sidang keenam belas majlis bahasa indonesia...
TRANSCRIPT
1
SIDANG KEENAM BELAS
MAJLIS BAHASA INDONESIA-MALAYSIA
(MBIM)
(Indonesia: Yogyakarta, 16 – 21 Mei 1981)
2
DAFTAR ISI
I. PERNYATAAN BERSAMA
II. LAMPIRAN PADA PERNYATAAN BERSAMA SIDANG KEENAM BELAS
MAJELIS BAHASA IDNONESA-MALAYSIA
1. Rumusan Subpanitia Umum
2. Rumusan Subpanitia Hidrologi
3. Rumusan Subpanitia Hukum Internasional
4. Rumusan Subpanitia Petrologi
5. Rumusan Subpanitia Meteorologi
6. Rumusan Subpanitia Ilmu Kependudukan
7. Rumusan Subpanitia Kimia
3
Pernyataan Bersama
Sebagai kelanjutan Sidang Kelima Belas antara Panitia Kerja Sama Kebahasaan
Indonesia-Malaysia dan Jawatankuasa Tetap Bahasa Melayu yang akan diadakan di
Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia dari tanggal 2 sampai 6 Septembar 1980, Majelis
Bahasa Indonesia-Malaysia dalam sidang-sidangnya yang akan diadakan di
Yogyakarta, Indonesia, dari tanggal 16 sampai 20 Maret 1981, setelah meneliti dan
mengesahkan keputusan Sidang Kelima Belas Majelis Bahasa Indonesia-Malaysia
serta perubahan-perubahannya serta membahas kertas-kertas kerja dari kedua pihak,
mengambil keputusan mengenai tata kerja peristilahan bidang-bidang: (1) Petrologi,
(2) Hukum Internasional/Undang-Undang Antarabangsa, (3) Meteorologi, (4) Ilmu
Kependudukan dan (5) Hidrologi, serta hal-hal lain yang perinciannya seperti terlampir.
t.t t.t
(PROF. DR. AMRAN HALIM) (DATUK HAJI HASSAN BIN AHMAD)
Panitia Kerja Sama Jawatankuasa Tetap Bahasa
Kebahasaan Indonesia-Malaysia Melayu, Malaysia
Yogyakarta, Indonesia
20 Mac 1981
4
LAPORAN UMUM
I. Sidang
Sidang 1 : Senin, 16 Maret 1981
pukul 14.00 – 16.00
Sidang 2 : Selasa, 17 Maret 1981
Pukul 8.30 – 12.30
Sidang 3 : Selasa, 17 Maret 1981
Pukul 14.00 – 16.00
Sidang 4 : Rabu, 18 Maret 1981
Pukul 8.30 – 12.30
Sidang 5 : Jumat, 20 Maret 1981
Pukul 8.30 – 11.30
II. Anggota Sidang
1. Prof. Dr. Amran Halim (Indonesia)
2. Datuk Haji Hassan bin Ahmad (Malaysia)
3. Dr. Anton M. Moeliono (Indonesia)
4. Prof. Dr. Asmah binti Haji Omar (Malaysia)
5. Cik Asiah binti Abu Samah (Malaysia)
6. Prof. Madya Dr. Farid M. Onn (Malaysia)
7. Dra. Sri Sukesi Adiwimarta (Sekretaris)
8. Encik Abdul Ghaffar bin Laili (Setiausaha)
III. Pemerhati
Pangeran Badaruddin bin Pangeran Ghani (Pemangku Dewan Bahasa dan
Pustaka, Brunei)
IV. Dokumen
1. Keputusan Sidang XV Majelis Bahasa Indonesia-Malaysia di Sabah,
Malaysia, September 1980 (Malaysia)
2. Hasil Revisi Kertas Kerja No. E-17/PKIM-14 mengenai “Pedoman Khusus
Istilah Kimia” (8-A/PKIM-XVI) (Indonesia)
3. Hasil Revisi Kertas Kerja No. F-18/PKIM-14 Mengenai “Tata Nama Kimia
Anorganik” (8-B/PKIM/XVI) (Indonesia)
4. Tanggapan atas Kertas Kerja 0-15 JKTBM Berhudul “Pemantapan Pedoman
Khusus Pembentukan Istilah Kimia” (8-C/PKIM/XVI) (Indonesia)
5
5. Hasil Revisi Kertas Kerja No. G-19/PKIM-14 Mengenai “Tata Nama Kimia
Organik” (8-D/PKIM/XVI) (Indonesia)
6. Pedoman Khusus Pembentukan Tata Nama Kimia (8-E/PKIM/XVI)
(Indonesia)
7. Istilah Warna (9/PKIM-XVI/80) (Indonesia)
8. Bagan Klasifikasi Sosiologi (11/PKIM/S-16/Klasifikasi) (Indonesia)
9. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan Rev. Ags.-80
(D-16/PKIM-14/Pedoman Umum Ejaan) (Indonesia)
10. Pedoman Umum Pembentukan Istilah Rev. MRT-91 (13/PKIM/S-16/PUPI)
(Indonesia)
11. Panduan Penyusunan Kamus Istilah (16/PKIM/S-16/Panduan) (Indonesia)
12. Daftar Perubahan Pedoman Umum Pembentukan Istilah (12/PKIM/S-
16/DAFTAR PERUBAHAN) (Indonesia)
13. Pengenalan (kertas A-16 JKTBM) (Malaysia)
14. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Malaysia (Kertas K-16 JKTBM) (Malaysia)
15. Pedoman Umum Pembentukan Istilah Bahasa Malaysia (Kertas L-16
JKTBM) (Indonesia)
16. Peristilahan Warna (Kertas M-16 JKTBM) (Malaysia)
17. Panduan Penyusunan Kamus Istilah (Kertas N-16 JKTBM) (Malaysia)
18. Pengenalan Kepada Tata Nama Kimia (kertas 0-16 JKTBM) (Malaysia)
19. Tatanama Kimia Tak Organik (Kertas P-16 JKTBM) (Malaysia)
V. Perbincangan dan Keputusan Umum
1. Sidang Subpanitia Umum mambicarakan masalah-masalah pokok dari
Sidang XV yang lalu, pedoman ejaan, pedoman pembentukan istilah,
panduan penyusunan kamus istilah, pelaksanaan kerja Sidsnag Subpanitia
dan rancangan kerja untuk Sidang XVII MBIM.
2. Persidangan Keenam Belas Majelis Bahasa Indonesia-Malaysia di
Yogyakarta, Indonesia pada tanggal 16-20 Maret 1981 mengambil keputusan
seperti yang disebut pada pasal VI hingga XV di bawah ini.
VI. Pengesahan Hasil Sidang Ke-15 MBIM
1. Persidangan Keenam Belas Majelis Bahasa Indonesia-Malaysia mengesahkan
hasil Sidang XV MBIM yang diadakan di Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia
pada tanggal 1-6 September 1980 dengan semua lampiran, catatan, dan
perubahannya.
2. Sidang Subpanitia Umum mengesahkan hasil Sidnag XV MBIM dengan
menyetujui perubahan pada Keputusan Umum sebagai berikut.
i) Pasal VI, 2, (i) hendaknya dibaca pasal VI, 3, (i)
6
ii) Pasal X hal Dua Pedoman Pelengkap pembentukan Istilah: kalimat
Kelompok Umum bersetuju.. Panduan Penyusun Kamus Istilah..
hendaknya dibaca...Panduan Penyusunan Kamus Istilah...
iii) Pasal XI, iii) Bersetuju menurutsertakan seorang pakar bidang
kimia... hendaknya dibaca Bersetuju mengikusertakan seorang
pakar bidang kimia...
iv) Pasal XIII, 1 (ii), 3 Undang-undang Antarabangsa (Awam)/Hukum
Internasional (Publik) hendaknya dibaca Undang-Undang
Antarabangsa...
v) Halaman 51 No. 9 Djenal Sidik, S.H. diganti menjadi Djenal Sidik
Suraputra, S.H.
vi) Halaman 18: KEMBARAN MBIM S-15 EMPAT mengenai
KLASIFIKASI BIDANG SOSIOLOGI diterima perbaikannya
dengan BAGAN KLASIFIKASI BIDANG SOSIOLOGI yang baru
(No. 11/PKIM/S-16/KLASIFIKASI) KEMBARAN MBIM S-15
DUA (lihat lampiran 1)
VII. Penyempurnaan Pedoman Umum Ejaan
1. Bab IIA: Pada versi Indonesia (D-16/PKIM-14/PEDOMAN UMUM EJAAN)
ditambahkan pasal yang berikut: “Huruf kapital atau huruf besar dipakai
sebagai huruf pertama semua unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat
pada nama kategori yang tercantum dalam Pasal IIA (10) dan (11)”.
Contoh: Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa Undang-
Undang Dasar Republik Indonesia
Pasal ini menjadi Pasal 11 sehingga Pasal 11, 12, dan 13 masing-msing
menjadi Pasal 12, 13, dan 14.
Bab IIA: Pada versi Malaysia Pasal 12 yang berbunyi:
“Huruf besar dipakai sebagai huruf pertama semua unsur bentuk ulang yang
terdapat...” diubah menjadi “Huruf besar dipakai sebagai huruf pertama
semua bentuk ulang sempurna yang terdapat...”
VIII. Penyempurnaan Pedoman Umum Pembentukan Istilah
Majelis bersetuju menerima kedua naskah penyempurnaan Pedoman Umum
Pembentukan Istilah (13/PKIM/S-16 PUPI Pedoman Umum Pembentukan Istilah,
Rev. AGs-80 dan Kertas N-16 JKTBM PANDUAN PENYUSUNAN KAMUS
ISTILAH) dengan perubahan dan tambahan, yakni: pada versi Indonesia (lihat
Lampiran 2), dan pada versi Malaysia (lihat Lampiran 3)
7
IX. Penerbitan Pedoman Umum Ejaan Yang Disempurnakan dan Pedoman
Umum Pembentukan Istilah Edisi Ke-2
1. Majelis bersetuju untuk menerbitkan edisi ke-2 kedua pedoman tersebut
sesuai dengan perubahan yang disepakati oleh kedua belah pihak demi
peningkatan kejelasan dan kemudahan pemahamannya.
2. Edisi baru kedua pedoman umum tersebut akan diterbitkan setelah diperoleh
persetujuan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di Indonesia dan Menteri
Pelajaran di Malaysia.
3. Majelis bersetuju untuk menerbitkan edisi ke-2 kedua pedoman tersebut yang
dipermudah menurut keperluan di negara masing-masing.
X. Panduan Penyusunan Kamus Istilah
1. Majelis bersetuju menyusun kembali “Panduan Penyusunan Kamus Istilah”
atas dasar format versi Indonesia beserta perubahan dan tambahan sesuai
dengan Lampiran 4. Pihak Malaysia akan menyelaraskan “Panduan
Penyusunan Kamus Istilah” versi Malaysia sesuai dengan versi Indonesia.
2. Majelis bersetuju mengedarkan naskah “Panduan Penyusunan Kamus Istilah”
yang telah disempurnakan itu di antara para ahli di negara masing-masing
untuk mendapat tanggapan. Naskah dan tanggapan itu akan dibahas lagi
dalam Sidang XVII MBIM.
XI. Pedoman Khusus Pembentukan Istilah Kimia
1. Majelis bersetuju menyusun Tata Nama Kimia yang sesuai dengan Tata
Nama IUPAC menurut keperluan kedua belah pihak.
2. Masalah penyusunan Tata Nama Kimia Organik dan Takorganik akan
dikemukakan lagi dalam Sidang XVII MBIM.
