skd 2 - mata - ambliopia

40
BAB I PENDAHULUAN I.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA Struktur mata terletak dalam suatu rongga orbita yang berbentuk pyramid dengan puncaknya menuju ke belakang. Bila dilihat dari luar/dari depan, maka kita temukan bagian-bagian dari mata sebagai berikut : A. KELOPAK MATA (PALPEBRA) Terdiri dari kelopak mata atas (palpebra superior) dan kelopak mata bawah (palpebra inferior). Bagian dari kelopak mata adalah kulit yang halus dan tipis yang mudah digerakkan dari dasarnya. 14 Di dalam kelopak mata terdapat antara lain : 14 1. Otot (M. Orbicularis oculi) yang letaknya melingkar dan berfungsi untuk mengedipkan mata. 2. Otot Levator Palpebra (hanya pada kelopak mata atas) dan berfungsi untuk mengangkat kelopak mata atas sehingga mata dapat membuka dan menutup. 3. Jaringan tulang rawan bersifat elastis (Tarsus) yang terletak sepajang kelopak mata atas dan bawah. Tarsus sebelah atas lebih lebar dari tarsus sebelah bawah. 4. Di dalam kelopak mata juga terdapat beberapa macam kelenjar yaitu kelenjar Meibom yang terletak dalam tarsus menghasilkan semacam minyak air mata yang mana merupakan lapisan terluar air mata. Kelenjar lain adalah Zeis dan 1

Upload: anastasya-ananda-barus

Post on 07-Dec-2015

282 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

mata

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA

Struktur mata terletak dalam suatu rongga orbita yang berbentuk pyramid dengan puncaknya

menuju ke belakang. Bila dilihat dari luar/dari depan, maka kita temukan bagian-bagian dari

mata sebagai berikut :

A. KELOPAK MATA (PALPEBRA)

Terdiri dari kelopak mata atas (palpebra superior) dan kelopak mata bawah (palpebra

inferior). Bagian dari kelopak mata adalah kulit yang halus dan tipis yang mudah

digerakkan dari dasarnya. 14

Di dalam kelopak mata terdapat antara lain : 14

1. Otot (M. Orbicularis oculi) yang letaknya melingkar dan berfungsi untuk

mengedipkan mata.

2. Otot Levator Palpebra (hanya pada kelopak mata atas) dan berfungsi untuk

mengangkat kelopak mata atas sehingga mata dapat membuka dan menutup.

3. Jaringan tulang rawan bersifat elastis (Tarsus) yang terletak sepajang kelopak mata

atas dan bawah. Tarsus sebelah atas lebih lebar dari tarsus sebelah bawah.

4. Di dalam kelopak mata juga terdapat beberapa macam kelenjar yaitu kelenjar

Meibom yang terletak dalam tarsus menghasilkan semacam minyak air mata yang

mana merupakan lapisan terluar air mata. Kelenjar lain adalah Zeis dan Moll yang

bermuara di folikel rambut bulu mata, serta kelenjar Wollfring dan Krause di Forniks.

Tepi kelopak mata atas disebut Margo Palpebra Superior dan tepi kelopak mata bawah

disebut Margo Palpebra Inferior. Kedua margo tersebut akan bertemu membuat sudut di

sebelah lateral disebut Kantus Lateral dan medial disebut Kantus Medial. Dari margo

palpebra ini tumbuh bulu mata (Silia). 14

Fungsi kelopak mata adalah : 14

1. Otot Levator Palpebra, Tarsus dan Septum bersama-sama berfungsi dalam membuka

dan menutup kelopak mata yang gerakannya dilakukan secara reflex.

2. Otot Orbicularis Okuli bila berkontraksi menimbulkan efek kedip yang arah

gerakannya memompa yang memungkinkan kelenjar air mata disekresi dan

1

dikeluarkan melalui Punctum Lakrimalis (punctum berada 1/3 medial margo

palpebra).

3. Membantu orang yang menderita kelainan refraksi tinggi dan astigmatisma melihat

jelas dengan cara menyipitkan matanya.

B. BOLA MATA

Bola mata hampir mengambil seluruh isi rongga mata dan bentuknya hampir bulat yang

mempunyai garis tengah depan belakang sebesar kira-kira 24 mm. Batas luar bola mata

ini 1/5 bagian (depan) adalah Kornea dan selebihnya adalah Sklera. 14

Bola mata terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu : segmen depan dan segmen belakang. Segmen

depan dapat diamati dari luar terdiri dari Kornea, Sklera (hanya bagian depan), bilik mata

depan, Iris, Pupil dan Lensa. 14

Segmen belakang : dengan alat tambahan Oftalmoskop kita dapat melihat Vitreous,

Retina, Papilla Optikus sedangkan dengan alat Gonioskop kita dapat melihat sudut bilik

mata depan. 14

Bagian-Bagian Bola Mata

1. Kornea

Merupakan bagian terdepan dari bola mata yang bentuknya menyerupai mangkuk dan

transparan karena tak mengandung pembuluh darah. Kornea mendapat nutrisi

makanan dari daerah limbus yang mengadung pembuluh darah. Lapisan luar kornea

juga mendapat oksigen dari atmosfir dan lapisan dalam mendapat nutrisi dari cairan

aqueous humor di bilik mata depan. 14

Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar ke dalam yaitu lapisan Epitel, Membran

Bowman, Stroma, Membran Descement dan lapisan Endotel. 14

Tebal kornea adalah 0,7 – 1,0 mm pada bagian tepi, dan ± 0,5 mm pada bagian

tengah, serta mempunyai garis tengah 11 – 12 mm. 14

Kornea mendapat persarafan sensoris dari N. V (Trigeminal). Pada epitel kornea

banyak dijumpai serabut saraf dengan ujung tanpa sarung saraf. Bila lapisan ini

terpapar akan timbul sensasi nyeri yang berat ringannya tergantung dari jumlah dan

lokasi serabut saraf yang terkena. 14

2

Ada tiga hal yang menyebabkan kornea menjadi transparan yaitu avaskular, struktur

yang tersusun teratur dan keadaan keseimbangan osmosis. 14

Kornea merupakan jendela tempat masuknya cahaya ke dalam mata dan berfungsi

sebagai media refraksi yang terdepan dan terkuat. Berkas cahaya dari luar yang

masuk ke dalam mata akan difokuskan oleh kornea. Sebagian besar fungsi refraksi

(90%) diatur oleh kornea yang mempunyai kekuatan refraksi sebesar kira-kira 43 D.

