responsi jejaring

36
BAB I PENDAHULUAN Diare akut merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak-anak. Diare merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan balita. Kematian pada anak yang disebabkan diare masih sangat tinggi, yaitu 42% pada bayi dan 25% pada balita berdasarkan data RISKESDAS 2007. Diare ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair) dengan/tanpa darah dan/atau lendir. Diare dapat menular melalui transmisi fekal-oral, yang dengan demikian makanan minuman yang tercemar oleh enteropatogen, kontak langsung dengan tangan penderita, barang-barang yang tercemar tinja penderita atau melalui lalat (melalui 4F = finger, flies, fluid, field). Ada banyak faktor risiko yang memungkinkan terjadinya diare akut pada anak, yaitu tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4 – 6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana kebersihan (MCK), kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan yang tidak baik. Selain hal-hal tersebut, beberapa faktor pada penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain: gizi 1

Upload: michelle-hutahuruk

Post on 21-Dec-2015

253 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

pediatrica

TRANSCRIPT

Page 1: Responsi Jejaring

BAB I

PENDAHULUAN

Diare akut merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak-anak. Diare

merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan balita. Kematian pada anak

yang disebabkan diare masih sangat tinggi, yaitu 42% pada bayi dan 25% pada

balita berdasarkan data RISKESDAS 2007. Diare ditandai dengan bertambahnya

frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi

tinja (menjadi cair) dengan/tanpa darah dan/atau lendir.

Diare dapat menular melalui transmisi fekal-oral, yang dengan demikian

makanan minuman yang tercemar oleh enteropatogen, kontak langsung dengan

tangan penderita, barang-barang yang tercemar tinja penderita atau melalui lalat

(melalui 4F = finger, flies, fluid, field). Ada banyak faktor risiko yang

memungkinkan terjadinya diare akut pada anak, yaitu tidak memberikan ASI

secara penuh untuk 4 – 6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak memadainya

penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana kebersihan

(MCK), kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan

penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan yang tidak baik.

Selain hal-hal tersebut, beberapa faktor pada penderita dapat meningkatkan

kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain: gizi buruk, imunodefisiensi,

berkurangnya keasaman lambung, menurunnya motilitas usus, menderita campak

dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik.

Secara prinsip, penatalaksanaan terhadap pasien diare akut haruslah

dilakukan secara komprehensif. Dengan demikian tidak hanya memberikan obat

untuk menghilangkan kausa dan meringankan gejala diare tetapi juga

memperbaiki faktor risiko yang ada pada pasien dan lingkungan pasien. Dengan

adanya perbaikan faktor risiko diharapkan kejadian kekambuhan pada pasien

dapat berkurang, kualitas hidup pasien meningkat, dan beban psikis, mental,

maupun ekonomi pada pasien dan keluarga pasien dapat berkurang.

1

Page 2: Responsi Jejaring

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Diare

Diare didefinisikan sebagai bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari

biasanya (>3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair)

dengan/tanpa darah dan/atau lendir. Kandungan air di dalam tinja melebihi normal

yaitu lebih dari 10 ml/kgBB/hari. Peningkatan kandungan air dalam tinja adalah

akibat adanya gangguan keseimbangan fungsi usus halus dan usus besar dalam

proses absorpsi substrat dan air. Sebagian besar diare berlangsung selama 7 hari,

dan biasanya sembuh sendiri (self limiting disease). Hanya 10% yang berlanjut

sampai 14 hari. Bila diare berlangsung kurang dari 14 hari disebut diare akut.1,2

2.2 Epidemiologi Diare pada Anak

Diare merupakan masalah kesehatan terutama pada balita baik di tingkat

global, regional maupun nasional. Pada tingkat global, diare menyebabkan 16%

kematian, sedikit lebih rendah dibandingkan dengan pneumonia, sedangkan pada

tingkat regional (negara berkembang), diare menyumbang sekitar 18% kematian

balita dari 3 juta balita. Kematian pada anak yang disebabkan diare masih sangat

tinggi, yaitu 42% pada bayi dan 25% pada balita berdasarkan data RISKESDAS

2007.1 Biaya untuk infeksi rotavirus diperkirakan lebih dari 6,3 juta poundsterling

setiap tahunnya di Inggris dan 352 juta dollar di Amerika Serikat.1,2,3

2

Gambar 1. Prevalensi diare di Indonesia menurut provinsi tahun 2007

Page 3: Responsi Jejaring

2.3 Etiologi Diare pada Anak

Diare merupakan suatu kumpulan dari gejala infeksi pada saluran

pencernaan yang dapat disebabkan oleh beberapa organisme seperti bakteri, virus,

dan parasit. Beberapa organisme tersebut biasanya menginfeksi saluran

pencernaan manusia melalui makanan dan minuman yang telah tercemar oleh

organisme tersebut (food borne disease). Bakteri patogen seperti E.coli, Shigella,

