referat nihl 2 fix

Upload: muhammad-gufran

Post on 08-Oct-2015

130 views

Category:

Documents


35 download

DESCRIPTION

mjl

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan pendengaran akibat bising ( Noise Induced Hearing Loss / NIHL ) merupakan gangguan pendengaran akibat terpajan oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja. Sifat ketuliannya adalah tuli sensorineural koklea dan umumnya terjadi pada kedua telinga.1Kebisingan yang tinggi memberikan efek yang merugikan pada tenaga kerja, terutama pada indera pendengaran. Tenaga kerja memiliki risiko mengalami NIHL yang dapat terjadi secara perlahan-lahan dalam waktu lama dan tanpa disadari. Penurunan daya pendengaran tergantung dari lamanya pemaparan serta tingkat kebisingan, sehingga faktor-faktor yang menimbulkan gangguan pendengaran harus dikurangi.5,6

Negara-negara di dunia telah menetapkan bahwa NIHL merupakan penyakit kerja yang terbesar diderita. Sebagian dari ketulian yang diderita oleh orang dewasa dikarenakan oleh kebisingan di tempat kerja, sehingga NIHL dapat dijadikan masalah yang perlu ditangani dan mendapatkan perhatian khusus. 3,4Berdasarkan laporan WHO tahun 2004 diperkirakan hampir 14% dari total tenaga kerja di negara industri terpapar bising melebihi 90 dB di tempat kerjanya. NIOSH pada tahum 1998 mencatat lebih dari 30 juta orang di Amerika terpapar bising 85 dB atau lebih.3,6Prevalensi ketulian di Indonesia sekitar 4,6% atau sebanyak 16 juta orang dan gangguan pendengaran sekitar 16,8% dari jumlah penduduk Indonesia. Hasil studi pada sebuah pabrik peleburan baja, prevalensi Noise Induced Hearing Loss (NIHL) adalah sebesar 31,55% pada tingkat paparan kebisingan 85-105 dBA. Kalimantan Timur berdasarkan hasil Riskesdas pada tahun 2013, prevalensi ketulian sebesar 0,03%. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Susanto tahun 2012 pada tenaga kerja di PLTD KA Samarinda ditemukan bahwa 26 tenaga kerja (76,5%) tenaga kerja mengalami gangguan pendengaran dan yang tidak mengalami gangguan pendengaran sebanyak 8 responden (23,5%) dari total tenaga kerja sebanyak 34 orang.5,11Mengingat besarnya masalah tersebut, maka diperlukan adanya perhatian yang lebih terhadap masalah kesehatan indera pendengaran, khususnya gangguan pendengaran akibat bising (NIHL).1.2 Tujuan

a. Untuk menambah pengetahuan penulis tentang etiologi, pathogenesis, penegakan diagnosis, penatalaksanaan dan prognosis dari dari gangguan pendengaran akibat bising (NIHL).

b. Sebagai tugas ilmiah kepaniteraan klinik di laboratorium Ilmu Penyait Telinga, Hidung dan Tenggorokan.BAB II

TINJAUAN PUSTAKA2.1. Anatomi Telinga DalamTelinga dalam (labirin) mengandung organ pendengaran dan keseimbangan, terletak pada pars petrosa os temporal. Labirin terdiri dari labirin bagian tulang dan labirin bagian membran. Labirin bagian tulang terdiri dari kanalis semisirkularis, vestibulum dan koklea. Labirin bagian membran terletak didalam labirin bagian tulang terdiri dari kanalis semisirkularis, utrikulus, sakulus, sakus dan duktus endolimfatikus serta koklea.7,8Antara labirin bagian tulang dan membran terdapat suatu ruangan yang berisi cairan perilimfe yang berasal dari cairan serebrospinalis dan filtrasi dari darah, sedangkan didalam labirin bagian membran terdapat cairan endolimfe yang diproduksi oleh stria vaskularis dan diresorbsi pada sakkus endolimfatikus. 7,8Kanalis semisirkularis terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian superior, posterior dan lateral yang membentuk sudut 90 satu sama lain. Masing-masing kanal membentuk 2/3 lingkaran, berdiameter antara 0,8 1,0 mm dan membesar hampir dua kali lipat pada bagian ampula. Vestibulum memiliki 5 muara kanalis semisirkularis dimana kanalis superior dan posterior bersatu membentuk krus kommune sebelum memasuki vestibulum.7,9Bagian vestibulum telinga dalam adalah suatu ruangan kecil yang berbentuk oval, berukuran kurang lebih 5 x 3 mm dan memisahkan koklea dari kanalis semisirkularis.7,8 Vestibulum telinga dalam dibentuk oleh sakulus, utrikulus dan kanalis semisirkularis. Sakulus dan utrikulus ini berhubungan satu sama lain dengan perantaraan duktus utrikulo-sakkularis yang bercabang menjadi duktus endolimfatikus dan berakhir pada suatu lipatan dari duramater pada bagian belakang os piramidalis yang disebut sakkus endolimfatikus. Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang diliputi oleh sel-sel rambut. Menutupi sel-sel rambut ini adalah suatu lapisan gelatinosa yang ditembus oleh silia dan pada lapisan ini terdapat pula otolit yang mengandung kalsium dan dengan berat jenis yang lebih besar daripada endolimfe. Pengaruh gravitasi menyebabkan gaya dari otolit akan membengkokkan silia sel-sel rambut dan menimbulkan rangsangan pada reseptor. 9

