skripsi - mayang setyo magnawiyah - fkik.pdf

128
STRATEGI KOPING ORANG TUA PADA ANAK YANG MENDERITA SINDROM DOWN DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI 1 JAKARTA LEBAK BULUS JAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) OLEH : MAYANG SETYO MAGNAWIYAH NIM : 108104000002 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H / 2014 M

Upload: billynicolas

Post on 14-Dec-2015

50 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

STRATEGI KOPING ORANG TUA PADA ANAK YANG

MENDERITA SINDROM DOWN DI SEKOLAH LUAR BIASA

NEGERI 1 JAKARTA LEBAK BULUS JAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

OLEH :

MAYANG SETYO MAGNAWIYAH

NIM : 108104000002

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H / 2014 M

Page 2: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf
Page 3: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf
Page 4: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf
Page 5: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf
Page 6: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Mayang Setyo Magnawiyah

Tempat Tanggal Lahir : Bogor, 28 Juli 1990

Agama : Islam

Alamat : Puri Teluk Jambe Blok C14 No. 32 RT 014/ RW

004 Kec. Teluk Jambe Timur Kel. Sirnabaya

Kota Karawang 41361

No. Telpon : (0267) 640221 / 081317044282

Riwayat Pendidikan : TK Nurul Huda Tahun 1995-1996

SD Negeri Sirnabaya Satu Tahun 1996-2002

SLTP Negeri 3 Karawang Tahun 2002-2005

SLTA Negeri 3 Karawang Tahun 2005-2008

Program S1 Keperawatan, Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta 2013

Pengalaman Organisasi : Anggota Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) Tahun

2000-2002

Bendahara Palang Merah Remaja (PMR) Tahun

2003-2004

Anggota OSIS SLTP Negeri 3 Karawang Tahun

2004-2005

Anggota OSIS SLTA Negeri 3 Karawang Tahun

2005-2006

Anggota Kader Penegak Disiplin (KPD) SLTA 3

Karawang Tahun 2006-2007

Anggota Badan Eksekutif Jurusan Bidang

Hubungan Masyarakat 2009-2010

Page 7: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

vi

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

Skripsi, Januari 2013

Mayang Setyo Magnawiyah, NIM: 108104000002

STRATEGI KOPING ORANG TUA PADA ANAK YANG MENDERITA

SINDROM DOWN DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI 1 JAKARTA

Xii? + 86 halaman + tabel + 3 bagan + 7 lampiran

Kata Kunci : Sindrom Down, Anak, Orang tua, Strategi Koping, Problem Focus

Coping, Emotional focus Coping

ABSTRAK

Sindrom down merupakan suatu kelainan genetik yang mengakibatkan

terjadinya kelainan kromosom sehingga anak terlahir cacat kongenital dengan

kelebihan kromosom 21 yang dinamakan trisonomy 21. Hal ini dapat

menyebabkan suatu stresor tersendiri yang dapat menimbulkan stress bila tidak

diatasi dengan baik, dan akan berdampak pada pola asuh orang tua terhadap anak,

maka orang tua memerlukan strategi koping untuk mengatasi masalah-masalah

yang dihadapinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi strategi koping

orang tua pada anak yang menderita sindrom down di Sekolah Luar Biasa (SLB)

Negeri 1 Jakarta. Tujuan khusus mengidentifikasi stresor pada orang tua dengan

anak yang menderita sindrom down, mengidentifikasi jenis strategi koping

problem focus coping dan emotional focus coping yang digunakan orang tua.

Desain penelitian adalah deskriptif kualitatif. Populasi pada penelitian ini adalah

orang tua pada anak yang menderita sindrom down yang masih aktif bersekolah di

SLB Negeri 1 Jakarta. Sampel diambil sebanyak 7 partisipan utama dan 2

partisipan pendukung dengan metode pengambilan sampel homogenus sampling.

Pengumpulan data dilakukan dengan cara open-ended interview dan catatan

lapangan. Validasi data dilakukan dengan triangulasi teknik dan sumber. Teknik

analisa data dilakukan dengan cara analisa tematik. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa stresor yang dihadapi orang tua terbagi menjadi dua, yaitu

stresor internal (gangguan pertumbuhan, perkembangan, harapan masa depan

anak, kurang pengetahuan) dan stresor eksternal (stigma masyarakat, penolakan

anggota keluarga, hambatan keuangan). Orang tua menggunakan kedua jenis

strategi koping problem focus coping dan emotional focus coping dengan cara

berbeda-beda dalam menyelesaikan masalah. Peneliti menyarankan pembentukan

program edukasi kepada orang tua tentang sindrom down.

Page 8: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

vii

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE

NURSING SCIENCE STUDY PROGRAM

ISLAMIC STATE UNIVERSITY (UIN) SYARIF HIDAYATULLLAH

JAKARTA

Undergraduates Thesis, January 2013

Mayang Setyo Magnawiyah , NIM: 108104000002

PARENTS’ COPING STRATEGIES FOR DOWN SYNDROM CHILDREN

OF STATE EXTRAORDINARY SCHOOL 1 JAKARTA

xiii + 86 pages + tables + 3 charts + 7 attachment

Key Words: Down Syndrom, Children, Parents, Coping Strategies, Problem

Focused Coping, Emotional Focused Coping

ABSTRACT

Down Syndrome is a genetic disorder that effects on the abnormality of

chromosome so that children are born congenital of the excess of chromosomes

21 named trisonomy 21. It can cause stressor and becomes stress if it is not

handled properly and can cause toa the way parents educate their children.

Therefore, parents need coping strategy to handle problems that are being faced.

This research is aimed at identifying coping strategy of parents to their children

who suffer down syndrome at state extraordinary school 1 Jakarta. The main

purpose of thje research is to identify stressor of parents to their children suffer

down syndrom, identify types of coping strategy problem focus coping and

emotional focus coping that are used by parents. The method of the research is

qualitative descriptive and the unit analysis are parents and students with down

syndrome. Samples conducted are seven (7) main participants and five (5)

supporting participants by conducting homogenous sampling. Data collection

depicted by interviewing open-ended and field research. Data validation is done

by using triangulation of sources and techniques. Data analysis technique is done

by using thematic analysis. The research finds that stressor that is faced by parents

divided into 2: internal stressor (growth disorder, child development, child future

hope and less knowledge) and external stressor (stigma in community, family

rejection, and economical problem). In solving problems, parents use these two

types of coping strategy in a different way. The writer suggests parents establish

educational programs of down syndrome.

Page 9: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

viii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah

S.W.T yang telah memberikan segala nikmat dan karunia-Nya kepada penulis,

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tak lupa

penulis sampaikan kepada junjungan Rasulullah Muhammad S.A.W.

Penulis mengambil judul “STRATEGI KOPING ORANG TUA PADA

ANAK YANG MENDERITA SINDROM DOWN DI SEKOLAH LUAR

BIASA NEGERI 1 JAKARTA”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu

syarat guna mencapai gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) pada jurusan Ilmu

Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selama penelitian dan penyusunan skripsi ini, peneliti mendapat bantuan,

dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Penulis sampaikan ucapan terima

kasih yang tak terhingga kepada yang tercinta Ayahanda Dwijo Setiono dan

Ibunda Siti Husnah. Serta penulis ucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. dr. MK Tajudin, Sp.And selaku dekan Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Bapak Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep. MKM selaku kepala program

studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Page 10: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

ix

3. Ibu Ns. Eni Nuraini Agustini, S.Kep, M.Sc selaku sekretaris program

studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

4. Ibu Maulina Handayani, S.kep, M.Sc selaku dosen pembimbing I,

yang telah memberikan ilmu dan masukan kepada peneliti.

5. Ibu Ns. Eni Nuraini Agustini, S.Kep, M.Sc selaku dosen pembimbing

II, yang telah memberikan ilmu dan masukan kepada peneliti.

6. Bapak dan ibu dosen Program Studi Ilmu Keperawatan yang telah

mengajarkan dan membimbing penulis, serta staf akademik Bapak

Azib Rosyidi S. Psi dan Ibu Syamsiayah.

7. Kakak yang tersayang (Reantina Setyo Oktahandini) serta kedua

adikku tercinta (Fatahillah Setyo Rizky dan Ikhsan Fadillah Setyo

Rizky) yang selalu memberikan dukungan dan doa serta yang menjadi

inspirasi penulis.

8. Om dan tante yang selalu mendukung dan menyemanggati selama

menjalankan program kuliah sarjana keperwatan.

9. Terima kasih buat sahabat-sahabatku Marina Ulfa, Wulan Ambarwati,

Dita Puspita, Khaerunissa, Ica solihatunnisa, Desy Ratnasari, Rosalina

Permata, serta teman-teman PSIK angkatan 2008 yang telah

memberikan masukan dan semangat kepada peneliti.

10. Seluruh teman-teman PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan

2008 yang selalu saya sayangi, memberikan kebersamaan dan

motivasi.

Page 11: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

x

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak

kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dari berbagai pihak.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penyusun khususnya.

Wassalamu’alaikum wr.wb

Penulis

Mayang Setyo Magnawiyah

Page 12: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

xi

DAFTAR ISI

Lembar Pernyataan Persetujuan ................................................................ i

Lembar Pengesahan ...................................................................................... ii

Lembar Pengesahan Sidang Skripsi ............................................................ iii

Lembar Pernyataan ...................................................................................... iv

Daftar Riwayat Hidup .................................................................................. v

Abstrak ........................................................................................................... vi

Abstract .......................................................................................................... vii

Kata Pengantar ............................................................................................ viii

Daftar Isi ...................................................................................................... xi

Daftar Tabel ................................................................................................... xv

Daftar Lampiran .......................................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang .............................................................................. 1

B. Rumusan masalah ......................................................................... 7

C. Pertanyaan penelitian .................................................................... 8

D. Tujuan penelitan ........................................................................... 8

Page 13: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

xii

E. Manfaat penelitian ........................................................................ 9

F. Ruang lingkup penelitian .............................................................. 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep dasar ................................................................................ 11

1. Sindrom down .......................................................................... 11

a. Definisi sindrom down ......................................................... 11

b. Angka kejadian .................................................................... 12

c. Penyebab sindrom down ...................................................... 12

d. Gambaran klinis ................................................................... 13

f. Diagnosis ............................................................................... 14

g. Penatalaksanaan ................................................................... 16

h. Prognosis .............................................................................. 16

B. Orang tua yang memiliki anak dengan kebutuhan khusus ........... 17

C. Stres .............................................................................................. 18

D. Stresor .......................................................................................... 23

E. Koping dan strategi koping ............................................................ 27

F. Kerangka teori ................................................................................ 31

BAB III KERANGKA KONSEP dan DEFINISI ISTILAH

A. Kerangka konsentrasi ............................................................. 32

B. Definisi Istilah ........................................................................ 33

Page 14: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

xiii

BAB IV METODE PENELITIAN

A. Desain penelitian .................................................................... 34

B. Tempat dan waktu penelitian .................................................. 34

C. Instrument penelitian .............................................................. 34

D. Populasi .................................................................................. 35

E. Sampe l .................................................................................... 35

F. Teknik pengumpulan data ....................................................... 37

G. Validasi data ........................................................................... 41

H. Teknik analisa data ................................................................. 42

I. Etika penelitian ........................................................................ 44

BAB V HASIL PENELITIAN

A. Gambaran umum wilayah penelitian ............................................ 47

1. Sejarah sekolah luar biasa Negeri 1 Jakarta ............................ 47

2. Visi dan Misi sekolah luar biasa Negeri 1 Jakarta .................. 48

B. Karakteristik Demografi Partisipan .............................................. 49

C. Analisa Data ................................................................................. 52

1. Stresor pada orang tua dengan anak yang menderita sindrom

down ........................................................................................ 52

2. Strategi koping berpusat pada masalah

(problem focus coping) ........................................................... 64

3. Strategi koping berpusat pada emosi

(emotional focus coping) .......................................................... 73

Page 15: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

xiv

BAB VI PEMBAHASAN

A. Interpretasi Penelitian dan Hasil Diskusi ..................................... 80

1. Stresor orang tua pada anak yang terdiagnosa sindrom

down ........................................................................................ 81

2. Strategi koping orang tua pada anak yang menderita sindrom

down ........................................................................................ 85

1.1 Strategi koping yang berpusat pada masalah .................. 86

2.1 Strategi koping yang berpusat pada emosi ...................... 88

B. Keterbatasan Penelitian ................................................................ 91

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ................................................................................... 92

B. Saran ............................................................................................. 94

DAFTAR PUSTAKA

Page 16: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

xv

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel

5.1 Lembar Pernyataan Persetujuan ....................................................... 49

5.2 Lembar Pengesahan .......................................................................... 50

5.3 Lembar Pengesahan Sidang Skripsi .................................................. 51

Page 17: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran

1. Surat Pemberitahuan

2. Lembar Persetujuan Menjadi Responden

3. Data Demografi Informan

4. Pedoman Wawancara Mendalam (Indepth Interview Informan Kunci)

5. Pedoman Wawancara Partisipan Pendukung

6. Analisa Tematik Partisipan Utama

7. Analisis Tematik Partisipan Pendukung

Page 18: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

1

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberadaan anak berkebutuhan khusus di indonesia, bukan

merupakan permasalahan yang kecil. World Health Organization (WHO) dan

kementrian kesehatan (2010) memperkirakan bahwa, jumlah anak

berkebutuhan khusus berkisar antara 7-10 % dari total jumlah anak-anak di

indonesia usia 0-18 tahun. Data yang lebih terperinci hanya didapatkan pada

susenas BPS (2003) yaitu terdapat 361.860 anak usia sekolah berkebutuhan

khusus. Dari jumlah tersebut, sekitar 66.610 anak usia sekolah penyandang

cacat yang terdaftar disekolah Luar Biasa (SLB), sedangkan sisanya anak

penyandang cacat sebanyak 295.250 berada didalam masyarakat, dibawah

pembinaan dan pengawasan orang tua dan keluarga yang pada umumnya

belum memperoleh akses pelayanan kesehatan sebagaimana mestinya.

Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami hambatan

fisik dan mental sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya

secara wajar yang memerlukan penanganan secara khusus, atau bisa disebut

juga sebagai anak penyandang cacat. Anak yang termasuk dalam kategori

penyandang cacat adalah anak dengan tunagrahita (mengalami retardasi

mental), tunanetra (mengalami hambatan penglihatan), tunarungu

(mengalami hambatan pendengaran), tunadaksa (mengalami cacat tubuh),

attention deficit and hyperactivity disorder (perilaku hiperaktif), autism,

sindrom down dan tunaganda (memiliki hambatan lebih dari satu), yang

Page 19: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

2

2

masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda dan memerlukan

penanganan dan pelayanan yang berbeda (Kementrian Kesehatan RI, 2010).

Anak berkebutuhan khusus merupakan salah satu sumber daya

manusia yang kualitasnya harus ditingkatkan agar dapat berperan aktif dalam

kehidupannya, anak berkebutuhan khusus perlu dikenali dan diidentifikasi

dari kelompok anak pada umumnya, karena mereka memerlukan pelayanan

yang bersifat khusus, seperti pelayanan medik, pendidikan khusus maupun

latihan-latihan tertentu yang bertujuan untuk mengurangi keterbatasan dan

ketergantungan akibat kelainan yang diderita, serta menumbuhkan

kemandirian hidup dalam bermasyarakat (Kementrian Kesehatan RI, 2010).

Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami atau

beresiko tinggi mengalami kondisi fisik, perkembangan, perilaku maupun

emosional kronis dan memerlukan layanan kesehatan serta layanan terkait

dalam jenis atau jumlah lebih dari yang dibutuhkan anak lain pada umumnya

(Wong, 2008). Salah satu kasus anak berkebutuhan khusus adalah anak yang

menderita sindrom down dan salah satu penyebab sindrom down adalah suatu

kelainan genetika yang mengakibatkan terjadinya kelainan kromosom

sehingga anak terlahir dengan cacat congenital dengan kelebihan kromosom

21 yang dinamakan trisomi 21.

Sindrom down dapat ditemukan pada semua etnik penduduk, sekitar 1

diantara 700 bayi yang lahir hidup menderita kelainan ini, salah satu faktor

pemicu kejadian sindrom down yang diketahui adalah adanya hubungan yang

erat antara kejadian sindrom down dengan semakin lanjutnya usia ibu, yaitu

Page 20: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

3

3

terjadi peningkatan insiden sebesar 1% bila usia ibu mencapai 40 tahun (Hull

& Jhonston, 2008).

Secara umum, penderita pada sindrom down mudah dikenali dengan

adanya penampilan fisik yang menonjol berupa bentuk kepala yang agak

kecil, yaitu wajah khas dengan mata sipit yang membujur keatas, jarak antara

kedua mata berjauhan dengan tampak sela hidung yang rata dan datar (seperti

mongol), hidung kecil, mulut mengecil dengan lidah yang besar sehingga

cenderung dijulurkan keluar (macroglossia), gambaran telapak tangan tidak

normal yaitu terdapat satu garis besar melintang (simian crease). Masalah

intelegensi pada anak sindrom down bervariasi dari retardasi ringan sampai

sedang dengan nilai IQ berkisar dari 25-70 (Hull dan Jhonston, 2008).

Dengan gambaran klinis tersebut, anak dengan sindrom down

membutuhkan perhatian dan perawatan yang lebih khusus dari orang tua

dibandingkan dengan anak-anak pada umumnya, serta orang tua harus dapat

melakukan pemenuhan kebutuhan yang diperlukan oleh anak sindrom down

dengan keterbatasan fisik dan intelektual yang tidak dapat disembuhkan dan

hanya dapat dilakukan dengan terapi, perawatan khusus, serta program

pendidikan khusus untuk mencapai kelangsungan hidup secara optimal. Hal

ini akan menjadi suatu stresor tersendiri bagi keluarga khususnya pada orang

tua (Maramis, 2005). Stressor dapat berasal dari berbagai sumber, baik dari

kondisi fisik, psikologis, maupun social dan juga muncul pada situasi kerja,

dirumah, maupun lingkungan luar lainnya (Patel, 1996 dalam Nasir &

Muhith, 2011).

Page 21: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

4

4

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hamid, (2004) dalam Tiana dan

Andriany, (2010) menunjukkan bahwa orang tua yang memiliki anak

tunagrahita menunjukkan perasaan sedih, denial, depresi, marah dan

menerima keadaan anaknya. Orang tua merasa khawatir tentang masa depan

anak dan stigma yang melekat pada anak.

Pada anak tunagrahita secara umum mempunyai tingkat kemampuan

intelektual dibawah rata-rata. Berdasarkan American Association on Mental

Retardation (AAMR) menjelaskan bahwa keterbelakangan mental

menunjukan adanya keterbatasan yang signifikan dalam berfungsi, baik

secara intelektual maupun perilaku adaptif yang terwujud melelu adaptif

konseptual , social maupun partikal (Hallan & Kauffman, 2006 dalam

Magunsong, 2009).

Dari penelitian ini menunjukan bahwa memiliki anak dengan

kebutuhan khusus merupakan suatu stessor tersendiri bagi orang tua dan

respon yang muncul pada orang tua tersebut harus diimbangi dengan strategi

koping yang tepat agar orang tua dapat mengatasi stressor sehingga tidak

menimbulkan stres.

Strategi koping adalah cara untuk mengatasi masalah-masalah dan

usaha-usaha untuk mengatasi stres (Sundberg dkk, 2007). Keluarga dan orang

tua pada kondisi tersebut sangat membutuhkan motivasi, dukungan social

ekonomi, teknik pertahanan, keterampilan dan kemampuan. Oleh karena itu,

dalam menghadapi kondisi seperti ini, memerlukan suatu strategi koping

yang efektif (Lazarus, 1984 dalam Rasmun 2009).

Page 22: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

5

5

Menurut Lazarus dan Folkman,(1984 dalam Nasir & Muhith,2011)

ada dua strategi koping yang bisa dilakukan, yaitu problem focused coping

(koping yang berfokus pada masalah) dan emotional focused coping (koping

yang berfokus pada emosi) . Problem focused coping, yaitu usaha mengatasi

stres dengan cara mengatur atau mengubah masalah yang dihadapi dan

lingkungan sekitarnya yang menyebabkan terjadinya tekanan, sedangkan

emotional focused coping yaitu usaha untuk mengatasi stres dengan cara

mengatur respon emosional dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak

yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang dianggap penuh

tekanan.

