responsi limfadenitis dr.kso

38
RESPONSI LIMFADENITIS Pembimbing : Dr. dr. Koernia Swa Oetomo, SpB.FINACS(K)TRAUMA. FICS Disusun oleh: Michael Prayogo (2009.04.0.0012) Findrilia Sanvira S (2009.04.0.0014) SMF BEDAH RSU HAJI SURABAYA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA 2015

Upload: michael-prayogo

Post on 03-Oct-2015

206 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

ResponsiLimfadenitisLimfadenopatiFK UHTSTASE BEDAHRSU HAJISURABAYA

TRANSCRIPT

  • RESPONSI

    LIMFADENITIS

    Pembimbing :

    Dr. dr. Koernia Swa Oetomo, SpB.FINACS(K)TRAUMA. FICS

    Disusun oleh:

    Michael Prayogo (2009.04.0.0012)

    Findrilia Sanvira S (2009.04.0.0014)

    SMF BEDAH RSU HAJI SURABAYA

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANG TUAH

    SURABAYA

    2015

  • i

    LEMBAR PEGESAHAN

    RESPONSI LIMFADENITIS

    Responsi kasus dengan judul LIMFADENITIS telah diperiksa

    dan disetujui sabagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi

    program pendidikan profesi dokter di bagian Ilmu Bedah yang dilakukan di

    RSU Haji Surabaya.

    Surabaya, Februari 2015

    Pembimbing

    Dr. dr. Koernia Swa Oetomo, SpB.FINACS(K)TRAUMA. FICS

  • ii

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan

    rahmat dan hadirat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas

    respons kasusi yang berjudul Lymphadenitis.

    Penulis tak lupa mengucapkan terima kasih kepada seluruh

    pembimbing, terutama kepada Dr. dr. Koernia Swa Oetomo,

    SpB.FINACS(K)TRAUMA. FICS terima kasih atas bimbingan, saran,

    petunjuk dan waktunya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini.

    Penulis menyadari bahwa hasil penulisan ini masih jauh dari

    sempurna, oleh karena itu penulis terbuka untuk menerima kritik dan

    saran yang membangun demi perbaikan penulisan selanjutnya.

    Akhir kata, penulis mengharapkan tugas ini dapat bermanfaat bagi

    semua pihak.

    Penulis, Februari 2015

  • iii

    DAFTAR ISI

    LEMBAR PENGESAHAN ................................................................... i

    KATA PENGANTAR .......................................................................... ii

    DAFTAR ISI ...................................................................................... iii

    BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1

    BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................... 2

    2.1. Kelenjar Getah Bening Normal .................................... 2

    2.2 Definisi .......................................................................... 4

    2.3 Etiologi ......................................................................... 6

    2.4 Epidemiologi ............................................................... 13

    2.5 Patofisiologi ................................................................ 14

    2.6 Manifestasi Klinis ........................................................ 14

    2.7 Diagnosis ................................................................... 16

    2.8 Penatalaksanaan ........................................................ 23

    BAB III. TINJAUAN KASUS..................................... ........................ 25

    BAB IV PEMBAHASAN ................................................................... 30

    DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 33

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Kelenjar getah bening/KGB adalah organ berbentuk oval dari

    sistem limfatik, didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh termasuk

    ketiak dan perut dan dihubungkan oleh pembuluh limfatik. Fungsi utama

    KGB adalah sebagai penyaring (filtrasi) dari berbagai mikroorganisme

    asing dan partikel-partikel akibat hasil dari degradasi sel-sel atau

    metabolisme (Sutoyo,2010).

    Pembesaran KGB dapat dibedakan menjadi pembesaran KGB

    lokal (limfadenopati lokalisata) dan pembesaran KGB umum

    (limfadenopati generalisata). Limfadenopati lokalisata didefinisikan

    sebagai pembesaran KGB hanya pada satu daerah saja, sedangkan

    limfadenopati generalisata apabila pembesaran KGB pada dua atau lebih

    daerah yang berjauhan dan simetris (Sutoyo,2010).

    Limfadenitis merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah

    bening, sedangkan limfadenitis tuberkulosis (TB) merupakan peradangan

    pada kelenjar limfe atau getah bening yang disebabkan oleh basil

    tuberkulosis. Apabila peradangan terjadi pada kelenjar limfe di leher

    disebut dengan scrofula. Limfadenitis pada kelenjar limfe di leher inilah

    yang biasanya paling sering terjadi (Sutoyo, 2010).

    Penatalaksanaan limfadenopati KGB leher didasarkan kepada

    penyebabnya. Banyak kasus dari pembesaran KGB leher sembuh dengan

    sendirinya dan tidak membutuhkan pengobatan apapun selain observasi

    (Sutoyo,2010).

  • 2

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Kelenjar Getah Bening Normal

    Kelenjar getah bening/KGB adalah organ berbentuk oval dari

    sistem limfatik, didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh termasuk

    ketiak dan perut dan dihubungkan oleh pembuluh limfatik

    (Wikipedia,2015).

    Gambar 1. Lokasi kelenjar getah bening (KGB).

    Dikutip darii: Sahai S. 2013, Lymphadenopathy. Pediatrics in Review 2013;34;216

    Secara anatomi aliran getah bening aferen masuk ke dalam KGB

    melalui simpai (kapsul) dan membawa cairan getah bening dari jaringan

    sekitarnya dan aliran getah bening eferen keluar dari KGB melalui hilus.

    Cairan getah bening masuk kedalam kelenjar melalui lobang-lobang di

    simpai. Di dalam kelenjar, cairan getah bening mengalir dibawah simpai di

    dalam ruangan yang disebut sinus perifer yang dilapisi oleh sel endotel

    (Sutoyo,2010).

  • 3

    Gambar 2. Skema kelenjar getah bening (KGB).

    Dikutip dari: http://www.droid.cuhk.edu.hk/web/specials/lymph_nodes/

    lymph_nodes. htm

    Jaringan ikat trabekula terentang melalui sinus-sinus yang

    menghubungkan simpai dengan kerangka retikuler dari bagian dalam

    kelenjar dan merupakan alur untuk pembuluh darah dan syaraf

    (Sutoyo,2010).

    Dari bagian pinggir cairan getah bening menyusup kedalam sinus

    penetrating yang juga dilapisi sel endotel. Pada waktu cairan getah bening

    di dalam sinus penetrating melalui hilus, sinus ini menempati ruangan

    yang lebih luas dan disebut sinus meduleri. Dari hilus cairan ini

    selanjutnya menuju aliran getah bening eferen (Sutoyo,2010).

    Pada dasarnya limfosit mempunyai dua bentuk, yang berasal dari

    sel T (thymus) dan sel B (bursa) atau sumsum tulang. Fungsi dari limfosit

    B dan sel-sel turunanya seperti sel plasma, imunoglobulin, yang

    berhubungan dengan humoralimmunity, sedangkan T limfosit berperan

    terutama pada cell-mediated immunity (Sutoyo,2010).

    Terdapat tiga daerah pada KGB yang berbeda: korteks, medula,

    parakorteks, ketiganya berlokasinya antara kapsul dan hilus. Korteks dan

    medulla merupakan daerah yang mengandung sel B, sedangkan daerah

    parakorteks mengandung sel T (Sutoyo,2010).