Gambar 2.1 Anatomi telinga dalam30Koklea terletak didepan vestibulum menyerupai rumah siput dengan panjang 30-35 mm. Koklea membentuk 2 - 2 kali putaran dengan sumbunya yang disebut modiolus yang berisi berkas saraf dan suplai darah dari arteri vertebralis.7,9 Serabut saraf ini berjalan ke lamina spiralis ossea untuk mencapai sel-sel sensorik organ Corti. Koklea bagian tulang dibagi dua oleh suatu sekat. Bagian dalam sekat ini adalah lamina spiralis ossea dan bagian luarnya adalah lamina spiralis membranasea, sehingga ruang yang mengandung perilimfe terbagi dua yaitu skala vestibuli dan skala timpani. Kedua skala ini bertemu pada ujung koklea yang disebut helikotrema. Skala vestibuli berawal pada foramen ovale dan skala timpani berakhir pada foramen rotundum. Pertemuan antara lamina spiralis ossea dan membranasea kearah perifer membentuk suatu membran yang tipis yang disebut membran Reissner yang memisahkan skala vestibuli dengan skala media (duktus koklearis). Duktus koklearis berbentuk segitiga, dihubungkan dengan labirin tulang oleh jaringan ikat penyambung periosteal. Duktus koklearis berhubungan dengan sakulus dengan perantaraan duktus Reuniens.7,9,10

Gambar 2.2. Anatomi koklea31Organ Corti terletak di atas membran basilaris yang mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran. Organ Corti terdiri dari satu baris sel rambut dalam yang berisi kira-kira 3000 sel dan 3 baris sel rambut luar yang berisi kira-kira 12.000 sel. Sel-sel ini menggantung lewat lubang-lubang lengan horizontal dari suatu jungkat-jungkit yang dibentuk oleh sel-sel penyokong. Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung bawah sel rambut. Permukaan sel rambut memiliki strereosilia yang melekat pada suatu selubung yang cenderung datar yang dikenal sebagai membran tektoria. Membran tektoria disekresi dan disokong oleh limbus.7,9,102.2. Fisiologi PendengaranProses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfe pada skala vestibula bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupaan rangsangan mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter kedalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.1

2.3.Bising2.3.1.Definisi

Bising diartikan sebagai suara yang tidak dikehendaki.1,11 Secara audiologik, bising adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi.1 Kebisingan merupakan bunyi yang tidak di inginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan.8,122.3.2.Sumber Kebisingan

Sumber kebisingan ialah sumber bunyi yang kehadirannya dianggap mengganggu pendengaran baik bergerak maupun tidak bergerak. Pada umumnya kebisingan berasal dari kegiatan industri, perdagangan, alat pembangkit tenaga, alat pengangkut dan kegiatan rumah tangga. Di industri, kebisingan dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu:11a. Mesin

Kebisingan yang ditimbulkan oleh pergerakan atau aktifitas mesin.b. Vibrasi

Kebisingan yang ditimbulkan akibat getaran yang terjadi karena gesekan, benturan atau ketidakseimbangan gerakan bagian mesin. Umumnya terjadi pada roda gigi, piston, kipas angin dan sebagainya.

c. Pergerakan udara, gas dan cairan

Kebisingan yang ditimbulkan akibat pergerakan udara, gas dan cairan dalam proses kerja industri, misalnya jet, pipa penyalur gas, bom dan sebagainya.2.3.3.Standar Nilai Ambang Batas Kebisingan

Nilai ambang batas (NAB) merupakan standar faktor tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaannya sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. 11 Berikut adalah nilai ambang batas faktor fisik ditempat kerja untuk kebisingan:Tabel 2.1 Nilai Ambang Batas Faktor Fisik

Waktu pemajanan per hariIntensitas kebisingan dalam dB

8Jam85

488

291

194

30Menit97

15100

7,5103

3,75106

1,88109

0,94112

28,12Detik115

14,06118

7,03121

3,52124

1,76127

2.3.4.Baku Tingkat Kebisingan

Bau tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Baku tingkat kebisingan peruntukan kawasan/ lingkungan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:12Tabel 2.2 Baku tingkat kebisingan peruntukan kawasan / lingkungan

Peruntukan kawasan/lingkungan kegiatanTingkat kebisingan (dB)

Peruntukan kawasan

1. Perumahan dan pemukiman55

2. Perdagangan dan jasa70

3. Perkantoran65

4. Ruang terbuka hijau50

5. Industri70

6. Pemerintahan dan fasilitas umum60

7. Rekreasi70

8. Tempat khusus: Bandar udara, stasiun, pelabuhan70

Lingkungan kegiatan

1. Rumah sakit55

2. Sekolah55

3. Tempat ibadah55

2.3.5.Pengaruh Kebisingan pada PendengaranPerubahan ambang dengar akibat paparan bising tergantung pada frekwensi bunyi, intensitas dan lama waktu paparan, dapat berupa :1, 131. AdaptasiReaksi adaptasi merupakan respon kelelahan akibat rangsangan oleh bunyi dengan intensitas 70 dB SPL atau kurang, keadaan ini merupakan fenomena fisiologis pada saraf telinga yang terpajan bising.

