senile atropi nabillah

51
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penuaan Jaringan Rongga Mulut 2.1.1 Definisi Penuaan Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Nugroho,2000) 2.1.2 Pengaruh penuaan pada jaringan mulut a.jaringan gigi Gigi-gigi biasanya menunjukkan tanda-tanda perubahan dengan bertambahnya usia perubahan ini bukanlah sebagai akibat dari usia tetapi disebabkan oleh refleks, keausan, penyakit, kebersihan mulut, dan kebiasaan. Email mengalami perubahan pada yang nyata karena pertanbahan usia, termasuk kenaikan konsetrasi nitrogen dan fluoride sejalan usia. Pembentukan dentin yang berlanjut sejalan dengan usia menyebabkan reduksi secara bertahap pada ukuran kamar pulpa (Dinayanti,2009). Umur mengakibatkan perubahan penting pada pulpa. Pulpa, seperti halnya jaringan ikat lain, juga akan berubah sesuai dengan perjalanan usianya. Deposisi terus menerus jaringan dentin selama kehidupan pulpa dan deposisi dentin reparative terhadap stimuli 3

Upload: filho-obmar

Post on 17-Jan-2016

109 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

ATROPI

TRANSCRIPT

Page 1: Senile Atropi Nabillah

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penuaan Jaringan Rongga Mulut

2.1.1 Definisi Penuaan

Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara

perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki

diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak

dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang

diderita (Nugroho,2000)

2.1.2 Pengaruh penuaan pada jaringan mulut

a.jaringan gigi

Gigi-gigi biasanya menunjukkan tanda-tanda perubahan dengan

bertambahnya usia perubahan ini bukanlah sebagai akibat dari usia

tetapi disebabkan oleh refleks, keausan, penyakit, kebersihan mulut,

dan kebiasaan. Email mengalami perubahan pada yang nyata karena

pertanbahan usia, termasuk kenaikan konsetrasi nitrogen dan fluoride

sejalan usia. Pembentukan dentin yang berlanjut sejalan dengan usia

menyebabkan reduksi secara bertahap pada ukuran kamar pulpa

(Dinayanti,2009).

Umur mengakibatkan perubahan penting pada pulpa.

Pulpa, seperti halnya jaringan ikat lain, juga akan berubah sesuai

dengan perjalanan usianya. Deposisi terus menerus jaringan

dentin selama kehidupan pulpa dan deposisi dentin reparative

terhadap stimuli mengurangi ukuran kamar pulpa dan saluran

akar, disamping itu mengurangi volume pulpa. Penyusutan pulpa

ini disebut atrofi pulpa (Dinayanti,2009).

Soeno menunjukan bahwa jarak atara dasar pulpa dengan

atap pulpa pada umur 10-19 tahun adalah 1,72 mm, sedangkan

3

Page 2: Senile Atropi Nabillah

4

pada umur 50-59 tahun adalah 0,72 mm. secara rata-rata

menyempit sampai 50%. Dari penelitian histology, ternyata hal

ini terjadi disebabkan oleh pembentukan dentin skunder pada

dasar kamar pulpa (Dinayanti,2009).

Perubahan pada pulpa ada yang bersifat alamia

( kronologik ) ada pula yang akibat cedera ( patofisiologik )

seperti akibat karies dan penyakit lainnya. Hal ini sesuai dengan

yang diutarakan Marmasse (1974) mengenai skema menurunya

atap pulpa yang umumnya dimulai pada usia 45 tahun, namun

proses penuaan pulpa dapat terjadi juga pada orang muda

karena atrisi yang berat dan karies (Dinayanti,2009).

b.Jaringan Periodontium

Jaringan periodontal meliputi gingiva (epitel dan jaringan

ikat), ligamen periodontal, tulang alveolar dan sementum.

Jaringan ini secara keseluruhan dipengaruhi oleh perubahan

usia.

Gingival ephitelium

Terjadi penipisan dan penurunan keratinisasi ( penurunan

pembentukan keratin, sehingga bagian permukaan jaringan

menjadi tidak bisa keras dan bertanduk)pada gingiva epithelium

sesuai bertambahnya umur. Penemuan signifikan ini dapat

diartikan sebagai penambahan permeabilitas epitel terhadal

antigen bakteri (b.denticola, b. Gingivalis, b. Intermedius,

b.loeischeii), penurunan resistensi terhadap fungsional trauma

maupun keduanya yang berpengaruh pada terjadinya penyakit

periodontal. Selain itu, juga menyebabkan perpindahan

epithelium gingiva dari posisi normal lebih ke apikal mendekati

permukaan akar bersamaan dengan resesi gingival( Carranza ,

2006).

Page 3: Senile Atropi Nabillah

5

Ligamen periodontal

Komponen jaringan ikat pada ligamen periodontal juga

mengalami perubahan akibat usia. Komponen serabut dan sel

menurun sementara struktur ligamen menjadi lebih tidak teratur.

Perubahan lain pada struktur ini termasuk penurunan kepadatan

sel dan aktivitas mitosis, penurunan produksi matriks organik,

dan hilangnya asam mukopolisakarida (Barnes dkk, 2006).

Namun penemuan lebih lanjut tentang efek dari usia pada

lebar ligamen periodontal ternyata bertentangan. Beberapa

penelitian melaporkan peningkatan sejalan dengan usia

sementara yang lain melaporkan penurunan. Bagaimanapun,

sekarang telah dipastikan bahwa lebar dari ligamen periodontal

berhubungan dengan fungsi yang dibutuhkan oleh gigi. Faktor

perbedaan beban oklusal mungkin merupakan penyebab hasil

penelitian yang saling bertentangan ini. Oleh sebab itu, semakin

sedikit gigi yang masih ada akan semakin besar proporsi beban

oklusalnya. Hal ini akan mengakibatkan melebarnya ligamen

periodontal dan meningkatnya mobilitas gigi. Pada keadaan

seperti ini, gigi yang goyang tidak mesti mempunyai pognosis

yang buruk. Juga telah dilaporkan bahwa tekanan pengunyahan

menurun sejalan dengan usia, yang ikut berpengaruh pada

penurunan lebar ligamen periodontal (Barnes dkk, 2006).

Sementum

Pembentukan sementum, terutama aselular, terjadi terus-

menerus sepanjang hidup dan peningkatan ketebalan yang

sejalan dengan usia terlihat paling jelas didaerah apikal gigi.

Temuan yang terakhir tersebut diperkirakan merupakan respons

terhadap erupsi pasif. Sedikit penambahan pada remodeling

sementum juga terjadi sejalan dengan usia dan ditandai dengan

area resorpsi serta aposisi, yang mungkin ikut menyebabkan

Page 4: Senile Atropi Nabillah

6

terjadinya peningkatan ketidakteraturan dari permukaan

semental gigi lansia(Barnes dkk, 2006).

2.1.3 faktor-faktor yang mempengaruhi proses penuaan

rongga mulut

Faktor- faktor yang mempengaruhi proses menua Proses

penuaan dipicu oleh laju peningkatan radikal bebas dan

sistem penawaran racun yang semakin berubah seiiring dengan

berjalannya usia. Faktor yang mempercepat proses penuaan :

1. Faktor genetik

Secara genetik, perempuan ditentukan oleh sepasang

kromosom X. Kromosom X ini ternyata membawa unsur

kehidupan sehingga perempuan berumur lebih panjang daripada

laki – laki. Disamping itu juga ditemukan gen khusus yang

bertanggung jawab mengaktualkan proses penuaan. Bagi

individu yang mengemban gen tersebut, cenderung cepat

menjadi tua (berusia 30-an tampak seperti usia 80-an).

Kalainan ini dikenal sebagai Sindrom Werner (Damayanti,

2003).

2. Faktor endogenik

Perubahan stuktural dan fungsional

Kemampuan / skill menurun

Kapasitas kulit untuk mensintesis vitamin D (Damayanti,

2003).

3. Faktor eksogenik (factor lingkungan dan gaya hidup)

Diet / asupan zat gizi . Contohnya seperti kekurangan

protein yang dapat menyebabkan degenerasi jaringan

ikat gingiva, membran periodontal dan mukosa.

Page 5: Senile Atropi Nabillah

7

Kekurangan protein juga dikaitkan dengan percepatan

kemuduran tulang alveolus.

Merokok

Obat

Penyinaran Ultra violet

Polusi (Damayanti, 2003).

2.1.4 Faktor yang menghambat proses penuaan

Antioksidan, merupakan zat kimia yang dapat

memberikan sebuah elektron pada radikal bebas sehingga

memperlambat proses penuaan (Damayanti, 2003).