Campylobacter, Salmonella dan Vibrio cholera merupakan beberapa contoh

bakteri patogen yang menyebabkan epidemi diare pada anak. Kolera merupakan

salah satu contoh kasus epidemik dan sering diidentikkan dengan penyebabkan

kematian utama pada anak. Namun sebagian besar kejadian diare yang disebabkan

oleh kolera terjadi pada dewasa dan anak dengan usia yang lebih besar. Diare cair

pada anak sebagian besar disebabkan oleh infeksi rotavirus, V. Cholera, dan

E.coli. Diare berdarah paling sering disebabkan oleh Shigela. Sedangkan diare

cair akut pada anak di bawah lima tahun paling banyak disebabkan oleh infeksi

rotavirus.1,2,3

Tabel 1 memperlihatkan penyebab diare pada anak. Infeksi usus merupakan

penyebab tersering awitan diare akut yang sporadis. Tabel 2 memperlihatkan jenis

patogen penyebab diare.2

Tabel 1. Penyebab diare akut pada anak2

Infeksi Infeksi usus (termasuk keracunan makanan)

Infeksi ekstra usus (otitis media akut, infeksi saluran

kemih, pneumonia)

Obat-obatan Antibiotik

Obat-obatan lain

Alergi makanan Cow's milk protein allergy (CMPA)

Alergi protein kedelai

Alergi makanan multiple

Kelainan proses

cerna/ absorpsi

Defisiensi enzim sukrase/isomaltase

Hipolaktase awitan lambat (atau tipe dewasa)

Defisiensi vitamin Defisiensi niasin

Tertelan logam Co, Zn, cat

3

Page 4: Responsi Jejaring

berat

Rotavirus merupakan penyebab utama diare dengan dehidrasi berat pada

anak di bawah 5 tahun di seluruh dunia. Sebuah studi metaanalisis yang dilakukan

oleh Parashar menunjukkan bahwa infeksi rotavirus dapat menyebabkan 114 juta

episode diare, 24 juta kunjungan rawat jalan, 2,4 juta kunjungan rawat inap dan

610.000 kematian balita pada tahun 2004. Diperkirakan 82% kematian akibat

diare rotavirus terjadi pada negara berkembang, terutama di Asia dan Afrika,

dimana akses kesehatan dan status gizi masih menjadi masalah.1

Tabel 2. Patogen penyebab diare akut

Patogen Frekuensi kasus sporadik di negara

berkembang (%)

Virus

Rotavirus

Calcivirus

Astrovirus

Enteric type adenovirus

25 – 40

1 – 20

4 – 9

?

Bakteri

Campylobacter jejuni

Salmonella

Escherichia coli

Shigella

Yersinia enterocolitica

Clostridium difficile

Vibriopara haemolyticus

Vibrio cholera 01

Vibrio cholera non 01

Aeromonas hydrophilia

6 – 8

3 – 7

3 – 5

0 – 3

1 – 2

0 – 2

0 – 1

-

?

0 – 2

Parasit

Cryptosporidium

Giardia lamblia

1 – 3

1 – 3

4

Page 5: Responsi Jejaring

Infeksi di luar usus yang sering disertai diare adalah otitis media akut,

infeksi saluran kemih, dan penyakit paru, yang biasanya menyebabkan diare yang

ringan dan dapat sembuh sendiri dengan penyembuhan penyakit dasarnya.

Penggunaan beberapa macam obat, terutama antibiotik, sering dihubungkan

dengan Clostridium difficile. Alergi terhadap protein susu sapi (CMPA)

merupakan salah satu diagnosis banding yang perlu dipertimbangkan selain

sindrom malabsorpsi bila diare tidak sembuh dalam 10-14 hari.2

2.4 Patofisiologi Diare pada Anak

Ada beberapa mekanisme terjadinya diare pada anak. Hal ini tergantung

pada kausa diare itu sendiri. Virus dapat secara langsung merusak vili usus halus

sehingga mengurangi luas permukaan usus halus dan mempengaruhi mekanisme

enzimatik.2 Bakteri mengakibatkan diare melalui beberapa mekanisme yang

berbeda. Bakteri non-invasif (Vibrio cholera, E.coli)patogen masuk dan dapat

melekat pada usus, berkembang biak di lokasi tersebut, dan kemudian akan

mengeluarkan enzim mucinase (mencairkan lapisan lendir). Setelah itu bakteri

akan masuk ke membran dan mengeluarkan sub unit A dan B, lalu mengeluarkan

cAMP yang akan merangsang sekresi cairan usus dan menghambat absorpsi tanpa

menimbulkan kerusakan sel epitel. Tekanan usus akan meningkat, dinding usus

teregang, kemudian terjadilah diare.2

Bakteri invasif (salmonella spp, shigella sp, E.coli invasif, campylobacter)

