sesar cimandiri-baribis

22
Tektonik Sesar Baribis- Cimandiri (Oleh : Iyan Haryanto, Jurusan Geologi-Unpad)

Upload: david-h-butar-butar

Post on 29-Oct-2015

448 views

Category:

Documents


15 download

TRANSCRIPT

Tektonik Sesar Cimandiri-Baribis

Tektonik Sesar Baribis-Cimandiri(Oleh : Iyan Haryanto, Jurusan Geologi-Unpad)

LATAR BELAKANG

Struktur sesar regional penting di Jawa Barat antara lain sesar Cimandiri dan sesar Baribis (Gambar 1). Hasil penelitian yang telah dipublikasikan oleh peneliti terdahulu (Bemmelen 1949; Soehaimi A., 1991; Noeradi, 1994 ; Pulungggono dan Martodjojo, 1994; Simandjuntak, 1994; Rahardjo, 2002), diketahui ada persamaan dan perbedaan antara kedua sesar tersebut, antara lain : Sesar Cimandiri : Termasuk kedalam jenis sesar mendatar, merupakan sesar tua, berarah barat-timur hingga baratlaut-tenggara dan masih aktif hingga sekarang.

Sesar Baribis : Termasuk kedalam jenis sesar naik, merupakan sesar muda (Plio-Plistosen), berarah relatif barat-timur naik hingga baratlaut-tenggara dan masih aktif hingga sekarang.

Dari penjelasan tersebut di atas ada beberapa hal yang menarik untuk dikaji lebih lanjut yaitu apakah ada hubungan genetik kedua sesar regional tersebut di atas ? dan apabila ada kapan mulai terbentuk proses pensesarannya ?.METODA PENELITIAN

Dalam penelitian ini dilakukan beberapa tahapan pekerjaan, mulai dari penafsiran kelurusan struktur melalui pengamatan citra indraja yang kemudian dilanjutkan dengan penelitian lapangan yang digunakan untuk menganalisis jenis serta mekanisme gerak sesar di segmen jalur sesar tertentu.

GEOLOGI REGIONALSESAR CIMANDIRI :

Sesar Cimandiri mudah dikenali melalui citra indraja, yaitu dicirikan dengan adanya kelurusan Lembah Sungai Cimandiri di Sukabumi. Sesar ini dikenal sebagai sesar mendatar yang membentang mulai dari teluk Pelabuhanratu-Sukabumi yang menerus hingga ke sekitar komplek Gunung Tanggubanprahu Kabupaten Bandung (Noeradi, 1994). Sesar Cimandiri diyakini sebagai sesar tua (Pola Meratus) yang terus aktif hingga sekarang (Pulungggono dan Martodjojo, 1994). Anugrahadi (1993) mengemukakan bahwa Tegasan terbesar sesar Cimandiri Timur di Kabupaten Bandung menunjukan arah utara-selatan dan sesar ini merupakan jenis sesar mendatar sinistral.GEOLOGI REGIONALSESAR BARIBIS : Sesar Baribis untuk pertamakalinya dikemukakan oleh Bemmelen (1949) sebagai sesar naik yang membentang mulai dari Purwakarta hingga ke daerah Baribis, Majalengka.

Martodjojo (1984), meyakini bahwa sesar Baribis tidak berhenti di daerah Baribis namun menerus ke tenggara melalui kelurusan Sungai Citanduy sebagai sesar naik.

Sesar Baribis merupakan sesar muda (pola Jawa) yang terbentuk pada periode tektonik Plio-Plistosen dan diyakini masih aktif hingga sekarang (Pulungggono dan Martodjojo, 1994). Simandjuntak (1994) berpendapat bahwa sesar Baribis menerus ke timur melalui daerah Kendeng dan berakhir di sekitar Nusatenggara Barat dan menamakannya sebagai Baribis-Kendeng fault zone. Haryanto dkk (2002) berpendapat bahwa Sesar Baribis sebagai sesar naik untuk segmen di utara sedangkan segmen baratlaut-tenggara sebagai sesar mendatar dekstral. Rahardjo dkk (2002) berpendapat bahwa sesar Baribis merupakan sesar inversi yang semula merupakan sesar normal berubah menjadi sesar naik.