XII. Peristilahan Warna
Majelis bersetuju menerima kedua-dua naskhah ISTILAH WARNA (Kertas
Kerja No. 9/PKIM-XVI Kertas M-16 JKTBM PERISTILAHAN WARNA),
yang sudah dapat disebarluaskan di negara masing-masing.
XIII. Peristilahan Hidrologi Bantuan UNESCO
1. Majelis bersetuju menerima dan mengesahkan naskhah hasil Sidang
Subpanitia Istilah Hidrologi Bantuan Unesco bulan November 1980 dan
bulan Januari 1981 untuk diserahkan sebagai laporan kerja kepada Unesco.
8
2. Apabila naskah hasil laporan itu akan diterbitkan, jika dianggap perlu
naskah itu akan disunting terlebih dahulu dan indeks istilah Indonesia-
Inggris dan Malaysia-Inggris ditambahkan.
3. Kedua-dua pihak bersetuju bahawa versi Indonesia dan versi Malaysia
diterbitkan di negara masing-masing.
4. Majlis menyetujui pertemuan Jawatankuasa Hidrologi pada bulan Juni
1981 di Jakarta.
XIV. Keputusan Lain
1. Subpanitia Ilmu Kependudukan/Demografi untuk selanjutnya disebut
Subpanitia/Jawatankuasa Ilmu Kependudukan.
2. Subpanitia/Jawatankuasa Ilmu Kependudukan akan menyusun klasifikasi
bidangnya untuk dikemukakan dalam Sidang XVII MBIM.
3. Majelis bersetuju untuk membicarakan masalah tata kerja penyelarasan dalam
Sidang XVII MBIM.
4. Majelis bersetuju peristilahan Hukum Internasional (Publik)/Undang-Undang
Antarabangsa (Awam) dikembangkan lebih lanjut di luar sidang Majelis.
5. Majelis menyetujui kerangka penyusunan Pedoman Khusus Tata Istilah dan
Tata Nama Kimia yang disusun oleh Subpanitia/Jwatankuasa Kimia. Naskah
yang disusun atas dasar kerangka itu akan dikemukakan dalam Sidang XVII
MBIM.
6. Majelis menerima laporan sub-subpanitia/Jawatankuasa seperti terlampir.
XV. Rencana Kerja Selanjutnya
1. Sidang XVII MBIM
i) Sesuai dengan Keputusan Sidang XV MBIM, bidang-bidang yang akan
diikutsertakan dalam Sidang XVII MBIM ialah:
1) Hidrologi
2) Ilmu Kependudukan
3) Meteorologi
4) Administrasi Niaga/Pentadbiran Perniagaan
5) Kesehatan Masyarakat/Kesihatan Masyarakat
9
ii) Bidang yang dipersiapkan bahannya untuk dipertukarkan dalam Sidang
XVII MBIM uialah: (1) Ilmu Perpustakaan/Dokunebtasi, (2) Teknologi
Makanan, dan (3) Zoologi.
iii) Majelis bersetuju mengganti bidang Tata Negara/Tatanegara yang
semula dicadangkan sebagai bidang persiapan Sidang XIX MBIM
1982 dengan bidang Penerbitan dan Percetakan.
2. Waktu dan Tempat Sidang XVII MBIM
Sidang XVII MBIM akan dilangsungkan pada tanggal 17-22 Agustus 1981.
Tempat Sidang XVII MBIM akan ditentukan oleh pihak Malaysia kemudian.
(lampiran I..dapat dilihat dalam Power Point...)
10
Lampiran 2
PEDOMAN UMUM PEMBENTUKAN ISTILAH
Versi Indonesia
1. halaman 7
contoh dibalik letaknya menjadi
gambut (Banjar) peat (Inggris)
nyeri (Sunda) pain (Inggris)
timbel (Jawa) lead (Inggris)
2. halaman 8 pasal 2.4
menjadi
a. istilah asing yang dipilih lebih cocok karena maknanya (denotasi dan/atau
konotasi); misalnya, demokrasi lebih cocok daripada pemerintahan rakyat;
b. istilah asing yang dipilih lebih singkat jika dibandingkan dengan terjemahan
Indonesianya, misalnya, aklimatisasi lebih singkat daripada penyesuaian pada
iklim, dan
c. istilah asing yang dipilih dapat mempermudah tercapainya kesepakatan jika
istilah Indonesia terlalu banyak sinonimnya; misalnya, manajemen lebih
mempermudah tercapainya kesepakatan daripada tata laksana, pengurusan,
pembinaan, dan pengelolaan.
3. halaman 8 pasal 2.5
menjadi Demi keseragaman...,
4. halaman 10
kondisi menjadi konotasi
5. halaman 11 pasal 3.2
menjadi Keteraturan itu hendaknya dimanfaatkan dalam pengungkapan konsep yang
berbeda-beda.
6. halaman 12
menjadi menyediakan penyedia penyediaan sediaan (hasil
menyediakan menulis penulis penulisan tulisan (hasil
menulis)
7. halaman 12
menjadi mengimpor pengimpor pengimporan imporan (hasil
mengimpor)
mengangkut pengangkut pengangkutan angkutan (hasil mengangkat)
11
8. halaman 13 pasal 3.3
menjadi Istilah yang mengungkapkan konsep kejamakan, keanekaan,
kemiripan, dan kumpulan ...
9. halaman 13 pasal 3.3
menjadi atau pemerumuman dapat dibentuk dengan reduplikasi.
10. halaman 15 pasal 3.5 kata mengubah menjadi menggubah
11. halaman 17 pasal 4.2
menjadi Sekiranya ada kesinoniman istilah maka dalam praktek
pemakaiannya perlu diusahakan seleksi berdasarkan urutan pilihan
sebagai berikut.
12. halaman 17
menjadi b. istilah yang diizinkan, yakni istilah sinonim yang boleh dipakar di
samping istilah yang diutamakan.
13. halaman 18
menjadi misalnya,
Yang Diutamakan Yang Diizinkan
absorb serap absorb
diameter garis tengah diameter
frequency frekuensi kekerapan
relative relatif nisbi
temperature suhu temperatur
acceleration percepatan akselerasi
14. halaman 18, kata axion menjadi axion
15. halaman 20
di belakang ayam atau bebek, ditambahkan kalimat “Kata building di terjemahkan
dengan bangunan, dan tidak dengan gedung atau rumah”.
16. halaman 23
BCC menjadi BCG
17. halaman 24
(ukuran buku) menjadi (ukuran kertas)
18. halaman 24
(ukuran buku) menjadi (ukuran kertas)
19. halaman 24
12
16 menjadi 1b
20. halaman 26 pasal 5.10
menjadi Sistem ini antara lain dipakai di USA, USSR, dan Perancis.
21. halaman 26 pasal 5.10
menjadi Di samping itu, masih ada sistem bilangan yang berlaku di Inggris,
Jerman, dan Negeri Belanda seperti di bawah ini.
22. halaman 27 pasal 5.11
menjadi Sistem Satuan Internasional menentukan bahwa tanda desimal dapat
dinyatakan dengan koma atau titik.
23. halaman 29 pasal 6.2 menjadi
Misalnya: bank lawan bang
Sanksi lawan sangsi
(autobiography) lawan (otology)
24. ditambah massa lawan masa
25. halaman 29 pasal 6.4 diubah menjadi
Misalnya: ampere [amper]
boyle [boil]
Curie [kuri]
xenon [senon]
26. halaman 36
menjadi: geography geografi
27. halaman 36
menjadi: spectrograph spektrograf
13
Lampiran 3
PEDOMAN UMUM PEMBENTUKAN ISTILAH MALAYSIA
Versi Malaysia
1. halaman 5 pasal 2.3
menjadi: balanced budget = belanjawan seimbang
2. halaman 5 pasal 2.3
menjadi: sky scraper = pencakar langit
3. halaman 5 pasal 2.4
subjudul: Penyerapan Istilah Asing dipindah ke halaman 6
4. halaman 6 pasal 2.4 Penyerapan Istilah Asing pindaan dari halaman 5
5. halaman 6 bagian a.
menjadi: a) Istilah asing yang dipilih itu lebih sesuai karena maknanya
(denotasi dan atau konotasi); misalnya, demokrasi lebih cocok
daripada pemerintahan rakyat
6. halaman 6 bagian b.
menjadi: b) Istilah asing yang dipilih itu lebih singkat jika dibandingkan
dengan terjemahan bahasa Malaysianya; misalnya, aklimatisasi
lebih singkat daripada penyesuaian pada iklim;
7. halaman 6 bagian c.
menjadi: c) Istilah asing yang dipilih itu dapat mempermudah tercapainya
kesepakatan jika istilah bahasa Malaysianya terlalu banyak
sinonimnya. Misalnya, ekonomi lebih mempermudah tercapainya
kesepakatan daripada iktisad dan jimat cermat.
8. halaman 6 pasal 2.5
menjadi: Jenis dan Sumber Bentuk Serapan
9. halaman 7 pasal 2.6
menjadi: Penggunaan Istilah Asing yang Lazim
10. halaman 7 pasal 2.7
menjadi: Istilah asing yang ejaannya dikekalkan dalam semua bahasa
dipakai juga dalam bahasa Malaysia dengan syarat digariskan atau
dicetak miring.
14
11. halaman 7 pasal 2.7
Misalnya: allegro moderato
bona fide
ceteris paribus
in vitro
status quo
ad hoc
vis-a-vis
esprit de corps
Weltanschauung
12. halaman 9 pasal 3.2
dari : bersenam pesenam persenaman (hal atau tempat bersenam)
menjadi: bertinju petinju pertinjuan (hal bertinju)
13. halaman 10 bagian 3
awahama keawahamaan
diganti menjadi:
berkesan keberkesanan
14. halaman 11 pasal 3.3
menjadi: Istilah yang mengungkapkan kejamakan, keanekaan, kemiripan,
kumpulan, atau perumusan dapat dibentuk dengan reduplikasi.
15. halaman 13 bagian e. energy tenaga , energy
menjadi: e. energy tenaga
16. halaman 13 pasal 4.2
menjadi: Sekiranya ada kesinoniman maka dalam amalinya pemakaian
istilah perlu diusahakan pemilihan.
17. halaman 13 bagian b.
menjadi: istilah yang diizinkan, yakni istilah sinonim yang boleh dipakai di
samping istilah yang diutamakan
18. halaman 13
menjadi: Karena adanya istilah asing yang diakui dan istilah bahasa
Malaysia secara bersama.
19. halaman 13
dari : frekuensi, kekerapan
menjadi: kekerapan, frekuensi
20. halaman 14 bagian c.
Misalnya: zat lemas harus diganti dengan nitrogen )
15
Saran diri harus diganti dengan autosugesti ) akan diganti
Ilmu pisah harus diganti dengan kimia ) dengan contoh
Ilmu pasti harus diganti dengan matematik ) dari bahasa
Malaysia
21. halaman 14 pasal 4.3
menjadi: Homonim yang terjadi karena sama ejaan ialah homograf. dan yang
terjadi sama sebutan ialah homofon.
22. halaman 15 bagian b.
menjadi: Misalnya massa masa
23. halaman 15 pasal 4.4
menjadi: Kata vehicle misalnya, diterjemahkan dengan kenderaan dan tidak
dengan kereta atau motoka.
24. halaman 16
menjadi: Istilah asing yang bersifat polisem hendaklah diterjemahkan sesuai
dengan artinya dalam bahasa Malaysia.