Sebuah penelitian mengenai stres dan koping keluarga pada anak tunagrahita

di SLB C dan SLB C1 Widya Bhakti Semarang yang dilakukan oleh Tiana

dan Andriany (2010), menunjukan bahwa stressor keluarga dengan anak

tunagrahita adalah pengorbanan waktu kerja, finansial, penegakkan

kedisiplinan, stigma masyarakat, pertumbuhan anak terhambat dan

kekhawatiran masa depan anak. Penelitian ini juga menerangkan jenis koping

yang digunakan oleh orang tua pada anak tunagrahita yaitu problem focused

coping dan emotion focused coping. dalam penelitian ini juga menjelaskan

bagaimana keluarga memaknai stres dan koping yaitu dengan penerimaan,

tanggung jawab, pelajaran hidup, ujian, cobaan dan kesedihan.

Penelitian lain terkait strategi koping orang tua pada anak yang

memiliki anak dengan cacat mental (tuna grahita) yang dilakukan di Sekolah

Luar Biasa (SLB) Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) semarang, yang

dilakukan oleh Atikah (2008) ditemukan bahwa memiliki anak dengan

Page 23: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

6

6

retardasi mental merupakan stressor tersendiri bagi orang tua, kondisi anak

yang berbeda dengan anak normal pada umumnya menjadi stressor tambahan

yang harus dihadapi orang tua dengan berbagai bentuk koping, koping yang

digunakan orang tua adalah koping yang berorientasi pada tugas (Task

Oriented) dan koping yang berorientasi pada pertahanan ego (Deffence

Mechanism).

Studi pendahuluan pada tanggal 19 maret 2012 di Sekolah Luar Biasa

(SLB) Negeri 1 Jakarta, mendapatkan bahwa respon yang ditunjukan pada

saat itu adalah orang tua kaget dan menunjukan perasaan putus asa, bahkan

sempat menyalahkan diri sendiri dan berfikir dosa apa yang telah mereka

lakukan hingga mendapatkan anak seperti ini (ibu tampak menangis),

ditambah pandangan orang lain tentang anaknya yang tidak normal. Orang

tua mencari berbagai macam dukungan dan saran, baik dari dokter rumah

sakit Fatmawati dan pemuka agama. Orang tua mendekatkan diri kepada

Tuhan dengan pasrah dan menerima bahwa anak adalah titipan Tuhan yang

harus dirawat dengan baik. Setiap respon keluarga yang mempunyai anak

dengan kebutuhan khusus berbeda-beda dan dipengaruhi oleh pengalaman.

Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Jakarta merupakan suatu sekolah yang

memberikan program pendidikan pada anak dengan kriteria khusus yang akan

menjadi suatu acuan sekolah untuk anak berkebutuhan khusus di Jakarta

selatan. Maka peran sekolah tersebut sangat penting dalam melibatkan orang

tua untuk melakukan optimalisasi pengasuhan anak berkebutuhan khusus.

Dengan adanya beban yang dihadapi orang tua akan dapat

menimbulkan stress, Stres yang terjadi pada orang tua akan berdampak buruk

Page 24: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

7

7

pada anaknya jika tidak menggunakan strategi koping yang tepat. Strategi

koping sangat bervariasi, mulai dari positif sampai negatif. Bila orang tua

menggunakan koping yang negatif, seperti avoidance (penyangkalan), self-

blame (menyalahkan diri sendiri) dan wishfull thinking (pasrah), hal ini akan

dapat menimbulkan suatu gangguan tingkah laku yang terjadi pada orang tua

dan akan berdampak pula pada pola asuh perawatan anak, seperti

penelantaran, depresi, dan isolasi sosial (Sunberg dkk, 2007)

Berdasarkan latar belakang dan studi pendahuluan tersebut, peneliti

tertarik untuk mengetahui lebih dalam mengenai “Strategi Coping Orang Tua

pada Anak yang Menderita Sindrom Down di Sekolah Luar Biasa Negeri 1

Jakarta”.

B. Rumusan masalah

Memiliki anak berkebutuhan khusus yang disertai dengan adanya

gangguan pertumbuhan dan perkembangan, seperti pada anak dengan

sindrom down merupakan suatu stressor tersendiri pada orang tua, maka

orang tua harus dapat melakukan pemenuhan kebutuhan yang diperlukan oleh

anak sindrom down dengan keterbatasan fisik dan intelektual yang tidak

dapat disembuhkan dan hanya dapat dilakukan dengan terapi, perawatan

khusus, serta program pendidikan khusus untuk mencapai kelangsungan

hidup secara optimal. Hal ini akan menjadi suatu stresor tersendiri bagi

keluarga khususnya pada orang tua, sehingga orang tua memerlukan suatu

strategi koping yang tepat dalam menghadapinnya. Ketidaktepatan koping,

akan dapat berdampak pada pola asuh perawatan anak, seperti penelantaran,

depresi, dan isolasi sosial.

Page 25: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

8

8

Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih

dalam bagaimana strategi koping pada orang tua yang memiliki anak dengan

sindrom down dalam menghadapi masalah dan meminimalkan suatu stesor

yang timbul terkait dengan kondisi anak tersebut. Strategi koping sangat

diperlukan dalam menghadapi suatu masalah agar dapat berespon positif

dalam pola asuh perawatan anak untuk meningkatkan kemandirian hidup

dalam bermasyarakat. Dengan adanya kondisi diatas maka peneliti tertarik

untuk mengambil judul “Strategi coping orang tua pada anak yang menderita

sindrom down di Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Jakarta”.

C. Pertanyaan Peneliti

1. Apa saja yang menjadi stresor orang tua pada anak yang terdiagnosa

sindrom down?

2. Jenis strategi coping apa yang digunakan oleh orang tua pada anak yang

menderita sindrom down ?.

D. Tujuan

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana strategi coping

orang tua dengan anak yang menderita sindrom down.

2. Tujuan Khusus

a. Mengedintifikasi stresor pada orang tua dengan anak terdiagnosa

sindrom down.

b. Mengedintifikasi jenis strategi koping problem focused coping yang

digunakan oleh orang tua pada anak yang menderita sindrom down.

Page 26: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

9

9

c. Mengedintifikasi jenis strategi koping Emotional focused coping

yang digunakan oleh orang tua pada anak yang menderita sindrom

down.

E. Manfaat penelitian

1. Bagi Profesi Ilmu Keperawatan

Hasil Penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan

pengetahuan dan informasi kesehatan pada keluarga terutama pada

anak dengan kebutuhan khusus sebagai upaya peningkatan pelayanan

kesehatan yang komperhensif.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian dapat digunakan untuk meningkatkan ilmu

pengetahuan serta keterampilan mahasiswa keperawatan terkait

dengan pemberian asuhan keperawatan dan sebagai ragam informasi

mengenai strategi koping orang tua pada anak dengan kebutuhan

khusus untuk yang dapat menjadi sumber referensi tambahan dalam

konsep keperawatan anak dengan keperawatan khusus.

3. Bagi Masyarakat

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sarana

untuk menambah informasi masyarakat dalam memberi dukungan

terhadap anak sindrom down dan orang tua. Serta membantu

memberikan motivasi pada keluarga agar dapat menggunakan koping

yang tepat dalam merawat anak dengan sindrom down.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Page 27: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

10

10

Hasil penelitian ini dapat dijadikan gambaran dan informasi

untuk melakukan pengembangan penelitian selanjutnya yang

berkaitan dengan koping orang tua dengan anak yang menderita

sindrom down.

F. Ruang lingkup penelitian

Penelitian ini merupakan metode desain penelitian kualitatif dengan

rumusan masalah deskriptif yang dapat memandu peneliti untuk

mengeksplorasi masalah yang akan diteliti secara menyeluruh, luas dan

mendalam tentang strategi coping orang tua pada anak yang menderita

sindrom down. Sampel pada penelitian ini adalah orang tua yang memiliki

anak dengan sindrom down di Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Jakarta.

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode wawancara

mendalam pada orang tua dengan anak yang menderita sindrom down yang

masih aktif bersekolah. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus

sampai September 2012.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam penelitian ini , teori dan konsep-konsep yang digunakan sebagai acuan

adalah : sindrom down, orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus, stresor,

stres dan strategi koping. Bab ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang

Page 28: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

11

11

anak yang menderita sindrom down dan strategi koping dari orang tua. Teori dan

konsep yang akan diuraikan sebagai berikut :

A. Konsep Dasar

1. Sindrom Down

a. Definisi

Sindrom down merupakan suatu kelainan genetic yang dapat terjadi

pada pria dan wanita, kelainan ini adalah hasil dari kelainan kromosom

yang tidak selalu diturunkan kepada keturunan berikutnya. Kelainan

kromosom yang sering ditemukan adalah kelebihan kromosom 21 yang

dinamakan trisomi 21 (Sudiono,2008).

Sindrom ini pertama kali diuraikan oleh Langdon Down pada tahun

1866, walaupun sudah lama dikenal, pada tahun 1969 ditemukan dan

dibuktikan adanya kelainan pada kromosom (Ilmu Kesehatan Anak,

1985).

Sindrom down adalah suatu gangguan pada seseorang yang dapat

dikenali dari fenotipnya dan mempunyai kecerdasan yang terbatas, yang

terjadi akibat adanya jumlah kromosom 21 yang berlebihan, dan

menyebabkan terjadinya interaksi dengan fungsi gen lainnya sehingga

menghasilkan suatu perubahan homeostasis yang memungkinkan

terjadinya penyimpangan perkembangan fisik dan susunan saraf pusat

(soetjiningsih, 1995).

b. Angka Kejadian

Angka kejadian sindrom down terjadi antara 1 per 600 sampai 1 per

700 kelahiran, lebih dari separuh bayi yang terdiagnosa sindrom down

Page 29: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

12

12

dapat mengalami abortus spontan selama kehamilan dini. Di indonesia

ditemukan 1 dalam 600 kelahiran hidup, Sebagian besar kasus trisonomi

21 sebanyak 94% yang disebabkan oleh kromosom ekstra.

c. Penyebab Sindrom Down

Menurut Soetjiningsih (1995), Penyebab sindrom down adalah non-

disjunction yang menghasilkan kromosom ekstra (trisonomi 21) sebagai

penyebabnya, yaitu :

1. Genetik

Diperkirakan terdapat predisposisi genetik terhadap non-disjuctional.

Bukti yang mendukung teori ini, yaitu berdasarkan atas hasil

penelitian epidemologi yang menyatakan adanya peningkatan resiko

berulang bila dalam keluarga terdapat anak dengan sindrom down.

2. Radiasi

Radiasi merupakan salah satu penyebab terjadinya non-disjunctional ,

sekitar 30% ibu yang melahirkan anak dengan sindrom down, pernah

mengalami radiasi didaerah perut sebelum terjaadinya konsepsi.

3. Autoimun

Faktor lain penyebab terjadinya sindrom down adalah autoimun,

dimana autoimun ini karena adanya penyakit yang dikaitkan dengan

tiroid.

4. Umur ibu

Faktor usia sangat berpengaruh, apabila umur ibu diatas 35 tahun,

maka diperkirakan perubahan hormonal yang dapat menyebabkan

non-disjunction pada kromosom. Dengan adanya perubahan hormon,

Page 30: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

13

13

maka akan terjadi perubahan pada endokrin, seperti meningkatnya

sekresi androgen, menurunnya kadar hidroepiandrosteron, menurunya

konsentrasi estradiol sistemik, perubahan konsentrasi reseptor

hormon, dan peningkatan secara tajam kadar LH (Luteinizing

Hormon) dan FSH (Follicular Stimulating Hormon) hal ini yang akan

meningkatkan kemungkinan terjadinya “non-disjunction”

5. Umur Ayah

Selain pengaruh umur ibu terhadap sindrom down, umur ayah juga

dilaporkan adanya pengaruh terhadap kejadian sindrom down yang

didasarkan atas penelitian sitogenik pada orang tua dari anak dengan

sindrom down mendapatkan bahwa 20-30% kasus ekstra kromosom

21 bersumber dari ayah, akan tetapi korelasinya tidak setinggi umur

ibu.

d. Gambaran klinis

Gambaran klinis anak dengan sindrom down, yaitu kepala terdapat

ciri yang khas seperti sutura sagitalis terpisah, brachicephalic , tulang

tengkorak mebulat dan berukuran kecil, bagian belakang kepala datar,

fontanela anterior membesar, Rambut tipis (variabel). wajah penderita

sindrom down lebih kearah bentuk bulat dengan brachicephalic serta

pangkal hidung lebar dan datar. Mata berbentuk almond dengan fisura

palpebra miring ke arah atas, ada bercak brushfield pada iris mata.

Hidung tampak kecil dan pesek . Telinga pendek dan terletak agak

rendah. Mulut terdapat palatum tinggi, melengkung sempit, tulang orbita

kecil, lidah menonjol keluar , mungkin terpisah dibagian bibir dan

Page 31: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

14

14

memiliki alur dibagian permukaanya, mandibula hipoplastik, melengkung

kerah bawah (terutama terlihat ketika menangis), mulut terus terbuka.

Rambut terlihat jarang dan halus. Gigi terlambat tumbuh dengan

kesejajaran tidak normal umum terjadi, mikrodontia. Dada terdapat tulang

iga memendek dengan anomali pada iga kedua belas. Leher memiliki

kulit berlipat dan kendur, pendek dan besar. Abdomen membuncit, otot

kendur. Genitalia pria terdapat penis kecil dengan riptorkidisme, pada

wanita terdapat vulva bulat. Tangan besar dengan jari-jari tangan pendek

dan gemuk, jari kelingking melengkung, terdapat lipatan telapak tangan

melintang (simian crease). Kaki anak dengan sindrom down mempunyai

jarak yang lebar antara ibu jari kaki dengan jari telunjuk pada jari kaki.

Muskoloskeletal terdapat hiperfleksibelitas dan kelemahan otot (Wong,

2008).

e. Diagnosis

Sindrom down dapat didiagnosis berdasarkan manifestasi klinis yang

khas serta ditunjang oleh pemeriksaan kromosom untuk melihat

abnormalitas genetik (Wong, 2008) .

Menurut Soetjeningsih (1995) dalam mendiagnosa anak sindrom

down diperlukan pemeriksaan radiologi pada kasus yang tidak khas,

pemeriksaan radiologi akan didapatkan “brachycephalic”, sutura dan

fontanela yang terlambat menutup. Selanjutnya dapat dilakukan

pemerikasaan kariotiping pada semua penderita sindrom down yang

bertujuan untuk mencari adanya translokasi kromosom. Jika ditemukan,

maka kedua ayah dan ibunya harus diperiksa, bila salah satu ayah atau

Page 32: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

15

15

ibunya karier, maka keluarga lainnya juga perlu diperiksa, hal ini sangat

berguna untuk pencegahan, kemungkinan terulang pada orang tua karier

dengan kejadian sindrom down yang disebabkan translokasi kromosom

adalah 5-15%, sedangkan trisomi 1%. Diagnosis antenatal dengan

pemeriksaan cairan amnion atau vili korionik, dapat dilakukan secepatnya

pada kehamilan tiga bulan, dengan kultur jaringan dan kariotiping.

Diagnosis antenatal perlu pada ibu hamil yang berumur lebih dari 35

tahun, atau pada ibu yang sebelumnya pernah melahirkan anak dengan

sindrom down. Jika didapatkan bahwa janin yang dikandung menderita

sindrom down, maka dapat ditawarkan terminasi kehamilan kepada orang

tuanya.

Pemeriksaan sindrom down secara klinis pada bayi sering kali

meragukan, maka pemeriksaan dermatoglifik (sidik jari, telapak tangan

dan kaki), pada sindrom down menunjukan adanya gambaran yang khas.

Dermatoglifik ini merupakan cara yang sederhana, mudah dan cepat serta

mempunyai ketepatan yang cukup tinggi dalam mendiagnosis sindrom

Down (Winata ,1993 dalam Soetjiningsih, 1995)

f. Penatalaksanaan

Walaupun tidak ada obat untuk sindrom down sejumlah terapi telah

disarankan, seperti pembedahan untuk mengoreksi anomali kongenital

dan kemungkinan cacat fisik. Anak ini juga akan mendapatkan manfaat

dari perawatan medis yang teratur, anak dengan sindrom down

memerlukan penanganan secara multidisiplin. Selain penangan medis,

pendidikan anak juga perlu mendapat perhatian serta partisipasi dari

Page 33: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

16

16

keluarga khususnya orang tua (Wong, 2008). Memberikan dukungan pada

orang tua dalam merawat anak sindrom down. Dengan memberikan

dukungan pada orang tua pada anak sindrom down, akan membentuk

suatu keinginan yang kuat dalam merawat anak dengan baik. Memberikan

informasi pada orang tua untuk melakukan intervensi dini pada anak

sindrom down dengan melakukan stimulasi sensori dini, latihan khusus

yang mencakup aktivitas motorik kasar dan halus, serta memberikan

petunjuk pedoman pada orang tua agar anak mampu berbahasa.

g. Prognosis

Harapan hidup untuk anak yang menderita sindrom Down telah

meningkat dalam beberapa tahun terakhir tetapi tetap lebih rendah

dibandingkan populasi umum. Lebih dari 80% bertahan sampai usia 30

tahun dan diatas 30 tahun. Seiring dengan prognosis yang semakin baik

untuk individu ini, penting untuk memenuhi kebutuhan perawatan,

kesehatan jangka panjang, sosial, dan waktu luang mereka (Carr 1994

dalam Wong, 2008).

B. Orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus

Orang tua teridiri dari ayah dan ibu. Tanggung jawab orang tua ialah

memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak, baik dari sudut organis yaitu makanan

dan kebutuhan psikologis, seperti kebutuhan akan perkembangan intelektual

melalui pendidikan, kebutuhan akan rasa dikasihi, dimengerti, dan rasa aman

melalui perawatan, asuhan, serta kasih dan sayang (Gunarsa, 2004).

Syok dan pengingkaran dapat berlangsung dari beberapa hari sampai

beberapa bulan, dan akan dapat berlangsung lebih panjang, contohnya

Page 34: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

17

17

pengingkarang yang mungkin ditunjukan pada saat diagnosis, meliputi

melakukan pemeriksaan lebih dari satu dokter, menghubungkan gejala

penyakit aktual dengan kondisi minor, menolak untuk mempercayai uji

diagnostik, menunda persetujuan terhadap terapi, bertingkah sangat gembira

dan optimis walaupun diagnosis telah terungkap, menolak untuk

memberitahu keadaannya dengan siapapun, mengingkari alasan masuk rumah

sakit.

Pada umumnya, mekanisme ini harus dihargai sebagai respon jangka

pendek yang memungkinkan individu memberi jarak pada diri sendiri dari

adanya dampak emosional orang tua dengan anak berkebutuhan khusus untuk

mendapatkan tujuan tertentu, yaitu perilaku pemecahan masalah. Pada

beberapa contoh, berbagai indikator pengingkaran sebenarnya dapat menjadi

prilaku adaptif. Dengan mencari pendapat dari profesi lain, menunjukan

bahwa orang tua tidak memperoleh jawaban dari pertanyaan yang ditanyakan,

sehingga orang tua mencari pendekatan yang berbeda untuk penatalaksanaan

agar dapat memenuhi kebutuhan anak dan keluarga secara baik.

Bagi setiap keluarga khususnya orang tua, penyesuaian setelah syok

terjadi secara bertahap dan biasanya ditandai dengan pengakuan terbuka

bahwa kondisi tersebut nyata. Pada tahapan penyesuaian, dapat disertai

beberapa respon yang merupakan suatu bagian dari adaptasi. Perasaan yang

paling universal adalah rasa bersalah dan menyalahkan diri sendiri. Sering

kali rasa bersalah berasal dari asumsi yang salah bahwa ketidakmampuan

orang tua dalam melakukan sesuatu yang benar selama kehamilan atau

kelahiran. Rasa bersalah juga dapat dihubungkan dengan keyakinan budaya

Page 35: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

18

18

dan agama. Beberapa orang tua meyakinkan bahwa kondisi yang

menimpanya merupakan suatu hukuman dari beberapa tindakan jahat yang

pernah orang tua lakukan sebelumnya. Adapula orang tua yang melihat

kondisi anak yang berkebutuhan khusus sebagai suatu pengorbanan yang

dikirim tuhan untuk menguji kekuatan dan keyakinan agama mereka. Dengan

adanya suatu informasi, dukungan dan waktu yang tepat, sebagian besar

orang tua dapat menguasai rasa bersalah dan menyalahkan diri sendiri.