PEMBAHASANPENAFSIRAN CITRA INDRAJA

Beberapa kelurusan struktur regional Jawa Barat yang dapat dikenali dari citra indraja (Gambar 2), antara lain :

Kelurusan Cimandiri-Subang, membentang mulai dari Teluk Pelabuhan Ratu Sukabumi hingga ke kompleks Gunung Tanggubanprahu (Utara Bandung) dan diperkirakan hingga ke daerah Subang. Di bagian barat, kelurusan Cimandiri relatif berarah barat-timur, mulai dari teluk Pelabuhan Ratu hingga sekitar selatan Sukabumi-Cianjur selanjutnya ke arah timur berbelok menjadi relatif timurlaut-baratdaya. Kelurusan Teluk Pelabuhan Gunung Pangrango, dapat dikenali berdasarkan adanya kelurusan pantai Teluk Pelabuhanratu bagian selatan yang menerus ke arah timur laut melalui beberapa kelurusan segmen Sungai Citatih, Sungai Citarik dan Cidurian (Sukabumi) hingga ke kompleks Gunung Pangrango (Bogor-Sukabumi), dan diperkirakan menerus ke utaranya lagi. Kelurusan Sungai Cikaso Gunung Malang, berarah baratdaya-timurlaut yang membentang mulai dari pantai selatan Jampang Kulon hingga ke kompleks Gunung Malang, Cianjur. Kelurusan Sungai Ciseureuh Cikondang (Cianjur), berarah utara timurlaut selatan baratdaya. Kelurusan ini membentang mulai dari pantai selatan Jampang Kulon hingga bergabung dengan kelurusan Cimandiri di daerah Cianjur.

Kelurusan Lembang ditemukan di utara Bandung , memperlihatkan adanya gawir sesar yang memanjang dan ditafsirkan sebagai sesar normal. Bagian utara dari jalur sesar merupakan hanging wall yang membentuk morfologi pedataran sedangkan bagian selatan merupakan foot wall membentuk rangkaian perbukitan memanjang berarah barat-timur.

Kelurusan Citanduy - Ciremai, berarah baratlaut-tenggara membentang mulai dari pantai selatan Jawa (Ciamis) dan melalui kjelurusan Sungai Citanduy menerus hingga ke daerah baratlaut Gunung Ciremai (Majalengka).

Geologi dan Struktur Regional

Dalam bahasan geologi selain berdasarkan data lapangan dan interpretasi citra indraja, juga mengacu kepada peta geologi regional yang telah dipublikasikan.

Singkapan batuan tertua yang tersingkap di Jawa Barat adalah batuan ofiolit berumur pra-Tersier yang tersebar di daerah Ciletuh Sukabumi (Sukamto, 1975). Selanjutnya singkapan ini ditutupi oleh Formasi Ciletuh berumur Eosen hingga Oligosen (Schiler, 1991, dalam Noeradi,1994). Kedua kelompok batuan tersebut sebagian besar tersingkap di dalam lembah membusur yang disekelilingnya ditutupi oleh Formasi Jampang yang berumur Miosen Bawah (Sukamto, 1975).

Dari beberapa pengukuran lapisan konglomerat (bagian dari Formasi Ciletuh) yang tersingkap di sekitar Desa Ciwaru, menunjukan arah relatif barat-timur hingga baratlaut-tenggara dengan kemiringan berkisar antara 15 hingga 25. Pada peta geologi Lembar Jampang, nampaknya pola lipatan pada formasi ini lebih kompleks (Sukamto, 1975). Selanjutnya jurus perlapisan batuan pada Formasi Jampang yang diukur di sekitar Balekambang menunjukan arah relatif baratlaut-tenggara dengan nilai dip di bawah 15. Mengacu kepada peta geologi lembar Jampang, nampaknya jurus perlapisan batuan Formasi Jampang di sekitar lembah Ciletuh mengikuti geometri tebing lembahnya (Sukamto, 1975).

