referat knf fix

34
REFERAT Karsinoma Nasofaring Pembimbing : Dr. Susilaningrum, Sp.THT-KL Disusun Oleh : Sulaiman Nulhakim ( FK UPN) Shresta S.M ( FK UPH ) Septriani Bukang ( FK UKRIDA ) Kepaniteraan Klinik 09 Februari – 14 Maret 2015 Departemen Telinga, Hidung Dan Tenggorokan RSPAD Gatot Soebroto Jakarta

Upload: annie-bukang

Post on 15-Sep-2015

252 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

referat knf

TRANSCRIPT

REFERATKarsinoma Nasofaring

Pembimbing :Dr. Susilaningrum, Sp.THT-KL

Disusun Oleh:Sulaiman Nulhakim ( FK UPN)Shresta S.M( FK UPH )Septriani Bukang ( FK UKRIDA )

Kepaniteraan Klinik 09 Februari 14 Maret 2015Departemen Telinga, Hidung Dan Tenggorokan RSPAD Gatot Soebroto Jakarta

BAB IPENDAHULUAN

Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai di antara tumor ganas THT di Indonesia, dimana karsinoma nasofaring termasuk dalam lima besar tumor ganas, dengan frekuensi tertinggi bersama tumor ganas serviks uteri, tumor payudara, tumor getah bening dan tumor kulit, sedangkan didaerah kepala dan leher menduduki tempat pertama (KNF mendapat persentase hampir 60% dari tumor di daerah kepala dan leher, diikuti tumor ganas hidung dan sinus paranasal 18%, laring 16%, dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah).1,2Santosa (1988) mendapatkan jumlah 716 (8,46%) penderita KNF berdasarkan data patologi yang diperoleh di Laboratorium Patologi anatomi FK Unair Surabaya (1973 1976) diantara 8463 kasus keganasan di Seluruh tubuh. Survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1980 secara pathology based mendapatkan angka prevalensi karsinoma nasofaring 4,7 per 100.000 penduduk atau diperkirakan 7000 8000 kasus per tahun di seluruh Indonesia.2,3Penanggulangan karsinoma nasofaring sampai saat ini masih merupakan suatu masalah, dikarenakan oleh etiologi yang masih belum pasti, gejala dini yang tidak khas serta letak nasofaring yang tersembunyi,dan tidak mudah diperiksa oleh mereka yg bukan ahli sehingga diagnosis sering terlambat, dengan ditemukannya metastasis pada leher sebagai gejala pertama. Dengan makin terlambatnya diagnosis maka prognosis akan semakin buruk dengan angka bertahan hidup berkisar 5 tahun.1Dengan melihat hal tersebut, diharapkan dokter dapat berperan dalam pencegahan, deteksi dini, terapi maupun rehabilitasi dari pasien yang menderita karsinoma nasofaring. Penulis berusaha untuk menuliskan aspek-aspek yang dirasakan perlu untuk dipahami oleh para dokter melalui tinjauan pustaka dalam referat ini dan diharapkan dapat bermanfaat.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1.Anatomi dan Fisiologi NasofaringNasofaring merupakan rongga dengan dinding kaku di atas, belakang dan lateral.Batas-batas nasofaring yaitu batas atas (atap) adalah os sphenoid dan sebagian prosessusbasilaris, batas anterior adalah koana dan palatum molle, batas posterior adalah vertebraservikal dan batas inferior adalah permukaan atas palatum molle dan berhubungan denganorofaring.4Batas nasofaring3: Superior : basis kranii, diliputi oleh mukosa dan fascia Inferior : bidang horizontal yang ditarik dari palatum molle Anterior : choane, oleh os vomer dibagi atas choane kanan dan kiri. Posterior : - vertebra cervicalis I dan II Fascia space = rongga yang berisi jaringan longgar Mukosa lanjutan dari mukosa atas Lateral : - mukosa lanjutan dari mukosa atas dan belakang Muara tuba eustachii Fossa rosenmulleriPada dinding lateral nasofaring lebih kurang 1,5 inci dari bagian belakang konkanasal inferior terdapat muara tuba eustachius. Pada bagian belakang atas muara tubaeustachius terdapat penonjolan tulang yang disebut torus tubarius dan dibelakangnyaterdapat suatu lekukan dari fossa Rosenmuller dan tepat diujung atas posteriornya terletakforamen laserum. Pada daerah fossa ini sering terjadi pertumbuhan jaringan limfe yangmenyempitkan muara tuba eustachius sehingga mengganggu ventilasi udara telinga tengah.4 Dinding lateral nasofaring merupakan bagian terpenting, dibentuk oleh laminafaringobasilaris dari fasia faringeal dan otot konstriktor faring superior. Fasia inimengandung jaringan fibrokartilago yang menutupi foramen ovale, foramen jugularis,kanalis karotis dan kanalis hipoglossus. Struktur ini penting diketahui karena merupakantempat penyebaran tumor ke intrakranial.4