Kemampuan dalam menguasai perasaan bersalah dan menyalahkan diri

sendiri adalah faktor yang sangat penting dalam menentukan penerimaan

orang tua terhadap anak (Wong, 2008).

C. Stres

Stres adalah suatu keadaan yang dinamis yang berlangsung setiap kali

manusia berinteraksi dengan lingkungan yang bertujuan memelihara

keseimbangan pertumbuhan, perkembangan dan perbuatan yang meliputi

pertukaran energi dan informasi atara individu dan lingkungan guna mengatur

stresor (Tomey & Alligoog,1998 dalam Asmadi,2008 ).

Stres merupakan suatu hal yang menjadi bagian dari kehidupan

manusia, yang bersumber dari dalam diri individu, keluarga maupun dalam

komunitas dan masyarakat. Menurut Colman (2001 dalam Nasir & Muhith,

2011) stres dapat didefinisikan sebagai suatu stres psikologis dan fisik yang

merupakan ketegangan disebabkan oleh fisik, emosi, sosial, ekonomi,

pekerjaan, keadaan, peristiwa atau pengalaman yang sulit untuk mengelola

atau bertahan.

Page 36: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

19

19

Stres adalah kondisi yang tidak menyenangkan dimana manusia

melihat adanya tuntutan dalam suatu situasi sebagai beban atau diluar batas

kemampuan mereka untuk memenuhi tuntutan tersebut. Dengan demikian,

stres dapat diartikan bahwa stres merupakan suatu sistem pertahanan tubuh,

dimana terjadi sesuatu yang mengganggu integritas diri, sehingga

mengakibatkan terganggunya ketentraman yang dimaknai sebagai suatu

tuntutan yang harus diselesaikan (Nasir & Muhith,2011).

Menurut Taylor (1991 dalam Nasir & Muhith,2011) Respon stres

dapat terlihat dalam berbagai aspek sebagai berikut :

a. Respon fisiologis

Respon fsiologis dapat ditandai dengan meningkatnya tekanan darah,

detak jantung, nadi, dan sistem pernafasan.

b. Respon kongnitif

Respon kongnitif dapat terlihat melalui terganggunya proses kongnitif

individu, seperti pikiran menjadi kacau, menurunnya daya konsentrasi,

pikiran berulang, dan pikirin tidak wajar.

c. Respon emosi

Respon emosi akan dapat muncul sangat luas, menyangkut emosi yang

mungkin dialami individu, seperti takut, cemas, malu, marah, dan

sebagainya.

d. Respon tingkah laku

Respon tingkah laku dapat dibedakan menjadi fight, yaitu melawan

situasi yang menekan dan filght yaitu menghindari situasi yang menekan.

Page 37: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

20

20

Hans selye (1946 dalam Nasir & Muhith, 2011) telah melakukan riset

terhadap dua respon fisiologis tubuh terhadap stres, yaitu Local Adaptation

Syndrome (LAS) dan General Adaptation Syndrome (GAS).

1) Local Adaptation Syndrome (LAS)

Local Adaptation Syndrome adalah suatu mekanisme tubuh dalam

mengatasi dan mengontrol efek fisik penyebab stres. Tubuh akan

menghasilkan banyak respon setempat terhadap stres. Respon setempat

ini termasuk pembekuan darah dan penyembuhan luka, akomodasi mata

terhadap cahaya dan sebagainya. Respon ini berjangka pendek, berikut ini

adalah karakteristik LAS :

a. Respon terjadi hanya setempat dan tidak melibatkan semua sistem.

b. Respon bersifat adaptif, maka diperlukan stresor untuk

menstimulasikannya.

c. Respon bersifat jangka pendek dan tidak terus-menerus.

d. Respon bersifat restoratif.

2) General Adaptation Syndrome (GAS)

General Adaptation Syndrome merupakan respon fisiologis dari

seluruh tubuh terhadap sters, disertai gejala-gejala tertentu yang muncul

melalui sistem saraf otonom dan sistem endokrin. Reaksi General

Adaptation Syndrome (GAS) terjadi dalam tiga tahap, yaitu :

a. Fase alarm (waspada)

Fase alarm merupakan fase yang melibatkan pengarahan

mekanisme pertahanan dari tubuh dan pikiran untuk menghadapi

stesor. Dalam fase ini,terjadi reaksi psikologis fight or flight dan

Page 38: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

21

21

reaksi fisiologis. Pada fase ini tubuh mengaktifkan hormon yang dapat

membuat terjadinya peningkatan volume darah, yang pada akhirnya

menyiapkan individu untuk bereaksi. Hormon lainnya dilepas untuk

meningkatkan kadar gula darah yang bertujuan guna menyiapkan

energy untuk keperluan adaptasi. Teraktivasinya epinefrin dan

norefineprin mengakibatkan denyut jantung meningkat dan terjadi

peningkatan aliran darah ke otot. Selain itu, juga terjadi peningkatan

ambilan O2 (oksigen) dan meningkatnya kewaspadaan mental. Dengan

aktivitas hormonal yang luas ini, individu melakukan persiapan untuk

melakuakan “respon melawan atau menghindar”. Respon ini

berlangsung dari beberapa menit sampai beberapa jam. Bila stresor ini

masih menetap, maka individu akan masuk dalam fase resisteni.

b. Fase resistence (resistensi/melawan)

Dalam fase ini individu mencoba berbagai macam mekanisme

penanggulangan psikologis dan pemecahan masalah serta mengatur

strategi. Tubuh akan berusaha menyeimbangkan kondisi fisiologis

sebelumnya pada keadaan normal, dan tubuh mencoba mengatasi

faktor-faktor penyebab stres. Bila teratasi, gejala stres akan menurun

dan tubuh akan kembali stabil, termasuk hormon, denyut jantung,

tekanan darah dan curah jantung. Hal ini terjadi karena individu

tersebut berupaya beradaptasi terhadap stresor, bila individu tersebut

berhasil maka tubuh akan memperbaiki sel-sel yang rusak , dan bila

gagal, maka individu tersebut akan masuk kedalam tahapan terakhir

dari general adaptation syndrome, yaitu fase kehabisan tenaga.

Page 39: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

22

22

c. Fase exhaustion ( kelelahan)

Fase ini merupakan fase perpanjangan stres yang belum dapat

tertanggulangi pada fase sebelumnya. Energi yang dipakai dalam

penyesuain sudah terkuras dan akibatnya akan timbul gejala

penyesuain diri terhadap lingkungan seperti sakit kepala, gangguan

mental, penyakit arteri koroner dan sebagainya. Bila usaha untuk

melawan tidak dapat diusahakan lagi, maka kelelahan akan

mengakibatkan kematian. Pada tahap ini cadangan energi telah

menipis atau habis, akibatnya tubuh tidak mampu dalam menghadapi

stres. Ketidakmampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap

stresor inilah yang akan berdampak pada kematian.

Respon stres pada orang tua dengan anak sindrom down

berdasarkan penelitian Cuskelly, dkk (2007) merujuk pada respon

emosional dari orang tua untuk tuntutan peran pengasuhan, seperti

merasa terisolasi, terjebak, kewalahan dengan tanggung jawab

pengasuhan anak sindrom down.

D. Stresor

Stresor adalah faktor-faktor dalam kehidupan manusia yang

mengakibatkan terjadinya respon stres. Stresor dapat berasal dari berbagai

sumber, baik dari kondisi fisik, psikologis, maupun sosial dan juga muncul

pada situasi kerja, dirumah, dalam kehidupan sosial dan lingkungan luar

lainnya (Patel,1996 dalam Nasir & Muhith,2011). Secara garis besar, stresor

bisa dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

Page 40: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

23

23

1) Stresor mayor, yaitu berupa major live events yang meliputi peristiwa

kematian orang yang disayangi, masuk sekolah pertama kali dan

perpisahan.

2) Stesor minor, yaitu biasanya berawal dari stimulus tentan masalah hidup

sehari-hari, misalnya ketidakseimbagan emosional terhadap hal-hal

tertentu sehingga menyebabkan munculnya stress.

Taylor memandang stresor sebagai suatu kejadian yang dapat

berpotensi timbulnya stres, berikut ini merupakan beberapa karakteristik

kejadian yang berpotensi dan dinilai dapat memicu terjadinya stesor:

1. Kejadian negatif

2. Kejadian yang tidak terkontrol dan tidak terprediksi

3. Kejadian “ambigu” (kejadian yang tidak jelas)

4. Manusia yang tugasnya melebihi kapasitas (overload) lebih

mudah mengalami stres daripada orang yang memiliki tugas

lebih sedikit.

Ada beberapa sumber stres yang berasal dari lingkungan, diantaranya

adalah lingkungan fisik, seperti: polusi udara, kebisingan, kesesakan,

lingkungan, serta kompetisi hidup yang tinggi (Howart dan Gilham,1981

dalam Nasir & Muhith,2011). Selain itu, sumber sters yang lain meliputi hal-

hal sebagai berikut :

1) Dalam diri individu

Hal ini berkaitan dengan adanya konflik. Pendorong dan penarik

konflik menghasilkan dua kecendurungan yang berkebalikan, yaitu

Page 41: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

24

24

approach dan avoidance. Kecendrungan ini menghasilkan tipe dasar

konflik, yaitu sebagai berikut :

a. Approach-approach conflict

Muncul ketika kita tertarik terhadap dua tujuan yang sama-sama

baik.

b. Avoidance-avoidance conflict

Muncul ketika kita dihadapkan pada satu pilihan antara dua

situasi yang tidak menyenangkan.

c. Approach-avoidance

Muncul ketika kita melihat kondisi yang menarik dan tidak

menarik dalam satu tujuan atau situasi.

2) Dalam keluarga

Perilaku, kebutuhan dan kepribadian tiap anggota keluarga

yang berbeda-beda mempunyai pengaruh besar pada saat berinteraksi

dengan anggota keluarga lainnya, kadang menimbulkan suatu konflik

dalam keluarga dengan berbagai macam perilaku, kebutuhan dan

kepribadian. Konflik interpersonal dapat timbul sebagai akibat dari

masalah keuangan, tujuan yang bertolak belakang. Dari banyak stresor

dalam keluarga, ada tiga hal yang paling sering terjadi , yaitu sebagai

berikut :

a. Bertambahnya anggota keluarga dengan kelahiran anak yang dapat

menimbulkan stres yang berkaitan dengan masalah keuangan

(bertambahnya anak, bertambah pula biaya pengeluran), masalah

Page 42: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

25

25

kesehatan, dan ketakutan bahwa hubungan antara suami istri dapat

terganggu.

b. Perceraian dapat menghsilkan banyak perubahan yang penuh dengan

stres untuk semua anggota keluarga karena mereka harus menghadapi

perubahan dalam status sosial, pindah rumah, dan perubahan kondisi

keuangan.

c. Anggota keluarga yang sakit, cacat, dan mati, yang pada umumnya

memerlukan adaptasi, kemampuan untuk mengatasi perasaan sedih

atau duka yang mendalam dan kesabaran.

3) Dalam komunitas dan masyarakat

Kontak dengan orang diluar keluarga merupakn banyak

sumber stres, misalnya pengalaman anak disekolah dan persaingan.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka stresor atau hal-hal yang

menyebabkan terjadinya stres dapat berupa foktor-faktor fisiologis,

psikologis, dan lingkungan disekitar individu (baik fisik maupun social).

Stesor orang tua dengan anak sindrom down

Anak dengan sindrom down memiliki resiko lebih tinggi akan

masalah kesehatan dibandingkan dengan anak-anak normal.

Beberapa masalah yang erat kaitannya dengan anak sindrom

down, seperti: kelainan jantung, kepekaan terdadap infeksi pada

mata maupun kelainan pada bentuk otak. Cacat tambahan seperti

usus pendek, tidak beranus/dubur, lemah otot maupun kerusakan

syaraf yang menyebabkan anak mengalami retardasi mental.

Pada usia dewasa kemungkinan terserang penyakit Alzhimer

Page 43: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

26

26

(kehilangan sebagian besar memori) lebih besar 25%

dibandingkan dewasa normal yang hanya 6%. Dengan adanya

resiko yang tinggi tehadap masalah kesehatan, maka diperlukan

biaya yang tidak sedikit untuk melakukan pemerikasaan rutin

dan perawatan khusus, pendidikan khusus, serta terapi-terapi

dalam mengoptimalkan perkembangan anak (Jhonston dan Hull,

2008).

Berdasarkan sebuah penelitian Cram Hauser, dkk (2001)

dengan pengumpulan data longitudinal selama tujuh tahun (anak

usia 3 sampai 10 tahun) yang terkait dengan pengalaman

pengasuhan orang tua pada anak sindrom down, didapatkan

tuntutan dalam pola asuh perawatan anak dalam membesarkan

anak dengan sindrom down meningkat untuk kedua orang tua

yaitu ibu dan ayah, peningkatan ini lebih besar dialami oleh ibu

pada anak dengan sindrom down yang mengalami gangguan

motorik dan dengan keterlambatan perkembangan. Respon orang

tua yang sangat kritis pada akhirnya secara langsung akan

mempengaruhi reaksi anggota keluarga lain dan koping anak itu

sendiri.

E. Koping dan Strategi Koping

Koping merupakan suatu tindakan yang mengubah kongnitif secara

konstan dan usaha tingkah laku untuk mengatasi tuntutan internal atau

eksternal yang dinilai membebani atau melebihi sumber daya yang dimiliki

individu. Koping yang efektif adalah koping yang membantu seseorang untuk

Page 44: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

27

27

menoleransi dan menerima situasi menekan dan tidak merisaukan tekanan

yang tidak dapat dikuasainnya ( Lazarus dan Folkman,1984 dalam Nasir &

Muhith, 2011).

Setiap orang akan menggunakan berbagai cara untuk menghilangkan

stess yang sedang di deritanya. Banyaknya sumber koping yang tersedia,

memungkinkan untuk setiap individu memilih satu bahkan lebih sumber

koping. Setiap individu dari semua umur dapat mengalami stres dan mencoba

mengatasinya, ketegangan fisik dan emosional yang menyertai stres

menimbulkan ketidaknyamanan, hal ini membuat seseorang menjadi

termotivasi untuk melakukan sesuatu demi mengurangi stres, usaha yang

dilakukan oleh individu tersebut merupakan bagian dari koping. Koping

adalah suatu proses dimana seseorang mencoba untuk mengatur perbedaan

yang diterima antara keinginan (demands) dan pendapatan (resources) yang

dinilai dalam suatu kejadian maupun keadaan yang penuh tekanan ( Nasir &

Muhith, 2011).

Menurut Lazarus dan Folkman (1984 dalam Nasir & Muhith, 2011)

dalam melakukan koping, ada dua strategi yang bisa dilakukan :

1. Koping yang berfokus pada masalah (problem focused coping).

problem focused coping, yaitu usaha mengatasi stres dengan cara

mengatur atau mengubah masalah yang dihadapi dan lingkungan

sekitarnya yang menyebabkan terjadinya tekanan. problem

focused coping ditunjukan dengan mengurangi demans dari

Page 45: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

28

28

situasi yang penuh dengan stres atau memperluas sumber untuk

mengatasinnya. Seseorang akan cenderung menggunakan metode

problem focused coping apabila mereka percaya bahwa sumber

atau demans dari situasi dapat diubah. Strategi yang dipakai

dalam problem focus coping antara lain sebagai berikut :

a. Confrontative coping : usaha untuk mengubah suatu keadaan

yang dianggap menekan dengan cara yang agresif, tingkat

kemarahan yang cukup tinggi, dan pengambilan resiko.

b. Seeking social support : usaha untuk mendapatkan

kenyamanan emosional dan bantuan informasi dari orang

lain.

c. Planful problem solving : usaha untuk mengubah keadaan

yang dianggap menekan dengan cara yang hati-hati, bertahap

dan analisis.

2. Emotional Focused Coping

Emotional focused coping yaitu usaha untuk mengatasi stres

dengan cara mengatur respon emosional dalam rangka

menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh

suatu kondisi atau situasi yang dianggap penuh tekanan.

Emotional focused coping ditunjukan untuk mengontrol repon

emosional terhadap situasi stres. Seseorang dapat mengatur

respon emosionalnya melalui pendekatan perilaku dan kongnitif.

Strategi yang digunakan dalam emotional focused coping, yaitu

sebagai berikut :

Page 46: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

29

29

a. Self-control

Usaha untuk mengatur perasaan ketika menghadapi situasi

yang menekan.

b. Distancing

Usaha untuk tidak terlibat dalam permasalahan, seperti

menghindar dari permasalahan seakan tidak terjadi apa-apa

atau menciptakan pandangan –pandangan yang positif,

seperti menggangap masalah sebagai lelucon.

c. Positive reapparsial

Usaha mencari suatu makna positif dari permasalahan

dengan berfokus pada pengembangan diri, biasanya juga

melibatkan hal-hal yang bersifat religius.

d. Accepting responsibility

Usaha untuk menyadari tanggung jawab diri sendiri dari

permasalahan yang dihadapinya dan mencoba menerimanya

untuk membuat semuannya menjadi lebih baik.

e. Escape/avoidance

Usaha untuk mengatasi situasi menekan dengan lari dari

situasi tersebut atau menghindarinya dengan beralih pada hal

seperti makan, minum, merokok, atau menggunakan obat-

obatan.

Page 47: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

30

30

individu cenderung untuk menggunakan problem-focused coping

dalam menghadapi masalah-masalah yang menurut mereka dapat

dikontrolnya. Sebaliknya, individu cenderung menggunakan emotional

focused coping dalam menghadapi masalah-masalah yang menurutnya sulit

dikontrol. Terkadang individu dapat menggunakan kedua strategi tersebut

secara bersamaan, namun tidak semua strategi koping pasti digunakan oleh

individu (Taylor,1991 dalam Nasir dan Muhith, 2011).

Page 48: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

31

31

F. Kerangka Teori

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dijabarkan sebelumnya,

penulis membuat skema kerangka teori yang merupakan gabungan dari teori

Lazarus dan Folkman (1984 dalam Nasir & Muhith, 2011), Wong (2008),

Jhonston dan Hull (2008).

Sumber : Gabungan Lazarus dan Folkman (1984 dalam Nasir & Muhith, 2011),

Wong (2008), Jhonston dan Hull (2008).

Strategi coping

Orang tua yang

memiliki anak

dengan sindrom

down

Problem focused coping

Emotional focus coping

Stresor :

Masalah kesehatan

Perawatan khusus

Biaya

Pendidikan khusus

terapi-terapi

Sumber koping :

- Ekonomi

- Keterampilan &

Kemampuan

- Teknik pertahanan

- Dukungan sosial

- motivasi

Adaptif / Maladaptif

Page 49: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

32

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN DEFINISI ISTILAH

A. Kerangka konsep

Bab III ini penulis akan menguraikan mengenai kerangka konsep,

pada penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan

wawancara mendalam yang berkaitan dengan “strategi coping orang tua

pada anak yang menderita dwon sindrom”. Kerangka konseptual

dituangkan dalam skema sebagai berikut.

Bagan 3.1 kerangka konsep menurut Lazarus (1984 dalam Nasir & Muhith, 2011)

Orang tua yang

memiliki anak

dengan sindrom

down

Strategi coping

Problem focused coping

Emotional focus coping

Page 50: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

33

Definisi istilah

Komponen Definisi Metode Alat ukur Informan Hasil ukur

1. Stresor

faktor-faktor dalam kehidupan

manusia yang mengakibatkan

terjadinya respon stress

Wawancara

mendalam

Pedoman

wawancara

Orang tua

Stresor

2. Strategy

coping

Suatu usaha tingkah laku untuk

mengatasi tuntutan internal atau

eksternal yang dinilai membebani

atau melebihi sumber daya yang

dimiliki individu

Wawancara

mendalam

Pedoman

wawancara

Orang tua Strategi

koping

a. Problem

focused

coping

Strategi koping yang dilakukan

untuk mengatasi stres dengan cara

mengatur atau mengubah masalah

yang dihadapi dan lingkungan

sekitarnya yang menyebabkan

terjadinya stres.