Kornea akan berakhir di limbus dan akan melanjutkan diri sebagai sklera. 14

2. Sklera

Sklera adalah lapisan terluar yang membungkus 4/5 bagian bola mata. Terdiri dari

jaringan ikat dan berfungsi sebagai pelindung mata. Sklera kearah belakang akan

bersatu dengan pembungkus saraf optikus. 14

Mulai dari limbus kearah belakang, mangkok belakang bola mata dibatasi oleh tiga

lapisan berturut-turut dari luar ke dalam ialah Sklera, Koroid dan Retina. 14

3. Uvea

Berada di bagian tengah bola mata dan terdiri dari 3 bagian yaitu : Iris, Badan Siliar

dan Koroid. Hanya iris yang dapat diamati dari luar. 14

Iris merupakan jaringan uvea depan yang permukaannya tidak merata dan

mempunyai kripti-kripti. Iris mengandung pigmen yang mewarnai mata seseorang

(biru, coklat, abu-abu). Iris orang albino tidak berwarna karena tidak mengandung

pigmen. 14

Bagian tengah iris yang merupakan celah bulat disebut Pupil. Pada iris terdapat 2

macam otot yaitu otot Sphincter Pupilae yang dipersarafi Parasimpatis untuk

mengecilkan Pupil (miosis) dan otot Dilatator Pupilae yang dipersarafi Simpatis

untuk melebarkan pupil (midriasis). 14

Ke arah belakang Iris akan menjadi Badan Siliar yang berbentuk segitiga. Badan

siliar berfungsi memproduksi cairan bola mata (Aqueous Humor) dan menjadi tempat

melekatnya tali penggantung lensa (Zonula Zinii). 14

Di dalam Badan Siliar terdapat 2 macam otot yang mengatur relaksasi dan kontraksi

tali penggantung lensa sehingga lensa dapat berubah bentuk untuk melihat jauh dan

dekat (fungsi Akomodasi Lensa). 14

3

Ke arah belakang Badan Siliar akan menjadi Koroid yang terletak di antara Sklera

dan Retina. Koroid banyak mengandung pembuluh darah yang berguna untuk

memberi nutrisi kepada sebagian lapisan retina. 14

4. Lensa

Terletak di belakag iris dan pupil berbentuk cembung (bikonveks), tidak mengandung

pembuluh darah (avaskular) juga tidak berwarna dengan tebal ± 4 mm dan diameter

± 9 mm. 14

Lensa tetap berada pada tempatnya karena digantung oleh tali penggantung lensa

(Zonula Zinii) yang merupakan serabut-serabut berasal dari badan siliar dan

berinsersi di lensa pada daerah equator. Lensa mendapat nutrisi dari cairan bola mata

(Humor Aqueous) sekitarnya. Sebagian besar terdiri dari air dan sisanya terdiri dari

protein. Lensa terdiri dari kapsul yang membungkus lensa. Sebelah dalam kapsul

terdapat korteks dan ditengahnya terdapat nukleus. Serabut lensa diproduksi

sepanjang tahun sehingga serabut yang lebih dulu terbentuk akan memadat di daerah

sentral membentuk nukleus. Makin tua seseorang lensa semakin tebal dan

kekenyalannya berkurang. 14

Lensa merupakan bagian bola mata yang mempunyai fungsi sebagai media refraksi

(bias). Untuk dapat menjadi media refraksi yang baik lensa harus jernih. Pada usia

muda lensa mempunyai kekenyalan tertentu yaitu dapat mencembung (daya bias

meningkat) atau memipih (daya bias menurun), sehingga mata dapat melihat benda

yang jatuh maupun yang dekat dengan jelas. Kemampuan ini yang kita kenal dengan

daya akomodasi. Lensa mempunyai kekuatan kira-kira ± 10 Dioptri dalam keadaan

tanpa akomodasi. 14

Sejalan dengan meningkatnya usia fungsi lensa menjadi berkurang. Hal itu yang

menyebabkan menurunnya daya akomodasi sehingga mulai usia 40 tahun biasanya

orang mulai sulit melihat benda yang berada pada jarak baca. Keadaan ini yang

disebut sebagai Presbiopia. Bila lensa menjadi keruh/putih disebut lensa Katarak yang

dapat terjadi akibat proses tua, akibat trauma atau keadaan lain. Bila didapat katarak

sejak lahir disebut Katarak Kongenital. Pada keadaan ini penglihatan akan mundur

perlahan-lahan karena terhalang oleh kekeruhan tersebut. 14

4

5. Retina

Retina melapisi 2/3 bagian dalam posterior bola mata. Retina terdiri dari lapisan

jaringan saraf (sensoris retina) dan jaringan pigmen retina. Secara histologis, retina

terdiri dari 9 lapisan. Lapisan sensoris retina ini mudah terlepas dari lapisan pigmen

retina dan keadaan ini disebut Ablatio Retina. 14

Tebal retina 0.1 mm di daerah tepid an 0,23 mm di bagian polus posterior. Bagian

yang paling tipis berada di Fovea Sentralis yaitu bagian sentral makula. Pada

pemeriksaan oftalmoskop akan tampak refleks fovea centralis berbintik kuning

(Makula Lutea). 14

Sistem optik dari luar berakhir sampai di retina (lapisan sel kerucut dan batang).

Selanjutnya cahaya tersebut akan diolah secara kimiawi, tenaga elektris dan akan

dikirim ke otak untuk dianalisa. Sel kerucut terutama berguna untuk penglihatan

detail, warna dan terutama terdapat di makula, bahkan di Fovea hanya mengandung

sel kerucut. Daerah Fovea inilah yang meberika tajam penglihatan terbaik. Sel batang

yang terutama berada di luar makula berfungsi untuk penglihatan gelap atau untuk

penglihatan benda yang bergerak. 14

6. Aqueous Humor (Cairan Bola Mata)

Salah satu hal yag mempertahankan bentuk bola mata ialah adanya tekanan bola mata

yang lebih besar dari tekanan atmosfe karena adanya cairan bola mata (Aqueous

Humor) di dalam mata. Nilai normalnya berkisar atara 10 – 21 mmHg dan nilai ini

dipertahankan karena adanya keseimbangan antara produksi aqueous dan aliran

keluar. Cairan bola mata ini diproduksi oleh badan siliar. Aqueous akan mengalir ke

Bilik Mata Belakang (ruag antara Iris, Lensa, Zonula Zinii dan Badan Siliar) melalui

celah lensa dan iris menuju Pupil dan Bilik Mata Depan (ruang di antara kornea dan

iris). 14

Setelah melalui bilik mata depan aka masuk ke anyaman Trabekula, ke kanal

Schlemm, ke kanal kolektor dan akhirnya masuk ke system vena. Bila aliran aqueous

terhambat maka tekanan bola mata akan meningkat dan timbul penyakit yang disebut

Glaukoma. 14

C. LAPISAN AIR MATA

5

Air mata yang membasahi permukaan mata sebetulnya terdiri dari 3 lapisan yaitu (lapisan

luar ke dalam) minyak yang dihasilkan oleh kelenjar Meiboman, air dihasilkan kelenjar

Lakrimal, dan musin yang dihasilkan oleh kelenjar Goblet. 14

Pada keadaan normal air mata mebentuk lapisan tipis air mata setebal 7-10 mm yang

melapisi permukaan konjungtiva dan kornea dan berfungsi : 14

1. Membuat lapisan kornea menjadi licin dan memungkinkan untuk berfungsi sebagai

media refraksi.

2. Melindungi kerusakan epitel konjungtiva dan kornea dengan membantu

melembabkan permukaannya.

3. Mencegah pertumbuhan kuman pada konjungtiva dan kornea dengan efek

antimikrobanya.