2. Peningkatan ambang dengar sementaraTerjadi kenaikan ambang pendengaran sementara yang secara perlahan-lahan akan kembali seperti semula. Keadaan ini berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam bahkan sampai beberapa minggu setelah pemaparan. Kenaikan ambang pendengaran sementara ini mula-mula terjadi pada frekwensi 4000 Hz, tetapi bila pemaparan berlangsung lama maka kenaikan nilai ambang pendengaran sementara akan menyebar pada frekwensi sekitarnya. Makin tinggi intensitas dan lama waktu pemaparan makin besar perubahan nilai ambang pendengarannya. Respon tiap individu terhadap kebisingan tidak sama tergantung dari sensitivitas masing-masing individu.3. Peningkatan ambang dengar menetapKenaikan terjadi setelah seseorang cukup lama terpapar kebisingan, terutama terjadi pada frekwensi 4000 Hz. Gangguan ini paling banyak ditemukan dan bersifat permanen, tidak dapat disembuhkan . Kenaikan ambang pendengaran yang menetap dapat terjadi setelah 3,5 sampai 20 tahun terjadi pemaparan, ada yang mengatakan baru setelah 10-15 tahun setelah terjadi pemaparan. Penderita mungkin tidak menyadari bahwa pendengarannya telah berkurang dan baru diketahui setelah dilakukan pemeriksaan audiogram.2.4.Gangguan Pendengaran Akibat Bising

2.4.1.Definisi

Gangguan pendengaran akibat bising ( Noise Induced Hearing Loss / NIHL ) merupakan gangguan pendengaran akibat terpajan oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja. Sifat ketuliannya adalah tuli sensorineural koklea dan umumnya terjadi pada kedua telinga.12.4.2.Etiologi

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemaparan kebisingan :a. Intensitas kebisinganBising yang intensitasnya 85 desibel (dB) atau lebih dapat menyebabkan kerusakan pada reseptor pendengaran Corti di telinga dalam, dan yang sering mengalami kerusakan adalah alat Corti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 3000 Hertz (Hz) sampai dengan 6000 Hz dan yang terberat kerusakan alat Corti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 4000 Hz, seperti yang terlihat pada gambar 2.4.1,14 Gambar 2.4 Sel rambut normal dan sel rambut yang mengalami kerusakan33b. Lamanya waktu pemaparan bisingWaktu bekerja di lingkungan bising yang diperlukan untuk dapat mengakibatkan menjadi PTS (Permanent Threshold Shift) yakni 10-15 tahun.14c. Kerentanan individuBeberapa penelitian menyebutkan bahwa beberapa orang mampu mengadakan toleransi untuk bising frekuensi tinggi dalam jangka panjang, tetapi tidak untuk orang yang lainnya meskipun berada dalam ligkungan yang sama, bahkan bisa menjadi lebih cepat. Resiko itu seperti interaksi antara kerentanan genetik dengan intensitas paparan bising.14,16d. Jenis kelaminLaki-laki dilaporkan memiliki risiko dua kali lebih besar dan lebih cepat mengalami NIHL dibandingkan perempuan, hal ini dikaitkan dengan lingkungan kerja dan frekuensi terpajan kebisingan.17e. UsiaUsia juga ikut berpengaruh terhadap fungsi pendengaran. Usia lebih tua relatif akan mengalami penurunan kepekaan terhadap rangsangan suara karena adanya faktor presbikusis, yaitu proses degenerasi organ pendengaran yang dimulai pada usia 40 tahun ke atas. Presbikusis ditandai dengan adanya perubahan rentang frekuensi pendengaran dari 16-20000 Hz menjadi 50-10000 Hz, sedangkan pada NIHL terdapat notch pada 4000 Hz.18,19f. MerokokPerokok memiliki risiko 1,69 kali lebih besar menderita NIHL dibandingkan individu yang tidak merokok, dan nilai ambang perokok dilaporkan lebih buruk dibandingkan dengan individu yang tidak merokok, tetapi hal ini belum dapat dijelaskan dengan pasti.20g. ToksikZat-zat yang bersifat ototoksik seperti regimen pengobatan TB, butanol, karbon disulfide, etil benzene, toluene, merkuri, karbon monoksida dan lain-lain dapat menyebabkan kerusakan pada koklea ataupun jaras pendengaran. Gangguan pendengaran terjadi akibat efek ototoksisitasnya maupun kombinasi dengan kebisingan.182.4.3.KlasifikasiBerdasarkan derajat, ISO membagi ketulian menjadi:1a) Telinga normal: nilai ambang pendengaran 0-25 dB