  • 4

    Dalam korteks banyak mengandung nodul limfatik (folikel), pada

    masa postnatal, biasanya berisi germinal center. Akibatnya terjadi

    stimulasi antigen, sel B didalam germinal centers berubah menjadi sel

    yang besar, inti bulat dan anak inti menonjol. Yang sebelumnya dikenal

    sebagai sel retikulum, sel-selnya besar yang ditunjukan oleh Lukes dan

    Collins (1974) sebagai sel noncleaved besar, dan sel noncleaved kecil.

    Sel noncleaved yang besar berperan pada limfopoiesis atau berubah

    menjadi immunoblas, diluar germinal center, dan berkembang didalam sel

    plasma (Sutoyo,2010).

    Fungsi utama KGB adalah sebagai penyaring (filtrasi) dari berbagai

    mikroorganisme asing dan partikel-partikel akibat hasil dari degradasi sel-

    sel atau metabolisme (Sutoyo,2010).

    2.2. Definisi

    Limfadenitis merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah

    bening, sedangkan limfadenitis tuberkulosis (TB) merupakan peradangan

    pada kelenjar limfe atau getah bening yang disebabkan oleh basil

    tuberkulosis. Apabila peradangan terjadi pada kelenjar limfe di leher

    disebut dengan scrofula. Limfadenitis pada kelenjar limfe di leher inilah

    yang biasanya paling sering terjadi. Istilah scrofula diambil dari bahasa

    latin yang berarti pembengkakan kelenjar. Infeksi M.tuberculosis pada kulit

    disebabkan oleh perluasan langsung tuberkulosis ke kulit dari struktur

    dasarnya atau terpajan langsung melalui kontak dengan M.tuberkulosis

    yang disebut dengan scrofuloderma (Sutoyo,2010).

    Pembesaran KGB dapat dibedakan menjadi pembesaran KGB

    lokal (limfadenopati lokalisata) dan pembesaran KGB umum

    (limfadenopati generalisata). Limfadenopati lokalisata didefinisikan

    sebagai pembesaran KGB hanya pada satu daerah saja, sedangkan

    limfadenopati generalisata apabila pembesaran KGB pada dua atau lebih

    daerah yang berjauhan dan simetris. Ada sekitar 300 KGB di daerah

    kepala dan leher, gambaran lokasi terdapatnya KGB pada daerah kepala

    dan leher adalah sebagai berikut: (Sutoyo,2010)

  • 5

    Site of Local Lymphadenopathy and Accociated Disease

    Dikutip darii: Sahai S. 2013, Lymphadenopathy. Pediatrics in Review

    2013;34;216

  • 6

    Gambar 3. Skema kelenjar Limfadenipati

    Dikutip dari: Sutoyo, 2010

    2.3. Etiologi

    Penyebab yang paling sering limfadenopati adalah (Sutoyo,2010).:

    2.3.1 Infeksi

    Infeksi virus

    Infeksi yang disebabkan oleh virus pada saluran pernapasan

    bagian atas seperti Rinovirus, Parainfluenza Virus, influenza

    Virus,Respiratory Syncytial Virus (RSV), Coronavirus, Adenovirus ataupun

    Retrovirus (Sutoyo,2010).

    Virus lainnya Ebstein Barr Virus (EBV), Cytomegalo Virus (CMV),

    Rubela, Rubeola, Varicella-Zooster Virus, Herpes Simpleks Virus,

    Coxsackievirus, dan Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Sutoyo,2010).

    Infeksi HIV sering menyebabkan limfadenopati servikalis yang

    merupakan salah satu gejala umum infeksi primer HIV. Infeksi primer atau

    akut adalah penyakit yang dialami oleh sebagian orang pada beberapa

    hari atau minggu setelah tertular HIV. Gejala lain termasuk demam dan

  • 7

    sakit kepala, dan sering kali penyakit ini dianggap penyakit flu (influenza

    like illness) (Sutoyo,2010).

    Segera setelah seseorang terinfeksi HIV, kebanyakan virus keluar

    dari darah. Sebagian melarikan diri ke sistem limfatik untuk bersembunyi

    dan menggandakan diri dalam sel di KGB, diperkirakan hanya sekitar 2%

    virus HIV ada dalam darah. Sisanya ada pada sistem limfatik, termasuk

    limpa, lapisan usus dan otak (Sutoyo,2010).

    Pada penderita HIV positif, aspirat KGB dapat mengandung

    immunoblas yang sangat banyak. Pada beberapa kasus juga tampak sel-

    sel imatur yang banyak. Pada fase deplesi, pada aspirat sedikit dijumpai

    sel folikel, immunoblas dan tingible body macrophage, tetapi banyak

    dijumpai sel-sel plasma (Sutoyo,2010).

    Limfadenopati generalisata yang persisten (persistent generalized

    Lymphadenopathy/ PGL) adalah limfadenopati pada lebih dari dua tempat

    KGB yang berjauhan, simetris dan bertahan lama. PGL adalah gejala

    khusus infeksi HIV yang timbul pada lebih dari 50% Orang Dengan

    HIV/AIDS (ODHA) dan PGL ini sering disebabkan oleh infeksi HIV-nya itu

    sendiri (Sutoyo,2010).

    PGL biasanya dialami waktu tahap infeksi HIV tanpa gejala,

    dengan jumlah CD4 di atas 500, dan sering hilang bila kadar CD4

    menurun hingga kadar CD4 200. Kurang lebih 30% orang dengan PGL

    juga mengalami splenomegali (Sutoyo,2010).

    Batasan limfadenopati pada infeksi HIV adalah sebagai berikut

    (Sutoyo,2010).:

    Melibatkan sedikitnya dua kelompok kelenjar getah bening

    Sedikitnya dua kelenjar yang simetris berdiameter lebih dari 1

    cm dalam setiap kelompok

    Berlangsung lebih dari satu bulan

    Tidak ada infeksi lain yang menyebabkannya

    Pembengkakan kelenjar getah bening bersifat tidak sakit, simetris

    dan kebanyakan terdapat di leher bagian belakang dan depan, di bawah

    rahang bawah, di ketiak serta di tempat lain, tidak termasuk di inguinal.

  • 8

    Biasanya kulit pada kelenjar yang bengkak karena PGL akibat HIV tidak

    berwarna merah. Kelenjar yang bengkak kadang kala sulit dilihat, dan

    lebih mudah ditemukan dengan cara menyentuhnya. Biasanya kelenjar ini

    berukuran sebesar kacang polong sampai sebesar buah anggur

    (Sutoyo,2010).

    Infeksi bakteri

    Peradangan KGB (limfadenitis) dapat disebabkan Streptokokus

    beta hemolitikus Grup A atau stafilokokus aureus. Bakteri anaerob bila

    berhubungan dengan caries dentis dan penyakit gusi, radang apendiks

    atau abses tubo-ovarian (Sutoyo,2010).

    Dikutip dari: Sutoyo,2010.

  • 9

    Pada awal infeksi, aspirat mengandung campuran neutrofil dan

    limfosit. Kemudian mengandung bahan pirulen dari neutrofil dan massa

    debris. Limfadenitis bakterial akut biasanya menyebabkan KGB berwarna

    merah, panas dan nyeri tekan. Biasanya penderita demam dan terjadi

    leukositosis neutrofil pada pemeriksaan darah tepi (Sutoyo,2010).

