revisi sanksi pidana bagi dokter (2)
DESCRIPTION
sanksi pidanaTRANSCRIPT
Tugas Forensik
SANKSI PIDANA BAGI DOKTER/DOKTER GIGI YANG TIDAK MEMBUAT REKAM MEDIS
SESUAI UNDANG-UNDANG RI NOMOR 29 TAHUN 2004
TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN
Oleh:
Dessy Puteri Hariyanti
G99141086
Pembimbing:
dr. Sugiharto, M. Kes. (MMR), S.H.
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis (UU RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan ). Sedangkan tempat
yang digunakan untuk penyelenggaraan kesehatan disebut dengan sarana
pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, poliklinik dan lain-lain.
Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 H Ayat (1). Berdasarkan bunyi pasal tersebut,
sudah jelas bahwa penyelenggaraan kesehatan merupakan hak asasi atau hak dasar
setiap orang yang dijamin oleh negara. Setiap orang mempunyai hak dalam
memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Untuk
menjamin hak- hak pasien tersebut dibuatlah Undang-Undang yang mengatur
tentang hak dan kewajiban dokter diantaranya adalah rekam medis.
Rekam medis itu adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah
diberikan kepada pasien (Permenkes nomor 286 Tahun 2008 tentang Rekam
Medis Pasal 1). Begitu pentingnya rekam medis dalam pelayanan kesehatan
sehingga dituangkan dalam peraturan perundang-undangan dan menjadi kewajiban
tenaga kesehatan dan sarana kesehatan. Menurut Undang Undang RI Nomor 29
Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 46 bahwa setiap dokter atau dokter
gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis. Rekam
medis harus dibuat segera dan dilengkapi setelah pasien menerima pelayanan.
Kewajiban ini juga tercantum dalam Permenkes Nomor 269 Tahun 2008
Pasal 5 berbunyi (1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik
kedokteran wajib membuat rekam medis. (2) Rekam medis sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus dibuat segera dan dilengkapi setelah pasien menerima
pelayanan. (3) Pembuatan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan melalui pencatatan dan pendokumentasian hasil pemeriksaan
pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. (4)
Setiap pencatatan ke dalam rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda
tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan
pelayanan kesehatan secara langsung.
Rekam medis sangat dibutuhkan dalam rangka pelayanan kesehatan maupun
dalam rangka penegakan hukum pelayanan kesehatan. Rekam medis dibutuhkan
untuk mengetahui riwayat penyakit pasien terdahulu beserta pengobatannya.
Begitu pentingnya rekam medis sehingga perlu dibuat sanksi pidananya apabila
rekam medis dalam pelayanan kesehatan tidak dibuat oleh dokter. Hal rekam
medis diatur dalam UU RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
Pasal 46 dan 79.
Pasal 79 UU RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran berbunyi
, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling
banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi
yang :
a. Dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud pada
Pasal 41 ayat (1);
b. Dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagai mana dimaksud
dalam Pasal 46 ayat (1); atau
c. Dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagai mana dimaksud dalam
Pasal 51 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e
Walaupun sanksi pidana jelas dalam UU RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktiik Kedokteran , namun masih banyak rekam medis yang belum dibuat
sebagaimana tertuang dalam peraturan perundang-undangan. Hasil penelitian
tentang rekam medis di RSUD H. Padjonga Dg. Ngalle Kabupaten Takalar Tahun
2012 pada penulisan kelengkapan identitas pasien MR 2 dari total kunjungan
13.386 pasien, penulisan nama pasien yang lengkap 5.622 status (42%), dan
terdapat 7.764 status (58%) yang tidak lengkap pencatatan namanya. Penulisan
nomor rekam medis yang lengkap 6.693 status (50%) dan terdapat 6693 status
(50%) yang tidak lengkap nomor rekam mediknya. Pada penulisan umur yang
lengkap 3.881 status (29%) dan terdapat 9.505 status (71%) yang tidak lengkap
penulisan umurnya. Pada penulisan ruangan atau tempat rawat yang lengkap 3.480
status (26%) dan terdapat 9.906 status (74%) yang tidak lengkap penulisan
ruangannya.