mengakibatkan ulserasi mukosa dan pembentukan abses yang diikuti oleh respon

inflamasi. Toksin bakteri dapat mempengaruhi proses selular baik di dalam usus

maupun di dalam usus. Enterotoksin Escherichia coli yang tahan panas akan

mengaktifkan adenilat siklase, sedangkan toksin yang tidak tahan panas

mengaktifkan guanilat siklase. E.coli enterohemoragik dan Shigella menghasilkan

verotoksin yang menyebabkan kelainan sistemik seperti kejang dan sindrom

hemolitik uremik.2

Dari beragamnya patogenesis diare tersebut, secara garis besar terdapat 2

mekanisme dasar terjadinya diare, yaitu diare osmotik dan diare sekretorik. Diare

osmotik didasari oleh adanya nutrien yang tidak terserap, selanjutnya nutrien

tersebut difermentasi di usus besar menghasilkan asam organik dan gas. Asam

5

Page 6: Responsi Jejaring

organik menyebabkan peningkatan tekanan osmotik intraluminal yang

menghambat reabsorbsi air dan elektrolit sehingga terjadi diare. Sedangkan pada

diare sekretorik bakteri mampu melepas enterotoksin di dalam usus. Selanjutnya

enterotoksin ini merangsang c-AMP dan c-GMP, akibatnya kapasitas sekresi sel

kripte meningkat sehingga terjadi kehilangan air dan elektrolit yang berlebihan.

2.5 Gejala Klinis Diare pada Anak

2.5.1 Anamnesis

Hal-hal dasar yang perlu ditanyakan kepada pasien untuk menggali

informasi-informasi untuk kepentingan penegakan diagnosis, yaitu:

a. Lama diare berlangsung, frekuensi diare sehari, warna dan konsentrasi

tinja, lendir dan/tanpa darah dalam tinja

b. Muntah, rasa haus, rewel, anak lemah, kesadaran menurun, buang air

kecil terakhir, demam, sesak, kejang, kembung

c. Jumlah cairan yang masuk dan keluar selama diare

d. Jenis makanan dan minuman yang diminum selama diare,

mengkonsumsi makanan yang tak biasa

e. Pasien diare di sekitarnya dan sumber air minum

Anamnesis anak dengan gejala diare akut perlu dimulai dengan mengambil

informasi yang mungkin mengarahkan pada penyakit lain yang manifestasi

klinisnya mirip dengan diare akut. Gejala respiratori seperti batuk, sesak nafas

atau takipneu mengarahkan pada adanya penyakit dasar pneumonia. Adanya sakit

telinga mungkin merupakan gejala otitis media akut. Frekuensi berkemih, urgensi,

dan nyeri saat berkemih mengarahkan pada pielonefritis. Anamnesis yang baik

akan memberi petunjuk kemungkinan penyebab diare tanpa harus melakukan

pemeriksaan penunjang.2

Tujuan anamnesis selanjutnya adalah untuk menilai beratnya gejala dan

resiko komplikasi seperti dehidrasi. Pertanyaan spesifik mengenai frekuensi,

volume, dan lamanya muntah serta diare, diperlukan untuk menentukan derajat

kehilangan cairan dan gangguan elektrolit yang terjadi.2

6

Page 7: Responsi Jejaring

2.5.2 Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang harus dinilai saat kita menjumpai pasien-pasien

yang datang dengan keluhan utama mencret menurut Pedoman Pelayanan Medis

Ikatan Dokter Anak Indonesia, yaitu:

Penilaian keadaan umum, kesadaran, dan tanda-tanda vital

Pemeriksaan status generalis secara lengkap

Mencari tanda utama seperti keadaan umum gelisah/cengeng atau

lemah/letargi/koma, rasa haus, turgor kulit abdomen menurun. Selain tanda

utama, mungkin pula didapatkan tanda tambahan berupa keadaan ubun-

ubun besar, kelopak mata, keluarnya air mata, mukosa bibir, mulut dan lidah

Tanda gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit, seperti napas cepat

dan dalam (asidosis metabolik), kembung (hipokalemia), kejang (hipo atau

hipernatremia)

Penilaian derajat dehidrasi, yaitu ringan-sedang dan berat

Pemeriksaan fisik dimaksudkan untuk 2 tujuan utama, mencari tanda- tanda

penyakit penyerta dan memperkirakan derajat dehidrasi. Penilaian yang tidak

akurat terhadap defisit cairan dan kehilangan cairan yang terus terjadi merupakan

faktor penting penyebab kesakitan dan kematian pada muntah dan diare akut.