Drainase air mata dimungkinkan dengan adanya gerakan kedipan kelopak mata

mendorong air mata kearah punctum untuk selanjutnya dialirkan ke kanalis

inferior/superior kearah sakus lakrimalis lalu ke duktus nasolakrimalis dan akhirnya

bermuara ke hidung. Kekurangan salah satu komponen yang membentuk lapisan air mata

dan menyebabkan keadaan dry eyes (mata kering). Kerusakan dari system drainase

menyebabkan epifora. 14

D. OTOT-OTOT BOLA MATA

Penggerak bola mata diatur oleh otot luar bola mata. Ada 6 otot luar bola mata yang

dipersarafi oleh 3 saraf otak : 14

1. Rektus medial – N.III – gerakan utama ke medial

2. Rektus lateral – N.VI – gerakan utama ke temporal

3. Rektus superior – N.III – gerakan utama ke atas

4. Rektus inferior – N.III – gerakan utama ke bawah

5. Oblique superior – N.IV – gerakan utama memutar ke luar

6. Oblique inferior – N.III – gerakan utama memutar ke dalam

Keenam otot penggerak bola mata tidak bekerja sendiri-sendiri tetapi bekerja secara

terkordinir misalnya sewaktu melirik ke kanan maka yang bekerja adalah rektus lateral

kanan dan rektus medial kiri. Mata orang normal posisinya di tengah-tengah yang berarti

6

kerja otot-otot tersebut serasi. Bila kerja otot tidak serasi akan terjadi penyimpangan yang

disebut juling (strabismus). 14

I.2 JARAS PENGLIHATAN SENSORIK

Nervus kranialis II merupakan indera khusus untuk penglihatan. Cahaya dideteksi oleh sel-sel

batang dan sel kerucut diretina, ( dapat dianggap sebagai end-organ sensoris khusus penglihatan).

badan sel dari reseptor-reseptor ini mengeluarkan tonjolan (prosesus) yang bersinap dengan sel

bipolar (neuron kedua dijaras penglihatan).sel – sel bipolar kemudian bersinap dengan sel-sel

ganglion retina.akson-akson sel ganglion membentuk lapisan serat syaraf pada retina dan

menyatu membentuk nervus optikus.15

Di dalam tengkorak 2 nervus optikus menyatu membentuk kiasma optikus. Duhikiasma lebih

dari separuh serabut (yang berasal dari separuh retina) mengalami dekusasi dan menyatu dengan

serabut-serabut temporal yang tidak menyilang dari nervus optikus kontralateral untuk

membentuk Traktus Optikus. Masing-masing traktus optikus berjalan mengelilingi pedunkulus

cerebri menuju ke Nukleus Genikulatus Lateralis tempat traktus tersebut akan bersinaps. Semua

serabut yang menerima impuls dari separuh kanan lapangan pandang tiap-tiap mata membentuk

Traktus Optikus kiri dan berproyeksi pada Hemisfer Serebrum kiri. Demikian juga separuh kiri

lapangan pandang berproyeksi pada Hemisfer Serebrum kanan. 20 % serabut di Traktus

menjalankan fungsi Pupil. Serabut-serabut ini meninggalkan traktus tepat disebelah anterior

nucleus dan melewati Brachium Coliculli Superioris menuju ke Nukleus pretectalis otak tengah.

Serat-serat lainnya bersinaps di Nukleus Genikulatus Lateralis. Badan-badan sel struktur ini

membentuk Traktus Genikulokalkarina. Traktus Genikulokalkarina berjalan melalui Crus

Posterius Capsula Interna dan kemudian menyebar seperti kipas dalam radiation optica yang

melintasi lobus temporalis dan parietalis dalam perjalanan ke korteks oksipitalis (korteks

kalkarina, striata atau korteks penglihatan primer). 15

I.3 REFRAKSI

Pembelokkan suatu berkas cahaya terjadi ketika berkas berpindah dari suatu medium dengan

kepadatan (densitas) tertentu ke medium dengan kepadatan tertentu. Cahaya lebih bergerak cepat

melalui udara daripada melalui transparan lain (air/kaca). Cahaya masauk ke medium dengan

densitas lebih tinggi menimbulkan cahaya lambat.

2 Faktor yang berperan dalam derajat refraksi :

7

1. Densitas komparatif antara 2 media (semakin besar perbedaan densitas semakin besar

pula derajat pembiasan).

2. Sudut jatuhnya berkas cahaya di medium ke-2 (semakin besar sudut semakin besar

pembiasan).

2 Struktur yang penting dalam kemampuan refraktif mata adalah :

1. Kornea: Merupakan struktur pertama yang dilalui cahaya sewaktu masuk mata yang

melengkung dan berperan paling besar dalam kemampuan refraktif total mata.

2. Lensa: Kemampuan refraksi lensa dapat disesuaikan dengan mengubah kelengkungannya

sesuai keperluan untuk melihat dekat atau jauh.

Pada refraksi mata harus membawa bayangan sudah terfokus sebelum mencapai retina, kalau

belum terfokus sewaktu mencapai retina maka bayangan tersebut tampak kabur.

Refraksi Lensa :

1. Lensa dengan permukaan konveks (cembung) menyebabkan konvergensi atau penyatuan,

berkas-berkas cahaya yaitu persyaratan untuk membawa suatu bayangan ke titik fokus,

dengan demikian permukaan refraktif mata bersifat konveks.

2. Lensa dengan permukaan konkaf (cekung) menyebabkan divergensi atau penyebaran

berkas cahaya. Suatu lensa konkaf berguna untuk memperbaiki kesalahan refraktif mata

tertentu misalnya : Miopi.

Stereopsis

Stereopsis merupaka hasil dari kombinasi dari dua gambar yang diterima oleh otak dari setiap

mata. Setiap mata memandang dunia dari sudut pandang yang sedikit berbeda (Lihat Gambar 1).

8

Fusi dari dua gambar yang sedikit berbeda dari kedua "kamera" (mata) memberikan kita sensasi

kedalaman tiga dimensi atau relatif kuat.

Pada jarak dekat ada perbedaan besar dalam apa yang ada di dua mata saat melihat dibandingkan

dengan melihat jarak jauh. Dengan demikian, stereopsis paling kuat dan paling penting pada

jarak dekat.

I.4 TAHAP PERKEMBANGAN PENGLIHATAN

1. Perkembangan Penglihatan Monokular

Pada saat lahir, tajam penglihatan berkisar antara gerakan tangan sampai hitung jari. Hal

ini karena pusat penglihatan di otak yang meliputi nukleus genikulatum lateral dan

korteks striata belum matang. Fiksasi bintik kuning atau fovea sentral timbul dengan

halus yang akurat setelah umur 4-6 minggu. Pada umur 6 bulan respon terhadap stimulus

optokinetik timbul. Perkembangan penglihatan yang cepat terjadi pada 2-3 bulan pertama

yang dikenal sebagai periode kritis perkembangan penglihatan. (Wright et al; 1995; Xe et

al, 2007).2

2. Perkembangan Penglihatan Binokular

Perkembangan penglihatan binokular terjadi bersamaan dengan meningkatnya

penglihatan monocular. Kedua saraf dari mata kanan dan kiri akan bergabung

memberikan penglihatan binokular (penglihatan tunggal dua mata). Di korteks striata

jalur aferen kanan dan kiri berhubungan dengan sel-sel korteks monokular yang bereaksi

terhadap rangasangan hanya satu mata. Kira-kira 70% sel-sel di korteks striata adalah sel-

sel binokular. Sel-sel tersebut berhubungan dengan saraf di otak yang menghasilkan

penglihatan tunggal binokular dan stereopsis (penglihatan tiga dimensi). Fusi penglihatan

binokular berkembang pada usia 1,5 hingga 2 bulan sementara stereopsis berkembang

kemudian pada usia 3 hingga 6 bulan.2

3. Penglihatan Binokular Tunggal dan Stereopsis

Penglihatan binokular normal adalah proses penyatuan bayangan di retina dari dua mata

ke dalam persepsi penglihatan tunggal tiga dimensi. Syarat penglihatan binokular tunggal

adalah memiliki sumbu mata jatuh pada titik di retina yang sefaal yang akan diteruskan

ke sel-sel binokular korteks yang sama.2

9

Obyek di depan atau belakang horopter akan merangsang titik retina nonkorespondensi.

