sanksi bagi pelaku tindak pidana kesusilaan...

80
SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN (LOKIKA SANGGRAHA) PADA MASYARAKAT BALI PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM Oleh : IZZATUL LAILAH 1110045100032 KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 M/ 1435 H

Upload: trinhthuy

Post on 09-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN

(LOKIKA SANGGRAHA) PADA MASYARAKAT BALI

PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM

Oleh :

IZZATUL LAILAH

1110045100032

KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014 M/ 1435 H

Page 2: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN

(LOKIKA SANGGRAHA) PADA MASYARAKAT BALI

PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Syari’ah ( S. Sy)

Oleh:

IZZATUL LAILAH

1110045100032

Dibawah Bimbingan:

Dr. Asep Saepuddin Jahar, MA.,Ph

NIP. 196912161996031001

KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014 M/ 1434 H

Page 3: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang
Page 4: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Jakarta, 14 Juli 2014

Izzatul Lailah

NIM. 1110045100032

Page 5: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

ABSTRAK

IzzatulLailah. NIM 1110045100032. SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA

KESUSILAAN ( LOKIKA SANGGRAHA) PADA MASYARAKAT BALI

PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM. Konsentrasi Pidana Islam, Program Studi

Jinayah Siyasah, Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah, Jakarta, Tahun 1435 H/2014 M. + 65 halaman + 2lampiran.

Masalah utama dari skripsi ini adalah mengenai Sanksi dari Delik Adat Lokika

Sanggraha di Bali yang merupakan pelanggaran adat kesusilaan di tinjau dari hukum

pidana Islam. Di mana sanksi dalam hukum adat berbeda dengan hukum pidana

Islam.

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif, yaitu berupa kalimat- kalimat,

norma-norma, serta doktrin. Penelitian ini juga merupakan penelitian hukum

normative doktriner terutama mengenai Sanksi Lokika Sanggraha.

Hasil dari penelitian ini adalah mengetahui secara spesifik mengenai Sanksi dari delik

adat Lokika Sanggraha jika dilihat dari segi hukum pidana Islam, sehingga kita dapat

mengetahui perbedaan hukum antara hukum adat dan hukum pidana Islam.

Kata Kunci : Lokika Sanggraha, Hubungan seksual tanpa ikatan perkawinan

yang sah

Pembimbing : Dr. Phil, Asep Saepudin Jahar, MA

DaftarPustaka : tahun 1987 s.dtahun 2013

Page 6: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

ii

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat

menyelesaikan penulisan Skripsi dengan judul “ SANKSI BAGI PELAKU

TINDAK PIDANA KESUSILAAN ( LOKIKA SANGGRAHA) PADA

MASYARAKAT BALI PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM” yang

merupaka kewajiban bagi Program sarjana ( S1) Program Studi Jinayah Siyasah

Konsentrasi Kepidanaan Islam pada Fakultas Syari’ ah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, untuk memenuhi salah satu persyaratan dan merupakan tugas

akhir untuk memperoleh Gelar sarjana ( S1). Dalam penulisan Skripsi ini, sudah tentu

penulis banyak memperoleh bantuan dan bimbingan serta dorongan dari berbagai

pihak baik moril maupun materil yang tentunya sangat bermanfaat dalam penulisan

Skripsi ini. Untuk itu dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima

kasih, yang setulus- tulusnya kepada:

1. H. JM. Muslimin, MA., Ph.,D., selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Asmawi, S.Ag., M.Ag., selaku Ketua Program Studi Jinayah Siyasah Fakultas

Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarata.

Page 7: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

iii

3. Afwan Faizin, S.Ag., M.Ag., selaku Sekertaris Program Studi Jinayah Siyasah

Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Dr. Phil. Asep Saepuddin Jahar, MA., selaku dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus dosen pembimbing Skripsi.

5. Seluruh Dosen/ Pengajar/ Staff, Fakultas Syari’ah dan Hukum yang telah

memberikan ilmunya kepada penulis.

6. Kepala dan Seluruh Staff/ Karyawan Perpustakaan Fakultas Syari’ah dan Hukum

maupun Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memfasilitasi

tempat serta buku- buku referensi yang berkaitan dengan penulisan Skripsi ini.

7. Lebih Khusus lagi adalah ucapan terima kasih kepada :

a. Kepada Ayahanda ( Drs. KH. Ketut Daimuddin Hasyim) dan Ibunda (

Rukayah Tabrani BA) yang tiada henti- hentinya berdo’a sehingga penulis

dapat bersemangat dalam menyelesaikan Skripsi. ( I Love You Dad and

Mom)

b. Kepada nenek tercinta Umi Hj. Maswanih yang selalu memberi semangat

dalam mengerjakan skripsi sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir

kuliah.

c. Kepada kakak Zhul fikri S. Hi ( a wayan) dan kakak ipar Faizah S. Pdi yang

selalu memberi support dan tiada henti- hentinya berdo’a sehingga penulis

dapat menyelesaikan Skripsi.

d. Kepada Ncing Ito, om Faisal, Ncing Wawai, Umi Dedeh, Ayah Yamin,

Sobah, Zaki, Syifa, Kiki, Adi serta Keluarga Besar Yayasan Arromaliyah

Page 8: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

iv

yang tiada henti- hentinya memberikan support sehingga penulis dapat

menyelesaikan Skripsi.

e. Kepada Wayah Imaduddin Jamal yang telah memberikan masukan serta

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi.

f. Kepada Mbah tercinta, Ayah Bisyri, Umi, Bli Ketut Thantowi, Bli Ketut Edi,

Mba Nia, Ka Ketut Titi, serta Keluarga Besar Desa Pegayaman Bali yang

selalu memberikan semangat dalam menyelesaikan Skripsi ini.

8. Prince Aizza Faqih yang dengan senang hati dan tiada henti- hentinya

memberikan dorongan serta membantu dalam penulisan Skripsi sehingga penulis

dapat menyelesaikan Skripsi ini.

9. Evi Shofiah, Rachmadyanti Dewi, Ely, dan Ayu Safitri yang selalu memberi

support sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi.

10. Teman- teman PI ( 2010) seperti, Azizah, Amanah, Dijah, Reni, Lulu, Imas,

Siska, Ika, dll. Kebersamaan dan kesolidan kita selama perkuliahan dan pergaulan

yang terkadang diselingi dengan aktivitas canda tawa memberikan arti pentingnya

sebuah persahabatan yang tak terlupakan dan menjadi catatan sejarah bagi kita

semua. “ Aku mengenal kalian tanpa sengaja mencoba akrab dengan kalian

menjalani persahabatan yang tak pernah pudar saling melengkapi satu sama lain

bersatu dalam ikatan persaudaraan, kelak…suatu saat kita telah hidup masing-

masing semoga ikatan ini tidak akan putus dan bangga mempunyai sahabat

seperti kalian”. FRIENDSHIP IS NEVER DIE

Page 9: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

v

11. Kepada KKN KEYS yang memberikan support sehingga penulis dapat

menyelesaikan Skripsi ini.

12. Kepada Kepala/ Staff/ Karyawan Perpustakaan Universitas Indonesia yang telah

memfasilitasi tempat serta buku- buku referensi yang berkaitan dengan penulisan

skripsi ini.

13. Kepada Bapak I Nyoman Surata, SH., M.Hum dan Bapak I Putu Sugiardana, SH.,

MH selaku Dekan dan Dosen Hukum Pidana Adat Universitas Panji Sakti yang

telah meluangkan waktu untuk penulis melakukan wawancara mengenai skripsi

ini.

14. Kepada Bapak Drs. I Putu Wilasa selaku Ketua PHDI ( Parisada Hindu Dharma

Indonesia) yang dengan senang hati meluangkan waktu untuk saya melakukan

wawancara mengenai skripsi ini.

15. Kepada Bapak Ida Pandita Mpu Nabe Yoga Manik Geni selaku Pedande atau

Bendesa adat yang dengan senang hati memberi masukan dalam penulisan skripsi

ini.

Akhir kata, semoga tulisan ini dapat berguna bagi semua pihak yang sempat

membacanya, serta menambah wawasan keilmuan bagi yang berkepentingan dengan

masalah ini. Amien. Suksema.

Jakarta, Juni 2014

Penulis

Page 10: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

vi

DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................ vi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ......................................... 7

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian .................................. 8

D. Tinjauan Pustaka/ Penelitian Terdahulu...................................... 9

E. Metode Penelitian........................................................................ 10

F. Sistematika Penulisan ................................................................. 11

BAB II TINDAK PIDANA KESUSILAAN DALAM HUKUM ADAT

BALI

A. Tindak Pidana Kesusilaan ........................................................... 13

B. Jenis- jenis Delik Adat Yang Menyangkut Kesusialaan ........... 16

C. Sanksi Adat dan Jenis- jenis Sanksi Adat ................................... 18

BAB III PIDANA ZINA DARI DELIK ADAT LOKIKA SANGGRAHA

A. Definisi Lokika Sanggraha ......................................................... 22

B. Unsur- unsur Lokika Sanggraha.................................................. 31

C. Sanksi Lokika Sanggraha dalam Hukum Adat Bali .................... 35

Page 11: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

vii

BAB IV TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP DELIK

ADAT LOKIKA SANGGRAHA

A. Terjadinya Hubungan Seksual .................................................... 40

1. Definisi Zina ......................................................................... 40

2. Unsur- unsur Tindak Pidana Zina ......................................... 43

3. Dasar Hukum Larangan Zina ................................................ 46

4. Macam- Macam Zina ............................................................ 48

5. Sanksi Pidana Perzinaan ( Lokika Sanggraha) dalam

Hukum Pidana Islam ............................................................. 49

B. Ingkar Janji/ Khiyanat ................................................................. 55

1. Definisi Khianat .................................................................... 55

2. Hukuman Bagi Pelaku Khiyanat ........................................... 57

C. Delik Lokika Sanggraha Dalam Hukum Pidana Islam ............... 59

D. Persamaan dan Perbedaan Lokika Sanggraha pada Hukum

Adat Bali dengan Zinâ Gairu Muhsan pada Hukum Pidana

Islam ............................................................................................ 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ................................................................................ 63

B. Saran ........................................................................................... 64

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 12: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masyarakat majemuk mempunyai arti yang sama dengan istilah

masyarakat plural atau pluralistic. Biasanya diartikan sebagai masyarakat yang

terdiri dari berbagai suku bangsa atau masyarakat yang berbhineka

Kata adat sebenarnya berasal dari bahasa arab yang artinya kebiasaan.

Pendapat ini menyatakan bahwa adat sebenarnya berarti sifat immaterial, artinya

adat menyangkut hal- hal yang berkaitan dengan system kepercayaan.1

Menurut Van Vollenhoven yang dimaksud dengan delik adat adalah

perbuatan yang tidak boleh dilakukan, walaupun dalam kenyataannya peristiwa

itu hanya merupakan sumbang yang kecil saja. Jadi, yang dimaksud dengan delik

adat itu adalah semua perbuatan atau kejadian yang bertentangan dengan

kepatutan, kerukunan, ketertiban, keamanan, rasa keadilan dan kesadaran hukum

masyarakat bersangkutan, baik hal itu akibat perbuatan seseorang maupun

perbuatan penguasa adat sendiri.

Timbulnya reaksi masyarakat bertujuan untuk mewujudkan keseimbangan

masyarakat kembali. Tetapi oleh karena reaksi masyarakat diberbagai lingkungan

masyarakat adat itu berbeda- beda maka hukum pidana adat diseluruh Indonesia

tidak sama.2

1 Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, ( Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm 70

2 Hilman Hadikusuma, Hukum Pidana Adat, hlm. 10

Page 13: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

2

Hukum pidana adat adalah terjemahan dari istilah Belanda “ adat delicten

recht” atau “ hukum pelanggaran adat”. apabila dikatakan perbuatan yang

bertentangan dengan hukum pidana adat, maka ia harus diartikan lebih luas dari

istilah Belanda “ onrecht matigedaad” sebagaimana dinyatakan dalam pasal 1365

KUH Perdata ( BW) yang menyatakan setiap perbuatan melanggar hukum yang

merugikan itu mengganti kerugian.3

Hukum pidana adat adalah hukum yang hidup ( living law) dan akan terus

hidup selama ada manusia budaya, ia tidak akan dapat dihapus dengan

perundang- undangan. Andai kata diadakan juga undang- undang yang

menghapuskannya, akan percuma juga, malahan hukum pidana perundang-

undangan akan kehilangan sumber kekayaannya, oleh karena hukum pidana adat

itu lebih dekat hubungannya dengan antropologi dan sosiologi dari pada hukum

perundang- undangan. 4

Menurut hukum adat kesalahan kesopanan ialah semua kesalahan yang

mengenai tata tertib tingkah laku sopan santun seseorang didalam

pengulangannya dengan anggota kerabat dan masyarakat. Misalnya seorang

pemuda tidak menghormati orang tua, wanita duduk dengan aurat setengah

terbuka kesemuanya kesalahan kesopanan. Kesalahan kesusilaan ialah semua

kesalahan yang menyangkut watak budi pekerti pribadi seseorang yang bernilai

buruk dan perbuatannya mengganggu keseimbangan masyarakat. Misalnya

3 Hilman Hadikusuma, Hukum Pidana Adat, ( Bandung: PT Alumni, 1989), hlm. 7

4 Hilman Hadikusuma, Hukum Pidana Adat, hlm. 10

Page 14: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

3

melakukan perbuatan maksiat, berzina, berjudi, minum- minuman keras, dan

sebagainya. Kesemuanya merupakan perbuatan asusila. Walaupun dalam hukum

adat tidak dibedakan antara yang bersifat kejahatan dan pelanggaran, maka

dapatlah dikatakan bahwa kesalahan kesopanan itu termasuk pelanggaran,

sedangkan kesalahan kesusilaan termasuk kejahatan.5

Dharma adalah hukum hindu duniawi baik yang ditetapkan maupun tidak.

Dharma adalah hukum yang bersumber dari karma phala atau hasil perbuatan

yang dijadikan ukuran atau nilai- nilai untuk berbuat yang pantas atau

seyogyanya. Menurut Kautilya Dharma dapat dibedakan menjadi dua bagian

yaitu Kantaka Sodhana dan Dharmasthiya.

