retinitis pigmentosa

Upload: tengku-benyamin-rusydi-jafizham

Post on 12-Jul-2015

884 views

Category:

Documents


17 download

TRANSCRIPT

Makalah

RETINITIS PIGMENTOSA

Disusun oleh: TENGKU BENYAMIN NIM: 060100065 Supervisor:

dr. Delfi, Sp.M (K)PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER (P3D) DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011

KATA PENGANTARPuji dan syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karuniaNya yang memberikan kesehatan dan kelapangan waktu bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Delfii, Sp.M (K) selaku supervisor dan dr. Mila Karmila selaku residen pembimbing, yang telah memberikan arahan dalam penyelesaian makalah ini. Judul makalah ini ialah mengenai Retinitis Pigmentosa. Adapun tujuan penulisan makalah ini ialah untuk memberikan informasi mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan retinitis pigmentosa hingga penerapannya di dalam klinis. Dengan demikian diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam sistem pelayanan kesehatan secara optimal. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati akan menerima segala bentuk kritikan yang bersifat membangun dan saran-saran yang akhirnya dapat memberikan manfaat bagi makalah ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Oktober 2011

Penulis

DAFTAR ISIKATA PENGANTAR........................................................................................ i

DAFTAR ISI....................................................................................................... ii BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................... 1 BAB 2 PEMBAHASAN 2.1. Anatomi Retina................................................................................. 2 2.2. Fisiologi Retina................................................................................. 5 2.3. Definisi.............................................................................................. 9 2.4. Insidensi ........................................................................................... 9 2.5. Etiologi.............................................................................................. 10 2.6. Bentuk-bentuk Retinitis Pigmentosa................................................. 10 2.7. Gejala Klinis .................................................................................... 11 2.8. Patofisiologi...................................................................................... 14 2.9. Diagnosis .......................................................................................... 16 2.10. Diagnosa Banding .......................................................................... 17 2.11. Penatalaksanaan ............................................................................. 18 2.12. Prognosis ........................................................................................ 22 BAB 3 KESIMPULAN................................................................................... 23 DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 15

BAB I PENDAHULUAN Retinitis pigmentosa (RP) adalah sekelompok kelainan bawaan yang ditandai dengan kehilangan penglihatan perifer progresif dan kesulitan penglihatan pada malam hari (nyctalopia) yang dapat menyebabkan kehilangan penglihatan sentral.11 Dengan kemajuan dalam penelitian molekuler, sekarang diketahui bahwa RP retina merupakan dystrophy dan epitel pigmen retina (RPE) dystrophy yang disebabkan oleh cacat molekul di lebih dari 40 gen yang berbeda untuk RP terisolasi dan lebih dari 50 gen yang berbeda untuk RP sindromik. Tidak hanya genotipe heterogen, tetapi pasien dengan mutasi yang sama fenotipik dapat memiliki manifestasi penyakit yang berbeda.11 RP dapat ditularkan oleh semua kelainan genetik. Sekitar 20% dari RP autosomal dominan (ADRP), 20% adalah autosomal resesif (ARRP), dan 10% adalah X terkait (XLRP), sedangkan 50% sisanya ditemukan pada pasien tanpa ada saudara yang terkena diketahui. RP ini paling sering ditemukan dalam isolasi, tetapi dapat dikaitkan dengan penyakit sistemik. Asosiasi sistemik yang paling umum adalah gangguan pendengaran (sampai 30% dari pasien). Banyak dari pasien yang didiagnosis dengan sindrom Usher. Kondisi sistemik lain juga menunjukkan perubahan retina identik dengan RP.11 RP adalah keliru, sebagaimana yang telah dikatakan bahwa RP merupakan suatu respon inflamasi, yang belum ditemukan menjadi fitur utama dari kondisi ini. Seperti meningkatkan pemahaman molekul, RP akan lebih dicirikan oleh protein spesifik / cacat genetik. Karakterisasi ini akan meningkatkan pentingnya dalam penentuan prognosis dan kemungkinan akan memungkinkan dokter untuk menggunakan terapi gen yang ditargetkan.11

