referat saraf 102011352

46
Referat Sindrom Medula Spinalis Maria Priscilla 102011352-102014325 Stase Saraf Periode 27 April 2015 – 30 Mei 2015 Medulla spinalis adalah suatu kumpulan jaringan syaraf yang terletak di dalam kolumna vertebra. Medulla spinalis bersamaan dengan otak membentuk susunan syaraf pusat (SSP).. Panjang medulla spinalis berkisar antara 45 cm pada pria, 43 cm pada wanita. Lebarnya sangat bervariasi mulai dari setengah inci pada bagian servikal dan lumbar, dan seperempat inci pada bagian torakal. Struktur tulang belakang sangat beradaptasi untuk melindungi medulla spinalis yang memiliki ukuran lebih pendek dan kecil. Trauma atau cedera medulla spinalis merupakan salah satu penyebab gangguan fungsi saraf yang sering menimbulkan kecacatan permanen. Manipulasi yang berlebihan serta immobilisasi yang tidak adekuat akan menambah kerusakan neurologik dan memperburuk prognosis penderita. Pergerakan penderita dengan kolumna vertebralis yang tidak stabil akan memberikan resiko kerusakan lebih lanjut sumsum tulang belakang. Cedera ini bersifat sangat fatal dan dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup yang menetap. Anatomi Medula Spinalis dan Dermatom 1

Upload: maria-priscilla-siboe

Post on 24-Sep-2015

86 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

medula spinalis

TRANSCRIPT

Referat Sindrom Medula SpinalisMaria Priscilla102011352-102014325Stase Saraf Periode 27 April 2015 30 Mei 2015

Medulla spinalis adalah suatu kumpulan jaringan syaraf yang terletak di dalam kolumna vertebra. Medulla spinalis bersamaan dengan otak membentuk susunan syaraf pusat (SSP).. Panjang medulla spinalis berkisar antara 45 cm pada pria, 43 cm pada wanita. Lebarnya sangat bervariasi mulai dari setengah inci pada bagian servikal dan lumbar, dan seperempat inci pada bagian torakal. Struktur tulang belakang sangat beradaptasi untuk melindungi medulla spinalis yang memiliki ukuran lebih pendek dan kecil. Trauma atau cedera medulla spinalis merupakan salah satu penyebab gangguan fungsi saraf yang sering menimbulkan kecacatan permanen. Manipulasi yang berlebihan serta immobilisasi yang tidak adekuat akan menambah kerusakan neurologik dan memperburuk prognosis penderita. Pergerakan penderita dengan kolumna vertebralis yang tidak stabil akan memberikan resiko kerusakan lebih lanjut sumsum tulang belakang. Cedera ini bersifat sangat fatal dan dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup yang menetap.Anatomi Medula Spinalis dan DermatomMedulla Spinalis terbentang dari foramen magnum sampai dengan L1. Medula spinalis terletak di canalis vertebralis, dan dibungkus oleh tiga meninges yaitu duramater, arakhnoid dan piamater. Syaraf Spinal dilindungi oleh tulang vertebra, ligament, meningen spinal dan juga cairan LCS (liquor cerebro spinal). LCS mengelilingi medulla spinalis di dalam ruang subarachnoid. Bagian superior dimulai dari bagian foramen magnum pada tengkorak, tempat bergabungnya dengan medulla oblongata. Medula spinalis berakhir di inferior di region lumbal. Dibawah medulla spinalis menipis menjadi konus medularis dari ujungnya yang merupakan lanjutan piamater, yaitu fillum terminale yang berjalan kebawah dan melekat dibagian belakang os coccygea. Akar syaraf lumbal dan sakral terkumpul yang disebut denganCauda Equina. Setiap pasangan syaraf keluar melaluiforamen intervertebral. Syaraf Spinal dilindungi oleh tulang vertebra dan ligamen dan juga oleh meningen spinal dan LCS (liquor cerebrospinal).1,2

Gambar 1. Anatomi Medula spinalis2Disepanjang medulla spinalis melekat 31 pasang saraf spinal melalui radix anterior atau radix motorik dan radix posterior atau radix sensorik. Masing-masing radix melekat pada medulla spinalis melalui fila radikularia yang membentang disepanjang segmen-segmen medulla spinalis yang sesuai. Masing-masing radix saraf memiliki sebuah ganglion radix posterior, yaitu sel-sel yang membentuk serabut saraf pusat dan tepi. 31 pasang saraf spinal diantaranya yaitu : 8 pasang syaraf servikal,12 pasang syaraf torakal, 5 pasang syaraf lumbal, 5 pasang syaraf sakral dan 1 pasang syaraf koksigeal.Struktur medulla spinalis terdiri dari substansi abu abu (substansia grisea) yang dikelilingi substansia putih (substansia alba). Pada potongan melintang, substansia grisea terlihat seperti hurup H dengan kolumna atau kornu anterior atau posterior substansia grisea yang dihubungkan dengan commisura grisea yang tipis. Didalamnya terdapat canalis centralis yang kecil. Keluar dari medula spinalis merupakan akar ventral dan dorsal dari syaraf spinal. Substansi grisea mengandung badan sel dan dendrit dan neuron efferen, akson tak bermyelin, syaraf sensoris dan motoris dan akson terminal dari neuron. Bagian Posterior sebagai input atau afferent, anterior sebagai Output atau efferent, comissura grisea untuk refleks silang dan substansi alba merupakan kumpulan serat syaraf bermyelin. Fungsi medula spinalis :1-4a. Pusat gerakan otot tubuh terbesar yaitu dikornu motorik atau kornu ventralis.b. Mengurus kegiatan refleks spinalis dan refleks tungkai, Refleks merupakan respon bawah sadar terhadap adanya suatu stimulus internal ataupun eksternal untuk mempertahankan keadaan seimbang dari tubuh. Refleks yang melibatkan otot rangka disebut dengan refleks somatis dan refleks yang melibatkan otot polos, otot jantung atau kelenjar disebut refleks otonom atau visceral.c. Menghantarkan rangsangan koordinasi otot dan sendi menuju cerebellum.d. Mengadakan komunikasi antara otak dengan semua bagian tubuh.