    Pada infeksi oleh Mikobakterium tuberkulosis, aspirat tampak

    karakteristik sel epiteloid dengan latar belakang limfosit dan sel plasma.

    Limfadenitis tuberkulosis disebabkan oleh infeksi Mycobacterium

    tuberculosis. Sel epiteloid berupa sel bentuk poligonal yang lonjong

    dengan sitoplasma yang pucat, batas sel yang tidak jelas, kadang seperti

    koma atau inti yang berbentuk seperti bumerang yang pucat, berlekuk

    dengan kromatin halus (Sutoyo,2010)..

    Basil TB ini masuk ke paru dengan cara inhalasi droplet. Sampai di

    paru, basil TB ini akan difagosit oleh makrofag dan akan mengalami dua

    kemungkinan. Pertama, basil TB akan mati difagosit oleh makrofag.

    Kedua, basil TB akan dapat bertahan hidup dan bermultiplikasi dalam

    makrofag sehingga basil TB akan dapat menyebar secara limfogen,

    perkontinuitatum, bronkogen, bahkan hematogen. Penyebaran basil TB ini

    pertama sekali secara limfogen menuju kelenjar limfe regional dihilus,

    dimana penyebaran basil TB tersebut akan menimbulkan reaksi inflamasi

    di sepanjang saluran limfe (limfangitis) dan kelenjar limfe regional

    (limfadenitis). Pada orang yang mempunyai imunitas baik, 3 4 minggu

    setelah infeksi akan terbentuk imunitas seluler. Imunitas seluler ini akan

    membatasi penyebaran basil TB dengan cara menginaktivasi basil TB

    dalam makrofag membentuk suatu fokus primer yang disebut fokus Ghon.

    Fokus Ghon bersama-sama dengan limfangitis dan limfadenitis regional

    disebut dengan kompleks Ghon. Terbentuknya fokus Ghon

    mengimplikasikan dua hal penting. Pertama, fokus Ghon berarti dalam

    tubuh seseorang sudah terdapat imunitas seluler yang spesifik terhadap

    basil TB. Kedua, fokus Ghon merupakan suatu lesi penyembuhan yang

    didalamnya berisi basil TB dalam keadaan laten yang dapat bertahan

  • 10

    hidup dalam beberapa tahun dan bisa tereaktivasi kembali menimbulkan

    penyakit (Sutoyo,2010).

    Jika terjadi reaktivasi atau reinfeksi basil TB pada orang yang

    sudah memiliki imunitas seluler, hal ini disebut dengan TB post-primer.

    Adanya imunitas seluler akan membatasi penyebaran basil TB lebih cepat

    daripada TB primer disertai dengan pembentukan jaringan keju (kaseosa).

    Sama seperti pada TB primer, basil TB pada TB post-primer dapat

    menyebar terutama melalui aliran limfe menuju kelenjar limfe lalu ke

    semua organ. Kelenjar limfe hilus, mediastinal, dan paratrakeal

    merupakan tempat penyebaran pertama dari infeksi TB pada parenkim

    paru (Mohapatra, 2009).

    Basil TB juga dapat menginfeksi kelenjar limfe tanpa terlebih

    dahulu menginfeksi paru. Basil TB ini akan berdiam di mukosa orofaring

    setelah basil TB masuk melalui inhalasi droplet. Di mukosa orofaring basil

    TB akan difagosit oleh makrofag dan dibawa ke tonsil, selanjutnya akan

    dibawa ke kelenjar limfe di leher (Sutoyo,2010).

    Gambar 4. Limfadenitis granulomatosa. Tampak sel epiteloid

    pada aspirat penderita limfadenitis tuberkulosis.

    Sumber gambar: Koss Diagnostic Cytology and Its Histopathologic Bases.

    Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins, 2006(5):1195

  • 11

    2.3.2 Keganasan

    Keganasan seperti leukemia, neuroblastoma, rhabdomyo-sarkoma

    dan limfoma juga dapat menyebabkan limfadenopati. Diagnosis defenitif

    suatu limfoma membutuhkan tindakan biopsi eksisi, oleh karena itu

    diagnosis subtipe limfoma dengan menggunakan biopsi aspirasi jarum

    halus masih merupakan kontroversi. Aspirat Limfoma non-Hodgkin berupa

    populasi sel yang monoton dengan ukuran sel yang hampir sama.

    Biasanya tersebar dan tidak berkelompok. (Koss,2006).

    Diagnostik sitologi Limfoma Hodgkin umumnya dibuat dengan

    ditemukannya tanda klasik yaitu sel Reed Sternberg dengan latar

    belakang limfosit, sel plasma, eosinofil dan histiosit. Sel Reed Sternberg

    adalah sel yang besar dengan dua inti atau multinucleated dengan

    sitoplasma yang banyak dan pucat (Koss,2006).

    Gambar 5. Limfoma Hodgkin. Tampak sel Reed Sternberg

    klasik dengan atar belakang limfosit dan eosinofil.

    Sumber gambar: Koss Diagnostic Cytology and Its Histopathologic Bases.

    Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins, 2006(5):1196

    Metastasis karsinoma merupakan penyebab yang lebih umum dari

    limfadenopati dibandingkan dengan limfoma, khususnya pada penderita

    usia lebih dari 50 tahun. Dengan teknik biopsi aspirasi jarum halus lebih

    mudah mendiagnosis suatu metastasis karsinoma daripada limfoma

    (Koss,2006).

  • 12

    Gambar 5. Metastasis keratinizing squomous cell carcinoma.

    Tampak sel-sel yang mengalami keratinisasi pada aspirat dari

    penderita karsinoma laring.

    Sumber gambar: Koss Diagnostic Cytology and Its Histopathologic Bases.

    Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins, 2006(5):1197

    2.3.3 Penyebab Lain

    Penyakit lainnya yang salah satu gejalanya adalah limfadenopati

    adalah penyakit Kawasaki, penyakit Kimura, penyakit Kikuchi, penyakit

    Kolagen, penyakit Cat-scratch, penyakit Castleman, Sarcoidosis,

    Rhematoid arthritis dan Sisestemic lupus erithematosus (SLE)

    (Sutoyo,2010).

    Obat-obatan dapat menyebabkan limfadenopati generalisata.

    Limfadenopati dapat timbul setelah pemakaian obat-obatan seperti

    fenitoin dan isoniazid. Obat-obatan lainnya seperti allupurinol, atenolol,

    captopril, carbamazepine, cefalosporin, emas, hidralazine, penicilin,

    pirimetamine, quinidine, sulfonamida, sulindac). Imunisasi dilaporkan juga

    dapat menyebabkan limfadenopati di daerah leher, seperti setelah

    imunisasi DPT, polio atau tifoid (Sutoyo,2010).

    Meskipun demikian, masing-masing penyebab tidak dapat

    ditentukan hanya dari pembesaran KGB saja, melainkan dari gejala-gejala

    lainnya yang menyertai pembesaran KGB tersebut (Sutoyo,2010).

  • 13

    2.4 Epidemiologi

    Insiden limfadenopati belum diketahui dengan pasti. Sekitar 38%

    sampai 45% pada anak normal memiliki KGB daerah servikal yang teraba.