2.2 Abrasi

2.2.1 Definisi Abrasi

Abrasi adalah hilangnya struktur gigi secara patologis

akibat dari keausan mekanis yang abnormal. Berbagai hal dapat

menyebabkan abrasi, tetapi bentuk yang paling umum adalah’’

abrasi sikat gigi’’ yang membuat lekuk berbentuk’’ V’’ dibagian

servikal dari permukaan vasial suatu gigi. Daerah abrasi

biasanya mengkilat dan kuning karena dentin yang terbuka

sering kali bagian yang terdalam dari alur peka terhadap ujung

sonde. Sebagai tambahan pada kepekaan dentin, maka

komplikasi –komplikasi abrasi pada akhirnya adalah terbukanya

atau patahnya gigi (Langlais, 2000).

Takik abrasi pada gigi dapat terjadi karena gigi tiruan

sebagian, jepitan atau kuku atau pipa rokok yang digigit diantara

gigi-gigi. Abrasi dari permukaan insisal dan oklusal sering kali

berakibat dari terpajan bahan bahan abrasive dalam diet dan

keausan oklusal dari restorasi porselen yang terletak di oklusal.

Proses abrasi adalah lambat dan kronis, memerlukan bertahun

Page 6: Senile Atropi Nabillah

8

tahun sebelum menimbulkan gejala gejala. Restorasi dari kontur

gigi yang normal mungkin tidak berasil jika pasien tidak di beri

tahu factor – factor penyebanya (Langlais, 2000).

2.2.2 Perawatan

Perawatan untuk gigi abrasi tergantung pada

keparahannya. Tidak semua keadaan abrasi membutuhkan

perawatan. Bila jaringan gigi yang hilang masih sangat sedikit

namun terasa keluhan seperti ngilu atau sensitif, dokter gigi

akan memberikan perawatan fluor yang dapat digunakan sendiri

oleh pasien di rumah, bisa dalam bentuk gel atau obat kumur.

Atau bisa berupa fluor yang dioleskan langsung pada gigi oleh

dokter gigi (Langlais, 2000).

Bila jaringan keras gigi sudah banyak yang hilang, dapat

dilakukan penambalan dengan bahan tambal sewarna gigi

seperti resin komposit. Dokter gigi juga memberikan semacam

purnis yang mengandung fluor untuk menutupi bagian tersebut,

sehingga rasa ngilu akan berkurang dan hilang. Pemilihan pasta

gigi yang tepat juga dapat memberi dampak yang signifikan

terhadap berkurangnya rasa ngilu. Dari penelitian diketahui

bahwa pasta gigi yang mengandung potassium sulfat dapat

menutup tubuli dentin sehingga rangsang dari luar dapat

dihambat (Langlais, 2000).

2.3 Atrisi

2.3.1 Definisi Atrisi

Atrisi adalah hilangnya substansi gigi secara bertahap pada

permukaan atas gigi karena proses mekanis yang terjadi secara

fisiologis akibat pengunyahan. Ini terjadi pada permukaan atas

gigi akibat kebiasaan mengunyah yang salah dan kebiasaan

menggerakkan gigi berulang-ulang, serta kebiasaan menggeser-

Page 7: Senile Atropi Nabillah

9

geser gigi saat tidur (bruxism). Atrisi juga merupakan suatu

keadaan dimana terbukanya jaringan gigi yang secara kronis

berlangsung terus. Pertama-tama yang kena adalah email,

dentin,kemudian sementum, disebabkan karena saling kontak

dengan benda asing dan sebagai akibat dari kebiasaan-

kebiasaan yang persisten. Atrisi juga merupakan salah satu

gejala ketuaan. Jika keausan dapat menyebabkan sakit, jarena

terbukanya tulang gigi, atau menyebabkan gangguan fungsi,

baru dikatakan tentang patologi. Pada keadaan khusus,

keauasan dapat berjalan lebih cepat daripada normal, yang

menambah besarnya kemungkinan sakit atau gangguan fungsi.

Keausan (atrisi) dapat dibagi menurut sebabnya sebagai berikut:

a. Atrisi fisiologis: keausan karena pengunyahan

b. Atrisi patologis: keausan tidak fisiologis karena

pengunyahan ,terjadi pada gigi geligi yang rusak

c. Abrasi: keausan sebgai akibat mengunyah/ menggigit

benda asing. ( Schuurs ,1992).

2.3.2 Keausan (atrisi) sebagai akibat pengunyahan

Mengunyah dan menggigit menyebabkan keausan pada

gigi geligi sulung dan tetap yang berbeda pada tiap individu.

1. Bentuk rupa

a. Gigi geligi sulung

Bila pergantian gigi geligi terjadi terlambat, akan terjadi

keausan sampai ke tulang gigi.Gejala ini dapat dijumpai

pada tepi incisal gigi-gigi depan yang letaknya ortognat,

yang disebabkan karena gigitan end to end dan

selanjutnya pada permukaan pengunyahan gigi-gigi

molar.

b. Gigi geligi tetap

Incisal/oklusal

Page 8: Senile Atropi Nabillah

10

Keausan pertama-tama dapat dilihat pada

elemen yang paling dulu bererupsi pada gigi-gigi tetap.

Elemen tersebut biasanya adalah molar pertama bawah,

yang pada mulanya sebagian berkontak dengan molar

kedua atas sulung dan kemudian dengan molar pertama

tetap. Bila pada tepi potong tepi insisivus pertama

bagian bawah yang aus bentuknya, maka gigi-gigi

tersebut yang mula-mula menghalami keausan yang

paling banyak,keausan disini sering tidak mengesankan

karena centric stop ini mempunyai bidang byang relatif

luas. Bila proses mencapai dentin, dapat terjadi

perubahan warna coklat sekunder karena

menembusnya agensia dari minuman dan makanan.

Pada gigi-gigi depan terjadi suatu pusat coklat yang

dikelilingi noleh lapisan tipis email yang berwarna

normal. Baik didepan dimana pertbedaan tinggi incisal

hilang, maupun di daerah premolar dan molar dimana

pengikisan tonjol-tonjol menyebabkan terjadinya suatu

bidang datar, maka keausan karena pengaruh diet

(sayur dan buah nentah , faktor-faktor erosi) akhirnya

bentuknya menjadi besar (Schuurs,1992).

Aproksimal

Karena elemen-elemen gigi-geligi yang tertanam

dalam soket gigi dapat bergerak, maka akan slaing

menggosok pada bagian aproksimal, yang

menyebabkan keausan interstitial. Tempat kontak yang

pada mulanya runcing akan menjadi mendatar, karena

kecenderungan-kecenderungan elemen-elemen untuk

migrasi kearah mesial, gigi depanya akan tetap

tersentuh. Keauasan aproksimal pada mulanya berjalan

sangat cepat kemudian semakin lambat karena

Page 9: Senile Atropi Nabillah

11

perlawanan yang semakin meningkat sebagai akibat

menjadi besarnya permukaan yang slaing menggosok

( Schuurs ,1992).

2. Epidemiologi

Tiap gigi-geligi menunjukan keausan, tetapi untuk

menentukan ukurannya sulit. Mengenai keausan oklusal, tidak

adanya puncak-puncak yang dapt dijadikan petunjuk,merupakan

hambatan. Untuk mendaftar tingkat keausan oklusal disediakan

beberapa petunjuk yakni: salah satu petunjuk yang biasa

digunakan adalah klasifikasi yang disusun oleh Broca pada tahun

1879, yakni: 0 = tidak ada keausan, 1 = keausan dengan tonjol-

tonjol yang masih dapat dilihat, 2= bagian-bagian dentin oklusal

terbuka, 3 = hanya email perifer dan 4 = keausan sampai dekat

dengan batas email-sementum (Schuurs,1992).

3. Determinan Keausan

Dapat dibedakan menjadi beberapa faktor, meskipun tidak

bebas yang menentukan keausan gigi-geligi meliputi :

a. Makanan

Kualitas dan cara memasak turut menetukan

ukuran keausan. Makanan yang keras dan kasar tidak

menaikan keausan oklusal, tetapi juga aproksimal.

Meskipun makan makanan yang tidak dimasak

dinyatakan sebagai penyebab keausan, cara memasak

makanan jga turut mentukan (Schuurs,1992).

b. Daya Pengunyahan

Pria mungkin lebih nkuat mengunyah daripada

wanita. Sesuai dengan perkembangan M.masseteryang

lebih kuat, pria memang lebih banyak menunjukan

keausan pada gigi-geliginya. Lamanya pengunyahan,

Page 10: Senile Atropi Nabillah

12

tergantung diet tentuh saja mempunyai peran dalam

keausan gigi (Schuurs,1992).

c. Ludah

Jumlah ludah dan kadar musinnya mempengarui

keausan. Kurangnya musin atau ludah dalam pelumuran

makanan dapat meningkatkan keausan. Uji coba yang

dilakukan pada hewan coba,yakni: pengikatan atau

pemotongan saluran pengangkutan ludah pada tikus

menghasilkan lebih banyak keausan daripada kelompok

kontrol dengan diet identik (Schuurs,1992).

d. Kerusakan pada Gigi-geligi

Kerusakan pada gigi-geligi seperti: erosi, karies,

amelogenesis dan dentinogenesis imperfekta, elemen-

elemen yang tidak mkuncul,restorasi yang tidak

memadai, antara lain tumpahan porselin yang

kasar,meningkatkan keausan (Schuurs,1992).