Wawancara

mendalam

Pedoman

wawancara

Orang tua

Problem

focused

coping

b. Emotional

focused

coping

Strategi koping yang mengatasi

stres dengan cara mengatur

respon emosional dalam rangka

menyesuaikan diri dengan

dampak yang akan ditimbulkan

oleh suatu kondisi atau situasi

yang dianggap penuh tekanan

Wawancara

mendalam

Pedoman

wawancara

Orang tua

Emotional

focused

coping

Page 51: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

34

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif dengan

rumusan masalah deskriptif yang dapat memandu peneliti untuk

mengeksplorasi masalah yang akan diteliti secara menyeluruh, luas dan

mendalam. Dengan menggunakan instrument pedoman wawancara

mendalam untuk mendapatkan informasi yang jelas, luas dan akurat .

Penelitian kualitatif memiliki sifat holistik (menyeluruh, tidak

dapat dipisah-pisahkan), meliputi aspek tempat (pleace), pelaku (actor)

dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis (Sugiyono, 2011).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Sekolah Luar Biasa Negeri 1

Jakarta. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Oktober sampai

November 2012.

C. Instrument Penelitian

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini yaitu wawancara

in-dept interview (wawancara mendalam) dengan menggunakan pedoman

wawancara dan alat perekam suara. Alat perekam yang digunakan peneliti

yaitu berupa recorder digital handphone dengan pertimbangan durasi yang

lebih panjang kurang lebih 120 menit dan pemutaran hasil rekaman ulang

akan lebih mudah dibandingkan dengan tape recorder manual. Dengan

pertimbangan sebelumnya handphone tersebut menggunakan simcard yang

Page 52: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

35

35

baru sehingga tidak mengganggu proses pengumpulan data. Bila

menggunakan tape recorder manual yang menggunakan kaset perekam,

peneliti mengalami kesulitan pada saat memutar ulang kaset sehingga pita

kaset tersebut mudah kusut dan menyulitkan proses penulisan laporan

hasil penelitian, maka peneliti menggunakan tape recorder digital berupa

handphone. Sebelum melakukan perekaman, peneliti meminta izin terlebih

dahulu untuk melakukan perekaman.

D. Populasi

Populasi adalah sebagai suatu wilayah generalisasi yang terdiri atas

objek maupun subjek yang memnpunyai kualitas dan karakteristik tertentu

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya

(Sugioyono, 2011). Populasi pada penelitian ini adalah semua orang tua

siswa maupun siswi yang terdiagnosa sindrom down dan masih tercatat

aktif bersekolah di Sekolah Luar Biasa Negri 1 Jakarta yang berjumlah

tujuh orang siswa.

E. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti

(Sugiyono, 2011). Sampel dalam penelitian ini adalah nara sumber atau

informan yang dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling

dengan cara pengambilan sampel sebelum pengumpulan data yaitu teknik

pengambilan sampel sumber data berdasarkan keanggotaan dalam

subkelompok dengan karakteristik yang sama atau tipe homogeneous

sampling (Creswell, 2008) yang akan dilakukan di SLB (sekolah luar

biasa) sesuai dengan karakteristik informan dengan jumlah sampel

Page 53: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

36

36

sebanyak tujuh partisipan orang tua (bapak/Ibu ) dari lima siswa anak

sindrom down. Dari berbagai referensi penelitian kualitatif tidak

ditentukan batas minimal jumlah sampel sebagai informan yang akan

diteliti, apabila data yang diperoleh dari informan sudah mencapai saturasi

(data telah jenuh atau informan melakukan pengulanggan informasi

sehingga informan tidak lagi memberikan informasi yang baru) maka

jumlah sampel yang telah ditentukan sudah cukup. Sumber informasi atau

partisipan dalam penelitian ini yaitu :

1. Partisipan utama

Partisipan utama ini terdiri dari orang tua pada anak yang

menderita sindrom down yang masih aktif bersekolah di SLB (sekolah

luar biasa) dengan jumlah lima orang, dengan kriteria :

a. Orang tua pada anak yang menderita sindrom down yang masih

aktif bersekolah di Sekolah Luar Biasa Negri 1 jakarta.

b. Sehat jasmani dan rohani.

c. Bersedia diwawancarai.

2. Partisipan pendukung

Partisipan ini terdiri dari 2 orang guru yang masih aktif mengajar

di Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Jakarta yang memiliki siswa

dikelasnya menderita sindrom down. Partisipan tersebut merupakan

suatu sumber informasi yang akan membantu peneliti dalam

melakukan validasi data.

Page 54: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

37

37

F. Teknik Pengumpulan Data

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data akan dilaksanakan pada bulan Oktober sampai

November 2012. Pengumpulan data dilakukan peneliti dengan open-

ended interview (wawancara terbuka atau tidak terstruktur), open-

ended interview akan memberikan informasi yang lebih dalam tentang

partisipan terhadap fenomena yang akan diteliti (Creswell, 2008).

Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang memberikan

kebebasan terhadap partisipan dalam memberikan jawaban, dimana

pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar

permasalahan yang akan ditanyakan pada partisipan, wawancara ini

dilakukan dengan face to face (Sugiyono, 2011). Dalam penelitian ini,

wawancara dilengkapi alat perekam suara dan cacatan lapangan seperti

dalam melakukan penulisan Analisa Proses Interaksi (API) untuk

mengedentifikasi respon non verbal informan, seperti menanggis,

sedih, gembira dan sebagainya, serta mencatat semua percakapan. Data

yang dikumpulkan oleh peneliti sudah dianggap memadai apabila telah

sampai ketaraf “saturacy” (data telah jenuh, ditambah sampel tidak lagi

memberikan informasi yang baru atau jika partisipan sudah mulai

terjadi pengulangan informasi).

2. Tahap Pengumpulan Data

a. Tahap Persiapan Pengumpulan Data

Peneliti sebelumnya mengurus surat izin untuk melakukan

pengumpulan data, surat izin penelitian diberikan kepada kepala

Page 55: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

38

38

sekolah dan kepada responden yang akan diteliti. Setelah

memperoleh izin dari kepala sekolah dan responden, selanjutnya

peneliti mulai melakukan observasi kesetiap kelas yang terdapat

siswa dengan anak sindrom down, kemudian peneliti mengadakan

pertemuan dengan partisipan utama dan partisipan pendukung

untuk menjelaskan tujuan penelitian, manfaat penelitian serta

kriteria yang dipilih sebagai partisipan dan memberikan informed

consent pada partisipan untuk dapat berpartisipasi dalam penelitian

ini. Setelah partisipan memberikan pernyataan kesediaannya

dengan menandatangani lembar persetujuan, maka peneliti

melakukan proses pengambilan data dengan melakukan teknik

open-ended interview. Sebelum melakukan wawancara, peneliti

membina hubungan saling percaya dengan partisipan dengan

melakukan pendekatan awal, agar partisipan dapat lebih terbuka

memberikan informasi. Setelah responden mulai menunjukan sikap

terbuka dan saling percaya dengan peneliti, maka peneliti membuat

penawaran dengan partisipan terlebih dulu, waktu, tempat dan

durasi wawancara. Kemudian peneliti meminta izin kembali untuk

melakukan pertemuan selanjutnya setelah selesai pengambilan data

bila ada data yang kurang atau hilang.

b. Tahap Pelaksanaan Pengumpulan Data

Pada tahap pelaksanaan pengumpulan data, data yang

dikumpulkan merupakan hasil dari perolehan informasi yang

diberikan oleh responden, kemudian informasi tersebut digunakan

Page 56: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

39

39

peneliti sebagai data yang dibutuhkan dalam penulisan suatu

laporan penelitian dengan mengkategorikan informasi yang

diberikan responden sehingga hasil informasi tersebut menjadi

subtema dan tema. Wawancara pertama dilakukan dengan

mengajukan pertanyaan secara garis-garis besar tentang strategi

koping orang tua yang memiliki anak dengan sindrom down,

wawancara dilakukan dengan (face to face) untuk memperoleh

informasi secara jelas dan mendalam. Dengan face to face peneliti

memperoleh pandangan yang menyeluruh tentang strategi koping

serta mendapatkan pengalaman langsung terhadap fenomena yang

diteliti dan menemukan hal-hal yang tidak terungkap oleh

partisipan dalam wawancara sehingga akan menguatkan data yang

diperoleh. Bila dengan pertanyaan yang diberikan kurang dipahami

oleh partisipan, maka peneliti menggunakan pedoman wawancara

yang sudah dipersiapkan untuk menguraikan pertanyaan inti.

Dalam ini peneliti durasi wawancara berlangsung selama 20-60

menit, Sehingga informasi yang didapatkan dari partisipan lebih

dalam dan luas terhadap strategi koping yang digunakan oleh orang

tua yang menderita anak dengan sindrom down. Data yang

dikumpulkan peneliti merupakan data yang sudah jenuh dimana

data tersebut merupakan informasi yang diperoleh dari reponden

yang berlangsung secara terus menerus sampai tuntas hingga

jawaban yang diberikan sama.

Page 57: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

40

40

Dengan metode wawancara ini peneliti tidak hanya

mendapatkan informasi secara lisan saja, akan tetap peneliti juga

akan mendapatkan nilai kebenaran yang dikatakan oleh responden,

membaca mimik muka partisipan, serta memberikan penjelasan

bila pertanyaan tidak dimengerti partisipan (Notoatmodjo, 2010).

Patton dan Molleong (2002 dalam Sugiyono, 2011)

menggolongkan enam jenis pertanyaan dalam wawancara, yaitu

pertanyaan yang berkaitan dengan pengalaman, pendapat,

perasaan, pengetahuan, indera dan berkaitan dengan latar belakang

atau demografi. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis

pertanyaan yang berkaitan dengan pengalaman dan perasaan.

Selama proses wawancara berlangsung, peneliti membuat catatan

lapangan yang berupa hal-hal penting atau kata-kata kunci dan

gambaran ekspresi non-verbal partisipan serta hal-hal lain yang

dianggap penting untuk memperkaya data penelitian dan

menggunakan alat perekam.

c. Tahap Penutupan

Diakhir proses wawancara, peneliti melakukan terminasi

pada semua partisipan dengan melakukan validasi hasil wawancara

yang sudah dilakukan selama penelitian, setelah peneliti

menganalisa data dengan menggunakan analisa tematik sehingga

tergali subtema dan tema. Setelah peneliti mendapatkan tema dari

informasi tersebut peneliti kembali mendatangi responden untuk

memvalidasi atau mengecek ulang informasi yang diberikan

Page 58: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

41

41

responden. Kemudian peneliti mengucapkan terimakasih serta

menyatakan penelitian telah selesai.

G. Validasi Data

Untuk menjaga validasi data, maka peneliti menggunakan metode

validitas internal dengan melakukan triangulasi. Triangulasi dalam

pengujian kredibilitas ini dapat diartikan sebagai pengecekan data dari

berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Triangulasi

meliputi (Sugiyono, 2011)

1. Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek data

dari sumber yang berupa informan berbeda-beda. Data yang telah

dianalisis akan menghasilkan suatu kesimpulan yang akurat.

2. Triagulasi Teknik

Triangulasi teknik dilakukan untuk menguji kreadibilitas

data yang dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber

yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya data yang

diperoleh dengan wawancara, lalu dicek dengan observasi,

dokumentasi atau kuesioner. Bila dengan menggunakan teknik

tersebut mendapatkan hasil yang berbeda-beda, maka peneliti akan

melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data untuk

memastikan data mana yang dianggap benar, atau mungkin semua

benar karena sudut pandangnya berbeda-beda.

Page 59: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

42

42

3. Triangulasi Waktu

Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Data

yang dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat

nara sumber masih segar, sehingga partisipan belum mempunyai

banyak masalah, akan memberikan data yang lebih valid sehingga

lebih kreadibel. Pengujian kreadibilitas data dlakukan dengan cara

melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi atau teknik

lain dalam waktu atau situasi yang berbeda. Bila hasil uji

menghasilkan data yang berbeda maka dilakukan secara berulang-

ulang hingga mendapatkan kepastian data.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan uji validitas dengan

melakukan pengecekan triangulasi teknik dan triangulasi sumber untuk

mendapatkan hasil penelitian yang valid, realible dan objektif.

H. Teknik Analisis Data

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana strategi

koping orang tua pada anak yang menderita sindrom down. Analisa data yang

akan digunakan dalam penelitian ini dengan metode fenomenologi yang

dikembangkan oleh Colaizzi (1978). Langkah-langkah analisis data

berdasarkan Colaizzi (1978) dalam Streubert (2003), meliputi:

1. Peneliti mencatat semua simbol yang didapatkan dari responden tentang

fenomena yang diteliti yaitu strategi koping orang tua pada anak yang

menderita sindrom down.

Page 60: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

43

43

2. Membaca data secara keseluruhan dan membuat catatan pinggir mengenai

stresor dan membuat transkip. Data yang dianggap penting kemudian

dilakukan pengkodean data.

3. Mendengar ulang hasil wawancara dan membaca semua gambaran

partisipan secara berulang-ulang dari fenomena yang dialami partisipan

mengenai strategi koping yang dilakukan oleh orang tua pada anak yang

menderita sindrom down sampai diperoleh pemahaman yang benar

4. Membaca ulang catatan asli dan kutipan pertanyaan penting dengan

mengelompokkan kata kunci dari partisipan mengenai strategi koping.

5. Membaca ulang kembali data yang sudah didapatkan.

6. Tulis ulang kembali data yang ada, kemudian peneliti membentuk

pegertian dari kelompok tema dengan membuat sub-tema dan kategori.

7. Selanjutnya mengintegrasi hasil analisis ke dalam bentuk deskriptif

dengan mengambil tema dari kategori yang sudah dianalisa.

8. Peneliti membaca kembali data dalam pembentukan kategori data hasil

penelitian untuk dijadikan tema.

9. Membuat abstraksi dari tema yang sudah ditentukan ( Streubert dan

Carpenter, 2003)

Page 61: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

44

44

Gambaran proses analisis data

Gambar 4.2 Teknik analisa data Colaizzi (1978)

Sumber: Streubert & Carpenter (2003).

I. Etika Penelitian

Kode etik penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku

untuk setiap kegiatan penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti,

pihak yang diteliti (partisipan) dan masyarakat yang akan memperoleh

hasil penelitian tersebut (Notoatmojo, 2010). Etika penelitian ini bertujuan

untuk menjaga privasi dan kerahasiaan informan, serta peneliti

memberikan kebebasan kepada partisipan untuk memberikan informasi

atau tidak memberikan informasi (tidak berpartisipasi). Sebelum

Menggabungkan data yang baru

diperoleh saat dilakukan validasi

Memiliki gambaran yang jelas

tentang fenomena yang diteliti

Mencatat data yang diperoleh

(hasil wawancara) Kembali ke responden untuk

klarifikasi data hasil penelitian

Mengintegrasikan hasil analisis ke

dalam bentuk deskriptif

Membaca transkrip secara

berulang-ulang

Merumuskan tema Mengelompokkan kata kunci

Membuat kategori-kategori

Page 62: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

45

45

melakukan pengumpulan data, peneliti meminta izin kepada Kepala

Sekolah Luar Biasa Negri 1 Jakarta dengan menyerahkan surat

permohonan melakukan pengambilan data untuk proposal penelitian dan

penelitian.

Sesuai dengan kode etik, sebelum peneliti melakukan penelitian

untuk mendapatkan suatu informasi dari partisipan, maka peneliti

menggunakan pendekatan kepada partisipan dengan menjelaskan tentang

isi surat persetujuan menjadi partisipan yang berisi tetang jaminan

kerahasiaan identitas partisipan dan tujuan dari penelitian. Peneliti

selanjutnya meminta kesediaan partisipan untuk menandatangani lembar

persetujuan tersebut sebagai bukti kesediaan partisipan menjadi responden

peneliti. Seluruh informasi yang mencantumkan identitas partisipan hanya

digunakan sebagai pengolahan data dan bila sudah tidak digunakan maka

data akan dihilangkan. Dengan adanya inform concent dari partisipan

tersebut, artinya partisipan sudah mempunyai keterikatan dengan peneliti

untuk memberikan informasi yang diperlukan peneliti.

Peneliti dalam melakukan penelitian hendaknya memegang teguh

sikap ilmiah (scientific attitude) serta berpegang teguh pada etika

penelitian, meskipun mungkin penelitian yang dilakukan tidak akan

merugikan atau membahayakan bagi subjek penelitian. Secara garis besar,

dalam melaksanakan sebuah penelitian ada empat prinsip yang harus

dipegang teguh, yakni:

a. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)

Page 63: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

46

46

b. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for

privasi and confidentiality)

c. Keadilan dan inklusivitas/ keterbukaan (respect for justice an

inclusiveness)

d. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing

harms and benefits)

Page 64: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

47

47

BAB V

HASIL PENELITAN

A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian

1. Sejarah Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Jakarta

SLB Negeri A persiapan B-C adalah sekolah negeri pertama di

Jakarta didirikan oleh pemerintah dengan surat keputusan dari menteri

pendidikan dan kebudayaan No.2/SK/B/III tanggal 13 maret 1862,

yang terletak di jalan R.S. Fatmawati, Cipete, Jakarta Selatan. Sesuai

surat keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan RI (Republik

Indonesia) No.0384/0/1987 tanggal 1 Juli 1987, Sekolah Luar Biasa

(SLB) Negeri A persiapan B-C dipindahkan dari R.S. Fatmawati,

Cipete, Jakarta Selatan ke kompleks SLB A Pembina Tingkat

Nasional, Jl. Pertanian Raya, Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan.

Berdasarkan surat keputusan Gubernur DKI Jakarta No.1368/2007

SLB Negeri A persiapan B-C Jakarta menjadi SLB Negeri 1 Jakarta,

yang melayani satuan pendidikan TKLB (taman kanak-kanak luar

biasa), SDLB (sekolah dasar luar biasa), SMPLB (sekolah menengah

pertama luar biasa), dan SMALB (sekolah menengah atas luar biasa).

Sejak tahun 2006 SLB Negeri 1 Jakarta oleh direktorat pembina

sekolah luar biasa ditunjuk sebagai sentra pendidikan khusus dan

pendidikan layanan khusus untuk wilayak DKI Jakarta.

Page 65: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

48

48

Data siswa SLB A persiapan B-C tahun 2010 untuk pendidikan

TKLB (taman kanak-kanak luar biasa) berjumlah 6 siswa, SDLB

(sekolah dasar luar biasa) 80 siswa, SMPLB (sekolah menengah

pertama luar biasa) 67 siswa, dan SMALB (sekolah menengah atas

luar biasa) 55. Dan peserta didik kursus keterampilan sebanyak 12

siswa. Jumlah total siswa SLB A persiapan B-C sebanyak 220 siswa.

Sumber tenaga kerja SLB A persiapan B-C tahun 2010 sebagai guru

dan pegawai berjumlah 57 orang, yaitu guru 47 orang, tata usaha 3

orang, tenaga kebersihan 4 orang, penjaga sekolah 2 orang, serta

pustakawan 1 orang.

2. Visi dan Misi Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Jakrta

a. Visi Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Jakarta

Terwujudnya pelayanan pendidikan bagi anak berke

butuhan khusus dan pendidikan layanan khusus menjadi manusia

yang beriman, bertaqwa, sehat, cerdas, terampil dan mandiri dalam

masyarakat insklusif.

b. Misi Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Jakarta

1. Mengurangi dampak gangguan melalui rehabilitasi,

terapi ringan, keterampilan, dan lain-lain.

2. Meningkatkan dan memperluas pengetahua,

wawasan, pengalaman dan sikap percaya diri

melalui kegiatan belajar dan mengajar.

Page 66: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

49

49

3. Meningkatkan keterampilan dan memperluas

peluang kerja melalui program pilihan keterampilan

pada bengkel kerja PLB Jakarta.