Titik di belakang horopter empiris merangsang retina binasal dan titik di depan horopter

merangsang retina bitemporal. Ada daerah yang terbatas di depan dan di belakang garis

horopter tempat obyek merangsang titik-titik retina non korespondensi sehingga masih

dapat terjadi fusi menjadi bayangan binokular tunggal. Area ini disebut area panum.

Obyek dalam area ini akan menghasilkan penglihatan binokular tunggal dengan

penglihatan stereopsis atau tiga dimensi. Fovea atau bintik kuning mempunyai resolusi

atau daya pisah ruang yang tinggi sehingga perpindahan kecil pada garis horopter pada

lapang pandang sentral dapat terdeteksi menghasilkan stereopsis derajat tinggi.2

4. Adaptasi Sensoris pada Gangguan Rangsangan Penglihatan

Hal ini terjadi karena kedua mata kita terpisah dan masing-masing mata mempunyai

perbedaan penglihatan untuk menyesuaikan dengan ketidaksamaan bayangan retina

dengan menghambat aktivitas korteks dari satu mata. Hambatan korteks ini biasanya

melibatkan bagian sentral lapang pandang dan disebut supresi kortikal. Bayangan yang

jatuh dalam lapang supresi kortikal tidak akan dirasakan di area ini disebut skotoma

supresi. Supresi tergantung pada adanya penglihatan binokular dengan satu mata

berfiksasi sedang mata satunya supresi. Ketika mata fiksasi ditutup supresi skotoma

hilang. Supresi korteks mengganggu perkembangan sel-sel kortikal bilateral dan akan

menghasilkan penglihatan binokular abnormal tanpa stereopsis atau stereopsis yang

burruk. Tajam penglihatan akan berkembang sama meskipun terpisah tanpa fungsi

binokular normal sehingga terjadi penglihatan bergantian. Supresi terus menerus terhadap

aktivitas korteks pada satu mata akan mengakibatkan gangguan perkembangan

penglihatan binokularitas dan tajam penglihatan buruk.2

I.5 GANGGUAN PADA TAHAP PERKEMBANGAN PENGLIHATAN YANG

BERHUBUNGAN DENGAN AMBLIOPIA

A. STRABISMUS

Strabismus adalah gangguan visual di mana mata tidak sinkron dan titik fokus menuju ke

arah yang berbeda.19

Jenis Klasifikasi strabismus dibagi menjadi 4: 19

10

Esotropia. Keadaan strabismus yakni juling ke dalam atau strabismus konvergen

manifest di mana sumbu penglihatan mengarah ke arah nasal.

Eksotropia. Keadaan strabismus yakni juling keh luar atau strabismus divergen

manifest di mana sumbu penglihatan kea rah temporal.

Hipertropia. Keadan strabismus dimana salah satu bola mata normal, sedangkan

bola mata yang lain bergulir kearah atas atau seakan akan salah satu mata melihat

kearah alis atau rambut.

Hipotropia. Keadan strabismus dimana salah satu bola mata normal, sedangkan

bola mata yang lain bergulir ke arah bawah atau seakan akan melihat kearah mulut.

B. GANGGUAN REFRAKSI

Dalam keadaan normal cahaya sejajar yang masuk ke mata dalam keadaan istirahat atau tidak

berakomodasi akan difokuskan pada satu titik di retina. Kondisi ini disebut emetropia.

Ketika mata dalam keadaan tidak berakomodasi dengan baik, mata tidak dapat memfokuskan

cahaya ke retina. Keadaan ini disebut ametropia. Namun, ada suatu keadaan dimana mata

mempunyai kelainan refraksi yang tidak sama pada mata kanan dan mata mata kiri. Ada tiga

keadaan yang dapat menyebabkan ametropia, yaitu:18

1. Miopia

2. Hipermetropia (disebut juga hiperopia)

3. Astigmat

Miopia disebut sebagai rabun jauh akibat berkurangnya kemampuan untuk melihat jauh yang

mengakibatkan bayangan objek yang dilihat jatuh di depan retinaakan. 18

Hipermetropia dikenal juga dengan istilah hiperopia atau rabun dekat. Pasien dengan

hipermetropia mendapat kesulitan untuk melihat objek dekat akibat berkurangnya fungsi

refraksi mata yang membuat bayangan objek yang dilihat jatuh di belakang retina. Keluhan

akan bertambah dengan bertambahnya umur yang diakibatkan melemahnya otot siliar untuk

akomodasi dan berkurangnya kekenyalan lensa. 18

Pada astigmat atau silinder sinar-sinar yang masuk ke mata tidak dapat difokuskan pada satu

titik di retina akibat perbedaan kelengkungan kornea atau lensa. 18

Presbiopia adalah perkembangan normal yang berhubungan dengan usia dimana akomodasi

yang diperlukan untuk melihat dekat perlahan-lahan berkurang. Pada usia di atas 40 tahun

11

umumnya seseorang akan membutuhkan kacamata baca. Keadaan ini akibat telah terjadinya

presbiopia. 18

Pada keadaan tidak terfokusnya sinar pada retina hal yang dapat dilakukan adalah

memperlemah pembiasaan sinar seperti pada myopia dipergunakan lensa negatif untuk

memindahkan fokus sinar ke belakang. Bila sinar dibiaskan di belakang retina seperti pada

hipermetropia maka diperlukan lensa positif untuk menggeser sinar ke depan sehingga

melihat jelas. Lensa positif atau lensa negatif dapat dipergunakan dalam bentuk kacamata

ataupun dalam bentuk lensa kontak. Koreksi pembiasan sinar dapat pula dilakukan denan

tindakan bedah yang dinamakan bedah refraktif. 18

C. GANGGUAN PENGLIHATAN FUNGSIONAL

Penurunan ketajaman visual bilateral pada anak yang disebabkan karena anak mengalami

stres seperti kelahiran saudara baru, perceraian atau kehilangan orang yang dicintai.

Seorang anak dengan gangguan penglihatan fungsional tidak akan menunjukkan faktor

risiko amblyogenic seperti strabismus, kesalahan bias yang signifikan dan kekeruhan

media.

BAB II

ISI

II.1 DEFINISI

Ambilopia berasal dari bahasa Yunani yaitu amblyos (tumpul) dan opia (penglihatan).