25. halaman 17 bagian c. menjadi
Misalnya: ekspres (yang berasal dari kereta api ekspres, pos ekspres, bus
ekspres)
26. halaman 17 lab (yang berasal dari laboratorium) dihilangkan
27. halaman 17 pasal 5.2 ditambah dengan
pawagam (panggung wayang gambar) diletakkan pada contoh baris ketiga
28. halaman 18 pasal 5.4
(ukuran buku) menjadi (ukuran kertas)
29. halaman 18 pasal 5.4
(ukuran buku) menjadi (ukuran kertas)
30. halaman 19
ditambah dengan: pasal 5.3)
pasal 5.4) yang diambil dari versi Indonesia
pasal 5.5)
31. halaman 19 pasal 5.9 baru
menjadi: Kegandaan dan Pecahan Satuan Dasar
32. halaman 19 pasal 5.0 baru
menjadi: Nama dan lambang awalan untuk menyatakan kegandaan dan
pecahan satuan dasar atau turunan adalah sebagai berikut:
16
33. halaman 19
kata teracorzt diubah menjadi terahertz
34. halaman 20 pasal 5.9 baru
menjadi: pasal 5.10 Sistem Bilangan yang Besar
35. halaman 20
menjadi: Sistem ini antara lain dipakai di USA, USSR, dan Prancis.
36. halaman 21 pasal 5.8
menjadi: Sistem Satuan Antarabangsa menentukan bahwa tanda perpuluhan
dapat dinyatakan dengan koma atau titik.
37. halaman 21 pasal 5.8
menjadi: Bilangan yang hanya terdiri atas angka yang dituliskan dalam
daftar dibahagi-bahagi kepada kelompok-kelompok tiga angka
yang dipisahkan oleh spasi tanpa penggunaan tanda perpuluhan.
38. halaman 22 pasal 6.2 menjadi
Misalnya: bank lawan bang
Sanksi lawan sangsi
(autobiography) lawan (otology)
massa lawan masa
39. halaman 22 pasal 6.3 menjadi
Misalnya: Yaum al-adha (hari kurban) )
Suksma (sukma) ) dihilangkan
Psyche (jiwa, batin) )
40. halaman 23 pasal 6.4 menjadi
Misalnya: Boyle /boil/
Curie /kuri/
41. halaman 23 pasal 6.6
menjadi: Kedua unsur asing yang belum sepenuhnya terserap kedalam
bahasa Malaysia, seperti bowling, shuttle cock.
42. halaman 28 physiology fisiology
menjadi: geography geografi
43. halaman 28
menjadi: spectrograph spektrograf
17
44. halaman 37 action aksi
menjadi inflation inflasi
45. halaman 37 publication publikasi
menjadi: operation operasi
18
Lampiran 4
PANDUAN PENYUSUNAN KAMUS ISTILAH
Versi Indonesia
1. I. (tetap)
2. II. (tetap)
3. III. Konsep dan Definisi
4. IV. Penyiapan Naskah
5. V. Pemilihan Istilah (dihilangkan)
6. VI. Menjadi V. Penyusunan Indeks Menurut Abjad
7. VII. Menjadi VI. Penerbitan
8. APENDIKS II (Farmasi) menjadi
APENDIKS 1 (Farmasi)
9. APENDIKS II (Ilmu Kemineralan) menjadi
APENDIKS 2 (Ilmu Kemineralan)
10. a. Semua judul bab ditulis dengan huruf kapital.
b. Pada versi baru ditambahkan subjudul yang berikut.
III. KONSEP DAN DEFINISI
11. halaman 3 III. KONSEP DAN DEFINISI
Kalimat terakhir diubah menjadi Konsep itu dilambangkan oleh istilah secara
lisan atau tulisan.
12. halaman 5 menjadi
Pedoman Umum Pembentukan Istilah, II, 2.8).
13. pada akhir bagian b. ditambah kalimat dari halaman 17 versi Malaysia
14. pada bagian c. di belakang kata terubah ditambah dengan
Hal ini lebih mudah dilakukan dengan komputer.
15. setelah bagian c. ditambahkan bagian d. dari halaman 10 bagian ke 12.
16. halaman 6 bagian b. atau bagian 2. kalimat terakhir diubah
menjadi: Perangkat ciri-ciri hakiki konsep disebut instensinya dan barang
atau rujukan yang dapat diterapi istilah itu dinamai eksistensinya
(medan terapannya).
17. halaman 6 bagian 3. atau 4. menjadi:
Semua istilah khusus yang dipakai di dalam suatu definisi perlu dijadikan butir
masukan tersendiri dan diberi definisi juga di dalam terbitan yang sama.
19
18. halaman 7 (II, 2.4). menjadi (II, 2.8).
19. (3) istilah yang diselangkan; dibuang
20. (4) menjadi (3)
21. IV, 4.4 menjadi IV, 4.2
22. halaman 9 sub judul baru 18. atau bagian 9.
nomor 26 menjadi nomor pasal 17
23. pada akhir kata halaman 9 ditambah lagi dengan sebuah kalimat
yaitu: Dalam daftar atau kamus istilah, kesinoniman dilambangkan dengan tanda
titik koma dengan mendahulukan istilah yang diutamakan.
24. halaman 11 pada sub judul 22. atau bagian 14, pada akhir kata ditambah sebuah
kalimat yaitu:
Dalam hal ini perlu ada panitia penyelaras untuk menyelaraskan tata istilah
berbagai bidang sehingga duplikasi kerja dapat dihindari.
25. halaman 12 pada bab VII. atau bab VI pada akhir kata bab ini ditambah dengan
sebuah kalimat dari versi Malaysia halaman 21.
26. halaman 13 APENDIKS 1 bertukar tempat dengan kalimat di bawahnya.
27. APENDIKS II halaman 15 menjadi APENDIKS 2.
Yogyakarta, 20 Maret 1981
LAPORAN HASILSIDANG KELOMPOK HIDROLOGI
I. Sidang
Sidang 1: Senin, 16 Maret 1981
Pukul 12.00 –13.00
Sidang 2: pukul 14.00-17.00
Sidang 3: Selasa, 17 Maret 1981
Pukul 08.30 – 12.30
Sidang 4: pukul 14.00 – 17.00
Sidang 5: Rabu, 18 Maret 1981
Pukul 08.00 – 12.30
20
Sidang 6: Jum’at 20 Maret 1981
Pukul 08.30 – 11.30
II. Anggota Sidang
1. Drs. M.M. Purbo-Hadiwidjoyo
2. Ir. Ny. Indreswari Guritno
3. Ir. Daniel Murdiyarso, M.S.
4. Ir. Moerwanto Martodinomo
5. A.Latief, M.A.
6. Prof. Madya Dr. Zakaria Awang Soh
7. Prof. Madya Dr. Ismail Mohd. Nor
8. Encik Peh Cheng Hock
9. Ir. Law Kong Fook
III. Dokumen
Dokumen yang disediakan oleh Malaysia
(1) Istilah Hidrologi tiga bahasa: Inggris-Malaysia-Indonesia
(2) Definisi Hidrologi tiga bahasa: Inggris-Malaysia-Indonesia
(3) Istilah Hidrologi tiga bahasa: Inggris-Malaysia-Indonesia
IV. Bahan Rujukan
(1) ‘International Glossary of Hydrogeology’, terbitan Unesco, 1978
(2) ‘Glossary of Hydrology’, terbitan Unesco
V. Cara Kerja
Kelompok Hidrologi merasa sangat beruntung karena memperoleh kesempatan
untuk bertemu lebih banyak, dan dengan demikian juga dapat mempersiapkan apa
yang diperlukan terlebih dulu. Hal ini terutama berlaku untuk peristilahan
Hidrologi (umum) yang kini sedang dikerjakan bersama. Pihak Indonesia telah
dipersiapkannya, dan menyerahkan hasilnya kepada pihak Malaysia pada bulan
Januari yang lalu. Dengan pengalaman mengerjakan bersama peristilahan
Hidrologi, pihak Malaysia kemudian menyiapkan padanan peristilahan Hidrologi
tersebut. Dengan cara ini dapatlah dengan cepat diketahui mana istilah yang sama
dan mana yang berbeda.
Kelompok Hidrologi pada persidangan ini mengerjakan hal berikut:
(1) Membahas untuk terakhir kalinya peristilahan Hidrogeologi; penyuntingan
akhir dilakukan tidak dalam pertemuan.
21
(2) Membahas peristilahan yang dipersiapkan oleh pihak Indonesia dan pihak
Malaysia.
VI. MASALAH YANG TIMBUL DAN CARA UNTUK MENGATASINYA.
Dua masalah besar yang timbul bersumber pada kenyataan sosiolinguistik dan
pertimbangan perlunya rujuk-silang:
(1) Masalah sosiolinguistik. Masalah yang bersifat sosiolinguistik tidak
mungkin diselesaikan oleh kelompok Hidrologi, dan memang bukan
merupakan tujuannya.
(2) Berulangkali terasa, bahwa peristilahan yang digunakan dalam bidang
Hidrologi memerlukan perujukan dengan bidang lain, terutama berbagai
ilmu dasar. Baik pihak Indonesia maupun pihak Malaysia merasa perlunya
ada komunikasi yang memungkinkan pemutakhiran peristilahan yang pada
suatu ketika dipersetujui bersama.
VII. Hasil Kerja
Hidrogeologi: Jumlah 428
Kategori A: Istilah yang disetujui bersama: 296
Kategori B: Istilah yang disetujui bersama tetapi berbeda bentuknya (ejaan dan
Morfologi): 42
Kategori C: Istilah yang disetujui berbeda : 90
Hidrologi: Jumlah 877
A: 399
B: 111
C: 367
VIII. Rencana Kerja Selanjutnya.
1. Menyelesaikan pembahasaan sebanyak 700 istilah Hidrologi yang tersisa.
2. Meninjau dan mementapkan istilah dan definisi Hidrologi.
3. Memantapkan perangkat kata/istilah.
4. Majelis menyetujui pertemuan Subpanitia Hidrologi pada bulan Juni 1981
di Jakarta.
LAPORAN HASIL SIDANG SUBPANITIA HUKUM INTERNASIONAL
I. Sidang
Sidang 1: Senin, 16 Maret 1981
Pukul 14.00 – 16.00
22
Sidang 2: Selasa, 17 Maret 1981
Pukul 08.30 – 12.30
Sidang 3: Pukul 14.00 – 16.00
Sidang 4: Rabu, 18 Maret 1981
Pukul 08.30 – 12.30
Sidang 5: Jumat, 20 Maret 1981
Pukul 08.30 – 11.30
II. Anggota Sidang
1. Djenal Sidik Suraputra, S.H. (Indonesia, Ketua)
2. Encik Abdul Aziz bin Mohamad (Malaysia, Anggota)
3. Sri Setyaningsih Suwardi, S.H. (Indonesia, Anggota)
4. Dr. S.W. Rujiati Mulyadi (Indonesia, Pendamping)
III. Dokumen
1. Kertas Kerja C-16 JKTBM. Peristilahan Undang-Undang Antarabangsa
(Awam).
2. Kertas Kerja No. 2/PKIM/S-16/Hukum Internasional.
IV. Bahan Rujukan
1. Manual of Public Internasional Law, Max Sorenser Macmillan, 1968.
2. Principles of Public Internasional Law, Ian Brownlie Clarendon Press-Oxford,
1973.
3. A Modern Introduction to International Law. Micheal Akehurst M.A. , LL. B.
(Cantab), George Allen and Unwin Ltd. , 1971.
4. Introduction to International Law, J.G. Strake, Butterworths, 1971.
5. Onborn’s Concise Law Directionary, John Burke, Sweet & Maxwell, 1976.
6. The Dictionary of English Law, Earl Jowitt, 1959.
7. Buku Istilah Undang-Undang (Inggris-Melayu) , Dewan Bahasa dan Pustaka,
1970.
