referat tuli konduksi.doc

18
PENDAHULUAN Indera pendengaran merupakan indera yang sangat penting bagi kehidupan. Pentingnya kesehatan indera pendengaran sebagai salah satu faktor yang mempunyai peranan dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia. Selain itu juga dapat mempengaruhi kemampuan pemikiran dan ketrampilan seseorang. Sehingga apabila terjadi ketulian maka akan terjadi penurunan dari kualitas hidup seseorang. Berdasarkan survei “Multi Center Study” di Asia Tenggara, indonesia termasuk 4 negara dengan prevalensi ketulian yg cukup tinggi, yaitu 4,6%, sedangkan 3 negara lainnya yakni Sri Lanka (8,8%), Myanmar (8,4%), dan india (6,3%). Walaupun bukan yang tertinggi, tetapi prevalensi 4,6% tergolong cukup tinggi sehingga dapat menimbulkan masalah sosial di tengah masyarakat (Anonymous.2004). Secara garis besar ketulian dibagi menjadi dua. Ketulian dibidang konduksi atau disebut tuli konduksi dimana kelainan terletak antara meatus akustikus eksterna sampai dengana tulang pendengaran stapes. Tuli 1

Upload: chictopia-sweet

Post on 23-Oct-2015

231 views

Category:

Documents


39 download

TRANSCRIPT

PENDAHULUAN

Indera pendengaran merupakan indera yang sangat penting bagi

kehidupan. Pentingnya kesehatan indera pendengaran sebagai salah satu faktor

yang mempunyai peranan dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia.

Selain itu juga dapat mempengaruhi kemampuan pemikiran dan ketrampilan

seseorang. Sehingga apabila terjadi ketulian maka akan terjadi penurunan dari

kualitas hidup seseorang.

Berdasarkan survei “Multi Center Study” di Asia Tenggara, indonesia

termasuk 4 negara dengan prevalensi ketulian yg cukup tinggi, yaitu 4,6%,

sedangkan 3 negara lainnya yakni Sri Lanka (8,8%), Myanmar (8,4%), dan india

(6,3%). Walaupun bukan yang tertinggi, tetapi prevalensi 4,6% tergolong cukup

tinggi sehingga dapat menimbulkan masalah sosial di tengah masyarakat

(Anonymous.2004).

Secara garis besar ketulian dibagi menjadi dua. Ketulian dibidang

konduksi atau disebut tuli konduksi dimana kelainan terletak antara meatus

akustikus eksterna sampai dengana tulang pendengaran stapes. Tuli di bidang

konduksi ini biasanya dapat ditolong dengan memuaskan, baik dengan

pengobatan atau dengan suatu tindakan misalnya pembedahan. Tuli yang lain

yaitu tuli persepsi (sensori neural hearing-loss) dimana letak kelainan mulai dari

organ korti di koklea sampai dengan pusat pendengaran di otak. Tuli persepsi ini

biasanya sulit dalam pengobatannya. Dari 2 jenis ketulian tersebut tuli konduksi

merupakan masalah kesehatan yang sering ditemukan dalam masyarakat

(Mansjoer A.2001)

1

Dari uraian diatas didapatkan suatu masalah yaitu bagaimanakah

mengenali karakteristik dari tuli konduksi yang meliputi definisi, etiologi,

patofisiologi, gejala dan tanda, diagnosis, terapi, dan prognosisnya. Karena

dengan pemahaman yang baik mengenai tuli konduksi maka penanganan terhadap

tuli konduksi lebih mudah dilakukan daripada penanganan tuli persepsi.

Diharapkan dari pembuatan referat ini dapat menambah ilmu THT

terutama tentang pengetahuan dan pemahaman Tuli konduksi bagi saya sendiri

dan para pembaca, dan diharapkan nantinya dapat diterapkan di lapangan ketika

memasukki dunia praktek kedokteran. Selain itu referat ini digunakan sebagai

syarat kepaniteraan klinik di Poli THT RSD Jombang.

2

PEMBAHASAN

Definisi

Tuli konduksi adalah gangguan hantaran suara yang disebabkan oleh

kelainan atau penyakit di telinga luar dan telinga tengah (Soetirto dkk, 2001)

Anatomi dan Fisiologi

Anatomi telinga

Telinga terletak di dalam tulang temporal. Secara anatomis telinga dibagi

menjadi 3 bagian yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Telinga luar

meliputi daun telinga sampai membran timpani, yang menjadi pembatas antara

dunia luar dengan rongga telinga tengah. Pada telinga tengah terdapat tuba

eustachius yang menghubungkan telinga tengah dengan nasofaring di rongga

mulut.