Fungsi lengkung refleks :1-4a. Reseptor: penerima rangsang. b. Aferen: sel saraf yang mengantarkan impuls dari reseptor ke sistem saraf pusat (ke pusat refleks). c. Pusat refleks : area di sistem saraf pusat (di medula spinalis: substansia grisea), tempat terjadinya sinap (hubungan antara neuron dengan neuron dimana terjadi pemindahan atau penerusan impuls).d. Eferen: sel saraf yang membawa impuls dari pusat refleks ke sel efektor. Bila sel efektornya berupa otot, maka eferen disebut juga neuron motorik (sel saraf atau penggerak).e. Efektor: sel tubuh yang memberikan jawaban terakhir sebagai jawaban refleks. Dapat berupa sel otot (otot jantung, otot polos atau otot rangka), sel kelenjar.

Komponen sentral sistem somatosensorik4,5Root entry zone dan kornu posteriusSebuah serabut somatosensorik memasuki medulla spinalis di dorsal root entry zone (DREZ : disebut juga zona Redlish Obersteiner) dan kemudian membentuk kolateral yang membuat kontak sinaps dengan neuron lain di medulla spinalis. Serabut yang menghantar modalitas sensorik yang berbeda menempati posisi yang juga berbeda di medulla spinalis.

Penting untuk diingat bahwa selubung mielin semua serabut aferen menjadi semakin tipis ketika serabut tersebut melewati root entry zone dan memasuki kornu posterius. Jenis mielin berubah dari perifer ke sentral, dan sel-sel yang membentuk mielin bukan lagi sel Schwan tetapi oligodendrosit. 1,3Jaras serabut aferen medulla spinalis yang menghantarkan suatu modalitas somatosensorik tersendiri dan akan dibahas secara terpisah.Traktus spinoserebelaris posterior dan anteriorBeberapa impuls eferan timbul di organ sistem musculoskeletal (otot, tendon dan sendi), berjalan melalui traktus spinoserebelaris ke organ keseimbangan dan koordinasi, serebelum, ada dua traktus pada setiap sisi. Satu anterior dan satu lasi di posterior.1,4

