refrat ckd

25
BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Pendahuluan Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan irreversible. Proses kerusakan pada ginjal ini terjadi dalam rentang waktu lebih dari 3 bulan (Levin et al., 2008). Penyakit ini merupakan penyakit yang tidak dapat pulih, yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal secara progresif dan mengarah pada penyakit ginjal tahap akhir dan kematian (Levey et al., 2009). PGK merupakan suatu problem kesehatan yang serius pada 2 abad terakhir dan merupakan suatu masalah yang berakibat fatal (USRDS, 2010). Secara global, insidensi PGK pada anak-anak dilaporkan sekitar 12,1 kasus per satu juta anak-anak (Ardissino et al., 2003). Data tersebut jauh lebih rendah dari pada prevalensi pada orang dewasa. PGK telah menyebabkan angka kesakitan yaitu sekitar 5-10 % dari populasi dewasa penduduk Amerika (Coresh et al. 2007) dan 1,9-2,3 juta penduduk Kanada (Stigant et al., 2003). Pada tahun 2000 estimasi kematian yang diakibatkan oleh PGK adalah sekitar 19,5 % dari jumlah kesakitan (Reddan et al., 2003). Studi 1

Upload: melia-tiarani-

Post on 30-Nov-2015

225 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Referat

TRANSCRIPT

Page 1: Refrat CKD

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Pendahuluan

Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang

bersifat persisten dan irreversible. Proses kerusakan pada ginjal ini terjadi dalam

rentang waktu lebih dari 3 bulan (Levin et al., 2008). Penyakit ini merupakan

penyakit yang tidak dapat pulih, yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal

secara progresif dan mengarah pada penyakit ginjal tahap akhir dan kematian

(Levey et al., 2009).

PGK merupakan suatu problem kesehatan yang serius pada 2 abad terakhir

dan merupakan suatu masalah yang berakibat fatal (USRDS, 2010). Secara global,

insidensi PGK pada anak-anak dilaporkan sekitar 12,1 kasus per satu juta anak-

anak (Ardissino et al., 2003). Data tersebut jauh lebih rendah dari pada prevalensi

pada orang dewasa. PGK telah menyebabkan angka kesakitan yaitu sekitar 5-10

% dari populasi dewasa penduduk Amerika (Coresh et al. 2007) dan 1,9-2,3 juta

penduduk Kanada (Stigant et al., 2003). Pada tahun 2000 estimasi kematian yang

diakibatkan oleh PGK adalah sekitar 19,5 % dari jumlah kesakitan (Reddan et al.,

2003). Studi lain pada tahun 1999-2004 menunjukan angka kejadian PGK adalah

sekitar 6,71 % penduduk dunia (Stevens et al., 2011).

Indonesia merupakan negara yang sangat luas. Kejadian PGK di Indonesia

diduga masih sangat tinggi. Namun data nasional mengenai PGK masih belum

ada. Studi mengenai prevalensi PGK di Indonesia pada tahun 2003 dan 2004

mendapatkan hasil bahwa jumlah penduduk Indonesia yang menderita PGK

berjumlah 3640 penduduk. Hasil tersebut menunjukkan bahwa jumlah penderita

PGK tertinggi yaitu di Jawa Tengah, Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Bali

(Prodjosudjadi, 2006). Banyak penderita PGK meninggal lebih awal. Namun,

seringkali penyebab kematian itu tidak terkait langsung dengan masalah ginjal.

Studi yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa hampir setengah dari jumlah

kematian pada penderita PGK diakibatkan oleh PGK yang telah berkomplikasi

1

Page 2: Refrat CKD

pada penyakit arteri koroner (Reddan et al., 2003). Namun, studi lain yang pernah

dilakukan menunjukkan hanya terdapat perbedaan yang sedikit atau tidak berbeda

secara signifikan pada semua penyebab kematian termasuk penyakit

kardiovaskuler dalam pengaturan ringan sampai sedang PGK (Garg et al., 2002).

Komplikasi PGK terjadi dimungkinkan karena penanganan penderita PGK yang

lambat. Studi yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa sekitar 64 % penderita

PGK memiliki resiko kematian yang tinggi karena penanganan yang lambat.