Gejala dan tanda dehidrasi perlu ditemukan dan tentukan derajat dehidrasi (tabel

3).2

Tabel 3. Penilaian derajat dehidrasi diare akut menurut WHO

Tanda dan GejalaDerajat Dehidrasi

Tanpa Ringan/Sedang Berat

ANAMNESIS

Diare 1-3x 3x atau lebih Terus menerus

banyak

Muntah Tidak ada

atau sedikit

Kadang-kadang Biasanya sering

Rasa Haus Tidak ada

atau sedikit

Haus Haus sekali atau

tidak mau minum

Kencing Normal Sedikit, pekat Tidak kencing (6

7

Page 8: Responsi Jejaring

jam)

Nafsu

makan/aktifitas

Normal Nafsu makan

berkurang, aktifitas

menurun

Nafsu makan tidak

ada, anak sangat

lemas

PEMERIKSAAN

FISIK

Inspeksi

KU Baik Mengantuk/Gelisah Gelisah/tidak sadar

Mata Normal Cekung Sangat cekung

Air Mata Ada Tidak ada Tidak ada

Mulut/lidah Basah Kering Sangat kering

Napas Normal Lebih cepat kering Cepat dan dalam

Palpasi

Turgor Kembali

cepat

Kembali pelan Kembali sangat

pelan (>2 detik)

Nadi Normal Lebih cepat Sangat cepat/tidak

teraba

Ubun-ubun Normal Cekung Sangat cekung

Kehilangan berat

badan

Sedikit 5-9% >10%

Kesimpulan 2/lebih

gejala:

Dehidrasi (-)

2/lebih gejala:

Dehidrasi ringan

sedang

2/lebih gejala:

Dehidrasi berat

2.5.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium lebih lanjut dilakukan bila diare tidak sembuh

dalam 5-7 hari. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan adalah

pemeriksaan tinja secara makroskopik dan mikroskopik, elektrolit serum, analisis

gas darah, nitrogen urea, darah, dan intubasi duodenal.

2.6 Diagnosis

8

Page 9: Responsi Jejaring

Diagnosis diare dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,

serta pemeriksaan penunjang. Beberapa petunjuk anamnesis yang dapat

membantu menegakkan diagnosis adalah konsistensi tinja, frekuensi BAB, serta

makanan dan minuman 6-24 jam terakhir yang dikonsumsi pasien.

2.7 Penatalaksanaan Diare Akut

Prinsip tatalaksana diare akut adalah mengganti cairan tubuh yang hilang

akibat diare dan sedapat mungkin menghilangkan kausa diare tersebut.

Penggantian cairan tubuh dapat diberikan melalui upaya rehidrasi oral (URO).

URO dapat dilakukan dengan cara memberikan cairan secara oral sebesar 75

cc/kgBB yang harus habis dalam 3 jam. Selain itu tatalaksana diare akut

menggunakan lintas diare menurut WHO, yaitu rehidrasi, nutrisi, zinc, indikasi

antibiotik, dan KIE.

2.7.1 Terapi cairan/elektrolit

Terapi cairan pada pasien anak dengan diare dapat diberikan sesuai derajat

dehidrasi dan usia pasien.

a. Tanpa dehidrasi, berikan larutan garam-gula. Pasien umur < 2 tahun dapat

diberikan 50-100 ml setiap kali buang air besar (BAB). Pada pasien dengan

umur 2-5 tahun dapat diberikan 100-200 ml/BAB, dan pasien umur > 5 tahun

dapat diberikan secukupnya.

b. Dehidrasi ringan-sedang, berikan larutan oralit. Jumlah yang diberikan

sebanyak 75 ml/kgBB habis dalam 3-4 jam. Apabila berat badan tidak

diketahui dapat diberikan sesuai umur, yaitu umur < 1 tahun sebanyak 300 ml,

1-5 tahun sebanyak 600 ml, 5 tahun sebanyak 1200 ml, dan dewasa sebanyak

2400 ml.

c. Dehidrasi berat, dapat diberikan oralit 5 ml/KgBB/jam jika pasien bisa

minum. Apabila tidak dapat diberikan cairan intravena ringer laktat sebanyak

100 mg/KgBB. Pemberian cairan diberikan sesuai aturan umur. Apabila pasien

berusia < 12 bulan, berikan 30 ml/kgBB pertama dan habis dalam 1 jam

pertama, diikuti 70 ml/kgBB dalam 5 jam berikutnya. Sedangkan pasien

berusia lebih dari 12 bulan berikan 30 ml/kgBB pertama dan habis dalam ½ - 1

9

Page 10: Responsi Jejaring

jam pertama diikuti 70 ml/kgBB berikutnya dan habis dalam 2½ - 3 jam.

Observasi kembali tiap 1-2 jam. Bila rehidrasi belum tercapai percepat tetesan

IV

2.7.2 Terapi nutrisi

Nutrisi pada pasien diare anak perlu untuk dijaga. Ada beberapa cara yang

dapat dilakukan yaitu tetap memberikan air susu ibu (ASI) dan mempertahankan

asupan makanan selama diare. Makanan yang disarankan adalah yang mudah

dicerna, rendah serat dan tidak merangsang mual muntah.

2.7.3 Pemberian Zinc oral

Zinc diketahui bermanfaat pada pasien anak dengan diare akut, sehingga

WHO merekomendasikan Zinc pada pasien anak dengan diare akut. Pemberian

yang direkomendasikan adalah selama 10-14 hari. Dosis yang diberikan pada anak

dibawah 6 bulan adalah 10 mg/hari dan untuk anak diatas 6 bulan sebesar 20

mg/hari.