Tersingkapnya batuan pra-tersier dan Formasi Ciletuh di daerah ini kemungkinan berhubungan dengan aktifitas sesar Pelabuhanratu Pangrango yang diperkirakan sebagai sesar mendatar sinistreal. Melalui sesar regional inilah batuan di bagian timur sesar bergerak ke utara secara lateral dan pada saat yang bersamaan diikuti oleh pengangkatan. Adanya perbedaan ketinggian akibat pensesaran ini kemungkinan menyebabkan sebagian Formasi Jampang runtuh (longsor) ke arah barat (ke arah samudra) dan akhirnya menyingkapkan batuan pra-tersier dan Formasi Ciletuh. Bukti-bukti adanya pelengseran ini nampak pada citra indraja (Gambar 2).

Di daerah Pelabuhan Ratu, sesar Pelabuhan Ratu Pangrango selain memotong kelurusan Cimandiri juga memotong Formasi Jampang dan Formasi Cimandiri (Miosen Tengah). Dari hasil pengukuran jurus perlapisan batuan di kedua formasi ini, menunjukan arah relatif barat-timur dengan sudut kemiringan batuan berkisar antara 20 hingga 30. Selanjutnya ke arah barat muara Sungai Cimandiri (ke arah hulu sungai) tersingkap Formasi Rajamandala dengan jurus relatif sama namun memiliki kemiringan lapisan batuan lebih tegak lagi.

Tersingkapnya ketiga formasi di lembah Cimandiri ini diperkirakan berhubungan dengan aktifitas sesar berarah barat-timur atau merupakan bagian dari kelurusan struktur Cimandiri Subang bagian barat. Bukti-bukti yang memperkuat pendapat ini yang pertama adalah adanya kesamaan arah antara jurus perlapisan batuan dengan kelurusan Cimandiri-Subang bagian barat dan yang kedua adalah tersingkapnya lapisan batuan Formasi Rajamandala dengan kemiringan lapisan cukup besar. Pada peta geologi regional lembar Cianjur (Sudjatmiko, 1972), hubungan pola lipatan dengan kelurusan struktur Cimandiri nampaknya masih konsisten dimana pola lipatan batuan dari Formasi Rajamandala (Oligo-Mio) dan Formasi Citarum (Miosen Tengah) relatif sejajar dengan zona sesar Cimandiri. Berdasarkan pada peta geologi regional tersebut di atas serta bukti-bukti lapangan, memperkuat dugaan bahwa sesar Cimandiri cenderung sebagai sesar naik.

Ke arah timur laut yaitu di sekitar Lembang, sesar Cimandiri memotong kelurusan sesar Lembang yang berarah barat-timur. Sesar lembang ini diperkirakan sebagai sesar antitetik dari sesar Cimandiri. Selanjutnya ke arah timur laut, sesar Cimandiri ini menerus hingga ke daerah Subang melalui kompleks Gunung Burangrang dan Tangubanprahu. Dapat diduga bahwa gunungapi ini muncul melalui rekahan yang terbentuk akibat sesar regional ini.

Berdasarkan hasil interpretasi struktur serta hasil penelitian lapangan di daerah Subang, maka dapat diduga bawa Sesar Cimandiri ke arah timurnya menerus sebagai sesar Baribis. Sesar Baribis di daerah Subang sebenarnya masih berlanjut ke arah barat, hal ini masih dapat dilihat dari adanya pola lipatan anjakan di bagian barat Subang. Dengan demikian dapat ditafsirkan di daerah ini terbentuk konjugasi antara sesar Baribis dengan sesar Cimandiri (Gambar 3).