Gambar 1. Anatomi nasofaring5

Gambar 2.Nasofaring dilihat dengan nasoendoskopi5Nasofaring berbentuk kerucut dan selalu terbuka pada waktu respirasi karena dindingnya dari tulang, kecuali dasarnya yang dibentuk oleh palatum molle. Nasofaring akan tertutup bila palatum molle melekat ke dinding posterior pada waktu menelan, muntah, mengucapkan kata-kata tertentu.3Fungsi nasofaring adalah sebagai berikut3: Sebagai jalan udara pada respirasi Jalan udara ke tuba eustachii Resonator Sebagai drainage sinus paranasal kavum timpani dan hidung

2.2.Histologi NasofaringMukosa nasofaring dilapisi oleh epitel bersilia repiratory type. Setelah 10tahun kehidupan, epitel secara lambat laun bertransformasi menjadi epitelnonkeratinizing squamous, kecuali pada beberapa area (transition zone). Mukosamengalami invaginasi membentuk kripta. Stroma kaya akan jaringan limfoid danterkadang dijumpai jaringan limfoid yang reaktif. Epitel permukaan dan kriptasering diinfiltrasi dengan sel radang limfosit dan terkadang merusak epitelmembentuk reticulated pattern. Kelenjar seromucinous dapat juga dijumpai,tetapi tidak sebanyak yang terdapat pada rongga hidung.6

Gambar 3.Sel epitel transisional, pelapis nasofaring72.3Definisi Karsinoma NasofaringKarsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang tumbuh didaerah nasofaring dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasofaring.2

2.4.EpidemiologiAngka kejadian Kanker Nasofaring (KNF) di Indonesia cukup tinggi, yakni 4,7 kasus/tahun/100.000 penduduk atau diperkirakan 7000 8000 kasus per tahun di seluruh Indonesia (Survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1980 secara pathology based). Santosa (1988) mendapatkan jumlah 716 (8,46%) penderita KNF berdasarkan data patologi yang diperoleh di Laboratorium Patologi anatomi FK Unair Surabaya (1973 1976) diantara 8463 kasus keganasan di Seluruh tubuh. Di RSCMJakarta ditemukan lebih dari 100 kasus setahun, RS. Hasan Sadikin Bandung rata-rata 60 kasus, Ujung Pandang 25 kasus, Denpasar 15 kasus, dan di Padang dan Bukit tinggi (1977-1979). Dalam pengamatan dari pengunjung poliklinik tumor THT RSCM, pasien karsinoma nasofaring dari ras Cina relative sedikit lebih banyak dari suku bangsa lainya.1,3Ras mongoloid merupakan faktor dominan timbulnya KNF, sehingga kekerapan cukup tinggi pada pendduduk Cina bagian selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Untuk diketahui bahwa penduduk di provinsi Guang Dong ini hampir setiap hari mengkonsumsi ikan yang diawetkan (diasap, diasin), bahkan konon kabarnya seorang bayi yang baru selesai disapih, sebagai makanan pengganti susu ibu adalah nasi yang dicampur ikan asin ini. Di dalam ikan yang diawetkan dijumpai substansi yang bernama nitrosamine yang terbukti bersifat karsinogen bagi hewan percobaan.1,4Tumor ini lebih sering ditemukan pada pria dibanding wanita dengan rasio 2-3:1 dan apa sebabnya belum dapat diungkapkan dengan pasti, mungkin ada hubungannya dengan faktor genetic, kebiasaan hidup, pekerjaan dan lain-lain. Distribusi umur pasien dengan KNF berbeda-beda pada daerah dengan insiden yg bervariasi. Pada daerah dengan insiden rendah insisden KNF meningkat sesuai dengan meningkatnya umur, pada daerah dengan insiden tinggi KNF meningkat setelah umur 30 tahun, puncaknya pada umur 40-59 tahun dan menurun setelahnya.Prevalensi KNF di Indonesia adalah 3,9 per 100.000 penduduk setiap tahun. Di rumah Sakit H. Adam Malik Medan, Provinsi Sumatera Utara, penderita KNF ditemukan pada lima kelompok suku. Suku yang paling banyak menderita KNF adalah suku Batak yaitu 46,7% dari 30 kasus.8

