staphylococcus aureus 1

31
Staphylococcus aureus Di susun oleh : Dinar Aghnia N. (P27834113028) Rista Asyfaur (P27834113046) Suci Izzati Nafsi S. (P27834113048) Rahmad Hidayat (P27834113050) KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SURABAYA

Upload: dian-nur-rahmawati

Post on 17-Jan-2016

40 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

stap

TRANSCRIPT

Page 1: Staphylococcus Aureus 1

Staphylococcus aureus 

Di susun oleh :

Dinar Aghnia N. (P27834113028)

Rista Asyfaur (P27834113046)

Suci Izzati Nafsi S. (P27834113048)

Rahmad Hidayat (P27834113050)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN

SURABAYA

PROGRAM STUDI D4 ANALIS KESEHATAN

2014 / 2015

Page 2: Staphylococcus Aureus 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

 Staphylococcus merupakan penyebab penting penyakit pada manusia. Dalam keadaan

normal terdapat di saluran pernafasan atas, kulit, saluran cerna dan vagina. Staphylococcus dapat

dihembuskan dari saluran pernafasan atas pada waktu bersin, benda-benda mati, debu dinding

dan lantai ruangan dapat menjadi sumber penularan ke orang lain. Staphylococcus dapat

ditularkan melalui tangan pengidap yang bergejala. Pegawai di rumah sakit adalah yang terutama

paling mungkin menularkan cara ini. Orang yang sehat juga dapat menyebarkan Staphylococcus

ke kulit dan pakaiannya sendiri dengan cara bersin atau melalui tangan yang terkontaminasi. 

Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang bersifat patogen. Infeksi yang disebabkan

oleh bakteri ini biasanya timbul dengan tanda – tanda khas yaitu peradangan, nekrosis, dan

pembentukan abses. Staphylococcus aureus bertanggung jawab atas 80% penyakit supuratif

dengan permukaan kulit sebagai habitat alaminya. Infeksi kulit dan luka terbuka seperti ulkus,

bekas terbakar, dan luka bekas operasi memperbesar kemungkinan terinfeksi bakteri dan

berakibat infeksi sistemik. Infeksi oleh bakteri menimbulkan peradangan disertai rasa sakit dan

terjadi supurasi sehingga perlu adanya suatu tindakan untuk mengeluarkan pus tersebut dan

membatasi pertumbuhan serta penyebaran bakteri.

Infeksi Staphylococcus aureus dapat sendi pada tingkat yang berat. Sendi prostetik

menempatkan seseorang pada risiko tertentu untuk arthritis septik, dan endokarditis

staphylococcal (infeksi pada katup jantung) dan pneumonia, yang dapat dengan cepat menyebar.

Page 3: Staphylococcus Aureus 1

BAB II

PEMBAHASAN

Pengertian

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat berdiameter 0,7-

1,2 μm, tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur seperti buah anggur, fakultatif

anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak bergerak. Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37

ºC, tetapi membentuk pigmen paling baik pada suhu kamar (20-25 ºC). Koloni pada perbenihan

padat berwarna abu-abu sampai kuning keemasan, berbentuk bundar, halus, menonjol, dan

berkilau. Lebih dari 90% isolat klinik menghasilkan S. aureus yang mempunyai kapsul

polisakarida atau selaput tipis yang berperan dalam virulensi bakteri.

Taksonomi/ Klasifikasi

•      Divisi : Procaryotae

•      Class      : Schizomycetes

•      Ordo                 : Eubacteriales

•      Famili              : Micrococcaceae

•      Genus            : Staphylococcus

•      Spesies             : Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan spesies dari genus bakteri Staphylococcus, dan

termasuk dalam famili Micrococcaceae. Staphylococcus berasal dari kata Yunani yaitu Staphyle

yang berarti anggur dan coccus yang berarti bulat atau bola, sedangkan aureus berarti emas

seperti matahari. Staphylococcus aureus berarti bakteri yang berbentuk bulat atau bola yang

tersusun bergerombol menyerupai buah anggur dan menghasilkan pigmen yang berwarna kuning

emas. Staphylococcus bersifat Gram-positif, selnya berdiameter 0,8 – 1,0 mikron, tidak

berflagel, dan tidak berspora. Bakteri ini dapat tumbuh dengan atau tanpa bantuan oksigen.

Staphylococcus aureus dapat tumbuh pada suhu 15-450C dan dalam NaCl berkonsentrasi

15 %. Pembentukan pigmen akan sangat baik jika koloni tersebut tumbuh pada media Nutrien

Agar miring. Koloni yang masih sangat muda tidak berwarna.Staphylococcus aureus ini bersifat

Page 4: Staphylococcus Aureus 1

hemolitik pada agar darah. Staphylococcus aureusmerupakan bakteri patogen pada kulit.

Infeksinya dapat menyebabkan kelainan pada kulit.

Struktur antigen

Bakteri Staphylococcus mengandung polisakarida dan protein yang bersifat antigenik.

Sebagian besar bahan ekstraselluler yang dihasilkan bakteri ini juga bersifat antigenik.

Polisakarida yang ditemukan pada jenis yang virulen adalah polisakarida A dan yang ditemukan

pada jenis yang tidak patogen adalah polisakarida B. Polisakarida A merupakan komponen

dinding sel yang dapat larut dalam asam triklorasetat. Antigen ini merupakan komponen

peptidoglikan yang dapat menghambat fagositosis. Bakteriofaga terutama menyerang bagian ini.