Kantaka Sodhana pada umunya mengatur hal- hal yang menyangkut

tentang dusta, corah dan paradara serta sanksi hukum yang patut dijatuhkan

kepadanya. Dusta adalah kejahatan terhadap nyawa orang lain, Corah adalah

kejahatan terhadap harta benda orang lain. Paradara adalah kejahatan terhadap

kesopanan dan kesusilaan. Sedangkan Dharmasthiya pada umumnya mengatur

tentang hukum keluarga dharma badhu, hukum perkawinan dharma vivaha dan

hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan- perbuatan yang berisikan suatu

perjanjian dan pengingkaran terhadap suatau yang diperjanjikan yang telah

disepakati serta ganti rugi. 6

5 Hilman Hadikusuma, Hukum Pidana Adat, hlm. 70

6 I Made Suastika Ekasana, Seri Dharmasthya ( Hukum Perdata Hindu) Dharma Bandhu

Hukum Keluarga Hindu, ( Surabaya: Paramita, 2012) hlm. 3

Page 15: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

4

Pada masyarakat Bali jika terjadi pelanggaran hukum misalnya

pelanggaran yang menyangkut kesusilaan, maka dapat diberikan sanksi sesuai

dengan hukum adatnya. Masalah kesusilaan bagi masyarakt adat Bali memiliki

nilai- nilai yang sangat tinggi dan harus dijunjung tinggi. Hal tersebut terkait

dengan pemahaman masyarakat Bali yang memandang kesusilaan sebagai sesuatu

adalah menciptakan keseimbangan atau keharmonisan antara makro kosmos

(bwuana agung) dan makso kosmis ( bwuana alit). Salah satu bentuk pelanggaran

yang dikenal pada masyarakat Bali adalah lokika sanggraha.7

Di daerah Bali ada perbuatan pidana ( delik) yang dikenal dengan

kualifikasi Delik Adat Lokika Sanggraha. Perbuatan yang di daerah Bali dikenal

sebagai Lokika Sanggraha terjadi pula di daerah- daerah lain, hanya saja

kualifikasinya mungkin berbeda atau mungkin tidak ada kualifikasi tertentu dan

tidak pernah sampai diselesaikan lewat pengadilan, hal mana tentu tidak adil bagi

si korban, tidak adanya kepastian hukum dan keadaan yang demikian itu akan

dapat menimbulkan keresahan masyarakat.8

Di dalam Kitab Undang- undang Hukum Pidana Republik Indonesia tidak

dikenal adanya suatu delik Adat Lokika Sanggraha, Delik Lokika Sanggraha

diatur dalam kitab Adhigama. Delik Lokika Sanggraha berawal dari seorang laki-

laki telah menjanjikan kelak dikemudian hari akan mempersuntingnya sebagai

istri sehingga wanita tersebut yang akhirnya bersedia menyerahkan segalanya

7 Thesis, Unika Soegijapranata, pdf.

8 I Made Widnyana, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat ( Bandung: Eresco 1993) hlm. 32

Page 16: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

5

sampai terjadi hubungan biologis dan ternyata kemudiaan hari pria tersebut

memutus hubungan cintanya tanpa alasan yang sah.9

Ketentuan adat yang mengatur Delik Adat Lokika Sanggraha ini masih

dipertahankan di dalam kehidupan masyarakat di Bali, sehingga pelanggaran

terhadap delik- delik adat, khususnya Delik Adat Lokika Sanggraha yang

dirasakan sebagai pelanggaran hukum masyarakat dan pelanggran keadilan

masyarakat.

Suatu hubungan biologis tersebut haruslah dijaga dan diarahkan agar

terpelihara keseimbangan hubungan tersebut. Apabila aktivitas yang berhubungan

dengan kebutuhan biologis yang dilaksanakan dengan tidak patut, maka akan

menimbulkan gangguan baik yang bersifat “ sekala” ( nampak dengan panca

indera) maupun bersifat “ niskala” ( tidak nampak dengan panca indera), yang

justru mengganggu hubungan baik yang sifatnya horizontal maupun yang sifatnya

vertikal.10

Sehubungan dengan Delik Lokika Sanggraha jika dikaitkan dengan

Hukum Pidana Islam merupakan suatu jarimah zina. Hamka membuat definisi

singkat tentang zina, yaitu:

“Segala persetubuhan yang tidak disahkan dengan nikah, atau yang tidak

sah nikahnya. “ perbuatan zina yang dianggap hal biasa oleh masyarakat secular

9 I Gusti Ketut Sutha, Bunga Rampai Beberapa Aspek Hukum Adat, (Liberty: Yogyakarta,

1987) hlm. 72

10

I Gusti Ketut Sutha, Bunga Rampai Beberapa Aspek Hukum Adat,hlm. 72

Page 17: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

6

modern merupakan tindakan yang terkutuk dan kejahatan berat dalam tinjauan

syariat Islam. Maka, Allah mencegah terjadinya perbuatan zina.11

Konsep tindak pidana perzinaan menurut hukum Islam jauh berbeda

dengan system hukum Barat, karena dalam hukum Islam, setiap hubungan seksual

yang diharamkan itulah zina, baik yang dilakukan oleh orang yang telah

berkeluarga maupun yang belum berkeluarga asal ia tergolong orang mukallaf,

meskipun dilakukan dengan rela sama rela.

Kerusakan moral yang melanda dunia Barat menurut para ahli justru

karena diperbolehkannya perzinaan yang dilakukan oleh orang dewasa.

Perkawinan dalam bentuk rumah tangga di bentuk jika telah ada kecocokan,

terutama setelah bertahun- tahun bersama. Inilah makna rumah tangga lebih di

maknai sebagai pilihan yang sulit, kecuali setelah menjalani hidup bersama dan

mengenal jauh pasangan masing- masing.

Menurut penulis Delik Lokika Sanggraha dapat dikatakan sebagai jarimah

zina, yaitu persetubuhan yang dilakukan oleh laki- laki dan perempuan tanpa

adanya ikatan pernikahan. Akan tetapi meskipun sama-sama merupakan

sebuah pelanggaran hukum, sanksi dari pelanggaran itu berbeda dengan

sanksi yang terdapat dalam hukum pidana Islam. Bahkan apabila di laki-

laki tersebut menepati janjinya, yakni menikahi si perempuan maka tidak

ada sanksi/ hukuman baginya. Bagaimana hukum pidana islam memandang

11

Adian Husaini, Rajam Dalam Arus Budaya Syahwat ( Penerapan Hukum Rajam di

Indonesia dalam tinjauan Syariat Islam, Hukum Positif dan Politik Global), ( Jakarta: CV. Pustaka Al-

Kautsar, 2001). Hlm. 93

Page 18: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

7

hal itu ? Untuk sanksi yang diterapkan bagi pelaku Delik Lokika Sanggraha

akan dijelaskan lebih detail dalam skripsi ini. Maka dari itu penulis mengangkat

judul “ Sanksi Bagi Pelaku Tindak Kesusilaan ( Lokika Sanggraha) Pada

Masyarakat Bali Perspektif Hukum Pidana Islam”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Focus masalah dalam studi ini berkisar pada masalah sanksi pelaku tindak

pidana kesusilaan ( lokika sanggraha) pada masyarakat Bali perspektif hukum

pidana Islam. Dengan demikian dalam penulisan ini yang dijadikan masalah

pokok ialah:

1. Apa yang dimaksud dengan tindak pidana ( Lokika Sanggraha) di Bali?

2. Bagaimana sanksi bagi pelaku tindak pidana kesusilaan ( Lokika Sanggraha)

menurut hukum adat Bali?

3. Bagaimana sanksi bagi pelaku tindak pidana kesusilaan ( Lokika Sanggraha)

menurut hukum pidana Islam?

Tindak pidana kesusilaan yang dijadikan focus kajian dalam studi ini

dibatasi pada (a) Delik adat mengenai Lokika Sanggraha (b) Sanksi bagi pelaku

tindak pidana kesusilaan ( Lokika Sanggraha) dalam hukum adat Bali dan Sanksi

bagi pelaku tindak pidana kesusilaan ( Lokika Sanggraha) dalam hukum pidana

Islam.

Page 19: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

8

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Secara umum, studi ini bertujuan, pertama, menjelaskan tentang tindak

pidana kesusilaan ( Lokika Sanggraha) dalam hukum adat dan hukum pidana

Islam; kedua, merumuskan dan menjelaskan mengenai sanksi bagi pelaku

tindak pidana kesusilaan ( Lokika Sanggraha) dalam hukum Adat dan hukum

pidana Islam; Secara spesifik, penelitian ini bertujuan :

a. Menjelaskan secara komprehensif tindak pidana kesusilaan ( Lokika

Sanggraha) dalam hukum adat dan hukum pidana Islam.

b. Menjelaskan secara komprehensif sanksi bagi pelaku tindak pidana

kesusilaan ( Lokika Sanggraha) pada masyarakat Bali perspektif hukum

pidana Islam.

2. Manfaat Penelitian

Adapun signifikansi penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut:

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang lebih

mendalam mengenai tindak pidana kesusilaan ( Lokika Sanggraha)

perspektif hukum pidana Islam

b. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat membuka pemikiran pembaca

mengenai sanksi bagi pelaku tindak pidana kesusilaan ( Lokika

Sanggraha) perspektif hukum pidana Islam.

c. Hasil penelitian ini selanjutnya diharapkan dapat memberikan

perbandingan kepada pembaca umumnya antara hukum adat , khususnya

Page 20: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

9

antara sanksi bagi pelaku tindak pidana kesusilaan ( Lokika Sanggraha)

perspektif hukum pidana islam.

D. Tinjauan Pustaka/ Penelitian Terdahulu

Penulis belum menemukan penelitian yang secara spesifik membahas

tentang Delik Adat Lokika Sanggraha, Akan tetapi banyak penelitian yang

menyinggung secara terpisah, baik mengenai Delik Adat tersebut. baik secara

spesifik membahas tentang topik Lokika Sanggraha maupun hanya

menyinggungnya secara umum atau di masukkan ke dalam sub-bab dari

penelitian tersebut. Berikut ini paparan tinjauan umum atas salah satu karya

penelitian tersebut.

Karya I Made Widnyana, SH yang bertajuk Kapita Selekta Hukum Pidana

Adat. Inti/ hakikat yang tercermin melalui perumusan tersebut, ternyata delik adat

Lokika Sanggraha yaitu suatu delik adat yang berupa seorang laki-laki

menghamili perempuan di luar perkawinan dengan janji akan mengawini, tetapi

ternyata tidak dikawini.

Karya Lilik Mulyadi yang bertajuk Delik Adat “Lokika Sanggraha“ Di

Bali. Inti/hakikat yang tercermin melalui perumusan tersebut, ternyata delik adat

Lokika Sanggraha merupakan delik formal karena unsur kehamilan bukanlah

merupakan unsur esensial untuk adanya Delik Adat ini dimana yang penting

adalah unsur “janji” tidak ditepati oleh si pria. Sedangkan munculnya pelaku

Delik Adat Lokika Sanggraha dipengadilan dikarenakan adanya pengaduan dari

Page 21: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

10

pihak wanita dimana si pria mengingkari janjinya. Dengan demikian Delik Adat

ini merupakan delik aduan (Kracht-Delicten).12

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan kualitatif yaitu penelitian yang data- datanya

diungkapkan melalui kata- kata, norma atau aturan- aturan, dengan kata lain

penelitian ini memanfaatkan data kualitatif.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif doktriner, yaitu

penelitian yang mengkaji asas- asas dan norma- norma hukum.

2. Metode Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

studi kepustakaan. Sumber data diperoleh dari:

a. Bahan hukum primer yaitu: Undang- undang Darurat no. 1 tahun 1951

serta dalil- dalil yang terdapat pada al- Qur’an dan al- Hadits serta

ketentuan- ketentuan fiqh yang mengatur masalah perzinaan.

b. Bahan hukum sekunder yaitu: bahan- bahan yang memberi penjelasan

dalam mengkaji bahan hukum primer, yaitu data- data yang diperoleh dari

buku- buku yang masih memiliki keterkaitan dengan pokok masalah yang

akan diteliti. Seperti: Kapita Selekta Hukum Pidana Adat, Buku Bunga

12

Lilik Mulyadi, Delik Adat “Lokika Sanggraha“ Di Bali, Majalah Varia Peradilan, Penerbit

IKAHI (Ikatan Hakim Indonesia), Jakarta Oktober, 1987, Jurnal ( tidak diterbitkan).

Page 22: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

11

Rampai Beberapa Aspekta Hukum Adat, Serta Buku Simposium Pengaruh

Kebudayaan/ Agama Terhadap Hukum Pidana.

c. Bahan Hukum Tersier, bahan hukum yang memberikan penjelasan

terhadap hukum primer dan sekunder. Contohnya: Kamus, Ensiklopedia,

Buku Adat Bali dan Tokoh Adat Bali.13

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam memperoleh

informasi yang diperlukan tentang masalah yang diteliti melalui studi

documenter dan studi lapangan . Yaitu merujuk kepada penulisan-penulisan

ilmiah yang diperoleh dari literatur dan referensi yang berhubungan dan

berkenaan dengan judul skripsi.

Adapun teknis penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada buku

pedoman penulisan skripsi, cet- 1 yang diterbitkan Fakultas Syari’ah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika disajikan untuk mempermudah pembaca dan memahami

materi yang akan dibahas dalam skripsi ini. Dengan adanya sistematika ini

diharapkan pembaca dapat mengetahui secara garis besar isi skripsi ini. Materi

laporan penelitian skripsi ini dibagi menjadi 4 (empat) bab. Bab pertama bertajuk

“ pendahuluan” Di dalam bab ini diuraikan pokok-pokok pikiran yang

13

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum , ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005),

hlm. 184

Page 23: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

12

melatarbelakangi penelitian ini dibahas mengenai (1) Latar belakang masalah, (2)

Rumusan masalah,(3) Tujuan penulisan, (4) Metode penulisan, (5) Tinjauan

pustaka serta (6) Sistematika penulisan.

Bab kedua berjudul Tindak Pidana Kesusilaan dalam Hukum Adat Bali.

Pada bab ini terdiri dari 3 ( tiga ) sub-bab, yaitu (1) Tindak Pidana Kesusilaan,

(2)Jenis- jenis Delik Adat yang menyangkut kesusilaan (3) Jenis- jenis Sanksi

Adat.

Bab ketiga bertajuk tentang Pidana Zina Dari Delik Adat Lokika

Sanggraha . Pada bab ini terdiri dari 3 ( tiga) sub- bab yaitu (1) Definisi Lokika

Sanggraha, (2) Unsur- unsur Lokika Sanggraha dan (3) Sanksi Lokika Sanggraha

Dalam Hukum Adat Bali.

Bab keempat bertajuk tentang Bagaimana Hukum Pidana Islam

Menjelaskan Tentang Delik Adat Lokika Sanggraha. Dalam bab ini menguraikan

tentang Sanksi Tindak Pidana Kesusilaan ( Lokika Sanggraha) menurut Hukum

Pidana Islam.