2.5Etiologi1,2,9Terjadinya karsinoma nasofaring mungkin multifaktorial, proses karsinogenesisnya mungkin mencakup banyak tahap. Faktor yang mungkin terkait dengan timbulnya kanker nasofaring adalah : Kerentanan Genetik, walaupunkarsinomanasofaringtidak termasuk tumor genetic, tetapi kerntanan terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relatif menonjol dan memiliki agregasi familial. Analisis korelasi menunjukkan gen HLA (human leukocyte antigen) dan gen pengode enzim sitokrom p4502E (CYP2E1) kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap karsinoma nasofaring Virus Eipstein-Barr, Banyak perhatian ditujukan kepada hubungan langsung antara karsinoma nasofaring dengan ambang titer antibody virus Epstein-Barr (EBV). Serum pasien-pasien orang asia dan afrika dengan karsinoma nasofaring primer rmaupun sekunder telah dibuktikan mengandung antibody Ig G terhadap antigen kapsid virus (VCA) EB dan seringkali pula terhadap antigen dini (EA); dan antibody Ig A terhadap VCA (VCA-IgA), sering dengan titer yang tinggi.(1) Faktor Habit dan Lingkungan: Sering mengonsumsi makanan yang mengandung bahan pengawet, termasuk makanan yang diawetkan dengan cara diasinkan atau diasap yang mengandung nitrosamin Sering mengonsumsi makanan dan minuman yang panas atau bersifat panas dan merangsang selaput lendir, seperti yang mengandung alkohol. Selain itu, sering mengisap asap rokok, asap industri, asap minyak tanah, asap kayu bakar, asap obat nyamuk, atau asap candu. Sering mengisap udara yang penuh asap atau rumah yang pergantian udaranya kurang baik. Faktor genetik, yakni yang mempunyai garis keturunan penderta kanker nasofaring