Lebih jelasnya, penanganan penderita PGK secara cepat di Rumah Sakit dapat

memperbaiki keadaan penderita dan mencegah terjadinya komplikasi PGK

(Sprangers et al. 2006). Hal ini juga didukung oleh studi lain yang pernah

dilakukan yang menunjukkan bahwa penggunaan sistem rujukan yang cepat dan

segera melakukan rawat inap pada penderita PGK dapat menurunkan resiko

kematian (Chan et al., 2007). Oleh karena itu, pada tulisan ini akan ditinjau

mengenai PGK dengan tujuan didapatkan pemahaman yang baik mengenai PGK

termasuk penanganan PGK. Sehingga dengan demikian diharapkan dapat

mencegah terjadinya komplikasi PGK termasuk kematian penderita PGK.

2

Page 3: Refrat CKD

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.2. Definisi Penyakit Ginjal Kronik

Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah kondisi dimana terjadi kerusakan

permanen pada ginjal. Ginjal tidak mampu melakukan fungsinya untuk

membuang sampah sisa metabolisme dalam tubuh, mempertahankan

keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa dalam tubuh. PGK dapat

berkembang cepat yaitu dalam kurun waktu 2-3 bulan dan dapat pula berkembang

dalam waktu yang sangat lama yaitu dalam kurun waktu 30-40 tahun (Levin et al.,

2008; Levey et al., 2009).

1.3. Stadium Penyakit Ginjal Kronik

PGK terdiri dari 5 stadium berdasarkan GFR ml/mnt/1,73 m2, yaitu

sebagai berikut:

1. Adanya sedikit kerusakan fungsi ginjal dengan filtrasi yang normal atau

meningkat, GFR >90

2. Adanya kerusakan fungsi ginjal ringan atau insufisiensi renal, GFR= 60 -89

3. Adanya kerusakan fungsi ginjal sedang, GFR= 30 -59

4. Kerusakan ginjal yang parah, GFR= 15 – 29

5. Gagal ginjal atau end stage renal disease (ESRD), GFR <15 (URSD, 2010).

1.4. Etiologi Penyakit Ginjal Kronik

Meskipun PGK dapat disebabkan oleh kelainan atau penyakit dari ginjal

itu sendiri, namun klasifikasi penyakit ginjal kronik dapat dibagi berdasarkan atas

dasar diagnosis etiologi, yaitu:

Penyakit Tipe mayor (contoh)Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2Penyakit ginjal non diabetes Penyakit glomerular

(penyakit autoimun, infeksi sistemik, obat, neoplasia)

Penyakit vaskular

3

Page 4: Refrat CKD

Penyakit pembuluh darah besar, hipertensi mikroangiopati)

Penyakit tubulointerstisial (pielonefritis kronik, batu, ostruksi, keracunan obat)

Penyakit kistik (ginjal polikistik)

Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronikKeracunan obat (siklosproin, takrolismus)Penyakit recurrent (glomerular)Transplant glomerulopathy

Tabel 1.1 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik (Dikutip dari Sudoyo et al., 2006)

1.5. Patogenesis Penyakit Ginjal Kronik

Dasar patogenesis PGK adalah penurunan fungsi ginjal. Hal ini akan

mengakibatkan produk akhir metabolisme protein yang normalnya dieksresikan

ke dalam urin tertimbun dalam darah, terjadi uremia dan menyebabkan efek

sistemik dalam tubuh. Sebagai akibatnya, banyak masalah akan muncul sebagai

akibat dari penurunan fungsi glomerulus. Hal ini akan menyebabkan penurunan

klirens dan substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal (Nitta, 2011).

Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan

pemeriksaan klirens kreatinin. Menurunnya filtrasi glomerulus diakibatkan tidak

berfungsinya glomerulus. Hal ini akan mengakibatkan penurunan klirens kreatinin

dan peningkatan kadar kreatinin serum. Kreatinin serum merupakan indikator

yang paling sensitif dari fungsi renal karena substansi ini diproduksi secara

konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal tetapi

dipengaruhi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme jaringan, dan

medikasi seperti steroid. Retensi cairan dan natrium terjadi akibat ginjal tidak

mampu untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal. Pada

penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal terhadap perubahan masukan cairan dan

elektrolit tidak terjadi. Hal ini akan meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal

jantung kongestif dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivitas

aksis renin angiotensin dan kerjasama keduanya serta peningkatan eksresi

aldosteron. Pasien dengan PGK memiliki kecenderungan untuk kehilangan garam,

mencetuskan risiko hipertensi dan hipovolemi, episode muntah dan diare. Hal ini

4

Page 5: Refrat CKD

akan menyebabkan penipisan jumlah air dan natrium yang semakin memperburuk

status uremik (Nitta, 2011).

Asidosis metabolik merupakan akibat dari penurunan fungsi ginjal. Hal ini

karena ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+)

yang belebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus

ginjal untuk mensekresikan amonia dan mengabsorbsi natrium bikarbonat.

Penurunan sekresi fosfat dan asam organik lain juga terjadi. Amonia terjadi

sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia

sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecendrungan untuk mengalami perdarahan

akibat status anemia pasien, terutama dari saluran gastrointestinal, eritropoetin

menurun dan anemia berat terjadi distensi, keletihan, angina, dan sesak nafas. Hal

ini akan mengakibatkan ketidakseimbangan kalsium dan fosfat. Abnormalitas

utama yang lain pada PGK adalah gangguan metabolisme kalsium dan posfat.

Kadar kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan timbal balik. Jika salah

satunya meningkat maka yang lainnya akan menurun. Dengan menurunnya filtrasi

glomerulus ginjal terdapat peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya

penurunan kadar serum kalsium akan mengakibatkan sekresi parat hormon dari

kelenjar paratiroid. Namun demikian pada gagal ginjal, tubuh tidak berespon

secara normal terhadap peningkatan sekresi parat hormon. Sebagai akibatnya

kalsium di tulang menurun dan menyebabkan perubahan pada tulang (penyakit

tulang uremik atau osteo distropi renal). Proses perubahan pada tulang yang

direlasikan pada keseimbangan fosfat dapat dilihat pada gambar 1.1. Selain itu

metabolik aktif vitamin D (1,25dihidrokolekalsitriol) pada ginjal menurun seiring

dengan berkembangnya gagal ginjal (Nitta, 2011).

5

Page 6: Refrat CKD

Gambar 1.1. Proses regulasi keseimbangan fosfat pada PGK. Adanya suatu hubungan yang erat antara absorbsi kalsium dan PO4. Penurunan absorbsi kalsium dan hipokalsemia merangsang sekresi hormon paratiroid. Absorbsi PO4 disimpan dalam tulang melalui pembentukan tulang atau diekskresikan oleh ginjal. Adanya peran dari osteosit dalam pembentukan tulang, dan ketika PO4 melebihi jumlah yang diperlukan dalam pembentukan tulang, maka akan dikeluarkan FGF23 yang akan menstimulasi ginjal untuk mengekskresikan kelebihan PO4. Pada PGK, ekskresi PO4 pada ginjal gagal untuk menjaga keseimbangan PO4, meskipun adanya stimulasi dari PTH dan FGF23 untuk mengekskresikan PO4 (panah kuning). Hal ini mengakibatkan peningkatan PO4 dalam serum. Ini adalah proses mineralisasi heterotopik (panah merah dan kalsifikasi vaskular sebagai bentuk mineralisasi heterotopik) (Hruska et al., 2009).

Selain itu, terdapat hubungan yang erat antara sindrom metabolik dengan

kejadian PGK . Studi yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa kejadian PGK

lebih besar pada sindrom metabolik dibandingkan dengan diabetes mellitus

(Kurella et al., 2005). Mikroalbuminuria merupakan manifestasi awal pada

sindroma metabolik yang dikaitkan dengan PGK. Selanjutnya mikroalbuminuria

ini akan menyebabkan hiperfiltrasi glomerulus. Sindroma metabolik sering

dikaitkan dengan peningkatan aktivitas renin plasma, angiotensin converting

enzyme, angiotensin II, dan angiotensinogen. Keadaan ini bersama dengan

hiperinsulinemia pada resistensi insulin merupakan aktivator terhadap faktor β1.