Antigen protein A berada di luar antigen polisakarida. Kedua antigen ini membentuk dinding sel

bakteri.

Struktur antigen dari Staphylococcus terdiri atas :

1) Peptidoglikan.

2) Protein A

3) Kapsul

4) Enzim dan Toksin-toksin yang ada pada Staphylococcus aureus

1. Peptidoglikan

Peptidoglikan (murein) adalah polisakarida yang terdiri dari dua gula turunan yaitu

asam-N-asetil glukosamin serta asam-N-asetil muramat yang dihubungkan ikatan β-1,4, dan

sebuah rantai peptida pendek yang contohnya terdiri dari asam amino l-alanin, d-alanin, d-

asam glutamat, dan baik l-lisin atau asam diaminopimelik (DAP)-asam amino langka yang

hanya ditemukan pada dinding sel prokariot. Peptidoglikan adalah komponen utama dinding

sel bakteri yang bersifat kaku dan bertanggungjawab untuk menjaga integritas sel serta

menentukan bentuknya. Struktur dasar peptidoglikan adalah sebuah selubung yang

menyelimuti sel yang tersusun dari utas-utas peptidoglikan yang berdampingan satu sama lain

dan dihubungkan dengan ikatan silang tetrapeptida yang terbuat dari asam amino.

Peptidoglikan hanya ditemukan pada spesies bakteri, contohnya Staphylococcus

aureus, namun tidak semua bakteri memiliki DAP pada peptidoglikannya. Peptidoglikan

ditemukan baik pada bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif, tetapi dengan struktur

Page 5: Staphylococcus Aureus 1

yang sedikit berbeda. Bakteri gram positif memiliki dinding sel yang tersusun dari lapisan

peptidoglikan yang lebih tebal, sedangkan bakteri gram negatif memiliki lapisan

peptidoglikan yang lebih tipis dan mempunyai struktur lipopolisakarida yang tebal. Metode

yang digunakan untuk membedakan kedua jenis kelompok bakteri ini dikembangkan oleh

ilmuwan Denmark, Hans Christian Gram pada tahun 1884. Terdapat lebih dari 100 jenis

peptidoglikan yang berbeda yang telah diketahui.

2. Protein A

Letak protein A ada pada dinding sel S. aureus dan dapat mengganggu sistem imun

inang dengan mengikat antibodi immunoglobin G .

3. Kapsul

Kapsul melindungi bakteria dengan cara mencegah fagositosis bakteri terhadap

leukosit polimorfonuklear (PMN). Mikrokapsul polisakarida pada beberapa strain

Staphylococcus aureus berperan sebagai antifagosit (Carter dan Wise, 2004). Kapsul

merupakan lapisan terluar dinding sel Staphylococcus aureus yang diselubungi oleh kapsula

polisakarida. Sebelas serotype kapsular Staphylococcus aureus diidentifikasi Staphylococcus

auerus, dengan serotype 5 dan 8 yang mayoritas sebagai penyebab infeksi.

Kapsul Staphylococcus aureus berfungsi mencegah fagosit berinteraksi dengan

determinan subkapsular bakteri, sehingga tidak terjadi penelana oleh fagosit. Kapsul juga

tidak mengikat komplemen, akibatnya komplemen tidak dapat berinteraksi dengan reseptor C-

3 pada fagosit .

Polisakarida pada Staphylococcus aureus biasa disebut dengan mikrokapsul karena

hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop electron, tidak seperti kapsul bakteri

pada umumnya yang dapat dilihat dengan mikroskop cahaya. Strain Staphylococcus aureus

yang diisolasi dari kasus infeksi menunjukkan peningkatan ekspresi polisakarida tetapi secara

cepat akan kehilangan kemampuan antigenesitasnya bila dikultur

4. Enzim dan Toksin-toksin

Staphylococcus aureus dapat menimbulkan penyakit melalui kemampuan

berkembang biak dan menyebar luas dalam jaringan dan melalui pembentukan berbagai zat

ekstraseluler.beberapa zat ini adalah enzim.sedangkan yang lain di duga toksin,meskipun

berfungsi sebagai enzim kebanyakan toksin berada di bawah pengendalian genetik plasmid

atau DNA yang berbentuk cekuler yang terdapat dalam kromosom.

Page 6: Staphylococcus Aureus 1

Hemolisa :Staphylococcus aureus dapat di bedakan menjadi 3 hemolisa yang di sebut

alfa,beta dan gama.Semua hemolisa ini antigennya berbeda. Hemolisa alfa dapat

menyebabkan hemolisis sel darah merah kelinci dan domba dengan cepat,hemolisa alfa di

sebabkan oleh jenis koagulase positif dan penting pada patogenesis infeksi pada manusia.

- Koagulase

Staphylococcus aureus menghasilkan koagulase suatu protein yang mirip enzim

yang dapat menggumpalkan plasma yang telah di beri oksalat atau sitrat dengan bantuan

suatu faktor yang terdapat pada banyak serum. Faktor serum bereaksi dengan koagulase

untuk menghasilkan enterase dan menyebabkan aktivitas pembekuan. Koagulase dapat

mengendapakan fibrin pada permukaan Staphylococcus. Staphylococcus aureus

membentuk koagulase positif di anggap mempunyai potensi menjadi patogen invasive.