4. Dampak dan akibatnya dari keausan

Dampak atau konsekuensinya adalah menyamngkut email,

tulang gigi, pulpa, persendian rahang, lengkung gigi-geligi dan

sementum akar.

a. Lengkung gigi geligi

Keausan dianggap disebabkan oleh efek yang

menstabilisasi lengkung gigi. Periodonsium yang denngan

bertambahnya umur sering mengalami perubahan yang regresif

dan karenanya kurang tahan terhadap daya pengunyahan

horizontal, sebagai akibat keausan bebannya akan berkurang

(Schuurs,1992).

b. Email

Page 11: Senile Atropi Nabillah

13

Sisa emaol setelah mengalami keausan yang kuat dapat

rontok karena daya pengunyahan yang besar (Schuurs,1992).

c. Dentin

Pada tulang gigi reaksi yang biasanya timbul terhadap

rangsangan dapat diamati. Pada gii kaninus ternyata dentin

peritubular menjadi lebih kaya akan mineral dan tubulu

mengalami sklerotisasi. Karena proses-proses ini tulang gigi

menjadi lebih keras. Selain itu, terjadi dead tracts. Yang lain

menunjukan dentin tersier juga sebagai reaksi terhadap keausan.

Bila dimana pun pembentukan dentin tersier karena pengaruh

karies dapat diterima (Schuurs,1992).

d. Pulpa

Perubahan didaloam pulpa ada dua sifat. Disitu terbentuk

dentin tersier, tetapi yidak pada semua elemen, sedangkan ¾

dari elemen-elemen yang terkena keausan didalam pulpa

membentuk dentin reparatif. Perubahan pulpa yang kedua terdiri

atas gangguan deret odontoblas dan radang yang disebabkan

oleh masuknya toksin dan semacamnya lewat tubuli dari rongga

mulut (Schuurs,1992).

e. Sendi Rahang

Sendi rahang dan otot-otot pengunyahan harus

menyesuiakan dengan menjadi rendahnya gigitan. Pada keausan

yang tidak begitu besar, yang berlangsung perlahan-lahan dan

hal ini mungkin tidak menjadi persoalan. Tidak dapat disangkal

bahwa keausan normal elemen yang menuntut adaptasi sendi

rahang, membawa ke gangguan sendi yang degeneratif. Oleh

beberapa orang ditunjukan adanya hubungan antara keausan

dan patologi sendi, tetapi persoalannya sangat kompleks. Masuk

akal bahwa adaptasi dalam batas tertentuh dimungkinkan dan

Page 12: Senile Atropi Nabillah

14

bahwa baru pada beban yang melampaui batas terjadi disfungsi

kraniomandibular (Schuurs,1992).

2.3.2 Pencegahan dan Perawatan

Keausan normal tidak memerlukan tindakan, kecuali

berlangsung cepat dan sangat kuat sehingga incisal dan oklusal

mencapai ntulang gigi. Perawatan kuratif dengan demikian

mempunyai pengaruh pencegahan. Perawatan pada keausan

yang cukup berat dapat dilakukan dengan membuatkan gigi

tiruan penuh atau sebagian, mahkota emas atau emas-porselin

asal tidak memerlukan pengurangan banyak jarinngan mahkota

(dan bersangkutan tidak kerot) (Schuurs,1992).

2.4 Erosi

2.4.1 Definisi erosi gigi

Erosi gigi merupakan suatu penyakit kronik yang

disebabkan berkontak gigi dengan asam yang berulang-ulang.

Asam tersebut dapat berasal dari luar tubuh (ekstrinsik) maupun

dari dalam tubuh (intrinsik) (Gandara, 1999).

Asam intrinsik berasal dari asam lambung yang mencapai

rongga mulut dan gigi yang dihasilkan dari gastroesophageal

reflux , vomitus dan rumination . Gastroesophageal reflux (GERD)

adalah suatu kondisi dimana isi lambung (makanan dan asam

lambung) secara tidak sadar sering mengalir kembali ke

esofagus setelah itu masuk ke dalam rongga mulut.

Gastroesophageal reflux dapat terjadi karena meningkatnya

tekanan abdominal, tidak mampunya sphincter esofagus bagian

bawah berrelaksasi, meningkatnya produksi asam lambung.

Vomitus dapat terjadi secara spontan atau distimulasi sendiri dan

dapat berhubungan dengan berbagai masalah medis seperti

psikosomatik, metabolik, endokrin, ganguan pada

gastrointestinal, di- induksi oleh obat-obatan. Vomitus yang

Page 13: Senile Atropi Nabillah

15

distimulasi sendiri terjadi pada pasien yang menderita anorexia

nervosa dan bulimia , sedangkan vomitus yang spontan terdapat

pada pada penderita gangguan gastrointestinal seperti ulcus

peptikum (tukak lambung) atau gastritis, wanita hamil, efek

samping obat, diabetes atau gangguan sistem nervosa.

Rumination adalah kondisi yang tidak umum pada seseorang

yang sengaja menstimulasi isi dalam lambungnya dalam jumlah

yang sedikit dan mengunyahnya sebelum ditelan kembali

(Gandara, 1999).

Asam ekstrinsik berasal dari makanan, minuman, obat-

obatan, lingkungan dan pekerjaan. Obat obatan yang bersifat

asam berkontak langsung dengan gigi saat obat tersebut

dikunyah atau ditempatkan di dalam mulut sebelum ditelan,

contohnya tablet kunyah vitamin C dan aspirin, Obat obatan

yang menyebabkan xerostomia contohnya penggunaan obat

methamphetamine, ekstasi, biasanya penderita yang

menggunakan obat-obatan ini mengkompensasi keadaan

tersebut dengan minuman berkarbonat sehingga dapat

menyebabkan erosi gigi yang parah. Obat-obatan inhaler yang

digunakan oleh penderita asma dapat berefek langsung pada

gigi atau tidak langsung karena menyebabkan xerostomia . Erosi

gigi dapat juga disebabkan oleh pekerjaan yang berhubungan

dengan asam seperti ditemukaan pada pekerja baterai, ahli

laboratorium, pengecap minuman anggur profesional, pekerja

pabrik dinamit dan atlet renang. Selain asam ekstrinsik di atas,

terdapat penyebab erosi yang lebih utama saat ini yang akan

dibahas lebih dalam lagi karena berhubungan dengan penelitian

ini yaitu Minuman yang bersifat asam (Gandara, 1999).

2.4.2 Proses Terjadinya Erosi Gigi

Page 14: Senile Atropi Nabillah

16

Erosi gigi adalah kerusakan jaringan keras gigi yang

disebabkan karena asam (bukan asam dari proses kimia yang

dihasilkan oleh bakteri) atau bahan erosif lain (ion selain Ca2+,

PO43-, dan OH-) yang kontak dengan email. Kerusakan ini

menyerang email yang merupakan jaringan paling luar dari

sebuah gigi (Gandara, 1999).

Erosi gigi dan karies gigi mempunyai kesamaan dalam

jenis kerusakannya yaitu terjadinya proses demineralisasi

jaringan keras yang disebabkan oleh asam. Namun demikian,

asam penyebab erosi berbeda dengan asam penyebab karies

gigi. Erosi gigi berasal dari asam yang bukan sebagai hasil

fermentasi bakteri, sedangkan karies gigi berasal dari asam yang

merupakan hasil fermentasi karbohidrat oleh bakteri kariogenik

dalam mulut. Erosi terjadi secara merata di permukaan gigi, hal

ini mungkin karena larutnya elemen anorganik email gigi secara

kronis. Makanan yang memiliki kuah atau cairan yang asam (pH

< 7), misalnya acar atau pempek dapat menyebabkan erosi pada

gigi (Schuurs,1992).

Proses erosi gigi dimulai dari adanya pelepasan kalsium

email gigi, bila hal ini terus berlanjut maka akan menyebabkan

kehilangan sebagian elemen email dan apabila telah sampai ke

dentin maka penderita akan merasa ngilu. Sebagaimana

diketahui bahwa email sebagian besar terdiri dari hidroksiapatit

(Ca10(PO4)6(OH)2) atau fluoroapatit (Ca10(PO4)6F2), kedua

unsur tersebut dalam suasana asam akan larut menjadi Ca2+,

PO4-9, F-, dan OH-. Ion H+ akan bereaksi dengan gugus PO4-9,

F-, atau OH membentuk HSO4-, H2SO4-, HF, atau H2O,

sedangkan yang kompleks terbentuk CaHSO4, CaPO4, dan

CaHPO4. Kecepatan melarutnya email dipengaruhi oleh derajat

keasaman (pH), konsentrasi asam, waktu melarut, dan ada

tidaknya kalsium atau fosfat (Schuurs,1992).