Dikenal juga dengan “lazy eye” atau “mata malas”.2

Ambilopia adalah berkurangnya visus atau tajam penglihatan unilateral atau bilateral

walaupun sudah dengan koreksi terbaik tanpa ditemukannya kelainan struktur pada mata atau

lintasan visual bagian belakang. Hal ini merupakan akibat pengalaman visual yang abnormal

pada masa lalu (masa perkembangan visual) yang penyebabnya adalah strabismus atau mata

juling, anisometropia atau bilateral ametrop yang tinggi serta ambliopia exanopsia.2

12

II.2 EPIDEMIOLOGI

Studi mengenai insidens dan prevalensi secara khusus jarang dilakukan. Insidens dan

prevalensi ambliopia pada anak-anak di Amerika berkisar 1% hingga 5%, tergantung pada

populasi yang diteliti dan kriteria definisi ambliopia yang dipakai. India yang memiliki banyak

masalah kesehatan mata memperkirakan bahwa prevalensi ambliopia adalah sebesar 4,3%.2

Di Indonesia, prevalensi ambliopia pada murid-murid kelas I SD di Kotamadya Bandung

pada tahun1989 adalah sebesar 1,56% (Sastraprawira, 1989). Pada tahun 2002 hasil penelitian

mengenai ambliopia di Yogyakarta didapatkan insidensi ambliopia pada anak-anak SD di

perkotaan adalah sebesar 0,25%, sedagkan di daerah pedesaan sebesar 0,20% (Suhardjo et al,

2002). Penyebab ambliopia terbanyak pada studi tersebut adalah anisometropia yaitu sebesar

44,4%. Sedangkan penelitian tentang ambilopia pada 54.260 anak SD di 13 kecamatan di DIY

pada tahun 2005 dengan kriteria ambliopia yaitu visus dengan koreksi terbaik ≤ 20/30 dan

terdapat paling sedikit perbedaan 2 baris Optotipe Snellen antara mata kanan dan kiri,

menggunakan teknik crowding phenomenon, neutral density filter dan tidak ditemukannya

kelainan organik ternyata hanya menemukan prevalensi ambliopia sebesar 0,35% (Triyanto,

2006). 2

Jenis kelamin dan ras tampaknya tidak ada perbedaan. Usia terjadinya ambliopia yaitu

pada periode kritis dari perkembangan mata. Resiko meningkat pada anak yang

perkembangannya terlambat, kelahiran prematur dan dijumpai adanya riwayat keluarga

ambliopia.7

II.3 PATOFISIOLOGI

Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa terdapat suatu periode kritis dalam

penglihatan. Dalam studi eksperimental pada binatang serta studi klinis pada bayi dan balita,

mendukung konsep adanya suatu periode tersebut yang peka dalam berkembangnya keadaan

ambliopia. Periode kritis ini sesuai dengan perkembangan sistem penglihatan anak yang peka

terhadap masukan abnormal yang diakibatkan rangsangan seperti deprivasi, strabismus, atau

kelainan refraksi yang signifikan.3

Periode kritis tersebut adalah :7

1. Perkembangan tajam penglihatan dari 20/200 (6/60) hingga 20/20 (6/6) yaitu pada

saat lahir sampai usia 3-5 tahun.

13

2. Periode yang berisko (sangat) tinggi untuk terjadinya ambliopia deprivasi yaitu di

usia beberapa bulan hingga usia 7-8 tahun.

3. Periode dimana kesembuhan ambliopia mash dapat dicapai yaitu sejak terjadinya

deprivasi sampai usia remaja atau bahkan terkadang usia dewasa.

Ambliopia seharusnya tidak dilihat hanya dari masalah di mata saja tetapi juga kelainan

di otak akibat rangsangan visual abnormal selama periode kritis perkembangan penglihatan. Pada

penelitian yang menggunakan hewan menunjukan bahwa ada pola distorsi pada retina dan

strabismus pada perkembangan penglihatan awal dan bisa mengakibatkan kerusakan struktural

dan fungsional Nukleus Genikulatum Lateral dan Korteks Striata (Wright et al, 1995; Mittelman,

2003). Ambang sistem penglihatan pada bayi baru lahir adalah di bawah orang dewasa meskipun

sistem optik mata memiliki kejernihan 20/20. Sistem penglihatan membutuhkan pengalaman

melihat dan khususnya interaksi antara kedua jalur lintasan mata kanan dan kiri di korteks

penglihatan untuk berkembang menjadi penglihatan seperti orang dewasa yaitu visus menjadi

20/20 (AAO, Sect 13, 2004). Pada Ambliopia terdapat defek pada visus sentral, sedangkan

medan penglihatan perifer tetap normal.2

II.4 TANDA DAN GEJALA

Tanda ambliopia dapat dilihat dari kebiasaan sehari-hari penderita dalam melihat sebuah

objek. Tanda-tanda tersebut meliputi : 22

1. Memicing-micingkan mata

2. Memiringkan kepala untuk melihat objek

3. Duduk terlalu dekat dengan objek

5. Menutup sebelah mata saat membaca

7. Mata terasa lelah

8. Memanfaatkan telunjuk saat membaca

9. Peka terhadap cahaya

10. Sering mengeluh sakit kepala

14

Gejala ambliopia meliputi semua kegiatan yang dilakukan penderita untuk melihat

sebuah objek yang dapat ditinjau dan dinilai secara medis. Berikut adalah gejala-gejala dari

ambliopia : 22

1. Hilangnya sensitivitas kontras

2. Menurunnya tajam penglihatan terutama pada fenomena crowding

3. Hilangnya sensitivitas kontras

4. Mata mudah mengalami fiksasi eksentrik

5. Anisokoria

6. Tidak mempengaruhi penglihatan mata

7. Daya akomodasi menurun

8. ERG dan EEG penderita ambliopia selalu normal yang berarti tidak terdapat

kelainan organik pada retina maupun korteks serebri.

II.5 PEMERIKSAAN

Ambliopia didiagnosis bila terdapat penurunan tajam penglihatan yang tidak dapat

dijelaskan dengan mudah. Tetapi hal tersebut ada kaitannya dengan riwayat atau kondisi yang

dapat menyebabkan ambliopia.3

ANAMNESIS

Bila menemui pasien yang diperkirakan ambliopia yang harus kita lakukan adalah

menhajukan 4 pertanyaan penting yang harus kita tanyakan dan harus dijawab dengan lengkap

yaitu :8

1. Kapan pertama kali dijumpai kelainan amblyogenik ? (seperti strabismus, anisometropia)

2. Kapan penatalaksanaan pertama kali dilakukan ?

3. Terdiri dari apa saja penatalaksanaan itu ?

4. Bagaimana kedisiplinan pasien terhadap penatalaksanaan itu?

15

Jawaban dari keempat pertanyaan tersebut akan membantu kita dalam membuat prognosisnya

tabel berikut.8

FAKTOR PRIMER YANG BERHUBUNGAN DENGAN PROGNOSIS AMBLIOPIA

JELEK – SEDANG SEDANG - BAIK BAIK – SEMPURNA

Onset anomaly

Ambliogenik

Lahir – usia 2 tahun 2 – 4 tahun 4 – 7 tahun

Onset Terapi

Minus Onset

Anomali

> 3 tahun 1 – 3 tahun ≤ 1 tahun

Bentuk dan

Keberhasilan dari

Terapi Awal

Koreksi optikal, kemajuan

VA minimal

Koreksi optikal dan

Patching, kemajuan VA

sedang

Koreksi optikal penuh dan

Patching, kemajuan VA signifikan.