    Limfadenopati adalah salah satu masalah klinis pada anak-anak. Pada

    umumnya limfadenopati pada anak dapat hilang dengan sendirinya

    apabila disebabkan infeksi virus (Sutoyo,2010).

    Studi yang dilakukan di Amerika Serikat, pada umumnya infeksi

    virus ataupun bakteri merupakan penyebab utama limfadenopati. Infeksi

    mononukeosis dan cytomegalovirus (CMV) merupakan etiologi yang

    penting, tetapi kebanyakan disebabkan infeksi saluran pernafasan bagian

    atas. Limfadenitis lokalisata lebih banyak disebabkan infeksi

    Staphilococcus dan Streptococcus beta-hemoliticus (Sutoyo,2010).

    Dari studi yang dilakukan di Belanda, ditemukan 2.556 kasus

    limadenopati yang tidak diketahui penyebabnya. Sekitar 10% kasus

    diantaranya dirujuk ke subspesialis, 3,2% kasus membutuhkan biopsi dan

    1.1% merupakan suatu keganasan. Penderita limfadenopati usia > 0

    tahun memiliki risiko keganasan sekitar 4% dibandingkan dengan

    penderita limfadenopati usia

  • 14

    2.5. Patofisiologi

    Plasma dan sel (misalnya sel-sel kanker dan infeksi

    mikroorganisme ) bersama dengan bahan seluler, antigen, dan partikel

    asing memasuki pembuluh limfatik , menjadi cairan limfatik . Kelenjar

    getah bening menyaring cairan limfatik dalam perjalanan ke sirkulasi vena

    sentral , menghilangkan sel-sel dan bahan lainnya. Proses penyaringan

    juga mempresentasikan antigen kepada limfosit yang terkandung dalam

    KGB. Respon imun dari limfosit ini melibatkan proliferasi sel, yang dapat

    menyebabkan KGB untuk memperbesar (limfadenopati reaktif) .

    Mikroorganisme patogen dilakukan dalam cairan limfatik dapat langsung

    menginfeksi KGB, menyebabkan limfadenitis , dan sel-sel kanker dapat

    menginfiltrasi dan berkembang biak di KGB (Porter, 2011) .

    Dikutip dari: Porter, 2011

    2.6 Manifestasi Klinis

    Limfadenitis adalah presentasi klinis paling sering dari TB

    ekstrapulmoner. Limfadenitis TB juga dapat merupakan manifestasi lokal

    dari penyakit sistemik. Pasien biasanya datang dengan keluhan

    pembesaran kelenjar getah bening yang lambat. Pada pasien limfadenitis

    TB dengan HIV-negatif, limfadenopati leher terisolasi adalah manifestasi

  • 15

    yang paling sering dijumpai yaitu sekitar dua pertiga pasien. Oleh karena

    itu, infeksi mikobakterium harus menjadi salah satu diagnosis banding dari

    pembengkakan kelenjar getah bening, terutama pada daerah yang

    endemis. Durasi gejala sebelum diagnosis berkisar dari beberapa minggu

    sampai beberapa bulan (Mohapatra, 2009).

    Limfadenitis TB paling sering melibatkan kelenjar getah bening

    servikalis, kemudian diikuti berdasarkan frekuensinya oleh kelenjar

    mediastinal, aksilaris, mesentrikus, portal hepatikus, perihepatik dan

    kelenjar inguinalis (Mohapatra, 2009). Pada pasien dengan HIV-negatif

    maupun HIV-positif, kelenjar limfe servikalis adalah yang paling sering

    terkena, diikuti oleh kelenjar limfe aksilaris dan inguinalis.(Sharma, 2004).

    Pembengkakan kelenjar limfe dapat terjadi secara unilateral atau

    bilateral, tunggal maupun multipel, dimana benjolan ini biasanya tidak

    nyeri dan berkembang secara lambat dalam hitungan minggu sampai

    bulan, dan paling sering berlokasi di regio servikalis posterior dan yang

    lebih jarang di regio supraklavikular (Mohapatra, 2009). Keterlibatan

    multifokal ditemukan pada 39% pasien HIV-negatif dan pada 90% pasien

    HIV-positif. Pada pasien HIV-positif, keterlibatan multifokal, limfadenopati

    intratorakalis dan intraabdominal serta TB paru adalah sering ditemukan.

    Beberapa pasien dengan limfadenitis TB dapat menunjukkan gejala

    sistemik yaitu seperti demam, penurunan berat badan, fatigue dan

    keringat malam. Lebih dari 57% pasien tidak menunjukkan gejala sistemik

    (Mohapatra, 2009).

    Menurut Jones dan Campbell (1962) dalam Mohapatra (2009)

    limfadenopati tuberkulosis perifer dapat diklasifikasikan ke dalam lima

    stadium yaitu:

    1. Stadium 1, pembesaran kelenjar yang berbatas tegas, mobile

    dan diskret.

    2. Stadium 2, pembesaran kelenjar yang kenyal serta terfiksasi ke

    jaringan sekitar oleh karena adanya periadenitis.

    3. Stadium 3, perlunakan di bagian tengah kelenjar (central

    softening) akibat pembentukan abses.

  • 16

    4. Stadium 4, pembentukan collar-stud abscess.

    5. Stadium 5, pembentukan traktus sinus.

    Gambaran klinis limfadenitis TB bergantung pada stadium penyakit.

    Kelenjar limfe yang terkena biasanya tidak nyeri kecuali (i) terjadi infeksi

    sekunder bakteri, (ii) pembesaran kelenjar yang cepat atau (iii) koinsidensi

    dengan infeksi HIV. Abses kelenjar limfe dapat pecah, dan kemudian

    kadang-kadang dapat terjadi sinus yang tidak menyembuh secara kronis

    dan pembentukan ulkus. Pembentukan fistula terjadi pada 10% dari

    limfadenitis TB servikalis (Mohapatra, 2009).

    Skrofuloderma adalah infeksi mikobakterial pada kulit disebabkan

    oleh perluasan langsung infeksi TB ke kulit dari struktur dibawahnya atau

    oleh paparan langsung terhadap basil TB (Mohapatra, 2009).

    Limfadenitis TB mediastinal lebih sering terjadi pada anak-anak.

    Pada dewasa limfadenitis mediastinal jarang menunjukkan gejala.

    Manifestasi yang jarang terjadi pada pasien dengan keterlibatan kelenjar

    limfe mediastinal termasuk disfagia, fistula oesophagomediastinal, dan

    fistula tracheo-oesophageal. Pembengkakan kelenjar limfe mediastinal

    dan abdomen atas juga dapat menyebabkan obstruksi duktus toraksikus

    dan chylothorax, chylous ascites ataupun chyluria. Pada keadaan tertentu,

    obstruksi biliaris akibat pembesaran kelenjar limfe dapat menyebabkan

    obstructive jaundice. Tamponade jantung juga pernah dilaporkan terjadi

    akibat limfadenitis mediastinal (Mohapatra, 2009).