Fungsi tuba eustachius adalah sebagai ventilasi agar tekanan di rongga

telinga sama dengan tekanan udara luar, tuba ini juga merupakan penghalang

masuknya kuman dari nasofaring ke telinga tengah. Secara normal tuba dalam

keadaan tertutup. Tuba ini baru terbuka ketika mengunyah, menelan atau

menguap.

Di telinga tengah juga terdapat tiga tulang pendengaran yang saling

bersambungan dan menghubungkan gendang telinga dan koklea di telinga dalam.

Koklea merupakan tujuan akhir getaran suara sebelum diteruskan melalui yaraf

pendengaran dan keseimbangan ke otak (Patrick J. 2002).

3

Gambar 2.1

Sumber: http://www.nlm.nih.gov.

Fisiologi pendengaran

Gelombang suara diterima oleh daun telinga dan melaui liang telinga

diteruskan ke gendang telinga. Pars tensa akan bergetar karena gelombang suara

tersebut yang kemudian akan diteruskan melalui maleus dan inkus ke stapes. Kaki

stapes yang berartikulasi dengan foramen ovale yang mana di bawah foramen

ovale tersebut terletak utrikulus dan sakulus yang dikelilingi oleh perilimf.

Gerakan kaki stapes akan menyebabkan gelombang yang menggerakkan

endolimf. Gerakan ini akan merrangsang sel rambut koklea dan dari sel-sel ini

rangsangan berjalan melalui serabut syaraf , dari syaraf akustikus ke korteks

pendengaran pada girus temporalis superior di kedua sisi otak (Boies.1997).

Etiologi

Penyebab dari tuli konduksi, misalnya Penyakit telinga luar, terdiri dari

Atresia liang telinga, Sumbatan oleh serumen, Otitis eksterna sirkumskripta

Dan Osteoma liang telinga Sedangkan pada Penyakit telinga tengah, terdiri dari

Sumbatan tuba eustachius, Otitis media, Otosklerosis, Timpanosklerosis,

Hemotimpanum, Dislokasi tulang pendengaran (Mansjoer A.2001).

4

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Maharjan dkk tahun 2009 di

Teaching Hospital, Sinamangal, Nepal dengan penelitian yang berjudul

“Observation of hearing loss in patients with chronic suppurative otitis media

tubotympanic type” didapatkan hasil, bahwa terdapat hubungan yang signifikant

antara otitis media supuratif dengan terjadinya tuli konduksi, ini terlihat dari hasil

penelitian, bahwa sebanyak 119 telinga dari 100 pasien mengalami perforasi

membran tympani, dengan 72 telinga yang mengalami perforasi MT yang luas

yang terbagi pada 4 quadran menunjukkan tuli konduksi berat, 45 telinga

mengalami tuli konduksi sedang, 22 telinga mengalami tuli konduksi sedang

ringan, dan 2 telinga mengalami tuli konduksi ringan. Sedangkan pada pasien

dengan perforai kecil pada 1 quadran menujukkan sedikit penurunan pendengaran.

Dari penelitian ini pula di dapatkan hasil bahwa perforasi dibagian

posterior yang paling banyak menyebabkan tuli konduksi. Hal tersebut

menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara luasnya perforasi MT dengan

terjadinya tuli konduksi.

Gambar 2.2

Sumber http://www.medicastore.com

5

Penelitian lain yang dilakukan oleh C. Yuniardi 2007 pada peneliannya

yang berjudul “Pengaruh serumen obsturan terhadap gangguan pendengaran”

(studi kasus pada siswa kelas v sd di kota semarang), ditemukan siswa dengan

serumen obsturan pada telinganya sebanyak 104 (21,4%) siswa, siswa dengan

gangguan pendengaran sebanyak 30 (6,2%). Sebanyak 30 siswa yang mengalami

gangguan pendengaran 26(5,3%) siswa diantaranya dengan conductive hearing

loss (CHL) ringan, dan 4(4,7%) siswa dengan CHL sedang (Yuniardi C.2010).

Patofisiologi

Tuli konduksi terjadi bila ada sesuatu bendungan yang menghalangi

proses hantaran gelombang suara, bendungan ini bisa bermacam-macam seperti

serumen, infeksi, kerusakan membran timpani maupun kerusakan tulang

pendengaran (Soepardi.2001).

Gejala dan Tanda

Gejala yang utama adalah adanya penurunan pendengaran dimana

Penurunan pendengaran tersebut dapat disertai dengan gejala-gejala lain sesuai

dengan penyebab tuli konduksi itu sendiri seperti rasa gatal, nyeri, buntu, tinitus,

othorea, dll.

Dari pemeriksaan didapatkan tanda-tanda adanya kelainan pada telinga

luar dan tengah seperti serumen pada MAE, furunkel, atresia liang

telinga,perforasi membran timpani dll (Antonelli.2003).