Traktus spinoserebelaris posteriorSerabut Ia yang cepat menghantar impuls dari spindle otot dan organ tendon terbagi menjadi banyak kolateral setelah memasuki medulla spinalis. Beberapa serabut kolateral ini langsung membuat kontak sinaps dengan neuron motrik yang besar di kornu anterius medulla spinalis (lengkung reflex monosinaptik). Serabut kolateral lain yang muncul setingkat vertebra torakal dan sakral berakhir di nucleus berbentuk tabung yang terdapat di dasar kornu posterius setinggi vertebra C8-L2, yang memiliki nama yang bervariasi, antara lain kolumna sel intermediolateralis, nucleus torasikus, kolumna Clarke dan nucleus Stilling. Neuron pasca sinaps kedua dengan badan sel yang terletak di nucleus ini merupakan asal traktus spinoserebelaris posterior, yang serabutnya merupakan salah satu serabut penghantar impuls tercepat di seluruh tubuh. Traktus spinoserebelaris posterior berjalan ke atas di dalam medulla spinalis sisi ipsilateral di bagian posterior funikulus lateralis dan kemudian berjalan melalui pedunkulus serebelaris inferior ke vermis cerebri. Serebut aferen yang muncul setingkat vertebra servikalis (yaitu di atas level kolumna sel intermediolateralis) berjalan di dalam fasikulus kuneatus untuk membuat sinaps dengan neuron kedua yang sesuai di nucleus kuneatus asesorius medullae dan serabut yang keluar berjalan naik ke serebelum.1,4Traktus spinoserebelaris anteriorSerabut Ia yang lain yang memasuki medulla spinalis membentuk sinaps dengan neuron fasikularis di kornu posterius di bagian sentral substansia grisea medulla spinalis. Neuron kedua ini yang ditemukan setingkat segmen vertebralis lumbalis bawah merupakan sel asal traktus spinoserebelaris anterior, yang berjalan naik di dalam medulla spinalis baik di sisi ipsilateral maupun kontralateral dan berakhir di serebelum. Kebalikan dengan traktus spinoserebelaris posterior, traktus spinoserebelaris anterior menyilang di dasar ventrikel ke empat ke otak tengah kemudian berbelok kearah posterior untuk mencapai vermis cerebeli melalui pedunkulus serebelaris superior dan velum medulla superius. Serebelum menerima input prorioseptif aferen dari semua region tubuh kemudian output eferen polisinaptiknya mempengaruhi tonus otot dan koordinasi kerja-kerja otot agonis dan antagonis (otot sinergistik) yang berperan pada saat berdiri, berjalan, dan semua gerakan lain. Dengan demikian, selain sirkuit regulasi yang lebih rendah di medulla spinalis itu sendiri, yang telah dibahas pada bagian sebelumnya, sirkuit fungsional yang lebih tinggi untuk regulasi gerakan ini juga meliabatkan jaras lain, jaras non piramidal dan neuron motor ik dan . Semua proses tersebut terjadi tanpa disadari.1Kolumna posteriorKita dapat merasakan posisi tungkai kita dan merasakan derajat tegangan ototnya. Kita dapat merasakan berat badan kita yang tertumpu pada telapak kaki. Kita juga dapat mengenali gerakan sendi. Dengan demikian setidaknya beberapa impuls propioseptif mencapai kesedaran. Impuls tersebut berasal dari reseptor di otot, tendon, fascia, kapsul, sendi dan jaringan ikat serta reseptor kulit. Serabut aferen yang menghantarkannya adalah prosesus neuron pseudounipolar bagian distal di ganglion spinal. Prosesus bagian sentral sel-sel ini kemudian berjalan naik di dalam medulla spinalis dan berakhir di nuclei kolumna posterior di medulla yang lebih rendah.Lesi kolumna posteriorKolumna posterior menghantar impuls yang berasal dari propioseptor dan reseptor kutaneus. Jika terjadi kerusakan pada struktur tersebut, seseorang tidak dapat merasakan posisi tungkainya lagi. Ia juga tidak dapat mengenali objek yang diletakkan ditanganya hanya dengan sensasi raba saja atau mengenali suatu angka atau huruf yang digambarkan oleh jari pemeriksa di telapak tangan. Diskriminasi spesial antar dua stimulus yang diberikan secara bersamaan pada dua lokasi tubuh yang berbeda akan terganggu. Karena rasa tekan juga terganggu, lantai di bawah tungkainya tidak lagi dapat terasa sehingga mengakibatkan terjadinya gangguan postur dan cara berjalan (gait ataxia), terutama pada keadaan gelap atau mata terpejam. Tanda-tanda lesi kolumna posterior ini paling jelas ketika kolumna posterior itu sendiri yang mengalami gangguan, tetapi tanda-tanda tersebut juga dapat timbul pada lesi di nuclei kolumna posterior, lemniskus medialis, thalamus dan girus postsentralis.Tanda-tanda klinis lesi kolumna posterior : Hilangnya sensasi posisi dan gerakan. Pasien tidak dapat menyatakan lokasi ekstrimitasnya tanpa melihat. Asteriognosis: pasien tidak dapat mengenali dan menyebutkan objek melalui bentuk dan beratnya hanya dengan menggunakan sensasi raba saja. Agrafestesia : pasien tidak dapat mengenali rasa raba berbentuk suatu angka atau huruf yang digambarkan di telapak tangannya oleh jari pemeriksa. Hilangnya diskriminasi dua titik. Hilangnya sensasi getar. Pasien tidak dapat merasakan garpu tala yang ditempelkan pada tulangnya. Tanda Romberg positif : pasien tidak dapat berdiri dalam jangka masa yang lama dengan kedua kaki bersatu dan mata tertutup tanpa bergoyang dan mungkin juga terjatuh. Hilangnya sensasi propioseptif, pada jangka tertentu, dapat dikompensasi dengan membuka mata (yang tidak terjadi dengan pasien dengan lesi serebelum).1,3Traktus spinotalamikus Anterior5Impuls timbul di reseptor kutaneus (ujung saraf peritrikial, korpuskel taktil) dan dihantarkan di sepanjang serabut saraf perifer yang bermielin sedang ke sel-sel pseudounipolar ganglion radiks dirsalis dan dari sini masuk ke medulla spinalis melalui radiks posterior. Di dalam medulla spinalis, prosesus sentralis sel ganglion radiks dorsalis berjalan di kolumna posterior sekitar 2-15 segmen ke atas, sedangkan kolateralnya berjalan 1 atau 2 segmen ke bawah, membentuk kontak sinaptik dengan sel-sel pada berbagai tingkat segmental di substansia grisea konus posterior. Sel-sel tersebut (neuron kedua) kemudian membentuk traktus spinotalamikus anterior, yang serabut-serabutnya menyilang di komisuraspinalis anterior, berjalan naik di dalam funikulus anterolateralis kontralateral, dan berakhir di nucleus ventralis posterolateralis talami, bersama-sama dengan serabut-serabut spinotalamikus lateralis dan lemniskus medialis. Neuron ketiga di nukeleus thalamus ini kemudian memproyeksikan aksonnya ke girus presentralis di dalam traktus talamokortikalis.Lesi pada traktus spinotalamikus anteriorSerabut snetral neuron orde pertama traktus ini berjalan naik dengan jarak yang bervariasi di kolumna posterior ipsilateral, membentuk kolateral di sepanjang perjalanan ke neuron kedua, yang serabutnya menyilang garis tengah dan naik lagi di dalam traktusspinotalamikus anterior kontralalteral. Lesi pada traktus ini setinggi vertebrae lumbal atau torakal umumnya menimbulkan sedikit atau tidak ada gangguan pada rasa raba, karena banyak impuls yang naik dapat menutupi lesi melalui bagian ipsilateral jaras ini. Namun pada lesi traktus spinotalamikus anterior pada tingkat servikal akan menimbulkan hipestesia ringan pada eksterimitas bawah kontralateral.Traktus spinotalamikus lateralisUjung saraf bebas di kulit merupakan reseptor perifer untuk stimulus nyeri dan suhu. Ujung-ujung saraf ini merupakan endorgan serabut grup A yang tipis dan serabut grup C yang hampir tidak bermielin, yang merupakan prosesus perifer neuron pseudounipolar di ganglion spinale. Prosesus spinalis melewati bagian lateral radiks posterior ke dalam medulla spinalis dan kemudian terbagi secara longitudinal menjadi kolateral-kolateral yang pendek dan berakhir di dalam satu atau dua segmen substansia gelatinosa, membuat kontak sinaptik dengan neuron funikularis (neuron kedua) yang prosesusnya membentuk traktus spinotalamikus lateralis. Prosesus ini menyilang garis tengah di komisura spinalis anterior sebelum berjalan naik di funikulus lateralis kontralateral menuju thalamus. Seperti kolumna posterior , traktus spinotalamikus lateralis tersusun secara somatotropik, namun pada traktus ini serabut dari ekstremitas bawah terletak di sebelah lateral sedangkan serabut yang berasal dari tubuh dan ekstremitas atas terletak lebih medial.Serabut yang menghantarkan sensasi nyeri dan suhu terletak sangat berdekatan satu dengan yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan secara anatomis. Jadi lesi pada traktus spinotalamikus lateralis merusak kedua modalitas sensorik tersebut, meskipun tidak selalu dengan derajat yang sama.1,4

Lesi traktus spinotalamikus lateralisTraktus spinotalamikus lateralis merupakan jaras utama untuk sensasi nyeri dan suhu. Pada jaras ini dapat dilakukan transeksi secara pembedahan saraf untuk menghilangkan rasa nyeri (kordotomi). Operasi ini jarang dilakukan saat ini karena telah digantikan oleh metode yang lebih tidak inasif dan juga karena pemulihan yang terjadi umumnya hanya bersifat sementara.1Selain traktus spinoserebelaris dan traktus spinotalamikus, medulla spinalis mengandung jaras lain yang berjalan naik ke berbagai struktur target di batang otak dan nuclei subkortikal profunda. Jaras-jaras tersebut yang berasal dari kornu posterior medulla spinalis dan berjalan naik melalui funikulus anterolateralis antara lain : Traktus spinoretikularis Traktus spinotektalis Traktus spino-olivarius Traktus spinovestibularisKomponen sentral sistem motorik