    Pembengkakan kelenjar getah bening yang berukuran 2 cm

    biasanya disebabkan oleh M.tuberculosis. Pembengkakan yang berukuran

    < 2 cm biasanya disebabkan oleh mikobakterium atipik, tetapi tidak

    menutup kemungkinan pembengkakan tersebut disebabkan oleh

    M.tuberculosis (Sutoyo,2010).

    2.7 Diagnosis

    Diagnosis limfadenopati memerlukan anamnesis, pemeriksaan fisik,

    dan pemeriksaan penunjang apabila diperlukan. Pemeriksaan-

    pemeriksaan tersebut penting untuk membantu dalam membuat diagnosis

  • 17

    awal yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam memberikan

    pengobatan sebelum diagnosis akhir dapat dibuat berdasarkan biopsi dan

    kultur. Selain itu, juga penting untuk membedakan jenis penyebab infeksi

    apakah karena mikobakterium tuberkulosis atau non-tuberkulosis

    (Sutoyo,2010).

    Anamnesis

    Dari anamnesis dapat diperoleh keterangan lokasi, gejala-gejala penyerta,

    riwayat penyakit, riwayat pemakaian obat dan riwayat pekerjaan

    (Sutoyo,2010).

    Lokasi

    Lokasi pembesaran KGB pada dua sisi leher secara mendadak

    biasanya disebabkan oleh infeksi virus saluran pernapasan bagian

    atas. Pada infeksi olehpenyakit kawasaki umumnya pembesaran KGB

    hanya satu sisi saja. Apabila berlangsung lama (kronik) dapat

    disebabkan infeksi oleh Mikobakterium,Toksoplasma, Ebstein Barr

    Virus atau Citomegalovirus (Sutoyo,2010).

    Gejala penyerta

    Demam, nyeri tenggorok dan batuk mengarahkan kepada penyebab

    infeksisaluran pernapasan bagian atas. Demam, keringat malam dan

    penurunan beratbadan mengarahkan kepada infeksi tuberkulosis atau

    keganasan. Demam yang tidak jelas penyebabnya, rasa lelah dan

    nyeri sendi meningkatkan kemungkinan oleh penyakit kolagen atau

    penyakit serum (serum sickness), ditambah adanya riwayat pemakaian

    obat-obatan atau produk darah (Sutoyo,2010).

    Riwayat penyakit

    Riwayat penyakit sekarang dan dahulu seperti adanya peradangan

    tonsil sebelumnya, mengarahkan kepada infeksi oleh Streptococcus;

    luka lecet pada wajah atau leher atau tanda-tanda infeksi

  • 18

    mengarahkan penyebab infeksi Staphilococcus; dan adanya infeksi

    gigi dan gusi juga dapat mengarahkan kepada infeksi bakteri anaerob.

    Transfusi darah sebelumnya dapat mengarahkan kepada

    Citomegalovirus, Epstein Barr Virus atau HIV (Sutoyo,2010).

    Riwayat pemakaian obat

    Penggunaan obat-obatan Limfadenopati dapat timbul setelah

    pemakaian obat-obatan seperti fenitoin dan isoniazid. Obat-obatan

    lainnya seperti allupurinol, atenolol, captopril, carbamazepine,

    cefalosporin, emas, hidralazine, penicilin, pirimetamine, quinidine,

    sulfonamida, sulindac. Pembesaran karena obat umumnya seluruh

    tubuh (limfadenopati generalisata) (Sutoyo,2010).

    Riwayat pekerjaan

    Paparan terhadap infeksi paparan/kontak sebelumnya kepada

    orang dengan infeksi saluran napas atas, faringitis oleh

    Streptococcus, atau tuberculosis turut membantu mengarahkan

    penyebab limfadenopati. Riwayat perjalanan atau pekerjaan,

    misalnya perjalanan ke daerah-daerah di Afrika dapat

    mengakibatkan penyakit Tripanosomiasis, orang yang bekerja

    dalam hutan dapat terkena Tularemia (Sutoyo,2010).

    Pemeriksaan fisik

    Secara umum malnutrisi atau pertumbuhan yang terhambat

    mengarahkan kepada penyakit kronik seperti tuberkulosis, keganasan

    atau gangguan system kekebalan tubuh. Karakteristik dari KGB dan

    daerah sekitarnya harus diperhatikan. KGB harus diukur untuk

    perbandingan berikutnya. Harus dicatat ada tidaknya nyeri tekan,

    kemerahan, hangat pada perabaan, dapat bebas digerakkan atau tidak

    dapat digerakkan, apakah ada fluktuasi, konsistensi apakah keras atau

    kenyal (Sutoyo,2010).

  • 19

    Ukuran: normal bila diameter 0,5 cm dan lipat paha >1,5 cm

    dikatakan abnormal.

    Nyeri tekan: umumnya diakibatkan peradangan atau proses

    perdarahan.

    Konsistensi: keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan,

    padat seperti karet mengarahkan kepada limfoma; lunak

    mengarahkan kepada proses infeksi; fluktuatif mengarahkan telah

    terjadinya abses/pernanahan.

    Penempelan/ bergerombol: beberapa KGB yang menempel dan

    bergerak bersamaan bila digerakkan. Dapat akibat tuberkulosis,

    sarkoidosis atau keganasan.

    Dikutip dari: Abba AA, Khalli MZ. 2012. 11-17Clinical approach to

    Lymphadenopathy. ANM (6) Jan: 11-17

    Pembesaran KGB leher bagian posterior biasanya terdapat pada

    infeksi rubela dan mononukleosis. Supraklavikula atau KGB leher bagian

    belakang memiliki risiko keganasan lebih besar daripada pembesaran

    KGB bagian anterior (Sutoyo,2010).

    Pembesaran KGB leher yang disertai daerah lainnya juga sering

    disebabkan oleh infeksi virus. Keganasan, obat-obatan, penyakit kolagen

    umumnya dikaitkan dengan pembesaran KGB yang menyeluruh

    (Sutoyo,2010).

    Pada pembesaran KGB oleh infeksi virus, umumnya bilateral lunak

    dan dapat digerakkan. Bila ada infeksi oleh bakteri, kelenjar biasanya

    nyeri pada penekanan, baik satu sisi atau dua sisi dan dapat fluktuatif dan

  • 20

    dapat digerakkan. Adanya kemerahan dan suhu lebih panas dari

    sekitarnya mengarahkan infeksi bakteri dan adanya fluktuatif menandakan

    terjadinya abses. Bila limfadenopati disebabkan keganasan tanda-tanda

    peradangan tidak ada, KGB keras dan tidak dapat digerakkan oleh karena

    terikat dengan jaringan di bawahnya (Sutoyo,2010).

    Pada infeksi oleh mikobakterium, pembesaran kelenjar berjalan

    berminggu-minggu sampai berbulan-bulan, walaupun dapat mendadak,

    KGB menjadi fluktuatif dan kulit diatasnya menjadi tipis, dan dapat pecah

    dan terbentuk jembatan-jembatan kulit di atasnya (Sutoyo,2010).

    Adanya tenggorokan yang merah, bercak-bercak putih pada tonsil,

    bintik bintik merah pada langit-langit mengarahkan infeksi oleh bakteri

    streptokokus. Adanya selaput pada dinding tenggorok, tonsil, langit-langit

    yang sulit dilepas dan bila dilepas berdarah, pembengkakan pada jaringan

    lunak leher (bull neck) mengarahkan kepada infeksi oleh bakteri difteri.