V. Cara Kerja
Subpanitia mengerjakan sisa istilah yang belum dibicarakan dalam Sidang XV
MBIM di Kinabalu, Sabah.
23
VI. Masalah
Subpanitia tidak mengalami kesulitan dalam menggunakan Pedoman Umum
Ejaan yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah pada waktu
memperbincangkan senarai istilah. Oleh karena itu, kelompok merasa tidak perlu
menyusun pedoman khusus untuk mengkaji kembali serta memperbincangkan
peristilahan Hukum Internasional Publik/Undang-undang Antarabangsa (Awam.)
VIII. Hasil Kerja
Kategori A: Istilah yang disetujui bersama 490
Kategori B: Istilah yang disetujui bersama tetapi
Berbeda bentuknya (ejaan dan morfologi) 106
Kategori C: Istilah yang disetujui berbeda 1.022
Kategori E: Istilah yang disetujui untuk digugurkan 97
-------
1.715
VIII. Tata Kerja Selanjutnya
1. Istilah-istilah Hukum Internasional Publik/Undang-undang Antarabangsa
(Awam) yang dikerjakan oleh Subpanitia Hukum Internasional Publik adalah
istilah-istilah yang umum, yang dimuat dalam buku Pengantar Hukum
Internasional Publik yang secara umum mencakup seluruh klasfikasi hukum
internasional publik.
2. Kedua belah pihak bekerja mengembangkan istilah Hukum Internasional
Publik/Undang-undang Antarabangsa Internasional Publik/Undang-undang
Antarabangsa (Awam) lebih lanjut di luar Sidang Majelis Bahasa Indonesia-
Malaysia.
Yogyakarta, 20 Maret 1981
LAPORAN HASIL SIDANG KELOMPOK PETROLOGI
I. Sidang
Sidang 1: Senin, 16 Maret 1981
Pukul 12.00 – 13.00
Sidang 2: Pukul 14.00 – 16.00
24
Sidang 3: Selasa, 17 Maret 1981
Pukul 08.30 – 12.30
Sidang 4: pukul 14.00 – 16.00
Sidang 5: Rabu, 18 Maret 1981
Pukul 8.00 – 12.30
Sidang 6: Jumat, 20 Maret 1981
Pukul 8.30 – 11.30
II. Anggota Sidang
1. Ir. Thio Hie (Indonesia, Ketua)
2. Dr. H. Hussin (Malaysia, Anggota)
3. Ir. Achmad Zanil Amadar (Indonesia, Anggota)
4. Dra. Sri Timur Suratman (Indonesia, Pendamping)
III. Dokumen
1. Kertas No. 1/PKIM/S-16/Petrologi
2. Kertas B-16 JKTBM Peristilahn Petrologi
IV. Bahan Rujukan
1. American Geological Institute. 1962. Dictionary of Geological Terms New
York: Dolphine Books Doubleday & Coy.
2. Anderson, B.W. 1973. Gem Testing. Emerson Books Inc.
3. Bailey, D.K. , R. MacDonald. 1976. The Evolution of the Crystalline Rocks.
Academic Press.
4. Bathurst. Robin G.C. 1976. Development in Sedimentology, Carbonate
Sediments and Their Diagenesis. Elsevier.
5. Berry, l.G. et al. 1961. Mineralogy. San Francisco: Freeman & Co.
6. Carozzi, A.V. 1960. Microscopic Sedimentary Petrography. John Wiley &
Sons Inc.
7. Chamber’s, W. and R. 1966. Chamber’s Mineralogical Dictionary. London.
8. Clason, W.E. 1968. Elsevier’s Dictionary of Metalurgy and Metal Working.
Amsterdam: Elsevier Scientific Publ. Coy.
9. Dana, E.W. Ford. 1954. A Textbook of Mineralogy. John Wiley & Sons.
10. Deer. 1969. An Introduction to the Rock Forming Minerals. Howie &
Zussman, Longman, Green & Co.
11. Dietrich, R.V. , B.J. Skinner. 1979. Rocks and Rock Mineral. John Wiley &
Sons.
25
12. Freund, Hugo. 1966. Applied Ore Microscopy Theory and Technique New
York: The Macmillan Company.
13. Fyfe, W.S. et al. 1978. Fluids in the Earth’s Crust. Elsevier Scientific Publ.
Coy.
14. Gary, Margaret et al. 1972. Glossary of Geology. Washington. D.C.
American Geographical Institute.
15. Greensmith, J.T. 1971. Petrology of the Sedimentary Rocks. Thomas Murphy
& Coy.
16. Grim. 1953. Clay Mineralogy.
17. Harker, A. 1956. Petrology for Students. Cambridge.
18. ------- 1974. Metamorphism: A Study of the Transformations of Rock
Masses. London: Chapman and Hall.
19. Heinrich, E.W.M. 1966. TheGeology of Carbonates. Rand McNally & Coy.
20. Hunt, Charles B. 1972. Geology of Soils. Freeman & Co.
21. Hurlbut, Cornelius S. 1971. Dana’s Manual of Mineralogy. John wiley &
Sons.
22. Hutchinson, Charles S. 1974. Laboratory Handbook of Petrographic
Techniques. A Wiley Interscience Publ.
23. Hyndman, Donald W. 1972. Petrology of Igneous and Metamorphic
Petrology. New York: McGraw-Hill Book.
24. Jackson, Kern C. 1970. Textbook of Lithology. McGraw-Hill Book.
25. Johannsen, Albert. 1931. A Descriptive Petrography of the Igneous Rocks.
(Vol. I Introduction, Textures Classification and Glossary) . Chicago: The
University of Chicago Press.
26. Kamp, James furman. 1947. A Handbook of Rocks. Toronto: Van Nostrand.
27. Kerr, Paul F. 1977. Optical Mineralogy. McGraw-Hill Book Coy.
28. Kraus, E.H. et al. 1947. Gems and Gem Materials. McGraw-Hill BookCoy.
29. Lapedes, L.N. 1978. McGraw-Hill Encyclopedia of the Geological Sciences.
McGraw-Hill Coy.
30. Little, William. 1964. The Shorter Oxford English Dictionary on Historical
Principles. Oxford University Press.
31. Miyashiro, A. 1973. Metamorphism and Metamorphic Belts. George Allen
and Unwinn.
32. Niggli, Paul. 1954. Rocks and Mineral Deposits. W.H. Freeman and Co.
33. Pettijohn, F.J. 1957. Sedimentary Rocks. New York; Harper & Brothers.
34. Poerwadarminta, W.J.S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta:
balai Pustaka.
35. Purbo Hadiwidjojo, M.M. 1975. Peristilahan Geologi dan Ilmu yang
Berhubungan. Bandung: Penerbit Universitas ITB.
36. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1975. Pedoman Umum Ejaan
Yang Disempurnakan.
37. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1975. Pedoman Umum
Pembentukan Istilah.
38. Ramsay, John D. 1967. Folding and Fracturing of Rocks McGraw-Hill Coy.
26
39. Ringwood, A.E. 1975. Composition and Petrology of the Earth’s Mantle.
McGraw-Hill Book Company Inc.
40. Royal Geological & Mining Society of the Netherlands. 1959. Geological
Nomenclature, English-Dutch-French-German. Gorinchem: J. Noorduyn en
Zoon N.V.
41. Sand, S.J. 1952. Rocks for Chemists. Thomas Murby and Co.
42. Shelly, D. 1975. Manual of Optical Mineralogy. Elsevier Publ. Coy.
43. Stanton, R.L. 1972. Ore Petrology. McGraw-Hill Coy.
44. Teuku Iskandar. 1970. Kamus Dewan. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan
Pustaka.
45. Turner, F.J. et al. 1960. Igneuos and Metamorphic Petrology. McGraw-Hill
Book Company Inc.
46. Turner, F.J. 1968. Metamorphic Petrology. Mineral and Field Aspects.
McGraw-Hill Book Company.
47. Tyrell, G.W. 1956. The Principles of Petrology. London: Methuen and Co.
48. Wager, L.R. , G.M. Brown. 1967. Layered Igneous Rocks. W.H. Freemann
and Coy.
49. Wahlstrom, E.E. 1950. Introduction to Theorical Igneous Petrology. New
York: John Wiley.
50. Wahlstrom, E.E. 1969. Optical Crystallography. New York: John Wiley.
51. Webster’s New Collegiate Dictionary. 1975. Springfield: G.& C. Merriam
Webster Coy.
52. Williams, H. et al. 1958. Petrography : An Introduction to the Study of
Rocks in Thin Section. W.H. Freeman & Company.
53. Winkler, Helmut G.F. 1974. Petrogenesis of Metamorphic Rocks. Springer
Verlag.
54. Wyllie, P.T. 1967. Ultramafic and Related Rocks. John Wiley & Sons Inc.
V. Cara Kerja
Subpanitia Petrologi membahas:
1. Istilah Sedimentologi/Struktur yang disetujui bersama dalam kelompok lain
Sidang MBIM;
2. Istilah Mineralogi/Petrologi yang telah disetujui bersama dalam kelompok
lain Sidang MBIM;
3. Istilah Pemrosesan batuan/Mineral yang telah disetujui bersama dalam
kelompok lain Sidang MBIM;
4. Istilah Kristalografi yang telah disetujui bersama dalam kelompok lain
Sidang MBIM;
5. Daftar istilah Petrologi yang ditulis serangkai;
27
6. Daftar istilah yang perlu dibincang;
7. Daftar istilah baru yang perlu dibincang;
8. Daftar istilah yang perlu dirujuk kepada bidang-bidang lain sebelum dibuat
keputusan;
9. Istilah Kemineralan Kategori D dari Sidang XVI MBIM.
Butir 1, 2, 3, dan 4 terdapat dalam Kertas F-15 JKTBM Peristilahan Petrologi, dan
butir 5,6,7,8, dan 9 terdapat dalam Kertas No.1/PKIM/S-16/Petrologi.
VI. Masalah
1. Sejumlah istilah Petrologi berasal dari bidang ilmu lain seperti Matematika,
Fisika, Farmasi, Kimia, Teknik Sipil, Teknik Mesin, Statistik, Pertanian.
Sesuai dengan ketentuan yang digariskan Kelompok Umum, istilah suatu
bidang yang berasal dari bidang ilmu lain sebaiknya menggunakan istilah
bidang ilmu tersebut. Subpanitia Petrologi seringkali mengalami kesulitan
untuk mengikut ketentuan ini oleh karena pada bidang ilmu lain itu masih
terdapat juga kesimpangsiuran padanan istilah Indonesia untuk istilah asing
yang sama meskipun telah melalui beberapa kali sidang MBIM. (Lihat:
Contoh A)
2. Istilah yang bermakna lebih dari satu seringkali dirasakan kurang deskriptif
padahal istilah tersebut telah diterima dalam sidang MBIM. (Lihat: Contoh
B) sebaiknya diberi penjelasan, misalnya:
Weight (measure)
Weight (equipment)
Contoh Masalah
A. Istilah Inggeris Sidang MBIM Kelompok Istilah MBIM
gradient IX TS/KA I: gradien
M: gardien
IX M/M I: gardien
M: kecerunan
IX F/FZ I: landai
M:kecerunan
integral XIII TM/KM I: integral
M: integral
IX M/M I: integral
M: kamilan
28
gravity IX TS/KA I: gravitas
M: graviti
XIII FF/FF I: kakas
bobot
M: graviti
aperture M/M I: bukaan
M: bukaan
F/FZ I: tingkap
M: bukaan
B. Istilah Inggris Sidang MBIM Kelompok Istilah MBIM
weight IX F/FZ I: bobot
M: berat
weight XIII FF/FF I: anak
Timbang
M: batu
Timbang
VII. Hasil Kerja
Kategori A: Istilah yang disetujui bersama : 1466
Kategori B: Istilah yang disetujui bersama : 161
Tetapi berbeda bentuknya (ejaan
Dan morfologi)
Kategori C: Istilah yang disetujui berbeda : 234
Kategori D: Istilah yang disetujui untuk : 1125
ditangguhkan
Kategori E: Istilah yang disetujui untuk : 3
Digugurkan
------
Jumlah: 2989
VIII. Tata Kerja Selanjutnya dan Usul
1. Sebagai akibat masalah (Contoh A dan B) pada subpanitia Petrologi terdapat
banyak istilah yang terpaksa harus ditangguhkan. Subpanitia Petrologi
mengharapkan masalah tersebut diselesaikan secepat mungkin. Apabila
dipandang perlu Subpanitia Petrologi bersedia membantu bahkan bersedia
bersidang lagi guna penyelarasan dengan bidang-bidang yang bersangkutan.