Page 15: Senile Atropi Nabillah

17

Reaksi kimia terlepasnya kalsium dari email gigi pada

medium yang bersifat asam, yaitu pada pH 4,5-6 merupakan

reaksi orde nol. Adapun pengaruh pH terhadap koefisien laju

reaksi menunjukkan bahwa semakin kecil atau semakin asam

suatu media maka semakin cepat laju reaksi terlepasnya kalsium

dari permukaan email gigi. Reaksi kimia terlepasnya kalsium dari

email gigi dalam suasana asam ditunjukkan dengan persamaan

reaksi berikut (Schuurs,1992).

Ca10(PO4)6F2 Ca 10(PO4)6F2 + 2n H + N Ca 2+ + Ca10 – nH 20 – 2n(PO4)6F2

padat terlarut terlepas padat

Reaksi kimia pelepasan kalsium dari email gigi.

Sumber: (Schuurs,1992).

Mengingat bahwa kalsium merupakan komponen utama

dalam struktur gigi dan proses demineralisasi email terjadi akibat

lepasan ion kalsium dari email gigi maka pengaruh asam pada

email gigi merupakan reaksi penguraian. Demineralisasi yang

terjadi secara terus-menerus akan menyebabkan terjadinya

porositas pada permukaan email (Schuurs,1992).

Proses demineralisasi dapat terjadi apabila email berada

dalam suatu lingkungan pH di bawah 5,5. Derajat keasaman

berperan pada proses demineralisasi karena pH yang rendah

akan meningkatkan konsentrasi ion hidrogen selanjutnya akan

merusak kristal hidroksiapatit email gigi. Terdapat beberapa hal

yang mempengaruhi proses demineralisasi yaitu jenis dan

konsentrasi asam minuman yang tidak berdisosiasi, kandungan

karbohidrat dalam minuman, pH dan kapasitas dapar minuman

serta kandungan fosfat dan f1uor yang ada dalam minuman

(Schuurs,1992).

2.4.2 Penyebab Terjadinya Erosi pada Gigi

A. Minuman Yang Bersifat Asam

Page 16: Senile Atropi Nabillah

18

Minuman yang bersifat asam dianggap sebagai faktor

utama terjadinya erosi gigi. Hasil penelitian membuktikan bahwa

kadar dan jumlah pelepasan kalsium dari permukaan enamel

dipengaruhi oleh pH minuman. Semakin rendah pH suatu

minuman semakin tinggi kadar dan jumlah pelepasan kalsium.

Hasil penelitian Fathilah dan Zubaidar yang menunjukkan bahwa

coca cola yang memiliki pH paling rendah (2,6) adalah minuman

yang paling banyak melepaskan kalsium dari permukaan enamel

gigi dibanding minuman yang bersifat asam lainnya (Gandara,

1999).

Penelitian-penelitian yang terdahulu menyatakan bahwa

erosi gigi tidak hanya tergantung pada pH minuman saja tetapi

juga dipengaruhi kandungan titratable acid , jenis asam, kadar

asam, kandungan fosfor, kalsium dan fluor dalam minuman. pH

dan titratable acid pada minuman ditetapkan untuk mengetahui

derajat kejenuhan yang masih diterima oleh mineral gigi dan

sampai terlarutnya mineral gigi. Dalam mengevaluasi tingkat

erosif minuman yang bersifat asam, titratable acid diperkirakan

lebih penting dari level pH karena dapat ditetapkan ion H+ yang

tersedia untuk berinteraksi dengan permukaan gigi. Minuman

yang memiliki pH yang tinggi, titratable acid yang rendah dan

konsentarasi kalsium, fosfat dan fluor yang tinggi akan

mengurangi daya potensi erosif suatu minuman. Penelitian yang

telah dilakukan untuk membandingkan antara minuman ringan

blackcurrent yang ditambahkan kalsium dengan orange drink

yang masing-masing disediakan dalam 250 ml dan dikonsumsi 4

kali selama 20 hari. Setelah dilakukan pengukuran kehilangan

enamel dengan menggunakan profilometry pada sampel gigi

tersebut, hasilnya menunjukkan minuman ringan blackcurrent

yang ditambahkan kalsium menyebabkan kehilangan permukaan

gigi yang lebih sedikit (Gandara, 1999).

Page 17: Senile Atropi Nabillah

19

2.5 Degenerasi pada enamel atau email

Dengan bertambahnya umur, email menjadi lebih tipis

karena abrasi atau erosi, dan dentin menjadi lebih tebal karena

deposisi dentin sekunder dan reparatif, yang menghasilkan

perubahan warna pada gigi selama hidup seseorang. Gigi orang –

orang tua biasanya lebih kuning atau keabu – abuan atau abu –

abu kekuning – kuningan daripada gigi orang muda ( Grossman,

1995 ) .

2.5.1 Dentin dan Sensitivitas pada Penuaan

Dentin merupakan struktur penyusun gigi terbesar,

atap   bagi rongga pulpa, menyerupai struktur tulang,

komposisinya adalah mineral 69,3%, organik 17,5%, air 13,2%

(Abidin, 2011) .

Dentin mempunyai 3 macam yaitu primer dentine,

sekunder dentine, dan tertier dentine . Primery Dentine dibentuk

secara cepat selama proses pertumbuhan dan perkembangan

gigi, dan dibentuk sebelum foramen apical sempurna. Mineral

yang terdapat di dalam primary dentine lebih banyak dibanding

pada scondary dentine . Letaknya berada di tepi atau disekeliling

runag pulpa. Lapisan terluar dari primary dentine yang

tersintesis pada awal pembentukan disebut mantle dentin. Pada

mantle dentin hanya sedikit sekali mengandung mineral

dibandingkan lapisan lain dari primary dentin, yang dibentuk

setelah mantle dentin (Abidin, 2011) .

Secondary dentine adalah dentin yang terbentuk karena

pacuan-pacuan yang dialami oleh odontoblas misalnya

rangsangan mekanis, panas, kimia, atau yang paling utama

rangsangan oleh karies gigi. Memiliki struktur yang tidak teratur,

dan hanya sedikit mengandung mineral. Bentuknya lebih keras

dan opaque sehingga kuman/bakteri tidak dapat masuk atau

dapat dimineralisasi. Secara fisiologis didepositkan megelilingi

tepi pulpa selama pulpa masih vital, sehingga kamar pulpa

Page 18: Senile Atropi Nabillah

20

secara progresif akan menyempit sesuai dengan bertambahnya

umur (Henry, 1997) .

Tertier dentine atau disebut reactionary atau reparative

atau irregular secondary dentine . Terbentuk pada pada ujung

pulpa pada tubulus yang berhubungan dengan irirtasi seperti

atrisi pada struktur gigi dan karies gigi. Bukti menunjukkan

bahwa dentin sekunder iregular melindungi pulpa dengan

mengurangi masuknya iritan (Bergento G, Reit C, 1990) .

Gigi sensitive disebabkan berkurangnya atau menipisnya

lapisan email gigi. Dalam kondisi normal dentin ditutupi oleh

email atau gingiva, dentin memiliki pori-pori kecil (tubulus

dentin) yang pada permukaannya mengarah pada pulpa. Jika gigi

mengalami keausan atau terjadinya resesi gingiva, dentin akan

terangsang oleh makanan panas, manis atau asam. Rangsangan

tersebut akan diteruskan tubulus dentin menuju pulpa gigi dan

memicu sakit (Salma, 2011).

Penyebab sensitivitas pada umumnya karen penurunan

gusi, buruknya oral hygien, bleaching. terkikisnya email,

penyikatan yang terlalu kuat. Penurunan gusi dan pengikisan

email merupakan penyebab utama sensitivitas pada orang lanjut

usia. Hal tersebut terjadi karena pada usia yang telah lanjut,

proses keausan akan terus berjalan hal ini menyebabkan

jaringan lunak dan jaringan keras gigi ikut mengalami keausan

(Salma, 2011).

2.6 Degenerasi pada Pulpa

Degenarasi pulpa ini jarang ditemukan namun perlu

diikutkan pada suatu deskripsi penyakit pulpa. Degenerasi pulpa

pada umunya ditemui pada penderita usia lanjut yang dapat

disebabkan oleh iritasi ringan yang persisten. Kadang-kadang

dapat juga ditemukan pada penderita muda seperti pengapuran.