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Anatomi Retina Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan dan multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliari dan berakhir di tepi ora serata. Pada orang dewasa, ora serata berada sekitar 6,5mm di belakang garis schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal. Di sebagian besar tempat retina dan epitelium pigmen retina mudah berpisah hingga membentuk suatu ruang subretina, seperti yang terjadi pada ablasio retina. Tetapi pada diskus dan ora serata, retina dan eiptelium pigmen retina saling melekat kuat, sehingga membatasi perluasan cairan subretina pada ablasio retina.1

Gambar 1. Anatomi retina Retina mempunyai tebal 0,12 mm pada ora serata dan 0,23 mm pada kutub posterior. Di tengan-tengan kutub posterior terdapat makula yang mengandung xanthophylls (pigmen kuning). Secara histologis makula terdiri dari dua atau lebih lapisan sel ganglion dengan diameter 5-6 mm. Makula berwarna kuning akibat

akumulasi dari karotenoid teroksidasi khususnya lutein dan zeaxhantine di tengahtengah makula. Karotenoid ini berperan sebagai antioksidan dan berfungsi untuk memfilter gelombang sinar biru yang berperan dalam retinitis solar. 2,1,4 Di tengah-tengah makula terdapat fovea (fovea sentralis) dengan diameter 1,5 mm dan di dalamnya terdapat fotoreseptor yang berperan dalam ketajaman pengihatan dan penglihatan warna. Di dalam fovea terdapat foveal avascular zone. Di tengah-tengah fovea foveola dengan diameter 0,35 dan di dalamnya tersusun padat sel kerucut. Di sekitar fovea terdapat lingkaran yang berdiameter 0,5 mm yang disebut parafoveal dimana tersusun dari lapisan sel ganglion, lapisan inti dalam dan lapisan pleksiformis luar yang tebal. Di sekeliling daerah ini terdapat lingkaran berdiameter 1,5 mm, disebut perifoveal zone.2,5

Gambar 2. Anatomi makula yang disebut juga area sentralis atau pole posterior.

Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi dalamnya adalah sebagai berikut : 1,4,5,12 Membrana limitans interna

Lapisan serat saraf yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan menuju nervus optikus

Lapisan sel ganglion Lapisan pleksiformis dalam yang mengandung sambungan-sambungan sel ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar

Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan-sambungan sel bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor

Lapisan inti luar sel fotoreseptor Membrana limitans eksterna Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut Epitelium pigmen retina

Gambar 3. Lapisan retina Sinar yang mengenai retina harus menembus melewati seluruh lapisan retina untuk mencapai fotoreseptor. Densitas dan distribusi fotoreseptor bervariasi sesuai dengan topografi di retina. Di fovea, fotoreseptor didominasi oleh sel kerucut, khususnya yang sensitive terhadap warna merah dan hijau dengan densitasnya mencapai 140.000 sel kerucut per millimeter persegi. Fovea sentralis hanya mengandung sel kerucut dan sel muller dan tidak dijumpai sel batang. Jumlah sel kerucut semakin berkurang menjauhi fovea sentralis, dan pada daerah perifer tidak dijumpai sel kerucut dan digantikan oleh sel batang dan mencapai densitas tertinggi yaitu 160.000 sel per millimeter persegi. 2 Neuro Vaskularisasi Retina Lapisan dalam retina (mulai dari lapisan membran limitans interna sampai lapisan inti dalam) diperdarahi oleh arteri retina sentralis yang berasal dari arteri optalmika. Lapisan retina sisanya tidak mempunyai pembuluh darah dan memperoleh nutrisi secara difusi dari lapisan koroid yang kaya akan kapiler. Arteri retina sentralis memasuki orbita bersama dengan nervus optikus dan bercabang menjadi empat percabangan yaitu cabang superior-nasal, superior temporal, inferior-nasal, inferior temporal. Arteri-arteri ini tidak mempunyai anastomosis sehingga apabila terjadi sumbatan akan menyebabkan infark retina.2,4,5,12 Retina tidak mempunyai persarafan sensoris sehingga kerusakan pada retina tidak akan menyebabkan nyeri.4,5 2.2 Fisiologi Retina Retina terdiri atas fotoreseptor yang berperan dalam proses penglihatan yaitu fotoreseptor batang dan kerucut. Kedua fotoreseptor ini mengandung komponen kimia yang sensitive terhadap cahaya yang berperan dalam proses penglihatan. Pada sel batang dikenal dengan rodopsin dan pada sel kerucut dikenal dengan pigmen warna yang mempunyai susunan yang sedikit berbeda dengan rodopsin.3 Segmen terluar dari sel batang yang mendekati lapisan pigmen retina mengandung rodopsin sekitar 40%. Rodopsin merupakn kombinasi dari protein

