referat selulitis

17
SELULITIS I. PENDAHULUAN Penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus, atau oleh keduanya disebut pioderma. Penyebab utamanya ialah Staphylococcus aureus dan Streptococcus B hemolyticus, sedangkan Staphylococcus epidermidis merupakan penghuni normal di kulit dan jarang menyerang infeksi. Faktor predisposisi pioderma adalah higiene yang kurang, menurunnya daya tahan tubuh, dan telah ada penyakit lain di kulit. Salah satu bentuk pioderma adalah selulitis yang akan dibahas pada referat ini. 1 Selulitis adalah peradangan akut terutama menyerang jaringan dermis dan subkutis. Faktor risiko untuk terjadinya infeksi ini adalah trauma lokal (robekan kulit), luka terbuka di kulit atau gangguan pembuluh vena maupun pembuluh getah bening. 2 Lebih dari 40% penderita selulitis memiliki penyakit sistemik.(3) Penyakit ini biasanya didahului trauma, karena itu tempat predileksinya di tungkai bawah. 1 Gejala prodormal selulitis adalah demam dan malaise, kemudian diikuti tanda-tanda peradangan yaitu bengkak (tumor), nyeri (dolor), kemerahan (rubor), dan teraba hangat (kalor) pada area tersebut (buku merah). 1

Upload: linapratiwi825

Post on 20-Oct-2015

409 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

a

TRANSCRIPT

SELULITIS

I. PENDAHULUAN

Penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus, atau

oleh keduanya disebut pioderma. Penyebab utamanya ialah Staphylococcus

aureus dan Streptococcus B hemolyticus, sedangkan Staphylococcus epidermidis

merupakan penghuni normal di kulit dan jarang menyerang infeksi. Faktor

predisposisi pioderma adalah higiene yang kurang, menurunnya daya tahan tubuh,

dan telah ada penyakit lain di kulit. Salah satu bentuk pioderma adalah selulitis

yang akan dibahas pada referat ini.1

Selulitis adalah peradangan akut terutama menyerang jaringan dermis dan

subkutis. Faktor risiko untuk terjadinya infeksi ini adalah trauma lokal (robekan

kulit), luka terbuka di kulit atau gangguan pembuluh vena maupun pembuluh

getah bening.2 Lebih dari 40% penderita selulitis memiliki penyakit sistemik.(3)

Penyakit ini biasanya didahului trauma, karena itu tempat predileksinya di tungkai

bawah.1 Gejala prodormal selulitis adalah demam dan malaise, kemudian diikuti

tanda-tanda peradangan yaitu bengkak (tumor), nyeri (dolor), kemerahan (rubor),

dan teraba hangat (kalor) pada area tersebut (buku merah).1

Prevalensi selulitis di seluruh dunia tidak diketahui secara pasti. Sebuah

studi tahun 2006 melaporkan insidensi selulitis di Utah, AS, sebesar 24,6 kasus

per 1000 penduduk per tahun dengan insidensi terbesar pada pasien laki-laki dan

usia 45-64 tahun. Secara garis besar, terjadi peningkatan kunjungan ke pusat

kesehatan di Amerika Serikat akibat penyakit infeksi kulit dan jaringan lunak kulit

yaitu dari 32,1 menjadi 48,1 kasus per 1000 populasi dari 1997-2005 dan pada

tahun 2005 mencapai 14,2 juta kasus (5). Data rumah sakit di Inggris melaporkan

kejadian selulitis sebanyak 69.576 kasus pada tahun 2004-2005, selulitis di

tungkai menduduki peringkat pertama dengan jumlah 58.824 kasus (3). Data

rumah sakit di Australia melaporkan insidensi selulitis sebanyak 11,5 per 10.000

populasi pada tahun 2001-2002. Di Spanyol dilaporkan 8,6% (122 pasien) dalam

periode 5 tahun menderita erysepelas dan selulitis (a). Banyak penelitian yang

melaporkan kasus terbanyak terjadi pada laki-laki, usia dekade keempat hingga

dekade kelima, dan lokasi tersering di ekstremitas bawah.