Traktus kortikospinalis/traktus piramidalis5Traktus ini berasal dari kortek motorik dan berjalan melalui substansia alba dan serebri (korona radiata), kornu posterius kapsula interna (serabut terletak sangat berdekatan di sini), bagian sentral pedunkulus serebri (krus serebri), pons, basal medulla (bagian anterior), tempat traktus terlihat sebagai penonjolan kecil yang disebut piramid. Piramid medulla terdapat satu pada masing-masing sisi memberikan nama pada traktus tersebut. Pada bagian ujung bawah medulla, 80-85% serabut piramidal menyilang ke sisi lain di dekusasio piramidum. Serabut yang tidak menyilang di sini berjalan menuruni medulla spinalis di funikulus anterior ipsilateral sebagai traktus kortikospinalis anterior. Serabut ini menyilang lebih ke bawah (biasanya setingkat segmen yang dipersarafi) melalui komisura anterior medulla spinalis. Pada tingkat servikal dan torakal, kemungkinan juga terdapat serabut-serabut saraf yang tetap tidak menyilang dan mempersarafi neuron motorik ipsilateral di kornu anterius, sehingga otot-otot leher dan badan mendapatkan persarafan kortikal bilateral.

Mayoritas serabut traktus piramidalis menyilang di dekusasio piramidum, kemudian menuruni medulla spinalis di funikulus lateralis kontralateral sebagai traktus kortikospinalis lateralis. Traktus ini mengecil pada area potong-lintangnya ketika berjalan turun ke bawah medula spinalis, karena beberapa serabutnya berakhir di masing-masing segmen sepanjang perjalanannya. Sekitar 90% dari semua serabut traktus piramidalis berakhir membentuk sinaps dengan interneuron, yang kemudian menghantar impuls motorik ke neuron motor yang besar di kornu anterius serta ke neuron motorik yang lebih kecil.1,4,5Traktus kortikonuklearis/kortikobulbarisBeberapa serabut traktus piramidalis membentuk cabang dari masa utama traktus ketika melewati otak tengah dan kemudian berjalan lebih ke dorsal menuju nuclei nervi kranialis motorik. Serabut yang mempersarafi nuclei batang otak ini sebagian menyilang dan sebagian lagi tidak menyilang. Nuclei yang menerima input traktus piramidalis adalah nuclei yang memediasi gerakan volunter otot-otot cranial melalui nervus kranialis V (N. trigeminus), N. Fasialis, N. Glosofaringeus, N vagus, N. Aksesorius serta N hipoglosus.1,4DERMATOMBerkaitan dengan masukan sensorik, setiap daerah spesifik di tubuh yang dipersarafi oleh saraf spinal tertentu yang disebut area dermatom. Saraf spinal juga membawa serat-serat yang bercabang untuk mempersarafi organ-organ dalam, dan kadang-kadang nyeri yang berasal dari salah satu organ tersebut dialihkan ke dermatom yang dipersarafi oleh saraf spinal yang sama.7 Gambar 3. Standard Neurological Clasification of Spinal Cord Injury7

Sindrom klinis kompleks akibat lesi pada komponen sistem saraf spesifikDeficit motorik biasanya meliputi deficit somatosensorik, sensorik khusus, otonom, kognitif dan atau defiit neuropsikis dalam berbagai jenis dan luas bergantung pada lokasi dan luasnya lesi. Pada bagian ini, akan dibahas sindrom yang timbul dari lesi medulla spinalis.Sindrom medulla spinalis5Karena medulla spinalis terdiri dari serabut saraf motorik, sensorik, dan otonom, serta nuclei dengan hubungan spesial yang erat satu sama lain, lesi pada medulla spinalis dapat menimbulkan berbagai deficit neurologis, yang dapat dikombinasikan satu dengan yang lainnya dalam berbagai cara yang berbeda. Pemeriksaaan klinis yang cermat biasanya dapat menunjukkan lokasi lesi secara tepat. 6,7Lesi pada medulla spinalis jarang hanya mengenai substansia alba atau hanya substansia grisea tetapi lebih sering mengenai keduanya. Di sini akan dibahas manifestasi klinis sindrom medulla spinalis yang khas dan ditampilkan dari sudut pandang topikal.11.Sindrom kolumna posteriorKolumna posterior dapat terlihat secara sekunder oleh proses patologis yang mengenai sel-sel ganglion radiks dorsalis dan radiks posterior. Lesi pada kolumna posterior umumnya merusak sensasi posisi dan getar, diskriminasi dan streognosis. Lesi ini juga menimbulkan tanda Romberg yang positif, serta gait ataksia yang memberat secara bermakna ketika mata ditutup (tidak seperti ataksia serebelar yang mana tidak memberat saat mata ditutup). Lesi kolumna posterior juga seringkali menyebabkan hipersensitivitas terhadap nyeri. Kemungkinan penyebabnya antara lain adalah defisiensi vitamin B12 (misalnya pada mielosis funikularis), mielopati vakuolar terkait-AIDS, dan kompresi spinal (misalnya pada stenosis medulla spinalis servikalis).1,3,4

2.Sindrom kornu posteriusSindrom ini dapat menjadi manifestasi klinis siringomielia, hematomielia dan beberapa tumor intra medular medulla spinalis, dan kondisi-kondisi lainnya. Seperti lesi pada radiks posterior, lesi kornu posterius menimbulkan deficit somatosensorik segmental namun tidak seperti lesi radiks posterior yang merusak semua modalitas sensorik, lesi kornu posterius menyisakan modalitas yang dipersarafi oleh kolumna posterior. Hanya sensasi nyeri dan suhu segmen ipsilateral yang sesuai yang hilang, karena modalitas ini dikonduksikan ke sentral melalui neuron kedua di kornu posterius (yang aksonnya berjalan naik di dalam traktus spinotalamikus lateralis). Hilangnya sensasi nyeri dan suhu dengan menyisakan sensasi bagian kolumna posterior disebut deficit somatosensorik terdisosiasi. Dapat terjadi nyeri spontan (nyeri deferentasi) di area yang analgesik. Sensasi nyeri dan suhu di bawah tingkat lesi tetap baik, karena traktus spinotalamikus lateralis, yang terletak di funikulus anterolateralis, tidak mengalami kerusakan dan tetap menghantar modalitas tersebut ke sental.1