Faktor β1 merupakan sitokin fibrogenik yang berperan dalam proses injuri

glomerulus. Hiperinsulinemia pada resistensi insulin dimediasi oleh TNF-α

6

Page 7: Refrat CKD

(Dandona et al., 2005). Selain itu, pada sindroma metabolik juga terjadi

peningkatan jaringan adipose dan penurunan adinopektin. Jaringan adipose akan

mensekresi sitokin yang berlebihan yaitu adipokin seperti TNF-α, IL-6, dan

resistin dimana sitokin ini akan meningkatkan terjadinya inflamasi. Adinopektin

merupakan agen protektif pada kardiorenal (Kershaw dan Klier, 2004). Penurunan

adinopektin mengindikasikan terjadinya kerusakan kardiorenal dikarenakan

disfungsi vaskuler. Lebih jelasnya, proses kerusakan kardiorenal pada PGK dapat

dilihat pada gambar 1.2. Sementara peningkatan aktivitas sistem renin

angiotensisn aldosteron akan meningkatkan volume ekstraseluler. Hal ini

mengindikasikan terjadinya edema. Peningkatan sistem renin angiotensin

aldosteron diduga karena perubahan hemodinamik (aliran darah renal), stimulus

simpatetik (hiperleptinemia dan hiperinsulinemia), dan sintesis protein pada

sistem renin angiotensin aldosteron oleh jaringan lemak (Engeli et al., 2003).

Gambar 1.2. Patogenesis Chronic kidney disease dan komplikasinya terhadap sistem kardiovaskuler. Pada PGK stage 1 dan 2 terdapat hubungan yang erat antara merokok, obesitas, hipertensi, dislipidemia, homocysteinemia, inflamasi kronik dengan faktor resiko, nefropati primer, dan diabetes mellitus. Hal ini dapat menyebabkan suatu inflamasi kronik pada sistem kardiovaskuler. PGK yang memburuk dimana telah terjadi kerusakan glumerulus atau jaringan interstisial

7

Page 8: Refrat CKD

disebut dengan PGK stage 3-4. Pada keadaan ini akan terjadi anemia, toksin uremik, abnormalitas dari kalsium dan fosfat, dan overload natrium dan air. Hal ini juga dapat menyebabkan inflamasi kronik pada sistem kardiovaskuler. Pada PGK stage 5 terjadi sklerosis dan fibrosis pada glomerulus. Hal ini dapat meningkatkan terjadinya inflamasi kronik pada sistem kardiovaskuler dan stimulasi monosit. Hal ini akan meningkatkan resistensi insulin, metabolisme otot, dan adipositokin. Selain itu, stimulasi monosit juga akan menyebabkan reaktan fase akut, menurunkan appetite, remodeling tulang, dan disfungsi endotel (Dikutip dari Nitta, 2011).

Selain itu, hipertensi juga merupakan faktor yang sangat penting dalam

terjadinya PGK. Hipertensi memalui angiotensin II akan menyebabkan

peningkatan tekanan glomerulus, proteinuria, dan menginduksi sitokin inflamasi

intrarenal. Hal ini akan meningkatkan terjadinya kerusakan pada ginjal (Nitta,

2011; Ruster dan Wolf, 2006).

1.6. Tanda dan Gejala Penyakit Ginjal Kronik

Ginjal mempunyai kemampuan untuk mengkompensasi terhadap

kerusakan fungsi yang ringan. Oleh karena itu, PGK dapat berkembang tanpa

gejala dalam waktu yang lama sampai fungsi ginjal yang normal hanya tinggal

beberapa persen (sangat minim). Ada beberapa gejala yang umum ditemukan pada

pasien dengan PGK yaitu:

1. Fatigue dan lemah (akibat anemia dan akumulasi dari produk sisa metabolisme)

2. Loss of appetite, nausea, dan vomiting

3. Edema

4. Gatal, mear, dan kulit pucat

5. Sakit kepala, peripheral neurophaty, gangguan tidur, dan gangguan status

mental (encephalopaty karena uremia)