2. Diusulkan agar istilah Petrologi dan Mineralogi/Kemineralan yang telah
diselaraskan diterbitkan secepatnya.
Yogyakarta, 20 Maret 1981.
29
Lampiran Hasil Sidang Kelompok Petrologi
Saran/Usul 1 Pihak Malaysia yang Disokong oleh pihak Indonesia:
1. Peristilahan Teknik/Kejuruteraan, Teknologi dan Sains Mineral
1.1 Untuk perlengkapan penggunaan bahasa dalam perusahaan pengeluaran
sumber mineral, peristilahan bagi lebih daripada 40 bidang perlu
disiapkan.
Gambarajah 1 yang telah dikemukakan dalam sidang XV (lihat
Gambarajah 1) adalah sebagian daripada bidang yang dimaksudkan.
1.2 Peristilahan untuk tiap-tiap bidang yang ditunjukkan dalam Gambarajah 1
itu tidak praktik jika dibincangkan cara berturutan dalam Sidang-sidang
MBIM yang akan datang karena jangka masa peristilahan peringkat MBIM
akan terlampau berpanjangan. Perkara ini akan bertambah rumit karena
sidang-sidang MBIM hingga 1982 tidak akan membincangkan istilah
untuk kelompok-kelompok dalam Teknik/Kejuruteraan, Teknologi dan
Sains Mineral.
1.3 Untuk meneruskan kerja, pihak Malaysia akan terus menyediakan
peristilahan sebelum Sidang XVII MBIM dalam kumpulan induk sains,
Teknologi, dan Kejuruteraan Mineral dalam bidang kecil (anak bidang):
(a) Geologi Struktur dan Sedimentologi;
(b) Teknologi Penggerudian/Pemborang;
(c) Pengolahan dan Prosesan Bahan Mineral.
2. Pengeluaran dan Pembentukan Istilah dengan Komputer
Untuk mempercepat peristilahan bagi lebih daripada 40 bidang dalam Ilmu Sains,
Teknologi dan Teknik/Kejuruteraan Mineral, Malaysia sedang menjalankan penyelarasan
untuk dikumpulkan kepada 3 bidang induk sebagai berikut:
(a) Teknologi dan Teknik/Kejuruteraan Eksplorasi
(b) Sains dan Teknologi Bahan Mineral
(c) Teknik/Kejuruteraan Pertambangan/Perlombongan
Bidang-bidang yang berikut akan diselaraskan dalam ketiga bidang tersebut di atas
sebagai berikut:
A. Teknologi dan Teknik/Kejuruteraan Eksplorasi
(1) Geologi Struktur
30
(2) Stratigrafi
(3) Geologi Pertambangan/Perkembangan
(4) Geofisika/Geofizik
(5) Teknologi Pemboran/Penggerudian
(6) Geokimia
dan bidang-bidang lain terkait di bawahnya sebagai berikut:
(a) Paleontologi
(b) Geokronologi
(c) Geomorfologi
(d) Geologi Foto
(e) Geologi Teknik/Kejuruteraan
(f) Petrofisika/Petrofizik
(g) Eksplorsi pandu/Panduan
(h) Geografi Fisika/Fizikal
(i) Geologi Umum/Am
B. Sains dan Teknologi Bahan Mineral
(1) Proses/Prosesan Mineral
(2) Ekonomi Mineral
(3) Metalurgi
(4) Processing Plant Design
dan bidang-bidang lain terkait di bawahnya sebagai berikut:
(a) Metalurgi Ekstraksi/Ekstraksan
(b) Pengolahan Mineral
(c) Pengawasan Proses
(d) Teknologi/Kejuruteraan Resevoir
C. Teknik Pertambangan Umum/Kejuruteraan Perlombongan
(1) Teknik/Kejuruteraan Penggalian (Ekskavasi)
(2) Teknik/Kejuruteraan Ventilasi
(3) Ekonomi Pertambangan/Perkembangan
dan bidang-bidang lain di bawahnya sebagai berikut:
(a) Teknik/Kejuruteraan Hidrolik
(b) Teknologi Survei/Ukur
(c) Eksplorasi Penilaian
(d) Geostatistik
31
3. Penyelarasan istilah antara bidang dibuat oleh 3 kumpulan peringkat MBIM:
(1) Bidang-bidang sains, Teknologi, Teknik/Kejuruteraan
(2) Kemanusian dan sains sosial
(3) Perobatan/Perubatan, Tumbuhan, dan Hewan
LAPORAN HASIL SIDANG SUBPANITIA METEOROLOGI
I. Sidang
Sidang 1: Senin, 16 Maret 1981
Pukul 14.00 – 16.00
Sidang 2: Selasa, 17 Maret 1981
Pukul 08.30 – 12.30
Sidang 3: pukul 14.00 – 16.00
Sidang 4: Rabu, 18 Maret 1981
Pukul 08.30 – 12.30
Sidang 5: Jumat, 20 Maret 1981
Pukul 08.30 – 11.30
II. Anggota Sidang
1. Prof. Drs. Soesilo Prawirowardoyo (Indonesia, Ketua)
2. Drs. Suryadi Wh. (Indonesia)
3. Encik Ismail bin Ahmad (Malaysia)
4. Encik Chow Kok Kee (Malaysia)
5. Dra. Saodah Nasution Egersma (Indonesia, pendamping)
III. Dokumen
1. Keputusan Umum Sidang XV Majelis Bahasa Indonesia-Malaysia, Sabah,
Malaysia 1-6 September 1980
2. Kertas Kerja No. 4/PKIM/S-16 Meteorologi Istilah Meteorologi
3. Kertas H-16 JKTBM- Peristilahan Meteorologi
IV. Bahan Rujukan
1. International Meteorological Vocabulary, World Meterological Organization,
1966.
2. Meteorological Glossary, D.H. Mc. Intoch, 1972.
32
3. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Poerwadarminta, Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, 1976.
4. Kamus Dewan, Teuku Iskandar, Dewan Bahasa, 1970.
5. Webster’s New Collegiate Dictionary, a Merriam Webster, 1973.
V. Cara Kerja
Membahas Kertas H-16 JKTBM dari Malaysia dengan mengelompokkan istilah-
istilahnya dalam Kategori A, B, C, D, dan E. Kertas H-16 JKTBM merupakan
daftar padanan dari Kertas 4/PKIM/S-16. Jadi klasifikasinya sama dengan
kalasifikasi yang dianut ialah:
551.5 Meteorologi Umum
551.50 Meteorologi Praktis
551.51 Struktur, Dinamika dan Termodinamika atmosfer
551.52 Radiasi dan Suhu
551.54 Tekanan Atmosfer
551.55 Angin
551.57 Uap air dan Hidrometer
551.58 Klimatologi
551.59 Berbagai Fenomena dan Pengaruhnya
Kertas H-16 JKTBM baru sampai dengan bidang-bidang 551.5; 551.50, dan
551.51.
VI. Masalah
Pada umumnya sidang-sidang berjalan lancar. Hanya ada beberapa masalah yang
masih perlu dipikirkan dan dibahas kembali dalam sidang XVII.
1. Istilah-istilah yang mengandung kata-kata lot, warm, cool dan cold.
2. Singkatan istilah: memakai singkatan Inggrisnya atau singkatan Indonesia/
Malaysianya.
VII. Hasil Kerja
Kategori A: istilah yang disetujui bersama 324
Kategori B: Istilah yang disetujui bersama tetapi 158
berbeda bentuknya (ejaan dan morfologi)
Kategori C: Istilah yang disetujui berbeda 436
Kategori D: Istilah yang dietujui untuk ditangguhkan 18
Kategori E: Istilah yang disetujui untuk digugurkan 1
-----
937
33
VIII. Rencana Kerja Selanjutnya
Membahas bagian dari Kertas No. 4/PKIm/S-16/Meteorologi yang belum dibahas.
Pihak Malaysia akan mengajukan daftar padanannya pada sidang XVII yang akan
datang yang akan dibahas Sidang XVII meliputi bidang-bidang:
551.52 Radiasi dan suhu 145 istilah
551.54 Tekanan atmosfer 62 istilah
551.55 Angin 186 istilah
551.57 Uap air dan Hidrometeor 316 istilah
551.58 Klimatologi 137 istilah
551.59 Berbagai Fenomena dan 59 istilah
Pengaruhnya ------------
Jumlah 905 istilah
2. Meninjau kembali hasil-hasil yang sampai kini telah dicapai.
Yogyakarta, 20 Maret 1981
LAPORAN HASIL SIDANG SUBPNITIA ILMU KEPENDUDUKAN
I. Sidang
Sidang 1: Senin, 16 Maret 1981 pukul 14.00 – 16.00
Sidang 2: Selasa, 17 Maret 1981 pukul 08.30 – 12.30
Sidang 3: Selasa, 17 Maret 1981 Pukul 14.00 – 16.00
Sidang 4: Rabu, 18 Maret 1981 pukul 08.30 – 12.30
Sidang 5: Jumat, 20 Maret 1981 pukul 08.30 – 12.30
III. Anggota Sidang
1. Kartomo Wirosuharjo, S.E. , M.A. (Indonesia, Ketua)
2. Dr. Masri Singarimbun (Indonesia, Anggota)
3. Dra. My. Azwini Kartojo (Indonesia, Anggota)
4. Prof. Madya Hajah Zaharah binti Mahmud (Malaysia, Anggota)
5. Puan Normah binti Aris (Malaysia, Anggota)
6. Meman Sumantri (Indonesia, Pendamping
Sekretaris)
34
III. Dokumen
1. Dokumen No. 5/PKIM/S-16 ILMU KEPENDUDUKAN
Istilah Ilmu Kependudukan.
2. Kertas G-16 JKTBM Peristilahan Demografi.
IV. Bahan Rujukan
1. Bogue, D.J. 1969. Principle of Demography. New York: John, Wiley and
Sons Inc.
2. Dewan Bahasa dan Pustaka, 1978. Pedoman Umum Pembentukan Istilah
Bahasa Malaysia, Kuala Lumpur.
3. Dewan Bahasa dan Pustaka. 1979. Pedoman Umum Bahasa Malaysia. Kuala
Lumpur .
4. Dewan Bahasa dan Pustaka. 1979. Kamus Dwibahasa Bahasa Inggris-Bahasa
Malaysia. Kuala-Lumpur.
5. Echols John M. , Hassan Sadily. 1979. An English-Indonesian Dictionary.
Ithace: Cornell University Press.