3.Sindrom substansia griseaKerusakan pada substansia grisea sentral medulla spinalis akibat siringomielia, hematomielia, tumor medulla spinalis intramedular atau proses-proses lain mengganggu semua jaras serabut yang melewati substansia grisea. Serabut yang paling berpengaruh adalah serabut yang berasal dari sel-sel kornu posterius dan yang menghantarkan sensasi tekanan, raba kasar, nyeri dan suhu. Serabut-serabut tersebut menyilang di substansia grisea sentral dan kemudian berjalan naik di traktus spinotalamikus lateralis dan anterior. Suatu lesi yang mengenainya menimbulkan deficit sensorik terdisosiasi bilateral di area kulit yang dipersarafi oleh serabut yang rusak.Siringomielia ditandai dengan pembentukan satu atau beberapa rongga berisi cairan di medulla spinalis. Penyakit yang serupa di batang otak disebut siringobulbia. Rongga ini disebut siring, dapat terbentuk oleh berbagai mekanisme yang berbeda dan terdistribusi dengan pola karekteristik yang berbeda, sesuai dengan mekanisme pembentukannya. Beberapa siring merupakan perluasan kanalis sentralis medulla spinalis yang berhubungan atau tidak berhubungan dengan ventrikel keempat. Siringomielia paling sering mengenai medulla spinalis servikalis, umumnya menimbulkan hilangnya sensasi nyeri dan suhu di bahu dan ekstremitas atas. Siring menyebabkan (para) paresis spastik dan gangguan proses berkemih, defekasi dan fungsi seksual. Siringobulbia sering menyebabkan atrofi unilateral pada lidah, hiperalgesia atau analgesia pada wajah dan berbagai jenis nistagmus sesuai dengan lokasi dan konfigurasi siring.

4.Sindrom lesi kombinasi pada kolumna posterior dan traktus kortikospinalisSindrom ini paling sering terjadi disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 akibat karena kurangnya faktor instrinsik lambung dan pada kasus demikian disebut degenerasi kombinasi subakut. Fokus-fokus demielinasi ditemukan di regio servikal dan torakal di kolumna posterior (70-80%) dan lebih jarang di traktus piramidalis (40-50%), sedangkan substansia grisea biasanya tidak mengalami kerusakan. Kerusakan kolumna posterior menyebabkan hilangnya sensasi posisi dan getar di ekstremitas bawah, menimbulkann ataksia spinal dan tanda Romberg yang positif (ketidakseimbangan postur saat mata tertutup). Kerusakan traktus pirimidalis yang menyertainya menimbulkan paraparesi spastik dengan hiperrefleksia dan tanda Babinski bilateral.1

6.Sindrom kornu anteriusBaik poliomyelitis akut maupun berbagai jenis atrofi otot spinal secara spesifik mempengaruhi sel-sel kornu anterius, terutama pada pembesaran servikal dan lumbalis medulla spinalis.Pada poliomyelitis (infeksi virus), sejumlah sel kornu anterius hilang secara akut dan irreversible, terutama di region lumbalis, menyebabkan paresis flasid pada otot-otot di segmen yang sesuai. Otot proksimal cenderung lebih terpengaruh berbanding otot distal. Otot menjadi atrofi dan pada kasus berat dapat tergantikan seluruhnya oleh jaringan ikat dan lemak. Poliomyelitis jarang mengenai seluruh otot ekstremitas, karena sel-sel kornu anterius di kolumna vertical yang panjang di dalam medulla spinalis.1,7

7.Sindrom kombinasi kornu anterius dan traktus piramidalisTerlihat pada sklerosis amitrofi lateral (ALS) sebagai akibat degenerasi neuron motorik kortikal dan medulla spinalis. Gambaran klinisnya adalah kombinasi paresis flasid dan spastik. Atrofi otot yang timbul pada awal perjalanan penyakit, umumnya sangat berat sehingga reflek tendon dalam menghilang, jika hanya mengenai lower motor neuron. Namun karena kerusakan yang simultan pada upper motor neuron (dengan konsekuensi berupa degenerasi traktus pirimidalis dan spastisitas), refleks umumnya tetap dapat dicetuskan dan bahkan dapat meningkat. Degenerasi nuclei nervus kranialis motorik yang menyertainya dapat menyebabkan disartria dan disfagia (kelumpuhan bulbar progresif).1,3

8.Sindrom traktus kortikospinalisHilangnya neuron motorik kortikal yang diikuti oleh degenerasi traktus kortikospinalis pada beberapa penyakit, termasuk sklerosis lateralis primer (varian sklerosis amiotrofik lateralis) dan bentuk yang lebih jarang paralisis spinal spastic herediter. Bentuk yang lebih sering pada penyakit ini terjadi akibat mutasi gen untuk ATPase dari family AAA pada kromosom 2. Penyakit ini muncul pada masa kanak-kanak dan memberat secara lambat setelahnya, awalnya pasien mengeluh rasa berat yang dilanjutkan dengan kelemahan pada ekstemitas bawah. Paraparesis spatik dengan gangguan cara berjalan pasti timbul dan memberat secara perlahan. Refleks lebih kuat daripada normal. Paresis spastik pada ekstremitas atas tidak timbul hingga lama setelahnya.1