2.7.4. Pemberian probiotik

Pemberian probiotik masih merupakan sebuah kontroversi. Beberapa

penelitian menunjukkan hasil yang baik dan membantu kesembuhan dari pasien

diare akut. Namun demikian pemberia probiotik belum direkomendasikan secara

resmi oleh WHO. Probiotik yang dapat diberikan adalah mixed lactic acid

bacteria.

2.7.5 Antibiotika dengan indikasi

Indikasi pemberian antibiotika didasarkan pada adanya diagnosa kolera,

disentri, maupun giardiasis. Pada pasien diare karena kolera berumur lebih dari 7

tahun, dapat diberikan antibiotika tetrasiklin sebesar 50 mg/kgBB/hari terbagi

dalam 4 dosis selama 2-3 hari, sedangkan pada semua umur dapat diberikan

trimetoprim (TMP) 8 mg /kgBB/hari ditambah sulfamethoxasole (SMX) 40

mg/kgBB/hari terbagi dalam 2 dosis selama 3 hari.

10

Page 11: Responsi Jejaring

Pada pasien diare anak karena disentri, dapat diberikan trimetoprim (TMP)

10 mg/kgBB/hari. Pada pasien bayi dapat diberikan eritromisin 25 mg/kgBB/hari

terbagi dalam 4 dosis selama 3 hari. Pada pasien diare karena Giardiasis dapat

diberikan metronidazole 30-50 mg/kgBB, dibagi 3 dosis sehari.

2.8 Pencegahan Diare pada Anak

Dilihat dari berbagai faktor risiko yang ada, maka diare akut sebenarnya

dapat dicegah. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko anak

terkena diare adalah pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan, sterilisasi botol

susu jika minum susu formula, penyimpanan makanan secara bersih,

mempergunakan air bersih dan matang untuk minum, membiasakan cuci tangan

sebelum makan atau sesudah memegang sesuatu yang kotor, BAB di jamban,

imunisasi campak, dan makanan seimbang agar status gizi terjaga.

2.9 Prognosis

Apabila diare sudah terdiagnosis dini dan mendapatkan perawatan yang

benar sesuai penyebabnya, serta mendapatkan penanganan dehidrasi yang benar

maka prognosis dari pasien diare adalah baik. Apabila tidak tertangani secara baik

maka diare bisa menyebabkan dehidrasi berat, hipoglikemia, hipokalemia, dan

ileus paralitik. Dan tidak jarang juga diare yang tidak tertangani dengan baik akan

berakibat fatal hingga berakibat kematian.

11

Page 12: Responsi Jejaring

BAB III

TINJAUAN KASUS

I. Identitas

Nama : NMAW

Umur : 1 Tahun 5 Bulan

Tanggal lahir : 18 Juli 2013

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Suku/Agama : Bali/Hindu

Alamat : Br. Praja Mukti, Bona, Gianyar

Tanggal MRS : Minggu, 23 November 2014

II. Heteroanamnesis

1. Keluhan utama : Mencret dan muntah

Riwayat penyakit sekarang:

Pasien datang diantar keluarga pada hari Sabtu, tanggal 22 November

2014 ke UGD RSUD Sanjiwani dengan keluhan BAB mencret dan muntah-

muntah. Mencret dialami sejak hari Jumat. Mencret dikatakan memiliki

frekuensi 2-3 kali sehari dengan volume kira-kira setengah gelas aqua.

Mencret berupa kotoran dan cairan, namun lebih banyak cairan, dengan ampas

berwarna kuning, darah dan lendir dikatakan tidak ada. Mencret disertai

dengan panas mencapai suhu 38ºC. Pasien tampak pucat dan lemas.

Dikatakan sempat berobat ke bidan swasta dan mendapatkan obat mencret,

namun lupa namanya. Saat di UGD, pasien disarankan untuk rawat inap

namun ibu pasien menolak dan meminta cukup dengan rawat jalan saja.

Mencret tersebut disertai dengan keluhan muntah. Muntah terjadi sejak

hari Jumat sebanyak 7 kali dan volumenya kira-kira seperempat gelas aqua

setiap muntah. Muntah menyembur berisi makanan dan cairan. Sempat

dibawa ke bidan swasta dan mendapatkan medikamentosa berupa obat

antimuntah dan obat penurun panas.

Selama mengalami keluhan pasien dikatakan gelisah dan mudah rewel,

namun nafsu makan masih baik dan tidak terdapat penurunan berat badan.

12

Page 13: Responsi Jejaring

2. Riwayat penyakit sebelumnya

Pasien dikatakan belum pernah diare sebelumnya. Riwayat penyakit jantung,

hipertensi, diabetes, dan asma disangkal.

3. Riwayat penyakit dalam keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama. Riwayat

hipertensi, penyakit jantung, astma, dan diabetes di keluarga disangkal.

4. Riwayat pengobatan

- Sempat berobat ke bidan swasta dan mendapatkan medikamentosa berupa

obat mencret, obat penurun panas, dan obat antimuntah.