Diagnosis

Diagnosis Tuli konduksi dapat ditegakkan melalui, Anamnesa,

pemeriksaan fisik, tes suara bisik, tes pendengaran dengan garputala, tes

pendengaran dengan audiometri.

6

Caranya ialah dengan membisikkan kata-kata yang dikenal penderita

dimana kata-kata itu mengandung huruf lunak dan huruf desis. Lalu diukur berapa

meter jarak penderita dengan pembisiknya sewaktu penderita dapat mengulangi

kata-kata yang dibisikan dengan benar.

Pada orang normal dapat mendengar 80% dari kata-kata yang dibisikkan

pada jarak 6 s/d 10 meter. Apabila kurang dari 5 - 6 meter berarti ada kekurangan

pendengaran. Apabila penderita tak dapat mendengarkan kata-kata dengan huruf

lunak, berarti tuli konduksi. Sebaliknya bila tak dapat mendengar kata-kata

dengan huruf desis berarti tuli persepsi (Patrick J.2002).

Tes Pendengaran kualitatif dengan garpu tala. Salah satunya adalah Tes

Rinne untuk membandingkan hantaran melalui dan hantaran melaui tulang pada

telinga yang diperiksa. Caranya yaitu penala digetarkan, tangkainya diletakkan di

prosesus mastoid, setelah tidak terdengar penala dipegang di depan telinga kira-

kira 2 ½ cm. Bila masih terdengar disebut rinne positif, bila tidak terdengar

disebut rinne negatif. Hasil tes Rinne pada penderita tuli konduksi adalah Negatif .

Ada juga Tes Weber untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri

dengan telinga kanan. Caranya adalah Penala digetarkan dan tangkai penala

diletakkan di garis tengah kepala, apabila bunyi penala lebih terdengar keras pada

salah satu telinga disebut lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat

dibedakan ke arah telinga mana bunyi terdengar lebih keras disebut tidak ada

lateralisasi. Hasil tes Weber pada penderita tuli konduksi adalah lateralisasi ke

telinga yang sakit (Mulyarjo.1998).

Selain itu Tes Schwabach untuk membandingkan hantaran tulang orang

yang diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal. Penala

7

digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoideus sampai tidak

terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala dipindah ke prosesus mastoideus

pemeriksa.

Bila pemeriksa masih mendengar disebut schwabach memendek, bila

pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan meletakkan

penala pada prosesus mastoideus pemeriksa dulu, bila pasien masih dapat

mendengar bunyi disebut schwabach memanjang dan bila pasien dan pemeriksa

sama-sama mendengarnya disebut schwabach sama. Hasil tes Schwabach pada

penderita tuli konduksi adalah memanjang (Soepardi.2001)

Test pendengaran kuantitatif dengan menggunakan Audiometri. Hasil

Interpretasi audiogram menunjukkan tuli konduksi bila ambang hantaran tulang

lebih baik dari ambang hantaran udara sebesar 10 db atau lebih dan Nilai hantaran

tulang normal.

250 500 1000 2000 4000

8000

10

0 BC

10

20

30

40 AC

50

60

70

8

Ambang hantaran tulang normal dan ambang hantaran udara yang

berkurang khas tuli konduksi.

Penatalaksanaan dan Terapi

Penatalaksanaan dan terapi utama tuli konduksi adalah dengan mengatasi

kelainan atau penyakit yang menyebabkan tuli konduksi tersebut, jika

penyebabnya berupa Atresia liang telinga maka harus dilakukan Operasi

rekonstruksi untuk memperbaiki fungsi pendengaran dan untuk kosmetik juga.

Jika Serumen, dilakukan dengan membersihkan serumen di liang telinga bisa

dengan pengait, suction, atau dengan irigasi.

Jika Otitis Eksterna Sirkumsripta yang dilakukan adalah Incisi dinding

furunkel yang ebal, aspirasi abcess, antibiotika, analgetika (Soepardi.2001).

Osteoma liang telinga dilakukan Pengangkatan Tumor (Pracy R.1989). Sumbatan

Tuba Eustachius dilakukan pengobatan terutama bertujuan untuk membuka

kembali tuba sehingga tekanan negatif di telinga hilang yaitu dengan pemberian

tetes hidung efedrin hcl. Antibiotika diberikan bila penyebabnya kuman

(Mulyarjo.1998).

Otitis Media diberikan pengobatan sesuai dengan macam-macam otitis

media dan stadiumnya, pengobatan bertujuan menyembuhkan peradangan yang

terjadi pada telinga tengah (Patrick J.2002). Pada Otitis media supuratif kronis

dimana penderita tetap tuli walaupun sudah menjalani operasi rekonstruksi telinga

maka pasien bisa memakai alat bantu dengar.