9.Sindrom kombinasi keterlibatan kolumna posterior, traktus spinoserebelaris dan (kemungkinan ) traktus piramidalis.Ketika proses patologis mengenai semua sistem tersebut, diagnosis banding harus menyertakan ataksia spinoserebelaris tipe Friedreich, bentuk aksonal neuropati herediter (HSMN II), dan ataksia lainnya.Karekteristik menifestasi klinis timbul oleh lesi pada masing-masing sistem yang terkena. Ataksia Friedreich dimulai sebelum usia 20 tahun dengan hilangnya sel-sel ganglion radiks dorsalis, yang menyebabkan degenerasi kolumna posterior. Akibat klinisnya adalah gangguan sensasi posisi, diskriminasi dua titik, dan stereognosis, dengan ataksia spinalis dan tanda Romberg yang positif. Sensasi nyeri dan suhu sebagian besar atau seluruhnya tidak terganggu. Ataksia berat, baik karena kolumna posterior ataupun traktus spinoserebelaris terkena. Hal ini terlihat jelas ketika pasien mencoba berjalan, berdiri dan duduk, serta pada saat pemeriksaan jari-hidung-jari dan uji heel-knee-shin. Cara berjalan pasien tidak terkoordinasi dengan festinasi, dan juga menjadi spastik seiring perjalanan waktu karena degenerasi progresif pada traktus piramidalis. Sekitar setengah jumlah pasien menunjukkan deformitas rangka seperti skoliosis atau pes kavus (yang disebut kaki Friedreich).Menurut Harding, ataksia Friedreich dapat didiagnosis jika ditemukan kriteria klinis berikut: Ataksia progresif tanpa diketahui penyebabnya, dimulai sebelum usia 25 tahun. Diturunkan secara autosomal resesif. Tidak adanya refleks tendon dalam di ekstremitas bawah Gangguan kolumna posterior Disartria dalam 5 tahun setelah onset. Diagnosis dapat ditegakkan secara definitif dengan pemeriksaan genetik molekuler untuk mengindentifikasi defek genetik yang mendasarinya.1

10.Sindrom hemiseksi medulla spinalis/ sindrom Brown-SequardSindrom ini jarang dan biasanya tidak komplet. Penyebab tersering adalah karena trauma medula spinalis dan herniasi diskus servikalis. Interupsi jaras motorik desendens pada satu sisi medulla spinalis pada awalnya menyebabkan paresis flasid ipsilateral di bawah tingkat lesi (syok spinal), yang kemudian menjadi spastik dan disertai oleh hiperefleksia, tanda Babinsky dan gangguan vasomotor. Pada saat yang bersamaan gangguan kolumna posterior pada satu sisi medulla spinalis menimbulkan hilangnya sensasi posisi, getar, dan diskriminasi taktil ipsilateral di bawah tingkat lesi. Ataksia yang normalnya terlihat pada lesi kolumna posterior tidak terjadi kerena paresis ipsilateral yang bersamaan. Sensasi nyeri dan suhu sesisi lesi tidak terganggu, karena serabut yang mempersarafi modalitas ini telah menyilang ke sisi kontralateral dan berjalan naik ke dalam traktus spinotalamikus lateralis, tetapi sensasi nyeri dan suhu kontralateral hilang di bawah tingkat lesi karena traktus spinnotalamikus ipsilatral terganggu.Sensasi taktik sederhana tidak terganggu karena modalitas ini dipersarafi oleh dua jaras serabut yang berbeda. Kolumna posterior (tidak menyilang) dan traktus spinotalamikus anterior (menyilang). Hemiseksi medulla spinalis menyisakan satu dari kedua jaras tersebut untuk sensasi taktil pada kedua sisi tubuh tetap intak-kolumna posterior kontralateral untuk sisi kontralateral lesi dan traktus spinotalamikus anterior kontralateral untuk sisi ipsilateralis.Selain interupsi traktus yang panjang, sel-sel kornu anterius dapat mengalami kerusakan dengan luas yang bervariasi pada tingkat lesi, kemungkinan menyebabkan paresis flasid. Iritasi radiks posterior juga dapat menyebabkan parestesia atau nyeri radikular di dermatom yang sesuai dengan batas atas gangguan motorik.1,2,3,7

11.Sindrom transseksi medulla spinalis11.a.Sindrom transseksi medulla spinalis AkutSindrom transseksi medulla spinalis total paling sering disebabkan oleh trauma , jarang disebabkan oleh inflamasi atau infeksi. Trauma medulla spinalis akut awalnya menimbulkan keadaan yang disebut syok spinal, gambaran klinis yang patofisiologinya belum difahami secara total. Di bawah tingkat lesi terdapat paralisis flasid komplet dan semua modalitas sensasi hilang. Fungsi berkemih, defekasi dan seksual juga hilang. Hanya refleks bulbokavernosus yang tetap ada. Juga terdapat perubahan tropik di bawah tingkat lesi khususnya hilangnya berkeringat dan gangguan termoregulasi. Terdapat kecenderungan bermakna untuk terbentuknya ulkus dekubitus. Batas ada deficit sensorik sering dibatasi oleh suatu zona hiperalgesia.Dalam beberapa hari dan minggu setelah kejadian, neuron spinalis perlahan-lahan kembali mendapatkan fungsinya, setidaknya sebagian, tetapi tetap terputus sebagian besar impuls neuron yang berasal dari sentral yang normalnya mengatur neuron tersebut. Kemudian neuro-neuron ini menjadi otonom dan timbul otomatisme spinal. Pada banyak kasus stimulus di bawah tingkat lesi mencetuskan fleksi tiba-tiba pada panggul, lutut, dan pergelangan kaki (refles fleksor). Jika sindrom transseksi medulla spinalis total, ekstremitas tetap berada pada posisi fleksi dalam jangka panjang setelah stimulus karena elevasi spastik pada tonus otot. (sebaliknya pada sindrom transseksi medulla spinalis inkomplet, tungkai pada awalnya mengalami fleksi saat distimulasi, tetapi kemudian kembali ke posisi semula). Defekasi dan miksi perlahan-lahan berfungsi kembali, tetapi tidak berada di bawah kendali volunteer bahkan kandung kemih dan rectum secara refleksif mengosongkan diri ketika terisi pada jumlah tertentu. Disnergia sfingter detrusor menyebabkan retensi urin dan miksi refleksif yang sering. Reflek tendon dalam dan tonus otot perlahan-lahan kembali dan dapat meningkat secara patologis, namun potensi seksual tidak kembali.7