5. Riwayat nutrisi

- ASI : Pasien diberikan ASI sejak lahir hingga sekarang

- Susu formula : Sejak usia 2 bulan sampai sekarang dengan frekuensi

1-2x/hari di saat ibu pergi bekerja

- Bubur susu : Pasien diberikan bubur susu sejak usia 6 bulan sampai

10 bulan dengan frekuensi 3x/hari

- Bubur nasi : Pasien diberikan bubur nasi sejak usia 12 bulan hingga

sekarang dengan frekuensi 2x/hari

- Makanan dewasa : Pasien belum diberikan makanan dewasa

6. Riwayat Alergi

Pasien tidak memiliki riwayat alergi

7. Riwayat Sosial

Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara

8. Riwayat persalinan

Pasien lahir normal ditolong oleh bidan. Pasien memiliki berat badan lahir

3100 gram, panjang badan 58 cm, lingkar kepala dikatakan lupa. Pasien

lahir cukup bulan dan keadaan saat lahir segera menangis

13

Page 14: Responsi Jejaring

9. Riwayat tumbuh kembang

Menegakan kepala : Tidak ingat

Balik badan : Tidak ingat

Duduk : Tidak ingat

Merangkak : Tidak ingat

Berdiri : Tidak ingat

Berjalan : Tidak ingat

Bicara : Tidak ingat

10. Riwayat imunisasi

BCG 1 kali, Polio 4 kali, Hepatitis B 4 kali, DPT 3 kali, Campak 1 kali

11. Status Antropometri

BB : 10 kg

BBI : 11 kg

TB : 87 cm

LK : 48 cm

LILA : 15 cm

BB/U : < persentil 1

TB/U : > persentil 2

BB/TB : persentil 25-30

Waterlow : 91%

III. Pemeriksaan fisik saat MRS

3.1 Status Present

- KU : Tampak sakit ringan

- Kesadaran : Compos mentis

- Nadi : 128 x/menit reguler isi cukup

- Respirasi : 40 x/menit reguler

- Suhu aksila : 37,6° C

- Skala nyeri : 0/10

14

Page 15: Responsi Jejaring

3.2 Status General

Kepala : Normocephali, ubun-ubun besar datar

Mata : Konjunctiva pucat (-), hiperemis (-), sekret (-), sklera ikterik (-), pupil

isokor (+), refleks cahaya (+)/(+), cowong (-), edema (-)

THT : Telinga : sekret (-)

Hidung : napas cuping hidung (-), sianosis (-), sekret (-)/(-)

Mulut : bibir kemerahan (-)

Tenggorokan : faring hiperemis (-), tonsil hiperemis (-)

Toraks : Simetris (+)/(+), retraksi (-)

Jantung : Inspeksi : precordial bulging (-)

Palpasi : iktus kordis normal

Auskultasi : S1 S2 normal, reguler, murmur (-)

Paru : Inspeksi : gerakan dada simetris, retraksi (-)

Palpasi : vocal fremitus normal

Auskultasi : bronkovesikuler (+)/(+), rales (-)/(-), ronchi (-)/(-),

wheezing (-)/(-).

Abdomen : Inspeksi : distensi (-), massa (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Palpasi : hepar tidak teraba, lien tidak teraba, nyeri tekan (-),

turgor kulit normal, teraba massa (-)

defans muskular (-)

Genitalia : tidak diperiksa

Extremitas : hangat (+) akral dingin (-), edema (-),CRT < 2 detik

IV. Hasil Pemeriksaan Penunjang dari RSUD Sanjiwani, Gianyar

Darah Lengkap (23/11/2014)

Tes Hasil Nilai Rujukan Satuan

WBC 7.5 4.0 – 11.0 10e3/µL

RBC 4.27 L 4.5 – 5.5 10e6/µL

P 4.0 – 5.0 10e6/µL

HGB 9.9 L 13.0 – 18.0 g/dL

15

Page 16: Responsi Jejaring

P 11.5 – 16.5 g/dL

HCT 31.6 L 40.0 – 50.0 %

P 37.0 – 45.0 %

MCV 74.1 82.0-92.0 fl

MCH 23.2 27.0-31.0 pg

MCHC 31.3 32.0-37.0 g/dL

PLT 15 150 – 400 10e3/µL

Hasil Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu (23/11/2014)

BS : 75 (Nilai normal <150 mg/dL)

V. Diagnosis klinis

Diare akut terehidrasi + Gizi cukup

VI. Terapi

a. Bed rest

b. IVFD RL 3 jam I = 30 tpm; Maintenance = 15 tpm

c. Sanmol 4 × 1 cc per oral

d. Zinc syrup 20 mg @ 24 jam per oral

e. Domperidone 3 × cth I per oral

VII. Follow Up

24/11/2014 S : Mencret (+)

Ampas dengan darah

(-) lendir (-), Muntah

(-), Demam (-), Pilek

(-), Ma/Mi (-/+),

BAB/BAK (+/+)

O : Status Present:

HR: 100×/menit RR:

Kebutuhan cairan 1000

mL/hari

Kebutuhan kalori 800

kkal/hari

Kebutuhan protein 10

gram/hari

Planning: -

16

Page 17: Responsi Jejaring

40×/menit Tax: 37ºC

Status General:

Mata: Anemis (-/-)

Ikterus (-/-) Cowong

(-/-) Rp (+/+) isokor

THT: NCH (-) Pemb.