B. Karakteristik Demografi Informan

Dalam penelitan ini informan dibagi menjadi dua yaitu informan

utama dan informan pendukung. Informan utama terdiri dari tujuh orang

tua pada anak yang menderia sindrom down dan informan pendukung

terdiri dari dua orang guru kelas yang didalam kelasnya terdapat siswa

atau siswi yang terdiagnosa sindrom down.

Peneliti melakukan wawancara mendalam pada orang tua dan guru

setelah menjelaskan maksud dan tujuan penelitian dan informan tersebut

bersedia menjadi respoden dengan mengisi lembar informed consent.

Secara umum gambaran karakteristik informan yang berhasil

diwawancarai adalah sebagai berikut

a. Partisipan Utama

Tabel 5.1 karakteristik partisipan.

Keterangan P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7

Inisial Tn. A Ny. N Tn. D Tn. S Tn. Z Ny. M Ny. P

Usia 50

tahun

46

tahun

50

tahun

56

tahun

59

tahun

54

tahun

47

tahun

Jenis

kelamin

Laki-

laki

Perem-

puan

Laki-

laki

Laki-

laki

Laki-

laki

Perem-

puan

Perem-

puan

Anak yang

terdiagnosa

sindrom

3 dari 3

bersau-

dara

3 dari 3

bersau-

dara

2 dari 2

bersau-

dara

3 dari 3

bersau-

dara

4 dari 4

bersau-

dara

4 dari 4

bersau-

dara

1 dari 1

bersau-

dara

Page 67: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

50

50

Tabel 5.2 Usia kehamilan responden

No Inisial Usia Kehamilan

1 Ny. N 35 tahun

2 Ny. Q 47 tahun

3 Ny. M 43 tahun

4 Ny. P 39 tahun

Diketahui :

a. Jumlah responden = 7 orang , (4 perempuan dan 3 laki-laki)

b. Usia ibu saat kehamilan > 35 tahun = 4 orang

Maka , 4/7 x 100 = 57,14 %

Usia responden pada saat kehamilan rata-rata > 35 tahun, pada kehamilan

usia ibu diatas 35 tahun maka ibu akan beresiko melahirkan anak dengan sindrom

down dan diperkirakan terjadi perubahan hormonal yang menyebabkan non-

down anak

ke-

Pendidikan

terakhir

SD SLTP SLTA SLTA SLTA SLTA SLTA

Pekerjaan Buruh Ibu

rumah

tangga

Karyaw

an

swasta

Pensiun Pegawa

i swasta

Ibu

rumah

tangga

Ibu

rumah

tangga

Page 68: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

51

51

disjunction pada kromosom. Dengan adanya perubahan hormon, maka akan

terjadi perubahan pada endokrin, seperti meningkatnya sekresi androgen,

menurunnya kadar hidroepiandrosteron, menurunya konsentrasi estradiol

sistemik, perubahan konsentrasi reseptor hormon, dan peningkatan secara tajam

kadar LH (Luteinizing Hormon) dan FSH (Follicular Stimulating Hormon) hal ini

yang akan meningkatkan kemungkinan terjadinya “non-disjunction”.

b. Partisipan pendukung

Tabel 5.3 karakteristik partisipan

Keterangan Informan pendukung 1 Informan pendukung 2

Inisial Guru M Guru N

Usia 37 tahun 38 tahun

Jenis kelamin Perempuan Perempuan

Pendidikan terakhir S1 S1

Pekerjaan Guru Tetap kelas 1

SLB Negeri 1 Jakarta

Guru Tetap kelas 6 SLB

Negeri 1 Jakarta

Page 69: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

52

52

C. Analisis Data

Setelah melakukan analisa data, peneliti mengidentifikasi 11 tema

sebagai hasil penelitian ini. Proses pemunculan tema ini dapat dilihat pada

lampiran, tema-tema tersebut dihasilkan berdasarkan tujuan peneliti.

1. Stresor pada orang tua dengan anak yang menderita sindrom

down

Stresor pada orang tua dengan anak yang menderita sindrom down

tergambar dalam lima tema, yaitu stresor internal, stresor eksternal,

respon kongnitif, respon emosi dan respon tingkah laku. Masing-

masing akan diuraikan dibawah ini

Tema 1 : Stresor internal

Stresor yang dialami oleh partisipan dalam tema ini, seperti

adanya gannguan pertumbuhan dan perkembangan anak, harapan

akan masa depan anak dan kurangnya pengetahuan orang tua

terhadap sindrom down. Seluruh partisipan mempunyai stresor

yang sama yang terjadi pada gangguan pertumbuhan dan

perkembangan anak dengan sindrom down, seperti beberapa

kutipan yang sebagai berikut :

“saya kan orang awam, gak tau kelainan apa, saya

taunnya kelainan aja, sadar-sadarnya pas udah lima tahun

waktu terapi Rs.Famawati kalo ternyata anak saya down

sindrom. Masalahnya anak saya itu lambat jalannya,

bicaranya juga lambat….”(Tn. A)

Page 70: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

53

53

“Masalahnya yaa..itu ngomongnya kurang jelas sampe

sekarang, saya binggung itu otaknya belum bisa tanggep

pelajaran,...” (Ny.N)

“Aduh.. susah mba, saya gag sampai hati, ini batin mba,

punya anak kaya gini ya banyaklah masalahnya (tampak

sedih), anak saya ini perkembangannya kurang cepat,

semuannya lambat, ngomongnya, yaa.. jalannya,...”(Tn.D)

“Saya punya anak ini kok perkembangannya gini terus,

lamban segala-galanya satu tahun lebih belum bisa jalan,

sering sakit-sakitan….”(Tn.S)

“Kok perkembangannya lambat, anak saya usia setahun

setengah aja gak bisa apa-apa, duduk gag bisa, apa-

apanya lambat….” (Tn.Z)

“rasanya dunia kaya mau kiamat waktu saya tahu anak

saya sindrom down, masalahnya ya itu mba, kok waktu

satu tahun lebih belum bisa jalan, sekarang aja

ngomongnya lamban,….”(Ny.M)

“Pokoknya tumbuhnya lambatlah, berat badannya,

perkembangannya, ya sedihlah itu (mata ibu tampak

berkaca-kaca)” (Ny.P)

Stresor yang dirasakan oleh partisipan pada anak dengan

sindrom down tidak hanya ditemukan dengan gangguan

Page 71: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

54

54

pertumbuhan dan perkembangan, dua orang partisipan mengatakan

bahwa memiliki anak sindrom down, anak sering sakit-sakitan:

“……,anak saya kalo sakit itu suka sampe dirawat, mundar

mandir rumah sakit juga” (Tn.D)

“……,anak saya itu sering sakit-sakitan, masuk rumah

sakit sampe dirawat itu sering mba, sampe kritis dulu juga

pernah, udah sehat pulang kerumah, eh sakit lagi, masuk

kerumah sakit lagi”. (Ny.M)

Harapan akan masa depan anak juga menjadi suatu stresor

tersendiri bagi partisipan dalam merawat anak dengan sindrom

down, orang tua merasa khawatir terhadap masa depan anak

dimasa mendatang, seperti ungkapan beberapa partisipan berikut :

“….,dipikiran saya itu..nanti gimana kedepannya? Apalagi

kehidupannya nanti setelah tidak ada saya? (ibu

menanggis).”(Ny.N)

“…., yang bikin saya khawatir itu gimana nantinya?

Gimana kalo dia sudah gede? (mata tampak berkaca-

kaca)”(Tn.D)

“….,kedepannya bagaimana ini anak saya? (Tn.S)”.

“…., sekarang aja ngomongnya lambat.. gimana

nantinya?”(Ny.M)

Page 72: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

55

55

Kurangnya pengetahuan terhadap informasi yang

didapatkan oleh partisipan juga ditemukan pada penelitian ini, 2

partisipan mengatakan bahwa mereka tidak tahu tentang sindrom

down, seperti ungkapan berikut :

“….,saya kan orang awam, gak tau kelainan apa, saya

taunya kelainan aja, sadar-sadar pas udah lima tahun

waktu terapi di Rs.Fatmawati”.(Tn.A)

“….,saya gak tau, saya taunya kelainan aja.. baru tau pas

lagi terapi dikasih tau dokternya”(Tn.Z)

Tema 2 : Stresor Eksternal

Stresor eksternal yang teridentifikasi meliputi Stigma

masyarakat : dipandang sebelah mata, dikucilkan, diejek, dan

dihina. Penolakan anggota keluarga dan hambatan keuangan.

Seperti ungkapan partisipan sebagai berikut ketika anaknya

dipandang sebelah mata oleh sebagian masyarakat :

“Namanya anak kaya gini yaa mba.. saya sedih mba, anak

saya itu dipandang sebelah mata sama orang lain, kaya

gimana gitu liat anak saya (partisipan meneteskan air

mata)” (Tn.D)

“….(tampak sedih) ditambah lagi, naik angkutan umun aja

diliatin, rasanya sakit mba.” (Ny,M)

Page 73: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

56

56

Bukan hanya dipandang sebelah mata saja, tapi terkadang

sebagian masyarakat juga menjauhi anak sindrom down tersebut,

beberapa ungkapan 2 partisipan berikut saat anaknya

dijauhi/dikucilkan :

“…., anak saya itu mau pegang adik kecil anak tetangga

sebelah malah dijauhin sama orang tuannya, saya sih..

engga apa-apa.. Cuma sakit hati aja sama orang-orang,

kok gitu banget.” (Tn.S)

“… ya itu.. anak saya kalo lagi pengen main sama anak

tetangga, eh malah pada ngejauh (mata tampak berkaca-

kaca)” (Ny.M)

Partisipan lain juga menggungkapkan saat anaknya diejek

oleh orang-orang dilingkungan sekitar :

“….,sering sekali anak saya diejek anak-anak seumuran

dia, makannya anak saya maunya main sama orang yang

sudah dewasa.”(Tn.A)

“….kalo ada anak saya pasti langsung diejek, ejekannya

seperti ini .. “ada…An.A… ada An.A… (partisipan tampak

sedih)”. (Ny.N)

“….,dilingkungan saya memang menerima, tapi tetap saja

ada temannya dirumah yang suka mengolok-olok anak

saya.”(Tn.Z)

Page 74: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

57

57

“….,anak-anak suka mengolok-olok anak saya kaya gini …

(Partisipan meneteskan air mata) An.D bego.., An.D bego,

sedih juga.. Ya Allah..”(Ny.M)

Pada saat dihina, juga membuat partisipan semakin tambah

merasa terbebani dengan keadaan yang dialami olehnya, 2

partisipan mengungkapkan sebagai berikut:

“….,Anak saya pernah dihina (wajah tampak

murung)”(Tn.D)

“…., yang membuat saya merasa tambah sedih dan beban

itu karena ada orang yang menghina anak saya (mata

tampak berkaca-kaca)”.(Ny.P)

Penolakan dari anggota keluarga juga menjadi suatu stresor

tersendiri bagi orang tua saat merawat anak dengan sindrom down,

karena peran dalam keluarga sangat dibutuhkan dalam merawat

dan membangun kasih sayang terhadap anak. Seorang partisipan

mengemukakan alasan sang istri menolakan untuk merawat

anaknya:

“…..,belum lagi istri saya yang gag mau terima anak ini,

memang dari sebelum hamil dia tidak mau punya anak,

makannya waktu itu istri saya minum jamu biar haid, tapi

gagal haid, akhirnya anak ini lahir, dan istri saya tidak

mau merawat, jadi ya.. saya yang rawat” (Tn. Z)

Page 75: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

58

58

Stresor lain juga diungkapkan oleh beberapa partisipan

terhadap hambatan keuangan yang menambah beban saat

melakukan terapi dan pengobatan :

“ ya,,terapinya itu mahal.., saya kerjanya juga apa

adanya”. (Tn. A)

“sudah terapi mahal, belum lagi kalau uang saya habis..

saya sedih mba, jadi anak saya engga terapi dulu, jadi

nunggu kalo ada rezekinya baru terapi lagi” (Tn.D)

“…,Kalo biayanya udah gag kehitung, ya…masalahnya

memang biayanya agak berat, waktu di Hembing itu

terapinya mahal sekitar 300rb-500rb, obatnya juga mahal-

mahal, terus kita kudu beli buku juga”. (Tn.S)

“….,biaya terapi juga mahal”(Tn.Z)

“…,untuk masalah biaya terapi, saya dulu bayar sendiri,

itu juga bikin saya binggung karna bapanya kan sudah

pensiun ya akhirnya sempet ngga terapi dulu, kalo punya

uang baru terapi lagi”(Ny.P).

Semua partisipan utama mendapatkan stresor internal dan

eksternal yang bervariasi. Orang tua tidak mengetahui apa itu

sindrom down, karena sindrom down bukan penyakit yang sering

didengar dikalangan masyarakat awam. Orang tua mengetahui

anaknya terdiagnosa sindrom down bermacam-macam, ada yang

Page 76: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

59

59

mengetahuinya sesaat setelah lahir dan ada yang sudah berjalan

usia lima tahun baru tahu bahwa anaknya terdiagnosa sindrom

down. Ketika tahu dari dokter, dan dokter menjelaskan tentang

sindrom down, penyebab, pengobatan, serta perawatannya, maka

tergalilah tiga tema dari respon stresor tersebut, yaitu respon

kongnitif, respon emosi dan respon tingkah laku.

Tema 3 : Respon kongnitif

Tema ini muncul dari kategori binggung dan kepala saya

pusing (banyak pertanyaan dikepala saya). Respon stresor

binggung yang diungkapkan beberapa partisipan sebagai berikut :

“Dalam hati saya, ada apa ini, kenapa memangnya?

kelainan apaan? ..fisiknya normal… jadi saya masih

binggung dan ga..tau, dikasih tahunnya pas satu minggu

anak saya lahir, saya kan orang awam, ga.. tau kelainan

apa, saya taunnya kelainan aja, sadar-sadarnya pas udah

lima tahun waktu terapi Rs.Famawati kalo ternyata anak

saya down sindrom. Ya saya sedih, mau digimanain lagi

(mata tampak merah dan berkaca-kaca)” (Tn. A)

“Awalnya saya ga tau kalo anak saya sindrom down, dokter

waktu itu bilangnya anak saya akan terlambat

perkembangannya, saya binggung waktu itu”. (Ny.N)

Page 77: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

60

60

Satu partisipan menggungkapkan pada saat mengetahui

anaknya terdiagnosa sindrom down banyak pertanyaan terdapat

dibenaknya hingga iya merasa pusing:

“Waktu saya tahu anak saya sindrom down, kepala saya

pusing, banyak sekali pertanyaan dikepala saya pada saat

itu “nanti anak saya biasa apa? Bagaimana nanti ? Sekolah

dmn? Ntar kedepannya bagaimana?”, itu pas usia anak

saya dua bulan, kata dokter bilangnya ada kelainan, beda

dari yang lain, saya kaget, pada saat hamil sehat-sehat

saja gak ada apa-apa, lahir normal tapi kecil banget

1600gr (mata tampak merah dana berkaca-kaca,

meneteskan air mata)”.(Tn.D)

Tema 4 : Respon emosi

Respon emosi yang teridentifikasi pada tema ini meliputi :

sedih, kecewa, malu dan marah. Seperti ungkapan beberapa

partisipan berikut :

“… ya, seedihlah.. mau digimanain lagi (mata tampak

merah dan berkaca-kaca)”(Tn.A)

“….sedihlah pada saat itu (mata tampak berkaca-kaca)”

(Tn. D)

Page 78: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

61

61

“Saya ngomong sama ibu… ya kita terima ini anak kita

mau digimanain lagi, saya kecewa dan nangis-nangis

sambil doain dia..” (Tn. S)

“Gimana ya rasanya perasaan saya...(ibu tampak sedih)

karena dari sebelas anak dari ibu saya ya saya doang yang

punya anak kaya begini. pertama ya malu, ya jengkel,

pertama saya gag terima.. dosa apa saya ini, saya punya

anak kaya gini.. apa saya dikutuk, apa gimana (ibu

meneteskan air mata)” (Ny.M)

“Pada saat saya tahu, saya pasrah aja.. ini titipan, ya kita

terima, ngomong sama ibu ya kita terima ini anak kita mau

digimanain lagi, saya kecewa dan nangis-nangis sambil

doain dia..” (Tn. S)

“Waktu lahir saya langsung di kasih tahu, Ya Allah… saya

sempat kaget, sedih ya pasti, saya sudah dikasih seperti itu

mau diapain lagi” (Ny.P).

Tema 5 : Respon Tingkah laku

Tema ini terdiri dari satu sub-tema yaitu dampak dari

stresor yang muncul sebagai respon pasrah, kaget dan menangis.

Dua partisipan menggungkapkan pasrah terhadap keadaan yang

dialaminya :

Page 79: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

62

62

“….,pada saat saya tahu, saya pasrah aja… inititipan, ya..

kita terima”.(Tn.S)

“saya sudah dikasih seperti ini mau diapain lagi, say

pasrah aja ..”(Ny.P)

Tiga partisipan lain merasa kaget saat mengetahui anaknya

terdiagnosa sindrom down, berikut ungkapannya :

“…itu awalnya saya kaget banget, engga tau harus

ngapain, kok bisa gitu anak saya seperti itu?”(Ny.N)

“saya kaget, pada saat hamil sehat-sehat saja gak ada apa-

apa”. (Tn.D)

“…Ya Allah…saya simpet kaget, kenapa begini?”(Ny.P)

Beberapa partisipan berespon dengan menaggis, sebagai

suatu bentuk dampak dari stresor yang dirasakannya :

“….,anak saya itu kecil banget pas lahir beratnya saja

hanya 1600gr (mata tampak merah dan meneteskan air

mata), kecil banget mba, saya adzanin aja saya gag kuat,

saya menaggis pada saat itu, sedihlah mba”.(Tn.D)

“saya kecewa pada saat itu,kenapa harus saya? Saya

menaggis sambil doa’in anak saya itu”(Tn.S)

Menurut pandangan dua partisipan pendukung, partisipan

pendukung tidak mengetahui dengan jelas respon orang tua pada

Page 80: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

63

63

saat mengetahui anak mereka terdiagnosa down sindrom. Karena

mereka rata-rata datang menyekolahkan anaknya disekolah luar

biasa (SLB) mulai dari TK (taman kanak-kanak) dan SD (sekolah

dasar), adapula yang dulu TKnya pernah bersekolah disekolah

umum, Respon yang ditunjukan orang tua pada saat mengantarkan

anaknya bermacam-macam, seperti kutipan berikut :

“Alhamdulillah…karena dari awal sebelum masuk

kesekolahan ini, orang tua sudah tahu sedikit gambaran

tentang kondisi anaknya karenakan sebelum masuk sekolah

ini dites IQ dulu dan ada terapi psikologi untuk orang tua,

jadi responnya mereka sangat baik, tapi ada juga yang

malu ketika bertemu saya, lalu saya beri nasihat bahwa

anak ini anak special, tak perlu malu, besoknya ibu itu

sudah mulai terbuka dan mau bergabung dengan ibu-ibu

yang lain. mereka rata-rata meneriman keadaan anaknya.

Orang tua mensyukuri anugrah dari Allah, karena sudah

dapat informasi dari psikologi jadi orang tua menerima

ketika sudah mulai bersekolah”. (Ny.GN)

“Orang tua rata-rata mengantarkan anaknya seperti biasa,

karena pada awalnya kan sudah mendapatkan banyak

informasi dari psikologi komite sekolah tentang anaknya,

jadi pada saat masuk kelas, hanya mengantar saja dan

sikapnya pun biasa saja”(Ny.GM)

Page 81: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

64

64

2. Strategi koping yang digunakan orang tua yang berpusat pada

masalah (problem focus coping)

Hasil penelitian didapatkan bahwa semua partisipan utama

menggunakan strategi koping berupa problem focus coping, yaitu

usaha untuk mengatasi stress dengan cara mengubah atau mengatur

masalah yang dihadapi. Koping ketujuh partisipan tergambar pada

tema ke-enam, yaitu confrontative coping (usaha langsung).