Sesar Baribis pada segmen Subang-Kadipaten berarah barat-timur hingga barat baratlaut-timur tenggara. Pada peta geologi regional lembar Bandung (Silitonga, 1973) dan Lembar Arjawinangun Djuri (1995), sesar Baribis memotong Formasi Subang Miosen Atas), Formasi Kaliwangu (Pliosen) dan Formasi Citalang (Plistosen).

Salah satu bukti lapangan yang menunjukan adanya sesar Baribis, adalah ditemukannya singkapan batugamping di daerah Baribis-Kadipaten. Tubuh batugamping ini dipotong oleh ratusan sesar minor mulai dari yang berukuram centimeter hingga puluhan meter. Hasil pengamatan dan pengukuran lapangan menunjukan bahwa sesar minor tersebut terdiri atas berbagai macam arah serta jenis pergerakannya (Haryanto dkk, 2002).

Dari hasil penafsiran citra indraja, jalur sesar Baribis berbelok arahnya ke tenggara sebagai sesar mendatar dekstral. Jalur sesar Baribis yang terakhir ini merupakan bagian dari kelurusan Citanduy-Ciremai. Bukt lainnya yang mendukung adanya sesar ini, ditunjukan dengan adanya zona gempa dangkal di sepanjang jalur sesar tersebut (Soehaimi A., 1991).

Diskusi dan KesimpulanPola struktur regional Jawa Barat yang berkembang pada batuan sedimen berumur Oligosen hingga Plistosen umumnya didominasi oleh struktur lipatan dan sesar naik. Struktur lipatan anjakan ini secara genetik mirip dengan konsepnya Boyer dan Elliot (1982) yang membehas mengenai pembentukan fault thrust system.

Dalam konsepnya dijelaskan bahwa pembentukan sesar naik dapat terjadi secara berurutan dan masing-masing sesar dapat saling berhubungan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa sesar Cimandiri dan Sesar Baribis diduga berhubungan di daerah Subang selatan (Gambar 3), dengan demikian kedua sesar tersebut secara genetik dapat terjadi pada periode tektonik yang sama.Selanjutnya baik sesar Cimandiri dan Sesar Baribis keduanya berhubungan dengan sesar mendatar regional. Dengan mengacu kepada wrench-thrust model trapdoor structure (Gambar 4), maka dapat ditafsirkan pula bahwa sesar mendatar ini berhubungan dengan pembentukan sesar naik Cimandiri dan Sesar Baribis.

Mekanisme pensesaran di Jawa Barat dapat dijelaskan sebagai berikut : Seluruh batuan sedimen mulai dari Formasi Ciletuh (Eosen-oligosen) hingga Formasi Citalang (Plistosen) mengalami tektonik kompresi yang menyebabkan batuan menglami proses pelipatan dan pensesaran. Tektonik kompresi ini secara besar-besaran terjadi pada periode Plio-Plistosen (Martodjojo, 1984).

Proses pelipatan dan pensesaran terjadi pada saat batuan bergerak ke utara dengan mekanisme mendatar-naik (Gambar 4, 5 dan 6). Proses ini tentunya terjadi pada banyak tempat di Jawa sehingga pada saat itu batuan sedimen terpotong-potong ke dalam beberapa bagian, termasuk didalamnya akibat sesar Cimandiri dan Baribis. Ucapan Terimakasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ismawan, Mega Rosana, Euis Tintin, Ike Bermana, Billy G. Adhiperdhana, Johanes Hutabarat, Faisal Helmi dan Thomas Maman Sudirman, yang telah membantu dan mendorong dalam penyelesaian makalah ini.Daftar PustakaAnugrahadi, A.,1993, Tegasan Terbesar Sesar Cimandiri Timur Kabupaten Bandung Jawa Barat, Proceed. PIT XXII IAGI, Bandung, 6-9 Des. 1983, 226-240.Boyer, S.E., dan Elliott, D., 1982, Thrust System, Buletin AAPG. 66, 9, h. 260-296

Djuri, 1995, Peta geologi lembar Arjawinangun, Jawa: Direktorat Geologi.