II. DEFINISI

Selulitis merupakan infeksi bakterial akut pada kulit. Infeksi yang terjadi

menyebar ke dalam hingga ke lapisan dermis dan sub kutis.1 Infeksi ini biasanya

didahului luka atau trauma dengan penyebab tersering Streptococcus beta

hemolitikus dan Staphylococcus aureus. Pada anak usia di bawah 2 tahun dapat

disebabkan oleh Haemophilus influenza, keadaan anak akan tampak sakit berat,

sering disertai gangguan pernapasan bagian atas, dapat pula diikuti bakterimia dan

septikemia.3 Terdapat tanda-tanda peradangan lokal pada lokasi infeksi seperti

eritema, teraba hangat, dan nyeri serta terjadi limfangitis dan sering bergejala

sistemik seperti demam dan peningkatan hitungan sel darah putih.4 Selulitis yang

mengalami supurasi disebut flegmon, sedangkan bentuk selulitis superfisial yang

mengenai pembuluh limfe yang disebabkan oleh Streptokokus beta hemolitikus

grup A disebut erisepelas. Tidak ada perbedaan yang bersifat absolut antara

selulitis dan erisepelas yang disebabkan oleh Streptokokus.1

Sebagian besar kasus selulitis dapat sembuh dengan pengobatan antibiotik.

Infeksi dapat menjadi berat dan menyebabkan infeksi seluruh tubuh jika terlambat

dalam memberikan pengobatan.5

Gambar 1: Anatomy of Skin and Soft Tissues and Different Types of Skin and Soft-Tissue Infection (B)

III. ETIOLOGI

Penyebab selulitis paling sering pada orang dewasa adalah Staphylococcus

aureus dan Streptokokus beta hemolitikus grup A sedangkan penyebab selulitis

pada anak adalah Haemophilus influenza tipe b (Hib), Streptokokus beta

hemolitikus grup A, dan Staphylococcus aureus. Streptococcuss beta hemolitikus

group B adalah penyebab yang jarang pada selulitis.6 Selulitis pada orang dewasa

imunokompeten banyak disebabkan oleh Streptococcus pyogenes dan

Staphylococcus aureus sedangkan pada ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus

biasanya disebabkan oleh organisme campuran antara kokus gram positif dan

gram negatif aerob maupun anaerob. Bakteri mencapai dermis melalui jalur

eksternal maupun hematogen. Pada imunokompeten perlu ada kerusakan barrier

kulit, sedangkan pada imunokopromais lebih sering melalui aliran darah (buku

kuning). Onset timbulnya penyakit ini pada semua usia.

Tabel 1: Etiologi Soft Tissue Infection (STIs)

Gambar 2: Specific Anatomical Variants of Cellulitis and Causes of Predisposition to the Condition (6)

IV. EPIDEMIOLOGI

Selulitis dapat terjadi di semua usia, tersering pada usia di bawah 3 tahun

dan usia dekade keempat dan kelima (2). Insidensi pada laki-laki lebih besar

daripada perempuan dalam beberapa studi epidemiologi. Insidensi selulitis

ekstremitas masih menduduki peringkat pertama. Terjadi peningkatan resiko

selulitis seiring meningkatnya usia, tetapi tidak ada hubungan dengan jenis

kelamin (C).

V. FAKTOR PREDISPOSISI

Faktor predisposisi erisepelas dan selulitis adalah: kaheksia, diabetes

melitus, malnutrisi, disgamaglobulinemia, alkoholisme, dan keadaan yang dapat

menurunkan daya tahan tubuh terutama bila diseratai higiene yang jelek. Selulitis

umumnya terjadi akibat komplikasi suatu luka atau ulkus atau lesi kulit yang lain,

namun dapat terjadi secara mendadak pada kulit yang normal terutama pada

pasien dengan kondisi edema limfatik, penyakit ginjal kronik atau hipostatik (7).

VI. GEJALA KLINIS

Gambaran klinis tergantung akut atau tidaknya infeksi. Umumnya semua

bentuk ditandai dengan kemerahan dengan batas jelas, nyeri tekan dan bengkak.

Penyebaran perluasan kemerahan dapat timbul secara cepat di sekitar luka atau

ulkus disertai dengan demam dan lesu. Pada keadaan akut, kadang-kadang timbul

bula. Dapat dijumpai limfadenopati limfangitis. Tanpa pengobatan yang efektif

dapat terjadi supurasi lokal (flegmon, nekrosis atau gangren) (6).

Selulitis biasanya didahului oleh gejala sistemik seperti demam, menggigil,

dan malaise. Daerah yang terkena terdapat 4 kardinal peradangan yaitu rubor

(eritema), color (hangat), dolor (nyeri) dan tumor (pembengkakan). Lesi tampak

merah gelap, tidak berbatas tegas pada tepi lesi tidak dapat diraba atau tidak

meninggi. Pada infeksi yang berat dapat ditemukan pula vesikel, bula, pustul, atau

jaringan neurotik. Ditemukan pembesaran kelenjar getah bening regional dan

limfangitis ascenden. Pada pemeriksaan darah tepi biasanya ditemukan

leukositosis. (buku kuning)