- Katalase

Staphylococcus menghasilkan katalase yang mengubah hydrogen peroksida

(H2O2) menjadi air dan oksigen.tes katalase membedakan Staphylococcus positif dari

Streptococcus yang negatif.

Metabolit nontoksin bakteri Staphylococcus aureus

1. Antigen Permukaan

Antigen ini berfungsi untuk mencegah reaksi serangan faga, mencegah reaksi koagulase dan

mencegah fagositosis.

2. Koagulase

Enzim ini dapat menggumpalkan oksalat plasma sitrat plasma karena faktor koagulase reaktif

dalam serum. Faktor koagulase reaktif bereaksi koagulase dan menghasilkan suatu esterase

yang dapat membangkitkan aktivitas penggumpalan sehingga terjadi deposit fibrin pada

permukaan sel bakteri yang dapat menghambat fagositosis.

3. Hiluronidase

Enzim ini terutama dihasilkan oleh jenis koagulase positif. Penyebaran bakteri dipermudah

dengan adanya enzim ini. Oleh karena itu enzim ini disebut juga sebagai faktor penyebar.

Page 7: Staphylococcus Aureus 1

4. Fibrinolisin

Enzim ini melisiskan bekuan darah dalam pembuluh darah yang sedang meradang sehingga

bagian-bagian bekuan yang penuh bakteri terlepas dan menyebabkan lesi metastatik di tempat

lain.

5. Gelatinase dan Protease

Gelatinase adalah enzim yang dapat mencairkan gelatin. Protease adalah enzim yang dapat

menekrosis jaringan termasuk tulang.

6. Lipase dan Tributirinase

Lipase terutama dihasilkan oleh jenis koagulase positif, tetapi tidak mempunyai peranan yang

spesifik. Tributirinase adalah enzim yang dapat menyebabkan terjadi pemisahan lemak dalam

perbenihan kaldu yang mengandung glukosa dan kuning telur.

7. Fosfatase, Lisozim, dan Penicillinase

Patogenitas bakteri berkaitan dengan aktivitas fosfatase dan pembentukan koagulase. Tetapi

pemeriksaan fosfatase lebih sulit dilakukan. Lisozim dibuat oleh sebagian besar jenis

koagulase positif dan penting untuk menentukan patogenitas bakteri. Penisillinase diproduksi

oleh beberapa Staphylococcus untuk mempertahankan diri dari antibiotik beta-laktam.

8. Peroksidase

Enzim ini dibuat oleh Staphylococcus dan Micrococcus, sedangkan Pneumococcus dan

Streptococcus tidak memproduksi peroksidase. Keberadaan enzim ini dapat diketahui dengan

menuangkan larutan H2O2 3% pada koloni Staphylococcus berumur 24 jam dan akan timbul

gelembung udara.

Eksotoksin bakteri Staphylococcus aureus

1. α-Hemolisin

Merupakan protein heterogen yang bekerja dengan spektrum luas pada membran sel eukariot.

Toksin ini bersifat sebagai berikut :

- Melisiskan sel darah merah kelinci, kambing, domba,dan sapi.

- Tidak melisiskan sel darah merah manusia, karena pada manusia toksin ini sensitif

terhadap trombosit dan monosit.

- Menyebabkan nekrosis pada kulit hewan dan manusia.

- Dapat membunuh manusia dan hewan apabila terdapat dalam dosis yang cukup besar.

Page 8: Staphylococcus Aureus 1

- Menghancurkan sel darah putih kelinci.

- Bersifat sitotoksik terhadap biakan jaringan mamalia.

Semua sifat tersebut dapat dinetralkan oleh imunoglobulin G ( IgG ), tetapi tidak dapat

dinetralkan oleh IgA dan IgM.

2. β-Hemolisin

Toksin ini terutama dihasilkan oleh jenis Staphylococcus yang berasal dari hewan. β-

hemolisin dapat melisiskan sel darah domba dan sapi. Lisis terjadi setelah inkubasi selama 1

jam pada suhu 370C dan 18 jam pada suhu 100C. Toksin dapt dibuat toksoid. β-hemolisin

dapat menguraikan sfingomielin sehingga toksik untuk berbagai sel, termasuk sel darah merah

manusia

3. γ-Hemolisin

Toksin ini dapat melisiskan sel darah merah manusia dan hewan.

4. δ-Hemolisin

Toksin ini bersifat heterogen dan terurai menjadi beberapa subunit pada detergen nonionik.

Toksin tersebut mengganggu membran biologik dan dapat berperan pada penyakit diare

akibat Staphylococcus aureus.

5. Leukosidin

Toksin ini dapat merusak sel darah putih berbagai jenis binatang. Ada tiga tipe leukosidin

yaitu :

Toksin, . yang identik dengan α-Hemolisin

Toksin yang identik dengan δ-hemolisin, bersifat termostabil, dan menyebabkan perubahan

morfologi semua tipe sel darah putih, kecuali yang berasal dari domba.

Toksin yang hanya merusak sel darah putih manusia dan kelinci tanpa aktivitas hemolitik.

Toksin ini terdapat pada 40 – 50 % jenis Staphylococcus.