    Faringitis, ruam-ruam dan pembesaran limpa mengarahkan kepada infeksi

    Epstein Barr Virus (EBV (Sutoyo,2010).

    Adanya radang pada selaput mata dan bercak koplik mengarahkan

    kepada campak. Adanya pucat, bintik-bintik perdarahan (bintik merah

    yang tidak hilang dengan penekanan), memar yang tidak jelas

    penyebabnya, dan pembesaran hati dan limpa mengarahkan kepada

    leukemia. Demam panjang yang tidak berespon dengan obat demam,

    kemerahan pada mata, peradangan pada tenggorok, strawberry tongue,

    perubahan pada tangan dan kaki (bengkak, kemerahan pada telapak

    tangan dan kaki) dan limfadenopati satu sisi (unilateral) mengarahkan

    kepada penyakit Kawasaki (Sutoyo,2010).

    Pemeriksaan Penunjang

    Beberapa pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan

    diagnosa limfadenitis TB :

    a. Pemeriksaan mikrobiologi

    Pemeriksaan mikrobiologi yang meliputi pemeriksaan mikroskopis

    dan kultur. Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan pewarnaan Ziehl-

  • 21

    Neelsen. Spesimen untuk pewarnaan dapat diperoleh dari sinus atau

    biopsi aspirasi. Dengan pemeriksaan ini kita dapat memastikan adanya

    basil mikobakterium pada spesimen, diperlukan minimal 10.000 basil TB

    agar perwarnaan dapat positif (Mohapatra, 2009).

    Kultur juga dapat dilakukan untuk membantu menegakkan

    diagnosis limfadenitis TB. Adanya 10-100 basil/mm3 cukup untuk

    membuat hasil kultur positif. Hasil kultur positif hanya pada 10-69% kasus.

    Berbagai media dapat digunakan seperti Petregnani, Trudeau, Middle-

    brook, dan Bactec TB. Diperlukan waktu beberapa minggu untuk

    mendapatkan hasil kultur. Pada adenitis tuberkulosa, M. tuberculosis

    adalah penyebab tersering, diikuti oleh M.bovis (Mohapatra, 2009).

    b. Tes Tuberkulin

    Pemeriksaan intradermal ini (Mantoux Test) dilakukan untuk

    menunjukkan adanya reaksi imun tipe lambat yang spesifik untuk antigen

    mikobakterium pada seseorang. Reagen yang digunakan adalah protein

    purified derivative (PPD). Pengukuran indurasi dilakukan 2-10 minggu

    setelah infeksi. Dikatakan positif apabila terbentuk indurasi lebih dari 10

    mm, intermediat apabila indurasi 5-9 mm, negatif apabila indurasi kurang

    dari 4 mm (Mohapatra, 2009).

    c. Pemeriksaan ICT TB

    ICT TB merupakan test untuk dapat mendeteksi TB paru dan TB

    ekstra paru. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada Jurnal

    Performance of ICT TB test in detection of Pulmonary and Extra-

    Pulmonary Tuberculosis spesifisitas test ini adalah 100% dan

    sensitivitasnya adalah 44% untuk pasien dengan sputum positif, 36%

    pada pasien dengan sputum negative, 20% pada TB dengan pleural

    effusion, dan 35% pada Lymphadenitis TB. Dan disimpulkan bahwa ICT

    TB adalah pemeriksaan yang highly spesific untuk TB. (Khan N; Mian I;

    Muhammad J, 2004)

  • 22

    Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah

    uji serologi untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum. Uji

    ICT merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen spesifik

    yang berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya

    antigen M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4

    garis melintang pada membran immunokromatografik (2 antigen

    diantaranya digabung dalam 1 garis) disamping garis kontrol. Serum yang

    akan diperiksa sebanyak 30 ml diteteskan ke bantalan warna biru,

    kemudian serum akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum

    mengandung antibodi IgG terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan

    berikatan dengan antigen dan membentuk garis warna merah muda. Uji

    dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk garis kontrol dan minimal

    satu dari empat garis antigen pada membran. (PDPI, 2006)

    d. Pemeriksaan Sitologi

    Spesimen untuk pemeriksaan sitologi diambil dengan

    menggunakan biopsi aspirasi kelenjar limfe. Sensitivitas dan spesifitas

    pemeriksaan sitologi dengan biopsi aspirasi untuk menegakkan diagnosis

    limfadenitis TB adalah 78% dan 99% (Kocjan, 2001). CT scan dapat

    digunakan untuk membantu pelaksanaan biopsi aspirasi kelenjar limfe

    intratoraks dan intraabdominal (Sharma, 2004). Pada pemeriksaan sitologi

    akan terlihat Langhans giant cell, granuloma epiteloid, nekrosis

    kaseosa.Muncul kesulitan dalam pendiagnosaan apabila gambaran

    konvensional seperti sel epiteloid atau Langhans giant cell tidak

    ditemukan pada aspirat. Pada penelitian yang dilakukan oleh Lubis

    (2008), bahwa gambaran sitologi bercak gelap dengan materi eusinofilik

    dapat digunakan sebagai tambahan karakteristik tuberkulosis selain

    gambaran epiteloid dan Langhans giant cell. Didapati bahwa aspirat

    dengan gambaran sitologi bercak gelap dengan materi eusinofilik, dapat

    memberikan hasil positif tuberkulosis apabila dikultur (Mohapatra, 2009).

  • 23

    e. Pemeriksaan Radiologi

    1) Ultrasonografi (USG)

    USG merupakan salah satu teknik yang dapat dipakai untuk

    mendiagnosis limfadenopati servikalis. Penggunaan USG untuk

    mengetahui ukuran, bentuk, echogenicity, gambaran mikronodular,

    nekrosis intranodal dan ada tidaknya kalsifikasi (Sutoyo,2010).

    USG dapat dikombinasi dengan biopsi aspirasi jarum halus untuk

    mendiagnosis limfadenopati dengan hasil yang lebih memuaskan, dengan

    nilai sensitivitas 98% dan spesivisitas 95% (Sutoyo,2010).

    2) CT Scan

    CT scan dapat mendeteksi pembesaran KGB servikalis dengan

    diameter 5 mm atau lebih. Satu studi yang dilakukan untuk mendeteksi

    limfadenopati supraklavikula pada penderita nonsmall cell lung cancer

    menunjukkan tidak ada perbedaan sensitivitas yang signifikan dengan

    pemeriksaan menggunakan USG atau CT scan (Sutoyo,2010).

    2.8. Penatalaksanaan

    Penatalaksanaan limfadenopati KGB leher didasarkan kepada

    penyebabnya. Banyak kasus dari pembesaran KGB leher sembuh dengan

    sendirinya dan tidak membutuhkan pengobatan apapun selain observasi

    (Sutoyo,2010).