6. hipertensi

7. Edema pulmonal sehingga timbul sesak nafas

8. Nyeri sendi, tulang, dan fraktur

9. Disfungsi seksual (URSD, 2010).

1.7. Pemeriksaan Penunjang Chronic Kidney Disease

8

Page 9: Refrat CKD

Pada PGK stadium awal biasanya tanpa gejala, sehingga hanya

pemerikasaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium yang dapat mendeteksi

adanya masalah tersebut. Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan

untuk mengetahui perkembangan PGK adalah sebagai berikut:

1. Urine test: protein urin, sel darah merah, easts dan kristal, dan CCT

2. Blood test: kreatinin, ureum, BUN, elektrolit (K, P, Ca), asam basa, dan Hb

3. Ultrasound: untuk mengetahui adanya pembesaran ginjal, kristal, batu ginjal,

dan mengkaji aliran urin dalam ginjal

4. Biopsi (Johnson, 2011).

1.8. Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronik

Penatalaksanaan pada PGK bersifat konservatif. Penatalaksanaan ini lebih

bermanfaat bila penurunan fungsi ginjal masih ringan. Pengobatan konservatif ini

terdiri dari 4 strategi, yaitu:

1. Memperlambat laju penurunan fungsi ginjal

a. Pengobatan hipertensi. Target penurunan tekanan darah yang dianjurkan

adalah kurang dari 130/80 mmHg.

b. Pembatasan asupan protein, bertujuan untuk mengurangi hiperfiltrasi

glomerulus dengan demikian diharapkan progresifitas akan diperlambat.

c. Retriksi fosfor dengan tujuan untuk mencegah hiperparatirodisme sekunder.

d. Mengurangi proteinuria. Terdapat korelasi antara proteinuria dan penurunan

fungsi ginjal terutama pada glomerulonefritis kronik dan diabetes. Dalam

hal ini ACE inhibitor biasanya digunakan. Jika terdapat intolensi terhadap

ACE inhibitor maka dapat digunakan angiotensin receptor blocker.

e. Mengendalikan hiperlipidemia. Telah terbukti bahwa hiperlipidemia yang

tidak terkendali dapat mempercepat progresifitas gagal ginjal. Pengobatan

meliputi diet dan olahraga. Pada peningkatan yang berlebihan diberikan

obat-obat penurun lemak darah. Pedoman dari Asosiasi Diabetes Kanada

menyarankan hemoglobin A1c < 7,0% dan fasting plasma glucose 4–7

mmol/L.

2. Mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut

a. Pencegahan kekurangan cairan

9

Page 10: Refrat CKD

Dehidrasi dan kehilangan elektrolit dapat menyebabkan gangguan

prarenal yang masih dapat diperbaiki. Oleh sebab itu perlu ditanyakan

mengenai keseimbangnan cairan (muntah, keringat, diare, asupan cairan

sehari- hari), penggunaan obat (diuretik, manitol, fenasetin), dan penyakit

lain (DM, kelainan gastrointestinal, dan ginjal polikistik)

b. Sepsis

Sepsis dapat disebabkan berbagai macam infeksi, terutama infeksi saluran

kemih. Penatalaksanaan ditujukan untuk mengkoreksi kelainan urologi

dan antibiotik yg telah terpilih untuk mengobati infeksi.

c. Hipertensi yang tidak terkendali

Tekanan darah umumnya meningkat sesuai dengan perburukan fungsi

ginjal. Kenaikan tekanan darah ini akan menurunkan fungsi ginjal. Akan

tetapi penurunan tekanan darah yang berlebihan juga akan menyebabkan

perfusi ginjal menurun. Obat yang dapat diberikan adalah furosemid, beta

blocker, vasodilator, kalsium antagonis dan alfa blocker. Golongan tiazid

kurang bermanfaat. Spironolakton tidak dapat digunakan karena

meningkatkan kalium.

d. Obat-obat nefrotoksik

Obat-obat aminoglikosida, OAINS, kontras radiologi, dan obat-obat yang

dapat menyebabkan nefritis interstitialis harus dihindari.

e. Kehamilan

Kehamilan dapat memperburuk fungsi ginjal, hipertensi meningkatkan

terjadinya eklamsia dan menyebabkan retardasi pertumbuhan intrauterine.