Otosklerosis, pengobatan penyakit ini adalah operasi stapedektomi atau

stapedotomi dimana stapes diganti dengan bahan protesis, bila tidak dapat

9

dioperasi dapat digunakan alat bantu dengar untuk sementara membantu

pendengaran pasien (Mulyarjo.1998). Timpanosklerosis, dilakukan timpanolasti.

Hemotimpanum, kita konservatif dengan absorpsi darah dan antibiotika (Mansjoer

A.2001).

Prognosis

Tuli di bidang konduksi ini biasanya dapat ditolong dengan memuaskan,

baik dengan pengobatan atau dengan suatu tindakan misalnya pembedahan

(Antonelli.2003).

10

RINGKASAN

Fungsi pendengaran adalah sangat penting, karena dapat mempengaruhi

interaksi seseorang di dalam masyarakat, selain itu juga dapat mempengaruhi

kemampuan pemikiran dan ketrampilan seseorang. Apabila terjadi ketulian maka

akan terjadi penurunan dari kualitas hidup seseorang. Secara garis besar ketulian

dibagi menjadi dua yaitu tuli konduksi dan tuli persepsi. Dari 2 jenis ketulian

tersebut tuli konduksi merupakan masalah kesehatan yang sering ditemukan

dalam masyarakat

Tuli konduksi terjadi bila terdapat gangguan hantaran suara yang

disebabkan oleh kelainan atau penyakit di telinga luar dan telinga tengah. Dimana

gangguan hantaran suara tersebut terjadi akibat adanya bendungan terhadap

hantaran gelombang suara dari telinga luar menuju ke telinga dalam.

Gejala yang utama adalah adanya penurunan pendengaran dan dapat

disertai dengan gejala-gejala lain sesuai dengan penyebab tuli konduksi itu sendiri

seperti rasa gatal, nyeri, buntu, tinitus, othorea dll. Dari pemeriksaan didapatkan

tanda-tanda adanya kelainan pada telinga luar dan tengah.

Diagnosis Tuli konduksi dapat ditegakkan melalui anamnesa,

pemeriksaan fisik, tes suara bisik, tes garpu tala dan tes audiometri

Penatalaksanaan dan terapi utama tuli konduksi adalah dengan mengatasi

kelainan atau penyakit yang menyebabkan tuli konduksi tersebut. Tuli di bidang

konduksi ini biasanya dapat ditolong dengan memuaskan, baik dengan

pengobatan atau dengan suatu tindakan misalnya pembedahan

11

DAFTAR PUSTAKA

Soepardi, EA dan Iskandar, N. Gangguan Pendengaran dan Kelainan telinga ; Kelainan telinga luar. Dalam : Buku Ajar Ilmu Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Edisi ke 5. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2001. hal: 17, 44-48.

Pracy R, Siegler J, Stell PM, Penyakit Telinga Luar ; Ketulian pada Orang Dewasa. Dalam : Pelajaran Ringkas Telinga Hidung dan Tenggorok. Jakarta. PT Gramedia. 1989. Hal : 22, 42-45.

Mansjoer A. dkk. Gangguan Pendengaran. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke 3. Jakarta. Media Aesculapius FK UI. 2001. Hal : 85-87.

Adam, Boies, Higler. Audiometri nada murni. Dalam : BOIES Buku Ajar penyakit THT edisi 6. Jakarta. EGC. 1997. Hal : 55-56.

Mulyarjo, dkk. Hematotimpanum. Dalam : Pedoman Pelayanan Medik Poliklinik THT Diagnosis Terapi dan Tindakan Praktis Edisi ke 2. Surabaya. SMF penyakit THT RSUD dr. Soetomo. 1998. Hal : 9

John.2008. Ear Anatomy (online) http://www.nlm.nih.gov. medineplus/ency/imagepages. htm. Diakses 20 Juni 2011.

Antonelli.2003. Symptoms of hearing loss (online) http://www.ahaanet.com. Diakses 20 Juni 2011.

Patrick J.2002. Hearing loss (online ) http://www.medscape.com. Diakses 20 Juni 2011.

Maharjan. 2007. Observation of hearing loss in patients with chronic suppurative otitis media tubotympanic type. Department of Ear Nose and Throat, Kathmandu Medical College. http://www.medicastore.com. Diakses 20 Juni 2011.

Yuniardi C.2010. The Effect Of Cerumen Obsturan To Hearing Loss. Universitas Diponegoro. http://www.undip.co.id. Diakses 20 Juni 2011.

Anonymous.2004. Prevalensi ketulian di indonesia.(online) http://www. Depkes.go.id . Diakses 20 Juni 2011.

12