Latihan akomodasi, koordinasi

mata, tangan, dan fiksasi

Adanya streosepsis dan alternasi.

Kepatuhan Tidak s/d kurang Lumayan s/d cukup Cukup s/d sangat patut

Sebagai tambahan, penting juga ditanyakan riwayat keluarga yang menderita

strabismus atau kelainan mata lainnya, karena hal tersebut merupakan predisposisi seorang anak

menderita ambliopia.7Strabismus dijumpai sekitar 4% dari keseluruhan populasi. Frekuensi

strabismus yang “diwariskan” berkisar antara 22% - 66%. Frekuensi esotropia diantara saudara

sekandung pada orang tua tidak dijumpai kelainan tersebut adalah 15%. Jika salah satu orang

tuanya esotropia, frekuensi meningkat hingga 40%. (Informasi ini tidak mempengaruhi prognosis

tetapi penting untuk keturunannya).8

Pemeriksaan serta mengetahui perkembangan tajam penglihatan sejak bayi sampai usia 9

tahun adalah perlu untuk mencegah keadaan terlambat untuk memberikan perawatan.1

PEMERIKSAAN LAIN

1. Uji Crowding Phenomena

Penderita ambliopia kurang mampu untuk membaca bentuk / huruf yang rapat dan

mengenali pola apa yang dibentuk oleh gambar atau huruf tersebut. Tajam penglihatan

16

yang dinilai dengan cara konvensional yang berdasar kepada kedua fungsi tadi selalu

mendekati normal.9

Telah diketahui bahwa penderita ambliopia sulit untuk mengidentifikasi huruf yang

tersusun linear (sebaris) dibandingkan dengan huruf yang terisolasi, maka dapat kita

lakukan dengan penderita diminta membaca kartu snellen sampai huruf terkecil yang

dibuka satu persatu atau yang diisolasi, kemudian isolasi huruf dibuka dan pasien di

suruh melihat sebaris huruf yang sama. Bila terjadi penurunan tajam penglihatan dari

huruf isolasi ke huruf dalam baris maka ini disebut adanya fenomena crowding pada mata

tersebut. Mata ini menderita ambliopia.1 Hal ini disebut ”Crowding Phenomenon”.

Terkadang mata Ambliopia dengan tajam penglihatan 20/20 (6/6) pada huruf isolasi

dapat turun hingga 20/100 (6/30) bila ada interaksi bentuk (countour interaction).9

Gambar. Balok

Interaktif yang

mengelilingi huruf

Snellen.9

2. Uji Density Filter Netral

Dasar uji adalah diketahui pada mata yang ambliopia secara fisiologik berada dalam

keadaan beradaptasi gelap sehingga bila pada mata ambliopia dilakukan uji penglihatan

dengan intensitas sinar yang direndahkan (memakai filter density) tidak akan terjadi

penurunan tajam penglihatan.1

Dilakukan dengan memakai filter yang perlahan-lahan di gelakan sehingga penglihatan

pada mata normal turun 50% pada mata ambliopia fungsional tidak akan atau hanya

sedikit menurunkan tajam penglihatan pada pemeriksaan sebelumnya. 1

Dibuat terlebih dahulu gabungan filter sehingga tajam penglihatan pada mata yang

normal turun dari 20/20 menjadi 20/40 atau turun 2 baris pada kartu pemeriksaan

gabungan filter tersebut di taruh pada mata di duga ambliopia. 1

Bila ambliopia adalah fungsional maka paling banyak tajam penglihatan berkurang satu

baris atau tidak terganggu sama sekali. Bila mata tersebut ambliopia organik maka tajam

penglihatan akan sangat menurun dengan pemakaian filter tersebut. 1

17

Gambar. Tes Filter Densitas Netral1

Keterangan :

A. Pada saat mata yang sehat ditutup, filter ditempatkan di depan mata yang ambliopik selama 1

menit sebelum diperiksa visusnya.

B. Tanpa filter pasien bisa membaca 20/40.

C. Dengan filter, visus tetap 20/40 (atau membaik 1 atau 2 baris) pada Ambliopia fungsional.

D. Filter bisa menurunkan visus 3 baris atau lebih pada kasus-kasus Ambliopia organik.

3. Uji Worth’s Four Dot

Uji untuk melihat penglihatan binokular, adanya fusi, korespondensi retina abnormal,

supresi pada satu mata dan juling.1

Penderita memakai kaca mata dengan filter merah pada mata kanan dan filter biru mata

kiri dan melihat pada objek 4 titik dimana 1 berwarna merah, 2 hijau 1 putih. Lampu atau

pada titik putih akan terlihat merah oleh mata kanan dan hijau oleh mata kiri. Lampu

merah hanya dapat dilihat oleh mata kanan dan lampu hijau hanya dapat dilihat oleh mata

kiri. Bila fusi baik maka akan terlihat 4 titik dan sedang lampu putih terlihat sebagai

18

warna campuran hijau dan merah. 4 titik juga akan dilihat oleh mata juling akan tetapi

telah terjadi korespondensi retina yang tidak normal. Bila dominan atau 3 hijau bila mata

kiri yang dominan. Bila terlihat 5 titik 3 merah dan 2 hijau yang bersilangan berarti maka

berkedudukan esotropia. 1

II.6 DIAGNOSIS BANDING

1. Gangguan Refraksi Tanpa Ambliopia

Gangguan refraksi pada miopi dan silindris menyebabkan penglihatan menurun

unilateral atau bilateral tetapi tidak menyebabkan ambliopia. Anak – anak pada

gangguan refraksi dapat menyipitkan mata menciptakan efek lubang jarum dan dapat

memperbaiki penglihatan. Dalam ambliopia, visus tidak membaik dengan

menyipitkan mata dan juga tidak meningkatkan hasil pada jarak pengujian tertentu. 20

2. Gangguan Penglihatan Fungsional

Penurunan ketajaman visual bilateral pada anak yang disebabkan karena anak

mengalami stres seperti kelahiran saudara baru, perceraian atau kehilangan orang

yang dicintai. Seorang anak dengan gangguan penglihatan fungsional tidak akan

menunjukkan faktor risiko amblyogenik seperti strabismus, kesalahan bias yang

signifikan dan kekeruhan media.20

II.7 PENATALAKSANAAN

Ambliopia, pada kebanyakan kasus dapat ditatalaksana dengan efektif selama satu

dekade pertama. Lebih cepat tindakan terapeutik dilakukan, maka akan semakin besar pula

peluang keberhasilannya. Bila pada awal terapi sudah berhasil hal ini tidak menjamin

penglihatan optimal akan tetap bertahan, maka para klinisi harus tetap waspada dan bersiap

untuk melanjutkan penatalaksanaan hingga penglihatan ”matang” (sekitar umur 10 tahun).10

Penatalaksanaan ambliopia meliputi langkah – langkah berikut :3

1. Menghilangkan (bila mungkin) semua penghalang penglihatan seperti katarak.

2. Koreksi kelainan refraksi.

3. Paksakan penggunaan mata yang lebih lemah dengan membatasi penggunaan mata

yang lebih baik.