2.6 Gejala Dan Tanda Karsinoma NasofaringKarsinoma nasofaring biasanya dijumpai pada dinding lateral dari nasofaring termasuk fossa rosenmuler. Yang kemudian dapat menyebar ke dalam ataupun keluar nasofaring ke sisi lateral lainnya dan atau posterosuperior dari dasar tulang tengkorak atau palatum, rongga hidung atau orofaring. Metastase khususnya ke kelenjar getah bening servikal. Metastase jauh dapat mengenai tulang, paru-paru, mediastinum dan hati (jarang). Gejala yang akan timbul tergantung pada daerah yang terkena1,2. Sekitar separuh pasien memiliki gejala yang beragam, tetapi sekitar 10% asimtomatik. Pembesaran dari kelenjar getah bening leher atas yang nyeri merupakan gejala yang paling sering dijumpai. Gejala dini karsinoma nasofaring sulit dikenali oleh karena mirip dengan infeksi saluran nafas atas.1,2Gejala klinik pada stadium dini meliputi gejala hidung dan gejala telinga. Ini terjadi karena tumor masih terbatas pada mukosa nasofaring. Tumor tumbuh mula-mula di fossa Rosenmuller di dinding lateral nasofaring dan dapat meluas ke dinding belakang dan atap nasofaring, menyebabkan permukaan mukosa meninggi. Permukaan tumor biasanya rapuh sehingga pada iritasi ringan dapat tejadi perdarahan. Timbul keluhan pilek berulang dengan mukus yang bercampur darah. Kadang-kadang dapat dijumpai epistaksis. Tumor juga dapat menyumbat muara tuba eustachius, sehingga pasien mengeluhkan rasa penuh di telinga, rasa berdenging kadang-kadang disertai dengan gangguan pendengaran. Gejala ini umumnya unilateral, dan merupakan gejala yang paling dini dari karsinoma nasofaring. Sehingga bila timbul berulang-ulang dengan penyebab yang tidak diketahui perlu diwaspadai sebagai karsinoma nasofaring1Pada karsinoma nasofaring stadium lanjut gejala klinis lebih jelas sehingga pada umumnya telah dirasakan oleh pasien, hal ini disebabkan karena tumor primer telah meluas ke organ sekitar nasofaring atau mengadakan metastasis regional ke kelenjar getah bening servikal. Pada stadium ini gejala yang dapat timbul adalah gangguan pada syaraf otak karena pertumbuhan ke rongga tengkorak dan pembesaran kelenjarleher.1,3 Tumor yang meluas ke rongga tengkorak melalui foramen laserasum dan mengenai grup anterior saraf otak yaitu syaraf otak III, IV dan VI. Perluasan yang paling sering mengenai syaraf otak VI ( paresis abdusen) dengan keluhan berupa diplopia, bila penderita melirik ke arah sisi yang sakit. Penekanan pada syaraf otak V memberi keluhan berupa hipestesi ( rasa tebal) pada pipi dan wajah. Gejala klinik lanjut berupa ophtalmoplegi bila ketiga syaraf penggerak mata terkena. Nyeri kepala hebat timbul karena peningkatan tekanan intrakranial.1,3 Metastasis sel-sel tumor melalui kelenjar getah bening mengakibatkan timbulnya pembesaran kelenjar getah bening bagian samping ( limfadenopati servikal). Selanjutnya sel-sel kanker dapat mengadakan infiltrasi menembus kelenjar dan mengenai otot dibawahnya. Kelenjar menjadi lekat pada otot dan sulit digerakkan. Limfadenopati servikal ini merupakan gejala utama yangdikeluhkan oleh pasien1,3Gejala nasofaring yang pokok adalah :1. Gejala Telinga Oklusi Tuba EustachiusPada umumnya bermula pada fossa Rossenmuller. Pertumbuhan tumor dapat menekan tuba eustachius hingga terjadi oklusi pada muara tuba. Hal ini akan mengakibatkan gejala berupa mendengung (Tinnitus) pada pasien. Gejala ini merupakan tanda awal pada KNF. Oklusi Tuba Eustachius dapat berkembang hingga terjadi Otitis Media. Sering kali pasien datang sudah dalam kondisi pendengaran menurun, dan dengan tes rinne dan webber, biasanya akan ditemukan tuli konduktif.2

2. Gejala Hidung Epistaksis; dinding tumor biasanya dipenuhi pembuluh darah yang dindingnya rapuh, sehingga iritasi ringan pun dapat menyebabkan dinding pembuluh darah tersebut pecah. Terjadinya penyumbatan pada hidung akibat pertumbuhan tumor dalam nasofaring dan menutupi koana. Gejala menyerupai rinitis kronis.

Gejala telinga dan hidung di atas bukanlah gejala khas untuk Karsinoma Nasofaring, karena dapat ditemukan pada berbagai kasus pada penyakit lain. Namun jika gejala terus terjadi tanpa adanya respons yang baik pada pengobatan, maka perlu dicurigai akan adanya penyebab lain yang ada pada penderita; salah satu di antaranya adalah KNF.2

3. Gejala Mata Pada penderita KNF seringkali ditemukan adanya diplopia (penglihatan ganda) akibat perkembangan tumor melalui foramen laseratum dan menimbulkan gangguan N. IV dan N. VI. Bila terkena chiasma opticus akan menimbulkan kebutaan.24. Tumor sign : Pembesaran kelenjar limfa pada leher, merupakan tanda penyebaran atau metastase dekat secara limfogen dari karsinoma nasofaring.25. Cranial sign :Gejala cranial terjadi bila tumor sudah meluas ke otak dan mencapai saraf-saraf kranialis. Gejalanya antara lain : Sakit kepala yang terus menerus, rasa sakit ini merupakan metastase secara hematogen. Sensitibilitas derah pipi dan hidung berkurang. Kesukaran pada waktu menelan Afoni Sindrom Jugular Jackson atau sindroma reptroparotidean mengenai N. IX, N. X, N. XI, N. XII. Dengan tanda-tanda kelumpuhan pada: Lidah Palatum Faring atau laring M. sternocleidomastoideus M. trapezeus 4

