 2015. [online].

http://www.liputan6.com/citizen6/read/566007/menakar-kesiapan-indonesia-hadapi-aec-

2015 (18 November 2014)

PASAR BEBAS ASEAN: Mengintip Kesiapan Indonesia. [online].

http://www.bisnis.com/bisnis-indonesia/read/20130703/251/148451/pasar-bebas-asean-

mengintip-kesiapan-indonesia (17 November 2014)

Kesiapan Indonesia Menghadapi MEA Mengkhawatirkan. [online].

http://www.ekonomi.rimanews.com/bisnis/read/20141014/177805/-Kesiapan-Indonesia-

Menghadapi-MEA-Mengkhawatirkan (19 November 2014)

Peluang dan Tantangan Indonesia Pada ASEAN Economic Community 2015. [online].

http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=7911 (19

November 2014)

Industri Nasional ―Gugup‖ Sambut AEC 2015. [online].

http://kemenperin.go.id/artikel/5879/Industri-Nasional- (18 November 2014)

Indonesia Perlu Perbanyak Tenaga Terampil Hadapi MEA. [online].

http://www.beritasatu.com/ekonomi/222273-indonesia-perlu-perbanyak-tenaga-terampil-

hadapi-mea.html (20 November 2014)

Kemendag Catatkan Ekspor Hasil Laut ke Jerman Sebesar USD 15 Juta. [online].

http://beritadaerah.co.id/2014/08/25/kemendag-catatkan-ekspor-hasil-laut-ke-jerman-

sebesar-usd15-juta/ (19 November 2014)

Kurangi Kemiskinan, RI Belajar Ikan ke China. [online].

http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/250716-kurangi-kemiskinan--ri-belajar-ikan-ke-

china (19 November 2014)

Garut Bisa Ekspor Hasil Laut 40 Ton per Bulan. [online].

http://www.tribunnews.com/bisnis/2014/04/19/garut-bisa-ekspor-hasil-laut-40-ton-per-

bulan (19 November 2014)

Pelepasan Ekspor hasil Perikanan ke Jepang – Belgia. [online]. http://sulselprov.go.id/berita--

pelepasan-ekspor-hasil--perikanan--ke-jepang-–-belgia.html (19 November 2014)

Gali Peluang Ekspor Produk Hasil Laut ke Korea Selatan. [online].

http://www.tribunnews.com/bisnis/2012/05/25/gali-peluang-ekspor-produk-hasil-laut-ke-

korea-selatan (19 November 2014)

Gunawan, ST., MT. 2009. Pengkajian Kebutuhan Pesawat dalam Mendukung Kegiatan

Angkutan Udara Perintis di Indonesia.

Page 69: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 69

www.google.com/search?client=opera&q=PENGKAJIAN+KEBUTUHAN+PESAWAT

+DALAM+MENDUKUNG+KEGIATAN+ANGKUTAN+UDARA+PERINTIS+DI+IN

DONESIA&sourceid=opera&ie=UTF-8&oe=UTF-8# (18 November 2014)

Hermawan, Tommy. 2013. Sistem Logistik Ikan Nasional, Sebuah Tinjauan Kebijakan. [pdf].

http://callforpapers.bappenas.go.id/papers/Sub%20tema%20Perekonomian%20Tommyh

ermawan.pdf (18 November 2014)

Brunei Darussalam. (2013). ASEAN+6 Population Forecast. [pdf].

http://asean2013.gov.bn/images/aseanpopuforecast.pdf (17 November 2014)

Jones, Gavin W. 2013. The Population of Southeast Asia. [pdf].

http://www.ari.nus.edu.sg/docs/wps/wps13_196.pdf (16 November 2014)

https://www.google.com/?gws_rd=ssl#q=jumlah+pesawat+indonesia+untuk+keperluan+distr

ibusi+hasil+laut (12 November 2014)

Sumber Literatur

Schwab, Klaus. 2014. The Global Competitiveness Report 2014 – 2015. Geneva: World

Economic Forum.

Hanafiah dan AM Saefudin. 1986. Tata Niaga Hasil Perikanan. Jakarta: Universitas

Indonesia (UI Press).

Mishkin, Frederick S. 2009. Money, Banking, and Financial Market 9th Edition. New York:

Prentice Hall.

Krugman, Paul R. 1996. Strategic Trade Policy and New International Economies. The MIT

Press.

Putra, Dody Yuli. 2011. Peran Sektor Perikanan dalam Perekonomian Nasional dan

Penyerapan Tenaga Kerja di Indoensia : Analisi Input – Output. Padang.

Kementerian Kelautan dan Perikanan RI. 2012. Rencana Strategis Kementrian Kelautan dan

Perikanan RI Tahun 2010 – 2014. Jakarta.

Kementerian PPN. 2013. Pembangunan Kelautan dan Perikanan dalam Prioritas

Pembangunan Nasional 2014 – 2019. Jakarta.

Statistik Ekspor Hasil Perikanan Menurut Komoditi, Provinsi dan Pelabuhan Asal Ekspor

2012.

Bank Indonesia. 2014. Laporan Perekonomian Indonesia 2013: Menjaga Stabilitas,

Mendorong Reformasi Struktural untuk Pertumbuhan Ekonomi yang Berkelanjutan.

Page 70: Strategic Trade Policy Indonesia terkait ASEAN Economic Community

Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FE UI 2014 70

Infobank Outlook 2015: Tumbuh di Ruang Sempit dan Reformasi Struktural. Majalah

Infobank Edisi Oktober 2014.

Laporan Keuangan Bank Mandiri, 2009-2013.

Laporan Keuangan Bank BTN, 2009-2013.

Laporan Keuangan Bank BNI, 2009-2013.

Laporan Triwulan I OJK, 2014.

Penerbangan, Undang-Undang No. 1 Tahun 2009.