Effendi, A.C., Kusnama, Hermanto B., 1998, Peta Geologi Lembar Bogor, Jawa: Direktorat Geologi.

Haryanto, I., Harsolukmakso, A.H., Asikin, S. 2002, Tektonik Tectonic of Baribis Fault., Proceed. PIT XXXI IAGI, Surabaya, 2002, 858-869.

Koesmono, M., Kusnama, Suwarna.,N., 1996, Peta Geologi Lembar Sindangbarang dan Bandarwaru, Jawa: Direktorat Geologi.

Noeradi, N., Villemin, T dan Rampnoux, J.P., 1994, Paleostresses and strike-slip movment: the Cimandiri Fault Zone, West Java, Indonesia. Jour. Of Southeast Asian Earth Sci.,9,No.1/2,3-11.

Noeradi, N., 1997, Evolusi Cekungan Paleogen di Daerah Ciletuh Jawa Barat Selatan, Buletin Geologi, Jurusan Teknik Geologi, Institut Teknologi Bandung, Vol. 27, No.1/3, 27-42.

Rahardjo, B., Armandita, C., Syafri, I., Martin, H., Nugraha,E., Wanasherpa, Graha,S., Rahardjo, dkk, A.H., Rachmat,S dan Prasetya, A., 2002, Perkiraan Inversi Sesar Baribis serta Perannya terhadap Proses Sedimentasi dan Kemungkinan Adanya Rework Source pada Endapan Turbidit Lowstand Setara Talang Akar; Studi Pendahuluan di Daerah Sumedang dan Sekitarnya, Buletin Geologi, Jurusan Teknik Geologi, Institut Teknologi Bandung, Vol. 34, No.3, p. 205-220.Sukamto, R., 1975, Peta Geologi Lembar Jampang dan Balekambang, Jawa: Direktorat Geologi.

Lowell, J.D., 1985, Structural Styles in Petroleum Exploration, OGCI Publication, Tulsa, 477 p.

Martodjojo, S., 1984, Evolusi Cekungan Bogor, Jawa Barat, Tesis Doktor, Pasca Sarjana ITB. (Tidak dipublikasikan)

Pulunggono, A., dan S. Martodjojo, 1994, Perubahan tektonik Paleogen dan Neogen merupakan peristiwa tektonik terpenting di Jawa, Proceeding geologi dan geoteknik Pulau Jawa sejak akhir Mesozoik hingga Kuarter., h. 37-50.

Silitonga, P.H., 1973, Peta Geologi Lembar Bandung, Jawa: Direktorat Geologi.

Simandjuntak, T.O., 1994, Back-Arch Thrusting and Neogene Orogeny in Jawa: Indonesia, Prosiding tahunan CCOP 31, Kualalumpur., 18 p.

Soehaimi A., 1991, Seismotektonik Lajur Sesar Baribis: Direktorat Geologi. 25 h.

Sudjatmiko.,1972, Peta Geologi Lembar Cianjur,Jawa : Direktorat Geologi.

Van Bemmelen, R.W., 1949, The geology of Indonesian vol. I A: Government Printing Office, The Hague, 732 p.

Gambar 2. Citra landsat sebagian daerah Jawa Barat Selatan

Gambar 1. Sesar Cimandiri dan Sesar Baribis di Jawa Barat (Noeradi,1997, Modifikasi)

Gambar 6. Wrench-thrust model trapdoor structure (Lowell, 1985)

Gambar 4. Trapdoor structure (Lowell, 1985)

Gambar 5. Berbagai macam kemungkinan splay fault (Boyer and Elliot, 1982)

Gambar 3. Sesar Cimandiri dan Sesar Baribis di Jawa Barat