1. Pengangkatan Katarak

19

Katarak yang dapat menyebabkan ambliopia harus segera dioperasi, tidak perlu ditunda

– tunda. Pengangkatan katarak kongenital pada usia 2-3 bulan pertama kehidupan sangat

penting dilakukan agar penglihatan kembali pulih dengan optimal. Pada kasus katarak

bilateral, interval operasi pada mata yang pertama dan kedua sebaiknya tidak lebih dari 1- 2

minggu. Terbentuknya katarak traumatika berat dan akut pada anak dibawah umur 6 tahun

harus diangkat dalam beberapa minggu setelah kejadian trauma, bila memungkinkan.

Katarak traumatika itu sangat bersifat amblyopiogenik.10

Kegagalan dalam “menjernihkan” media, memperbaiki optikal dan penggunaan reguler

mata yang terluka akan mengakibatkan ambliopia berat dalam beberapa bulan dan selambat

– lambatnya pada usia 6 hingga 8 tahun. 10

2. Koreksi Refraksi

Bila ambliopia disebabkan kelainan refraksi atau anisometropia maka dapat diterapi

dengan kacamata atau lensa kontak.4 Ukuran kaca mata untuk mata ambliopia diberi dengan

koreksi penuh dengan penggunaan sikloplegia.3 Bila dijumpai miopia tinggi unilateral, lensa

kontak merupakan pilihan karena bila memakai kacamata akan terasa berat dan

penampilannya (estetika) buruk. 10

Karena kemampuan mata ambliopia untuk mengatur akomodasi cenderung menurun

maka ia tidak dapat mengkompensasi hyperopia yang tidak dikoreksi seperti pada mata anak

normal. Koreksi aphakia pada anak dilakukan segera mungkin untuk menghindarkan

terjadinya deprivasi penglihatan akibat keruhnya lensa menjadi defisit optikal berat.

Ambliopia anisometropik dan ambliopia isometropik akan sangat membaik walau hanya

dengan koreksi kacamata selama beberapa bulan.3

3. Oklusi dan Degradasi Optikal

A. Oklusi

Terapi oklusi sudah dilakukan sejak abad ke-18 dan merupakan terapi pilihan11 yang

keberhasilannya baik dan cepat dapat dilakukan oklusi penuh waktu (full time) atau

paruh waktu (part-time).12

A.1 Oklusi Full Time

Pengertian oklusi full- time pada mata yang lebih baik adalah oklusi untuk semua

atau setiap saat kecuali 1 jam waktu berjaga (occlusion for all or all but one waking

20

hour). Arti ini sangat penting dalam penatalaksanaan ambliopia dengan cara

penggunaan mata yang “rusak”. Biasanya penutup mata yang digunakan adalah

penutup adesif (adhesive patches) yang tersedia secara komersial.3

Penutup (patch) dapat dibiarkan terpasang pada malam hari atau dibuka sewaktu

tidur. Kacamata okluder (spectacle mounted ocluder) atau lensa kontak opak3, atau

Annisa’s Fun Patches4 dapat juga menjadi alternatif full-time patching bila terjadi

iritasi kulit atau perekat patch-nya kurang lengket. Full-time patching baru

dilaksanakan hanya bila strabismus konstan menghambat penglihatan binokular karena

full-time patching mempunyai sedikit resiko yaitu bingung dalam hal penglihatan

binokular.3

Ada suatu aturan / standar mengatakan full-time patching diberi selama 1 minggu

untuk setiap tahun usia misalnya penderita ambliopia pada mata kanan berusia 3 tahun

harus memakai full-time patch selama 3 minggu lalu dievaluasi kembali.12 Hal ini untuk

menghindarkan terjadinya ambliopia pada mata yang baik.7

A.2. Oklusi Part-time

Oklusi part-time adalah oklusi selama 1-6 jam per hari akan memberi hasil sama

dengan oklusi full-time. Durasi interval buka dan tutup patch-nya tergantung dari

derajat ambliopia.3

Ambliopia Treatment Studies (ATS) telah membantu dalam penjelasan peranan

full-time patching dibanding part-time. Studi tersebut menunjukkan pasien usia 3- 7

tahun dengan ambliopia berat (tajam penglihatan antara 20/100 = 6/30 dan 20/400 =

6/120 ), full-time patching memberi efek sama dengan penutupan selama 6 jam per hari.

Dalam studi lain, patching 2 jam/hari menunjukkan kemajuan tajam penglihatan hampir

sama dengan patching 6 jam/hari pada ambliopiasedang / moderate (tajam penglihatan

lebih baik dari 20/100) pasien usia 3 – 7 tahun. Dalam studi ini, patching dikombinasi

dengan aktivitas melihat dekat selama 1 jam/ hari.7

Idealnya terapi ambliopia diteruskan hingga terjadi fiksasi alternat atau tajam

penglihatan dengan Snellen linear 20/20 (6/6) pada masing – masing mata. Hasil ini

tidak selalu dapat dicapai. Sepanjang terapi terus menunjukkan kemajuan maka

penatalaksanaan harus tetap diteruskan.9

B. Degradasi Optikal

21

Metode lain untuk penatalaksanaan ambliopia adalah dengan menurunkan kualitas

bayangan (degradasi optikal) pada mata yang lebih baik hingga menjadi lebih buruk

dari mata yang ambliopia, sering juga disebut penalisasi (penalization). Sikloplegik

(biasanya atropine tetes 1% atau homatropine tetes 5%) diberi satu kali dalam sehari

pada mata yang lebih baik sehingga tidak dapat berakomodasi dan kabur bila melihat

dekat. Pendekatan ini mempunyai beberapa keuntungan dibanding dengan oklusi yaitu

tidak mengiritasi kulit dan lebih baik dilihat dari segi kosmetis. Dengan atropinisasi,

anak sulit untuk ”menggagalkan” metode ini. Evaluasinya juga tidak perlu sesering

oklusi.3

Metode pilihan lain yang prinsipnya sama adalah dengan memberikan lensa

positif dengan ukuran tinggi (fogging)atau filter. Metode ini mencegah terjadinya efek

samping farmakologik atropine.3

Keuntungan lain dari metode atropinisasi dan metode non-oklusi pada pasien

dengan mata yang lurus (tidak strabismus) adalah kedua mata dapat bekerjasama dan

memungkinkan penglihatan binokular.10

II.8 KOMPLIKASI

Semua bentuk penatalaksanaan ambliopia memungkinkan untuk terjadinya ambliopia

pada mata yang baik. Oklusi full-time adalah yang paling beresiko tinggi dan harus dipantau

dengan ketat terutama pada anak balita. Follow-up pertama setelah pemberian oklusi dilakukan

setelah 1 minggu pada bayi dan 1 minggu per tahun usia pada anak (misalnya : 4 minggu untuk

anak usia 4 tahun). Oklusi part-time dan degradasi optikal, observasinya tidak perlu sesering

oklusi full-time tapi follow-up reguler tetap penting. Hasil akhir terapi ambliopia unilateral

adalah terbentuknya kembali fiksasi alternat. Tajam penglihatan dengan Snellen linear tidak

berbeda lebih dari satu baris antara kedua mata.3 Waktu yang diperlukan untuk lamanya terapi

tergantung pada hal berikut :3

Derajat ambliopia

Pilihan terapeutik yang digunakan

Kepatuhan pasien terhadap terapi yang dipilih

Usia pasien

22

Semakin berat ambliopia dan usia lebih tua membutuhkan penatalaksanaan yang lebih lama.