Jadi rekam medis merupakan dokumen penting dalam pelayanan kedokteran
sebagai pertanggung jawaban hukum dalam tindakan kedokteran. Rekam medis
juga mempunyai fungsi perlindungan hukum bagi dokter itu sendiri dalam
memberikan pelayanan. Permasalahannya apakah dokter yang tidak membuat
rekam medis layak diberikan sanksi pidana sebagaimana layaknya penjahat ?
Oleh karena itulah kami tertarik untuk memilih judul “sanksi pidana bagi
dokter / dokter gigi yang tidak membuat rekam medis menurut UU RI Nomor 29
Tahun 2004 tentang Praktik kedokteran.” Judul ini merupakan tindakan melawan
hukum dalam praktik kedokteran karena telah diperintahkan oleh Undang-Undang.
B. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan pemahaman tentang kewajiban dokter dalam membuat rekam
medis
b. Mencegah terjadinya masalah hukum dalam pelayanan kedokteran
c. Meningkatkan pelayanan kedokteran yang prima
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
REKAM MEDIK DALAM PELAYANAN KESEHATAN
A. Kewajiban dokter dalam Rekam medis
Hubungan dokter dan pasien merupakan hubungan hukum yang
menimbulkan hak dan kewajiban antar pasien dan dokter secara timbal balik.
Hak dokter menjadi kewajiban pasien untuk memenuhinya, sedangkan hak
pasien merupakan kewajiban dokter untuk memenuhi hak pasien. Salah satu hak
pasien sebagaimana tertuang dalam UU RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran Pasal 46 adalah rekam medis.
Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang
telah diberikan kepada pasien (Permenkes Nomor 268 tahun 2008 tentang
Rekam Medik). Pembuatan rekam medis merupakan suatu kewajiban yang
dibebankan kepada dokter dan atau dokter gigi untuk membuat rekam medis
(Pasal 46 UU RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran). Pasien
memiliki hak untuk memperoleh isi rekam medis sebagaimana diperintahkan UU
RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 52 bahwa Pasien
mempunyai hak untuk mendapatkan isi rekam medis.
Rekam medis memegang peranan penting dalam mengungkap kasus
malpraktik yang dilakukan oleh dokter/dokter gigi. Hakim Agung Prof
Suryajaya mengungkapkan sudah seharusnya tindakan malpraktik yang
dilakukan dokter bisa dipidanakan tak hanya berhenti sebatas sanksi etik.
Menurut dia, tidak terungkapnya unsur pidana dalam praktik terkait tindakan
malpraktik kedokteran disebabkan bukti medical record (rekam medis) tidak
pernah dibuka dalam proses penyidikan dengan dalih kerahasiaan praktik
kedokteran.
Begitu pentingnya rekam medis dalam pelayanan kesehatan ( kedokteran )
sehingga perlu diatur lengkap dalam UU RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran menjadi kewajiban dokter dan menjadi hak bagi pasien.
Untuk menjamin terlaksananya Rekam Medik yang sesuai dengan peraturan
perundangan maka pemerintah juga memberikan sanksi pidana bagi dokter /
dokter gigi yang tidak membuat rekam medis. Sanksi pidananya tertuang pada
Pasal 79 poin b, “Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun
atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (Lima puluh juta rupiah) setiap
dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja tidak membuat rekam medis
sebagaimana dimaksud Pasal 46 ayat (1).
Tujuan dari sanksi pidana ini dimaksudkan untuk memberikan penekanan
agar hak pasien berupa rekam medis dalam diberikan kepada pasien sehinga hak
pasien terpenuhi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Rekam medis inipun bermanfaat bagi dokter / dokter gigi sebagai
tanggung jawab dan tanggung gugat profesi dokter dalam praktik kedokteran.
Namun demikian siapakah yang bisa menjamin implementasi rekam medis
bisa dilaksanakan sesuai dengan UU RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
kedokteran? Tidak seorangpun bisa melihat rekam medis dengan dalih rahasia
kedokteran. Orang yang bisa melihat rekam medis hanyalah dokter dan petugas
kesehatan terkait , sedangkan pasien hanya bisa meminta kopi rekam medis atau
salinan rekam medisnya. Siapakah yang mempunyai kewenangan melakukan
audit rekam medis dan memberikan sanksi apabila rekam medis dibuat belum
sesuai dengan UU RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik kedokteran?