scotopsin dengan pigmen karotenoid retina. Retina mempunyai bentuk rantai 11-cis. Bentuk cis ini penting karena hanya bentuk ini yang dapat mengikat scotopsin untuk membentuk rodopsin.3 Ketika energi cahaya diabsorpsi oleh rodopsin, maka akan terjadi dekomposisi rodopsin menjadi fraksi yang sangat kecil menjadi barthorhodopsin. Kemudian barthorhodopsin berubah menjadi lumirhodopsin kemudian menjadi metarhodopsin I dan terakhir menjadi metarhodopsin II. Bentuk akhir ini, metarhodopsin, dikenal juga sebagai rodopsin yang teraktivasi yang mengeksitasi perubahan impuls listrik di dalam sel batang melalui proses hiperpolarisasi sel batang yang .kemudian menyampaikan impuls visual ke system saraf pusat.3

Gambar 4. Aktivasi rodopsin Pembentukan rodopsin diawali dengan isomerisasi rantai all-trans retinal menjadi rantai 11-cis retina dengan bantuan enzim retinal isomerase. Setelah 11-cis retina terbentuk secara otomomatis akan berikatan dengan skotopsin dan membentuk rodopsin yang akan tetap stabil sampai terjadi dekomposisi kembali yang dipicu oleh absorbsi energy cahaya.3

Rantai all-trans retinal yang terbentuk dalam proses aktivasi rodopsin dapat dikonversi menjadi bentuk all-trans retinol yang merupakan salah satu bentuk vitamin A. Dengan bantuan enzim isomerase all-trans retinol akan dikonversi menjadi bentuk 11-cis retinol yang kemudian berubah menjadi 11-cis retinal yang kemudian berikatan dengan skotopsin membentuk rodopsin. Vitamin A yang terdapat pada sel batang dapat diubah menjadi bentuk retina apabila dibutuhkan, dan sebaliknya retinal yang berlebih diretina dapat diubah menjadi vitamin A. Hal ini penting, karena berhubungan dengan proses penglihatan, seperti yang terjadi pada rabun senja. Pada rabun senja terjadi defisiensi vitamin A yang berat dan tanpa vitamin A jumlah retinal dan rodopsin yang terbentuk juga semakin berkurang. 3 Komponen fotokimia pada sel kerucut mempunyai struktur yang mirip dengan komponen kimia rodopsin pada sel batang. Perbedaannya berada pada komponen protein atau opsin, disebut dengan photopsin pada sel kerucut, sedikit berbeda dengan skotopsin pada sel batang. Komponen retinal pada pigmen retina sama pada sel kerucut dan sel batang.3 Sel kerucut sensitif terhadap pigmen warna yang berbeda. Pigmen warna ini dikenal dengan pigmen sensitif warna biru, pigmen sensitif warna hijau dan pigmen sensitif warna merah.3

Gambar 5. Absorbsi cahaya oleh pigmen retina sel batang dan sel kerucut.

Jalur penghantaran sinyal visual dari sel kerucut ke sel ganglion berbeda dengan jalur penghantaran sinyal visual dari sel batang ke sel ganglion. Neuron dan serabut saraf yang menghantar sinyal visual dari penglihatan sel kerucutlebih besar dan dua kali lebih cepat menghantarkan sinyal visual dibandingkan dengan penglihatan sel kerucut.3

Gambar 6. Organisasi neural retina, sebelah kiri di daerah perifer retina dan di sebelah kanan di daerah fovea Dari gambar di atas terlihat jalur penghantaran sinyal visual dari fotoreseptor menuju ke sel ganglion. Fotoreseptor baik sel kerucut maupun sel batang akan menghantarkan sinyal visual menuju lapisan pleksiformis eksterna yang akan bersinaps dengan sel bipolar dan sel horizontal. Sel bipolar akan menghantarkan sinyal visual akan meneruskan sinyak visual menuju lapisan pleksiformis interna yang akan bersinaps dengan sel ganglion dan sel amakrin. Sel amakrin akan menghantarkan sinyal visual melalui dua arah yaitu secara langsung dari sel bipolar menuju sel ganglion atau secara horizontal di dalam lapisan pleksiformis interna dari akson sel bipolar ke dendrite sel ganglion atau sel amakrin yang lainnya. Sel ganglion kemudian akan menghantarkan sinyak dari retina menuju nervus optikus dan kemudian menuju otak.2,3