Pada penderita KNF, sering ditemukan adanya tuli konduktif bersamaan dengan elevasi dan imobilitas dari palatum lunak serta adanya rasa nyeri pada wajah dan bagian lateral dari leher (akibat gangguan pada nervus trigeminal). Ketiga gejala ini jika ditemukan bersamaan, maka disebut Trotters Triad.

2.7 Patofisiologi Karsinoma NasofaringVirus Epstein Barr (EBV) merupakan virus DNA yang memiliki kapsid icosahedral dan termasuk dalam famili Herpesviridae. Infeksi EBV dapat berasosiasi dengan beberapa penyakit seperti limfoma Burkitt, limfoma sel T, mononukleosis dan karsinoma nasofaring (KNF). KNF merupakan tumor ganas yang terjadi pada sel epitel di daerah nasofaring yaitu pada daerah cekungan Rosenmuelleri dan tempat bermuara saluran eustachii. Banyak faktor yang diduga berhubungan dengan KNF, yaitu (1)Aadanya infeksi EBV(2) Faktor lingkungan (3) Genetik

1) Virus Epstein-BarrVirus Epstein-Barr bereplikasi dalam sel-sel epitel dan menjadi laten dalam limfosit B. Infeksi virus epstein-barr terjadi pada dua tempat utama yaitu sel epitel kelenjar saliva dan sel limfosit. EBV memulai infeksi pada limfosit B dengan cara berikatan dengan reseptor virus, yaitu komponen komplemen C3d (CD21 atau CR2). Glikoprotein (gp350/220) pada kapsul EBV berikatan dengan protein CD21 dipermukaan limfosit B3. Aktivitas ini merupakan rangkaian yang berantai dimulai dari masuknya EBV ke dalam DNA limfosit B dan selanjutnya menyebabkan limfosit B menjadi immortal. Sementara itu, sampai saat ini mekanisme masuknya EBV ke dalam sel epitel nasofaring belum dapat dijelaskan dengan pasti. Namun demikian, ada dua reseptor yang diduga berperan dalam masuknya EBV ke dalam sel epitel nasofaring yaitu CR2 dan PIGR (Polimeric Immunogloblin Receptor). Sel yang terinfeksi oleh virus epstein-barr dapat menimbulkan beberapa kemungkinan yaitu : sel menjadi mati bila terinfeksi dengan virus epstein-barr dan virus mengadakan replikasi, atau virus epstein- barr yang meninfeksi sel dapat mengakibatkan kematian virus sehingga sel kembali menjadi normal atau dapat terjadi transformasi sel yaitu interaksi antara sel dan virus sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan sifat sel sehingga terjadi transformsi sel menjadi ganas sehingga terbentuk sel kanker.3,4Gen EBV yang diekspresikan pada penderita KNF adalah gen laten, yaitu EBERs, EBNA1, LMP1, LMP2A dan LMP2B. Protein EBNA1 berperan dalam mempertahankan virus pada infeksi laten. Protein transmembran LMP2A dan LMP2B menghambat sinyal tyrosine kinase yang dipercaya dapat menghambat siklus litik virus. Diantara gen-gen tersebut, gen yang paling berperan dalam transformasi sel adalah gen LMP1. Struktur protein LMP1 terdiri atas 368 asam amino yang terbagi menjadi 20 asam amino pada ujung N, 6 segmen protein transmembran (166 asam amino) dan 200 asam amino pada ujung karboksi (C). Protein transmembran LMP1 menjadi perantara untuk sinyal TNF (tumor necrosis factor) dan meningkatkan regulasi sitokin IL-10 yang memproliferasi sel B dan menghambat respon imun lokal. 4

2) GenetikWalaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetic, tetapi kerentanan terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relative menonjol dan memiliki agregasi familial. Analisis korelasi menunjukkan gen HLA (human leukocyte antigen) dan gen pengode enzim sitokrom p450 2E1 (CYP2E1) kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap karsinoma nasofaring. Sitokrom p450 2E1 bertanggung jawab atas aktivasi metabolik yang terkait nitrosamine dan karsinogen.3