6. Sitotoksin

Toksin ini mempengaruhi arah gerak sel darh putih dan bersifat termostabil.

7. Toksin eksfoliatin

Toksin Staphylococcus ini merupakan suatu protein ekstraselluler yang tahan panas tetapi

tidak tahan asam dan dapat menyebabkan dermatitis eksfoliatif pada bayi baru lahir

(Staphylococcal Scalded Skin Syndrome), impetigo, dan nekrosis pada kulit.

Page 9: Staphylococcus Aureus 1

Enterotoksin bakteri Staphylococcus aureus

Terdapat berbagai enterotoksin (A-E, G-I, K-M). Sekitar 50% strainStaphylococcus

aureus dapat menghasilkan satu enterotoksin atau lebih. Seperti TSST-1 (Toksin Sindrom-Syok-

Toksik-1), enterotoksinnya merupakan superantigen. Enterotoksin tahan terhadap panas dan

resisten terhadap kerja enzim usus. Enterotoksin merupakan penyebab penting keracunan

makanan, enterotoksin dihasilkan bila Staphylococcus aureustumbuh di makanan yang

mengandung karbohidrat dan protein.

Enterotoksin ini terbentuk jika bakteri ditanam dalam perbenihan semisolid yang

mengandung CO2 30%. Toksin ini terdiri atas protein yang bersifat berikut ini :

Non hemolitik

Non dermonekrotik

Non paralitik

Termostabil, dalam air mendidih tahan selama 30 menit

Tahan terhadap pepsin dan tripsin

Belum ditemukan cara yang mudah untuk mendeteksi bakteri Staphylococcus yang

mengandung enterotoksin, tetapi ada hubungan antara pembentukan enterotoksin dengan

koagulase.

Patogenesis

Sebagian bakteri Staphylococcus merupakan flora normal pada kulit, saluran pernafasan,

dan saluran pencernaan makanan pada manusia. Bakteri ini juga ditemukan di udara dan

lingkungan sekitar. Staphylococcus aureus yang patogen bersifat invasif, menyebabkan

hemolisis, membentuk koagulase, dan mampu meragikan manitol (Warsa, 1994).2

Infeksi oleh Staphylococcus aureus ditandai dengan kerusakan jaringan yang disertai

abses bernanah. Beberapa penyakit infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus adalah

bisul, jerawat, impetigo, dan infeksi luka. Infeksi yang lebih berat diantaranya pneumonia,

mastitis, plebitis, meningitis, infeksi saluran kemih, osteomielitis, dan endokarditis.

Staphylococcus aureus juga merupakan penyebab utama infeksi nosokomial, keracunan

makanan, dan sindroma syok toksik (Ryan, et al., 1994; Warsa, 1994).

Bisul atau abses setempat, seperti jerawat dan borok merupakan infeksi kulit di daerah

folikel rambut, kelenjar sebasea, atau kelenjar keringat. Mula-mula terjadi nekrosis jaringan

Page 10: Staphylococcus Aureus 1

setempat, lalu terjadi koagulasi fibrin di sekitar lesi dan pembuluh getah bening, sehingga

terbentuk dinding yang membatasi proses nekrosis. Infeksi dapat menyebar ke bagian tubuh lain

melalui pembuluh getah bening dan pembuluh darah, sehingga terjadi peradangan pada vena,

trombosis, bahkan bakterimia. Bakterimia dapat menyebabkan terjadinya endokarditis,

osteomielitis akut hematogen, meningitis atau infeksi paru-paru (Warsa, 1994; Jawetz et al.,

1995).

Kontaminasi langsung Staphylococcus aureus pada luka terbuka (seperti luka

pascabedah) atau infeksi setelah trauma (seperti osteomielitis kronis setelah fraktur terbuka) dan

meningitis setelah fraktur tengkorak, merupakan penyebab infeksi nosokomial (Jawetz et al.,

1995).

Bakteri ini juga merupakan salah satu penyebab umum pada keracunan makanan.

Staphylococcus aureus dapat memproduksi racun yang disebut dengan enterotoksin. Toksin ini

dapat menyerang saluran pencernaan, jika manusia mengkonsumsi makanan yang telah

terkontaminasi bakteri ini. Jika makanan yang mengandung bakteri ini masuk kedalam tubuh,

kemudian masuk di dalam saluran pencernaan, dapat menimbulkan gejala sakit perut, mual,

muntah dan diare. Waktu inkubasi Staphylococcus aureus 1-8 jam, paling sering antara 2 – 4

jam. Sumber bakteri Staphyilococcus aureus dapat berasal dari tangan, rongga hidung, mulut dan

tenggorokan pekerja. Hal ini menjadi kritis jika pekerja yang sedang sakit tenggorokan dibiarkan

bekerja.

Keracunan makanan dapat disebabkan kontaminasi enterotoksin dari S. aureus. Waktu

onset dari gejala keracunan biasanya cepat dan akut, tergantung pada daya tahan tubuh dan

banyaknya toksin yang termakan. Jumlah toksin yang dapat menyebabkan keracunan adalah 1,0

µg/gr makanan. Gejala keracunan 3ditandai oleh rasa mual, muntah-muntah, dan diare yang

hebat tanpa disertai demam (Ryan, et al., 1994 ; Jawetz et al., 1995).