2.3 Defenisi Retinitis pigmentosa merupakan sekelompok degenerasi retina herediter yang ditandai oleh disfungsi progresif fotoreseptor dan disertai oleh hilangnya sel secara progresif dan akhirnya atrofi beberapa lapisan retina 1. Atau sekelompok gangguan retina yang menyebabkan hilangnya ketajaman penglihatan secara

progresif, defek lapangan penglihatan, dan kebutaan pada malam hari (night blindness). Sebutan retinitis pigmentosa berasal dari deposit pigmen yang merupakan karakteristik penyakit ini.4 2.4 Insidensi5 - Terjadi pada 5 orang per 1000 populasi dunia - Usia. Muncul pada masa kanak-kanank dan berkembang lambat, dan sering terjadi kebutaan setelah usia dewasa. - Jenis Kelamin. Pada umumnya pria lebih sering terkena dari pada wanita dengan perbandingan 3:2 - Laterality. Penyakit ini hampir terjadi secara bilateral. 2.5 Etiologi Retinitis pigmentosa merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara mendel yang terjadi pada beberapa kasus. Beberapa kasus retinitis pigmentosa disebabkan oleh mutasi DNA mitokondria. Pada tahun 1990 gen pertama yang menunjukkan kelainan pada retinitis pigmentosa yaitu rhodopsin, yang merupakan pengkodean rod visual pigmen. Sejak saat itu, banyak kelainan gen yang bisa mengakibatkan terjadinya retinitis pigmentosa.6 Retinitis pigmentosa terjadi sebagai gangguan isolated sporadic, atau kelainan genetik autosomal dominant (AD), autosomal recessive (AR), atau XLinked recessive (XL). Bentuk terbanyak kelainan gen pada retinitis pigmentosa yaitu autosomal recessive, diikuti oleh autosom dominan. Sedangkan bentuk yang sedikit yaitu X-linked resesif.5,10

2.6 Bentuk-bentuk Retinitis Pigmentosa Adapun bentuk-bentuk retinitis pimentosa yaitu: 4 1. Rod-cone dystrophy (retinitis pigmentosa klasik) 2. Cone-rod dystrophy 3. Sectoral retinitis pigmentosa

4. Retinitis pigmentosa sine pigmento (bentuk tanpa pigmen) 5. Unilateral retinitis pigmentosa 6. Lebers amaurosis (terjadi pada early childhood ) 7. Retinopathy punctata albescens (punctate retinitis) 8. Kombinasi dengan gangguan sindrome yang lain dan ganguan metabolik seperti mukopolysakaridosis, fanconis sindrom, mukolipidosis, peroxisomal disorder, cockaynes sindrome, mitokondrial myopati, ushers syndrome, renal tubuler defect syndrome. Retinitis pigmentosa hampir terjadi dalam bentuk rod-cone dystrophy. 2.7 Gejala Klinis Gejala awal seringkali muncul pada awal masa kanak-kanak. Sel batang pada retina (berperan dalam penglihatan pada malam hari) secara bertahap mengalami kemunduran sehingga penglihatan di ruang gelap atau penglihatan pada malam hari menurun. Lama-lama terjadi kehilangan fungsi penglihatan tepi yang progresif dan bisa menyebabkankebutaan. Sedangkan pada stadium lanjut, terjadi penurunan fungsi penglihatan sentral.7 Retinitis pigmentosa biasanya terkena bilateral pada kedua mata dengan penurunan fungsi rod photoreceptors. Adapun simptom yang biasa yaitu:5,8 1. Simtom visual Nyctalopia, penglihatan yang buruk pada malam hari dengan adaptasi penglihatan yang gelap Penurunan penglihatan perifer, akibat dari densitas sel batang yang lebih besar terhadap perifer Penurunan penglihatan sentral pada akhirnya

2. Perubahan pada Fundus Perubahan pigmen retina. Ini adalah jenis perivaskular dan berbentuk sepert bone spicules. Pada awalnya perubahan ini ditemukan hanya pada bagian equatorial dan kemudian berlanjut ke bagian anterior dan posterior.