3. Pengelolaan uremia dan komplikasinya

a. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

Pasien dengan PGKsering mengalami peningkatan jumlah cairan

ekstrasel karenan retensi cairan dan natrium. Peningkatan cairan

intravaskular menyebabkan hipertensi, sementara ekspansi cairan ke

interstitial menyebabkan edema. Hiponatremia sering juga dijumpai.

Penatalaksanaan yang tepat meliputi retriksi asupan cairan dan natrium,

dan pemberian terapi diuretik. Asupan cairan dibatasi < 1 liter/hari, pada

keadaan berat < 500ml/hari. Natrium diberikan <2-4 gr/hari, tergantung

10

Page 11: Refrat CKD

dari beratnya edema. Jenis diuretik yang menjadi pilihan adalah

furosemid karena efek furosemid tergantung dari sekresi aktifnya di

tubulus proksimal. Pasien dengan PGK umumnya membutuhkan dosis

yang tinggi (300-500 mg), namun hati-hati terhadap efek sampinya.

Apabila tindakan ini tidak membantu harus dilakukan dialisis.

b. Asidosis metabolik

Penurunan kemampuan sekresi acid load pada PGK menyebabkan

terjadinya asidosis metabolik. Hal ini umumnya bila GFR < 25 ml/mnt.

Diet rendah protein 0.6 gr/hr dapat membantu mengurangi asidosis. Bila

bikarbonat turun sampai < 15-17 mEq/L harus diberikan subtitusi alkali.

c. Hiperkalemia

Hiperkalemia dapat menyebabkan aritmia kordis yang fatal. Untuk

mengatasi ini, dapat diberikan: kalsium glukonas 10% 10 ml dalam 10

menit IV, bikarbonas natrikus 50-150 IV dalam 15-30 menit, insulin dan

glukosa 6U, insulin dan glukosa 50g dalam waktu 1 jam, kayexalate

(resin pengikat kalium) 25-50 gr oral atau rektal. Bila hiperkalemia tidak

dapat diatasi, maka sudah merupakan indikasi untuk dialisis

d. Diet rendah protein

Diet rendah protein dianggap akan mengurangi akumulasi hasil akhir

metabolisme protein yaitu ureum dan toksik uremik lainya. Selain itu,

telah terbukti bahwa diet tinggi protein akan mempercepat timbulnya

glomerulosklerosis sebagai akibat meningkatnya beban kerja glomerulus

dan fibrosis interstitial. Kebutuhan kalori harus dipenuhi supaya tidak

terjadi pemecahan protein dan merangsang pengeluaran insulin. Kalori

yang diberikan adalah sekitar 35 kal/kgBB, protein 0,6gr/ kgBB/ hari

dengan nilai biologis tinggi (40% asam amino esensial).

e. Anemia

Penyebab utama anemia pada PGK adalah terjadinya defisiensi

eritropoeitin. Penyebab lainya adalah perdarahan gastrointestinal, umur

eritrosit yang pendek, serta adanya faktor yang menghambat eritropoiesis

(toksin uremia), malnutrisi dan defisiensi besi. Transfusi darah hanya

diberikan bila perlu dan apabila trasnfusi tersebut dapat memperbaiki

11

Page 12: Refrat CKD

keadaan klinis secara nyata.Terapi terbaik apabila Hb <8 g% adalah

pemberian eritropoietin, tetapi pengobatan ini masih terbatas karena

mahal. Target pemberian eritropoietin adalah Hb > 11 g%. Jika tidak

diberikan eritropoietin maka bisa diberikan terapi iron.