Tema 6 : Confrontative coping (usaha langsung)

Hasil penelitian didapatkan bahwa orang tua melakukan

suatu bentuk usaha secara langsung ketika anaknya mulai

menunjukan adanya gangguan pertumbuhan dan perkembangan,

dalam bentuk usaha secara langsung untuk mengatasi masalah

yang ada, dengan cara membawa anaknya kedokter atau langsung

terapi ke rumah sakit, ada juga yang diurut-urut dukun kampung,

serta mengikuti saran-saran kuno lainnya dan menempatkan anak

pada sekolah khusus. Hal ini merupakan suatu tindakan yang

dilakukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi, berikut ini

adalah ungkapan partisipan yang menggunakan usaha langsung

dengan melakukan pengobatan medis :

Page 82: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

65

65

”pokoknya pas saya tahu anak saya down sindrom, saya

langsung usaha kerumah sakit, untuk terapi, karena

jalannya lambat, bicaranya juga lambat” (Tn.A)

“…,ya saya juga terapi-terapi kerumah sakit, terapi jalan,

terapi bicara walupun sedikit-sedikit terus terapi biar bisa

bicara, ya pokoknya terapi jalan terus sampe akhirnya dia

bisa jalan sekarang”. (Ny.N)

“Pada saat itu saya disarankan terapi-terapi, saya ikutin

terus itu terapi-terapi.. seperti terapi bicara, jalan,

memegang suatu benda, gag lama terapi bisa jalan, terapi

iya tetep jalan, rutin kedokter, saya usahain kemana aja

terapi pokoknya harus berperan nanti anak supaya bisa

mandiri. Setelah terapi-terapi semakin bertahap terus ada

perubahan, kemana aja udah saya lakukan”. (Tn.D)

“Saya rutin kedokter, ikut terapi-terapi… terapi jalan,

terapi bicara, sampai sekarang masih terapi”.(Tn.S)

“….Langsung kedokter, terapi juga”.(Tn.Z)

“saya langsung kedokter, terapi juga…..”(Ny.M)

“Anak saya juga sering panas, batuk lalu langsung saya

bawa kedokter,semua terapi saya lakuin, dari terapi

wicara, terapi konsentrasi di fatmawati, terapi terus

berjalan sampai sekarang”(Ny. P)

Page 83: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

66

66

Beberapa responden yang menggunakan pengobatan

alternatif dengan menggunakan jasa tukang urut ,mengungkapkan

sebagai berikut :

“….,karena jalannya lambat, bicaranya juga lambat, saya

juga bawa dia ketukang urut biar bisa jalan”(Tn.A)

“….,saya juga usahakan membawa dia ke orang pinter urut

sampe tujuh kali, gada perubahan, terus mencoba lagi

ketempat lain urutnya”.(Ny.N)

“…., setiap minggu rutin saya bawa ketukang urut”.(Tn.Z)

Dua partisipan lain mengungkapkan bahwa mereka juga

menggunakan jasa dukun kampung untuk menyebuhkan penyakit

anak yang dideritanya :

“saya bawa juga dia kedukun-dukun kampung, disuruh

potong ayam kampung, beli beras dipedaleman, ya.. saya

lakuin disruh ini.. disuru itu.. saya kerjain”. (Tn.A)

“….,obat kampung iya… yang diketokin centong iya..

itukan gag masuk akal yaa… secara logika tapi yang

penting saya usaha, dikasih saran kesana, kesini juga saya

langsung lakuin, saya usahain agar anak saya sekolah,

sebisa mungkin anak saya mandiri”(Ny.M)

. Tema 7 : Seeking social support (mencari dukungan sosial)

Peneliti mencoba mengkategorikan pencarian dukungan

sosial dengan cara mencari informasi baik dukungan internal,

Page 84: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

67

67

ekternal dan dukungan spiritual. Beberapa partisipan utama lain

dalam penelitian ini cenderung mencari dukungan social untuk

mendapatkan suatu kenyamanan emosional dan bantuan informasi

dari orang lain. Orang tua cenderung mendapatkan kenyamanan

ketika sudah menceritakan masalah yang ada dan mendapatkan

dukungan yang diberikan seseorang sehingga dapat menenangkan

situasi yang membuatnya merasa sedih saat menghadapi masalah

atau stressor. Seperti ungkapkan partisipan sebagai pencarian

dukungan internal keluarga :

“Pada saat saya sedang ada masalah, saya cerita sama

orang terdekat saya yaitu suami saya, saya sering berdikusi

dengan suami saya tentang anak saya ini, pokoknya lebih

tenang kalo udah cerita sama suami”. (Ny.N)

Saya sering berbagi cerita dan masalah dengan keluarga,

keluarga mendukung, suami saya dan kakaknya juga

mendukung, suami dan keluarga sayang sekali dengan

dia”. (Ny.P)

Sementara satu partisipan mengungkapkan pencarian

dukungan ekstrenal didapatkan dari teman dengan berbagi cerita

untuk dapat menenangkan perasaan khawatir yang dirasakannya,

berikut ungkapan partisipan :

“…., dan saya disini sering berbagi cerita ibu-ibu yang

sama dengan saya diSLB (sekolah luar biasa) ini, banyak

Page 85: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

68

68

masukan yang saya dapatkan, isi pembicaraan kita seperti

“gimana ya masa depan anak kita, gimana kalo kita sudah

gada” yaa.. kita saling menguatkan dan mendukung, usaha

ya usaha terus, kita sekolahin, kita doa’ain, kita latih juga

dirumah (Ny.N)

“…, saya sering berbagi cerita sama teman dirumah,

disekolah ini juga sering saya dan orang tua disini saling

dukung buat kemajuan anak kita, biar lebih mandiri, ya..

paling engga anak saya ini bisa sosialisasi. Kalo udah

cerita bikin hati saya jadi agak enteng gitu, soalnya mereka

juga ngerasain punya anak kaya gini .” (Ny.M)

Selain berbagi informasi dengan suami dan teman,

partisipan juga mengungkapkan bahwa partisipan juga mencari

informasi dan dukungan dari pihak sekolah, yaitu guru yang

mengajar dikelas berikut ungkapan partisipan :

“…, ya..saya sering menanyakan bagaimana

perkembangan anak saya disekolah, kadang saya mikir koq

gitu-gitu aja, padahal dirumah sudah saya ajarkan juga

kaya yang gurunya kasih buat PR (pekerjaan rumah),

akhirnya lama-lama saya sadar kalo anak kaya gini ya

emang begini, gurunya juga bilang, kalo anak kaya gini

cuma bisa dioptimalisasikan dibina dirinnya. Tapi saya

Page 86: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

69

69

tetep sering nanya gimana perkembangan anak saya”

(Tn.A)

“…, karena ibunya tidak mau mengantarkan kesekolah dan

apa-apa saya, ya.. saya jadi suka nanya gimana

perkembangan An.I kalo dikelas, Alhamdulillah sih ada

kemajuan dikit-dikit. Ya.. kadang kakaknya juga ikut bantu

kalo belajar dirumah. Apa-apa saya nanya langsung sama

gurunya itu.”(Tn.Z)

Orang tua sangat berespon sekali untuk mengetahui

perkembangan anaknya dibidang akademik dan pengembangan diri

agar anaknya dapat hidup mandiri, orang tua mencari informasi

pada guru kelas merupakan suatu usaha orang tua dalam mencari

dukungan informasi untuk memberi ketenangan pada dirinya,

berikut beberapa ungkapan dari informan pendukung :

“iya, mereka sering menanyakan kepada saya, “bagaimana

perkembangan anak saya dikelas?” saya hanya menyampaikan

seperti ini… “saya sudah usaha untuk mengajarkan, karena

kemapuannya memang seperti itu, dirumah juga tolong

diajarkan, yang penting tujuan anak ibu disini bisa mandiri

saja, biar bisa pakai baju sendiri, makan sendiri. Orang

tuapun paham akan kemapuan anaknya dan harapannya tidak

terlalu muluk-muluk, mereka hanya berharap agar agar

anaknya bisa mandiri”. (Ny.GN)

Page 87: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

70

70

“Pernah, rata-rata orang tuannya sering menanyakan seperti

ini “Bu, bagaimana si A? perkembangan saya anak

bagaimana kalo dikelas?, perkembangan kemajuan belajar,

keterampilan bantu dirinya , kadang2 kalo dikelas bagaimana

anak saya bu ? biasa nya tentang pelajaran juga yang mereka

tanyakan, saya bilang ibu pelan – pelan saja, misalnya meniru

tulisan dari saya (guru), akan sama seperti itu, kalo di lepas

tidak bisa, tapi harus dibimbing juga”. (Ny.GM)

Tema 8 : Planful problem solving (perencanaan pemecahan

masalah)

Perencanaan pemecahan masalah dalam sub-tema yang

didapatkan dari hasil wawancara adalah merawat anak dengan hati-

hati dalam menjaga kesehatannya jangan sampai sakit,

menyekolahkan anak di Sekolah Luar Biasa (SLB). Berikut adalah

ungkapan partisipan dalam merawat anak dengan hati-hati

sehingga anak tidak mudah sakit :

“karena ibunya engga mau urus, ya.. mau tidak mau

memang harus saya yang urus dan merawatnya. Saya

merawat anak saya dengan hati-hati, jangan sampe sakit,

saya jaga makanannya, kegiatannya, semuannya saya

Page 88: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

71

71

perhatiin satu persatu, ya mudah-mudahan berhasil saya

merawatnya”.(Tn.Z)

Selain melakukan usaha merawat anak secara hati-hati,

partisipan juga melakukan usaha pemecahan masalah secara

bertahap dengan menyekolahkan anaknya di sekolah khusus untuk

anak-anak disability ini. Sebelumnya ada beberapa partisipan yang

memasukkan anaknya disekolah taman kana-kanak umum untuk

anak-anak yang normal, namun secara bertahap partisipan

menyadari akan keterbatasan anaknya dan memasukkan anaknya

disekolah luar biasa (SLB). Berikut ini ungkapan semua partisipan

:

“…,saya juga nyari-nyari sekolahan yang khusus kaya

anak saya ini, akhirnya dapet juga di SLB ini”.(Tn.A)

“Saya binggung waktu itu, karna taunya anak saya ini

Cuma terlambat aja, saya sempet sekolahkan An.A

disekolah umum, tapi akhirnya guru disekolah umum itu

bilang kalo anak saya tidak kuat kalo sekolahnya masih

diumum (ibu tampak sedih), harusnya disekolah khusus,

akhirnya saya anak saya sekolah disekolah luar biasa

(SLB) ini.”(Ny.N)

“Dulu anak saya pernah saya masukkan di TK (taman

kanak-kanak) normal dan akhirnya saya sadar karna sudah

beda kemampuannya akhinya saya sekolahkan di SLB

(sekolah luar biasa)” (Tn.D)

Page 89: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

72

72

“Saya masukkan anak saya ke sekolah luar biasa, anak kita

gitu mau digimanaiin lagi, lalu saya lihat disekolahan ada

yg lebih parah, dari SLB (sekolah luar biasa) itu saya jadi

dapet ilmu, dan berfikir.. ternyata anak saya tidak terlalu

parah bahkan disana ada yang lebih parah dari anak

saya”.(Tn.S)

“….,pada saat milih sekolah ibunya malah daftarin ke

sekolah umum tapi kakaknya (anak saya yg ke-1) suruh

masuk SLB (sekolah luar biasa), saya sadar anak ini

kemampuannya kurang, makannya saya masukkan ke

SLB”.(Tn. Z)

“Saya sekolahkan juga anak saya diSLB” (Ny.M)

“saya cari sekolahan yang khusus untuk anak saya, ya..

akhirnya dapet diSLB ini, dulunya di TK normal” (Ny.P)

Tiga partisipan lain menggunakan usaha dengan membuat

SKTM (surat keterangan tidak mampu) agar mendapatkan biaya

pengobatan dan terapi secara gratis, berikut ungkapan beberapa

partisipan :

“biaya terapi itu dulu saya masih pusing, karena mahal

kalau mau terapi, terus akhirnya sekarang kita buat SKTM,

dan sekarang kalo mau berobat dan terapi untuk anak saya

bisa gratis.(Tn.A)

Page 90: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

73

73

“saya juga membuat SKTM, supaya ada ringan biaya

terapinya. Dan ternyata sekarang sudah gratis, ya.. tinggal

biaya mondar-mandirnya itu” (Tn.S)

“….., suami saya kan sudah pension, jadi kalo lagi ngga

punya uang, anak saya gak terapi dulu, akhirnya saya pake

bantua SKTM, jadi bisa gratis sekarang”.(Ny.P)

3. Strategi koping yang berpusat pada emosi (emotional focus

coping)

Hasil penelitian didapatkan bahwa orang tua menggunakan

usaha untuk mengatasi stres dengan cara mengatur respon

emosional dalam rangka menyesuaikan diri terhadap apa yang

dihadapinya.

Tema 9 : Penerimaan dan tanggung jawab (Accepting

responsibility)

Tema ini terdiri dari sub tema yang terdiri dari menerima

keadaan dan beradaptasi pada keadaan. Menerima keadaan

meliputi menyadari, menerima keadaan, anak adalah bagian orang

tua yang harus dirawat dan dijaga, pasrah, takdir yang harus

dijalani dengan ikhlas, mencoba bersabar, yakin pada Allah anak

adalah titipan. Beradaptasi pada keadaan yaitu mencoba bersabar.

Beberapa partisipan utama melakukan usaha untuk

mengontrol emosinya dengan cara menyadari tanggung jawab

sebagai orang tua dan mencoba menerima keadaan yang terjadi

Page 91: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

74

74

agar menjadi lebih baik lagi, berikut ini adalah ungkapan partisipan

dengan kategori menyadari :

“Awalnya saya tidak terima, dan agak iri kenapa harus

saya?, akhirnya lama-lama yaa..saya terima

saja,….”(Tn.A)

“Yang jelas saya sadar aja punya anak seperti ini, ya…

harus dirwat dengan baik (ibu meneteskan air mata)”

(Ny.P)

Berikut ini adalah ungkapan partisipan dalam menerima

keadaan bahwa anak adalah bagian dari dirinya :

“…., diakan anak saya, bagian saya, walaupun anak

seumuran dia itu udah pinter-pinter, ini belum bisa apa-

apa. Ya.. saya pikir ya sudah, saya ikhlas saja. Kadang

anak ini juga suka bikin emosi, kalo dipanggil itu kaya

orang engga peduli gitu, kalau dikasih tau susah, ya…

memang anak-anak seperti ini sama, saya ikutin aja, dia

bebas mau main kemana”. (Tn.A)

“Pertama saya ngga percaya, rasanya kaget, binggung,

gimana nanti anak saya kedepannya (partisipan tampak

sedih) tapi.. Allah kasih gini ya harus saya terima

(meneteskan air mata,dengan segera dihapusnya air

matanya)” (Tn.D)

Page 92: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

75

75

“….., ya..kita terima saja, saya ngomong sama ibunya kita

mau gimanain lagi, kami menerimanya dengan

lapang”(Tn.S)

“…., saya terima apa adanya untuk merawat anak saya,

melatih kesabaran aja”. (Tn.Z)

“Begitu saya dikasih tau kalau anak saya ini down

sindrom, rasanya kaya mau kiamat, waktu itu saya belum

bisa menerima, saya tanya ke dokter “ anak saya idiot,

dok?” lalu dokternya jawab “Bukan bu, anak ibu lambat”.

bener dok anak saya idiot ? “bukan ibu.. bukan..”. kalo

anak begini saya jangan bermimpi punya impian, anak bisa

begini, begini, harus dengan sabar, saya jalani aja, saya

terima toh anak adalah titipan yang harus dijaga dan

disayang (partisipan menanggis)”(Ny.M).

Sementara satu patisipan menerima keadaan anaknya

dengan sikap yang pasrah, seperti ungkapan partisipan berikut :

“….,Tadinya kecewa, ya… kita kan orang beragama, ya

saya pasrah , perasaan sedih ya… pasti. kadang anak ini

juga suka emosi mulu, paling saya istigfar aja dan belajar

menerima dengan lapang”.saya pasrah aja, inikan titipan

Allah SWT , saya serahkan semua pada Allah, anak inikan

titipan, mau kaya gimana saya pasrah aja.(Tn.S)

Penerimaan dan tanggung jawab yang diungkapkan

partisipan dilakukan dengan cara beradaptasi pada suatu keadaan,

Page 93: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

76

76

berikut ini ungkapan beberapa partisipan dengan cara memcoba

bersabar dalam mengontrol perasaannya :

“…, punya anak kaya gini bikin saya kadang emosi mba,

ya.. saat saya sedang emosi, saya mencoba bersabar

menghadapinnya”(Tn.A)

“…., punya anak seperti ini membuat saya mencoba

menjadi lebih sabar (ibu menangis hingga diam sejenak).

Yaa… saya sayang sekali, beda dengan sayang yang lain,

dia lebih pokoknya, segala-galanya lebihlah (ibu

menanggis) saya bersabar Saya mencoba untuk bersabar,

karena mempunyai anak ini membuat saya lebih harus

banyak sabar.” (Ny.N)

“…., pas saya tahu anak saya sindrom down rasanya ya…

berusaha sabar aja walaupun hati saya sedih, saya

berusaha sabar untuk menghadapi semuanya”.(Tn.S)

“…., kalo punya anak kaya begini saya jangan bermimpi

punya impian, anak bisa begini, begini harus dengan

sabar.” (Ny.M)

Begitupula yang disampaikan oleh guru sebagai partisipasn

pendukung tentang penerimaan orang tua terhadap anaknya yang

tampak dan terlihat disekolah, seperti ungkapan sebagai berikut :

Page 94: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

77

77

“Diawal pertemuan dikumpulkan dulu untuk memberikan

informasi kepada orang tua tentang kondisi perkembangan

anaknya seperti apa, gambarannya proses akademiknya

bagaimana bila dilihat dari IQ, Alhamdulillah mereka

menerima dan tampak terlihat sayang sekali pada anaknya,

dan karena disisni rata-rata islam, mereka sudah

menerima lapang” (Ny.GN)

“Disini orang tua sudah dapat menerima anaknya, orang

tua juga rata-rata ingin anaknya bisa membaca dengan

baik, saya sering memberi anak-anak PR, orang tua

membimbingnya dirumah itu juga suatu bentuk kalo orang

tuanya menerima keadaan anaknya dengan cara

memperhatikan kegiatannya”(Ny.GM)

Tema 10 : Pengontrolan diri (self control)

Pada tema ini hasil penelitian didapatkan bahwa partisipan

mencoba untuk beradaptasi dengan masalah menggunakan

pengontrolan diri agar membuat keadaan yang dirasakannya

menjadi lebih nyaman dan beradaptasi dengan baik dengan cara

mengontrol dirinya seperti bersyukur, berdo’a dan yakin pada

Allah bahwa anak adalah titipan yang harus dijalani dengan ikhlas.