Arteriol retina berkurang dan menjadi seperti benang pada tingkat yang lanjut Optic disc menjadi pucat pada tingkat lanjut dan terjadi atrofi Perubahan yang lain yang dapat terlihat adalah colloid bodies, choroidal sclerosis, cystoid macular oedema, atrophic or cellophane maculopathy.

Gambar 7. Fundus picture in retinitis pigmentosa

Gambar 8. Consecutive optic atrophy in retinitis pigmentosa 3. Perubahan lapangan pandang penglihatan Annular atau ring-shaped scotoma adalah gambaran adanya degenerasi pada bagian equator pada retina. Seperti progres dari suatu penyakit, scotoma meningkat pada bagian anterior dan posterior dan utamanya hanya penglihatan central berada disebelah kiri (tubular vision). Biasanya hal ini hilang dan pasien menjadi buta.

Gambar 9. Field change in retinitis pigmentosa 4. Perubahan Elektrofisiologi Perubahan secara electrofisiologi ini muncul diawal sebelum gejala subjektif dan tanda-tanda objektif muncul. a. Electro-retinogrsm (ERG) subnormal atau terhapus (abolished)

b. Electro-oculogram (EOG) menunjukkan tidak adanya puncak cahaya. Pasien dengan gangguan penglihatan yang berat dapat terjadi halusinasi dan gangguan tidur. Hal ini merupakan suatu kesempatan penting bagi pasien untuk berdiskusi tentang penyakitnya.9 2.8 Patofisiologi Mekanisme pasti dari degenerasi fotoreseptor belum diketahui, tetapi akhirnya dapat terjadi apoptosis degeneratif fotoreseptor batang dengan fotoreseptor kerucut pada tingkat yang lanjut. Retinitis pigmentosa dapat respon terhadap fotoreseptor yang atrofi dengan proliferasi kedalam retina. Sel-sel pigmen berkumpul disekitar pembuluh darah retina yang atrofi, yang dapat diketahui dengan fundus sebagai bentuk klasik bone spicule.8 Retinitis pigmentosa biasanya dianggap sebagai distrofi batang-kerucut (rod-cone dystrophy) dimana defek genetik menyebabkan kematian sel (apoptosis), terutama di fotoreseptor batang. Jarang terjadinya defek genetik akibat pengaruh fotoreseptor epitelium pigmen retina dan kerucut. Retinitis pigmentosa memiliki variasi fenotipik yang signifikan, karena ada banyak gen yang berbeda yang mengarah ke diagnosis retinitis pigmentosa, dan pasien dengan mutasi genetik yang sama dapat ditandai dengan temuan retina sangat berbeda.11 diagnosis penyakitnya dan konseling genetik prognosis

Gambar 10. Cone dydtrophy

Gambar 11. Cone dystrophy menunjukkan typical central macular atrophy yang ditemukan pada kondisi ini Perubahan histopatologi pada retinitis pigmentosa telah didokumentasikan dengan baik, dan baru baru ini, perubahan histologis tertentu yang terkait dengan mutasi gen tertentu telah dilaporkan. Tahap akhir terjadi kematian sel fotoreseptor tetap oleh apoptosis. Perubahan histologis pertama yang ditemukan di fotoreseptor adalah pemendekan segmen luar batang. Segmen luar semakin memendek, diikuti

oleh hilangnya fotoreseptor batang. Hal ini terjadi paling signifikan di pinggiran pertengahan retina. Daerah-daerah retina mencerminkan apoptosis sel dengan memiliki inti menurun di lapisan nuklir luar. Dalam banyak kasus, degenerasi cenderung memburuk pada bagian retina rendah, sehingga menunjukkan peran untuk eksposur cahaya.11 Jalur akhir yang umum dalam retinitis pigmentosa biasanya kematian dari fotoreseptor batang yang menyebabkan hilangnya penglihatan. Sebagai batang yang paling padat ditemukan di retina midperipheral, hilangnya sel di daerah ini cenderung menyebabkan kehilangan penglihatan perifer dan kehilangan penglihatan pada malam hari. Bagaimana mutasi gen menyebabkan perlambatan kematian fotoreseptor batang progresif bisa terjadi dengan banyak jalan, yang kenyataannya bahwa begitu banyak mutasi yang berbeda dapat menyebabkan gambaran klinis yang serupa.11 Kematian fotoreseptor kerucut terjadi dengan cara yang mirip dengan

apoptosis batang dengan pemendekan segmen luar diikuti dengan hilangnya sel. Hal ini dapat terjadi lebih awal atau terlambat dalam berbagai bentuk retinitis pigmentosa.11