Page 19: Senile Atropi Nabillah

21

Degenerasi pulpa ini tidak perlu berhubungan dengan infeksi

atau karies, meskipun suatu kavitas atau tumpatan mungkin

dijumpai pada gigi yang terpengaruh. Tingkat awal degenerasi

pulpa biasanya tidak menyebabkan gejala klinis yang nyata. Gigi

tidak berubah warna, dan pulpa bereaksi secara normal tehadap

tes listrik dan tes termal. Ada beberapa macam degenerasi

pulpa yaitu degenerasi kalsifik, degenerasi atrofik, degenerasi

fibrous. Perubahan pulpa

• volume ruang pulpa menyempit oleh karena dentin reparative

• jumlah sel berkurang, jumlah saraf bertambah

• secara histologis, jaringan pulpa terlihat lebih padat dapat

terjadi pengapuran yang tidak teratur (pulp stones) tjd

pengurangan jumlah dan penurunan kualitas dinding pembuluh

>reaktifitas berkurang

1. Degenerasi Klasifik

Pada degenerasi kalsifik, sebagian jaringan pulpa

digantikan oleh bahan mengapur; yaitu terbentuk batu pulpa

atau dentikel. Kalsifikasi ini dapat terjadi baik di dalam kamar

pulpa ataupun saluran akar tapi umumnya dijumpai pada kamar

pulpa. Bahan mengapur mempunyai struktur berlamina seperti

kulit bawangdan terletak tidak terikat di dalam badan pulpa.

Dentikel atau batu pulpa demikian dapat menjadi cukup besar

untuk memberikan suatu bekas pada kavitas pulpa bila massa

mengapur tersebut dihilangkan. Pada jenis kalsifikasi lain, bahan

mengapur terikat pada dinding kavitas pulpa dan merupakan

suatu bagian utuh darinya. Tidak selalu mungkin membedakan

satu jenis dari jenis lain pada radiograf Diduga bahwa batu pulpa

dijumpai pada lebih dari 60% gigi orang dewasa. Batu pulpa

dianggap sebagai pengerasan yang tidak berbahaya, meskipun

rasa sakit yang menyebar pada beberapa pasien dianggap

berasal dari kalsifikasi ini pada pulpa. Gigi dengan batu pulpa

Page 20: Senile Atropi Nabillah

22

juga dicurigai sebagai focus infeksi oleh beberapa klinisi. Tidak

ditemukan perbedaan dalam insidensi batu pulpa antara

kelompok pasien yang menderita encok dan kelompok control

normal dengan umur yang kira-kira sama. Pada Degenerasi

Kalsifik dapat ditemukan :

• Sebagian / beberapa bagian jaringan pulpa yang mengalami

pengalaman

• T erbentuk batu pulpa / dentikel

• Dapat terjadi di kamar pulpa atau saluran akar

• Bentuk pengapuran :

Luas & tidak padat (diffuse)

Kecil & padat (batu pulpa/dentikel)

• Hanya dapat dilihat melalui rontgen foto

Penyebab : Terjadi setelah pulpitis, keradangan → jaringan ikat

melokalisir radang → jaringan fibrosa mengalami pengapuran →

diffuse

•Pada orang muda – krn rangsang terus menerus

•Pada orang tua – dapat terjadi tanpa penyebab Teori terjadinya

dentikel

• Bersama dengan pembentukan gigi dimana :

Sesudah gigi erupsi → nyeri tanpa ada tanda-tanda radang →

rontgen foto

Pembentukan Dentikel

Selapis demi selapis ( konsentris )

Page 21: Senile Atropi Nabillah

23

Struktur berlamina seperti kulit bawang

● Dapat terikat / tidak dengan dentin

● Dapat membesar & menyumbat saluran akar . Macam Dentikel

yaitu :

1. True Denticle

→ dibentuk oleh odontoblos

→ seperti dentin sekunder

2. False Denticle

→ dari jaringan pulpa yang mengalami pengapuran

2. Degenerasi Atrofik

Degenerasi atrofik, tidak ada diagnosis kliniknya, pada

jenis degenerasi ini sering terjadi pada penderita usia lanjut.

Secara histopatologis dijumpai lebih sedikit sel-sel skelat, dan

cairan interselular meningkat. Jaringan pulpa kurang sensitif

daripada normal. Yang disebut ”atrofi retikuler” adalah suatu

artifiak (artifact) dihasilkan oleh penundaan bahan fiksatif dalam

mencapai pulpa. Biasanya terlihat saluran akarnya sempit dan

seringkali menyulitkan bila dilakukan perawatan saluran akar .

Pada degenerasi atrofik sering ditemukan adanya :

a). Atrophia pulpae/pengecilan pulpa

• Penyebab tidak jelas

Page 22: Senile Atropi Nabillah

24

• Terdapat pada gigi yang tidak berfungsi, misal : pada

gigi yang tertana

• Terjadi pada orang tua → atrofik fisiologis / atrofik senilis

• Histopatologis : sel stelat menurun, cairan intersellular

meningkat, jaringan pulpa kurang sensitif

• Gejala : tidak ada keluhan

• Pemeriksaan

Visual : normal

EPT : hampir tidak bereaksi / lebih besar dari

normal

Termis : hampir tidak bereaksi

x-ray Foto : pulpa dan saluran akar mengecil (Grossman,

1998).

3. Degenerasi Fibrous

Degenerasi fibrous, bentuk degenerasi pulpa ini ditandai

dengan pergantian elemen selular oleh jaringan penghubung

fibrus. Dapat terlihat jelas pada saat pengambilan jaringan pulpa

berupa jaringan keras. Penyakit ini tidak menyebabkan gejala

khusus untuk membantu dalam diagnosa klinik. Pada

degenerasiFibrous,seringterjadi:

Terdapat pada gigi dg alveolus socket yg dalam & pulpitis kronis

• Gejala: tidak ada keluhan

• Pemeriksaan : Tes termis, EPT → hampir tidak bereaksi

Rő foto : normal, kadang-kadang resorpsi tl. Alveolar

Visual : sulit untuk mendiagnosa

• Histopatologis : proses deg. fibrosa (Grossman, 1998).

4. Artifak Pulpa

Pernah diperkirakan bahwa vakuolisasi odontoblas adalah

suatu jenis degenerasi pulpa ditandai dengan ruang kosong yang

sebelumnya diisi oleh odontoblas. Kemungkinan ini adalah suatu

Page 23: Senile Atropi Nabillah

25

artifak yang disebabkan karena fiksasi jelek specimen jaringan.

Degenerasi lemak pulpa, bersama-sama dengan atrofi reticular

dan vakuolasasi, semuanya mungkin artifak dengan sebab sama,

yaitu fiksasi yang tidak memuaskan.Sering ditemukannya

gambaran :

• Ruang kosong

→ vakuolisasi odontoblas

• Karena :

– fiksasi spesimen jaringan → jelek

– Degenerasi lemak + atrofi retikuler (Grossman, 1998).

5. Metastasis sel-sel tumor

Metastasis sel-sel tumor ke pulpa gigi jarang terjadi,

kecuali mungkin pada tingkat akhir. Mekanisme terjadinya

keterlibatan pulpa demikian pada kebanyakan kasus adalah

perluasan local langsung dari rahang. Satu laporan mencatat

keterlibatan pulpa gigi molar pada pasien berusia 11 tahun

dengan kondromiksosarkoma rahang bawah. Dari 39 pasien yang

diperiksa dengan tumor maligna di dalam mulut, hanya satu di

mana ditemuka sel-sel tumor di dalam pulpa (Grossman, 1998).

2.7 Sendi Temporomandibula

Sendi temporomandibula terdiri atas artikulasi (persendian)

yang terbentuk dari fossa mandibularis ossis temporalis dan

processus condylaris mandibula. Permukaan artikuler yang

cekung dari temporal dibatasi dibagian anterior oleh eminentia

articularis yang cembung. Diantara struktur tulang tersebut

terdapat discus articularis yang melekat erat pada kutub lateral

dan medial processus condylaris, sementara bagian posterior

dari perlekatan tersebut bersifat elastis untuk memungkinkan

pergeseran kedepan bersama dengan processus condylaris. Pada

bagian anterior, discus articularis bersambung dengan

Page 24: Senile Atropi Nabillah

26

fascia pterygoideus lateralis dan kapsula sendi. Kapsula sendi

ini dibagian lateral diperkuat oleh ligamentum

temporomandibularis lateralis, yang berfungsi untuk membatasi

gerak satuan discus articularis-processus condylaris. Rongga

sendi superior dan inferior, yang dipisahkan discus articularis dan

berada dalam kapsula sendi, dilapisi oleh jaringan synovial yang

menghasilkan cairan yang dibutuhkan untuk pelumasan

permukaan persendian (Pedersen, 1996)

Otot mastikasi terdiri dari m. masseter, m. temporalis, m.

pterygoideus medialis, dan m. pterigoideus lateralis. Selain itu

terdapat m. digastricus yang juga berperan dalam fungsi

mandibula (Pedersen, 1996)

Suplai saraf sensoris ke sendi temporomandibula didapat

dari n. auriculotemporalis dan n. masseter cabang dari n.

mandibularis. Jaringan pembuluh darah untuk sendi berasal dari

a. temporalis superficial cabang dari a. carotis interna.

(Pedersen, 1996).