Periode inkubasi sekitar beberapa hari, tidak terlalu lama. Gejala prodormal

berupa: malaise anoreksia; demam, menggigil dan berkembang dengan cepat,

sebelum menimbulkan gejala-gejala khasnya. Pasien imunokompromais rentan

mengalami infeksi walau dengan patogen yang patogenisitas rendah. Terdapat

gejala berupa nyeri yang terlokalisasi dan nyeri tekan. Jika tidak diobati, gejala

akan menjalar ke sekitar lesi terutama ke proksimal. Kalau sering residif di tempat

yang sama dapat terjadi elefantiasis. (buku merah)

Lokasi selulitis pada anak biasanya di kepala dan leher, sedangkan pada

orang dewasa paling sering di ekstremitas karena berhubungan dengan riwayat

seringnya trauma di ekstremitas. Pada penggunaan salah obat, sering berlokasi di

lengan atas. Komplikasi jarang ditemukan, tetapi termasuk glomerulonefritis akut

(jika disebabkan oleh strain nefritogenik streptococcus, limfadenitis, endokarditis

bakterial subakut). Kerusakan pembuluh limfe dapat menyebabkan selulitis

rekurens. (buku kuning)

VII. PATOGENESIS

Bakteri patogen yang menembus lapisan luar menimbulkan infeksi pada

permukaan kulit atau menimbulkan peradangan. Penyakit infeksi sering berjangkit

pada orang gemuk, rendah gizi, kejemuan atau orang tua pikun dan pada orang

yang menderita diabetes mellitus yang pengobatannya tidak adekuat (D).

Setelah menembus lapisan luar kulit, infeksi akan menyebar ke jaringan-

jaringan dan menghancurkannya, hyaluronidase memecah substansi polisakarida,

fibrinolysin mencerna barrier fibrin, dan lecithinase menghancurkan membran sel

(2).

Bakteri patogen (streptokokus piogenes, streptokokus grup A, stapilokokus aureus)

Menyerang kulit dan jaringan subkutan

Meluas ke jaringan yang lebih dalam

Menyebar secara sistemik

Terjadi peradangan akut

Eritema lokal pada kulit

Edema kemerahan

Lesi

Nyeri tekan

Kerusakan integritas kulit

Gangguan rasa nyaman dan nyeri

Gambar .Skema patogenesis

VIII. DIAGNOSIS BANDING

Deep thrombophlebitis, dermatitits statis, dermatitis kontak, giant urticaria,

insect bite (respons hipersensitifitas), erupsi obat, eritema nodosum, eritema

migran (Lyme borreliosis), perivascular herpes zooster, acute Gout, Wells

syndrome (selulitis eosinofilik), Familial Mediterranean fever-associated

cellulitis like erythema, cutaneous anthrax, pyoderma gangrenosum, sweet

syndrome (acute febrile neutrophilic dermatosis), Kawasaki disease, carcinoma

erysipeloides.

IX. DIAGNOSIS

Diagnosis selulitis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan

klinis. Pada pemeriksaan klinis selulitis ditemukan makula eritematous, tepi tidak

meninggi, batas tidak jelas, edema, infiltrat dan teraba panas, dapat disertai

limfangitis dan limfadenitis. Penderita biasanya demam dan dapat menjadi

septikemia.(7)

Selulitis yang disebabkan oleh H. Influenza tampak sakit berat, toksik dan

sering disertai gejala infeksi traktus respiratorius bagian atas bakteriemia dan

septikemia.(6) Lesi kulit berwarna merah keabu-abuan, merah kebiru-biruan atau

merah keunguan. Lesi kebiru-biruan dapat juga ditemukan pada selulitis yang

disebabkan oleh Streptokokus pneumonia Pada pemeriksaan darah tepi selulitis

terdapat leukositosis (15.000-400.000) dengan hitung jenis bergeser ke kiri.(7)

Gejala dan tanda SelulitisGejala prodormal : Demam, malaise, nyeri sendi dan menggigilDaerah predileksi : Ekstremitas atas dan bawah, wajah, badan dan

genitaliaMakula eritematous : Eritema cerahTepi : Batas tidak tegasPenonjolan : Tidak terlalu menonjolVesikel atau bula : Biasanya disertai dengan vesikel atau bulaEdema : EdemaHangat : Tidak terlalu hangatFluktuasi : Fluktuasi

Tabel 1. Gejala dan tanda selulitis (6)

Pemeriksaan laboratorium sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan pada

sebagian besar pasien dengan selulitis. Seperti halnya pemeriksaan laboratorium,

pemeriksaan pencitraan juga tidak terlalu dibutuhkan. Pada pemeriksaan darah

lengkap, ditemukan leukositosis pada selulitis penyerta penyakit berat, leukopenia

juga bisa ditemukan pada toxin-mediated cellulitis. ESR dan C-reactive protein

(CRP) juga sering meningkat terutama penyakit yang membutuhkan perawatan

rumah sakit dalam waktu lama. Pada banyak kasus, pemeriksaan Gram dan kultur

darah tidak terlalu penting dan efektif.