2.9 Diagnosis Retinitis pigmentosa merupakan penyakit retina degeneratif yang memiliki karakteristik adanya deposit pigmen di retina. Kelainan ini merupakan degenerasi primer fotoreseptor batang dengan fotoreseptor kerucut sebagai degenerasi sekunder, yang dapat menjelaskan mengapa pasien dapat mengalami kebutaan pada malam hari.6 Adapun untuk menegakkan diagnosis dari retinitis pigmentosa berdasarkan temuan klinis retinitis pigmentosa (lihat gejala klinis) yaitu berdasarkan simtom visual, perubahan pada fundus, perubahan lapangan pandang penglihatan, perubahan elektrofisiologi.6 Selain itu, diagnosis juga dapat dibuat oleh ophtalmoskopi berdasarkan gambaran klasic dasar. Rod-cone dystrophy (Utamanya sel batang yang terkena).

Adanya bone spicule yang merupakan proliferasi epitelium retina yang dapat dilihat pada bagian tengah perifer retina. Kelainan ini perlahan-lahan menyebar ke sentral dan lebih jauh lagi sampai ke perifer (gambar 10). Awal defisit yang terjadi yaitu defek penglihatan warna dan gangguan persepsi kontra. Atrofi optic nerve yang terjadi pada fase lanjut. Arteri-arteri menjadi sempit.4

Gambar 12. Karakteristik tanda adanya narrowed retinal vessels, waxy yellow appearance of the optic disk due to atrophy of the optic nerve, and bone-spicule proliferation of retinal pigment epithelium. Pada cone-rod dystrophy (Utamanya sel kerucut yang terkena). Adanya penurunan visus diawal dengan penurunan progress dari lapangan pandang penglihatan. Kedua bentuk kelainan dari retinitis pigmentosa ini dapat diketahui melalui electroretinography.4 2.10 Diagnosa Banding Adapun diagnosa banding dari retinitis pigmentosa yaitu:10 End stage chloroquine retinopathy Kesaman Perbedaan : Penurunan difus bilateral epitelium pigmen retina dengan : Perubahan pigmentasi yang tidak melibatkan perivaskular pembuluh darah choroid yang jelas dan penyempitan arteriol-arteriol. konfigurasi bone corpuscle; atrofi optic tidak seperti lilin. End stage thioridazine retinopathy Kesamaan Perbedaan : Penurunan difus bilateral epitelium pigmen retina : Perubahan pigmen seperti plaque (plaque-like pigmentary

change) dan tidak adanya nyctalopia End stage syphilitic neuroretinitis

Kesamaan Perbedaan

:

Lapangan pandang terbatas, penyempitan vaskular dan

perubahan pigmen : Nyctalopia ringan, keterlibatan assimetris dengan ringan atau tidak adanya choroid Cancer-related retinopathy Kesamaan Perbedaan : Nyctalopia. Terbatasnya lapangan pandang perifer, penyempitan arteriol dan elektroretinogram yang dapat dibedakan : Perubahan pigmen ringan atau tidak ada

2.11 Penatalaksanaan Belum ada pengobatan yang efektif untuk retinitis pigmentosa. Penderita dianjurkan untuk berkunjung secara teratur kepada spesialis mata untuk memantau kelainan ini. Sebaiknya dilakukan secara teratur setiap 5 tahun termasuk untuk menguji lapangan pandang dan evaluasi electroretinogram.7,11 Pemakaian kaca mata gelap untuk melindungi retina dari sinar ultraviolet bisa mempertahankan fungsi penglihatan. Baru-baru ini, muncul terapi baru (meskipun masih dalam perdebatan) seperti pemberian antioksidan (misalnya vitamin A palmitat) bisa menunda perkembangan penyakit ini.7,11 1. Medical Care Vitamin A/ Beta Karoten Antioksidan dapat bermanfaat dalam mengobati pasien dengan retinitis pigmentosa, tetapi belum ada bukti, yang jelas pada saat ini. Sebuah studi komprehensif terbaru epidemiologi menyimpulkan bahwa dosis harian yang sangat tinggi dari vitamin A palmitat (15.000 U / d) memperlambat kemajuan RP sekitar 2% per tahun. Docosahexaenoic acid (DHA) DHA adalah asam lemak tak jenuh ganda omega-3 dan antioksidan. Penelitian telah menunjukkan korelasi ERG (electroretinogram) amplitudo dengan konsentrasi DHA eritrosit-pasien. Studi lainnya