Bab kelima merupakan bab penutup yang memuat kesimpulan dan

rekomendasi. Dalam bab ini diuraikan pokok- pokok/ inti temuan penelitian yang

dihasilkan. Selain itu, dimuat juga saran terkait tindak lanjut atas temuan

penelitian.

Page 24: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

13

BAB II

TINDAK PIDANA KESUSILAAN DALAM HUKUM ADAT BALI

A. Tindak Pidana Kesusilaan

Sebelum kita langsung meninjau permasalahannya, maka baiknya kita

mengetahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan tindak pidana kesusilaan

di Bali.

Kata “kesusilaan” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang disusun

Departamen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1989. Kata “susila” dimuat arti

sebagai berikut :

1. Baik budi bahasanya, beradab, sopan,tertib;

2. Adat istiadat yang baik, sopan santun, kesopanan, keadaan;

3. Pengetahuan tentang adat.

Kata “susila” dalam bahasa Inggris adalah moral, ethics, decent, kata- kata

tersebut biasa diterjemahkan berbeda. Kata moral diterjemahkan dengan

moril.Kesopanan sedang ethics diterjemahkan dengan Kesusilaan dan decent

diterjemahkan dengan Kepatutan.1

Dengan demikian makna dari “kesusilaan” adalah tindakan yang

berkenaan dengan moral yang terdapat pada setiap diri manusia, makna dapatlah

disimpulkan bahwa pengertian delik kesusilaan adalah perbuatan yang melanggar

1 Leden Marpaung, Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Masalah Prevensinya, ( Jakarta:

Sinar Grafika, 2008) hlm. 2

Page 25: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

14

hukum, dimana perbuatan tersebut menyangkut etika yang ada dalam diri manusia

yang telah diatur dalam perundang-undangan.2

Secara singkat yang disebut tindak pidana kesusilaan adalah delik yang

berhubungan dengan ( masalah) kesusilaan. Namun, tidaklah mudah menetapkan

batas- batas atau ruang lingkup delik kesusilaan karena pengertian dan batas-

batas kesusilaan itu cukup luas dan dapat berbeda- beda menurut pandangan dan

nilai- nilai yang berlaku di dalam masyarakat.3

Terlebih karena hukum itu sendiri pada hakikatnya merupakan nilai- nilai

kesusilaan yang minimal ( das Recht ist das ethische Minimum) sehingga pada

dasarnya setiap delik atau tindak pidana merupakan delik kesusilaan. Ungkapan

serupa dikemukakan Alfred Denning bahwa without religion there can be no

morality, and without morality there can be no law.

Dharma adalah hukum hindu yang bersumber dari hasil perbuatan yang

dijadikan ukuran atau nilai- nilai untuk berbuat yang pantas di Bali. Dharma dapat

dibedakan menjadi dua bagian yaitu Kantaka Sodhana dan Dharmasthiya. Delik

kesusilaan yang terdapat dalam Dharma yaitu termasuk kategori Kantaka Sodhana

dalam istilah Paradara yaitu Kejahatan terhadap kesopanan dan kesusilaan.4

2 Abd. Kadir, Tinjauan Kriminologis Terhadap Tindak Pidana Incest Dengan Korban Anak, (

Makassar, Skripsi, 2012), hlm.27

3 Hans C. Tangkau, Cyber Crime Di Bidang Kesusilaan Upaya Penanggulangannya Di

Indonesia, ( Manado, Karya Tulis Ilmiah, 2008) hlm. 11

4 I Made Suastika Ekasana, Seri Dharmasthya ( Hukum Perdata Hindu) Dharma Badhu

Hukum Keluarga Hindu, ( Surabaya: Paramita, 2012), hlm. 3

Page 26: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

15

Di Bali, masih dikenal empat jenis Delik Adat salah satunya adalah Delik

Adat yang menyangkut kesusilaan.

Berbicara tentang kesusilaan tidaklah dapat dipisahkan dari kelahiran

manusia itu sendiri karena tujuan dari kesusilaan itu adalah untuk menciptakan

keseimbangan atau keharomisan hubungan antara makro kosmos ( bhuwana

agung ) dengan mikro kosmos ( bhuwana alit). Berkaitan dengan ini Coka 160

Sarasamuccaya menyatakan bahwa:

Cilam pradhanam puruse tadyasyeha pranacyati, Na tasya jivitenatho duchilam

kinprayojanam.

Artinya: susila itu adalah yang paling utama pada titisan sebagai manusia

sehingga jika ada perilaku ( tindakan) titisan sebagai manusia itu tidak susila,

apakah maksud orang itu dengan hidupnya, dengan kekuasaan, dengan

kebijaksanaan, sebab sia- sia itu semuanya ( hidup, kekuasaan dan

kebijaksanaan) jika tidak ada penerapan kesusilaan pada perbuatan. (

kajeng,dkk, 1977: 114)5

Walaupun demikian, kenyataannya dalam praktik ( das Sein) tidaklah

selalu sesuai dengan apa yang diharapkan ( das Sollen), sehingga terjadilah

pelanggaran terhadap kesusilaan itu sendiri dengan beraneka ragam bentuknya

sehingga dalam pertumbuhannya.

5 I Made Widnyana, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat, ( Bandung: Eresco, 1993), hlm. 14

Page 27: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

16

B. Jenis- jenis Delik Adat Yang Menyangkut Kesusialaan

1. Drati Krama

Yaitu delik adat yang merupakan hubungan seksual antara seorang

wanita dengan seorang laki- laki sedangkan mereka masih dalam ikatan

perkawinan dengan orang lain; dengan singkat dikatakan drati karma ialah “

berzina dengan istri/ suami orang lain”. 6

2. Gamia Ganama

Yaitu delik adat yang berupa larangan hubungan seksual antara orang-

orang yang masih ada hubungan keluarga dekat baik garis lurus maupun ke

samping. Jadi pengertian Gamia Gemana sama dengan incest.

3. Mamitra Ngalang

Yaitu suatu delik adat yang berupa seorang laki- laki yang sudah

beristri mempunyai hubungan dengan wanita lain yang diberinya nafkah lahir

batin seperti layaknya suami istri, tetapi wanita ini belum dikawini secara sah.

Hubungan mereka bersifat terus menerus ( berkelanjutan) dan biasanya si

wanita ditempatkan dalam rumah tersendiri. Delik adat ini sangat mirip

dengan Drati Krama, tetapi titik berat pelakunya adalah laki- laki yang sudah

beristri, sedang pihak wanitanya tidak terikat perkawinan. Jadi mungkin

masih gadis atau sudah janda. Si wanita tidak ( belum) dikawini secara sah.

Unsur yang khusus di sini dan membedakannya dengan Drati Krama, adalah

sifat hubungannya yang terus menerus dan biasanya si wanita ditempatkan

6 I Made Widnyana, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat, hlm. 15

Page 28: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

17

dalam satu rumah serta diberi nafkah lahir batin. Dapat dikatakan bahwa si

wnaita merupakan wanita simpanan dari si laki- laki tersebut.

4. Salah Krama

Ialah melakukan hubungan kelamin dengan makhluk yang tidak

sejenis. Tegasnya hubungan kelamin tersebut terjadi antara manusia dengan

hewan seperti seorang laki- laki melakukan hubungan kelamin dengan seekor

sapi betina. 7

5. Kumpul Kebo

Ialah seorang laki- laki dengan seorang perempuan hidup bersama

dalam satu rumah dan mengadakan hubungan seksual, seperti layaknya suami

istri, tetapi mereka belum dalam ikatan perkawinan. Istilah kumpul kebo ini,

tidak hanya menjadi monopoli masyarakat Bali, tetapi sudah merupakan

istilah yang sudah dikenal diseluruh tanah air, yang merupakan perbuatan

seperti diuraikan diatas. Bedanya mungkin kalau di Bali perbuatan ini

disamping merupakan perbuatan yang asusila, juga dipandang dapat

mengganggu keseimbangan kosmis, sehingga dipandang oleh masyarakat adat

sebagi perbuatan yang patut dilarang dan pelakunya dapat dikenakan sanksi

adat.

6. Lokika Sanggraha

Sebagaimana dirumuskan didalam Kitab Adi Agama pasal 359 serta

perkembangan pandangan masyarakat dan praktik peradilan di Daerah Bali

7 I Made Widnyana, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat, hlm. 16

Page 29: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

18

adalah hubungan cinta antara seorang pria dengan seorang wanita yang sama-

sama belum terikat perkawinan, dilanjutkan dengan hubungan seksual atas

dasar suka sama suka karena adanya janji dari si pria untuk mengawini si

wanita, namun setelah si wanita hamil si pria memungkiri janji untuk

mengawin si wanita dan memutuskan hubungan cintanya tanpa alasan yang

sah.8

Lokika Sanggraha, merupakan salah satu delik ( perbuatan pidana) di

bidang kesusilaan yang diciptakan, hidup dan ditaati oleh masyarakat Bali sejak

zaman kerajaan dahulu hingga sekarang.

Lokika Sanggraha merupakan suatu perbuatan yang sangat bertentangan

dengan norma- norma hukum adat, karena dianggap tidak selaras dengan

keselamatan masyarakat, keselamatan golongan, ataupun keselamatan sesama

anggota dalam lingkungan masyarakat hukum adat. Oleh karena itu, pelanggran

terhadap delik adat Lokika Sanggraha selalu dikenakan sanksi ( adat). 9

C. Sanksi Adat dan Jenis- jenis Sanksi Adat

Emile Durkheim, mengatakan bahwa reaksi sosial yang berupa

penghukuman atau sanksi itu sangat perlu dilakukan, sebab mempunyai maksud

untuk mengadakan perawatan agar tradisi- tradisi kepercayaan adat menjadi tidak

goyah sehingga kestabilan masyarakat dapat terwujud. ( Emile Durkheim, 1976:

502).

8 I Made Widnyana, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat, hlm. 17

9 I Made Widnyana, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat. hlm. 35

Page 30: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

19

Lesquillier, juga mengemukakan bahwa reaksi adat ini merupakan tindak-

tindakan yang bermaksud mengembalikan ketenteraman magis yang diganggu

dan meniadakan atau menetralisasi suatu keadaan sial yang ditimbulkan oleh

suatu pelanggaran adat.

Dari beberapa pendapat para sarjana di atas dapat disimpulkan bahwa

sanksi adat atau disebut pula dengan reaksi adat ataupun koreksi adat adalah

merupakan bentuk tindakan ataupun usaha- usaha untuk mengembalikan ketidak-

seimbangan termasuk pula ketidakseimbangan yang bersifat magis akibat adanya

gangguan yang merupakan pelanggaran adat.10

Sanksi adat mempunyai fungsi dan peranan sebagai stabilisator untuk

mengembalikan keseimbangan antara dunia lahir dengan dunia gaib. Di Bali

sanksi adat memiliki peranan penting untuk mengembalikan keseimbangan

tersebut.

Sanksi mempunyai peranan penting di dalam kehidupan masyarakat di

Bali. Tidak hanya pelanggaran adat saja yang oleh masyarakatnya dikenakan

sanksi adat, bahkan terhadap delik biasapun sering kali oleh masyarakatnya

dibebani sanksi adat meskipun si pelaku sudah dipidana oleh Peradilan Umum.

Sanksi adat tersebut di atas tidak jauh berbeda dengan sanksi adat yang

ada di daerah Bali hanya di pergunakan istilah- istilah tertentu guna memberi

nama terhadap bentuk sanksi adat tersebut.

10

I Made Widnyana, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat. hlm. 8

Page 31: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

20

Untuk daerah Bali dikenal jenis- jenis sanksi- sanksi adat yang berupa:

1. Mengadakan upacara pembersihan ( pemarisudan, prayascita, dan lain- lain).

2. Denda ( dedosan), sejumlah uang yang dikenakan kepada seseorang yang

melanggar suatu ketentuan ( awig- awig) di banjar/ desa.

3. Minta maaf ( mengaksama atau mapilaku, lumaku, mengolas- olas)

4. Untuk golongan pendeta ada jenis sanksi yang disebut “ metirta Gemana atau

metirta yatra”

5. Dibuang ( maselong), adalah jenis sanksi adat yang sering didapat pada zaman

kerajaan Bali dahulu, seperti halnya dibuang keluar kerajaan bahkan ada

kalanya ke luar Bali

6. Ditenggelamkan ke laut ( merarung, mapulang ke pasih)

7. Meblagbag ( diikat)

8. Diusir ( ketundung)

9. Kerampag

10. Tidak diajak ngomong ( kesepekang)

11. Dan lain- lain ( Dherana dan Widnyana , 1975: 5)

Penerapan sanksi- sanksi adat tersebut di atas tidaklah sama pada tiap- tiap

desa atau lingkungan masyarakat tertentu. Sebab terdapat beberapa factor yang

ikut menentukan pilihan jenis serta beratnya sanksi yang dikenakan terhadap

pelanggaran- pelanggaran adat tersebut.

Page 32: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

21

Dengan adanya perkembangan masyarakat adat dewasa ini, beberapa

sanksi adat di daerah Bali kurang menampakkan diri lagi karena diaggap kurang

manusiawi, misalnya maselog, mapulang kepasih dan meblagbag.11

Ini berarti bahwa sanksi- sanksi adat tidaklah bersifat statis namun selalu

mengikuti perkembangan masyarakat serta perkembangan hukum (tertulis) itu

sendiri.

Lokika Sanggraha adalah merupakan salah satu bentuk delik adat

kesusilaan yang dikenal di Bali, di samping bentuk- bentuk lainnya, seperti:

- Drati Krama

- Gamia Gemana

- Memitra Ngalang

- Salah Krama dan kumpul kebo.

Sebagaimana telah dikatakan bahwa perbuatan- perbuatan yang dilarang

oleh ketentuan- ketentuan hukum adat haruslah benar- benar dirasakan oleh

masyarakat adat setempat sebagai perbuatan yang tidak dibolehkan atau tidak

patut dilakukan. Apabila dilakukan akan menimbulkan kerugian bagi warga

masyarakat tertentu atau keseluruhan warga masyarakat adat itu sendiri, sehingga

dengan demikian akan menghambat tercapainya tata dalam pergaulan masyarakat

sebagaimana yang dicita- citakan, yaitu suatu keadaan yang damai dan tertib.12

11

I Made Widnyana, Kapita Selekta HUkum Pidana Adat, hlm. 45 12

I Made Widnyana, Kapita Selekta HUkum Pidana Adat, hlm.46

Page 33: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

22

BAB III

PIDANA ZINA DARI DELIK ADAT LOKIKA SANGGRAHA

A. Definisi Lokika Sanggraha

Sebelum kita langsung meninjau permasalahannya, maka baiknya kita

mengetahui terlebih dahulu apakah yang dimaksud dengan sex.