11.b. Sindrom transseksi medulla spinalis progresifKetika Sindrom transseksi medulla spinalis muncul perlahan-lahan dan bukan tiba-tiba, misalnya karena tumor yang tumbuh secara lambat, syok spinal tidak terjadi. Sindrom transseksi pada kasus seperti ini biasanya parsial bukan total. Paraparesis spastik yang berat dan progresif terjadi dibawah tingkat lesi, disertai oleh deficit sensorik, disfungsi miksi, defekasi dan seksual serta manifesatasi otonomik.Sindrom transseksi medulla spinalis servikalisTransseksi medulla spinalis di atas sevikal III fatal karena dapat menghentikan pernafasan (hilangnya fungsi nervus frenikus dan nervi interkostales secara total). Pasien tersebut hanya dapat bertahan jika diberikan ventilasi buatan dalam beberapa menit setelah trauma penyebabnya, keadaan yang sangat jarang terjadi. Transeksi pada tingkat servikal bawah menyebabkan kuadriparesis dengan keterlibatan otot-otot interkostal, pernafasan dapat sangat terganggu. Ekstremitas atas terkena dengan luas yang bervariasi bergantung pada tingkat lesi. Tingkat lesi dapat ditentukan secara tepat dari deficit sensoris yang ditemukan pada pemeriksaan fisik.1Sindrom transseksi medulla spinalis torasikaTransseksi medulla spinalis torasika bagian atas tidak mengganggu ekstremitas atas, tetapi mengganggu pernafasan dan juga dapat menimbulkan ileus paralitis melalui keterlibatan nervus splanknikus. Transseksi medulla spinalis torasika bagian bawah tidak mengganggu otot-otot abdomen dan tidak mengganggu pernafasan.8Sindrom transseksi medulla spinalis lumbalisTransseksi medulla spinalis lumbalis menyebabkan gangguan berat karena secara bersamaan terjadi kerusakan arteri utama yang menyuplai medulla spinalis bagian bawah, arteri radikularis mayor. Hasilnya adalah infark pada seluruh medula spinalis lumbalis dan sakralis.112.Sindrom epikonusSindrom epikonus disebabkan oleh lesi medulla spinalis setinggi L4 hingga S2, relatif jarang. Tidak seperti sindrom konus, sindrom epikonus berkaitan dengan paresis spastik dan flasid ekstremitas bawah, tergantung pada segmen lesi yang tepat. Terdapat kelemahan atau paralisis total pada rotasi ekterna panggul (L4-S1) dan ekstensi panggul (L4-L5) dan kemungkinan juga fleksi lutut (L4-S2) serta fleksi dan ekstensi pergelangan kaki dan jari-jari kaki (L4-S2). Reflek Achilles menghilang, sedangkan refleks lutut tetap ada. Deficit sensorik terbentang dari L4-S5. Pengosongan kandung kemih dan rectum hanya secara refleksif, potensi seksual hilang dan pasien laki-laki sering mengalami priapisme. Terdapat paralisis vasomotor sementara serta kehilangan kemampuan berkeringat sementara.1,3,813. Sindrom konusSindrom ini diakibatkan oleh lesi setinggi atau di bawah S3. Juga jarang terjadi dan biasanya disebakan oleh tumor spinal, iskemia atau herniasi diskus lumbalis massif.Lesi konus medularis terisolasi menimbulkan berbagai defisit neurologi seperti: Arefleksia destrusor dengan retensi urin dan inkontinensia overflow. Inkontinensia Impotensia Saddle anestesia Hilang refleks aniEkstremitas bawah tidak paresis dan refleks Achilles tetap ada (L5-S2).Jika sindrom konus disebabkan oleh tumor, radiks lumbalis dan radiks sakralis yang berjalan menurun di sepanjang konus medularis akan terkena, cepat atau lambat. Pada kasus-kaus tersebut, manifestasi sindrom konus disertai oleh deficit akibat keterlibatan kauda ekuina :kelemahan ekstremitas bawah dan deficit sensori yang lebih luas dibandingkan dengan defisit pada sindrom konus murni.1,3,7

14.Sindrom kauda equinaSindrom ini melibatkan radiks nervi lumbalis dan radiks nervi sakralis yang berjalan ke bawah di sepnjang sisi dan bawah konus medularis dan menembus ruang subarachnoid lumbosakral dan keluar melalui foramennya. Tumor biasanya penyebab yang umum. Pasien awalnya mengeluhkan nyeri radikuler pada distribusi nervus ischiadiks dan nyeri pada kandung kemih yang hebat dan memberat saat batuk dan bersin. Kemudian, deficit sensorik radikuar dengan berat yang bervariasi, mengenai semua modalitas sensorik, timbul pada tingkat L4 atau di bawahnya. Lesi yang mengenai bagian atas kauda equina menimbulkan deficit sensorik pada tungkai dan area saddle. Dapat terjadi paresis flasid pada ekstremitas bawah dengan arrefleksia, juga terdapat inkontinensia urin dan alvi, bersamaan dengan disfungsi seksual. Pada lesi di bagian bawah kauda equina, deficit sensorik hanya terdapat pada daerah saddle (S3-S5) dan tidak terjadi kelemahan tungkai, tetapi fungsi miksi, defekasi dan seksual terganggu. Tumor yang mengenai kauda equina tidak seperti tumor konus, menimbulkan manifestasi klinis dengan progresivtas lambat dan ireguler karena masing-masing radiks saraf terkena dengan kecepatan yang berbeda dan beberapa di antaranya tidak mengalami kerusakan hingga akhir perjalanan klinis. 1,3Sedangkan lesi pada medula spinalis menurut ASIA resived 2000, terbagi atas :7a. Paraplegi : Suatu gangguan atau hilangnya fungsi motorik atau dan sensorik karena kerusakan pada segment thoraco-lumbo-sacral.b. Quadriplegi : Suatu gangguan atau hilangnya fungsi motorik atau dan sensorik karena kerusakan pada segment cervikal.Spesifik Level71. C1 C2 : Quadriplegia, kemampuan bernafas (-).2. C3 C4 : Quadriplegia, fungsi N. Phrenicus (-), kemampuan bernafas hilang.3. C5 C6 : Quadriplegia, hanya ada gerak kasar lengan.4. C6 C7 : Quadriplegia, gerak biceps (+), gerak triceps (-).5. C7 C8 : Quadriplegia, gerak triceps (+), gerak intrinsic lengan (-).6. Th1 L1-2 : Paraplegia, fungsi lengan (+), gerak intercostalis tertentu (-), fungsi tungkai (-), fungsi seksual (-).7. Di bawah L2: Termasuk LMN, fungsi sensorik (-), bladder & bowel (-), fungsi seksual tergantung radiks yang rusak.