melaporkan adanya perubahan ERG kurang pada pasien dengan tingkat yang lebih tinggi kadar DHA. Acetazolamide Edema makula dapat mengurangi penglihatan dalam tahap lanjut dari retinitis pigmentosa. Dari banyak terapis mencoba, acetazolamide oral telah menunjukkan hasil yang paling menggembirakan dengan beberapa perbaikan dalam fungsi visual. Studi yang dilakukan oleh Fishman dkk dan Cox et al telah menunjukkan perbaikan dalam ketajaman visual snelling dengan acetazolamide oral untuk pasien yang memiliki retinitis pigmentosa dengan edema makula Calcium channel blocker Calcium channel blockers, seperti diltiazem, adalah obat-obat yang biasa digunakan pada penyakit jantung. Kalsium channel blocker telah menunjukkan beberapa manfaat dalam beberapa model binatang dari retinitis pigmentosa tetapi mereka tidak efektif dalam model lain. Lutein / zeaxanthin Lutein dan zeaxanthin merupakan makula pigmen yang tubuh tidak dapat membuat melainkan berasal dari sumber makanan. Lutein berfungsi untuk melindungi macula dari kerusakan oksidatif, dan suplementasi oral telah terbukti meningkatkan pigmen makula. Dosis 20 mg / hari telah direkomendasikan. Asam valproik Asam valproik oral telah menunjukkan manfaat dalam uji klinis, dan uji klinis yang lebih lanjut sedang dilakukan. Obat-obat yang dapat menyebabkan efek yang tidak diinginkan menjadi retinitis pigmentosa

Sotretinoin (Accutane), obat yang digunakan untuk mengobati jerawat telah dilaporkan memperburuk penglihatan pada malam hari, respon electroretinogram, dan adaptasi terhadap gelap. Sildenafil (Viagra), obat untuk mengobati disfungsi ereksi telah terbukti menyebabkan perubahan reversibel elektroretinogram dan penglihatan .Sildenafil adalah resesif. Obat Lain Dosis 1000 mg /hari asam askorbat telah direkomendasikan, tetapi belum ada bukti bahwa asam askorbat sangat membantu. Bilberry juga direkomendasikan oleh beberapa praktisi pengobatan alternatif dalam dosis 80 mg, tetapi belum ada studi terkontrol tentang khasiat dalam pengobatan pasien dengan retinitis pigmentosa. Antibodi antiretinal, agen imunosupresif (termasuk steroid) juga telah digunakan dengan sukses. 2. Surgical Care Katarak ekstraksi Operasi katarak sering bermanfaat dalam tahap selanjutnya penobatan retinitis pigmentosa. Bastek et al, mempelajari 30 pasien dengan retinitis pigmetasi, 83% dari mereka menunjukkan perbaikan dalam pengobatan, dengan 2 garis pada grafik ketajaman visual Snellen setelah dilakukan operasi katarak Faktor pertumbuhan Faktor neurotropik ciliary (CNTF) telah menunjukkan adanya perlambatan degenerasi retina pada sejumlah model hewan. Tahap II uji klinis sedang dilakukan, dengan menggunakan bentuk dienkapsulasi dari sel-sel epitelium pigmen retina menghasilkan CNTF (Neurotech) inhibitor PDE5 dan kurang begitu sensitif terhadap PDE6. Mutasi dari gen PDE6 diketahui menyebabkan RP autosomal