Sex in the character of being either male or female, the sum of anatomical

and physical differences with reverence to which the male and female are

distinguished ( Jess Stein. 1955). Jadi, menurut Jess Stein, sex adalah ciri

makhluk entah jantan entah betina : ( dalam makna terkandung) masalah

perbedaan anatomis dam phisiologis, atas dasar mana kedua jenis kelamin ( jantan

atau betina) dapat dibedakan. 1

Menurut konsepsi hukum adat, apabila terjadi perbuatan pelanggran

terhadap ketentuan norma adat, maka sanksi adat yang ada pada hakekatnya

merupakan reaksi adat, isinya bukanlah berupa siksaan atau penderitaan ( leed)

tetapi yang terutama adalah mengembalikan keseimbangan kosmisch, yang

terganggu sebagai akibat adanya pelangaran. Jadi delict adat yang berhubungan

dengan aktivitas sex adalah perbuatan yang berkaitan dengan sex yang dapat

mengganggu keseimbangan baik yang bersifat materiil maupun interiil, perbuatan

1 I Gusti Ketut Sutha, Bunga Rampai Beberapa Aspekta Hukum Adat, ( Yogyakarta: Liberty,

1987), hlm. 67

Page 34: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

23

mana menimbulkan reaksi yang disebut reaksi adat. Delict adat yang

berhubungannya dengan sex adalah Delict Lokika Sanggraha.2

Lokika Sanggraha, merupakan salah satu delik ( perbuatan pidana) di

bidang kesusilaan yang diciptakan, hidup dan ditaati oleh masyarakat Bali sejak

zaman kerajaan dahulu hingga sekarang.

Sebagai Delik Adat yang sudah ada sejak zaman dahulu, tentu saja dalam

perkembangannya mengalami perkembangan / penyesuaian dalam luas lingkup

pengertian dan wujud sanksinya sesuai dengan perkembangan zaman.

Lokika Sanggraha merupakan suatu perbuatan yang sangat bertentangan

dengan norma- norma hukum adat, karena dianggap tidak selaras dengan

keselamatan sesame anggota dalam lingkungan masyarakat hukum adat. Oleh

karena itu, pelanggaran terhadap delik adat Lokika Sanggraha selalu dikenakan

sanksi ( adat).

“Lokika Sanggraha” berasal dari bahasa sansekerta, yakni Lokika berasal

dari kata “laukika” berarti orang umum, orang banyak. Sedangkan Sanggraha

berasal dari kata “Samgraha” yang berarti pegang (dalam arti luas), sentuh,

hubungan.3 Jadi secara harfiah Lokika Sanggraha akan berarti ( di) pegang/

sentuh/ jamah orang banyak, usud ajak anak liu ( bahasa Bali) ( Institut Hindu

Dharma, 1985: 2).

2 I Gusti Ketut Sutha, Bunga Rampai Beberapa Aspekta Hukum Adat, hlm. 76

3 Lilik Mulyadi, Delik Adat “ Lokika Sanggraha” Di Bali, Majalah Varia Peradilan. IKAHI

(Ikatan Hakim Indonesia), ( Jakarta, 1987) hlm. 164

Page 35: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

24

Lokika Sanggraha merupakan satu kata majemuk yang terdiri dari, serta

secara harfiah mengandung arti:

1. Lokika berarti pertimbangan, perhitungan, estimit, perkiraan yang logis dan

sebagainya.

2. Sanggraha yang mengandung makna: meladeni, melayani dan sebagainya.

Khusus bagi yang kedua ini, perlu ditegaskan bahwa ia sangat mungkin

bernilai negative atau positif secara moral dan spiritual, tergantung atas sifat

hasrat/ keinginan yang diberi layanan bersangkutan. Sanggraha/ melayani, berarti

berusaha agar pihak yang mendapat layanan itu merasa senang, nikmat dan

sebagainya. Nikmat mengenai apa? Bila terwujud puas karena hasrat nurani luhur

seseorang yang mendapat layanan ( layanan dalam belajar, dalam membela

kebenaran/ keadilan dan sebagainya), maka upaya Sanggraha bersangkutan tentu

saja bernilai positif secara etika kemanusiaan.

Tetapi bila yang dipuaskan itu adalah,,,,, gejolak nafsu? Tak pelak lagi,

negatiflah nilai Sanggraha yang diberikan, bukan? Lalu, betapa artinya dalam

rangkaian kata majemuk sebagai suatu istilah. Dengan demikian, arti Lokika

Sanggraha adalah perbuatan yang dilakukan oleh seorang pria menghendaki (

layanan pemuas nafsu birahi) seorang wanita bebas ( muda/ janda) hingga hamil,

kemudian tidak mengawini wanita bersangkutan, perbuatan mana bertentangan

dengan lokika, bahwa setiap kehamilan hendaklah di upacarai/ biakaonan untuk

sucinya nilai kehamilan tersebut ( menurut agama) serta pastinya status anak yang

lahir dari kehamilan tersebut menurut hukum ( Kaler, 1983: 94).

Page 36: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

25

Selanjutnya di dalam Mewana Dharma Sastra, Bab VIII, pasal 357 dan

358 disebutkan sebagai berikut:

- Upacarakrya kelih sparo

bhusana wasasan

saha khatwasanam

sarwan samgrahanam smrtam

- Striyam sprseda dese yah

sprsto wasasan

paras- paras yanumate

parwan samgrahanam smrtam

terjemahan bebasnya kurang lebih sebagai berikut:

- Memberi hadiah kepada seorang wanita, bergurau bersamanya, memegang

pakaiannya dan perhiasannya, duduk ditempat tidur dengannya, semua

perbuatan ini dianggap perbuatan sanggraha.

- Bila seseorang ( laki) menyentuh wanita dibagian yang tidak harus disentuh

atau membiarkan seseorang menyentuh bagian itu, semua itu dilakukan atas

persetujuan bersama, dinyatakan sebagai perbuatan sanggraha ( Institut Hindu

Dharma, 1985:8-9).4

Lokika Sanggraha ialah apabila seorang laki- laki mengadakan hubungan

sexual dengan seorang wanita di luar ikatan perkawinan yang sah dan kemudian

4 I Made Widnyana, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat, ( Bandung: Eresco, 1993) hlm. 36

Page 37: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

26

menyebabkan hamilnya si wanita maka perbuatan atau peristiwa tersebut

dinamakan “ Lokika Sanggraha”.5

“Lokika Sanggraha” merupakan Delik Adat diatur dalam ketentuan Pasal

359 Kitab Adiagama, perumusan Delik Adat Lokika Sanggraha adalah:

Malih lokika sanggraha, loewir ipoen, djadma mededemenan, sane mowani

neherang deen ipoen, djening djirih patjang kesisipang, awanan ipoen

ngererehang daja, saoebajan iloeh kesanggoepin ; wastoeraoeh ring

papadoewantoengkas paksana, sane loeh ngakoe kasanggama, sane mowani

nglisang mapaksa ngoetjapang dewek ipoen kaparikosa antoek iloeh, jan

aspoenika patoet tetes terangang pisan, jan djati imowani menemenin wenang

ipoen sisipang danda oetama sahasa 24.000, poenika mawasta Lokia Sanggraha,

oetjaping sastra.

Sedangkan terjemahan bebasnya :

Lagi Lokika Sanggraha yaitu : orang bersanggama, yang pria tidak

berlanjut sukanya, karena takut akan dipersalahkan, makanya mencari daya

upaya, janji si wanita disanggupi, akhirnya sampai di pengadilan, berbeda

pengakuannya si wanita mengaku disenggama, si peria seketika menyatakan

malah dirinya yang diperkosa oleh si wanita. Kalau demikian harus diusut agar

jelas, kalau benar si pria yang berbuat, patut ia dihukum denda ; 24.000,- itu yang

disebut Lokika Sanggraha sesuai bunyi sastra.

5 I Gusti Ketut Sutha, Bunga Rampai Beberapa Aspekta Hukum Adat, hlm. 77

Page 38: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

27

Pengertian Lokika Sanggraha ini lebih dipertegas lagi seperti definisi yang

dikemukakan I Made Widnyana, yaitu suatu delik adat yang berupa seorang laki-

laki menghamili perempuan di luar perkawinan dengan janji akan mengawini,

tetapi ternyata tidak dikawini. Reaksi masyarakat terhadap peristiwa yang

demikian adalah bahwa para pelaku dalam hal ini si laki diharuskan mengawini si

wanita yang hamil karena perbuatannya. Apabila tidak mau maka sanksi- sanksi

lainnya akan dijatuhkan. Jadi, perlindungan Hukum Agama terhadap perempuan

korban delik adat lokika sanggraha hanya terbatas pada dikenakannya sanksi

24.000 uang kepeng.6

Menurut Drs. I Putu Wilasa inti dari delik Lokika Sanggraha merupakan

hubungan suami istri tanpa ada upacara (pernikahan). Hubungan seksual baru bisa

dilakukan setelah adanya upacara (pernikahan). Lokika Sanggraha dalam ajaran

agama Hindu dapat dikatakan tindak pidana kesusilaan karena hubungan seksual

hanya boleh dilakukan setelah adanya upacara karena itu termasuk masalah sacral

atau suci.7

Menurut Putu Sugi Ardana Lokika Sanggraha merupakan hubungan

seksual atas dasar suka sama suka di mana laki- laki menjanjikan kepada

perempuan akan menikahinya namun ketika si perempuan itu hamil si laki- laki

mengingkari janjinya. Kalau berbicara dalam perspektif hukum adat adat Hindu di

6 I Made Widnyana, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat, ( Bandung: Eresco, 1993), hlm. 37

7 Wawancara Pribadi dengan Drs. I Putu Wilasa sebagai Ketua Parasida Hindu Darma

Indonesia ( PHDI) Kab. Buleleng Bali, 08 Mei 2014 pukul. 13. 36 WITA

Page 39: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

28

desa Hindu sangat diharamkan apabila si perempuan itu hamil sampai dengan

melahirkan tanpa adanya upacara. 8

Tindak pidana adat Lokika Sanggraha sampai kini oleh masyarakat adat

Hindu di Bali masih diperhatikan dan tetap dipertahankan oleh masyarakat.

Lokika Sanggraha merupakan tindak pidana adat yang melanggar norma

kesusilaan dan terhadap pelanggarnya dikenai sanksi adat. Kalau dilihat dari

bunyi kitab Adhi Agama di atas, terhadap pelanggarnya diancam pidana denda

yang cukup besar ialah denda utama sahasa 24.000 ( uang kepeng bolong Bali),

karena pelanggaran terhadap Lokika Sanggraha dipandang sebagai tindak pidana

yang cukup berat.9

Di samping pengertian tersebut, di dalam Kitab Adi Agama lebih lanjut

mengenal Lokika Sanggraha juga dirumuskan sebagai berikut:

- Malih “ Lokika Sanggraha” djanma soewe madedemenan, tan wenten anak

lian saoeninga, ring tingkahe madedemenan, katakenan pada tan ngangken,

djantos anak oening kekalih, patpat, pemoepoet madewagama, dening sakeng,

djerihnjah, raris pada ngangken’ ipoen mededemenan.

- Malih “ Lokika Sanggraha” djanma madedemenan masanggama toer soewe

tan wenten saoeninga, wastoe sane moewani manoeteorang anak olih demen,

8 Wawancara Pribadi dengan Bapak Putu Sugi Ardana Selaku Dosen Hukum Pidana Adat di

Universitas Panji Sakti, Bali, 14 Mei 2014, Pukul. 10.29 WITA

9 Nyoman Serikat Putra Jaya, Relevansi Hukum Pidana Adat Dalam Pembaharuan Hukum

Pidana ( Depok, Thesis 1988) hlm. 139

Page 40: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

29

sarawoehe ring padaoewan sane loeh noengkas angas tan ngakoe, poepoeting

baos wenang madewa- gama, wastoe iloeh ngakoe kademenin.

- Malih “ Lokika Sanggraha” djadma kadalih madedemenan, tan j’ wakti kadi

pendalihe, kemaon memanah ngarjanang iwang anak, sakandan sang mandali

sami kaatur ring papadoewan mapadoe tiga loeh moewani, djati ipoen padatan

wenten. Wenang sang kadalih katjoran, jan pada poeroen, danda sang

mandalih, kawalik sadia antoek djaman kakalih 20.000, andalame oetjaping

sastra.

Terjemahan bebasnya adalah sebagai berikut:

- Lagi Lokika Sanggraha, orang yang lama bersanggama tak seorangpun yang

tahu, akhirnya ada orang lain yang mengetahui perbuatannya itu, tetapi kalau

ditanya tidak mengakui, kemudian lalu diketahui 2, 3, 4 orang, akhirnya harus

mendewa saksi ( disumpah), namun karena takutnya akhirnya mengakui

perbuatannya.

- Lagi Lokika Sanggraha, orang bersenggama, dan lama tidak ada yang

mengetahui, sampai si laki menceritakan perbuatannya, lalu sampai ke

Pengadilan tetapi si wanita, menolak dan tidak mengakui, akhirnya harus

madewa saksi ( disumpah), dalam pada itu si wanita mengakui dirinya

disenggama.

- Lagi Lokika Sanggraha, orang yang dituduh bersenggama namun

sesungguhnya tidak benar seperti yang dituduhkan itu, hanya bermaksud

menjelek- jelekkan nama orang. Semua yang menuduh sampai ke Pengadilan

Page 41: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

30

berperkara segi tiga laki perempuan. Tertuduh tetap tidak mengakui sampai

yangbersangkutan harus kenai “ cor” ( sumpah), si tertuduhpun berani. Yang

menuduh dikenai denda, “ dibalik untung” oleh yang tertuduh. 10

Dari pengertian yang ada memberikan kesan satu dengan lainnya saling

melengkapi dan bahkan menegaskan arti dari salah satu aspek Lokika Sanggraha.

Tindak pidana Adat Lokika Sanggraha di Bali sampai kini masih

dipertahankan dengan latar belakang sebagai berikut:

1. Melindungi derajat kaum wanita, agar tidak dihina dan dipermainkan oleh

kaum pria.