Oklusi full-time pada bayi dan balita dapat memberi perbaikan ambliopia strabismik berat dalam

1 minggu atau kurang. Sebaliknya, anak yang lebih berumur yang memakai penutup hanya

seusai sekolah dan pada akhir minggu saja membutuhkan waktu 1 tahun atau lebih untuk dapat

berhasil.3

II.9 PROGNOSIS

Sekitar 73% pasien menunjukkan keberhasilan setelah terapi oklusi pertama setelah 1

tahun.7 Bila penatalaksanaan dimulai sebelum usia 5 tahun, visus normal dapat tercapai. Hal ini

semakin berkurang seiring dengan pertambahan usia. Masa sensitif dimana amblyopia bisa

disembuhkan s/d 8 tahun pada strabismus dan s/d 12 tahun pada anisometropi.21

Faktor resiko gagalnya penatalaksanaan amblyopia adalah sebagai berikut :7

Jenis Amblyopia : Pasien dengan anisometropia tinggi dan pasien dengan kelainan

organik, prognosisnya paling buruk. Pasien dengan amblyopia strabismik prognosisnya

paling baik.

Usia dimana penatalaksanaan dimulai : Semakin muda pasien maka prognosis semakin

baik.

Dalamnya amblyopia pada saat terapi dimulai : Semakin bagus tajam penglihatan awal

pada mata amblyopia maka prognosisnya juga semakin baik.

23

BAB III

KESIMPULAN

Ambilopia adalah suatu keadaan mata dimana tajam penglihatan tidak mencapai optimal

sesuai dengan usia dan intelegensinya walaupun sudah dikoreksi kelainan refraksinya. Pada

ambliopia terjadi penurunan tajam penglihatan unilateral atau bilateral disebabkan karena

kehilangan pengenalan bentuk, interaksi binokular abnormal atau keduanya, dimana tidak

ditemukan kausa organik pada pemeriksaan fisik mata dan pada kasus yang keadaan baik

sehingga dapat dikembalikan fungsinya dengan pengobatan.1

Studi mengenai insidens dan prevalensi secara khusus jarang dilakukan. Insidens dan

prevalensi ambliopia pada anak-anak di Amerika berkisar 1% hingga 5%, tergantung pada

populasi yag diteliti dan kriteria definisi ambliopia yang dipakai (AAO, Sect 6, 2004; AAO, Sect

13, 2004; Kemper et al, 2006). Hasil penelitian mengenai Ambliopia di Yogyakarta pada tahun

2002 disebutkan bahwa anisometropia merupakan penyebab Ambliopia terbanyak yaitu sebesar

44,4%.2

Klasifikasi ambliopia dibagi ke dalam beberapa kategori denga nama yang sesuai denga

penyebabnya yaitu ambliopia strabismik, fiksasi eksentrik, ambliopia anisometropik, ambilopia

isometropia dan ambilopia deprivasi.3

24

Ambliopia tidak dapat sembuh dengan sendirinya, dan ambliopia yang tidak diterapi

dapat menyebabkan gagguan penglihatan permanen. Jika nantinya pada mata yang baik itu

timbul suatu penyakit ataupun trauma maka penderita akan bergantung pada penglihatan buruk

mata yang ambliopia.4

Hampir seluruh ambliopia itu dapat dicegah dan bersifat reversibel dengan deteksi dini

dan intervensi yang tepat.4 Anak dengan ambliopia atau yang berisko ambliopia hendaknya dapat

diidentifikasi pada umur dini dimana prognosis keberhasilan terapi akan lebih baik.3

DAFTAR PUSTAKA

1. Prof. dr. H. Sidarta Ilyas, Sp.M; Ambilopia. Ilmu Penyakit Mata. 2005. Jakarta : Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.

2. Prof. dr. Wasisdi Gunawan, Sp.M (K); Gangguan Penglihatan Pada Anak karena

Ambliopia dan Penanganannya. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Fakultas

Kedokteran Universitas Gajah Mada. 2007. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universtas

Gajah Mada.

3. American Academy of Ophthalmology; Pediatric Ophthalmology; Chapter 5 :

Amblyopia; Section 6; Basic and Clinical Science Course; 2004 – 2005; p.63 – 70.

4. Lee,J; Bailey,G; Thompson, V; “ Amblyopia (Lazy Eye)”. Available at:

http://www.allaboutvision.com/conditions/amblyopia.htm

5. Amblyopia in Common Eye Conditions Disorders and Diseases. Available at:

http://www.middleseweye.com/eye_conditions.htm

6. Leske,M.C ; Hawkins, B.S ; Screening: Relationship to diagnosis and therapy in Duane’s

Clinical Ophthalmology; Chapter 54; Volume 5; Revised Edition; Lippincott Williams &

Wilkins; 2004; p.11.

7. Yen, K.G ; Amblyopia. Available at : http://www.emedicine.com/OPH/topic316.htm

25

8. Ciufrfreda, K.J; Levi,D.M ; Selenow, A ; Amblyopia Basic and Clinical Aspects,

Butterworth Heinemann; 1991.

9. Greenwald, M.J; Parks, M.M; in Duane’s Clinical Ophthalmology; Volume 1; Revised

Edition; Lippincott Williams & Wilkins; 2004; Chapter 10 – p.1-19; Chapter 11 p1-8.

10. Noorden,G.K.V; Atlas Strabismus; Edisi 4; EGC; Jakarta; 1988; p78-93.

11. Langston, D.P; Manual of Ocular Diagnosis and Therapy; 5th Edition; Lippincott

Wlliams & Wilkins; Philadelphia; p 344-346.

12. Amblyopia. Available at : http://www.eyemdlink.com/condition.asp?conditionID=64

13. Medical Encyclopedia : Amblyopia. Available at:

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001014.htm

14. DR. Med. Dr. Jannes Fritz Tan Sp.M; Dr. Elisabet Surjani Widjaja; Modul Skill Lab

Bagian IP. Mata FK UKI. 2005. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Kristen

Indonesia.

15. Riordan Eva, Paul; Whitcher, John PVaighan & Asbury Oftalmologi Umum. Edisi 17.

2009. Jakarta: EGC.

16. Sherwood, Lauralee. Sistem Indera. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. Edisi 2. 2001.

Jakarta: EGC.

17. Streopsis. Available at: www.strabismus.org/all_about_strabismus.html

18. Ilyas S. Kelainan refraksi dan kacamata. 2nd ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2006. 1-

14, 35-48

19. Prof. dr. H. Sidarta Ilyas, Sp.M; Strabismus. Ilmu Penyakit Mata. 2005. Jakarta :

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

20. Differential Diagnosis of Amblyopia. Available at: http://bestpractice.bmj.com/best-

practice/monograph/1162/diagnosis/differential.html

21. Flynn JT. Amblyopia: its treatment today and its portent for the future. Binocul Vis

Strabismus Q. Summer 2000;15(2):109.

22. Signs and Symptomps of Amblyopia. Available at :

http://www.snec.com.sg/about/international/menuutama/kondisimataandperawatan/common-

problems/Pages/Lazy-Eye.

26