    Kegagalan untuk mengecil setelah 4-6 minggu dapat menjadi

    indikasi untuk dilaksanakan biopsi KGB. Biopsi dilakukan terutama bila

    terdapat tanda dan gejala yang mengarahkan kepada keganasan. KGB

    yang menetap atau bertambah besar walau dengan pengobatan yang

    adekuat mengindikasikan diagnosis yang belum tepat (Sutoyo,2010)

    Antibiotik perlu diberikan apabila terjadi limfadenitis supuratif yang

    biasa disebabkan oleh Staphyilococcus. aureus dan Streptococcus

    pyogenes (group A). Pemberian antibiotik dalam 10-14 hari dan

    organisme ini akan memberikan respon positif dalam 72 jam. Kegagalan

    terapi menuntut untuk dipertimbangkan kembali diagnosis dan

  • 24

    penanganannya. Pembedahan mungkin diperlukan bila dijumpai adanya

    abses dan evaluasi dengan menggunakan USG diperlukan untuk

    menangani pasien ini (Peter, 2010)

    Penatalaksanaan limfadenitis TB secara umum dibagi menjadi dua

    bagian, yakni secara farmakologis dan non farmakologis. Terapi

    farmakologis dilakukan dengan pemberian mendapat terapi Obat Anti

    Tuberkulosis (OAT) Kategori I. Regimen obat yang digunakan adalah

    2HRZE/ 4H3R3. Obat yang digunakan adalah Rifampisin, Isoniazid,

    Pirazinamid, dan Etambutol (Sutoyo,2010).

    Terapi non farmakologis adalah dengan pembedahan, sedangkan terapi

    farmakologis memiliki prinsip dan regimen obatnya yang sama dengan

    tuberkulosis paru. Pembedahan tidaklah merupakan suatu pilihan terapi yang

    utama. Prosedur pembedahan yang dapat dilakukan adalah dengan Biopsi

    eksisional atau insisi dan drainase (Partridge,2010).

  • 25

    BAB III

    TINJAUAN KASUS

    3.1 Identitas Pasien

    Nama : Ny. Nina B Whardani

    Umur : 50 tahun

    Jenis Kelamin : Perempuan

    Alamat : Rungkut Asri Timur I/15

    Pekerjaan : Ibu rumah tangga

    Pendidikan Terakhir : SMP

    Agama : Islam

    Suku bangsa : Jawa

    No. Telepon : 081938023945

    Tanggal Pemeriksaan : 28 Januari 2015

    Poli : Bedah Umum

    3.2 Anamnesis

    1. Keluhan Utama : Benjolan di leher kiri

    2. Riwayat Penyakit Sekarang :

    Saya datang untuk membawa hasil pemeriksaan benjolan di

    leher kiri yang sebelumnya sudah saya periksakan oleh

    dokter Bambang dan disarankan untuk melakukan test yang

    ditusuk di bagian tersebut. Awalnya saya merasa ada

    benjolan di belakang telinga kiri saya sejak +1 tahun yang

    lalu, hanya sekitar kurang dari 1cm dan tidak nyeri sehingga

    hanya saya biarkan tidak diberi obat apa-apa Beberapa

    minggu terakhir ini benjolan terasa membesar saat diraba dan

    agak terasa nyeri ketika dipegang padahal dulunya tidak.

    Sehingga saya ingin tahu penyebab benjolan ini timbul. Saya

    sedang tidak batuk maupun pilek. Keluhan lainnya saya

    kadang masih merasa sering berdebar-debar karena penyakit

    tyroid saya.

  • 26

    3. Riwayat Penyakit Dahulu :

    Riwayat menderita penyakit Hypertyroid sejak 2 tahun yang

    lalu, awal mula diketahui penyakit ketika pasien sering

    merasa berdebar-debar, tangannya sering gemetar dan

    sering berkeringat dingin yang dikira awalnya adalah

    penyakit jantung. Setelah diperiksakan di RSU Haji, ternyata

    pasien terkena penyakit Hypertyroid. Pasien rajin meminum

    obat sampai sekarang.

    Riwayat penyakit darah tinggi sejak + 5 tahun yang lalu

    Riwayat batuk lama/sedang menjalani pengobatan 6 bulan

    disangkal

    Riwayat penyakit kencing manis disangkal

    4. Riwayat Penyakit Keluarga :

    Riwayat anggota keluarga yang mengalami timbulnya

    benjolan seperti pasien disangkal.

    Riwayat anggota keluarga yang mengalami penyakit

    Hypertyroid seperti pasien disangkal.

    Riwayat anggota keluarga yang mengalami batuk lama dan

    menjalani pengobatan selama 6 bulan disangkal.

    Riwayat penyakit kencing manis diderita oleh ibu dari pasien.

    Riwayat kencing manis dari ayah pasien disangkal.

    5. Riwayat Sosial :

    Pasien adalah ibu rumah tangga yang kegiatan sehari-

    harinya mengurus rumah dan anak-anak.

    3.3 Pemeriksaan Fisik

    Keadaan umum: baik

    Kesadaran: composmentis

    Vital sign:

    o TD= 140/90 mmHg

    o HR= 104 x/menit, reguler, kuat

    o Tax = 37,9 0C

    o RR = 20 x/menit, reguler

  • 27

    BB : 52 kg

    TB : 162 cm

    Status Gizi:

    o BMI= Normal (19.8)

    Kepala / Leher :

    o Normochepal

    o A/I/C/D : - / - / - / -

    o Reflek cahaya (ODS): +/+

    o Exophtalmus (-)

    o Pembesaran KGB : Regio Colli Sinistra

    Thoraks-pulmo:

    o I= Normochest,Pergerakan dinding dada simetris, retraksi (-)

    o P= Pergerakan dinding dada simetris, stem fremitus kanan

    dan kiri simetris

    o P= Sonor seluruh lapang paru

    o A=Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wh -/-

    Cor:

    o I= Ictus Cordis tidak tampak

    o P=thrill tidak teraba, Ictus Cordis tidak kuat angkat

    o P= batas jantung normal

    o A=S1S2 tunggal reguler, gallop (-), murmur (-)

    Abdomen:

    o I=bulat, cembung

    o A=BU (+) N

    o P= timpani

    o P= hepar, lien, ginjal tidak teraba, massa (-)

    Ekstremitas:

    o Akral kering hangat merah

    o Edema (-)

    o CRT

  • 28

    3.4 Status Lokalis

    Regio : Colli Sinistra

    Look : tampak massa berbentuk oval, hiperemi (-)

    Feel : massa ukuran 2cm x 1cm, batas tegas, mobilisasi

    terbatas, nyeri tekan(+), kalor (-)

    3.5 Pemeriksaan Penunjang :

    1. USG Coli S (24 december 2014)

    Hasil : Multicystic dari Glandula Parotis Sinistra

    2. FNA (29 december 2014)

    Dilakukan 2 kali puncture pada massa regio colli sinisra

    ukuran 2 cm, batas tegas, mobile, padat lunak

    Mikroskopis

    o Hapusan sel terdiri dari hapusan sebaran dan

    kelompok sel radang PMN dan mononuklear dengan

    latar belakang sel lymphoid dengan berbagai

    maturasi

    o Tidak ditemukan tanda proses spesific

    o Tidak ditemukan tanda keganasan dalam semua

    hapusan

    Kesimpulan:

    o Massa colli sinistra, FNA-B:

    Lymphadenitis Kronis

    ICD-O:C77.0

    3.7 Assesment : Lymphadenitis kronis Colli Sinistra

    3.8 Planning

    - Terapi

    Excisi Massa

    - Monitoring :

    Keluhan pasien

  • 29

    Lab lengkap

    Foto thorax

    - Edukasi :

    Menjelaskan diagnosis penyakit pasien

    Menjelaskan pemeriksaan yang akan dilakukan kepada pasien

    Menjelaskan penatalaksanaan, komplikasi, prognosis yang

    akan dilakukan kepada pasien.