Gambar 1: Anatomi sendi temporomandibula: A. saat posisi

rahang terutup, processus condylaris mandibula menempati

posisis sentral dari fossa mandibularis ossis temporalis; B. saat

Page 25: Senile Atropi Nabillah

27

membuka rahang, processus condylaris mandibula bergerak

menuju eminentia articularis (Cohen-Carneiro F, 2011).

2.7.1 Fisiologi

Interface antara processus condylaris dan discus articularis

merupakan tempat gerak engsel, yang dimungkinkan terutama

oleh perlekatan discus articularis pada processus condylaris

melalui ligamen diskus. M. pterigoideus lateralis pars superior

pada prinsipnya bersifat pasif, dan berkontraksi hanya pada

penutupan paksa saja. Kontraksi m. pterigoideus lateralis inferior

terjadi selama pergerakan membuka mulut dan mengakibatkan

pergeseran processus condylaris ke anterior. Selain itu m.

pterigoideus lateralis pars inferior juga berfungsi dalam

pergerakan mandibula ke lateral dan protusi dari mandibula.

Kerjasama antara sendi pada kedua sisi memungkinkan

diperolehnya rentang gerakan mandibula yang menyeluruh

(Pedersen, 1996).

M. masseter menyebabkan elevasi dan protusi dari

mandibula serta berperan dalam proses mengunyah yang efektif.

M. temporalis memiliki fungsi utama untuk elevasi dan retrusi

dari mandibula. M. pterigoideus medialis berfungsi untuk elevasi,

protusi dan pergerakan mandibula ke lateral. Sedangkan m.

digastricus berperan dalam gerakan mandibula ke belakang dan

dalam proses mengunyah (Pedersen, 1996).

Page 26: Senile Atropi Nabillah

28

Gambar 2. Anatomi sendi temporomandibula (Slade GD, 1997)

2.7.2 Penuaan Sendi Temporomandibula

Penuaan merupakan proses intrinsik yang dipengaruhi

oleh banyak faktor–faktor ekstrinsik. Pada otot

mastikasi, penuaan menyebabkan atrofi dari otot,

pengurangan yang signifikan dari ketegangan maksimal otot,

dan kehilangan isometrik serta kekuatan dinamik otot (Mioche L,

2004).

Pada sendi tempormandibula, gangguan yang ada

kemungkinan terjadi karena tekanan yang melampaui batas

sehingga sendi temporomandibula tidak mampu untuk menahan

tekanan yang ada dan keadaan ini diperberat oleh proses

degenerasi sendi (Pedersen, 1996).

Pada proses degenerasi sendi akan terjadi pendataran

dari processus condylaris dan eminentia articularis,

penyempitan rongga sendi, pembentukan tepian tulang pada

bagian tepi permukaan sendi, dan pembentukan zona tulang

sklerosis pada permukaan artikular. Pada discus articularis

terjadi pembentukan retakan dan fisura dengan kemungkinan

terjadi hialinisasi dan kalsifikasi. Proses degenerasi sendi ini

paling sering ditemukan dan cukup banyak mengenai individu

diatas 40 tahun (Pedersen, 1996).

Page 27: Senile Atropi Nabillah

29

Tekanan yang melampaui batas pada sendi

temporomandibula dapat disebabkan karena gangguan oklusi.

Kehilangan gigi dalam jumlah banyak akan meningkatkan

kerentanan terhadap perubahan beban fungsional sendi

temporomandibula, yang nantinya akan membawa pada

perubahan bentuk persendian dan artrosis (proses

degenerasi tanpa

peradangan) (Pedersen, 1996).

2.7.3 Dampak Penuaan pada TMJ

A. Proses Penuaan Terhadap Tempuro Mandibula Joint

Lansia adalah kelompok lanjut usia yang mengalami proses

menua yang terjadi secara bertahap dan merupakan proses

alami yang tidak dapat dihindari. Proses menua dapat

didefinisikan sebagai suatu proses menghilangnya secara

perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau

mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga

lebih rentan mengalami infeksi dan tidak dapat memperbaiki

kerusakan yang dideritanya (Dimitroulis, 1998).

Proses menua merupakan proses alamiah yang terjadi

secara terus – menerus dalam kehidupan yang ditandai adanya

perubahan anatomik,fisiologik, dan biomekanik dalam sel tubuh,

sehingga mempengaruhi fungsi sel dan organ tubuh. Proses

menua akan menyebabkan temporo mandibula joint mengalami

keadaan sebagai berikut:

1. Terjadi kemunduran biologis , yang akan mengakibatkan

gangguan yaitu mulut mulai mengendor, dan kehilangan

gigi.

Page 28: Senile Atropi Nabillah

30

2. Terjadi kemunduran kemampuan kognitif , misalnya

penurunan fungsi stogmatonathi sehingga mengakibatkan

daya mengunyah tidak baik (Dimitroulis, 1998).

Gangguan temporomandibular adalah istilah yang dipakai

untuk sekelompok gangguan yang mengganggu sendi

temporomandibular, otot pengunyah, dan struktur terkait yang

mengakibatkan gejala umum berupa nyeri dan keterbatasan

membuka mulut. Biasanya pada praktek umum (general

practitioner) pasien dengan gangguan ini mengeluhkan gejala

yang persisten atau nyeri wajah yang kronik. Biasanya nyeri

pada gangguan temporomandibular disertai suara click pada

sendi rahang dan keterbatasan membuka mulut (Dimitroulis,

1998).

Sekitar 60-70% populasi lansia mempunyai setidaknya satu

gejala gangguan temporomadibular .Tetapi, hanya

seperempatnya yang menyadari adanya gangguan tersebut.

Lebih jauh lagi, hanya 5% dari kelompok orang dengan satu atau

dua gejala gangguan temporomandibular yang pergi ke dokter.

Kelainan ini paling banyak dialami perempuan (1:4), dan sering

terjadi pada awal masa dewasa (Dimitroulis, 1998).

B. Etiologi gangguan temporomandibular joint yang terjadi pada

lansia.

Persendian pada temperomandibular ini sama seperti

persendian di daerah tubuh lainnya, dimana dapat juga terjadi

hal-hal seperti osteoarthritis, rheumatoid arthritis dan jenis-jenis

inflamasi lainnya didaerah persendian ini yang akan

menimbulkan sensasi nyeri juga. Osteoartritis adalah kondisi

dimana sendi terasa nyeri akibat inflamasi yang diakibatkan

gesekan ujung-ujung tulang penyusun sendi. Osteoartritis (OA)

merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan

Page 29: Senile Atropi Nabillah

31

kerusakan kartilago sendi. Sedangkan rheumatoid arthritis (RA)

merupakan suatu penyakit autoimun dengan karakteristik

sinovitis erosif simetris sebagian besar pasien menunjukkan

gejala penyakit kronik hilang timbul dan apabila tidak diobati

dapat menyebabkan kerusakan persendian dan deformitas sendi

progresif yang berakhir pada disabilitas (Dimitroulis, 1998).

C. Faktor Risiko Gangguan Temporomandibular

Kelainan TMJ paling sering pada wanita dengan usia

berkisar 30-50 tahun. Faktor resiko lain:

Jaw clenching

Teeth grinding (bruxism)

Rheumatoid arthritis

Fibromialgia

Trauma wajah dan rahang

Kelainan congenital pada tulang wajah (Dimitroulis, 1998).

2.7.4 Perawatan Gangguan Sendi Temporomandibula

Berbagai terminologi dalam melakukan perawatan

gangguan sendi temporo mandibula, antara lain terapi Fase I dan

fase II. Fase I yaitu perawatan simptomatik, teramsuk perawatan

yang reversible seperti perawatan dengan obat, terapi fisik,

psikologik, dan perawatan dengan splin. Fase II yaitu perawatan

irreversible, termasuk perawatan ortodontik, pemakaian gigi

tiruan cekat, penyesuaian oklusal, dan pembedahan (Erna.

2003).

Perawatan fase I terdiri dari:

a. Perawatan terapi fisik,Pasien dapat melakukan sendiri

kompresdengan lap panas. Serta pemijatan sekitar

sendi,sebelumnya dengan krim mengandung metil salisilat

b. Fisioterapi dengan alat:

Page 30: Senile Atropi Nabillah

32

Infrared berguna untuk menghilangkan nyeri, relaksasi otot

superfisial, menaikan aliran darah superficial

TENTS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation],

untuk mengurangi nyeri.

EGS (Electro Galvanie Stimulation) mencegah perlekatan

jaringan, menaikans irkulasi darah, stimulasi saraf sensorik

dan motorik, serta mengurangi spasme.

Perawatan dengan Obat Analgetik, Aspirin, Asetaminophen,

Ibuprofen.