b) Tuli ringan: nilai ambang pendengaran 26-40 dBc) Tuli sedang: nilai ambang pendengaran 41-55 dB

d) Tuli sedang berat: nilai ambang pendengaran 56-70 dB

e) Tuli berat: nilai ambang pendengaran 71-90 dB

f) Tuli sangat berat: nilai ambang pendengaran > 90 dBNIHL dapat dikelompokkan menjadi:1. Temporary Threshold Shift ( TTS )Seseorang yang pertama sekali terpapar suara bising akan mengalami berbagai perubahan, yang mula-mula tampak adalah ambang pendengaran bertambah tinggi pada frekwensi tinggi. Pada gambaran audiometri tampak sebagai notch yang curam pada frekwensi 4000 Hz, yang disebut juga acoustic notch.21Pada tingkat awal terjadi pergeseran ambang pendengaran yang bersifat sementara, yang disebut juga TTS. Apabila beristirahat diluar lingkungan bising biasanya pendengaran dapat kembali normal.21Untuk mendiagnosis TTS peru dilakukan dua kali audiometri, yaitu sebelum dan sesudah tenaga kerja terpapar bising. Sebelumnya tenaga kerja dijauhkan dari tempat bising sekurangnya 14 jam.212. Permanent Threshold Shift (PTS)Kasus NIHL sering ditemukan dalam praktek sehari-hari, dan hal ini disebut dengan occupational hearing loss atau kehilangan pendengaran karena pekerjaan atau nama lainnya ketulian akibat bising industri.21Untuk merubah TTS menjadi PTS diperlukan waktu bekerja di lingkungan bising selama 10 15 tahun, tetapi hal ini bergantung juga kepada tingkat suara bising dan kepekaan seseorang terhadap suara bising. PTS biasanya terjadi disekitar frekwensi 4000 Hz dan perlahan-lahan meningkat dan menyebar ke frekwensi sekitarnya. PTS mula-mula tanpa keluhan, tetapi apabila sudah menyebar sampai ke frekwensi yang lebih rendah (2000 dan 3000 Hz) keluhan akan timbul. Awal mulanya seseorang akan mengalami kesulitan untuk mengadakan pembicaraan di tempat yang ramai (cocktail party deafness), tetapi bila sudah menyebar ke frekwensi yang lebih rendah maka akan timbul kesulitan untuk mendengar suara yang sangat lemah. Notch bermula pada frekwensi 3000 6000 Hz, dan setelah beberapa waktu gambaran audiogram menjadi datar pada frekwensi yang lebih tinggi. Kehilangan pendengaran pada frekwensi 4000 Hz akan terus bertambah dan menetap setelah 10 tahun dan kemudian perkembangannya menjadi lebih lambat.213. Tuli karena trauma akustikPerubahan pendengaran terjadi secara tiba-tiba, karena suara impulsif dengan intensitas tinggi seperti letusan, ledakan dan lain sebagainya. Diagnosis mudah dibuat karena pasien dapat mengatakan dengan tepat terjadinya ketulian. Tuli ini biasanya bersifat akut dan cepat sembuh secara parsial ataupun kompleks. 21Segera setelah terjadi pemaparan bising yang mendadak dan merusak, terjadi oedem sel-sel rambut pada tepi lesi dan tanda-tanda kerusakan pada serabut saraf yang tidak bermielin dari organ Corti. Secara histologist kerusakan yang terjadi pada kornea berupa robekan pada sel penunjang, terkoyaknya sel sensorik bersilia luar dan dalam, terlepasnya lamina basalis dari dasarnya atau kombinasi lebih dari satu kerusakan.372.4.4.PatogenesisTuli akibat bising mempengaruhi organ Corti di koklea terutama sel-sel rambut. Daerah yang pertama terkena adalah sel-sel rambut luar yang menunjukkan adanya degenerasi yang meningkat sesuai dengan intensitas dan lama paparan. Stereosilia pada sel-sel rambut luar menjadi kurang kaku sehingga mengurangi respon terhadap stimulasi. Bertambahnya intensitas dan durasi paparan akan dijumpai lebih banyak kerusakan seperti hilangnya stereosilia. Daerah yang pertama kali terkena adalah daerah basal. Hilangnya stereosilia menyebabkan sel-sel rambut mati yang akan digantikan oleh jaringan parut. Semakin tinggi intensitas paparan bunyi, sel-sel rambut dalam dan sel-sel penunjang juga rusak. Semakin luasnya kerusakan pada sel-sel rambut, dapat timbul degenerasi pada saraf yang juga dapat dijumpai di nukleus pendengaran pada batang otak. 8,22Perubahan anatomi yang terjadi akibat paparan bising ialah saat gelombang suara lewat, membran basilaris meregang sepanjang sisi ligamentum spiralis, dimana bagian tengahnya tidak disokong. Pada daerah ini terjadi penyimpangan yang maksimal. Sel-sel penunjang disekitar sel rambut dalam juga sering mengalami kerusakan akibat paparan bising yang sangat kuat dan hal ini kemungkinan merupakan penyebab mengapa baris pertama sel rambut luar yang bagian atasnya bersinggungan dengan phalangeal process dari sel pilar luar dan dalam merupakan daerah yang paling sering rusak. 8,22Saluran transduksi berada pada membran plasma pada masing-masing silia, baik didaerah tip atau sepanjang tangkai ( shaft ), yang dikontrol oleh tip links, yaitu jembatan kecil diantara silia bagian atas yang berhubungan satu sama lain. Gerakan mekanis pada barisan yang paling atas membuka ke saluran menyebabkan influks K+ dan Ca++ sehingga menghasilkan depolarisasi membran plasma. Pergerakan daerah yang berlawanan akan menutup saluran serta menurunkan jumlah depolarisasi membran. Apabila depolarisasi mencapai titik kritis dapat memacu peristiwa intraseluler. Telah diketahui bahwa sel rambut luar memiliki sedikit afferen dan banyak efferen. Gerakan mekanis membran basilaris merangsang sel rambut luar berkontraksi sehingga meningkatkan gerakan pada daerah stimulasi dan meningkatkan gerakan mekanis yang akan diteruskan ke sel rambut dalam dimana neurotransmisi terjadi. Kerusakan sel rambut luar mengurangi sensitifitas dari bagian koklea yang rusak. 8,22Kekakuan silia berhubungan dengan tip links yang dapat meluas ke daerah basal melalui lapisan kutikuler sel rambut. Paparan bising dengan intensitas rendah menyebabkan kerusakan minimal silia, tanpa fraktur daerah basal atau kerusakan tip links yang luas. Tetapi suara dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan kerusakan tip links sehingga menyebabkan kerusakan yang berat, fraktur daerah basal dan perubahan-perubahan sel yang irreversible. 8,22Paparan berlebihan dari suara selain menyebabkan kelainan mekanik, juga dapat menyebabkan pembentukan radikal bebas seperti Reactive Oxygen Species (ROS), Reactive Nitrogen Species (RNS) dan molekul radikal bebas lainnya di koklea. Komponen radikal bebas ini dapat menyebabkan kerusakan dan kehilangan fungsi koklea.82.4.5.PatologiLokasi dan perubahan histopatologi yang terjadi pada telinga akibat kebisingan adalah sebagai berikut :1,8,231. Kerusakan pada sel sensorisa. Degenerasi pada daerah basal dari duktus koklearisb. Pembengkakan dan robekan dari sel-sel sensorisc. Anoksia2. Kerusakan pada stria vaskularisSuara dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan kerusakan stria vaskularis oleh karena penurunan bahkan penghentian aliran darah pada stria vaskularis dan ligamen spiralis sesudah terjadi rangsangan suara dengan intensitas tinggi.3. Kerusakan pada serabut saraf dan nerve ending. Keadaan ini masih banyak dipertentangkan, tetapi pada umumnya kerusakan ini merupakan akibat sekunder dari kerusakan-kerusakan sel-sel sensoris.4. Hidrops endolimf