f. Kalsium dan fosfor

Terdapat 3 mekanisme yang saling berhubungan yaitu hipokalsemia

dengan hipoparatiroid sekunder, retensi fosfor oleh ginjal, dan gangguan

pembentukan 1,25 dihidroksikalsiferol metabolit aktif vitamin D. Pada

keadaan ini dengan GFR < 30 mL/mnt diperlukan pemberian fosfor

seperti kalsium bikarbonat atau kalsium asetat yang diberikan pada saat

makan. Pemberian vitamin D juga perlu diberikan untuk meningkatkan

absorbsi kalsium di usus. Diet rendah fosfat dilakukan untuk menjaga

hiperfosfatemia. Jika diet rendah fosfat gagal, dapat diberikan calcium-

containing phosphate binders. Namun jika terdapat hiperkalemia maka

dosis calcium-containing phosphate binders atau vitamin D harus

dikurangi. Hipokalsemia harus dikoreksi jika pasien menunjukkan gejala

atau tanda peningkatan level parat hormon.

g. Hiperurisemia

Alopurinol sebaiknya diberikan 100-300 mg, apabila kadar asam urat >

10 mg/dl atau apabila terdapat riwayat gout.

4. Inisiasi dialisis

Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah memerlukan

dialisi tetap atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya GFR sekitar 5-10 ml/mnt.

Dialisis juga diiperlukan bila:

a. Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan

b. Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan

c. Overload cairan (edema paru)

d. Ensefalopati uremik dan penurunan kesadaran

e. Efusi perikardial

f. Sindrom uremia (mual,muntah, anoreksia, dan neuropati) yang memburuk

(Levin et al., 2008).

12

Page 13: Refrat CKD

1.9. Prognosis Penyakit Ginjal Kronik

Prognosis pasien dengan PGK menurut data epidemiologi menunjukkan

bahwa PGK sering menyebabkan kematian. Tingkat kematian secara keseluruhan

meningkat oleh karena penurunan fungsi ginjal. Penyebab utama kematian pada

pasien dengan PGK adalah penyakit jantung. Hal ini lebih sering karena

perkembangan PGK ke tahap 5 (Perazella dan khan, 2006).

Sementara terapi transplantasi ginjal dapat mempertahankan kondisi

pasien dan memperpanjang kehidupan dan kualitas hidup. Transplantasi ginjal

dapat meningkatkan kelangsungan hidup pasien dengan PGK stadium 5 secara

signifikan bila dibandingkan dengan terapi pilihan lain. Namun, hal ini dapat

meningkatkan mortalitas jangka pendek. Hal ini lebih sering terjadi akibat

komplikasi dari operasi transplantasi ginjal tersebut (Giri, 2004). Pilihan terapi

lain seperti home hemodialysis menunjukkan peningkatan kehidupan dan kualitas

hidup dibandingkan dengan hemodialisis secara konvensional (3 kali dalam

seminggu) dan peritoneal dialysis (Pierratos et al., 2005).

13

Page 14: Refrat CKD

DAFTAR PUSTAKA

Ardissino, G., Dacco, V., Testa, S., Bonaudo, R., Claris-Appiani, A., Taioli, E., Marra, G., Edefonti, A., dan Sereni, F. 2003. Epidemiology of chronic renal failure in children: data from the ItalKid project. Pediatrics. 111(4 Pt 1): e382-7.

Chan, M.R., Dall, A.T., Fletcher, K.E., Lu, N., dan Trivedi, H. 2007. Outcomes in patients with chronic kidney disease referred late to nephrologists: a meta-analysis. Am J Med. 120(12):1063-70.

Coresh J, Selvin E, Stevens LA, Manzi J, Kusek JW, Eggers P, Van Lente F, Levey AS. 2007. Prevalence of chronic kidney disease in the United States. JAMA. 298: 2038-2047.

Dandona, P., Aljada, A., Chaudhuri, A., Mohanty, P., dan Garg, R. 2005. Metabolic syndrome: a comprehensive perspective based on interactions between obesity, diabetes, and inflammation. Circulation, 111(11): 1448-1454.

Engeli, S., Schling, P., Gorzelniak, K. 2003. The adipose-tissue renin-angiotensin-aldosterone system: role in the metabolic syndrome? Int J Biochem Cell Biol.35(6):807-825.

14

Page 15: Refrat CKD

Garg AX, Clark WF, Haynes B, House AA. 2002. Moderate renal insufficiency and the risk of cardiovascular mortality: Results from the NHANES I. Kidney Int. 61: 1486-1494.