Berikut ini adalah ungkapan usaha yang dilakukan dengan cara

bersyukur dari dua partisipan :

“…., ya.. saya bersyukur punya anak ini, masih ada yang

lebih parah dari anak saya”.(Tn.S)

Page 95: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

78

78

“Saya bersyukur punya anak kaya gini bisa melatih

kesabaran saya….”. (Ny.M)

Tiga partisipan lain mengungkapkan melakukkan

pengontrolan diri dengan cara berdo’a, berikut ungkapannya :

“Saya berdo’a setiap malam , saya bagun malam, solat dan

berdo’a terus untuk anak saya ini, setiap shalat saya doain

supaya bisa jaga dirinya kalo bukan saya siapa lagi, saya

berdo’a jam 2 atau jam 3 malam, (partisipan menangis dan

diam sejenak)…”(Ny.N)

“Saya berdo’a terus, yakin pada Allah SWT kalau ini

adalah titipan yang harus diterima dan dijaga” (Tn.D)

“….., saya terus berdo’a agar diberi kesabaran dan

ketenangan hati” (Ny.M)

Tidak hanya berdo’a dan bersyukur usaha yang

diungkapkan partisipan dalam mengontrol perasaan dirinya,

ungkapan lain juga diungkapkan oleh empat partisipan yang

mengontrol dirinya dengan meyakini bahwa anak adalah titipan

yang harus dijaga dengan ikhlas. Seperti ungkapan berikut :

“…., anak ini adalah takdir yang harus saya jalani (ibu

meneteskan air mata) dengan ikhlas saya rawat penuh

sayang” (Ny.N)

“… saya yakin, ini adalah anugrah dan titipan Allah yang

harus saya jaga.”(Tn.D)

Page 96: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

79

79

“…., emang udah bagiannya. ya.. titipan Allah, amanah

untuk dijaga. Kalo ada orang suka dijauhin, diusir, saya

sedih liat anak saya digituin sama orang lain, sekali pernah

emosi.. lama-lama saya coba sabar, melatih kesabaran

aja” (Tn.S)

“… ya, ini adalah bagian dari saya.. takdir yang harus

saya jalani…”(Ny.M)

Tema 11 : Penilaian positif (Positive reapparsial)

Dua orang partisipan mencari arti postif dari keadaan yang

dialaminya, dengan mengambil pelajaran pada suatu keadaan atau

mengambil hikmah. Seperti ungkapan beberapa partisipan utama,

sebagai berikut :

“punya anak kaya gini paling berkesan dan paling enak

ada hikmah dibalik ini semua yang bisa saya ambil agar

lebih kuat”. (Ny.N)

“Banyak hikmahnya punya anak kaya gini, melatih

kesabaran saya dan istri, kalo untuk kebutuhannya kita

gentian”(Tn.S)

Page 97: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

80

80

BAB VI

PEMBAHASAN

A. Interpretasi Penelitian dan Hasil Diskusi

Peneliti telah mengidentifikasi 11 tema yang merupakan hasil dari

penelitian ini. Beberapa diantaranya memiliki sub-tema dengan kategori-

kategori makna tertentu. Tema-tema tersebut teridentifikasi berdasarkan

tujuan penelitian. Stresor orang tua dengan anak yang menderita sindrom

down dapat digambarkan dalam dua tema, yaitu : 1) stresor internal dan 2)

stresor eksternal. Pada saat pengambilan data, tergalilah respon terhadap

stresor sehingga menghasilkan tiga tema, yaitu : 3). Respon kongnitif, 4)

respon kehilangan 5) Respon tingkah laku. Strategi koping problem focus

coping tergambar pada tema ke-enam, tujuh dan delapan, yaitu usaha

langsung (confrontative coping), mencari dukungan sosial (seeking sosial

support) , perencanaan pemecahan masalah (planful problem solving).

Sedangkan strategi koping emotional focus coping tergambar dalam tiga

tema, yaitu penerimaan dan tanggung jawab (accepting responsibility)

teredintifikasi pada tema ke-sembilan, tema ke-sepuluh yaitu pengontrolan

diri (self control), serta penilaian positif (positif reapparsial) terdapat pada

tema ke-sebelas. Selanjutnya peneliti akan membahas masing-masing tema

yang teridentifikasi berdasarkan tujuan penelitian.

Page 98: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

81

81

1. Stresor orang tua pada anak yang terdiagnosa sindrom down

Tema 1: Stresor Internal

Down sindrom merupakan suatu gangguan kelainan kromosom

yang menyebabkan terjadinya interaksi dengan fungsi gen lainnya

sehingga menghasilkan suatu perubahan homeostasis yang

memungkinkan terjadinya penyimpangan perkembangan fisik dan

susunan saraf pusat (Soetjiningsih, 1995). Dalam penelitian ini,

seluruh partisipan yang memiliki anak down sindrom di Sekolah Luar

Biasa Negeri 1 Jakarta mendapatkan stresor yang sama, stresor yang

didapatkan oleh partisipan terjadi pada saat orang tua mengetahui

informasi tentang kondisi anak yang terdiagnosa sindrom down.

Dengan adanya gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang

dialami oleh anaknya tersebut, merupakan suatu stresor bagi keluarga

khususnya orang tua. Masalah lain juga diungkapkan oleh partisipan

yang dianggap sebagai suatu stresor tambahan dalam merawat anak

dengan sindrom down seperti, kekhawatiran akan masa depan anak,

dan kurangnya pengetahuan tentang sindrom down sendiri. Stersor

yang dialami orang tua dengan anak sindrom down dialami juga oleh

keluarga dengan anak yang menderita tunagrahita, dalam penelitian

stress dan koping pada anak tunagrahita yang dilakukan Triana dan

Andriany (2010) di Semarang mengkategorikan masalah pertumbuhan

anak, kecemasan orang tua, sebagai kendala yang dihadapi dengan

tema masalah (stresor) keluarga.

Page 99: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

82

82

Hal ini sesuai dengan teori Howart dan Gilham (1981) dalam

Nasir & Muhith (2011) menyatakan bahwa sumber stress terjadi

meliputi diri individu, keluarga, dan dalam komunitas atau masyarakat.

Hasil analisa tematik yang didapatkan oleh peneliti dalam tema ini

sumber stress terjadi dalam keluarga, bertambahnya anggota keluarga

dengan masalah kesehatan akan menimbulkan stresor tersendiri bagi

orang tua.

Tema 2 : Stresor eksternal

Tema ini meliputi stigma masyarakat, penolakan anggota keluarga

dan hambatan keuangan. Stigma masyarakat terdiri dari pandangan

sebelah mata, dijauhi/dikucilkan, ejekan, dan dihina. Sedangkan

penolakan anggota keluarga yang diungkapkan partisipan yaitu adanya

penolakan kehadiran anak dari istrinya tersebut. Dan hambatan

keuangan terjadi pada saat menjalani terapi rutin dengan biaya yang

mahal.

Berdasarkan sumber stresor yang diungkapkan oleh semua

partisipan tersebut merupakan asal dari penyebab stres. Stres

merupakan suatu kondisi yang tidak menyenangkan dimana manusia

melihat adanya tuntutan dalam situasi sebagai beban diluar batas

kemampuan mereka atau memaknai sebagai suatu tuntutan yang harus

diselesaikan. Selain stigma masyarakat yang berada dilingkungan luar,

penolakan dari anggota keluarga juga merupakan suatu stresor yang

akan berdampak pula pada pola asuh terhadap anak, serta biaya terapi

yang cukup mahal juga diungkapkan oleh partisipan sebegai suatu

Page 100: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

83

83

masalah yang harus dihadapi. Hal ini sesuai dengan teori Patel (1996)

dalam Nasir & Muhith (2011) stresor dapat berasal dari berbagai

sumber, baik dari kondisi fisik, psikologis, maupun sosial dan juga dari

lingkungan lainnya. Hal ini juga sejalan dengan penelitian terkait

tentang stress dan koping keluarga pada anak menderita tunagrahita

yang dilakukan oleh Triana dan Andriany (2010) di Semarang,

mendapatkan pengorbanan waktu, finansial, penegakan kedisiplinan

dan stigma masyarakat sebagai salah suatu masalah yang dihadapi

keluarga.

Respon Stresor

Pada penelitian ini teridentifikasi suatu respon stresor yang

diungkapkan oleh partisipan. Dengan adanya stresor yang dialami oleh

partisipan terhadap keadaan yang tidak menyenangkan seperti adanya

tuntutan dalam situasi sebagai suatu beban yang harus dihadapi,

sehingga dapat menimbulkan stress yang dapat dilihat dari respon

terhadap stresor.

Tema 3 : Respon Kongnitif

Dalam tema ini terdiri dari dua sub-tema yaitu pikaran kacau dan

menurun daya konsentrasi yang diungkapkan partisipan pada saat

mengetahui anak terdiagnosa down sindrom yaitu binggung, dan

kepala terasa pusing karena banyak pertanyaan yang ada dikepalanya

pada saat terdiagnosa sindrom down. Hal ini sesuai dengan teori

Taylor (1991) dalam Nasir & Muhith (2011) yang menyatakan bahwa

Page 101: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

84

84

respon stress yang terlihat dari respon kongnitif dapat tampak melalui

terganggunya proses kongnitif individu, seperti pikiran menjadi kacau,

menurunnya daya konsentrasi, pikiran berulang-ulang dan pikiran

tidak wajar.

Tema 4 : Respon Kehilangan

Pada tema ini respon kehilangan partisipan yang teridentifikasi

peneliti didapatkan bahwa partisipan merasa kecewa, marah dan malu

ketika partisipan mengetahui bahwa anaknya terdiganosa sindrom

down. Salah satu partisipan mengungkapkan bahwa mengapa harus

dirinya yang menadapatkan anak dengan sindrom down, mengapa

tidak yang lain? , partsipan tersebut merasa kecewa dan marah. Hal ini

sesuai dengan teori tahapan berduka menurut Kubler-Ross, ketika klien

berduka akibat kehilangan sesuatu yang diharapkannya maka akan

terbentuk lima tahapan, yaitu tahapan penyangkalan, kemarahan,

tawar-menawar , depresi dan penerimaan.

Tema 5 : Respon tingkah laku

Pada tema ini respon tingkah laku yang teridentifikasi adanya

respon kaget, pasrah , sedih dan menanggis. Hal ini sesuai dengan teori

yang mengungkapkan bahwa bertambahnya anggota keluarga yang

mempunyai masalah kesehatan seperti hadirnya seorang anak dengan

sindrom down merupakan suatu pemicu yang menyebabkan terjadinya

respon stres yang dapat menimbulkan suatu reaksi emosional yang

berdampak pada pola perilaku, seperti rasa takut, rasa cemas, malu,

marah, kaget dan menanggis (Nasir&Muhith, 2011).

Page 102: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

85

85

2. Strategi koping orang tua pada anak yang menderita sindrom

down

Hasil penelitian didapatkan bahwa semua partisipan mempunyai

masalah yang sama, yaitu menghadapi kondisi anak yang tidak dapat

diobati dan hanya bisa dilakukan dengan terapi rutin agar pertumbuhan

dan perkembangannya optimal sesuai dengan kondisi anak tersebut

serta ditambah dengan adanya stesor lain seperti, biaya, pandangan

masyarakat terhadap dirinya serta kekhawatiran akan masa depan anak.

Menurut Lazarus dan Folkman (1984) dalam Nasir & Muhith, (2011)

penggunaan koping ada dua strategi yang bisa dilakukan yaitu srategi

koping yang berfokus pada masalah (problem focus coping) dan

strategi koping yang berpusat pada emosi (emotional focus coping).

Jenis strategi koping yang berpusat pada masalah (problem focus

coping) yang dapat digunakan bermacam-macam, yaitu berupa usaha

langsung (confontative coping), penggunaan dukungan sosial (seeking

social support) , perencanaan pemecahan masalah (planful problem

solving). Dan Jenis strategi koping yang berpusat pada emosi

(emotional focus coping) juga bermacam-macam, jenis strategi koping

ini yang dapat digunakan yaitu dalam bentuk pengaturan diri (self

control), penghindaran (distancing), penilaian positif (positive

reapparsial), penerimaan tanggung jawab (accepting responsibility),

lari dari situasi kearah negative (escape/avoidance).

Hasil wawancara didapatkan bahwa semua partisipan

menggunakan strategi koping gabungan, yaitu strategi koping yang

Page 103: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

86

86

berpusat pada masalah (problem focus coping) dan strategi koping

yang berpusat pada emosi (emotional focus coping).

2.1 Strategi koping yang berpusat pada masalah (problem focus

coping)

Jenis strategi koping yang berpusat pada masalah (problem focus

coping) digunakan pada saat pertama kali partisipan mengetahui

anaknya terdiagnosa sindrom down. Dalam penelitian ini didapatkan 3

tema dalam penggunaan strategi koping yang berpusat pada masalah

(problem focus coping), yaitu tema ke-enam usaha langsung

(confontative coping), tema ke-tujuh seeking social support (mencari

dukungan sosial) , dan tema ke-delapan planful problem solving

(perencanaan pemecahan masalah).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Asyiah (2008) disemarang

tentang strategi koping orang tua yang memiliki anak dengan cacat

mental, koping yang digunakan orang tua adalah koping yang

berorientasi pada tugas (Task Oriented) berupa tetap memberikan hak

anak dengan memberikan pengobatan baik medis maupun non-medis,

memberikan pendidikan dan menyekolahkan anak, serta kasih sayang

yang menjadi kebutuhan anak. Penelitian lain yang dilakukan Triana

dan Andriany (2010) di Semarang tentang sters dan koping keluarga

pada anak tunagrahita, didapatkan penggunaan koping dalam bentuk

problem focused coping berupa mencari dukungan sosial keluarga

Page 104: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

87

87

internal, mencari dukungan sosial keluarga eksternal, mencari

pengobatan alternatif dan bersikap agak keras.

Tema 6 : usaha langsung (confontative coping)

Dalam tema ini seluruh partisipan cenderung menggunakan usaha

langsung (confrontative coping) hal ini terlihat dimana orang tua akan

membawa anaknya langsung kedokter untuk melakukan pengobatan

medis dengan cara mengikuti terapi rutin untuk anak dan melakukan

pengobatan alternative. Hal ini sesuai dengan teori Lazarus dan

Folkman (1984) mendefinisikan confrontative coping sebagai suatu

usaha untuk mengubah suatu kondisi yang dianggap menekan dengan

cara yang agresif atau cepat tanggap.

Tema 7 : dukungan sosial (seeking sosial support)

Mempunyai anak dengan sindrom down merupakan suatu stresor

tersendiri bagi keluarga khususnya orang tua, dimana orang tua

membutuhkan dukungan untuk menghadapi masalah-masalah yang

terjadi pada dirinya. Dalam tema ini peneliti mengidentifikasi

pencarian dukungan sosial (seeking sosial support) terbagi menjadi

tiga sub-tema yaitu mencari dukungan internal keluarga, dukungan

eksternal dan dukungan spiritual. Enam partisipan mengungkapkan

bahwa dengan adanya stresor internal dan eksternal, maka orang tua

merasa tidak kuat untuk menanggung masalahnya sendiri, sehingga

orang tua mencari dukungan social baik dari dokter, guru ngaji

maupun dari teman dekatnya. Hal ini sesuai dengan teori Lazarus dan

Folkman (1984) yang menyatakan bahwa seeking sosial support

Page 105: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

88

88

adalah suatu usaha untuk mendapatkan kenyamanan emosional dan

bantuan informasi dari orang lain.

Tema 8 : perencanaan pemecahan masalah (planful problem

solving)

Dalam tema ini, peneliti mengidentifikasi uasaha yang dilakukan

oelah partisipan dalam menghadapi stresor yang terjadi pada dirinya

dengan melakukan perencanaan pemecahan masalah. Satu partisipan

mengungkapkan menggunakan jenis strategi koping bentuk

perencanaan pemecahan masalah (planful problem solving) dengan

cara merawat anak secara hati-hati, serta tujuh partisipan

menggunakannya strategi pemecahan masalah dengan cara

menyekolahkan anak diSLB (sekolah luar biasa) dan tiga partisipan

lain melakukan usaha dengan perencanaan membuat SKTM (surat

keterangan tidak mampu) agar dapat digunakan sebagai sarana

pengobatan gratis. Hal ini sejalan dengan teori Lazarus dan Folkman

(1984) yang menyatakan bahwa planful problem solving yaitu suatu

usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap menekan dengan cara

hati-hati dan bertahap.

2.2 Strategi koping yang berpusat pada emosi (emotional focus coping)

Penggunaan jenis strategi koping yang berpusat pada emosi

(emotional focus coping) digunakan juga pada pertama kali orang tua

mengetahui anak terdiagnosa down sindrom dan ketika kondisi

lingkungan yang tidak mendukung, dimana sebagian masyarakat

Page 106: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

89

89

memandang dirinya dengan sebelah mata. Dalam hal ini, peneliti

mengidentifikasi tiga tema dalam penggunaan jenis koping emotional

focus coping, yaitu tema ke-sembilan penerimaan dan tanggung jawab

(accepting responsibility), tema ke-sepuluh yaitu pengontrolan diri

(self contol) dan tema ke-sebelas yaitu penilaian positif (positive

reapparsial) dengan mengambil pelajaran yang dialaminya. Penelitian

terkait tentang strategi koping juga digunakan orang tua dalam bentuk

emotional focused coping dengan cara sabar, menyesuaikan diri,

berdoa dan menagis (Triana dan Andriany, 2010). Dan dalam

penelitian Asiyah (2008) mengemukkan koping yang digunakan oleh

orang tua yaitu koping yang berorientasi pada pertahanan ego

(Deffence Mechanisme) dengan cara regresi : menangis, represi : sabar,

rasionalisasi : menjelaskan alasan agar diterima oleh masyarakat.

Tema 9 : penerimaan dan tanggung jawab (accepting

responsibility)

Seluruh partisipan berespon kearah penerimaan dan tanggung

jawab, dan tidak ada partisipan yang mengindar dari masalah. Peneliti

mengidentifikasi pada tema ini bahwa usaha yang dilakukan partisipan

dalam menghadapi stresor dengan cara berusaha untuk menyadari

keadaan yang terjadi pada dirinya, menerima keadaan, pasrah dan

sadar bahwa anak adalah bagian dari dirinya sebagai suatu tanggung

jawab yang harus dijalani. Hal ini sejalan dengan teori Lazarus dan

Folkman (1984) bahwa Accepting responsibility merupakan usaha

Page 107: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

90

90

untuk menyadari tanggung jawab diri sendiri dari permasalahan yang

dihadapinya dan mencoba menerimanya untuk membuat keadaan

menjadi lebih baik.

Tema 10 : pengontrolan diri (self-control)

Hasil penelitian didapatkan bahwa partisipan mengendalikan

emosinya cenderung menggunakan strategi koping dalam bentuk self

control. Dalam tema ini partisipan mengungkapkan bahwa usaha yang

dilakukan oleh partisipan dengan cara berdo’a, bersabar, bersyukur dan

yakin bahwa anak adalah titipan yang harus disyukuri dan dijaga

bagaimanapun keadaannya. Usaha yang dilakukan partisipan dalam

rangka menata dan mengontrol emosi yang dirasakannya saat

menghadapi stresor yang muncul. Hal ini sesuai dengan teori Lazarus

dan Folkman (1984) yang mendefinisikan self control sebagai suatu

bentuk usaha untuk mengatur perasaan ketika menghadapi situasi yang

menekan.

Tema 11 : penilaian positif (positif reapparsial)

Dalam tema ini peneliti mengidentifikasi penggunaan strategi

koping dengan cara melakukan penilaian positif terhadap masalah

yang dihadapinya dengan mengubah pola fikir bahwa dibalik

permasalahan, akan ada hikmah yang dapat diambil dari setiap

kejadian yang dialami. Hal ini sesuai dengan teori Lazarus dan

Folkman (1984) yang menyatakan bahwa penggunaan positif

reapparsial dilakukan untuk mencari makna positif dari permasalahan

yang dihadapinya (Nasir dan Muhith, 2011).

Page 108: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

91

91

B. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan yang peneliti temukan dalam proses penelitian

tentang strategi koping orang tua pada anak yang menderita down sindrom

antara lain :

1. Pada saat pengambilan data, tidak semua partisipan dapat

diwawancarai di rumah. Dikarenakan kesibukan beberapa

partisipan saat di rumah, sehingga ada beberapa partisipan

diwawancarai disekolah.

2. Pada saat proses wawancara berlangsung lingkungan yang

kurang kondusif sedikit mengganggu privasi sehingga

menyulitkan proses penggalian perasaan beberapa partisipan.

3. Pada saat proses pengambilan data, peneliti mengalami

kesulitan pada saat proses pencatatan lapangan dan

dokumentasi wawanacara, karena peneliti juga harus focus

terhadap partisipan dan memperhatikan setiap respon yang

ditampilkan partisipan.

4. Alat yang digunakan pada saat merekam menggunakan tape

recorder dengan menyimpan data pada kaset pita, sehingga

menyulitkan peneliti untuk memutar ulang dengan mudah

dikarenakan kaset yang mudah putus, sehingga peneliti

mengganti alat perekam dengan menggunakan tape recorder

digital.

Page 109: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

92

92

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Hasil penelitian ini medapatkan tiga buah tema yaitu stresor yang

dihadapi orang tua, jenis strategi koping problem focus coping yang

digunakan oleh orang tua dan jenis strategi koping emotional focus coping

yang digunakan orang tua.