Memakai alat di dalam mulut Splin oklusal. Splin ini

terpasangdengan cekat pada seluruh permukaan oklusal

gigi gigi rahang atas atau rahang bawah.Permukaan yang

berkontak dengan gigi lawan datar dan halus.14

Permukaan oklusal splinsesuai dengan gigi lawan, dengan

maksud untuk menghindari hipermobilitas rahangbawah

Splin oklusal berfungsi :

Menghilangkan gangguan oklusi

Menstabilkan hubungan gigi dan sendi; Merelaksasi otot

Menghilangkan kebiasaanparafungsi

Melindungi abrasi terhadap gigi

Mengurangi beban sendi temporomandibula

Mengurangi rasa nyeri akibat disfungsi sendi

temporomandibula

Perawatan fase II terdiri dari

Perawatan ortodontik

Pembuatan gigi tiruan cekat atau pembuatan gigi tiruan

lepasan

Penyesuaian oklusal

Tindakan bedah tergantung kebutuhan pasien (Erna.

2003).

Page 31: Senile Atropi Nabillah

33

2.8 Perubahan Rongga Mulut pada Wanita Menopouse

Perubahan rongga mulut dilaporkan dapat terjadi pada

pada wanita menopause (20-90%), termasuk ketidaknyamanan

oral (rasa sakit dan sensasi terbakar), mulut kering (xerostomia)

dan persepsi rasa berubah. Etiologi dari ketidaknyamanan oral ini

berhubungan dengan perubahan pada kuantitas dan kualitas

saliva. Perubahan mukosa mulut karena berkurangnya tingkat

estrogen pada epitel berkeratin bersama dengan penurunan

sekresi saliva pada wanita menopause dapat terjadi bervariasi

dari warna yang menjadi pucat sampai ke kondisi yang dikenal

sebagai gingivostomatitis menopause, ditandai dengan gingiva

kering, mengkilap dan mudah berdarah pada probing dan saat

menyikat gigi, serta berkurangnya laju saliva.

2.9 Perubahan klinis pada rongga mulut akibat proses

penuaan

Gambaran klinis yang dapat dilihat adalah mukosa tampak

licin mengkilap (tidakada stippling pada gingiva), pucat, kering,

mudah mengalami iritasi dan pembengkakan,mudah terjadi

pendarahan bila terkena trauma (lebih parah jika terdapat

kelainansistemik) serta elastisitasnya berkurang. Ini karena

pertambahan usia menyebabkan sel epitel pada mukosa mulut

mengalami penipisan, berkurangnya keratinisasi, berkurangnya

vaskularisasi, serta penebalan serabut kolagen pada lamina

propia. Antara perubahan

klinis yang dapat terjadi adalah :

A. Jaringan flabby

Pada kasus resorbsi tulang alveolar, sering terjadi pada

pasien yang sudah lama kehilangan gigi sehingga

mengakibatkan linggir alveolar menjadi datar atau jaringan lunak

sekitarnya menjadi flabby. Menurut Boucher (cit. Damayanti)

Page 32: Senile Atropi Nabillah

34

jaringan flabby merupakan respon dari jaringan ikat yang

mengalami hiperplasia yang awalnyadiakibatkan oleh trauma

atau luka yang tidak dapat ditoleransi yang terjadi pada

residualridge. Makin tebal jaringan hiperplastik yang terbentuk,

makin besar pula derajat jaringanflabby. Biasanya terjadi pada

penderita yang lama tidak memakai gigitiruan atau dapatjuga

terjadi pada penderita yang menggunakan gigitiruan yang tidak

pas (Rachmawati, 2006).

B. Kelenjar saliva

Fungsi kelenjar saliva yang mengalami penurunan

merupakan suatu keadaan normal pada proses penuaan

manusia. Manula mengeluarkan jumlah saliva yang lebihsedikit

pada keadaan istirehat, saat berbicara, maupun saat makan.

Keadaan inidisebabkan oleh adanya perubahan atropi pada

kelenjar saliva sesuai dengan pertambahanumur yang akan

menurunkan produksi saliva dan mengubah komposisinya sedikit

(Rachmawati, 2006).

Xerostomia merupakan simtom, bukan suatu penyakit.

Salah satu penyebab xerostomia adalah kelainan dalam produksi

saliva, adanya penyumbatan atau gangguanpada kelenjar saliva

sehingga menghambat pengaliran saliva ke rongga mulut,

Sjogren’sSyndrome dan efek negatif dari radioterapi akibat

pengobatan kanker. Selain itu,penyakit-penyakit sistemis yang

diderita pada usia lanjut dan obat-obatan yang digunakanuntuk

perawatannya dapat menyebabkan xerostomia pada manula.

Xerostomia adalahsalah satu faktor yang penyebab

berkurangnya sensitifitas taste buds, pasien tidak dapatmemakai

gigitiruan sebagian / gigitiruan penuh, serta mengakibatkan

sensasi mulutterbakar pada manula (Rachmawati, 2006).

Page 33: Senile Atropi Nabillah

35

Fungsi utama dari saliva adalah pelumasan, buffer, dan

perlindungan untukjaringan lunak dan keras pada rongga mulut.

Jadi, penurunan aliran saliva akan fungsi bicara dan penelanan,

serta menaikkan jumlah karies gigi, danmeningkatkan

kerentanan mukosa terhadap trauma mekanis dan infeksi

mikrobial (Rachmawati, 2006).

C. Lidah dan pengecapan

Orang tua biasanya mengeluh tidak adanya rasa makanan,

ini dapat disebabkan bertambahnya usia mempengaruhi

kepekaan rasa akibat berkurangnya jumlah pengecap pada lidah.

Permukaan lidah ditutupi oleh banyak papilla pengecap dimana

terdapatempat tipe papilla yaitu papilla filiformis, fungiformis,

sirkumvalata, dan foliate.Sebagian papilla pengecap terletak

dilidah dan beberapa ditemukan pada palatum,epiglottis, laring

dan faring. Pada manusia terdapat sekitar 10,000 putik kecap,

danjumlahnya berkurang secara drastis dengan bertambahnya

usia (Rachmawati, 2006).

Kesulitan untuk menelan (Dysphagia) biasanya muncul

pada manula dan perlu diberikan perhatian karena populasi

manula semakin meningkat setiap tahun. Dalam

sistempencernaan, terdapat beberapa fase penting yang berkait

erat dengan rongga mulut yaitpengunyahan, pergerakan lidah

dan kebolehan membuka serta menutup mulut (bibir).Sistem

pencernaan di rongga mulut menunjukkan penurunan fungsi

denganmeningkatnya umur. Robbins dkk (cit. Al-Drees)

menyatakan bahwa fungsi penelanan(berkaitan dengan tekanan)

menurun dengan meningkatnya umur sehingga manulaterpaksa

bekerja lebih keras untuk menghasilkan efek tekanan yang

adekuat dan dapatmenelan makanan, seterusnya akan

meningkatkan resiko untuk berkembangnya dysphagia. Fungsi

penelanan pasti akan mengalami penurunan pada manula

Page 34: Senile Atropi Nabillah

36

walaupunmempunyai rongga mulut yang sehat. Aksi pergerakan

lidah akan berubah denganmeningkatnya umur. Perubahan yang

terjadi adalah perlambatan dalam mencapai tekananotot dan

pergerakan yang efektif pada lidah, gangguan pada ketepatan

waktu kontraksi otot lidah sehingga menganggu fungsi

pencernaan di rongga mulut secarakeseluruhannya.Akibat

gangguan pada sistem pencernaan dan kehilangan sensori

pengecapansehingga menyebabkan kehilangan selera makan,

manula kehilangan berat badan merupakan keadaan umum yang

sering terjadi (Rachmawati, 2006).

D. Bentuk bibir

Penna dkk (cit. Al-Drees) menyatakan bahwa terdapat

penurunan massa dari otot bibir yaitu m. Orbicularis oris pada

manula dengan menggunakan analisa secara histomorphometric.

Senyuman manula kelihatan lebih lebar secara transversal dan

mengecil secara vertikal. Ini menunjukkan bahwa memang

berlaku penurunan massa dari otot Orbicularis oris pada bibir

sehingga kemampuan otot ketika manula senyum semakin

berkurang (Rachmawati, 2006).

E. Tekstur permukaan mukosa mulut

Perubahan yang berlaku pada sel epitel mukosa mulut

berupa penipisan ketebalan lapisan sel, berkurangnya elastisitas

serta berkurangnya vaskularisasi. Akibatnya secara klinis

menyebabkan mukosa mulut menjadi lebih pucat, tipis, kering,

dengan proses penyembuhan yang melambat. Hal ini

menyebabkan mukosa mulut lebih mudah mengalami iritasi

terhadap gesekan atau trauma, yang diperparah dengan

berkurangnya aliran saliva. Pada mukosa gingiva yang sehat

karakteristiknya berupa stippling yang menghilang dengan

Page 35: Senile Atropi Nabillah

37

bertambahnya usia, akibatnya mukosa gingiva menjadi licin

(Rachmawati, 2006).

2.9.1 Faktor- faktor yang mempengaruhi proses menua

Proses penuaan dipicu oleh laju peningkatan radikal bebas dan sistem

penawaran racun yang semakin berubah seiiring dengan berjalannya usia.