2.4.6.Gejala klinisTuli akibat bising dapat mempengaruhi diskriminasi dalam berbicara (speech discrimination) dan fungsi sosial. Gangguan pada frekwensi tinggi dapat menyebabkan kesulitan dalam menerima dan membedakan bunyi konsonan. Bunyi dengan nada tinggi, seperti suara bayi menangis atau deringan telepon dapat tidak didengar sama sekali. Ketulian biasanya bilateral. Selain itu tinnitus merupakan gejala yang sering dikeluhkan dan akhirnya dapat mengganggu ketajaman pendengaran dan konsentrasi.1,24Secara umum gambaran NIHL adalah : 251. Bersifat sensorineural2. Hampir selalu bilateral3. Jarang menyebabkan tuli derajat sangat berat, derajat ketulian berkisar antara 40 s/d 75 dB.4. Apabila paparan bising dihentikan, tidak dijumpai lagi penurunan pendengaran yang signifikan.5. Kerusakan telinga dalam mula-mula terjadi pada frekwensi 3000, 4000 dan 6000 Hz, dimana kerusakan yang paling berat terjadi pada frekwensi 4000 Hz.6. Dengan paparan bising yang konstan, ketulian pada frekwensi 3000, 4000 dan 6000 Hz akan mencapai tingkat yang maksimal dalam 10 15 tahun.