Kegunaan Rekam medic dapat dilihat dari beberapa aspek diantaranya :
1) Aspek Administrasi
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai administrasi, karena isinya
menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab tenaga
medis dan paramedis dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan.
2) Aspek Medis
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai medis, karena catatan tersebut
dipergunakan sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan atau perawatan
yang harus diberikan kepada pasien.
3) Aspek Hukum
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai hukum, karena isinya
menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum atas dasar keadilan
dalam rangka usaha menegakkan hukum serta penyediaan bahan tanda bukti
untuk menegakkan hukum.
4) Aspek Keuangan
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai keuangan, karena isinya
mengandung data atau informasi yang dapat digunakan sebagai aspek
keuangan.
5) Aspek Penelitian
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai penelitian, karena informasi
yang dikandungnya dapat digunakan sebagai bahan penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan.
6) Aspek Pendidikan
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai pendidikan, karena isinya
menyangkut data atau informasi tentang perkembangan kronologis dan
kegiatan pelayanan medik yang diberikan kepada pasien. Informasi tersebut
dapat dipergunakan sebagai bahan atau referensi pengajaran dibidang profesi
si pemakai.
7) Aspek Dokumentasi
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai dokumentasi, karena isinya
menyangkut sumber ingatan yang harus didokumentasikan dan dipakai
sebagai bahan pertanggungjawaban laporan rumah sakit.
B. Sanksi Pidana
Hukum pidana adalah aturan hukum yang mengikatkan kepada suatu perbuatan
yang memenuhi syarat-syarat tertentu suatu akibat yang berupa pidana ( Mezger ).
Perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu adalah perbuatan yang dilakukan
oleh orang yang memungkinkan adanya pemberian pidana. Pidana adalah
penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang
memenuhi syarat- syarat tertentu.
Sanksi Pidana adalah suatu hukuman sebab akibat, sebab adalah kasusnya dan
akibat adalah hukumnya, orang yang terkena akibat akan memperoleh sanksi baik
masuk penjara ataupun terkena hukuman lain dari pihak berwajib. Sanksi Pidana
merupakan suatu jenis sanksi yang bersifat nestapa yang diancamkan atau dikenakan
terhadap perbuatan atau pelaku perbuatan pidana atau tindak pidana yang dapat
menggangu atau membahayakan kepentingan hukum. Sanksi pidana pada dasarnya
merupakan suatu penjamin untuk merehabilitasi perilaku dari pelaku kejahatan
tersebut, namun tidak jarang bahwa sanksi pidana diciptakan sebagai suatu ancaman
dari kebebasan manusia itu sendiri.
Pidana adalah penderitaan atau nestapa yang sengaja dibebankan kepada orang
yang melakukan perbuatan yang memenuhi unsur syarat-syarat tertentu , sedangkan
Roslan Saleh menegaskan bahwa pidana adalah reaksi atas delik, dan ini berwujud
suatu nestapa yang dengan sengaja dilimpahkan negara kepada pembuat delik.
Syarat-syarat tertentu dimaksud adalah asas legalitas sebagaimana tercantum
dalam Pasal 1 KUHP, “Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan
aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada , sebelum perbuatan itu
dilakukan “. Sanksi pidana dalam hal rekam medis sebagaimana tercantum dalam UU
RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 79 merupakan asas
legalitas dalam menegakkan rekam medis pada praktik kedokteran. Sudah selayaknya
para dokter menyadari bahwa rekam medis bukan hanya untuk kepentingan pasien
semata-mata melainkan juga untuk kepentingan perlindungan hukum bagi para dokter
itu sendiri.
Sanksi pidana bagi dokter dan atau dokter gigi yang tidak mau membuat rekam
medis tentunya mempunyai tujuan mulia yaitu memberikan perlindungan hukum bagi
pasien dan dokter / dokter gigi itu sendiri.