Faktor yang mempercepat proses penuaan :

1. Faktor genetik

Secara genetik, perempuan ditentukan oleh sepasang kromosom X.

Kromosom X ini ternyata membawa unsur kehidupan sehingga perempuan

berumur lebih panjang daripada laki – laki. Disamping itu juga ditemukan gen

khusus yang bertanggung jawab mengaktualkan proses penuaan. Bagi individu

yang mengemban gen tersebut, cenderung cepat menjadi tua (berusia 30-an

tampak seperti usia 80-an). Kalainan ini dikenal sebagai Sindrom Werner.

2. Faktor endogenik

Perubahan stuktural dan fungsional

Kemampuan / skill menurun

Kapasitas kulit untuk mensintesis vitamin D

3. Faktor eksogenik (factor lingkungan dan gaya hidup)

Diet / asupan zat gizi

Contohnya seperti kekurangan protein yang dapat menyebabkan degenerasi

jaringan ikat gingiva, membran periodontal dan mukosa. Kekurangan protein

juga dikaitkan dengan percepatan kemuduran tulang alveolus.

Merokok

Obat

Penyinaran Ultra violet

Polusi

Faktor yang menghambat proses penuaan

Antioksidan, merupakan zatkimia yang dapat memberikan sebuah elektron

pada radikal bebas sehingga memperlambat proses penuaan.

Page 36: Senile Atropi Nabillah

38

2.9.2 MEKANISME PENUAAN

Proses penuaan ditandai penurunan energi seluler yang

menurunkan kemampuan sel untuk memperbaiki diri. Terjadi dua

fenomena, yaitu penurunan fisiologik (kehilangan fungsi tubuh

dan sistem organnya) dan peningkatan penyakit (Fowler, 2003).

Menurut Fowler (2003), aging adalah suatu penyakit dengan

karakteristik yang terbagi menjadi 3 fase yaitu :

1) Fase subklinik (usia 25-35 tahun)

Kebanyakan hormon mulai menurun : testosteron, growth

hormone (GH), dan estrogen. Pembentukan radikal bebas, yang

dapat merusak sel dan DNA mulai mempengaruhi tubuh, seperti

diet yang buruk, stress, polusi, paparan berlebihan radiasi

ultraviolet dari matahari. Kerusakan ini biasanya tidak tampak

dari luar. Individu akan tampak dan merasa “normal” tanpa

tanda dan gejala dari aging atau penyakit. Bahkan, pada

umumnya rentang usia ini dianggap usia muda dan normal.

2) Fase transisi (usia 35-45 tahun)

Selama tahap ini kadar hormon menurun sampai 25

persen. Kehilangan massa otot yang mengakibatkan kehilangan

kekuatan dan energi serta komposisi lemak tubuh yang

meninggi. Keadaan ini menyebabkan resistensi insulin,

meningkatnya resiko penyakit jantung, pembuluh darah, dan

obesitas. Pada tahap ini mulai mncul gejala klinis, seperti

penurunan ketajaman penglihatan- pendengaran, rambut putih

mulai tumbuh, elastisitan dan pigmentasi kulit menurun,

dorongan seksual dan bangkitan seksual menurun. Tergantung

dari gaya hidup, radikal bebas merusak sel dengan cepat

sehingga individu mulai merasa dan tampak tua. Radikal bebas

mulai

Page 37: Senile Atropi Nabillah

39

mempengaruhi ekspresi gen, yang menjadi penyebab dari

banyak penyakit aging, termasuk kanker, arthritis, kehilangan

daya ingat, penyakit arteri koronaria dan diabetes.

3) Fase Klinik (usia 45 tahun keatas)

Orang mengalami penurunan hormon yang berlanjut,

termasuk DHEA (dehydroepiandrosterone), melatonin, GH,

testosteron, estrogen, dan hormon tiroid. Terdapat juga

kehilangan kemampuan penyerapan nutrisi, vitamin, dan mineral

sehingga terjadi penurunan densitas tulang, kehilangan massa

otot sekitar 1 kilogram setiap 3 tahun, peningkatan lemak tubuh

dan berat badan. Di antara usia 40 tahun dan 70 tahun, seorang

pria kemungkinan dapat kehilangan 20 pon ototnya, yang

mengakibatkan ketidakmampuan untuk membakar 800-1.000

kalori perhari. Penyakit kronis menjadi sangat jelas terlihat,

akibat sistem organ yang mengalami kegagalan.

Ketidakmampuan menjadi faktor utama untuk menikmati “tahun

emas” dan seringkali adanya ketidakmampuan untuk melakukan

aktivitas sederhana dalam kehidupan sehari-harinya. Prevalensi

penyakit kronis akan meningkat secara dramatik sebagai akibat

peningkatan usia (Fowler, 2003).

2.9.3 TEORI PENUAAN

Ada 4 teori aging, yaitu(Goldman dan Klatz, 2007):

1) Teori “wear and tear”

Tubuh dan selnya mengalami kerusakan karena sering

digunakan dan disalahgunakan (overuse and abuse). Organ

tubuh seperti hati, lambung, ginjal, kulit, dan yang lainnya,

menurun karena toksin di dalam makanan dan lingkungan,

konsumsi berlebihan lemak, gula, kafein, alcohol, dan nikotin,

karena sinar ultraviolet, dan karena stress fisik dan emosional.

Page 38: Senile Atropi Nabillah

40

Tetapi kerusakan ini tidak terbatas pada organ melainkan juga

terjadi di tingkat sel.

2) Teori neuroendokrin

Teori ini berdasarkan peranan berbagai hormon bagi fungsi

organ tubuh. Hormon dikeluarkan oleh beberapa organ yang

dikendalikan oleh hipotalamus,sebuah kelenjar yang terletak di

otak. Hipotalamus membentuk poros dengan hipofise dan organ

tertentu yang kemudian mengeluarkan hormonnya. Dengan

bertambahnya usia tubuh memproduksi hormon dalam jumlah

kecil, yang akhirnya mengganggu berbagai sistem tubuh.

3) Teori Kontrol Genetik

Teori ini fokus pada genetik memprogram sandi sepanjang

DNA, dimana kita dilahirkan dengan kode genetik yang unik,

yang memungkinkan fungsi fisik dan

mental tertentu. Dan penurunan genetik tersebut menentukan

seberapa cepat kita menjadi tua dan berapa lama kita hidup.

4) Teori Radikal Bebas

Teori ini menjelaskan bahwa suatu organisme menjadi tua

karena terjadi akumulasi kerusakan oleh radikal bebas dalam sel

sepanjang waktu. Radikal bebas sendiri merupakan suatu

molekul yang memilkiki elektron yang tidak berpasangan.Radikal

bebas memiliki sifat reaktifitas tinggi, karena kecenderungan

menarik elektron dan dapat mengubah suatu molekul menjadi

suatu radikal oleh karena hilangnya atau bertambahnya satu

elektron pada pada molekul lain. Radikal bebas akan merusak

molekul yang elektronnya ditarik oleh radikal bebas tersebut

sehingga menyebabkan kerusakan sel, gangguan fungsi sel,

bahkan kematian sel (Suryohudoyo, 2000). Reaktif radikal

Page 39: Senile Atropi Nabillah

41

nitrogen (nitrat oksida dan turunannya seperti peroxynitrite) dan

oksigen (superoksida anion, hidrogen peroksida, hidroksil )

radikal dapat menimbulkan kerusakan besar pada makromolekul

(protein, asam nukleat, lipid kompleks), menimbulkan karsinogen

(misalnya, nitrosamin), dan memicu (atau kadang-kadang

mencegah) kematian apoptosis sel-sel seperti makrofag dan sel

epitel pembuluh darah. Ada mekanisme untuk pembilasan dan

pertentangan spesies-spesies yang sangat reaktif molekul dan

untuk memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh mereka.

Namun, kecuali mekanisme tersebut benar-benar efektif,

kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas dapat

terakumulasi, bahkan dalam self-potentiating atau secara

eksponensial. Ada bukti bahwa efisiensi transpor elektron

mitokondria dan energi yang menghasilkan proses memburuk

dengan usia, sehingga dalam penampilan peningkatan oksidasi

radikal bebas. (Albright,2003).Dengan bertambahnya usia maka

akumulasi kerusakan sel akibat radikal bebas semakin

mengambil peranan, sehingga mengganggu metabolisme sel,

juga merangsang mutasi sel, yang akhirnya membawa pada

kanker dan kematian. Selain itu radikal bebas juga merusak

kolagen dan elastin , suatu protein yang menjaga kulit tetap

lembab, halus, fleksibel, dan elastis. Jaringan tersebut akan

menjadi rusak akibat paparan radikal bebas, terutama pada

daerah wajah, dimana mengakibatkan lekukan kulit dan kerutan

yang dalam akibat paparan yang lama oleh radikal bebas

(Goldman dan Klatz, 2007).