  • 30

    BAB IV

    PEMBAHASAN

    Teori Pendekatan Klinis Pasien

    dengan Lymphadenitis

    KASUS Ny. N

    Identitas Lymphadenitis: Usia: Semua

    Umur

    khususnya teraba sering pada

    anak 45%

    Dewasa > 40 tahun 4%

    Pasien wanita usia 50 thn

    Anamnesis Benjolan disekitar daerah

    kelenjar getah bening. Paling

    sering berlokasi pada regio

    servikalis posterior.

    Timbul lambat dalam

    hitungan minggu hingga

    bulan, dapat terjadi unilateral

    maupun bilateral. Tunggal

    maupun multiple.

    Lokasi pembesaran KGB

    pada dua sisi leher secara

    mendadak biasanya

    disebabkan oleh infeksi virus

    saluran pernapasan bagian

    atas.

    Pada penyakit Kawasaki

    biasanya pembesaran

    Biasanya tidak nyeri tapi

    dapat juga dijumpai nyeri

    pada beberapa penderita.

    KU:

    benjolan di leher kiri

    RPS:

    Saya datang untuk membawa

    hasil pemeriksaan benjolan di

    leher kiri yang sebelumnya

    sudah saya periksakan oleh

    dokter Bambang dan

    disarankan untuk melakukan

    test yang ditusuk di bagian

    tersebut. Awalnya saya

    merasa ada benjolan di

    belakang telinga kiri saya

    sejak +1 tahun yang lalu,

    hanya sekitar kurang dari 1cm

    dan tidak nyeri sehingga

    hanya saya biarkan tidak

    diberi obat apa-apa Beberapa

    minggu terakhir ini benjolan

    terasa membesar saat diraba

  • 31

    Hanya pada satu sisi

    Sering disebabkan oleh

    infeksi virus saluran

    pernapasan atas selain itu

    yang paling sering adalah

    Human Immunodeficiency

    Virus (HIV)

    Dapat juga disebabkan oleh

    infeksi bakteri yang paling

    sering adalah infeksi

    Mycobacterium Tuberculosis.

    Keganasan dan obat-obatan

    seperti Fenitoin dan Isoniazid

    dapat menyebabkan

    lymphadenopati

    Paparan terhadap infeksi /

    kontak dengan orang yang

    terkena infeksi saluran

    pernapasan atas atau

    penyakit TB

    dan agak terasa nyeri ketika

    dipegang padahal dulunya

    tidak. Sehingga saya ingin

    tahu penyebab benjolan ini

    timbul. Saya sedang tidak

    batuk maupun pilek. Keluhan

    lainnya saya kadang masih

    merasa sering berdebar-debar

    karena penyakit gondok saya.

    Saya tidak sedang batuk atau

    panas badan.

    R.Sos:

    Pasien adalah ibu rumah

    tangga yang kegiatan sehari-

    harinya mengurus rumah dan

    anak-anak.

    Pemeriksaan

    Fisik

    Ukuran: normal bila diameter

    0,5 cm dan lipat paha >1,5

    cm dikatakan abnormal.

    Nyeri tekan: umumnya

    diakibatkan peradangan atau

    proses perdarahan.

    Konsistensi: keras seperti

    batu mengarahkan kepada

    keganasan, padat seperti

    karet mengarahkan kepada

    limfoma; lunak mengarahkan

    kepada proses infeksi;

    Regio Colli Sinistra

    Look : tampak massa

    berbentuk oval, hiperemi (-)

    Feel : massa tunggal

    ukuran 2 cm x 1 cm, batas

    tegas, kenyal, mobilisasi

    terbatas, nyeri tekan(+),

    kalor (-), fluktuasi (-) ,

  • 32

    fluktuatif mengarahkan telah

    terjadinya

    abses/pernanahan.

    Penempelan/bergerombol:

    beberapa KGB yang

    menempel dan bergerak

    bersamaan bila digerakkan.

    Dapat akibat tuberkulosis,

    sarkoidosis atau keganasan

    Terapi 1. Bisa sembuh sendiri

    2. Pemberian Antibiotik bila

    terjadi lymphadenitis

    supuratif

    3. OAT pada lymphadenitis TB

    4. Pembedahan jika pusat

    radang sudah terhadi

    pengkejuan

    Pro excisi

  • 33

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Ahuja AT, Ying MTC, Antonio G, Lee YP, King AD, and Wong KT.

    2008. Ultrasonography of cervical malignant lymph nodes. Cancer

    Imaging 8(1): 4856.

    2. Koss LG, Melamed MR. 2006. Granulomatous lymphadenitis. In: Koss

    Diagnostic Cytology and Its Histopathologic Bases. Lippincott Williams

    & Wilkins, 2006(5):1193-97

    3. Khan N; Mian I; Muhammad J. 2004. Performance of ICT-TB Test in the Detection of Pulmonary and Extra-pulmonary Tuberculosis. 55-56.

    4. Mohapatra, PR, Janmeja, AK. 2009. Tuberculous Lymphadenitis.

    Journal of The Association of Physicians of India. Diakses pada

    tanggal 9 Februari 2015 www.japi.org/august_2009/article_06.pdf

    5. Partridge, Elizabeth. 2010. Lymphadenitis Treatment & Management.

    Diakses pada tanggal 9 Februari 2015

    http://emedicine.medscape.com/article/960858-treatment#a1128.

    6. PDPI. 2011. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis 2011.

    Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat

    Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Hal: 1-

    55

    7. Porter, RS. 2011. The Merck Manual 19 ed. Lymphadenopahy.

    Diakses pada tanggal 9 Februari 2015

    http://www.merckmanuals.com/professional/cardiovascular_disorders/l

    ymphatic_disorders/lymphadenopathy.html

  • 34

    8. Peters TR, Edwards KM. Cervical Lymphadenopathy and Adenitis.

    2008. Pediatrics in Review (21);12.2000. Diakses pada tanggal 9

    Februari 2015 http://www.ohsu.edu/ohsuedu/academic/som/

    pediatrics/clerkships/upload/cervical-lymph-and-adenitis.pdf

    9. Sharma SK, Mohan A. 2004. Extrapulmonary Tuberculosis. Indian

    Journal of Medicine Microbiology Res; 120: 316-53

    10. Sahai S. 2013, Lymphadenopathy. Pediatrics in Review 2013;34;216

    11. Sutoyo, Eliandy. 2010. Profil Penderita Limfadenopati Servikalis Yang

    Dilakukan Tindakan Biopsi Aspirasi Jarum Halus Di Instalasi Patologi

    Anatomi RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2009. Tesis. Universitas

    Sumatra Utara. Diakses pada tanggal 9 Februari 2015

    http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/16862

    12. Ying MTC, Ahuja AT. 2008. Ultrasonography of cervical lymph nodes.

    Diakses pada tanggal 9 Februari 2015

    http://www.droid.cuhk.edu.hk/web/specials/lymph_nodes/lymph_nodes.htm