2. Menghindari lahirnya anak dengan status anak bebinjat ( anak haram).

3. Salah satu dari ketentuan Agama Hindu juga menetapkan bahwa umat Hindu

hendaklah secara dread bhakti melaksanakan pitra/ pemujaan kepada leluhur,

yang dimaksud adalah leluhur dalam garis kepurusan ( garis lelaki).11

Pada dasarnya, delik adat Lokika Sanggraha banyak terjadi dalam praktik

peradilan di Bali. Kalau dikaji lebih detail, bagi masyarakat Bali Delik Adat

Lokika Sanggraha merupakan perbuatan pidana yang mengganggu perasaan

hukum dan perasaan keadilan dalam masyarakat adat yakni mengganggu

keseimbangan kosmos baik alam lahir dan alam gaib. Apabila kalau

dikorelatifkan ke dalam KUHP ternyata perbuatan tersebut tidak diatur di

10

I Made Widnyana, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat, hlm. 38

11

Nyoman Serikat Putra Jaya, Relevansi Hukum Pidana Adat Dalam Pembaharuan Hukum

Pidana ( Depok, Thesis 1988) hlm. 140

Page 42: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

31

dalamnya. Dalam ketentuan Pasal 10 KUHP maka jenis pemidanaan berupa

“pemulihan kewajiban adat” tidak dikenal di dalamnya. Kalau seorang pelaku

Delik Adat Lokika Sanggraha telah dijatuhi pidana penjara, ternyata bagi

masyarakat adat kuranglah sempurna tanpa diikuti “pemulihan kewajiban adat”

guna mengembalikan keadaan kosmos yang terganggu. Sehingga bagi masyarakat

adat Bali menghendaki penyelesaian bersifat materiil juga hendaknya diikuti pula

penyelesaian bersifat immateriil serta berorientasi bersifat keagamaan. Penjatuhan

pidana dalam hukum adat Bali bertujuan mengembalikan keseimbangan alam

kosmos yakni alam lahir (“sekala”) dengan alam gaib (“niskala”) yang telah

terganggu, oleh karena itu aspek agama Hindu berupa tata upacara keagamaan

merupakan hal fundamental di dalamnya.12

B. Unsur- unsur Lokika Sanggraha

Menurut I Made Widnyana unsur- unsur delik adat Lokika Sanggraha

sebagai berikut:

1. Adanya hubungan cinta ( pacaran) antara seorang pria yang sudah menikah

dengan seorang wanita yang belum terikat perkawinan.

2. Antara pria dan wanita yang sedang bercinta tersebut terjadi hubungan seksual

yang didasarkan atas suka sama suka.

3. Si pria telah berjanji akan mengawini si wanita

12

Lilik Mulyadi, Hukum Dan Putusan Adat Dalam Praktik Peradilan Negara, pdf. Hlm. 14

Page 43: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

32

4. Hubungan seksual yang telah dilakukan menyebabkan si wanita menjadi

hamil.

5. Si pria memungkiri janji untuk mengawini si wanita tanpa alasan.13

Penjelasan dari unsur - unsur Lokika Sanggraha yaitu:

1) Tentang adanya hubungan cinta antara seorang pria dengan seorang wanita,

disyaratkan si pria maupun si wanita harus masih berstatus “single” yaitu

belum terikat tali perkawinan. Andaikata salah satu pihak atau kedua- duanya

masing- masing telah terikat tali perkawinan, tidaklah dapat perbuatan yang

demikian disebut Lokika Sanggraha, namun dapat dikualifikasikan sebagai

drati karma sebagaimana tercantum pada pasal 284 Kitab Undang- undang

Hukum Pidana. Hubungan cinta ini dapat dibuktikan melalui petnjuk-

petunjuk yang menunjukan ke arah itu, misalnya surat- surat yang bernada

cinta yang pernah dikirimkan oleh si pria kepada gadisnya atau kunjungan

tetap si pria kepada gadisnya dan lain- lainnya.14

2) Yang dimaksud hubungan seksual atau persetubuhan sesuai dengan Arrest

Hoge Raad 5 Februari 1912, adalah perpaduan antara anggota kemaluan laki-

laki dan perempuan yang biasa dilakukan untuk mendapatkan anak. Menurut

Yurisprudensi tetap Mahkamah Agung, apabila kenyataan seorang laki- laki

dewasa terbukti tidur bersama dengan seorang perempuan dewasa dalam satu

kamar ( yang keduanya dalam keadaan normal), merupakan petunjuk bahwa

13

http://www. Hukum Hindu Hidup Teratur Berdasarkan Dharma.html

14

I Made Widnyana, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat, ( Bandung: Eresco 1993) hlm. 41

Page 44: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

33

lelaki itu telah bersetubuh dengan perempuan tersebut. Hubungan seksual ini

haruslah didasarkan atas suka sama suka atau penyerahan secara pasrah serta

ikhlas atas kehormatan si wanita, tanpa sedikitpun adanya unsure paksaan.

Andaikata ada unsur paksaan maka sudah mengarah pada kejahatan

pemerkosaan dari pasal 285 KUHP.

3) Menurut unsur ini si pria berjanji akan bertanggung jawab atas perbuatannya

apabila terjadi kehamilan atas perbuatan mereka. Dari unsur inilah kemudian

terjadi perkembangan pengertian dari Lokika Sanggraha dalam praktik

pengadilan ( termasuk Raad Kerta), yaitu dengan menambah satu unsur lagi,

unsur adanya kehamilan. Karena si gadis atau orang tuanya atau keluarganya

baru merasa mendapat malu kemudian mengadu kepada yang berwajib

apabila terjadi kehamilan ini. Andai kata kehamilan ini tidak terjadi, maka

biasanya si gadis tidak pernah melaksanakan pemutusan hubungan cinta dari

pacarnya, dan otomatis kasus Lokika Sanggraha pun tidak ada.

4) Syarat untuk adanya Lokika Sanggraha adalah hamilnya si wanita. Apabila

hubungan seksual terebut tidak mengakibatkan si wanita hamil, konsekwensi

logisnya adalah tidak ada Lokika Sanggraha.

5) Yang dimaksud dengan unsur ini adalah si pria mungkir atau mengaku tidak

pernah berjanji untuk mengawini si wanita serta tidak melanjutkan hubungan

cinta dengan gadisnya hingga ke jenjang perkawinan. Pemutusan ini secara

sepihak, yaitu datangnya dari pihak si pria. Dan andaikata pemutusan itu

datangnya dari pihak si gadis, hal tersebut bukanlah delik adat Lokika

Page 45: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

34

Sanggraha. Ada beberapa factor penyebab pemutusan ini, misalnya:

kebosanan, si laki- laki mendapat pacar baru, ketidak setujuan orang tua dan

lain- lain.15

Melihat unsur- unsur Delik Lokika Sanggraha diuraikan diatas maka jenis

ini adalah delik formil perbuatannya dilarang. Akan tetapi menurut pasal 359

Adhigama. Dalam praktek peradilan selama ini, mereka yang dapat dipidana

hanya laki- laki terbukti berjanji untuk mengawini wanita, lalu mengadakan

persetubuhan sehingga terjadi kehamilan, dan selanjutnya laki- laki itu tidak mau

bertanggungjawab atas akibat perbuatannya itu. Jadi peradilan selama ini

memberikan arti dari Delik Lokika Sanggraha adalah delik Materiil ( delik

dianggap terlaksana dengan timbulnya akibat yang dilarang). Disamping itu,

dalam praktek peradilan Delik Lokika Sanggraha lazim dipraktekan sebagai delik

aduan.16

Jadi Lokika Sanggraha perbuatan yang dilakukan seorang pria

menghendaki (layanan pemuas nafsu pribadi) seorang wanita bebas ( muda/

janda) kemudian tidak mengawini wanita bersangkutan, perbuatan mana

bertentangan dengan Lokika Sanggrha, bahwa setiap kehamilan, hendaklah

(menurut agama) serta pastinya status anak yang lahir dan kehamilan tersebut

menurut hukum.

15

I Made Widnyana, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat, hlm. 42

16

I Gusti Made Darmayana, Kedudukan Anak Luar Kawin Akibat Delik Lokika Sanggraha

Dalam Hukum Adat Waris Bali Di Kabupaten Tabanan Propinsi Bali, ( Tesis: Universitas

Diponegoro, Semarang, 2003) hlm. 30

Page 46: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

35

Sebagaimana yang dimaksud di atas perbuatan ini menurut hukum adat

adalah delik. Atas ini kita bersyukur, khususnya adanya ketentuan Delik Lokika

Sanggraha itu. Sedang menurut penegasan para ahli, dalam KUHP perbuatan jenis

Lokika Sanggraha didepan tidak diatur. Lokika Sanggraha bukanlah norma

hukum adat yang bernilai lahiriah social, melainkan social- religious adanya. 17

Dari apa yang telah diuraikan di atas ternyatalah banyak bentuk- bentuk

atau wujud- wujud budaya yang timbul yang erat kaitannya dengan masalah sex.

Kesemuanya itu pada hakekatnya adalah merupakan pandangan adat yaitu dalam

hubungannya dengan bagaimana adat memandang kehidupan sex itu sendiri.18

C. Sanksi Lokika Sanggraha dalam Hukum Adat Bali

Sanksi adat yang ditentukan dalam ketentuan Pasal 359 Kitab Adi Agama

bila terjadi Lokika Sanggraha adalah berupa denda 24.000 ( dua puluh empat

ribu) uang kepeng, yang dibebankan kepada laki- laki yang mengingkari janjinya

untuk mengawini gadisnya. Dicantumkannya sanksi adat berupa denda dalam

ketentuan tersebut di atas secara spontan yang tujuannya tiada lain untuk

mengembalikan keseimbangan masyarakat yang terganggu akibat perbuatan

Lokika Sanggraha. Yang tidak jelas dari ketentuan tersebut adalah apakah ada

keharusan si laki- laki mengawini ( menikahi) si gadis yang diputusi cintanya

17

I Gusti Made Darmayana, Kedudukan Anak Luar Kawin Akibat Delik Lokika Sanggraha

Dalam Hukum Adat Waris Bali Di Kabupaten Tabanan Propinsi Bali, hlm. 31

18

I Gusti Ketut Sutha, Bunga Rampai Beberapa Aspekta Hukum Adat, hlm. 79

Page 47: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

36

tersebut. Atau dengan perkataan lain, apakah ada suatu kewajiban si laki- laki

untuk mengawini ( menikahi) si gadis yang dihamilinya itu.19

Jenis tindak pidana adat semacam Lokika Sanggraha ini juga terdapat di

daerah lain misalnya di Palembang, Dr. Lublink Woddik memberitakan di dalam

disertasinya: “ Adat delicttenrecht in de rapat marga rechtspraak van Palembang”

( 1939), bahwa rapat- rapat marga sering mengadili perkara tentang:

1. Bujang gadis bergubalan lantas bunting

2. Janda bergubalan lantas bunting

3. Laki- laki berzina pada gadis atau janda tidak bunting

4. Bunting gelap

Hukuman yang dijatuhkan oleh rapat- rapat marga tersebut, ialah denda

dan pembasuh dusun. Dimana terang siapa yang menyebabkan bunting itu. Maka

rapat marga memutuskan supaya laki- laki mengawini gadis yang bersangkutan

dan jikalau laki- laki itu tidak sanggup kawin, ia harus membayar uang “

penyingsingan” kepada pihak yang terkena.20

Apa yang terdapat di Palembang tersebut serupa dengan kasus Lokika

Sanggraha yang di kenal di Bali. Di Bali untuk kasus Lokika Sanggraha

penjatuhan sanksi ( reaksi) adatnya hanyalah terbatas pada denda 24.000 uang

kepeng, sedang di Palembang memberikan pilihan kepada si laki- laki apakah ia

19

I Made Widnyana, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat, hlm. 47

20

Nyoman Serikat Putra Jaya, Relevansi Hukum Pidana Adat Pembaharuan Hukum Pidana,

( Depok, Thesis, 1988) hlm. 140

Page 48: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

37

akan mengawini si gadis ataukah membayar uang denda. Jadi pemaksaan untuk

kawin atau tidak dikenal dalam Hukum Adat daerah Palembang, apabila terjadi

seorang laki- laki menghamili seorang gadis.

Di Bali, suasana yang tertib dan tentram dalam masyarakat adat dapat

terwujud karena di pengaruhi oleh cara menyelesaikan suatu persoalan yang

timbul dalam masyarakat yang selalu berpegang teguh pada “ Catur Dresta”,yaitu

suatu penuntutan didalam menyelesaikan suatu sengketa atas masalah.

Demikian juga apabila pengurus desa dalam menangani delik adat Lokika

Sanggraha, haruslah berpedoman pada Catur Dresta serta awig- awig yang

berlaku pada masyarakat adat yang bersangkutan. Apabila ada laporan atau

diketahui telah terjadi delik adat Lokika Sanggraha, maka pengurus desa akan

segera mengadakan rapat membicarakan masalah tersebut dengan memanggil si

korban ( si wanita yang hamil) untuk dimintai keterangan. Keterangan dari pihak

korban ini akan dipakai dasar oleh pengurus untuk memanggil si pelaku ( laki-

laki yang menghamili) untuk dimintai keterangan serta penyelesaian

permasalahannya. Tidak ada permasalahan andai kata si laki- laki itu mengakui

perbuatannya, dan pengurus desa hanya menganjurkan agar segera menikahi si

gadis dan mengakui anak yang dikandungnya. Di desa adat Sebatu, kecamatan

Tegalalang, Kabupaten Gianyar walaupun yang laki- laki mau bertanggung jawab

atau mengawini si wanita yang hamil, namun kedua si pelaku itu tetep harus

melakukan upacara membersihkan desa. Kewajiban ini dilakukan karena mereka

Page 49: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

38

tetap dianggap telah melanggar adat desa melakukan hubungan seks sebelum

menikah ( Setiabudhi, 1985: 119).

Dalam hal laki- laki yang menghamili tidak mau bertanggung jawab untuk

mengawini wanita yang dihamili dengan berbagai alasan, maka masyarakat adat

akan mengenakan sanksi berupa kewajiban untuk melakukan upacara “

Pemarisudhan” atau melakukan upacara “ Pecaruan”.21

Apabila si laki- laki tidak mau melaksanakan kewajiban adat yang telah

ditentukan oleh pengurus desa, maka untuk mengembalikan keseimbangan yang

terganggu akibat perbuatan itu, maka upacara pembersihan desa itu akan

dilakukan oleh desa adat yang bersangkutan. Dan si laki- laki yang mengotori

desa adat itu dikenakan sanksi adat yang disebut “ kasepekeng”, artinya laki- laki

tersebut oleh warga desa adat bersangkutan tidak akan diajak ngomong

(berbicara) untuk waktu tertentu sampai ia mohon maaf kepada pengurus desa

serta melakukan suatu kewajiban yang ditentukan kemudian oleh pengurus desa.

Atau andaikata terjadi hal yang demikian maka pengurus desa adat dapat

menganjurkan kepada wanita yang dihamili tersebut agar mengadukan

masalahnya kepada polisi untuk diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.