Kelenjar (-)

Thorak: Simetris (+)

Retraksi (-)

Cor: S1S2 tunggal

regular murmur (-)

Pulmo: Bronkoves

(+/+) Rh (-/-) Wh (-/-)

Abdomen: Distensi (-)

BU (+) Meningkat

Turgor kulit normal

Ekstremitas: Hangat

(+) Edema (-) CRT <2

detik

A: Diare Akut

Terehidrasi + Gizi

Monitor : Vital sign, CM-CK,

Produksi urin dan feces

17

Page 18: Responsi Jejaring

25/11/2014

Cukup

P: Bed rest; IVFD RL

3 jam I = 30 tpm;

Maintenance = 15

tpm; Sanmol 4 × 1 cc

per oral; Zinc syrup

20 mg @ 24 jam per

oral

; Domperidone 3 × cth

I per oral

S : Mencret (-) Ampas

dengan darah (-)

lendir (-), Muntah (+),

Demam (-), Pilek (-),

Ma/Mi (+/+),

BAB/BAK (+/+)

O : Status Present:

HR: 110×/menit RR:

40×/menit Tax:

36,8ºC

Status General:

Mata: Anemis (-/-)

Ikterus (-/-) Cowong

(-/-) Rp (+/+) isokor

Kebutuhan cairan 1000

mL/hari

Kebutuhan kalori 800

kkal/hari

Kebutuhan protein 10

gram/hari

Planning: -

Monitor : Vital sign, CM-CK,

Produksi urin dan feces

18

Page 19: Responsi Jejaring

THT: NCH (-) Pemb.

Kelenjar (-)

Thorak: Simetris (+)

Retraksi (-)

Cor: S1S2 tunggal

regular murmur (-)

Pulmo: Bronkoves

(+/+) Rh (-/-) Wh (-/-)

Abdomen: Distensi (-)

BU (+) Normal

Turgor kulit normal

Ekstremitas: Hangat

(+) Edema (-) CRT <2

detik

A: Diare Akut

Terehidrasi + Gizi

Cukup

P: Bed rest; IVFD RL

3 jam I = 30 tpm;

Maintenance = 15

tpm; Sanmol 4 × 1 cc

per oral; Zinc syrup

20 mg @ 24 jam per

oral

; Domperidone 3 × cth

I per oral

19

Page 20: Responsi Jejaring

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Anamnesis

Pasien datang ke RSUD Sanjiwani, Gianyar dengan keluhan BAB mencret

dan muntah sejak dua hari sebelum masuk rumah sakit. Orang tua pasien

mengatakan bahwa mencret terjadi 2-3 kali dalam sehari dengan konsistensi

ampas cair tanpa darah maupun lendir. Hal ini sesuai dengan teori bahwa

diare yaitu ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari

biasanya (>3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair)

dengan/tanpa darah dan/atau lendir. Pasien juga dikeluhkan oleh orang

tuanya mengalami rasa lemas dan pucat saat masuk rumah sakit di RSUD

Sanjiwani, Gianyar . Ini mengarah bahwa telah terjadi dehidrasi pada pasien

ini yang kemungkinan disebabkan oleh terjadinya ketidakseimbangan antara

cairan masuk dan cairan keluar yang mana cairan keluar lebih banyak keluar

daripada cairan masuk. Dari heteroanamnesis, didapatkan informasi bahwa

pasien mengalami diare kurang lebih 2-3 kali dalam sehari, terdapat muntah

dengan frekuensi 7 kali, pasien tampak pucat dan lemas sehingga

mengakibatkan aktivitasnya menurun. Disebutkan diare terjadi kurang dari

14 hari. Hal ini sesuai dengan kriteria derajat dehidrasi diare akut ringan-

sedang berdasarkan kriteria WHO dan masuk dalam kategori diare akut.

4.2 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan tanda vital ditemukan beberapa hal berikut :

KU : tampak sakit ringan

Nadi : 128x/ menit, regular, isi cukup

RR : 40 kali per menit, reguler

Tax : 37,6ºC

Hal ini menunjukan bahwa tanda-tanda vital pasien normal. Berdasarkan

teori, diare sering memiliki gejala dimana pasien dengan kondisi yang

lemas, pucat, irritable, serta adanya penurunan aktivitas. Pada pemeriksaan

20

Page 21: Responsi Jejaring

fisik juga ditemukan adanya bising usus yang meningkat yang sesuai dengan

patofisiologio terjadinya diare akut pada anak.