6. Grebenick, E.dan a. Hill. 1974. International Demographic Terminology:
Fertility, Family Planning and Nuptiality. Liege, International Union for the
Scientific Study of Population.
7. Iskandar, Dr. Teuku 1978. Kamus Dewan. Kuala Lumpur: Dewan dan
Pustaka.
8. Porwadarminta, W.J.S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
9. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1975. Pedoman Umum
Pembentukan Istilah. Jakarta.
10. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1975. Pedoman Umum
Ejaan Indonesia yang Disempurnakan. Jakarta.
11. Shryock, H.S. et al. 1976. The Methods and Materials of Demography. U.S.
Berean of the census, Washingston, D.C.
12. United Nations. 1958. Multilingual Demographic Dictionary. New York.
13. Viet, Jean. 1979. Population Multilingual Thesaurus. Paris, Cicred.
V. Klasifikasi
Istilah-istilah Ilmu Kependudukan yang dibahas mencakup sebagai berikut.
A. Konsep Umum
B. Pertilitas dan Keluarga Berencana/Kesuburan dan Perancangan Keluarga
C. Mortalitas dan Morbiditas/Mortaliti dan Morbiditi
D. Migrasi
E. Nupsialitas/Nupsialiti
F. Aspek Sosial Ekonomi : Tenaga Kerja
G. Aspek Sosial Ekonomi: Pedidikan
35
VI. Cara Kerja
Kelompok membahas istilah-istilah Ilmu kependudukan/Demografi yang
tercantum dalam kedua dokumen tersebut di atas dan menyatukan daftar istilah
dari kedua pihak (Indonesia/Malaysia). Hasil pembahasaan istilah-istilah itu
dikelompokkan menjadi 5 kategori, yaitu:
A = Setuju sama (SS)
B = Setuju sama dengan mengandung unsur yang berbeda (SSB)
C = Setuju berbeda (SB)
D = Setuju ditangguhkan (SD)
E = Setuju gugur (SG)
VII. Masalah dan Saran
1. Mengingat adanya keraguan dalam sidang lengkap II majelis ini tentang
masalah klasifikasi Ilmu Kependudukan, maka kelompok telah bersepakat
bahwa klasfikasi Ilmu Kependudukan mencakup Kajian Kependudukan
(Population Studies) dan Demografi (Demography).
2. Sehubungan dengan itu, kelompok sepakat menyarankan agar pembahasan
dan pembentukan istilah-istilah Kajian Kependudukan dan Demografi
disatukan dalam Ilmu Kependudukan.
VIII. Hasil Kerja
Kategori A (Istilah yang disetujui bersama) : 482 istilah
Kategori B (Istilah yang disetujui bersama tetapi
berbeda bentuknya (ejaan dan morfologi) : 84 istilah
Kategori C (Istilah yang disetujui berbeda : 424 istilah
Kategori D (Istilah yang disetujui untuk ditangguhkan : 21 istilah
Kategori E (Istilah yang disetujui untuk digugurkan) : 7 istilah
-------------
Jumlah 1018 istilah
IX. Rencana Kerja Selanjutnya
1. Membicarakan pemantapan istilah-istilah Ilmu Kependudukan yang masih
tertunda (Kategori D)
2. Melanjutkan pembahasan daftar istilah Ilmu Kependudukan dalam kedua
dokumen tersebut di atas yang belum dibuat padannya dalam bahasa
Indonesia dan Malaysia.
Yogyakarta, 20 Maret 1981
36
LAPORAN HASIL SIDANG SUBPANITIA PEMANTAPAN PEDOMAN KHUSUS
PEMBENTUKAN ISTILAH KIMIA
I. Sidang
Sidang 1 : Senin, 16 Maret 1981
Pukul 12.00 – 13.00
Sidang 2 : Senin, 16 Maret 1981
Pukul 14.00 – 16.00
Sidang 3 : Selasa, 17 Maret 1981
Pukul 08.30 – 12.30
Sidang 4 : Selasa, 17 Maret 1981
Pukul 14.00 – 16.00
Sidang 5 : Rabu, 18 Maret 1981
Pukul 08.30 – 12.30
Sidang 6 : Jumat, 20 Maret 1981
Pukul 08.30 – 11.30
II. Anggota Sidang
1. Dr. Chio Hwi Tek (Perutusan Malaysia)
2. Dr. Hadyana Pudjaatmaka (Perutusna Indonesia)
3. Umi Basiroh (Perutusan Indonesia – Pendamping Bahasa)
III. Kertas Kerja yang Dibahas
1. Kertas JKTBM “Pedoman Khusus Pembentukan Istilah Kimia” susunan
Dr. Chio Hwi Tek
2. 8-A/PKIM-XVI
3. 8-B/PKIM-XVI
4. 8-C/PKIM-XVI
5. 8-D/PKIM-XVI
6. 8-E/PKIM-XVI
7. MBIM XV Sabah, Malaysia, “Keputusan Umum”
IV. Bahan Rujukan
1. R.S. Cah, “Introduction to Chemical Nomenclature”, 5th edn, Butterwoths,
London, 1979.
37
2. IUPAC, “Nomenclature of Organic Chemistry”. 1979 edn, Butterworths,
London, Oxford, 1970.
3. IUPAC, “Nomenclature of Organic Chemistry”. 1979 edn. Pergamon,
Press, Oxford, 1979.
4. IUPAC, “How to Name an Inorganic Substance”, Pergamon Press,
Oxford, 1977.
V. Cara Kerja
Semua kertas dibahas dengan urutan:
1. 8-E/PKIM-XVI
2. 8-A/PKIM-XVI
3. 8-B/PKIM-XVI dan 8-C/PKIM-XVI secara lisan
4. Dr. Chio membawa pulang 8-C/PKIM-XVI unutk dipelajari dan
ditanggapi secara lisan
5. JKTBM, “Pedoman Khusus Pembentukan Istilah Kimia”, susunan Dr.
Chio
6. Konsep laporan dan keputusan
VI. Masalah
Peristilahan (Terminology)
1. Perlu dibedakan
Tata Nama (Nomenclature)
2. Malaysia berpendapat tidak perlu membuat Tata Nama Kimia Malaysia;
cukup menerapkan aturan-aturan IUPAC. Indonesia telah mempunyai tata
nama Klaten (1946) yang bertitik tolak pada sistem jenewa, dan yang
makin lama makin jauh berbeda dan ketinggalan dari Tata Nama IUPAC.
VII. Hasil Kerja
1. Keputusan yang akan dibacakan pada sidang hari Jumat Sidang (20 Maret
1981). (Lihat Lampiran)
2. Suatu kerangka Pedoman Khusus Tata Istilah dan Tata Nama Kimia.
VIII. Rencana Kerja Selanjutnya
1. Masing-masing pihak dapat mengalihbahasakan Tata Nama IUPAC.
2. Masing-masing pihak menyelesaikan Pedoman Khusus Tata Istilah dan
Tata Nama Kimia berdasarkan kerangka yang telah disetujui.
38
Lampiran
KEPUTUSAN
1. (keputusan ini menggantikan no. 1a dan 1b Laporan Kimia Perutusan Malaysia
dan Indonesia sepakat untuk menyususn “Pedoman Khusus Tata Istilah dan Tata
Nama Kimia” dengan kerangka terlampir, untuk disahkan dalam MBIM XVII
yang akan datang Rabu tanggal 18 Maret 1981).
2. Jika dianggap perlu Perutusan Indonesia dan Malaysia sepakat, hanya menyusun
tata nama kimia yang sesuai dengan tata nama IUPAC.
3a. Inti usaha ialah menyusun Kunci Pengalihbahasaan Aturan-Aturan Tata Nama
Kimia IUPAC, berupa dokumen halaman 7 dan seterusnya berjudul “Pedoman
Khusus Pembentukan Tata Nama Kimia”. Dokumen ini berasal dari Kertas 8-
E/PKIM-XVI setelah dibahas dan diubah.
3b. Dalam dokumen ini dicatat antara lain penyimpangan dari aturan I IUPAC, yang
telah lazim dan berakar di Indonesia (misalnya: penamaan asam).
4a. Tata Nama Klaten (1946) yang telah digunakan dengan resmi di Indonesia selama
35 tahun, sejauh mungkin akan disesuaikan dengan aturan IUPAC mutakhir.
4b. Hal-hal yang sukar sekali diubah dan telah diizinkan sebagi kekecualian oleh
dokumen halaman 7 dan seterusnya tersebut di atas akan dibatas sekecil mungkin.
4c. Tata Nama Klaten akan dilengkapi sesuai dengan perkembangan ilmu kimia dan
sesuai dengan perkembangan Tata Nama Kimia IUPAC. Hasil a, b, dan c akan
dilaporkan kepada yang berwenang di Indonesia.
4d. Malaysia akan menggunakan aturan-aturan Tata Nama Kimia IUPAC dan bila
perlu dapat mengalihbahasakan aturan-aturan tersebut berdasarkan dokumen
halaman 7 dan seterusnya.
5. Didengar kritik dan komentar Perutusan Malaysia terhadap kertas-kertas 8-
B/PKIM-XVI Tata Nama Kimia Anorganik dan 8-D/PKIM-XVI Tata Nama
Kimia Organik. Masukan dari Perutusan Malaysia ini digunakan untuk
menyempurnakan kertas-kertas ini, yang selanjutnya akan menjadi dokumentasi
Pusat Bahasa, setelah isinya dilaporkan kepada pakar-pakar Indonesia.
6. Perutusan Malaysia mempelajari kertas 8-C/PKIM-XVI “Tanggapan Atas Kertas
0-15 JKTBM. Sebagaimana diketahui, Kertas 0-15 JKTBM menanggapi kertsa-
kertas E-17, F-18, dan G-19/PKIM-14. Sejalan dengan titik 1 s.d. 4 tersebut di
atas, masalah tanggap-menanggap ini dianggap selesai.
39
PEDOMAN KHUSUS TATA ISTILAH DAN TATA NAMA KIMIA
Pedoman Khusus ini terbagi dalam 2 bagian:
Bagian A: PEDOMAN KHUSUS TATA ISTILAH
Bagian B: PEDOMAN KHUSUS TATA NAMA
BAGIAN A
1. KONSEP DASAR
2. SUMBER ISTILAH
2.1 Kosa Kata Umum Bahasa Indonesia
2.2 Kosa Kata Bahasa Serumpun
2.3 Kosa Kata Bahasa Asing
2.3.1 Pemasukan Istilah Asing
2.3.2 Jenis Bentuk Istilah Asing
2.3.3 Pemakaian Istilah Asing yang Lazim
2.3.4 Ejaan Istilah Asing yang Tetap
3. ASPEK TATA BAHASA PERISTILAHAN
3.1 Penggunaan Kata Dasar
3.2 Proses Pengimbuhan
3.3 Proses Reduplikasi dan Dwipurwa
3.4 Proses Penggabungan
3.5 Proses Peleburan Fonem yang Sama
3.6 Proses Analogi Bentuk
4. ASPEK SEMANTIK PERISTILAHAN
4.1 Penterjemahan
4.2 Asas Penterjemahan
4.3 Perangkat Istilah yang Bersistem
4.4 Sinonim dan Kesinoniman
4.5 Homonim dan Kehomoniman
4.6 Hiponim dan Kehiponiman
4.7 Kepoliseman
5. ISTILAH SINGKATAN DAN LAMBANG
5.1 Daftar Nama dan Sumber Unsur-unsur Kimia
5.2 Kuantitas Fisika, Satuan, Lambang, dan Nomor
6. EJAAN DALAM PERISTILAHAN
6.1 Ejaan Fonemik
6.2 Ejaan Etimologi
6.3 Transliterasi
40
6.4 Transkripsi
6.5 Ejaan Nama
6.6 Penyesuaian Ejaan
7. GUGUS KONSONAN (KONSONAN RANGKAP) PADA AKHIR SUKU
KATA AKHIR
7.1 Mempertahankan Gugus Konsonan Akhir
7.2 Menanggalkan Konsonan Terakhir dari Gugus Konsonan
7.3 Menambahkan Vokal a atau e di Belakang Konsonan atau Menyerap
Secara Utuh Istilah Asing dengan Penyesuaian Ejaan
8. PENYESUAIAN IMBUHAN
8.1 Awalan Asing
8.2 Akhiran Asing
BAGIAN B
Bagian ini tidak bermaksud membuat Tata Nama, karena pada prinsipnya kan digunakan
Tata Nama IUPAC. Bagian ini hanya mensenaraikan imbuhan khusus yang merupakan
padana imbuhan dalam Tata Nama IUPAC.