Bising yang berlebihan juga mempunyai pengaruh non auditory seperti pengaruh terhadap komunikasi wicara, gangguan konsentrasi, gangguan tidur sampai memicu stress akibat gangguan pendengaran yang terjadi.1,262.4.7.DiagnosisUntuk menegakkan diagnosis NIHL, harus dilakukan anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan audiologik. Anamnesis didapatkan riwayat penah bekerja atau sedang bekerja di lingkungan bising dalam jangka waktu yang cukup lama, biasanya lebih dari 5 tahun, mengalami kesulitan berbicara dilingkungan yang ramai, jika berbicara biasanya mendekatkan telinga ke orang yang berbicara, bicara dengan suara menggumam dan sering timbul tinitus. Biasanya pada proses yang berlangsung perlahan-lahan ini kesulitan komunikasi kurang dirasakan oleh penderita, sehingga perlu ditanyakan kepada keluarga atau pekerja lain.1,18,27Pemeriksaan fisik umumnya tidak ditemukan kelainan. Pemeriksaan telinga, hidung dan tenggorokan perlu dilakukan secara lengkap dan seksama untuk menyingkirkan penyebab kelainan organik yang menimbulkan gangguan pendengaran seperti infeksi telinga, trauma telinga karena agen fisik lainnya, paparan agen toksik dan alergi.

Pemeriksaan audiologi, tes penala didapatkan hasil Rinne positif, hasil Weber lateralisasi ke telinga yang pendengarannya lebih baik dan Schwabach memendek. Kesan jenis ketuliannya adalah tuli sensorineural yang biasanya mengenai kedua telinga.1Ketulian timbul secara bertahap dalam jangka waktu bertahun-tahun, yang biasanya terjadi dalam 8 10 tahun pertama paparan. Pemeriksaan audiometri nada murni didapatkan tuli sensorineural pada frekwensi tinggi (umumnya 3000 6000 Hz) dan pada frekwensi 4000 Hz sering terdapat takik (notch) yang patognomonik untuk jenis ketulian ini.1,27Pemeriksaan audiologi khusus seperti SISI (Short Increment Sensitivity Index), ABLB (Alternate Binaural Loudness Balance) dan Speech Audiometry menunjukkan adanya fenomena rekrutmen yang khas untuk tuli saraf koklea.12.4.8.Diagnosis Banding291. Otosklerosis

Otosklerosis merupakan penyakit autosomal dominan yang dapat menyerang pria maupun wanita, menyebabkan tuli konduksi pada dewasa muda, dapat di diagnosis dengan tes Rinne ataupun tes Weber.

2. BarotraumaBarotrauma dapat menyebabkan gangguan pada telinga tengah dan dalam, ditandai dengan adanya tinnitus yang berfluktuasi, vertigo dan tuli sensorineural yang disebabkan oleh kerusakan telinga dalam, biasanya terjasi pada penyelam.3. Penyakit Meniere

Gangguan penengaran akibat adanya hidrops endolimfatik, ditandai dengan adanya tuli sensorineural nada rendah, tinitus, vertigo dan rasa penuh di telinga.

4. Tumor otak / neuroma akustik5. Obat ototoksik

6. Trauma, seperti fraktur basis kranii.2.4.9.Penatalaksanaana. MedikamentosaPengobatan yang dapat di berikan untuk pasien NIHL diantaranya:34a. Kotrikosteroid berfungsi untuk meningkatkan mikrosirkulasi pada koklea setelah terjadi trauma akibat bising pada masa akut. b. Obat-obatan yang meningkatkan aliran darah seperti epinefrin, dextran pentoxifillin dan bubuk hidroksietil dapat digunakan untuk meningkatkan aliran darah melewati koklea setelah terjadi trauma akibat bising pada masa akut.

c. Oksigen berfungsi untuk menurunkan ambang pendengaran dan kehilangan sel rambut setelah terjadi trauma akustik.

d. Neurotropin seperti nerve growth factor, brain-derived nerve growth factor, neurotrophin-3 dan glial cell line-derived neurotrophic factor dapat menstimulasi kembali pertumbuhan saraf dan mencegah terjadinya tuli sensorineural.

e. Antioksidan berfungsi untuk menghilangkan ROS yang terlibat dalam terjadinya NIHLf. Antagonis reseptor glutamat berfungsi untuk menurunkan timulasi berlebihan pada reseptor glutamat yang berperan pada pathogenesis NIHL.g. Terapi gen dengan menggunakan vektor virus atau liposom untuk menghantarkan asam nukleat seperti neurotropin transgenik ke koklea.b. Non- medikamentosaPenderita sebaiknya dipindahkan kerjanya dari lingkungan bising. Bila tidak mungkin dipindahkan dapat dipergunakan alat pelindung telinga yaitu berupa sumbat telinga (ear plugs), tutup telinga (ear muffs) dan pelindung kepala (helmet). 1