Sindrom cedera medulla spinalis menurut ASIA, yaitu :3,7,8Nama SindromaPola dari lesi sarafKerusakan

Central cord syndromeCedera pada posisi sentral dan sebagian pada daerah lateral.Dapat sering terjadi pada daerah servikalMenyebar ke daerah sacral. Kelemahan otot ekstremitas atas dan ekstremitas bawah jarang terjadi pada ekstremitas bawah

Brown- Sequard SyndromeAnterior dan posterior hemisection dari medulla spinalis atau cedera akan menghasilkan medulla spinalis unilateralKehilangan ipsilateral proprioseptiv dan kehilangan fungsi motorik.

Anterior cord syndromeKerusakan pada anterior dari daerah putih dan abu- abu medulla spinalisKehilangan funsgsi motorik dan sensorik secara komplit.

Posterior cord syndromeKerusakan pada anterior dari daerah putih dan abu- abu medulla spinalisKerusakan proprioseptiv diskriminasi dan getaran. Funsgis motor juga terganggu

Cauda equine syndromeKerusakan pada saraf lumbal atau sacral samapi ujung medulla spinalisKerusakan sensori dan lumpuh flaccid pada ekstremitas bawah dan kontrol berkemih dan defekasi.

Cedera Medulla Spinalis Cedera medulla spinalis adalah suatu kerusakan pada medulla spinalis akibat trauma atau non trauma yang akan menimbulkan gangguan pada sistem motorik, sistem sensorik dan vegetatif. Kelainan motorik yang timbul berupa kelumpuhan atau gangguan gerak dan fungsi otot-otot, gangguan sensorik berupa hilangnya sensasi pada area tertentu sesuai dengan area yang dipersyarafi oleh level vertebra yang terkena.

Etiologi1. traumatic : terjadi ketika benturan fisik eksternal seperti yang diakibatkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh atau kekerasan, merusak medula spinalis. Sebagai lesi traumatik pada medula spinalis dengan beragam defisit motorik dan sensorik atau paralisis. Sesuai dengan American Board of Physical Medicine and Rehabilitation Examination Outline for Spinal Cord Injury Medicine, cedera medula spinalis traumatik mencakup fraktur, dislokasi dan kontusio dari kolum vertebra. 6,72. non traumatic : terjadi ketika kondisi kesehatan seperti penyakit, infeksi atau tumor mengakibatkan kerusakan pada medula spinalis, atau kerusakan yang terjadi pada medula spinalis yang bukan disebabkan oleh gaya fisik eksternal. Faktor penyebab dari cedera medula spinalis mencakup penyakit motor neuron, myelopati spondilotik, penyakit infeksius dan inflamatori, penyakit neoplastik, penyakit vaskuler, kondisi toksik dan metabolik dan gangguan kongenital dan perkembangan. 8EpidemiologiPada usia 45 tahun fraktur terjadi pada pria dibandingkan pada wanita karena olahraga, pekerjaan dan kecelakaan bermotor. Tetapi belakangan ini wanita lebih banyak dibandingkan pria karena faktor osteoporosis yang diasosiasikan dengan perubahan hormonal (menopose).2 Kejadian ini lebih dominan pada pria usia muda sekitar lebih 75% dari seluruh cedera.Gejala Klinis1. Gangguan sensasi menyangkut adanya anastesia, hiperestesia, parastesia.2. Gangguan motorik menyangkut adanya kelemahan dari fungsi otot-otot dan reflek tendon myotome.3. Gangguan fungsi vegetatif dan otonom menyangkut adanya flaccid dan sapstic blader dan bowel.4. Gangguan fungsi seperti makan, toileting, berpakaian, kebersihan diri.5. Gangguan mobilisasi yaitu Miring kanan dan kiri, Transfer dari tidur ke duduk, Duduk, Transfer dari bed ke kursi roda, dan dari kursi roda ke bed.6. Penurunan Vital sign yaitu penurunan ekspansi thorax, kapasitas paru dan hipotensi.7. Skin problem menyangkut adanya decubitus.Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan penunjang yang sebaiknya dikerjakan meliputi pemeriksaan laboratorium darah dan pemeriksaan radiologis. Dianjurkan melakukan pemeriksaan 3 posisi standar (anteroposterior, lateral, odontoid) untuk vertebra servikal, danposisi AP danlateral untuk vertebra thorakal dan lumbal. Pada kasus-kasus yang tidak menunjukkan kelainan radiologis, pemeriksaan lanjutan dengan CT Scan dan MRI sangat dianjurkan. MRImerupakan alat diagnostikyang paling baik untuk mendeteksi lesi di medulla spinalis akibat cedera/traumaPungsi Lumbal berguna pada fase akut trauma medula spinalis. Sedikit peningkatan tekanan likuor serebrospinalis dan adanya blokade pada tindakan Queckenstedt menggambarkan beratnya derajat edema medula spinalis, tetapi perlu diingattindakan pungsi lumbal ini harus dilakukan dengan hati-hati, karena posisi fleksi tulang belakang dapat memperberat dislokasi yang telah terjadi. Dan antefleksi pada vertebra servikal harus dihindari bila diperkirakan terjadi

Penatalaksanaana. Lakukan tindakan segera untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada medula spinalis. Sebagian cederaa medula spinalis diperburuk oleh penanganan yang kurang tepat, efek hipotensi atau hipoksia pada jaringan syaraf yang sudah terganggu. Letakkan pasien pada alas yang keras dan datar untuk pemindahan Beri bantal pasir pada sisi pasien untuk mencegah pergeseran Selimuti pasien untuk mencegah kehilangan hawa panas badan Pindahkan pasien ke rumah sakit yang memiliki fasilitas penanganan kasus cedera medula spinalisb. Perawatan khusus Komosio medula spinalis (fraktur atau dislokasi) tidak stabil harus disiingkirkan, jika terjadi pemulihan sempurna pengobatan tidak diperlukan Kontusio/ transeksi/ kompresi medula spinalisDengan : Metil prednisolon 30mg/kgBB bolus intravena selama 15 menit dilanjutkan dengan 5,4 mg/kgBB/jam selama 45 menit. Setelah bolus, selama 23 jam, hasil optimal bila pemberian dilakukan