1. AWALAN INGGRIS (IUPAC)
2. AKHIRAN INGGRIS (IUPAC)
PEDOMAN KHUSUS PEMBENTUKAN TATA NAMA KIMIA
(KUNCI PENGALIHBAHASAAN ATURAN-ATURAN IUPAC)
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Dalam membahas tata nama kimia internasional selalu terdapat pertentangan
antara dua kepentingan: (i) kepentingan dan kelaziman nasional dan (ii)
komunikasi antar bangsa yang memerlukan satu sistem.
1.2 Bagi negeri berkembang masalahnya menjadi lebih kritis:
(i) dalam usaha modernisasi, pendidikan sains yang intensif dan meluas perlu
dipercepat. Karena itu bahasa keilmuan tak boleh terlalu berbeda dari bahasa
sehari-hari. Besi (II) klorida lebih mudah diterima oleh rakyat daripada forum (II)
klorida,
(ii) untuk memudahkan mengejar ketinggalan pakar dan calon pakar harus
menguasai bahasa, sistem-sistem, dan konvensi-konvensi internasional. Jauh lebih
efisien bila mereka ini “monolingual’ daripada “bilingual” (Menguasai tata nama /
dan tata nama internasional, yang sangat berbeda satu dari yang lain). / nasional.
41
1.3 Mengingat hal-hal tersebut di atas dirasakan jauh lebih efisien bila membuat tata
nama nasional, atau mengubah tata nama nasional yangtelah ada, sedekat mengkin
dengan tata nama internasional. Meskipun belum sepenuhnya diterima oleh
bangsa-bangsa dan meskiput ada perbedaan di sana sini dengan sistem dalam
Chemical Abstracts, kiranya Aturan Definitif IUPAC versi Inggris merupakan tata
nama kimia internasional yang harus kita tuju (dan menyerahkan masalah
pengajaran tata nama kimia bagi kaum awam kepada pihak-pihak pendidikan
sains).
1.4.1 Tata Nama Kimia Indonesia telah berkembang sejak tahun 1946. Dengan
konsisten telah berakar dalam semua tingkatan masyarakat kekimiaan di
Indonesia. Maka akan sangat sukar untuk mengganti beberapa kelaziman yang
ternyata sederhana, operasional, dan tetap konsisten.
1.4.2 Perkembangan peristilaha di Indonesia ditandai dengan beralihnya pengaruh
bahasa Belanda ke pengaruh bahasa Inggris. Sebaliknya dalam perkembangan di
Malaysia pengaruh bahasa Inggris berlangsung murni.
1.4.3 Hal-hal 1.4.1 dan 1.4.2 ini menjelaskan adanya perbedaan antara Indonesia dan
Malaysia dalam hal tata nama kimia. Olah karen itu tahap pertama dalam
menyusun kunci penterjemahan aturan-aturan IUPAC ialah inventarisasi
perbedaan yang tak dapat diselesaikan.
1.4.4 Tahap kedua ialah mentabelkan alih-bahasa (Inggris ke Indonesia-Malaysia)
awalan, sisipan, akhiran, dan beberapa pedoman konci lain. Beberapa tabel ini
dilengkapi dengan kasus-kasus dan contoh-contoh, sehingga siapa pun dengan
mudah menterjemahkan atura-aturan IUPAC (versi Inggris), baik yang telah ada
maupun aturan IUPAC yang masih akan disusun.
BAB II. PERBEDAAN ANTARA INDONESIA DAN MALAYSIA
2.1 Beberapa perbedaan istilah
Beberapa istilah Indonesia yang digunakan dalam kertas ini mempunyai padanan
Malaysia sebagai berikut.
asam - asid
senyawaan - sebatian
anorganik - takorganik
2.2 Nama asam
2.2.1 Tata Nama Kimia Indonesia:
42
Nama asam terdiri dari dua kata:
Kata pertama : asam dan/atau hidrogen
Kata kedua : diturunkan dari nama gramnya, yakni kata kedua nama
garam
Contoh:
HC1 Asam klorida
H2SO4 Asam sulfat
H3PO3 Asam fosfit
HNO3 Asam nitrat
HNO2 Asam nitrit
Catatan: salah satu cadangan IUPAC: hydrogen + name of anion
(Ped Book halam 31)
2.2.2 Tata Nama Kimia Malaysia:
Tata Nama Kimia IUPAC (versi Inggris), dnegan alih bahasa:
Hukum MD Hukum DM
-ic -ik
-ous -us
acid asid
hydrogen hidrogen
Contoh:
HCL hydrochloric acid asid hidroklorik
H2SO4 sulfuric acid asid sulfurik
H3PO3 phosphorous acid asid fosforus
HNO3 nitric acid asid nitrik
HNO2 nitrous acid asid nitrus
2.3 Kation dengan dua macam bilangan oksidasi
Meskipun sistem ini disarankan oleh IIUPAC, agar tak digunakan, tetapi dalam
lingkup bidang keilmuan terbatas, sistem ini dapat lebih praktis.
43
Penggunaan Terbatas
IUPAC Inggris Indonesia Malaysia
Angka romawi dalam
tanda kurung
-ic
-ous
-i
-o
-ik
-us
Sebagai contoh:
Penggunaan Terbatas
IUPAC Inggris Indonesia Malaysia
Ferrum (III) sulfate
Ferrum (II) sulfate
Stannum (IV) chloride
Stannum (II) chloride
Ferric Sulfate
Ferrous sulfate
Stannic chloride
Stannous chloride
Feri Sulfat
Fero sulfat
Stani klorida
Stano klorida
Ferik Sulfat
Ferus sulfat
Stanik klorida
Stanus klroida
2.4 Ammonia
2.4.1 Tata Nama Kimia Indonesia
Huruf rangkap “mm” dijadikan tunggal untuk nama senyawaan NH3 dan nama-
nama yang diturunkan, kecuali dalam Kimia Koordinasi sebagai nama ligan huruf
rangkap dipertahankan.
2.4.2 Tata Nama Kimia Malaysia;
Huruf rangkap “mm” dipertahankan
2.5 Garam Asam
2.5.1 Tata Nama Kimia Indonesia:
Umumnya kata “hidrogen”, “dihidrogen” dan selanjutnya berdiri sendiri
(mengikuti sistem Amerika Serikat), tetapi kadang-kadang mengikuti IUPAC.
2.5.2 Tata Nama Kimia Malaysia:
Umumnya kata “hidrogen”, “dihidrogen” dan selanjutnya menjadi satu kata
dengan nama anion (Mengikuti IUPAC), tetapi kadang-kadang mengikuti sistem
Amerika Serikat.
44
Indonesia Malaysia
KHSO4 kalium hidrogen sulfat kalium hidrogensulfat
NaH2PO4 natrium dihidrogen fosfat natrium dihidrogenfosfat
2.6 Beberapa perbedaan kecil
2.6.1 acetic anhydride anhidrida asam asetat (BI)
asetik anhidrida (BM)
2.6.2 aldehyde aldehida (BI)
aldehid (BM)
BAB III. BEBERAPA PEDOMAN UMUM
Di bawah ini dikemukakan beberpa patokan umum, naik yang dirasakan telah jelas
maupun yang memerlukan penegasan.
3.1 Ikatan gandatiga
-yn- menjadi -un-
sehingga akhiran -yne menjadi -una
3.2 Huruf miring dalam aturan IUPAC versi Inggris (Selanjutnya disebut IUPAC),
yang umumnya tidak diperhitungkan dalam pengindeksan, juga diubah atau
dipungut dengan huruf miring.
Contoh:
Trans-Stilbene trans-Stilbena
H2Sx H2Sx
3.3 Tanda Kurung
Pelbagai tanda kurung IUPAC, baik untuk nama senyawaan maupun dalam rumus
dipungut seduai dengan aslinya.
Contoh:
Naphtho[2 3-a]perylene Nafto[2, 3-a]perilena
Tetrakis (pyridine) platinum (II) Tetrakis (piridina) platinum (II)
45
3.4 Tanda hubung
Pelbagai tanda hubung IUPAC, baik untuk rumus maupun untuk nama
senyawaan, dipungut sesuai dengan aslinya.
Contoh:
2-pentanol 2-pentanol
3.5 Spasi
Spasi atau tanpa spasi IUPAC diikuti dengan cermat dalam penulsan rumus
maupun nama senyawaan (tetapi lihat 2.4).
3.6. Penghilangan dan penambahan huruf hidup
Larangan maupun keharusan penghilangan huruf IUPAC diikuti dengan cermat,
dalam penulisan rumus maupun nama senyawaan.
Contoh:
benzenehoxol benzeneheksol
(benzenaheksaol)
pentaoxide pentaoksida
(bukan pentaoksida, lihat Cahn halaman 9)
3.7. Urutan alfabet
Dalam menyusun nama atau memebrikan angka petunjuk lokasi (locant), sering
dipermasalahkan prioritas bagi gugus-gugus. Untuk memecahkan masalah ini
sering digunakan urutan alfabet dalam IUPAC. Dalam hal urutan alfabet
diperlukan, nama-nama gugus sementara dikembalikan ke bahasa Inggris lebih
dulu.
Contoh:
Kloro > etil > metil > fenil (karena c(chloro) > e > m > p (phenyl)
3.8. Nama atau ungkapan IUPAC yang mengikuti hukum MD, di alihbahasakan
dengan menggunakan hukum DM.
Contoh:
azide ion -ion azida
46
nitrosyl radical -radikal nitrosil
tetapi:
phenylsodium -fenilnatrium
peroxosulfate -peroksosulfat (bukan sulfat perokso)
Catatan:
oxoacid (oxo acid) - asam okkso (BI)
asid okso (BM)
peroxoacid (peroxo acid) - asam perokso (BI)
asid perokso (BM)
dan semacamnya.
Ditulis satu kata:
isopolyanion - isopolianion
heteropolyanion - heteropolianion
3.9 Di bawah ini beberapa imbuhan yang dijumpai baik dalam kimia anorganik
maupun kimia organik, yang pengalihbahasaannya tidak sama dengan yang
tercantum dalam pedoman khusus pembentukan istilah kimia maupun pedoman
umum pembentukan istiah, atau yang dirasakan perlu penegasan.