Gambar 2.5 Alat Pelindung Dengar35NIHL adalah tuli saraf koklea yang bersifat menetap, bila gangguan pendengaran sudah mengakibatkan kesulitan berkomunikasi dengan volume percakapan biasa, dapat dicoba pemasangan alat bantu dengar (ABD). Apabila pendengarannya telah semakin memburuk, sehingga dengan memakai ABD pun tidak dapat berkomunikasi dengan adekuat, perlu dilakukan psikoterapi supaya pasien dapat menerima keadaannya. Latihan pendengaran juga dapat dilakukan agar pasien dapat menggunakan sisa pendengaran dengan ABD secara efisien dibantu dengan membaca ucapan bibir, mimik dan gerakan anggota badan serta bahasa isyarat untuk dapat berkomunikasi.1Rehabilitasi suara juga diperlukan karena pasien mendengar suaranya sendiri lemah, agar pasien dapat mengendalian volume, tinggi rendah dan irama percaapan. Pada pasien yang telah mengalami tuli total bilateral dapat dipertimbangkan untuk pemasangan implant koklea.12.4.10.PrognosisNIHL adalah tuli saraf koklea yang sifatnya menetap, dan tidak dapat sepenuhnya diobati secara medikamentosa maupun pembedahan, maka prognosisnya kurang baik. Pencegahan terjadinya ketulian adalah yang terpenting.12.4.11. PencegahanTujuan utama perlindungan terhadap pendengaran adalah untuk mencegah terjadinya NIHL yang disebabkan oleh kebisingan di lingkungan kerja. Penggunaan antioksidan ataupun zat yang dapat meningkatkan aliran darah dapat menjaga sel rambut dari kerusakan akibat papar. Agen otoprotektif tersebut terkandung dalam makanan seperti vitamin A, vitapaman bising. Vitamin C, vitamin E, D-metionin, N-asetil sistein, asetil L-karnitin dan Idebenon.36Program ini terdiri dari 3 bagian yaitu : 11. Pengukuran pendengaranTest pendengaran yang harus dilakukan ada 2 macam, yaitu :a. Pengukuran pendengaran sebelum diterima bekerja.b. Pengukuran pendengaran secara periodik.2. Pengendalian suara bisingDapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :a. Melindungi telinga para pekerja secara langsung dengan memakai tutup telinga, sumbat telinga dan pelindung kepala.b. Mengendalikan suara bising dari sumbernya, dapat dilakukan dengan cara : memasang peredam suara menempatkan suara bising ( mesin ) didalam suatu ruangan yang terpisah dari pekerja3. Analisa bisingAnalisa bising ini dikerjakan dengan jalan menilai intensitas bising, frekwensi bising, lama dan distribusi pemaparan serta waktu total pemaparan bising. Alat utama dalam pengukuran kebisingan adalah sound level meter. 1

Gambar 2.6 Sound Level meterBAB III

RINGKASANNIHL merupakan tuli sensorineural yang disebabkan akibat terpajan oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja.

Penegakan diagnosis NIHL melalui anamnesis, pemeriksaan fisik khususnya dengan menggunakan tes pelana dan audiometri sangatlah membantu. Penatalaksanaan yang tepat dapat membantu pasien dalam mengurangi morbiditasnya akibat terpapar kebisingan.

NIHL adalah tuli sensorineural koklea yang sifatnya menetap dan tidak dapat diobati dengan obat ataupun pembedahan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Soetirto I & Jenny B. Tuli akibat bising (Noise induced hearing loss). Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu penyakit THT. Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 2007. h. 49-52.

2. Boger, M.E, Anardegh B, Branco, Aurea C.O. The Noise Spectrum Influence on Noise- Induced Hearing Loss Prevalence in Workers. Brazilian journal of otorhinolaryngology, 2009, 75 (324-28).

3. WHO. Situation Review and Update on Deafness, Hearing Loss and Intervention Programm. Regional Office for South-East Asia. New Delhi, 2007: 7-10.

4. Nandi S.S, Sarang V.D. Ocupational Noise- Induced Hearing Loss in India. Indian Journal of Occupational Environtmental Medicine, 2008. volume 12 (53-56)

5. Permaningtyas LD, Anton BD, Diah K. Hubungan lama masa kerja dengan kejadian Noise-Induced Hearing Loss pada pekerja industri di Samarinda. Mandala of Health, 2011. Volume 5.6. Sasongko, Dwi P. Kebisingan Lingkungan. Semarang: Universitas Diponegoro. 2000.

7. Moore GF, Ogren FP, Yonkers AJ. Anatomy and embryology of the ear. In : Lee KJ, Ed. Textbook of otolaryngology and head and neck surgery. New York: Elsevier Science Publishing,1989.h.10-20.

8. Aas S & Tron VT. Diffusion-Based Model for Noise-Induced Hearing Loss. Master of Science in Electronics Submission date: Supervisor: Norwegian University of Science and Technology Department of Electronics and Telecommunications. 2007

9. Wright A. Anatomy and ultrastructure of the human ear. In : Gleeson M, Ed. Scott Browns Basic sciences. 6th Ed. Great Britain : Butterworth- Heinemann, 1997.h.1/1/28-49.