untuk pasien dengan sindrom Usher dan RP. Sel-sel ini harus dikemas dengan pembedahan yang diletakkan ke dalam mata. Tahap I hasil uji coba klinis telah mendukung. Transplantasi Transplantasi sel epitelium pigmen retina telah dittranspalntasikan ke dalam ruang subretinal untuk menyelamatkan fotoreseptor pada hewan model retinitis pigmentosa. Salah satu pendekatan yang mungkin berguna adalah modifikasi ex vivo pada sel-sel yang terdapat faktorfaktor trofik. Prostesis retina Sebuah chip prostesis atau phototransducing retina ditanamkan pada permukaan retina dan telah diteliti selama beberapa tahun. Lapisan sel ganglion retina yang sehat dapat dirangsang, dan implan pada hewan model memiliki stabilitas jangka panjang. Dalam sebuah studi oleh Humayun et al, ini telah terbukti bermanfaat pada manusia. Satu pasien yang tidak punya persepsi cahaya, mampu melihat dan melokalisasi senter setelah prostesis pada retinitis pigmentosa Terapi gen Terapi gen masih dalam penelitian, dengan harapan untuk menggantikan protein yang rusak dengan menggunakan vektor DNA (misalnya, adenovirus, Lentivirus).

2.12 Prognosis Retinitis pigmentosa merupakan suatu progress yang kronik. Penampakan klinis tergantung pada jenis dari kelainan yang terjadi, masing-masing bentuk keparahan dapay menyebabkan kebutaan.4

BAB III KESIMPULAN Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan dan multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retinitis pigmentosa merupakan sekelompok degenerasi retina herediter yang ditandai oleh disfungsi progresif fotoreseptor dan disertai oleh hilangnya sel secara progresif dan akhirnya atrofi beberapa lapisan retina Gejala awal seringkali muncul pada awal masa kanak-kanak.

Sel batang pada retina (berperan dalam penglihatan pada malam hari) secara bertahap mengalami kemunduran sehingga penglihatan di ruang gelap atau penglihatan pada malam hari menurun Pengobatan terdiri dari medical care dan surgical care. Pemakaian kaca mata gelap untuk melindungi retina dari sinar ultraviolet bisa mempertahankan fungsi penglihatan. Pemberian antioksidan (misalnya

vitamin A palmitat) bisa menunda perkembangan penyakit ini (masih dalam penelitian) Retinitis pigmentosa merupakan suatu progress yang kronik. Penampakan klinis tergantung pada jenis dari kelainan yang terjadi, masing-masing bentuk keparahan dapay menyebabkan kebutaan.

DAFTAR PUSTAKA 1. Riordan-Eva P. Bab 1 : Anatomi dan Embriologi Mata, Retinitis Pigmentosa. Dalam Vaughan GD, Asbury T, dan Riordan-Eva Paul (editor). Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta : Widya Medika; 2000. P. 1-29, 208209. 2. American Academy Of Ophthalmology. Basic Clinical Science Course : Retina and Vitreuos. Section 12 Ophthalmology. 2007. P.7-15, 25 3. Guyton, Arthur C. Textbook of Medical Physiology. 11th edition.2006. Philadelphia. Elsevier. P. 626-636 4. Lang GK. Retinitis Pigmentosa. In Ophthalmology A short of Textbook. NewYork: Thieme Stuttgart ;2000. P. 3343-345 5. Khurana AK. Retinitis Pigmentosa. In: Comprehensive Ophtalmology. 4th ed. New Delhi: New Age International (P) Ltd; 2007. P.268-269 6. Hamel Christian, 2003. Retinitis Pigmentosa. Perancis: Orphanetth

. Singapore. American Academy Of

7.

Medicastore. Retinitis Pigmentosa Available From : http://www.medicastore.com [Accesed on 21 Oktober 2011]

8.

Sehu KW, R. Lee William. Ophthalmic Pathology: Retinitis Pigmentosa. 1th ed. 2005. Australia. BMJ. P. 224-225

9.

Khaw PT, et all., ABC Of Eyes, Fourth Edition: Retinitis Pigmentosa. 4th ed.2004. London. BMJ. P. 41.

10. Kanski, Jack J. Clinical Ophthalmology : Retinitis Pigmentosa. 7th ed. 2011. Cina. Elsevier. P. 491-494 11. Telander David G, MD, PhD., Retinitis Pigmentosa. Medscape Available From: http://www.medscape.com [Accesed on 21 Oktober 2011] 12. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008. Hal 1-12