Sindroma syok toksik (SST) pada infeksi S. aureus timbul secara tiba-tiba dengan gejala

demam tinggi, muntah, diare, mialgia, ruam, dan hipotensi, dengan gagal jantung dan ginjal pada

kasus yang berat. SST sering terjadi dalam lima hari permulaan haid pada wanita muda yang

menggunakan tampon, atau pada anakanak dan pria dengan luka yang terinfeksi stafilokokus. S.

aureus dapat diisolasi dari vagina, tampon, luka atau infeksi lokal lainnya, tetapi praktis tidak

ditemukan dalam aliran darah (Jawetz et al., 1995).

Page 11: Staphylococcus Aureus 1

Faktor Virulensi Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus dapat menimbulkan penyakit melalui kemampuannya tersebar

luas dalam jaringan dan melalui pembentukan berbagai zat ekstraseluler. Berbagai zat yang

berperan sebagai faktor virulensi dapat berupa protein, termasuk enzim dan toksin, contohnya :

1. Katalase

Katalase adalah enzim yang berperan pada daya tahan bakteri terhadap proses fagositosis.

Tes adanya aktivitas katalase menjadi pembeda genus Staphylococcus dari Streptococcus

(Ryan et al., 1994; Brooks et al., 1995).

2. Koagulase

Enzim ini dapat menggumpalkan plasma oksalat atau plasma sitrat, karena adanya faktor

koagulase reaktif dalam serum yang bereaksi dengan enzim tersebut. Esterase yang

dihasilkan dapat meningkatkan aktivitas 4penggumpalan, sehingga terbentuk deposit

fibrin pada permukaan sel bakteri yang dapat menghambat fagositosis (Warsa, 1994).

3. Hemolisin

Hemolisin merupakan toksin yang dapat membentuk suatu zona hemolisis di sekitar koloni

bakteri. Hemolisin pada Stsphylococcus aureus terdiri dari alfa hemolisin, beta hemolisisn,

dan delta hemolisisn. Alfa hemolisin adalah toksin yang bertanggung jawab terhadap

pembentukan zona hemolisis di sekitar koloni Staphylococcus aureus pada medium agar

darah. Toksin ini dapat menyebabkan nekrosis pada kulit hewan dan manusia. Beta

hemolisin adalah toksin yang terutama dihasilkan Stafilokokus yang diisolasi dari hewan,

yang menyebabkan lisis pada sel darah merah domba dan sapi. Sedangkan delta hemolisin

adalah toksin yang dapat melisiskan sel darah merah manusia dan kelinci, tetapi efek

lisisnya kurang terhadap sel darah merah domba (Warsa, 1994).

4. Leukosidin

Toksin ini dapat mematikan sel darah putih pada beberapa hewan. Tetapi perannya dalam

patogenesis pada manusia tidak jelas, karena Stafilokokuspatogen tidak dapat mematikan

sel-sel darah putih manusia dan dapat difagositosis (Jawetz et al., 1995).

5. Toksin eksfoliatif

Toksin ini mempunyai aktivitas proteolitik dan dapat melarutkan matriks mukopolisakarida

epidermis, sehingga menyebabkan pemisahan intraepitelial pada ikatan sel di stratum

Page 12: Staphylococcus Aureus 1

granulosum. Toksin eksfoliatif merupakan penyebab 5 Staphylococcal Scalded Skin

Syndrome, yang ditandai dengan melepuhnya kulit (Warsa, 1994).

6. Toksin Sindrom Syok Toksik (TSST)

Sebagian besar galur Staphylococcus aureus yang diisolasi dari penderita sindrom syok

toksik menghasilkan eksotoksin pirogenik. Pada manusia, toksin ini menyebabkan demam,

syok, ruam kulit, dan gangguan multisistem organ dalam tubuh (Ryan, et al., 1994;

Jawetz et al., 1995).

7. Enterotoksin

Enterotoksin adalah enzim yang tahan panas dan tahan terhadap suasana basa di dalam

usus. Enzim ini merupakan penyebab utama dalam keracunan makanan, terutama pada

makanan yang mengandung karbohidrat dan protein (Jawetz et al., 1995).

Mekanisme infeksi

1. Perlekatan pada protein sel inang

Struktur sel Staphylococcus aureus memiliki protein permukaan yang membantu

penempelan bakteri pada sel inang. Protein tersebut adalah laminin dan fibronektin yang

membentuk matriks ekstraseluler pada permukaan epitel dan endotel. Selain itu, beberapa

galur mempunyai ikatan protein fibrin atau fibrinogen yang mampu meningkatkan

penempelan bakteri pada darah dan jaringan.

2. Invasi

Invasi Staphylococcus aureus terhadap jaringan inang melibatkan sejumlah besar

kelompok protein ekstraseluler. Beberapa protein yang berperan penting  dalam proses

invasi Staphylococcus aureus adalah α-toksin, β-toksin, δ-toksin, γ-toksin, leukosidin,

koagulase, stafilokinase, dan beberapa enzim (protease, lipase, DNAse, dan enzim

pemodifikasi asam lemak).

3. Perlawanan terhadap ketahanan inang

Staphylococcus aureus memiliki kemampuan mempertahankan diri terhadap mekanisme

pertahanan inang. Beberapa faktor pertahanan diri yang dimilikiStaphylococcus

aureus yaitu : simpai polisakarida, protein A, dan leukosidin.