BAB III
PEMBAHASAN
PERTANGGUNG JAWABAN HUKUM PIDANA DOKTER DALAM REKAM
MEDIK
Untuk memidana seseorang, selain orang tersebut melakukan perbuatan yang
dilarang, dikenal pula asas Geen straf zonder schuld (tiada pidana tanpa kesalahan).
Asas ini merupakan hukum yang tidak tertulis, tetapi berlaku di masyarakat dan juga
berlaku di KUHP, misalnya Pasal 44 KUHP tidak berlaku pemidanaan bagi perbuatan
yang dilakukan oleh orang yang tidak mampu bertanggung jawab, Pasal 48 KUHP
tidak memberikan ancaman pidana bagi pelaku yang melakukan perbuatan pidana
karena adanya daya paksa. Demikian juga dengan Pasal 50, “Barang siapa melakukan
perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang tidak dipidana”.
Oleh karena itulah untuk dapat dipidananya suatu kesalahan dapat diartikan
sebagai pertanggung jawaban dalam hukum pidana haruslah memenuhi 3 unsur,
sebagai berikut :
1) Adanya kemampuan bertanggung jawab pada petindak artinya keadaan jiwa
petindak haruslah normal.
2) Adanya hubungan batin antar petindak dan perbuatannya yang dapat berupa
kesengajaan (dolus) atau kealpaan (Culpa).
3) Tidak adanya alasan penghapus kesalahan atau pemaaf.
Lantas bagaimana dengan pertanggung jawaban dokter / dokter gigi yang
belum membuat rekam medis sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun
2004 tentang Praktik Kedokteran? Apakah dokter / dokter gigi dapat dipidana
sebagaimana halnya penjahat yang melakukan tindak pidana? Seorang dokter dalam
melaksanakan tugasnya merupakan tugas dalam hal penyelamatan jiwa pasien dan hal
ini merupakan kewajiban bagi dokter .
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seorang dokter/dokter gigi yang tidak membuat rekam medis merupakan
tindakan melawan hukum karena kewajiban dokter/dokter gigi untuk
membuat rekam medis telah tertulis dalam UU RI no 29 tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran pasal 46 dan dapat dikenakan sanksi pidana. Namun
masih terdapat perbedaan pendapat mengenai pelaksanaan sanksi pidana bagi
seorang dokter/dokter gigi yang tidak membuat rekam medis.
B. Saran
Undang-undang tentang Praktik Kedokteran perlu ditinjau kembali agar dapat
dilaksanakan dengan baik dan adil.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir Muhammad, 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung : PT Aditya Citra
Adami Chazawi, 2011. Pelajaran Hukum Pidana I. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Bagir Manan, 2004. Hukum Positif Indonesia, Satu kajian Teoritik. Yogyakarta : FH UII Press
Bambang Sunggono, 2006. Metode Penelitian Hukum. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Indar Irmawati, 2013. Penelitian faktor yang berhubungan dengan kelengkapan rekam medis Di rsud h. Padjonga dg. Ngalle takalar. Jurnal AKK : Vol 2 No 2
Kitab Undang- Undang Hukum Pidana. Pustaka Mahardika.
IDI, 2005. Kode Etik Kedokteran Indonesia
Muladi,2008. Lembaga Pidana Bersyarat. Bandung: Alumni
Moeljatno, 2005. Kitab Undang – Undang Hukum Pidana. Jakarta : Bumi Aksara
Moeljatno, 2002. Asas-asas hukum pidana. Jakarta : Asdy Mahasatya
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga kesehatan
Permenkes Nomor 268 tahun 2008 tentang Rekam Medik
Ridwan HR, 2006. Hukum Adminintrasi Negara. Jakarta : Raja Grafindo
Sholehuddin, 2004. Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Soerjono Soekanto, 2005. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : Penerbit UI Press
Soerjono Soekanto, 2006. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta : Raja Grafindo
Tri Andrisman, 2009. Asas-Asas dan Dasar Aturan Hukum Pidana Indonesia. Bandar Lampung : Unila
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2013 tentang Kesehatan, 2010. Bandung : Fokusindo Mandiri
UU RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pustaka Mahardika.