3) Faktor lingkunganSejumlah besar studi kasus yang dilakukan pada populasi yang berada di berbagai daerah di asia dan america utara, telah dikonfirmasikan bahwa ikan asin dan makanan lain yang awetkan mengandung sejumlah besar nitrosodimethyamine (NDMA), N-nitrospurrolidene (NPYR) dan nitrospiperidine (NPIP ) yang mungkin merupakan faktor karsinogenik karsinoma nasofaring. Selain itu merokok dan perokok pasif yg terkena paparan asap rokok yang mengandung formaldehide dan yang tepapar debu kayu diakui faktor risiko karsinoma nasofaring dengan cara mengaktifkan kembali infeksi dari EBV.2

2.8 Diagnosis Banding1. Angiofibroma juvenilisBaisanya ditemui pada usia relative muda dengan gejala-gejala menyerupai KNF. Tumor ini kaya akan pembuluh darah dan biasnya tidak infiltrative. Pada foto polos akan didapat suatu massa pada atap nasofairng yang berbatas tegas. Proses dapat meluas seperrti pada penyebaran karsinoma, walaupun jarang menimbulkan destruksi tulang hanay erosi saja karena penekanan tumor. Biasanya ada pelengkungan ke arah depan dari dinding belakang sinus maksilarisyang dikenals ebgai antral sign. Karena tumor ini kaya akan vascular maka arterigrafi carotis eksterna sangat diperlukan sebab gambaranya sangat karakteristik. Kadang-kadang sulit pula membedakan angiofibroma juvenils dengan polip hidung pada foto polos.1,32. NeurofibromaKelompok tumor ini sering timbul pada ruang faring lateral sehingga menyerupai keganasan didnding lateral nasofaring. secara C.T. Scan, pendesakan ruang para faring kea rah medial dapat membantu mebedakan kelompok tumor ini dengan KNF.33. Tumor kelenjarr parotisTumor kelenjar parotis terutama yang berasal dari lobus yang terletak agak dalam mengenai ruang para faring dan menonjol kearah lumen nasofaring. pada sebagian besar kasus terlihat pendesakan ruang parafaring kea rah medial yang tampak pada pemeriksaan C.T.Scan.34. ChordomaWalaupun tanda utama chordoma adalah destruksi tulang, tetapi mengingat KNF pun sering menimbulkan destruksi tulang, maka sering timbul kesulitan untuk membedakanya. Dengan foto polos, dapat dilihat kalsifikasi atau destruksi terutama di daerah clivus. CT dapat membantu ,elihat apakah ada pembesaran kelenjar cervical bagian atas karena chordoma umunya tidak memperhatikan kelainan pada kelenjar tersebuts edangkan KNF sering bermetastasis ke kelenjar getah bening.