Giri, M. 2004. Choice of renal replacement therapy in patients with diabetic end stage renal disease. Edtna Erca J. 30 (3): 138-42.

Johnson, D. 2011. Chapter 4: CKD Screening and Management: Overview. In Daugirdas, J. Handbook of Chronic Kidney Disease Management. Lippincott Williams and Wilkins. pp. 32-43.

Kershaw, E.E. dan Flier, J.S. 2004. Adipose tissue as an endocrine organ. J Clin Endocrinol Metabolism. 89(6): 2548-2556.

Kurella, M., Lo, J.C., dan Chertow, G.M. 2005. The metabolic syndrome and the risk for chronic kidney disease among nondiabetic adults. J Am Soc Nephrol. 16: 2134-2140.

Levey, A.S., Stevens, L.A., Schmid, C.H., Zhang,Y. Castro, A.F., Feldman, H.I., Kusek, J.W., Eggers, P., Lente, F.V., Greene, T., dan Coresh, J. 2009. A New Equation to Estimate Glomerular Filtration Rate. Ann Intern Med. 150(9): 604-612.

Levin, A., Hemmelgarn, B., Culleton, B., Tobe, S., McFarlane, P., Ruzicka, M., Burns, K., Manns, B, White, C, Madore, F., Moist, L., Klarenbach, S., Barrett, B, Foley, R, Jindal, K., Senior, P., Pannu, N., Shurraw, S, Akbari, A., Cohn, A., Reslerova, M., Deved, V., Mendelssohn, D., Nesrallah, G., Kappel, J., Tonelli, M., dan Canadian Society of Nephrology. 2008. Guidelines for the management of chronic kidney disease. CMAJ. 179(11): 1154-1162.

Nitta, K. 2011. Review Article: Possible Link betweenMetabolic Syndrome and Chronic Kidney Disease in the Development of Cardiovascular Disease. Cardiol Res Pract. 10: 1-7.

Perazella, M.A. dan Khan, S. 2006. Increased mortality in chronic kidney disease: a call to action. Am. J. Med. Sci. 331 (3): 150-3.

Pierratos, A., McFarlane, P., dan Chan, C.T. 2005. Quotidian dialysis--update 2005. Curr. Opin. Nephrol. Hypertens. 14 (2): 119-24.

Prodjosudjadi, W. 2006. Incidence, prevalence, treatment and cost of end-stage renal disease In Indonesia. Ethnic Dis. 16: S214-S216.

Reddan, D.N., Szczech, L.A., Tuttle, R.H., Shaw, L.K., Jones, R.H., Schwab, S.J., Smith, M.S., Califf, R.M., Mark, D.B.,dan Owen Jr, W.F. 2003. Chronic Kidney Disease, Mortality, and Treatment Strategies among Patients with

15

Page 16: Refrat CKD

Clinically Significant Coronary Artery Disease. J Am Soc Nephrol. 14:2373-2380.

Ruster, C. dan Wolf, G. 2006. Renin-angiotensin-aldosterone system and progression of renal disease. J Americ Soc Nephrol. 17(11): 2985-2991.

Sprangers, B., Evenepoel, P., dan Vanrenterghem, Y. 2006. Late Referral of Patients With Chronic Kidney Disease: No Time to Waste. Mayo Clin Proc. 81(11):1487-1494.

Stevens, L.A., Viswanathan, G., dan Weiner, D.E. 2011. CKD and ESRD in the Elderly: Current Prevalence, Future Projections, and Clinical Significance. Adv Chronic Kidney Dis . 17 (4) : 293-301.

Stigant C, Stevens L, Levin A. Nephrology. 2003. Strategies for the care of adults with chronic kidney disease. CMAJ. 168:1553-60.

Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV, Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

US Renal Data System (USRDS). 2010. Annual Data Report: Atlas of Chronic Kidney Disease and End-Stage Renal Disease in the United States. Bethesda, Md: National Institutes of Health, National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases. Hyperlink Available at: http://www.usrds.org/adr.htm.

16