Namun tidak tertutup kemungkinan bahwa kewajiban adat ( sanksi adat) tetap

dikenakan terhadap laki- laki yang menghamili tersebut, bilamana ia telah selesai

menjalani masa pidana yang dijatuhkan oleh hakim. Di Bali, sanksi adat biasanya

lebih ditakuti dibandingkan dengan pidana yang dijatuhkan oleh hakim, ini

21

I Made Widnyana, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat, ( Bandung: Eresco, 1993) hlm. 49

Page 50: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

39

disebabkan karena sanksi adat dewasa ini lebih menitikberatkan pada penderitaan

batin serta mempunyai kekuatan gaib, di mana norma agama tersebut tercermin di

dalamnya.22

22

I Made Widnyana, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat, hlm 50

Page 51: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

40

BAB IV

TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM

TERHADAP DELIK ADAT LOKIKA SANGGRAHA

Di sini penulis akan meninjau delik adat Lokika Sanggraha dengan hukum

pidana Islam berdasarkan unsur- unsur yang terdapat di dalam delik adat lokika

sanggraha yang menurut hukum pidana Islam dianggap melanggar. Dari 5 (lima)

unsur yang terdapat dalam delik adat Lokika Sanggraha, terdapat 2 (dua) unsur yang

dapat dianggap melanggar, yakni (1) terjadinya hubungan seksual, dan (2) si pria

mengingkari janji untuk mengawini wanita.

A. Terjadinya Hubungan Seksual

Dalam hukum pidana Islam unsur ini disebut tindak pidana zina yang

termasuk kategori hudud. Selanjutnya akan penulis jelaskan secara rinci sebagai

berikut :

1. Definisi Zina

Zina ialah perbuatan bersenggama antara laki- laki dan perempuan

yang tidak terikat oleh hubungan pernikahan ( perkawinan) atau perbuatan

bersenggama seorang laki- laki yang terikat perkawinan dengan seorang

perempuan yang bukan istrinya atau seorang perempuan yang terikat

perkawinan dengan orang laki- laki yang bukan suaminya.

Senggama adalah mengadakan hubungan kelamin, bersetubuh.

Manurut Muhammad Ali as- Sabuni, zina adalah:

Page 52: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

41

“ zina menurut arti bahasa adalah persetubuhan yang diharamkan, dan zina

menurut Syar‟î ialah persetubuhan yang dilakukan oleh seorang laki- laki

dengan seorang perempuan melalui ( pada) vagina diluar nikah dan bukan

nikah syubhat”1

Menurut Ensiklopedi Hukum Islam, zina adalah “ Hubungan seksual

antara seorang laki- laki dengan seorang perempuan yang tidak atau belum

diikat dalam perkawinan tanpa disertai unsur keraguan dalam hubungan

seksual tersebut.2

Abdul Qadir Audah berpendapat bahwa zina ialah hubungan badan

yang diharamkan dan disengaja oleh pelakunya. Yang dimaksud dengan

hubungan badan yang diharamkan itu adalah memasukan penis laki- laki ke

vagina perempuan, baik seluruhnya atau sebagian ( Iltiqâ‟ al-Khitânain).3

Beberapa definisi lain tentang pengertian zina yang dikemukakan oleh

berbagai ulama mazhab menunjukan pengertian yang hampir sama. Hanya

seperti ulama Hanabilah dan ulama Zidiyah menambahkan jimak melalui

dubur.

1 Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina Pandangan Hukum Islam dan KUHP, (Jakarta:

Bulan Bintang, 2003) hlm. 25

2 Neng Djubaedah, Perzinaan Dalam Peraturan Perundang- undangan di Indonesia Ditinjau

Dari Hukum Islam, ( Jakarta: Kencana, 2010. Hlm. 119

3 Abdul Qadir Audah, Al- Tasyri‟ Al- Jina‟i Al- Islami Muqaranan bi Al- Qanun Al- Wad‟i, (

Beirut: Mu’ assasah Al- Risalah, 1992), cet. Ke- 11, Jilid II, hlm. 349

Page 53: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

42

Artinya :“persenggamaan yang dilakukan oleh seorang mukallaf terhadap

farji manusia yang tidak ada kepemilikan baginya terhadap farji tersebut

secara kesepakatan Ulama, hal keadaannya ia lakukan persetubuhan tersebut

secara sengaja.”

Artinya: Persetubuhan yang dilakukan seorang laki- laki kepada seorang

perempuan terhadap kemaluan depannya dengan tanpa ada kepemilikan dan

syubhat kepemilikan.

Artinya: Memasukkan zakar ke dalam farji yang haram baginya, yang sunyi

dari syubhat oleh farji tersebut, yang diingini.

Artinya: Perbuatan yang keji yang dilakukan dikemaluan bagian depan

maupun belakang.

Artinya: Persetubuhan yang dilakukan terhadap orang yang tidak halal

memandang kepadanya bersamaan dengan pengetahuannya terhadap

keharaman. Atau persetubuhan yang diharamkan zatnya.

Artinya: Memasukan kemaluan ke dalam kemaluan orang yang hidup yang

diharamkan baik kemaluan depan maupun belakang dengan tanpa adanya

syubhat.

Page 54: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

43

Dari beberapa definisi tersebut yang akan dipergunakan sebagai

pegangan selanjutnya adalah definisi yang dikemukakan oleh Muhammad Ali

As- Sabuni karena lebih sesuai dengan pandangan umumnya para ulama. 4

Mengenai kekejian jarimah zina ini, Muhammad Al- Khatib Al-

Syarbini mengatakan, zina termasuk dosa- dosa besar yang paling keji, tidak

satu agama pun yang menghalalkannya. Oleh sebab itu, sanksinya juga sangat

berat, karena mengancam kehormatan dan hubungan nasab. 5

Seperti yang diuraikan di muka bahwa manusia secara naluriah

memiliki nafsu syahwat kepada lawan jenisnya. Jika nafsu syahwatnya itu

begitu besar, maka nafsu syahwat tersebut bias mengalahkan akal budinya

atau akal sehat dan kendali moral. Artinya jika akal sehat dan keyakinan

moral tidak cukup kuat untuk mengendalikan gejolak nafsu syahwat kepada

lawan jenisnya karena gejolak nafsu syahwatnya begitu bergelora maka

manusia tersebut akan terjerumus kepada perbuatan zina, apabila mereka tidak

menempuh jalur pernikahan yang sah.6

2. Unsur- unsur Tindak Pidana Zina

Telah jelas dari apa yang telah lalu bahwasanya Fuqaha berbeda

pendapat mengenai definisi zina. Akan tetapi bersamaan dengan perbedaan

pendapat tersebut, mereka sepakat bahwasanya zina adalah persetubuhan yang

4 Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina Pandangan Hukum Islam dan KUHP, hlm. 26

5 M. Nurul Irfan dan Masyarofah, Fiqh Jinayah, ( Jakarta: Amzah, 2013), hlm. 18

6 Asyhari Abd Ghofar, Pandangan Islam Tentang Zina dan Perkawinan Sesudah Hamil Suatu

Pergeseran Nilai Sosial, ( Jakarta: Citra Harta Prima, 2001), hlm. 18

Page 55: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

44

diharamkan yang dilakukan secara sengaja. Dari sini mereka sepakat

bahwasanya bagi tindak pidana zina ada 2 (dua) rukun, yaitu : a. Persetubuhan

yang diharamkan. b. Persetubuhan dilakukan secara sengaja atau ada tujuan

melakukan tindak pidana. Selanjutnya akan kami jelaskan mengenai 2 (dua)

rukun ini secara rinci.7

a. Persetubuhan Yang Diharamkan

Persetubuhan yang dianggap sebagai zina adalah persetubuhan

dalam farji (kemaluan). Ukurannya adalah apabila kepala kemaluan

(hasyafah) telah masuk ke dalam farji walaupun sedikit. Juga dianggap

sebagai zina walaupun ada penghalang antara zakar (kemaluan laki- laki)

dan farji (kemaluan perempuan), selama penghalangnya tipis yang tidak

menghalangi perasaan dan kenikmatan bersenggama.

Di samping itu, untuk menentukan persetubuhan sebagai zina

adalah persetubuhan yang terjadi bukan pada miliknya sendiri. Dengan

demikian, apabila persetubuhan terjadi dalam lingkungan hak milik

sendiri karena ikatan perkawinan maka persetubuhannya tersebut tidak

dianggap sebagai zina, walaupun persetubuhannya itu diharamkan karena

suatu sebab. Hal ini karena hukum haramnya persetubuhan tersebut datang

belakangan karena adanya suatu sebab bukan karena zatnya. Contohnya,

seperti menyetubuhi isteri yang sedang haid, nifas, atau sedang berpuasa

7 Abdul Qadir Audah, Al- Tasyri‟ Al- Jina‟i Al- Islami Muqaranan bi Al- Qanun Al- Wad‟i,

juz. 2, hlm. 349-350

Page 56: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

45

Ramadhan. Persetubuhan ini semuanya dilarang, tetapi tidak dianggap

sebagai zina.

Apabila persetubuhan tidak memenuhi ketentuan- ketentuan

tersebut maka tidak dianggap sebagai zina yang dikenai hukuman had,

melainkan hanya tergolong kepada perbuatan maksiat yang diancam

dengan hukuman ta’zir, walaupun perbuatannya itu merupakan

pendahuluan dari zina. Contohnya seperti mufakhadzah ( memasukkan

penis diantara dua paha), atau memasukkannya ke dalam mulut, atau

sentuhan- sentuhan diluar farji. Demikian pula perbuatan maksiat yang

lain yang juga merupakan pendahuluan dari zina dikenai hukuman ta’zir.

Contohnya seperti ciuman, berpelukan, bersunyia- sunyi dengan wanita

asing ( bukan muhrim), atau tidur bersamanya dalam satu ranjang.

Perbuatan ini dan semacamnya yang merupakan rangsangan terhadap

perbuatan zina merupakan maksiat yang harus dikenai hukuman ta’zir.8

b. Persetubuhan Dilakukan Secara Sengaja

Disyaratkan dalam tindak pidana zina bahwa mencukupi disisi

pezina laki- laki atau pezina perempuan adanya unsur kesengajaan atau

maksud melakukan tindak pidana, dianggap telah tepenuhinya maksud

melakukan tindak pidana apabila si pezina ( laki- laki) telah melakukan

perbuatan yang ia mengetahui bahwasanya ia menyetubuhi perempuan

yang diharamkan atasnya, atau apabila si pezina perempuan telah pasrah

8 Ahmad Mawardi Muslich, , Hukum Pidana Islam, cet. 1, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2005),

hlm. 8-9

Page 57: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

46

atau menyerahkan dirinya dan dia mengetahui bahwasanya laki- laki yang

menyetubuhinya itu diharamkan atasnya.

Maka jika seseorang diantara keduanya tersebut melakukan

perbuatan tersebut secara sengaja sedangkan dia tidak mengetahui akan

keharamanya maka tidak wajib diberikan hukuman had baginya.

Contohnya, seperti orang yang membawa pengantin kepada seorang laki-

laki padahal pengantin tersebut bukan istri dari laki- laki tersebut

kemudian laki- laki tersebut menyetubuhinya. Ia mengira bahwasanya

perempuan tersebut adalah istrinya, dan contoh lain seperti seorang laki-

laki mendapati seorang perempuan berada di tempat tidurnya lalu ia

menyetubuhinya hanya ia berkeyakinan bahwasanya perempuan tersebut

adalah istrinya.

3. Dasar Hukum Larangan Zina

a. al- Qur’an

Secara eksplisit Allah menegaskan larangan mendekati perbuatan

zina di dalam ayat yang diturunkannya kepada Nabi Muhammad SAW.

Masih dalam periode Makiyyah karena perbuatan zina itu adalah

perbuatan keji dan jalan (prilaku) hidup yang paling buruk. Dalam Surat

al-Isra’, 17: 32, disebutkan :

Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu

adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.”

Page 58: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

47

Dalam ayat ini dua hal yang dilarang yaitu mendekati perbuatan

zina dan mengerjakan perbuatan zina itu sendiri karena perbuatan zina itu

adalah perbuatan keji dan jalan hidup yang buruk. Mendekati perbuatan

zina saja sudah dilarang apalagi mengerjakan perbuatan zina itu. Oleh

karena itu Allah mengharamkan perbuatan zina dan menghukum

pelakunya dengan sanksi hukuman yang keras.9

b. Hadits

Artinya: “Dari Ubadah bin Shomit dia telah berkata, Bersabda

Rasulullah saw, ambillah kamu dari padaku, ( sesungguhnya Allah telah

menetapkan bagi mereka) yaitu perempuan perawan yang berzina dengan

laki- laki bujangan hukuman mereka ( masing- masing) didera 100 kali

dan diasingkan satu tahun, dan janda apabila berzina dengan duda

hukumannya dera 100 kali ditambah rajam.”10

Dalam hadist ini dijelaskan bahwa pezina laki- laki atau baik

bujang ataupun perawan, begitu pula baik dia itu janda maupun duda

semuanya diancam/ dikenakan sangsi apabila berbuat zina, meskipun

sangsinya berbeda- beda.11

9 Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina Pandangan Hukum Islam dan KUHP, hlm. 60-61

10

Ibnu Hibban, Sahih Ibn Hibban, (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1993), juz. 10, hlm. 271

11

Asyhari Abd Ghofar, Pandangan Islam Tentang Zina dan Perkawinan Sesudah Hamil

Suatu Pergeseran Nilai Sosial, ( Jakarta: Citra Harta Prima, 2001), hlm. 19

Page 59: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

48

c. Ijma’

Selain al- Qur’an dan Hadits, dasar hukum pengharaman zina juga

besumber dari Ijma’ Ulama, hal ini sebagaimana yang tertulis di dalam

kitab al-Ijma’ bahwasanya Ulama telah sepakat mengenai keharaman

perbuatan zina.12

4. Macam- Macam Zina

a. Zina Muhshan adalah zina yang dilakukan oleh laki- laki atau perempuan

yang sudah berkeluarga ( bersuami/ beristri). Dengan kata lain zina

muhshan adalah persetubuhan diluar dengan seorang perempuan yang

sudah pernah melakukan pernikahan yang sah menurut agama Islam.13

b. Zina ghairu muhshan adalah zina yang dilakukan oleh laki- laki dan

perempuan yang belum berkeluarga.14

Dengan kata lain zina ghairu

muhshan dapat dikatakan dengan persetubuhan diluar nikah yang

dilakukan oleh seorang ( laki- laki/ perempuan) yang belum pernah terikat

dalam suatu pernikahan yang sah ( jejaka/ perawan) menurut agama

Islam.15

12

Ibnu Mundzir, al- Ijma‟, (Makkah: Maktabah Makkah al- Tsaqafiyyah, 1999), hlm. 160

13

Ishlah Farid, Delik Perzinaan dalam Perspektif KUHP dan Hukum Pidana Islam, ( Jakarta:

Skripsi, 2011), hlm. 46

14

Ahmad Reza Fahlefi, Sanksi Zina Transeksual Dalam Tinjauan Hukum Pidana Islam, (

Jakarta: Skripsi, 2013), hlm. 41

15

Ishlah Farid, Delik Perzinaan dalam Perspektif KUHP dan Hukum Pidana Islam, ( Jakarta:

Skripsi, 2011), hlm. 46

Page 60: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

49

Dari definisi di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa perbedaan

yang prinsipil antara zina muhshan dan zina ghairu muhshan adalah terletak

antara pernah mengalami senggama dengan cara yang sah dengan yang belum

pernah menikah sama sekali. Apabila terjadi perzinaan antara seorang laki-

laki dengan seorang perempuan, bias jadi kedua- duanya telah menikah atau

salah satunya yang sudah menikah dan satunya lagi belum menikah ( ghairu

muhshan ) serta bias jadi pula kedua- duanya ghairu muhshan ( belum

menikah).