- ide → -ida Contoh: bromide – bromida
- ate → -at Contoh: sulfate- sulfat
-ite → -ik Contoh: sulfite - sulfit
-ic → -ik Contoh: nitric – nitrik (BM)
tetapi nitrat (BI)
-ous → -us Contoh: nitrous – nitrus (BM)
tetapi nitrat (BI)
-ine → -ina Contoh: nitrous – nitrus (BM)
tetapi nitrit (BI)
-ine → -ina Contoh: amidine – amidina
catatan: nama unsur halogen ber
47
akhir –in. bukan ina
-ane → -ana Contoh: meyhane – metana tetapi
Catatan: dioxane (dioxan) - dioksan
(nama trival)
-ene → -ena Contoh: boteno – butena
-en (untuk senyawaan organik yang juga
mengandung atom di luar C dan H) Contoh:
thiophen(e) - tiofen
keten(e) - keten
-yne → -una
-ile → -il Contoh: nitrile – nitril
-yl → -il Contoh: Sulfonyl – sulfonil
-one → -on Contoh: propanone – propanon
-ol → -ol Contoh: pentanol – pentanol
-ole → -ola Contoh:
Senyawaan lingkar aneka 5 atom
pyrrole pirole
indole indola
skatole skatola
carbazole karbazola
senyawaan lain: (nama trivial)
-ole anisole anisola
phenetole fenetola
cineole sineola
veratrole veratrola
-ium ium Contoh:
carbonium karbonium
hypo- hipo- Contoh:
48
sodium hypophosphite-natrium
hipofosfit
BAB IV. BEBERAPA PENGALIHBAHASAAN IMBUHAN
Di bawah ini disenaraikan imbuhan singkatan yang mengalami perubahan (padahal tidak)
dalam pengalihbahasaan.
Tabel 4.1 Singkatan beberapa Ligan Umum
IUPAC BI & BM Ulasan
Acac
Hacac
H 2OX
bpy
diphos
phen
py
Acac
Hacac
H2OX
Bpy
diphos
phen
py
Asetilasetonato
Asetilaseton
Asam oksalat (BI)
Asid oksalik (BM)
2,2’-bipiridina atau 2, 2’
-bipiridil
Etilenabis(difenilfosfin)
1,10-fenantrolina
Piridina
Singkatan ini dipungut karena dianggap lebih bersifat sebagai lambang.
Tabel 4.2 Imbuhan dalam Tata Nama Anorganik
Imbuhan pengganda : lihat kimia organik (tabel 4.3)
IUPAC BI & BM Ulasan
asym-
caterina-
cis-
asim-
katena-
cis-
Asimetris
Bangun rantai; sering digunakan
untuk zat polimer lurus
Dua gugus menghuni dua posisi
berdampingan (lihat fac-)
49
closo-
dodecahedro-
fac-
hexahedro-
hexaprismo-
icosahedro-
kloso-
dodekahedro-
fac-
heksahedro-
heksaprismo-
ikosahedro-
oktahedro-
kuadro-
Bangun cincin
Delapan atom terikat dalam
bidang dua belas bermuka
segitiga
Tiga gugus menghuni sudut-
sudut muka segitiga suatu bidang
delapan
Delapan atom terikat dalam
suatu bidang enam (mis. kubus)
12 atom terikat dalam suatu
prima segi enam
12 atom terikat dalam suatu
ikosahedron segitiga
Enam atom terikat dalam suatu
bidang delapan
Empat atom terikat dalam suatu
bidang segi empat (mis. bujur
sangkar)
IUPAC BI & BM Ulasan
sym-
trans-
sim-
trans-
Simetris
Dua gugus berseberangan
melintas suatu atom pusat
Tabel 4.3 Awalan Pengganda yang biasa digunakan dalam Kimia Organik
1 mono 9 nona 23 trikosa
2 di 10 deka 24 tetrakosa
3 tri 11 undeka 30 triakonta
4 tetra 12 dodeka 31 hentriakonta
5 penta 13 trideka 32 dotriakonta
6 heksa 20 eikosa*) 40 tetrakonta
7 hepta 21 heneikosa 100 hekta
8 okta 22 dokosa 132 dotriakontahekta
50
*) K. Anorganik ikosa - dst.
Tabel 4.4 Beberapa nama gugus sebagai awalan dalam Tata Nama Tukar ganti
RUMUS IUPAC BI & BM
- C1
-C10
-C102
-C103
-IO
-IO2
-I(OH)2
-N2
-N(O)OH
chloro-
chlorosyl-
choryl-
perchloryl-
iodosyl-
iodyl-
dihydroxiodo
diazo-
aci-nitro-
kloro-
klorosil-
kloril-
perkloril-
iodosil-
iodil- (bukan iodoxy-
iodoksi)
dihidrokso;opdp- (ii-
dipertahankan)
diazo-
aci-nitro-
RUMUS IUPAC BI & BM
- OR
- SR
- TeR
R-oxy
R-thio-
R-tellure-
R-oksi
R-tio-
R-teluro
51
TABEL 4.5 IMBUHAN UNTUK BEBERAPA GUGUS PENTING DALAM TATA NAMA TUKAR GANTI
Kelompok Rumus Awalan Akhiran
IUPAC BI & BM IUPAC BI & BM
Kation onio-
onia-
onio-
onia-
onio-
onia-
-onium_ -onium_
Asam karboksilat *)
(Asid karbaksilik) *)
-COOH
- (C) OOH
carboxy karboksi carboxylic acid asam...-karboksilat (BI)
asid...-karboksilik (BM)
Asam sulfonat
(Asid sulfonik)
-S03H sulfo- sulfo- -sulfonic acid asam...-sulfonat (BI)
asid...-sulfonik (BM)
Garam -COOM - - metal...carboxylate logam...karboksilat
- (C) OOM - - metal...oate logam...oat
Ester -COOR R-oxycarbonyl R-oksikarbonil R...Carboxylate R...karboksilat
-(C) OOR - - R...oate R...oat
Halida asam (BI)
Halida asid (BM)
-CO – X haloformyl haloformil - carbonyl halide - karbonil halida
- (C) O –X - - -oyl ha lide - oil halida
Amida
-CO-NH2
-(C)O-NH2
-C(=NH)-NH2
-(C)(=NH)-NH
-C=N
-(C)=N
-CHO
-(C) HO
C=O
-OH
-SH
carbamoyl-
-
amidino-
-
cyano-
-
formyl-
oxo-
oxo-
hydroxy-
mercapto-
Karbamoil
-
amidino
-
siano-
-
formil-
okso-
okso-
hidroksi-
merkapto-
-carboxamide
-amide
-carboxamidine
-amidine
-carbonitrile
-nitrile
-carbaldehyde
-al
-one
-ol
-thiol
-karboksamida
-amida
-karboksamidina
-amidina
-karbonitril
-nitril
-karbaldehid (a)
-al
-on
-ol
-tiol
* ) BM I
52
Kelompok Rumus Awalan Akhiran
IUPAC BI & BM IUPAC BI & BM
Hidroperoksida
Amina
Imina
Eter
Sulfida
Peroksida
-O-OH
-NH2
-NH
-OR
-SR
-O-OR
hydroperoxy-
amino-
Imino-
R-oksi-
R-thio-
R-dioxy-
hidroperoksi-
amino-
imino-
R-oksi-
R-tio-
R-dioksi-
-
-amine
-imine
-
-
-
-
-amina
-imina
-
-
-
Catatan: atom karbon dalam tanda kurung dimasukkan dalam nama induk, jadi tidak dalam imbuhan.
53
Tabel 4.6 Awalan yang menunjukkan Atom Hetero dalam cincin
Unsur Awalan
IUPAC BI & BM
Oksigen II Oxa- Oksa
Sulfur II Thia- Tia-
Selen (ium) II Selena- Selena-
Telurium II Tellura- Telura-
Nitrogen III Aza- Aza-
Fosforus III Phospha- Fosfa-*)
Arsenik III Arsa- Arsa-*)
Stibium III Stiba- Stiba-*)
Bismut III Bismutha- Bismuta-
Silikon IV Sila- Sila-
Germanium IV Germa- Germa-
Timah IV Stanna- Stana-
Timbel IV Plumba- Plumba
Boron III Bora- Bora-
Merkurium II Mercura- Merkura-
*) Bila awalan segera diikuti suku –in atau –ina (IUPAC –in atau –ine), awalan ini
harus diubah menjadi fosfor-, arsen-, dan antimon-
Tabel 4.7 AKHIRAN YANG DIGUNAKAN UNTUK MENUNJUKKAN
BESARNYA CINCIN DAN KEADAAN REDUKSI CINCIN DALAM
TATA NAMA SENYAWAAN LINGKAR ANEKA MENURUT
SISTEM HANTZSH-WIDMAN
IUPAC BI & BM IUPAC BI & BM
-irine
-irene
-ete
-etane
-olidine
-ine
-ane
-ocine
-ocane
-onin
-ecine
-ecane
-irina-
-irena
-ete (BI) –et (BM)
-etana
-olidina
-ina
-ana
-osina
-okana
-onin
-esina
-ekana
-iridine
-irene
-etidine
-ole
-olane
-in
-epine
-oci
-onine
-onane
-ecin
-iridina
-irana
-etidina
-ola
-olana
-in
-epina
-osin
-onina
-onana
-esin
54
Bab V CATATAN DAN PENUTUP
5.1 Dalam pengalihbahasaan, konsonan c menjadi s atau k, bergantung pada vokal
yang segera mengikuti. Dalam contoh di bawah ini dicantumkan ulasan
cis- cis- bukan sis- karena awalan ini lebih bersifat lambang
decyl- desil- meskipun induknya ialah dekana (decane)
-ocine -osina meskipun berasal dari okta (octa)
-ocin -osin yakni 8
-ecine esina meskipun berasal dari deka (deca)
-ecin -esin yakni 10
5.2 Dalam hal batas tidak jelas:
5.2.1 Pedoman Khusus Pembentukan Tata Nama Kimia ini hanya mencakup
nama-nama senyawaan, sementara istilah tunduk pada Pedoman Khusus
Pembentukan Istilah Kimia dan Peodman Umum Pembentukan Istilah.
Namun pemisahan nama dan istilah belum tentu jelas. Ini umumnya
menyangkut nama senyawaan (baik bersistem maupun trivual) yang
menjadi lazim dalam bahasa sehari-hari dan memperoleh perluasan atau
penyempitan arti.
Contoh: carbide - karbida
karbide
karbid, karbit
polyethylene - polietilena
polietilen
5.2.2 Demikian pula antara nama kimia dan nama biologi suatu senyawaan atau
kelompok senyawaan belum tentu sama.
Contoh konkrit: nama-nama enzim.
Enzim-enzim pengurai pati mempunyai nama umum “amylase”. Kata ini
dapat ditafsirkan sebagai istilah, nama sistematik kimia maupun nama
biologi (kedokteran). Maka pengalihbahasaan dapat memberikan
“amilase” atau “amilasa”.
Diputuskan untuk menggunakan akhiran –ase bagi nama enzim (e).
(MBIM XIII di Melaka)
55
5.3.1 Alihbahasa yang tidak tercantum dalam pedoman Khusus Pembentukan
Tata Nama Kimia ini, dianggap mudah dilakukan berdasarkan Pedoman
Umum Pembentukan Istilah dan Pedoman Khusus Pembentukan Istilah
Kimia.
5.3.2 Dalam hal IUPAC menghasilkan aturan-aturan baru, yang beberaoa
unsurnya belum tercakup dalam Pedoman Khusus ini, maka
pengalihbahasaan unsur-unsur itu dilakukan berdasarkan analogi.
Rujukan
1. Cahn: R.S. Cahn, “Introduction to Chemical Nomenclature”, 5th
edn,
Butterworth, London.
2. Red Book: IUPAC, “Nomenclature of Inorganic Chemistry”, 2nd, Butterworths,
London, 1970.
3. Blue Book: IUPAC, “Nomenclature of Organic Chemistry”, 1979 end, Pergamon
Press, Oxford, 1979.