4.3 Pemeriksaan Penunjang

Berdasarkan pemeriksaan DL saat pertama kali pasien masuk rumah sakit di

RSUD Sanjiwani, Gianyar. Didapatkan kelainan sebagai berikut:

Darah Lengkap (23/11/2014)

Tes Hasil Nilai Rujukan Satuan

WBC 7.5 4.0 – 11.0 10e3/µL

RBC 4.27 L 4.5 – 5.5 10e6/µL

P 4.0 – 5.0 10e6/µL

HGB 9.9 L 13.0 – 18.0 g/dL

P 11.5 – 16.5 g/dL

HCT 31.6 L 40.0 – 50.0 %

P 37.0 – 45.0 %

MCV 74.1 82.0-92.0 fl

MCH 23.2 27.0-31.0 pg

MCHC 31.3 32.0-37.0 g/dL

PLT 15 150 – 400 10e3/µL

Berdasarkan teori, pada pemeriksaan darah lengkap pada penyakit diare

tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan pemeriksaan darah

lengkap kecuali apabila terdapat pendarahan massive pada saat pasien BAB.

4.4 Penatalaksanaan

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,

pasien didiagnosis Diare Akut + Vomiting dengan Dehidrasi derajat Ringan-

Sedang + Gizi Baik. Penatalaksanaan pada pasien ini adalah dengan

memenuhi kebutuhan cairan, kalori, dan protein harian. Kebutuhan cairan

dihitung berdasarkan rumus Holiday-Segarr, dimana pada pasien dengan

berat badan 10 kg dihitung kebutuhannya adalah 10 x 100 = 1000 ml

sehingga total kebutuhan cairan per harinya adalah 1000 ml. Kebutuhan

cairan pasien sebisa mungkin dilakukan per oral, apabila pasien tidak

21

Page 22: Responsi Jejaring

mampu memenuhi kebutuhan cairannya per oral, dapat diberikan secara

intravena.

Kebutuhan protein dan kalori diukur berdasarkan tinggi badan terhadap

umur. Setelah itu dihitung dengan menggunakan rumus Recommended

Daily Allowance didapatkan kebutuhan kalori 800 kkal/hari dan kebutuhan

protein 10 gram/hari.

Pada pasien ini setelah diagnosis ditegakkan dan dalam keadaan kondisi

stabil dapat direncanakan untuk pulang namun sampai saat ini gejala

simptomatis diare akut pada pasien ini masih ada sehingga belum dapat

diperbolehkan pulang.

22

Page 23: Responsi Jejaring

BAB V

SIMPULAN

Diare akut merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak-anak. Diare

merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan balita. Kematian pada

anak yang disebabkan diare masih sangat tinggi, yaitu 42% pada bayi dan

25% pada balita berdasarkan data RISKESDAS 2007. Diare ditandai dengan

bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3 kali/hari) disertai

perubahan konsistensi tinja (menjadi cair) dengan/tanpa darah dan/atau

lendir.

Diare dapat menular melalui transmisi fekal-oral, yang dengan demikian

makanan minuman yang tercemar oleh enteropatogen, kontak langsung

dengan tangan penderita, barang-barang yang tercemar tinja penderita atau

melalui lalat (melalui 4F = finger, flies, fluid, field). Ada banyak faktor

risiko yang memungkinkan terjadinya diare akut pada anak, yaitu tidak

memberikan ASI secara penuh untuk 4 – 6 bulan pertama kehidupan bayi,

tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja,

kurangnya sarana kebersihan (MCK), kebersihan lingkungan dan pribadi

yang buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis dan

cara penyapihan yang tidak baik. Selain hal-hal tersebut, beberapa faktor

pada penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare

antara lain: gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung,

menurunnya motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan

faktor genetik

Secara prinsip, penatalaksanaan terhadap pasien diare akut haruslah

dilakukan secara komprehensif. Dengan demikian tidak hanya memberikan

obat untuk menghilangkan kausa dan meringankan gejala diare tetapi juga

memperbaiki faktor risiko yang ada pada pasien dan lingkungan pasien.

Dengan adanya perbaikan faktor risiko diharapkan kejadian kekambuhan

pada pasien dapat berkurang, kualitas hidup pasien meningkat, dan beban

psikis, mental, maupun ekonomi pada pasien dan keluarga pasien dapat

berkurang.

23

Page 24: Responsi Jejaring

DAFTAR PUSTAKA

1. Kemenkes.2011.Pengendalian diare di Indonesia. Buletin jendela data

& informasi kesehatan.Volume 2.Triwulan 2..

2. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak.2011.Pedoman Pelayanan Medis

Kesehatan Anak. RSUP Sanglah; Denpasar.

3. Soenarto, Sri Suparyati. 2011.Vaksin Rotavirus untuk pencegahan

diare. Buletin jendela data & informasi kesehatan.Volume 2.Triwulan

2.

4. Hegar, Badriul.2011.Jurnal Kedokteran Indonesia Medika. Edisi

No.06.Vol.XXXVII.

5. Supono, Joko. 2008.Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol.2

No.4.

24