Dalam hal ini Tindak Pidana ( Lokika Sanggraha) dapat dimasukkan

dalam kategori zina ghairu muhshan karena seperti yang kita ketahui dari

definisi lokika sanggraha di atas yaitu melakukan hubungan biologis antara

laki- laki dan perempuan tanpa adanya ikatan pernikahan yang sah.

5. Sanksi Pidana Perzinaan ( Lokika Sanggraha) dalam Hukum Pidana

Islam

Pada permulaan ajaran Islam, hukuman bagi pelaku tindak pidana zina

adalah dipenjarakan didalam rumah dan disakiti, baik dengan pukulan

maupun dengan dipermalukan. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat

an- Nisa’ ayat 15- 16:

Page 61: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

50

Artinya: Dan (terhadap) Para wanita yang mengerjakan perbuatan keji,

hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya).

kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, Maka kurunglah mereka

(wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau

sampai Allah memberi jalan lain kepadanya. Dan terhadap dua orang yang

melakukan perbuatan keji di antara kamu, Maka berilah hukuman kepada

keduanya, kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri, Maka

biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha

Penyayang.

Adapun Hadist Nabi Muhammad SAW yang menjelaskan hukuman

zina adalah sebagai berikut:

Artinya: Dari Ubadah ibn Ash- Shamiti ia berkata: Rasulullah SAW

bersabda: “ ambilah dari diriku, ambillah dari diriku, sesungguhnya Allah

telah memberikan jalan keluar ( hukuman) bagi mereka ( pezina). Jejaka dan

gadis hukumannya dear seratus kali dan pengasingan selama satu tahun

sedangkan duda dan janda hukumannya dera seratus kali dan rajam. “ (

Diriwayatkan oleh jama‟ah kecuaili Bukhari dan Nas‟i)

Dalam ayat yang disebutkan diatas Allah SWT menerangkan tentang

hukuman bagi pelaku zina pada masa awal ajaran Islam. Disana disebutkan

bahwa dibutuhkan empat orang saksi untuk membuktikan fahisyah. Apabila

perbuatan tersebut telah terbukti maka pelakunya dikurung dalam rumah

Page 62: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

51

selama seumur hidup. Apabila para pelaku bertaubat maka Allah SWT

memerintah kepada kita untuk mengampuninya.

Seiring berjalannya waktu dan Islam mulai berkembang, terjadi

perkembangan dan perubahan dalam hukuman pelaku zina yaitu turunnya

surat an- Nuur ayat 2:

Artinya: “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah

tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas

kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah,

jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah

(pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang

yang beriman.”

Dalam surat an- Nuur ayat 2 Allah SWT menjelaskan bahwa hukuman

bagi pelaku zina, baik laki- laki maupun perempuan hukumannya adalah

didera sebanyak seratus kali.16

a. Hukuman Bagi pezina muhsan

Bagi pezina muhsan, maka hukumannya yang harus dilaksanakan

lebih berat lagi ketimbang pezina ghairu muhsan. Adapun hukuman yang

dijatuhkan oleh pezina muhsan ini ada dua macam, yaitu dera seratus kali

dan rajam. Hukuman rajam adalah hukuman mati dengan jalan dilempari

16

Ishlah Farid, Delik Perzinaan dalam Perspektif KUHP dan Hukum Pidana Islam, hlm. 56

Page 63: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

52

dengan batu atau sejenisnya. Hukuman rajam merupakan hukuman yang

telah diakui dan diterima oleh hampir semua fuqaha, kecuali kelompok

Azariqah dan golongan khawarij. Alasan kelompok Azariqah dan

Khawarij tidak menerima hukuman rajam karena mereka tidak menerima

hadist, kecuali hadist yang sampai kepada tingkatan mutawatir. Menurut

mereka hukuman untuk jarimah zina baik muhshan maupun ghairu

muhshan adalah hukuman dera seratus kali sebagaimana firman Allah

surat an- Nuur ayat 2.17

b. Hukuman Bagi pezina Grairu Muhsan

Bagi pezina Ghairu muhsan, ini ada dua macam, yaitu dera seratus

kali dan pengasingan selama setahun.

1) Hukuman Dera

Hukuman dera adalah hukuman had, yaitu hukuman yang

sudah ditentukan oleh syara’. Oleh karena itu hakim tidak boleh

mengurangi, menambah, menunda pelaksanaanya, atau menggantinya

dengan hukuman lainnya. Di samping telah ditentukan oleh syara’,

hukuman dera merupakan hak Allah atau hak masyarakat, sehingga

pemerintah atau individu tidak berhak memberikan pengampunan.

2) Hukuman Pengasingan

Hukuman yang selanjutnya untuk pezina ghairu muhsan adalah

hukuman pengasingan selama satu tahun sebagaimana disebutkan

17

Ishlah Farid, Delik Perzinaan dalam Perspektif KUHP dan Hukum Pidana Islam, hlm. 60

Page 64: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

53

dalam hadist di atas. Ulama mazhab Maliki berpendapat bahwa

seorang perjaka merdeka yang melakukan jarimah zina harus dikenai

sanksi pengasingan setelah dicambuk seratus kali pengasingan harus

dilakukan selama satu tahun ditemapt yang jauh dari tanah airnya (

jarak masâfah al- qasr). Sedangkan mazhab Syafi’i dan Hambali

berpendapat bahwa pelaku zina ghairu muhshan yang kedua- duanya

berstatus merdeka dan dewasa, diberlakukan sanksi cambuk seratus

kali dan diasingkan ke tempat yang jauh. Dengan demikian, mereka

merasakan betapa sengsaranya jauh dari keluarga dan tanah air akibat

jarimah yang telah mereka lakukan. Selanjutnya, kedua mazhab ini

memberlakukan sanksi pengasingan, baik terhadap perjaka maupun

gadis, namun, bagi si gadis harus disertai mahram yang akan

menemani dan mengurusi di tempat pengasingan.18

Berbeda dengan

hadist diatas, Imam Abu Hanifah dan para sahabatnya tidak

mewajibkan pelaksanaan hukuman pengasingan. Akan tetapi mereka

membolehkan bagi imam/ pemimpin untuk menggabungkan antara

dera dan pengasingan apabila hal itu dipandang mashlahah. Hal

tersebut dikarenakan hukuman pengasingan bukan merupakan

hukuman had seperti dera, melainkan hukuman ta’zir. Alasannya

adalah bahwa hadist tentang hukuman pengasingan ini telah

dihapuskan ( di- mansukh) dengan surat an- Nuur ayat 2.19

18

M. Nurul Irfan dan Musyarofah, Fiqh Jinayah,( Jakarta: Amzah, 2013), cet- 1, hlm. 34-35 19

Ishlah Farid, Delik Perzinaan dalam Perspektif KUHP dan Hukum Pidana Islam, hlm. 59

Page 65: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

54

Al- Jaziri mengomentari pendapat Imam Abu Hanifah bahwa

hukuman pengasingan merupakan upaya penambahan terhadap ketentuan

ayat. Oleh karena itu, hadis tentang hukuman ini tidak dapat dijadikan

sandaran hukum. Dengan demikian, hukuman pengasingan bukan

merupakan had, melainkan ta’zir.20

Sedangkan menurut Imam Malik, Syafi’i dan Ahmad berpendapat

bahwa wajib hukumnya melaksanakan hukuman pengasingan bersama-

sama dengan hukuman dera. Menurut mereka hukuman pengasingan

termasuk hukuman had seperti hukuman dera.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa berdasarkan

consensus jumhur ulama pelaku jarimah zina ghairu muhshan harus

dikenai sanksi berupa hukuman cambuk seratus kali dan hukuman

pengasingan selama satu tahun. Hanya saja untuk jenis hukuman

pengasingan, menurut Imam Malik tidak diberlakukan bagi perempuan.

Sementara itu menurut Imam Syafi’i, Ahmad dan Dawud Al- Zhahiri,

hukuman pengasingan tetap diberlakukan, baik terhadap laki- laki maupun

perempuan.

Pelaku zina ( bujang dan gadis ), yang melakukan perbuatan zina

atas dasar suka sama suka sepanjang tidak ada larangan syar’i bagi mereka

untuk menikah secara normal, seharusnya mereka dinikahkan untuk

meminimalisasi terulangnya kembali perzinaan baik diantara mereka

20

M. Nurul Irfan dan Musyarofah, Fiqh Jinayah,( Jakarta: Amzah, 2013) hlm. 37

Page 66: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

55

berdua maupun dengan orang lain. Keharusan menikahkan mereka itu bisa

menjadi wajib, mengingat mereka sudah saling menyukai dan tidak

menutup kemungkinan mereka akan mengulangi perbuatan zina yang

pernah dilakukannya, karena orang yang pernah cenderung akan

mengulangi kembali perbuatan zina yang pernah dilakukannya.

Disamping itu Allah SWT telah menegaskan didalam al- Qur’an ( QS. an-

Nuur ayat 3) bahwa orang yang tidak pernah berzina haram menikah

dengan orang yang pernah berzina, jadi untuk mencegah ( kemungkinan

besar ) terulangnya kembali perbuatan zina yang pernah dilakukan maka

mereka wajib dinikahkan.21

Namun apabila orang yang terhukum melarikan diri dan kembali

ke daerah asalnya, maka ia harus dikembalikan ketempat pengasingannya

dan masa pengasingannya dihitung sejak pengembaliannya tanpa

memperhitungkan masa pengasingan yang sudah dilaksanakannya

sebelum ia melarikan diri.22

B. Ingkar Janji/ Khiyanat

1. Definisi Khianat

Kata khianat berasal dari bahasa Arab yang merupakan bentuk verbal

noun atau masdar dari kata kerja َيُخْىُن -َخاَن . Selain “ِخَياَوة” bentuk masdar-nya

21

Siti Hajar Binti Halim, Ijma‟ Di Bidang Hukum Pidana Islam ( Kajian Tindak Pidana Zina

Dalam Kitab al- Majmu‟), ( Jakarta: Skripsi, 2011) , hlm.43-44

22

Achmad Reza Fahlepi, Sanksi Zina Pelaku Transeksual Dalam Tinjauan Hukum Pidana

Islam, ( Jakarta: Skripsi, 2013), hlm. 45

Page 67: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

56

bias berupa “ َخْىًوا – َخاَوًة – ُمَخاَوًة” yang semuanya berarti “ ُيْؤَتَمَه اْنإْوَساُن َفاَل

.(sikap tidak becusnya seseorang pada saat diberikan kepercayaan) ”َيْىَصُحَأْن23

Sedangkan dalam al- Mu‟jam al- Wasît berarti “ َوَقَصه ” (mengurangi/

menyalahi) dikatakan: “ "انَحَقَخاَن (menyalahi kebenaran), “ "انَعْهَذَخاَن

(mengingkari janji). Bias juga diartikan َنْم اأَلَماَوة " ٌيَؤّدَها ” (amanah yang ia

tidak sampaikan).24

Bentuk isim fâ‟il / pelaku dari kata kerja “ َخاَن – َيُخْىُن” adalah “ َخاِئٌه”

Dalam kitab al- Misbâh al- Munîr, al- Fayumi mengartikan dengan “ ُهَى اَنِذي

dan oleh al- Syaukani dalam Nail al- Autâr diberi ”َخاَن َما َجَعَم َعَهْيِه َأِمْيًىا

penjelasan bahwa “َخاِئٌه” adalah “ "َيْأُخُذ انَماَل َخِفَيًة َو َيْظَهُر انُىْصُح ِنْهَماِنِكَمْه (orang

yang mengambil harta secara sembunyi- sembunyi dan menampakkan

perilaku baiknya terhadap pemilik harta tersebut). Penjelasan makna kata “

yang dikemukakan al- Syaukani, juga dikemukakan oleh Syamsul Haq ”َخاِئٌه

al- Azim Abadi dalam „Aun al- Ma‟bûd dan al- Mubarakfuri dalam Tuhfah al-

Ahwadzî secara detail dan lengkap. Ia mengatakan bhawa dalam kitab al-

Mirqah, pengarangnya berkata bahwa kha‟in adalah seorang yang diberi

kepercayaan untuk (merawat/ mengurus) sesuatu/ barang dengan akad sewa

menyewa dan titipan, tetapi sesuatu itu diambil dan kha‟in mengaku jika

23

Nurul Irfan, Korupsi Dalam Hukum Pidana Islam, (JakartaL: Amzah, 2011), hlm. 111

24

Ibrahim Anis, dkk., al- Mu‟jam al- Wasît, (Mesir: Majma’ al- Lughah al- Arabiyyah, 2010),

hlm. 272

Page 68: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

57

barang itu hilang atau dia mengingkari barang sewaan atau titipan tersebut ada

padanya.25

Dengan demikian, ungkapan khianat juga digunakan bagi seseorang

yang melanggar atau mengambil hak orang lain dan dapat pula dalam bentuk

pembatalan sepihak dalam perjanjian yang dibuatnya.26

Hal ini yang terjadi

dalam tindak pidana adat lokika sanggraha, di mana laki- laki yang telah

berjanji untuk menikahi seorang perempuan, membatalkan perjanjian tersebut

secara sepihak.

2. Hukuman Bagi Pelaku Khiyanat

Pada dalil jarimah khiyanat, sanksi hukum tidak disebutkan secara

eksplisit, jelas, dan konkret. Oleh karena itu, khiyanat masuk dalam kategori

jarimah ta’zir, bukan pada ranah hudud dan qisas/diyat.