4. Pelepasan beberapa jenis toksin

Page 13: Staphylococcus Aureus 1

Pelepasan beberapa jenis toksin diantaranya yaitu eksotoksin, superantigen, dan toksin

eksfoliatin.

Gambaran Klinis Infeksi Staphylococcus aureus

Beberapa jenis penyakit yang disebabkan oleh infeksi Staphylococcus sp adalah :

1. Impetigo

Adalah penyakit infeksi kulit yang menimbulkan bintil-bintil yang berisi nanah.

2. Folikulitis

Adalah infeksi superfisial pada folikel-folikel rambut dan mengeluarkan pustula yang

berwarna putih.

3. Furunkel

Adalah infeksi Staphylococcus aureus yang menginvasi bagian dalam dari bagian rambut.

Furunkel merupakan peradangan yang disertai pembengkakan dan menyakitkan.

4. Karbunkel

Adalah radang dibawah kulit yaitu kumpulan peradangan yang terikat satu dengan yang

lain di bawah kulit.

5. Hidradengitis

Adalah infeksi kelenjar tertentu di wilayah ketiak dan alat genital.

6. Mastitis

Adalah infeksi pada payudara, yang terjadi pada payudara ibu yang sedang menyusui

melalui luka puting pada payudara.

7. Endokarditis

Infeksi pada katup jantung yang disebabkan karena Staphylococcus aureus menyerang

endokardium yang merupakan bagian terdalam dari jantung. Kondisi ini menyebabkan

kerusakan permanen pada jantung.

8. Osteomielitis

Adalah infeksi pada tulang dan pada otot di sekitar tulang.

9. Artritis Septik

Page 14: Staphylococcus Aureus 1

Merupakan infeksi Staphylococcus yang menyebar ke pembuluh darah, tangan, kaki, dan

punggung tempat abses kemudian berkembang. Bagian yang terinfeksi akan

membengkak dan berisi nanah.

10. Pneumonia

Infeksi Staphylococcus aureus pada paru-paru dapat menyebabkan pneumonia.

11. Sindrom kulit terbakar (Staphylococcal Scalded Skin Syndrome)

Merupakan infeksi pada kulit yang mengelupas seperti terbakar. Infeksi biasanya berupa

keropeng yang terisolasi yang menyerupai impetigo dan biasa terjadi pada bayi pada

daerah yang tertutup popok atau di sekitar tali pusar.

12. Sindrom renjat toksik

Sindrom infeksi ini menyebabkan demam tinggi, tekanan darah rendah, kulit terkelupas,

dan kerusakan organ tertentu. Sindrom ini dapat mengakibatkan kematian.

13. Keracunan makanan

Keracuanan makanan yang disebabkan oleh Staphylococcus

aureus dikarenakan toksin yang dihasilkan Staphylococcus aureus ditandai

dengan gejala mual, muntah, kejang perut, dan diare.

Pemeriksaan Laboratorium

            Sampel darah pasien dilakukan kultur pada media penyubur kaldu pepton. Kemudian

diinkubasi, pada hari berikutnya dilakukan pengecatan Gram menunjukkan hasil bakteri Gram

(+) coccus, bergerombol dan juga dilakukan kultur pada media agar darah. Setelah diinkubasi

selama satu hari dilakukan Tes Katalase dan menunjukkan hasil positif. Kemudian dilakukan

inokulasi pada media Nutrien Agar miring untuk mengamati adanya pigmen. Pada hari

berikutnya didapatkan koloni bakteri dengan pigmen kuning emas dan Tes Koagulase

menunjukkan hasil positif.

Perbenihan

            Untuk membiakkan Staphylococcus diperlukan suhu optimal antara 28-380C,atau sekitar

350C. Apabila bakteri tersebut diisolasi dari seorang penderita, suhu optimal yang diperlukan

Page 15: Staphylococcus Aureus 1

adalah 370C. pH optimal untuk pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah 7,4. Pada  umumnya

Staphylococcus dapat tumbuh pada medium-medium yang biasa dipakai di laboratorium

bakteriologi misalnya sebagai berikut,

1.      Nutrient Agar Plate (NAP)

Medium tersebut penting untuk mengetahui  adanya pembentukan pigmen

dan Staphylococcus aureus akan membentuk pigmen berwarna kuning emas. Koloni yang

tumbuh berbentuk bulat, berdiameter 1-2 mm, konveks dengan tepi rata,permukaan

mengkilat dan konsistensinya lunak.

2.      Blood Agar Plate (BAP)

Medium tersebut dipakai secara rutin. Koloninya akan tampak lebih besar, dan pada

galur yang ganas biasanya memberikan hemolisa yang jernih disekitar koloni yang mirip

dengan koloni Streptococcus β-hemolyticus.

Pada umumnya untuk membiakkan Staphylococcus aureus, perlu medium yang

mengandung asam amino dan vitamin-vitamin, misalnya threonine, asam nikotinat, dan

biotin. Untuk isolasi primer dari infeksi campuran, terutama yang berasal dari tinja atau

luka-luka, perlu medium yang mengandung garam NaCl konsentrasi tinggi misalnya 7,5%

atau medium yang mengandung polimiksin (Polimiksin Staphylococcus Medium).