10. Liston SL, Duvall AJ. Embriologi, anatomi dan fisiologi telinga. Dalam : Adams GL, Boies LR, Higler PH, Ed. Buku ajar penyakit THT. Edisi ke-6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1997.h.27-38.

11. Susanto, A. 2006. Kebisingan serta pengaruhnya terhadap kesehatan dan lingkungan. Available from http://hseclubindonesia.wordpress.com/2006/10/13/kebisinan-serta- pengaruhnya-terhadap-kesehatan-dan-lingkungan. [cited: 7 Desember 2014].

12. Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia. Keputusan menteri Lingkungan Hidup No.48 Tahun 1996.

13. Rambe AY, Gangguan Pendengaran Akibat Bising. Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan Universitas Sumatera Utara. 200314. Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia. keputusan menteri tenaga kerja nomor : kep 51/men/i999 tentang nilai ambang batas faktor fisika di tempat kerja. 1999.15. Kirchner DB, et all., Occupational Noise-Induced Hearing Loss. ACOEM Task Force on Occupational Hearing Loss. JOEM . 2012. Volume 54, No.1.

16. Dineen, R. Noise and hearing in the building and construction industry: A study on workers views on noise and risk. Causes and prevention of hearing loss. Colloquium.2001. National Acoustics Laboratory.

17. Miller, J. M., Dolan, D. F., Raphael, Y., & Altschuler, R. A. (1998). Interactive effects of aging with noise-induced hearing loss. Scandinavian Audiology, 27(48), 53-61.18. Morris, H. Work related noise induced hearing loss in Australia. Canberra, Australia: Australian Safety and Compensation Council.2006

19. Ecob, R, et al. 'Is the relation of social class to change in hearing threshold levels from childhood to middle age explained by noise, smoking, and drinking behaviour?' International Journal of Audiology. 2008. 47(3), 100-108.

20. Cruickshanks, et al,.Cigarette smoking and hearing loss: The epidemiology of hearing loss study. Journal of American Medical Association. 1998. 279, 1715-1719.

21. Melnick W. Industrial hearing conservation. In : Katz J, Ed. Handbook of clinical audiology. 4th ed. Baltimore : Williams & Wilkins, 1994.h.534-51.

22. Dobie RA. Noise induced hearing loss. In : Bailey BJ, Ed. Head and neck surgery-otolaryngology. Vol.2. Philadelphia: JB Lippincott Company, 1993.h.1782-91.

23. Oedono RMT. Penatalaksanaan penyakit akibat lingkungan kerja dibidang THT. Disampaikan pada PIT Perhati, Batu-Malang, 27-29 Oktober, 1996.

24. Rabinowitz PM. Noise-induced hearing loss. Available from: http://www.findarticles.com/ cf_0/m3225/9_61/62829109/print.jhtml. [cited: 5 Desember 2014].

25. Brookhouser PE, Worthington DW, Kelly WJ. Noise-induced hearing loss. Available from: http://www.uchsc.edu/sm/pmb/envh/noise.htm [cited: 5 Desember 2014].26. Stach BA. Clinical audiology an introduction. San Diego : Singular Publishing Group Inc, 1998. h.137-41. [cited: 7 Desember 2014].

27. Mathur NN. Noise-Induced Hearing LossClinical Presentation.2012

28. Mahdi, Sedjawidada R. Prosedur penetuan persentase ketulian akibat bising industri. Disampaikan pada PIT Perhati, Bukit Tinggi, 28-30 Oktober,1993.

29. Walls C, et al,. Noise-Induced Hearing Loss of Occupational Origin - A Guide for Medical Practitioners. Occupational Safety and Health Service, Department of Labour, Wellington, New Zealand. 2007.30. Mller, carpenter & Swenson. Basic human anatomy. Available from: www.dartmouth.edu/~humananatomy/figures/chapter_44/44-8.HTM [cited: 4 Desember 2014].31. Guyton, Hall. Buku Ajar Faal Kedokteran. Jakarta. EGC. 2005. 32. Harnden. The Special Sense. Available from: www.highlands.edu/academics/divisions/scipe/biology/faculty/harnden/2121/notes/humsens.htm [cited: 4 Desember 2014].33. Bredberg. Hair sel damage. Available from: www.sciencephoto.com/media/257005/view [cited: 4 Desember 2014].34. Thom J, et al,. Treatments for noise-induced hearing Loss. 2005.School of Occupational and Environmental Hygiene

35. Udyogi. Ear Protection. Available from: udyogi.dialindia.com/ear-protection.html [cited: 5 Desember 2014].36. Neukom, M. 2007. Critical review: Efficacy of otoprotective drugs in preventing noise induced hearing loss. Available from: http://fhs/csd/ebp/reviews/2006-07/Neukom.pdf. [cited: 4 Desember 2014].37. Budiyanto A. 2003. Trauma Akustik Akibat Latihan Menembak Pada Taruna Akademi Kepolisian Semarang. Laporan Penelitian. UNDIP: Semarang.Gambar 2.3. Fisiologi Pendengaran32

3