Bukti konkret secara historis menunjukkan bahwa seseorang yang

tidak setuju dengan pendirian Umar bin al- Khathab, yang beranggapan bahwa

penghianat layak dihukum mati oleh Rasulullah (sebagai kepala Negara di

madinah ketika itu). Seorang pengkhianat itu bernama Hatib bin Abi Balta’ah,

ia membocorkan rahasia kaum muslim yang berencana melakukan Fathu

Makkah bersama Rasulullah. Sikap dan perbuatan Hatib bin Abi Balta’ah ini

dinilai sebagai pengkhianatan terhadap Negara islam. Jika bukan karena

25

Nurul Irfan, Korupsi Dalam Hukum Pidana Islam, hlm. 111-112

26

Nurul Irfan, Korupsi Dalam Hukum Pidana Islam, hlm. 112

Page 69: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

58

kebijaksanaan yang dilakukan oleh Rasulullah dan karena keikutsertaan Hatib

bin Abi Balta’ah dalam Perang Badar, tentu ia mendapat hukuman berat.

Dari Hadits tersebut bias diketahui beberapa hal, pertama, mukjizat

Rasulullah yang bisa mengetahui secara pasti seorang kurir wanita yang

membawa surat rahasia milik Hatib bin Abi Balta’ah. Kedua, keterlibatan dan

keikutsertaan Hatib bin Abi Balta’ah dalam Perang Badar dan kejujuran

jawabannya menjadi sesuatu yang sangat berharga dan dipertimbangkan oleh

Rasulullah sehingga dia dibebaskan dari hukuman berat sebagai pengkhianat.

Ketiga, menurut Umar bin al- Khaththab, hukuman berat bagi pengkhianat

adalah berupa hukuman mati, dan keempat, ketundukan Umar bin al-

Khaththab terhadap kebijaksanaan Rasulullah mengenai Hatib bin Abi

Balta’ah yang dinilai telah mengkhianati Allah, Rasulullah dan seluruh kaum

muslim.

Dengan demikian hukuman ta’zir bagi seseorang yang mengkhianati

Allah, Rasulullah, dan seluruh kaum muslim seperti Hatib bin Abi Balta’ah

adalah berupa hukuman mati, walaupun atas pertimbangan dan ijtihad

Rasulullah hukuman berat ini tidak perlu diberlakukan mengingat dia telah

bersikap jujur dan tulus, bahkan dia juga seorang sahabat yang berjasa besar

mengikuti Perang Badar. Dari kasus di atas, dapat diketahui bahwasanya

hukuman bagi pelaku tindak pidana khianat adalah ta’zir, yakni hukuman

yang diputuskan oleh penguasa setempat.27

27

Nurul Irfan, Korupsi Dalam Hukum Pidana Islam, hlm. 112-117

Page 70: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

59

C. Delik Lokika Sanggraha Dalam Hukum Pidana Islam

Apabila ditinjau dalam hukum pidana Islam berdasarkan unsur- unsur

delik Lokika Sanggraha terdapat beberapa unsur yang berupa pelanggaran yaitu

Pertama, Persetubuhan yang diharamkan dan Kedua, Mengingkari janji/

khiyanat.

Seperti yang diketahui bahwa delik Lokika Sanggraha termasuk dalam

kategori zina ghairu muhshan. Zina ghairu muhshan adalah persetubuhan yang

dilakukan oleh laki- laki dan perempuan yang belum ada ikatan perkawinan yang

sah.28

Delik tersebut adalah kerusakan moral yang melanda dari dunia barat

menurut para ahli justru karena diperbolehkan perzinaan bila dilakukan oleh

orang dewasa yang dilakukan dengan suka sama suka sehingga menyebabkan

kehamilan terhadap si wanita.

Dengan demikian, jelaslah bahwa masalah delik Lokika Sanggraha ini

merupakan masalah perzinaan yang tidak hanya menyinggung hak perorangan,

melainkan juga menyinggung hak masyarakat karena bayi lahir tanpa suami .29

Sanksi delik Lokika Sanggraha bila ditinjau dalam hukum pidana Islam

ada dua macam, yaitu dera seratus kali dan pengasingan selama setahun.

Hukuman dera adalah hukuman had, yaitu hukuman untuk laki- laki dan

28

Ahmad Reza Fahlefi, Sanksi Zina Transeksual Dalam Tinjauan Hukum Pidana Islam, (

Jakarta: Skripsi, 2013), hlm. 41

29

Ahmad Djazuli, FIQH JINAYAH ( Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Islam), (

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 36

Page 71: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

60

perempuan yang melakukan persetbuhan tanpa ikatan perkawinan. Dan hukuman

dera adalah hukuman yang ditentukan oleh syara’. Oleh karena itu haim tidak

boleh mengurangi, menambah, menunda pelaksanaanya, atau menggantinya

dengan hukuman lainnya. Disamping telah ditentukan oleh syara’, hukuman dera

merupakan hak Allah atau hak masyarakat, sehingga pemerintah atau individu

tidak berhak memberikan pengampunan.

Hukuman lain yaitu adalah hukuman pengasingan selama satu tahun.

Hukuman ini didasarkan kepada hadis Ubadah ibn Shamit tersebut di atas. Akan

tetapi hukuman ini wajib dilaksanakan bersama- sama dengan hukuman dera, para

ulama berbeda pendapat mengenai hal ini. Menurut Imam Abu Hanifah dan

kawan- kawannya hukumanan pengasingan tidak wajib dilaksanakan. Akan tetapi

mereka membolehkan bagi imam untuk menggabungkan antara dera seratus kali

dan pengasingan apabila hal itu dipandang maslahat. Dengan demikian menurut

mereka, hukuman pengasingan itu bukan merupakan hukuman had, melainkan

hukuman ta’zir. Pendapat ini juga merupakan pendapat Syi’ah Zaidiyah.

Alasannya adalah bahwa hadis tentang hukuman pengasingan ini dihapuskan

(mansûkh) dengan surat an- Nuur ayat 2.30

Jumhur Ulama yang terdiri atas Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam

Ahmad berpendapat bahwa hukuman pengasingan harus dilaksanakan bersama-

sama dengan hukuman dera seratus kali. Dengan demikian menurut jumhur,

hhukuman pengasingan ini termasuk hukuman had, dan bukan hukuman ta’zir.

30

Ahmad Mawardi Muslich, , Hukum Pidana Islam, hlm. 30

Page 72: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

61

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa berdasarkan hukum pidana

Islam delik Lokika Sanggraha harus dikenai hukuman dera seratus kali dan

hukuman pengasingan selama satu tahun. Karena dalam hukum pidana Islam

pelaku Lokika Sanggraha yang melakukan perbuatan zina atas dasar suka sama

suka sepanjang tidak ada larangan syar’i bagi mereka untuk menikah secara

normal, seharusnya mereka dinikahkan untuk meminimalisasi terulangnya

kembali perzinaan baik diantara mereka berdua maupun dengan orang lain.31

Sanksi mengingkari janji untuk menikasi si wanita dalam unsur Lokika

Sanggraha menurut hukum pidana Islam masuk dalam kategori jarimah ta’ zir,

karena ingkar janji yang dalam hukum pidana Islam disebut khiyânah, bukan pada

ranah hudud dan qishas / diyat.

D. Persamaan dan Perbedaan Lokika Sanggraha pada Hukum Adat Bali

dengan Zinâ Gairu Muhsan pada Hukum Pidana Islam

1. Persamaan

Hanya ada satu unsur antara Lokika Sanggraha dengan Zinâ Gairu

Muhsan yang memiliki persamaan, yaitu adanya persetubuhan yang dilakukan

diluar pernikahan dan dilakukan oleh bujang dan gadis.

2. Perbedaan

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwasanya hanya ada satu unsur

Lokika Sanggraha yang sama dengan Zinâ Gairu Muhsan, maka unsur

lainnya berbeda satu sama lain. Diantaranya sebagai berikut:

31

Siti Hajar binti Halim, „Ijma‟ Di Bidang Hukum Pidana Islam ( Kajian Tindak Pidana Zina

Dalam Kitab al- Majmu‟), hlm. 43- 44

Page 73: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

62

a. Di dalam Lokika Sanggraha terdapat unsur terjadinya kehamilan pada si

wanita. Dalam hukum pidana Islam unsur ini tidak ada, jadi apakah wanita

yang bersangkutan hamil atau tidak, hukum pidana Islam tetap

menjatuhkan sanksi.

b. Selanjutnya terdapat juga unsur ingkarnya si laki-laki dari janjinya untuk

menikahi si wanita, dalam zinâ gairu muhsan unsur ini tidak ada, akan

tetapi masuk kedalam kategori tindak pidana tazîr yang hukumannya

diserahkan kepada hakim.

c. Dan yang terakhir dari perbedaan antara Lokika Sanggraha dengan zinâ

gairu muhsan adalah dari segi hukumannya. Dalam hukum pidana Islam

pelaku tindak pidana zinâ gairu muhsan dihukum dengan cambuk seratus

kali dan pengasingan selama satu tahun.

Page 74: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

63

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil uraian sebelumnya, maka penulis mengambil beberapa

kesimpulan menjadi beberapa bagian, meliputi:

1. Delik adat Lokika Sanggraha adalah seorang laki- laki dan perempuan

melakukan hubungan biologis tanpa adanya ikatan perkawinan yang sah.

Sehingga terjadinya kehamilan dengan adanya unsur janji dari laki- laki

tersebut kemudian laki- laki tersebut mengingkari janjinya. Berdasarkan

hukum asalnya, laki- laki dan perempuan yang belum terikat perkawinan yang

sah tidak boleh melakukan hubungan biologis secara bebas, karena secara

tidak langsung telah mengganggu keseimbangan masyarakat setempat.

2. Dalam hukum adat Bali delik Lokika Sanggraha merupakan delik berupa

kesusilaan yang di dalamnya terdapat unsur melakukan persetubuhan tanpa

adanya ikatan perkawinan atas dasar suka sama suka dan adanya ingkar janji

yang dilakukan oleh si pria ketika si wanita tersebut hamil. Sanksi yang

dikenai berdasarkan adat Bali keduanya dikenakan sanksi dengan

mengadakan upacara dengan tujuan untuk membersihkan desa dimana mereka

melakukan perbuatan tersebut. Dan dibebankan pula kepada si pria untuk

membayar denda dan “kesepekeng” artinya tidak diajak berbicara untuk

waktu yang telah ditentukan sampai si pria memohon maaf kepada bendesa

Page 75: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

64

adat serta melakukan suatu kewajiban yang telah ditentukan oleh bendesa

adat.

3. Dalam hukum pidana Islam delik Lokika Sanggraha masuk dalam kategori

zina ghairu muhshan karena di dalamnya terkadung unsur melakukan

persetubuhan tanpa adanya ikatan perkawinan yang sah. Sehingga delik adat

Lokika Sanggraha ini dapat dijatuhi hukuman dera dan diasingkan sesuai

dengan QS. an- Nuur ( 24): 2, dan hadis dari Ubadah bin Shamit pada

halaman sebelumnya.

B. Saran

Berdasarkan pemaparan skripsi ini, maka penulis memaparkan beberapa

saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak diantaranya sebagai

berikut:

1. Orang Tua

Dalam keluarga, orang tua menjadi pihak penentu utama dalam pertumbuhan

dan pembentukan sebuah moral seorang anak. Pola asuh menjadi hal yang

paling penting. Ketika orang tua mendidik anaknya dengan hal yang negative,

maka suatu saat hal negative tersebut akan selalu terbawa dalam kehidupan

sang anak. Tetapi ketika orang tua mendidik anaknya dengan didikan yang

baik dan kasih saying yang cukup, niscaya anak tersebut akan menjadi anak

yang dapat menjalankan kehidupannya yang baik tanpa harus melanggar

kodratnya.

Page 76: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

65

2. Masyarakat adat

Hendaknya membuat peraturan daerah atau awig- awig yang jelas dan tegas

agar para remaja pada zaman sekarang agar bisa menjaga kehormatan mereka

dalam bergaul baik dengan laki- laki maupun dengan wanita sebab hal

tersebut akan berdampak terhadap diri sendiri, orang tua dan masyarakat

tertentu.

Page 77: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

66

DAFTAR PUSTAKA

al-Qur’an

Abduh Malik, Muhammad 2003, Perilaku Zina Pandangan Hukum Islam dan KUHP,

Jakarta: Bintang

Badan Pembinaan Hukum Nasional ( BPHN) 1975, Simposium Pengaruh

Kebudayaan/ Agama Terhadap Hukum Pidana, Bandung: PT Rindang

Mukti

Bali Post

Djazuli, Ahamd 1997. Fiqh Jinayah ( Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam

Islam), Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Djubaedah, Neng 2010, Perzinaan Dalam Perundang- undangan di Indonesia

Ditinjau Dari Hukum Islam, Jakarta: Kencana

Ekasana, I Made Suastika 2012. Seri Dharmasthya ( Hukum Perdata Hindu) Dharma

Bandhu Hukum keluarga Hindu, Surabaya: Paramita

Hadikusuma, Hilman 1989. Hukum Pidana Adat, Bandung: PT Alumni

Husaini Adian, Rajam Dalam Arus Syahwat Penerapan Hukum Rajam di Indonesia

Dalam Tinjauan Syariat Islam, Hukum Positif dan Politik Global, Jakarta:

Pustaka al- Kautsar.

Ketut Sutha, I Gusti, 1987, Bunga Rampai Beberapa Aspekta Hukum Adat,

Yogyakarta: Liberty

Mulyadi Lilik, 1987 Delik Adat “Lokika Sanggraha“ Di Bali, Majalah Varia

Marpaung, Leden. 2008. Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Masalah Prevensinya,

Jakarta: Sinar Grafika

Nurul Irfan, Muhammad dan Masyrofah, 2013, Fiqh Jinayah , Jakarta: Amzah

Peradilan, Penerbit IKAHI (Ikatan Hakim Indonesia), Jakarta Oktober, Jurnal

Serikat Putra Jaya, Nyoman 1988. Relevansi Hukum Pidana Adat Dalam

Pembaharuan Hukum Pidana, Depok, Thesis.

Page 78: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang

67

Soekanto, Soerjono 2010. Hukum Adat Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers

Surpha, I Wayan 2006. Seputar Desa Pakraman dan Adat Bali, Denpasar, Pustaka

Sutha , I Gusti Ketut. 1987. Bunga Rampai Beberapa Aspek Hukum Adat,

Yogyakarta: Liberty

Thesis, Unika Soegijapranata, pdf.

Widnyana, I Made. 1993. Kapita Selekta Hukum Pidana Adat, Bandung: Eresco

Wardi Muslich, Ahmad. 2005. Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika.

Zuhaili, Wahbah. 1989. Al- Fiqh al- Islamiy wa Adillatuh. Damaskus: Dar al- Fikr

Page 79: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang
Page 80: SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29192/1/IZZATUL... · hukum waris dharma vibhaga, serta perbuatan - perbuatan yang