Pembentukan pigmen paling baik apabila dieramkan pada suhu kamar (200C). Pigmen ini

mempunyai sifat-sifat :

-          Mudah larut dalam alcohol, eter, dan benzene.

-          Termasuk bahan yang bersifat lipokrom.

-          Tetap tinggal dalam koloi bakteri.

-          Tidak berdifusi ke dalam medium.

Hubungan antara warna pigmen dengan patogenitas tidak selalu tetap. Sebagai contoh

Staphylococcus aureus yang menghasilkan pigmen warna kuning emas tidak selalu

menghasilkan tes koagulase yang positif, tetapi kadang-kadang menghasilkan koagulase

yang negative. Pigmen kuning emas ini tidak terbentuk pada keadaan anaerob dan juga tidak

terbentuk pada perbenihan cair.

Page 16: Staphylococcus Aureus 1

Identifikasi dan Isolasi Staphylococcus aureus

Sampel (tinja atau luka)

Ditanam di media pemupuk (NaCl Broth)

di inkubasi di inkubator dengan suhu

370C selama 18-24 jam

Ditanam pada media BAP (Blood Agar Plate)

di inkubasi di inkubator dengan suhu

370C selama 18-24 jam

Untuk melihat sifat hemolisa bakteri

Melakukan pewarnaan gram

Ditanam di media MSA (Manitol Salt Agar) Ditanam di media NAS

di inkubasi di inkubator dengan suhu di inkubasi selama 2 x 24 jam

370C selama 1 x 24 jam untuk 1 x 24 jam pertama letakkan

Untuk melihat sifat bakteri yang dapat pada suhu 370C di inkubator

memfermentasi manitol untuk 1 x 24 jam kedua di letakkan

pada suhu ruang

Uji Koagulase Uji Katalase

Page 17: Staphylococcus Aureus 1

Keterangan :

- Pada saat di media BAP, terjadi β menghemolisa darah

- Pewarnaan gram, menunjukkan hasil (+) coccus dan bergerombol

- Pada saat di media MSA, dapat memfermentasi manitol

- Pada saat di media NAS, koloni berbentuk kuning emas

- Saat uji koagulase menunjukkan hasil positif (+)

- Saat uju katalase menunjukkan hasil positif (+) terdapat gelembung

-

Daya tahan

Diantara bakteri yang tidak membentuk spora, Staphylococcus adalah yang paling tahan

terhadap bahan-bahan kimia, sehingga galur Staphylococcus tertentu digunakan untuk standar tes

evaluasi bahan-bahan antiseptika atau antibiotika, misalnya Staphylococcus aureus ATCC

29213. Dalam suhu kamar pada agar miring atau keadaan beku, bakteri tersebut dapat hidup

sampai beberapa bulan, sedangkan dalam keadaan kering pada pus dapat hidup 14-16 minggu,

relative tahan terhadap pemanasan 600C selama 30 menit. Daya tahan terhadap bahan-bahan

kimia bervariasi, misalnya dalam fenol 2% mati dalam waktu 15 menit, sedangkan dalam

hydrogen peroksida 3% mati dalam waktu 3 menit dan dalam tincture iodii, mati dalam  waktu 1

menit.

Beberapa galur dari Staphylococcus aureus menghasilkan enzim penisilinase sehingga

resisten terhadap golongan obat penisilin, tetapi biasanya masih peka terhadap golongan penisilin

yang tahan terhadap penisilinase, misalnya metisilin dan oksasilin. Namun demikian, juga telah

dikenal galur Staphylococcus yang resisten terhadap metisilin yang disebut Methicillin Resistant

Staphylococcus aureus (MRSA). Galur ini sering menimbulkan masalah di klinik karena sifatnya

yang resisten terhadap berbagai antibiotika golongan β-laktam, tetapi biasanya masih peka

terhadap vankomisin atau golongan aminoglikosida.

Reaksi biokimia

Semua galur dapat meragikan gula-gula sederhana (glukosa, laktosa, sukrosa dan lain-

lain) dan dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit. Staphylococcus aureus dapat meragikan manitol.

Untuk mengetahui sifat fermentasi terhadap manitol digunakan Manitol Salt Agar (konsentrasi

garam NaCl 7,5-10%) dengan melihat adanya daerah terang (halo) yang berwarna kuning

disekitar koloni Staphylococcus aureus.

Page 18: Staphylococcus Aureus 1

Resistensi Staphylococcus Aureus Terhadap Antimikroba

            Galur Staphylococcus aureus yang diisolasi dari rumah sakit umumnya telah resisten

terhadap antimikroba, bahkan telah resisten terhadap semua antibiotik yang beredar, kecuali

terhadap vankomisin. Galur Staphylococcus aureus yang resisten terhadap vankomisin masih

jarang dilaporkan. Galur MRSA (Methilsillin Resistant Staphylococcus aureus) merupakan

penyebab utama infeksi nosokomial yang bersifat multiresisten terhadap antibiotik, bahkan telah

resisten terhadap antiseptik golongan ammonium kuartener sehingga dapat bertahan hidup di

lingkungan rumah sakit.

MRSA adalah Staphylococcus aureus yang resisten terhadap antimikroba bercincin β-

lactam yang dapat menimbulkan infeksi pada luka pasca operasi. Dalam perkembangannya

muncul resistensi juga terhadap quinolon, aminoglikosida, tetrasiklin, bahkan vankomisin.