X. PENGOBATAN

Selulitis karena streptokokus diberi penisilin prokain G 600.000-2.000.000

IU IM selama 6 hari atau dengan pengobatan secara oral dengan penisilin V 500

mg setiap 6 jam, selama 10-14 hari. Pada selulitis karena H. Influenza diberikan

Ampicilin untuk anak (3 bulan sampai 12 tahun) 100-200 mg/kg/d (150-300 mg),

>12 tahun seperti dosis dewasa.

Pada selulitis yang ternyata penyebabnya bukan staphylococcus aureus

penghasil penisilinase (non SAPP) dapat diberi penisilin. Pada yang alergi

terhadap penisilin, sebagai alternatif digunakan eritromisin (dewasa: 250-500

gram peroral; anak-anak: 30-50 mg/kgbb/hari) tiap 6 jam selama 10 hari. Dapat

juga digunakan klindamisin (dewasa 300-450 mg/hari PO; anak-anak 16-20

mg/kgbb/hari). Pada yang penyebabnya SAPP selain eritromisin dan klindamisin,

juga dapat diberikan dikloksasilin 500 mg/hari secara oral selama 7-10 hari. (6)

XI. KOMPLIKASI

Pada anak dan orang dewasa yang immunocompromised, penyulit pada

selulitis dapat berupa gangren, metastasis, abses dan sepsis yang berat. Selulitis

pada wajah merupakan indikator dini terjadinya bakteriemia stafilokokus beta

hemollitikus grup A, dapat berakibat fatal karena mengakibatkan trombosis sinus

cavernpsum yang septik. Selulitis pada wajah dapat menyebabkan penyulit

intrakranial berupa meningitis.(6)

XII. KESIMPULAN

Selulitis merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri

Streptoccocus dan S. aureus, yang menyerang jaringan subkutis dan daerah

superfisial. Faktor resiko untuk terjadinya infeksi ini adalah trauma lokal (robekan

kulit), luka terbuka di kulit atau gangguan pada pembuluh balik (vena) maupun

pembuluh getah bening. Daerah predileksi yang sering terkena yaitu wajah, badan,

genitalia, dan ekstremitas atas dan ekstremitas bawah. Pada pemeriksaan klinis

selulitis: adanya makula erimatous, tepi tidak meninggi, batas tidak jelas, edema,

infiltrat dan teraba panas. Diagnosis penyakit ini dapat ditegakkan berdasarkan

anamnesis dan gambaran klinis. Penanganan perlu memperhatikan faktor

predisposisi dan komplikasi yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2008

2. Fitzpatrick, Thomas B. Dermatology in General Medicine, seventh edition. New York: McGrawHill: 2008

3. Pandaleke, HEJ. Erisipelas dan selulitis. Fakultas kedokteran Universitas Samratulangi; Manado. Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997

4. Herchline TE. 2011. Cellulitis. Wright State University, Ohio, United State of America.

5. Morris, AD. 2008. Cellulitis and erysipelas. University Hospital of Wales, Cardiff, UK. 1708

6. Concheiro J, Loureiro M, González-Vilas D, et al. 2009. Erysipelas and cellulitis: a retrospective study of 122 cases. 100(10): 888-94

7. Wolff K, Johnson RA, Fitspatricks: color atlas and synopsis of clinically dermatology. New York: McGrawHill. 2008

8. Eron LJ. 2008. Cellulitis and Soft-Tissue Infections. American College of Physicians.

9. Kertowigno S. 2011. 10 Besar Kelompok Penyakit Kulit. Unsri press, Palembang, Indonesia, hal: 146-149

10. Swartz MN. 2004. Cellulitis. New England Journal of Medicine. 350:904-12

11. McNamara DR, Tleyjeh IM, Berbari EF, et al. 2007. Incidence of lower extremity cellulitis: a population based stud  in Olmsted county, Minnesota. 82(7):817-21

12. Arnold HL, Odom RB, James WD. Andrew’s Disieases of the Skin, Clinical Dermatology 8th. Philadelphia, London, Toronto: WB saunders Co, 1990- 27778

13. Isselbacher, Baraundwald, Wilson. 1994. Harrison’s Principles of Internal Medicine, Internasional edition. Mcgraw Hill Book Co, Singapore