1. Stresor yang diungkapkan oleh partisipan terbagi menjadi dua

tema, yaitu stresor internal dan stresor eksternal. Stresor

internal yang dialami partisipan yaitu adalah terkait gangguan

pertumbuhan dan perkembangan anak, harapan akan masa

depan anak serta kurangnya pengetahuan partisipan tentang

sindrom dwon. Sedangkan stresor eksternal yang juga dihadapi

oleh partisipan yaitu stigma masyarakat terhadap dirinya,

penolakan kehadiran anak dalam keluarga dan hambatan

keuangan.

2. Respon stress yang tergali pada penelitian ini terbagi menjadi

tiga tema dalam tiga respon, yaitu respon kongnitif, respon

kehilangan dan respon tingkah laku. Respon kongnitif berupa

pikiran kacau dan menurun daya konsentrasi, respon

kehilangan berupa perasaan kecewa, marah dan pasrah.

Page 110: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

93

93

Sedangkan respon tingkah laku terjadi karena toleransi

terhadap beban berupa kaget, sedih dan menanggis.

3. Jenis strategi koping yang berpusat pada masalah (problem

focus coping) yang digunakan partisipan terbagi menjadi tiga

tema yaitu bentuk usaha langsung (confrontative focus coping)

yang digunakan dengan cara langsung membawa kedokter ,

melakukan terapi-terapi, dan mencoba pengobatan sesuai

dengan keyakinannya. Dalam bentuk dukungan social (seeking

social support) yang digunakan informan dengan cara mencari

informasi dari dokter tentang perkembangan anak kedepannya,

guru, keluarga dan teman. Dan dalam bentuk perencanaan

pemecahan masalah (Planful problem solving) informan

menggunakannya dalam bentuk berfokus pada kondisi anak

berikutnya dan merawat agar kondisi anaknya tetap baik.

4. Strategi koping yang berpusat pada emosi (emotional focus

coping) yang digunakan partisipan teridentifikasi menjadi tiga

tema, yaitu bentuk pengaturan diri (self-contol) dengan cara

bersabar, berserah diri kepada Allah dan menerima apa

adanya.. sedangkan bentuk penilaian positif (Positive

reapparsial) partisipan mengambil hikmah atas apa yang

terjadi pada dirinya agar dapat lebih bersabar dan tetap

bersyukur. Dalam bentuk penerimaan tanggung jawab

(Accepting responsibility) partisipan menerima dan memahami

kondisi anaknya dan merawatnya dengan baik.

Page 111: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

94

94

B. Saran

1. Bagi Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri 1 Jakarta

a. Diharapkan dari pihak guru mengadakan pertemuan untuk orang

tua dan guru, sebagai suatu sarana bertukar informasi dan berdikusi

dalam mengatasi masalah yang dihadapi orang tua dalam merawat

dan mendidik anak .

b. Diharapkan adanya suatu program edukasi kepada orang tua

tentang pengenalan lebih dalam mengenai down sindrom agar oang

tua mendapatkan pemahaman yang lebih banyak lagi.

c. Mengadakan suatu kelompok atau perkumpulan khusus orang tua

yang memiliki anak down sindrom di Sekolah Luar Biasa Negeri 1

Jakarta agar dapat saling berbagi perasaan yang dialami sehingga

dapat meminimalisir stresor yang dihadapi oleh orang tua.

2. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan dan Ilmu Keperawatan

a. Dapat mengembangkan suatu program keperawatan tentang

disabilitas khususnya program konselor mengenai penggunaan

strategi koping terhadap penderita down sindrom.

b. Diharapkan bagi ilmu keperawatan mengadakan program kelas

parenting khusus pada orang tua yang mempunyai anak dengan

down sindrom sebagai suatu support educator mengenai

permasalahan yang akan dihadapi orang tua.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Diharapkan peneliti menggunakan teman untuk membantu proses

dokumentasi pada saat pengambilan data.

Page 112: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

95

95

b. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap strategi coping

pada orang tua yang memiliki anak dengan sindrom down yang

baru terdiagnosa.

c. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap peran keluarga

selain orang tua dalam pembentukan karakter anak down sindrom.

d. Mengkombinasi penelitian selanjutnya terhadap usia ibu pada saat

kehamilan > 35 tahun dengan angka kejadian kelahiran anak

dengan sindrom down.

Page 113: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

96

96

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, Noer Atikah. Studi Fenomenologi : Strategi Koping Orang Tua

Yang Memiliki Anak Dengan Cacat Mental (Tuna Grahita) di

Sekolah Luar Biasa (SLB) Yayasan Pembinaan Anak Cacat

(YPAC). Semarang : Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas

Kedokteran Diponegoro. 2008

Council, Safesty Nasional. Managemen Stres. Jakarta: EGC. 2003

Creswell, Jhon W. Education Research “planning, counducting and

evaluating quantitative and qualitative research. Amerika :

Pearson International Edition. 2008

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pelayanan

Kesehatan Anak di Sekolah Luar Biasa (SLB). Jakarta Bakti

: Husada. 2010

Hull David, Derek I Johnston. Dasar-dasar pediatri, Ed.3. Jakarta:

EGC. 2008

Ikatan Sindroma Down Indonesia : jumlah data anak sindrom down di

Indonesia, http://www.isdijakarta.org/about2.html diakses pada

tanggal 18 desember 2011 pukul 12.00.

Meilia, Diah. Jurnal “Strategi Dalam Mengatasi Stres Pada Ibu

Dengan Anak Down Syndrome”

http://alumni.unair.ac.id/kumpulanfile/5655836696_abs.pdf

diakses pada bulan april 2012. 2010

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja

Rosadakarya. 2010

Nasir dan Muhith. Dasar-dasar Keperawatan Jiwa : Pengantar dan

Teori, Jakarta: Salemba Medika. 2011

Noor,Megah.. Jurnal “Stress dan Koping Keluarga dengan Anak

Tunagrahita di SLB C dan SLB C1 Widya Bhakti Semarang.

2010

Norman, D. Sundberg dkk. Psikologi Klinis “Perkembangan Teori,

prakti, dan penelitian. edisi keempat Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

2007

Page 114: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

97

97

Notoatmodjo, Soekidjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta :

Rineka Cipta. 2010

Nursalam & Dian, Ninuk. Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi

HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika. 2007

Putera, Nusa. Penelitian Kualitatif : Proses dan Aplikasi. Jakarta Barat :

Indeks. 2011

Rasmun. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi

Dengan Keluarga, Jakarta : Sagung Seto. 2009

Saryono dan Mekar, Dwi Anggraeni. Metodologi Penelitian Kualitatif

dalam bidang Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika. 2010

Soetjiningsih.. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC. 1995

Streubert, Helen J dkk. Qualitatative Research in Nursing Advancing The

Humanistic Imperative. Philandelpia : Lippincott Wiliams and

Wilkins : 2003

Sudiono, Janti. Gangguan Tumbuh Kembang Dentokraniofasial.

Jakarta: EGC. 2008

Supartini, Yupi. Buku ajar konsep keperawatan anak. Jakarta: EGC. 2004

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi

(Mixed Method). Bandung : Alfabeta. 2011

Videbeek, Sheila I. Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta :EGC. 2008

Wong, Donna L. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta:

EGC. 2003

Wong,Donna L. Buku ajar keperawatan pediatric. edisi 6. Jakarta:

EGC. 2008

Page 115: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

98

98

Lampiran 1

Kepada Yth, Ciputat, Oktober 2012

Bapak/Ibu

Di,

Tempat

Bapak/Ibu yang saya hormati.

Sehubungan dengan tugas akhir dalam penyelesaian studi untuk

mendapatkan gelar sarjana, saya sebagai peneliti :

Nama : Mayang Setyo Magnawiyah

NIM : 108104000002

Jurusan : Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

Contact : 081317044282 / 08561488384

Mohon kiranya Bapak/Ibu dapat menjadi partisipan dalam penelitian saya

dengan judul penelitian Strategi Koping Orang Tua pada Anak yang

Menderita Sindrom Down. Sebagai partisipan informasi yang Bapak/Ibu berikan

sangat berharga dalam penelitian ini. Jika ada yang ingin ditanyakan berkaitan

dengan penelitian ini Bapak/Ibu dapat menghubungi peneliti.

Atas perhatian Bapak/Ibu peneliti ucapkan terima kasih.

Ciputat, Oktober 2011

Hormat saya

(Peneliti)

Page 116: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

99

99

Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth :

Di

Tempat

Dengan Hormat,

Saya mahasiswi S1 Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Syarif

Hidayatullah Jakarta,

Nama : Mayang Setyo Magnawiyah

NIM : 108104000002

Bermaksud akan melaksanakan penelitian tentang “Strategi Koping Orang

Tua pada Anak yang Menderita Sindrom Down di Sekolah Luar Biasa Negeri 1

jakarta” sebagai tugas akhir studi untuk mendapatkan gelar sarjana.

Sebagai responden, informasi yang Bapak/Ibu berikan sangat bermanfaat

dalam penelitian ini. Adapun segala informasi yang Bapak/Ibu berikan akan

dijamin kerahasiaannya dan seluruh informasi yang mencantumkan identitas

subyek penelitian hanya akan digunakan untuk pengolahan data dan bila sudah

tidak digunakan maka data akan dihilangkan. Apabila Bapak/Ibu setuju untuk

menjadi responden dalam penelitian ini dimohon untuk menandatangani kolom

yang telah disediakan. Atas kesediaan dan kerjasamanya saya ucapkan terima

kasih.

Jakarta, Oktober 2012

Responden

…….………………

Page 117: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

100

100

Lampiran 3

Data Demografi Informan

Informan ke-1 (P1)

A. Subyek penelitian (orang tua)

1. Inisial : Tn.A

2. Usia : 50 Tahun

3. Jenis kelamin : Laki-laki

4. Pendidikan terakhir : SD

5. Pekerjaan : Buruh

6. Jumlah anak : 3 Anak

B. Anak Sindrom Down

1. Inisial : An. I

2. Usia anak : 11 Tahun

3. Anak ke- saudara : 3 dari 3 bersaudara

4. Jenis kelamin : Laki-laki

Informan ke-2 (P2)

A. Subyek penelitian (orang tua)

1. Inisial : Ny. N

2. Usia : 46 Tahun

3. Jenis kelamin : Perempuan

4. Pendidikan terakhir : SLTP

5. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

6. Jumlah anak : 3 Anak

B. Anak Sindrom Down

1. Inisial : An. I

2. Usia anak : 11 Tahun

3. Anak ke- saudara : 3 dari 3 bersaudara

4. Jenis kelamin : Laki-laki

Informan ke-3 (P3)

Page 118: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

101

101

A. Subyek penelitian (orang tua)

1. Inisial : Tn. D

2. Usia : 50 Tahun

3. Jenis kelamin : Laki-laki

4. Pendidikan terakhir : SLTA

5. Pekerjaan : Butuh

6. Jumlah anak : 2 Anak

B. Anak Sindrom Down

1. Inisial : An. P

2. Usia anak : 10 Tahun

3. Anak ke- saudara : 2 dari 2 bersaudara

4. Jenis kelamin : Laki-laki

Informan ke-4 (P4)

A. Subyek penelitian (orang tua)

1. Inisial : Tn. S

2. Usia : 56 Tahun

3. Jenis kelamin : Laki-laki

4. Pendidikan terakhir : SLTA

5. Pekerjaan : Pensiun

6. Jumlah anak : 3 Anak

B. Anak Sindrom Down

1. Inisial : An. D

2. Usia anak : 11 Tahun

3. Anak ke- saudara : 3 dari 3 bersaudara

4. Jenis kelamin : Laki-laki

Page 119: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

102

102

Informan ke-5 (P5)

A. Subyek penelitian (orang tua)

1. Inisial : Tn.Z

2. Usia : 59 Tahun

3. Jenis kelamin : Laki-laki

4. Pendidikan terakhir : SLTA

5. Pekerjaan : Pegawai Swasta

6. Jumlah anak : 4 Anak

B. Anak Sindrom Down

1. Inisial : An. Q

2. Usia anak : 12 Tahun

3. Anak ke- saudara : 4 dari 4 bersaudara

4. Jenis kelamin : Laki-laki

Informan ke-6 (P6)

A. Subyek penelitian (orang tua)

1. Inisial : Ny. M

2. Usia : 54 Tahun

3. Jenis kelamin : Perempuan

4. Pendidikan terakhir : SLTA

5. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

6. Jumlah anak : 4 Anak

B. Anak Sindrom Down

1. Inisial : An. D

2. Usia anak : 11 Tahun

3. Anak ke- saudara : 4 dari 4 bersaudara

4. Jenis kelamin : Laki-laki

Page 120: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

103

103

Informan ke-7 (P7)

A. Subyek penelitian (orang tua)

1. Inisial : Ny. P

2. Usia : 74 Tahun

3. Jenis kelamin : Perempuan

4. Pendidikan terakhir : SLTA

5. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

6. Jumlah anak : 1 Anak

B. Anak Sindrom Down

1. Inisial : An. R

2. Usia anak : 8 Tahun

3. Anak ke- saudara : 1 dari 1 bersaudara

4. Jenis kelamin : Perempuan

Page 121: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

104

104

Lampiran 4

Pedoman Wawancara Mendalam (Indepth Interview)

Informan kunci

I. Petunjuk umum

a. Tahap persiapan

b. Tahap perkenalan

c. Jelaskan tujuan dan manfaat wawancara mendalam

d. Ucapkan terima kasih kepada informan atas kesedian dan waktu

yang telah diluangkan untuk pelaksanaan wawancara.

II. Petunjuk wawancara mendalam

a. Wawancara dilakukan oleh seorang pewawancara

b. Informan bebas menyampaikan pengalaman dan perasaan yang

dirasakannya.

c. Semua pengalaman dan perasaan yang disampaikan oleh informan

akan dijamin kerahasiaanya

d. Wawancara ini akan direkam pada tape recorder untuk membantu

dalam penulisan.

III. Pelaksanaan wawancara

A. Perkenalan

a. Identitas informan

Page 122: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

105

105

Nama (Inisial) :

Umur :

Jenis kelamin :

Pekerjaan :

Pendidikan terakhir :

B. Wawancara

1. Stresor pada saat anak lahir dan terdiagnosa sindrom down

a. Masalah-masalah apa saja yang muncul setelah anak

lahir dan diketahui terdiagnosa sindrom down ?

b. Bagaimana penilaian dan sikap ibu atau bapak terhadap

situasi yang terjadi pada anak anda?

2. Strategi coping

a. Usaha apa yang ibu lakukan ketika mengetahui anak

anda terdiagnosa sindrom down?

2.1 Problem focus coping

a. Bagaimana usaha ibu untuk mengatasi masalah-

masalah yang muncul pada anak?

2.2 Emotional focus coping

a. Bagaimana usaha ibu untuk menjaga atau

mengontrol perasaaan ibu dalam menghadapi

masalah-masalah yang muncul pada anak?

Page 123: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

106

106

Lampiran 5

PEDOMAN WAWANCARA

Partisipan Pendukung

1. Sudah berapa lama anda mengajar disini, dari kelas berapa ?

2. Bagaimana sikap orang tua saat mengantar anaknya ke kelas?

3. Pernahkah orang tua murid mencari informasi tentang perkembangan anak

disekolah ?

4. Bagaimana penerimaan orang tua terhadap kondisi perkembangan anak?

5. Pernahkah orang tua menyatakan kepada anda tentang harapan yang tinggi

untuk anaknya?

Page 124: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

107

107

Lampiran 6

ANALISIS TEMATIK PARTISIPAN UTAMA

Stresor

Kategori

P1

P2

P3

P4

P5

P6

P7

Subtema

Tema

Lambat jalan dan

Lambat bicara

√ √ √ √ √ √ √ Gangguan

Pertumbuhan

dan

perkembangan

anak

Harapan akan

masa depan

anak

Stresor

Internal

Sering sakit-sakitan √ √

Harapan masa

depan anak

√ √ √ √

Tidak tahu tentang

sindrom down

√ √ Kurang

pengetahuan

Dipandang sebelah

mata

√ √

Stigma

Masyarakat

Stresor

Eksternal

Dijauhi /dikucilkan √ √

Ejekan √ √ √ √

Dihina √ √

Istri kurang terima

kehadiran anak

√ Penolakan

Biaya terapi mahal √ √ √ √ √ Hambatan

keuangan

Kategori

P1

P2

P3

P4

P5

P6

P7

Subtema

Tema

Binggung

√ √ Pikiran kacau

Menurun daya

konsentrasi

Respon

kongnitif

Kepala saya pusing

(banyak pertanyaan

dikepala saya)

Kecewa √ Bentuk marah Respon

Kehilangan

Respon

Malu √

Marah √

Pasrah √ √ Toleransi

terhadap beban Kaget √ √ √

Menanggis √ √

Page 125: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

108

108

Respon stresor yang tergali

Problem focus coping

Sedih √ √ √ √ tingkah laku

Kategori

P1

P2

P3

P4

P5

P6

P7

Subtema

Tema

Langsung kerumah

sakit / rutin ke

dokter

√ √ √ √ √ √ √ Pengobatan

Medis

Usaha

langsung

(confrontative

coping)

Mencari

Dukungan

Sosial

(seeking

sosial

support)

Perencanaan

pemecahan

masalah

(planful

problem

solving)

Terapi rutin (terapi

jalan & bicara)

√ √ √ √ √ √ √

Pergi ketukang urut

√ √ √ Pengobatan

Alternatif

Pergi kedukun

kampung

Berbagi cerita

dengan suami

Berbagi cerita

dengan teman

Berbagi cerita

dengan Guru

√ Dukungan

internal

keluarga

Dukungan

ekternal

Dukungan

spiritual Berbagi dengan

guru ngaji

√ √ √

Merawat dengan

hati-hati jangan

sampai sakit

√ Merawat

secara

bertahap

Memberikan

pendidikan

formal

Menyekolahkan

anak di SLB

(sekolah luar biasa)

√ √ √ √ √ √ √

√ √ √ Upaya

Page 126: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

109

109

Emotional focus coping

Membuat SKTM

(surat keterangan

tidak mampu)

mendapatkan

pengobatan

gratis

Kategori

P1

P2

P3

P4

P5

P6

P7

Subtema

Tema

Menyadari √ √

Menerima

keadaan

Beradaptasi

pada keadaan

Penerimaan

dan tanggung

jawab

(accepting

responsibility)

Pengontrolan

diri (self

control)

Penilaian

positif (positif

reapparsial)

Menerima keadaan √ √ √ √ √

Pasrah √

Takdir yang harus

dijalani dengan

Ikhlas

√ √ √

Mencoba bersabar

√ √ √ √ √

Yakin pada Allah

anak adalah titipan

√ √ √

Berdo’a

√ √ √ Pengontrolan

diri secara

spiritual Bersyukur

√ √

Mengambil hikmah √ √ Mengambil

pelajaran pada

suatu keadaan

Page 127: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

110

110

Lampiran 7

ANALISIS TEMATIK PARTISIPAN PENDUKUNG

Strategi Koping

Problem focus coping

Kategori

P1

P2

Subtema

Tema

Orang tua sudah

mendapatkan informasi

dari comite sekolah dan

gambaran tentang kondisi

anak

√ √ Dukungan internal

sekolah

Dukungan

Pengobatan medis

Mendapatkan

dukungan sosial

(seking sosial

support)

Orang tua sudah

mendapatkan terapi

psikologi .

√ √

Respon yang ditunjukan

orang tua sangat baik.

√ Penerimaan dan

tanggung jawab

Dampak koping

keluarga

Kategori

P1

P2

Subtema

Tema

Sering menanyakan

perkembangan anak

dikelas

√ √ Rasa ingin tahu Bentuk pencarian

informasi

Menyakan tentang

pelajaran dikelas

Menanyakan

keterampilan bantu diri

anaknya

√ √

Page 128: Skripsi - Mayang Setyo Magnawiyah - fkik.pdf

111

111

Emotional Focus Coping

Kategori

P1

P2

Subtema

Tema

Rata-rata orang tua sudah

menerima keadaan

anaknya

√ √ Dampak Koping

positif

Dampak koping yang

digunakan oleh orang

tua.

Orang tua tampak

memperhatikan kegiatan

anaknya

√ √

Orang tua terlihat sayang

sekali