MRSA dapat didiagnosis dengan pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) atau kultur

dengan CHROMagar MRSA. Lima mililiter sampel darah atau sekret penderita dari luka operasi

dimasukkan ke dalam botol Bactec 9050. Apabila muncul pertumbuhan bakteri, digoreskan

menggunakan ohse pada permukaan media agar darah (blood agar), lalu diinkubasi selama 48

jam pada temperatur 35oC.

Koloni tersangka Staphylococcus aureus diberi pewarnaan Gram dan diamati

morfologinya. Bentuknya secara makroskopis bulat, tidak mucoid, merah muda, tepi rata,

permukaan halus dan terdapat zona hemolisis. Selanjutnya dilakukan uji katalase positif (timbul

gelembung udara) dan uji koagulase plasma pada kaca objek dengan hasil positif terbentuknya

suatu penggumpalan.

Uji sensitivitas berdasarkan cara difusi agar menurut metode Kirby-Bauwer. Dilakukan

pula identifikasi dan konfirmasi MRSA melalui pola resistensinya, khususnya terhadap golongan

metisilin dan oksasilin. Daerah hambat kuman di sekitar disc atau cakram antibiotk diukur

diameternya sesuai NCCLS (National Committe for Clinical Laboratory Standart). Cakram

antibiotik yang kini sering digunakan adalah oksasilin atau sefoksitin. MRSA dapat

menyebabkan :

1.      Infeksi kulit seperti bisul dam impetigo.

2.      Infeksi di bawah kulit.

3.      Infeksi yang lebih parah pada tulang, darah, paru-paru dan bagian tubuh yang lainnya

Page 19: Staphylococcus Aureus 1

Pengobatan

Uji sensitivitas antibiotik diperlukan untuk memilih antibiotik yang tepat untuk mengatasi

infeksi. Penisilin atau derivatnya dapat diberikan, kecuali pada pasien yang alergi. Terapi oral

penisilin semisintetik, seperti kloksasilin atau dikloksasilin, cukup berhasil untuk infeksi akut.

Oksasilin dan nafsilin tidak dianjurkan untuk terapi oral karena absorpsinya kurang baik dalam

saluran cerna. Jika menderita alergi pada penisilin, eritromisin dapat digunakan.

 Pengobatan parenteral dengan injeksi nafsilin atau oksasilin dianjurkan untuk

infeksiStaphylococcus yang berat dan sistemik. Untuk pasien yang alergi, dapat digunakan

dengan vankomisin atau sefalosporin. Pemberian antibiotik kadang kala harus dilengkapi dengan

tindakan beda, baik untuk pengeringan abses maupun untuk nekrotomi.

Pencegahan

Belum ada vaksin yang tersedia untuk menstimulasi kekebalan tubuh manusia melawan

infeksi Staphylococcus. Serum hiperimun manusia dapat diberikan pada pasien rumah sakit

sebelum tindakan bedah. Upaya pengembangan vaksin dapat dilakukan jika telah diketahui

mekanisme monokuler interaksi antara protein adhesin Staphylococcus dan reseptor spesifik

pada jaringan inang. Komponen yang dapat menghambat ineraksi tersebut sehingga dapat

mencegah penempelan dan kolonisasi bakteri kemungkinan akan dirancang. Beberapa upaya

pencegahan infeksi :

1. Petugas kesehatan selalu menjaga kebersihan / sanitasi, peralatan medis yang digunakan, dan

kamar operasi.

2. Fasilitas penunjang kebersihan seperti adanya wastafel, handuk bersih, sabun cuci tangan,

desinfektan, antiseptik, dll.

3. Pengetahuan mengenai tindakan untuk mencegah terjadinya infeksi.

4. Kesadaran untuk memperhatikan kebersihan diri dalam pencegahan infeksi

5. Menjaga kebersihan dan sterilitas peralatan medis yang digunakan saat proses persalinan

6. Disarankan untuk melakukan proses persalinan secara medis (di puskesmas, rumah sakit)

Page 20: Staphylococcus Aureus 1

DAFTAR PUSTAKA

Jawetz, Ernest,. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.

Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan. Bakteriologi Klinik. Jakarta : Depkes RI.

DR. Maksum Radji, M. Biomed. 2010. Buku Ajar Mikrobiologi : Panduan Mahasiwa Farmasi

dan Kedokteran. Jakarta : EGC.

Disyadi Nurkusuma, Dudy. 2009. Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Methicillin

Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) Pada Kasus Infeksi Luka Pasca Operasi di Ruang

Perawatan Bedah Rumah Sakit Kariadi Semarang.Semarang : Undip.

Diakses dari eprints.undip.ac.id/28863/1/Dudy_Disyadi_Nurkusuma.tesis tanggal 2 Oktober

2012 pukul 19.45 WIB

Harijono Karlosentono, Ny. Indah Yulianto, M. Goedadi Hadilukito. 1995. Staphylococcus

Scalded Skin Syndrome pada Bayi. Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

Diakses dari http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/cdk_098_adis_dan_kulit.pdf tanggal 8

Oktober 2012 pukul 20.45 WIB

http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/09/pustaka_unpad_staphylococcus.pdf