2.9 DIAGNOSISJika ditemukan adanya kecurigaan yang mengarah pada suatu karsinoma nasofaring, protokol dibawah ini dapat membantu untuk menegakkan diagnosis pasti serta stadium tumor :1. Anamnesis / pemeriksaan fisikAnamnesis berdasarkan keluhan yang dirasakn pasien (tanda dan gejala KNF)2. Pemeriksaan nasofaringDengan menggunakan kaca nasofaring atau dengan nashopharyngoskop3. Biopsi nasofaringDiagnosis pasti dari KNF ditentukan dengan diagnosis klinik ditunjang dengan diagnosis histologik atau sitologik. Diagnosis histologik atau sitologik dapat ditegakan bila dikirim suatu material hasil biopsy cucian, hisapan (aspirasi), atau sikatan (brush), biopsy dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dari hidung atau dari mulut. Biopsi tumor nasofaring umunya dilakukan dengan anestesi topical dengan xylocain 10%.3 Biopsi melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind biopsy). Cunam biopsy dimasukan melalui rongga hidung menyelusuri konka media ke nasofaring kemudian cunam diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsy. Biopsy melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton yang dimasukan melalui hidung dan ujung kateter yang berada dalam mulut ditarik keluar dan diklem bersama-sama ujung kateter yang dihdung. Demikian juga kateter yang dari hidung disebelahnya, sehingga palatum mole tertarik ke atas. Kemudian dengan kacalaring dilihat daerah nasofaring. biopsy dilakukan dengan melihat tumor melalui kaca tersebut atau memakai nasofaringoskop yang dimasukan melalui mulut, masaa tumor akan terlihat lebih jelas.3Bila dengan cara ini masih belum didapatkan hasil yang memuaskan mala dilakukan pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narcosis.4. Pemeriksaan Patologi AnatomiKlasifikasi gambaran histopatologi yang direkomendasikan oleh OrganisasiKesehatan Dunia (WHO) sebelum tahun 1991, dibagi atas 3 tipe, yaitu : Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi (Keratinizing Squamous Cell Carcinoma). Tipe ini dapat dibagi lagi menjadi diferensiasi baik, sedang dan buruk. Karsinoma non-keratinisasi (Non-keratinizing Carcinoma). Pada tipe ini dijumpai adanya diferensiasi, tetapi tidak ada diferensiasi sel skuamosa tanpa jembatan intersel. Pada umumnya batas sel cukup jelas. Karsinoma tidak berdiferensiasi (Undifferentiated Carcinoma). Pada tipe ini sel tumor secara individu memperlihatkan inti yang vesikuler, berbentuk oval atau bulat dengan nukleoli yang jelas. Pada umumnya batas sel tidak terlihat dengan jelas.3Tipe tanpa diferensiasi dan tanpa keratinisasi mempunyai sifat yang sama, yaitu bersifat radiosensitif. Sedangkan jenis dengan keratinisasi tidak begitu radiosensitif. Klasifikasi gambaran histopatologi terbaru yang direkomendasikan oleh WHO pada tahun 1991, hanya dibagi atas 2 tipe, yaitu : Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi (Keratinizing Squamous Cell Carcinoma). Karsinoma non-keratinisasi (Non-keratinizing Carcinoma). Tipe ini dapat dibagi lagi menjadi berdiferensiasi dan tak berdiferensiasi.5. Pemeriksaan radiologiPemeriksaan radiologi pada kecurigaan KNF merupakan pemeriksaan penunjang diagnostic yang penting. Tujuan utama pemeriksaan radiologic tersebut adalah: Memberikan diagnosis yang lebih pasti pada kecurigaan adanya tumor pada daerah nasofaring Menentukan lokasi yang lebih tepat dari tumor tersebut Mencari dan menetukan luasnya penyebaran tumor ke jaringan sekitarnya.3a) Foto polosAda beberapa posisi dengan foto polos yang perlu dibuat dalam mencari kemungkina adanya tumor pada daerah nasofaring yaitu: Posisi Lateral dengan teknik foto untuk jaringan lunak (soft tissue technique) Posisi Basis Kranii atau Submentoverteks Tomogram Lateral daerha nasofaring Tomogranm Antero-posterior daerah nasofaringb) C.T.ScanPada umunya KNF yang dapat dideteksi secara jelas dengan radiografi polos adalah jika tumor tersebut cukup besar dan eksofitik, sedangkan bula kecil mungkin tidak akan terdeteksi. Terlebih-lebih jika perluasan tumor adalah submukosa, maka hal ini akan sukar dilihat dengan pemeriksaan radiografi polos. Demikian pula jika penyebaran ke jaringan sekitarnya belum terlalu luas akan terdapat kesukaran-kesukaran dalam mendeteksi hal tersebut. Keunggulan C.T. Scan dibandingkan dengan foto polos ialah kemampuanya untuk membedakan bermacam-macam densitas pada daerah nasofaring, baik itu pada jaringan lunak maupun perubahan-perubahan pada tulang, gengan criteria tertentu dapat dinilai suatu tumor nasofaring yang masih kecil. Selain itu dengan lebih akurat dapat dinilai pakah sudah ada perluasan tumor ke jaringna sekitarnya, menilai ada tidaknya destruksi tulang serta ada tidaknya penyebaran intracranial.3,4Ada beberapa posisi dengan foto polos yang perlu dibuat dalam mencari kemungkina adanya tumor pada daerah nasofaring yaitu: Posisi Lateral dengan teknik foto untuk jaringan lunak (soft tissue technique) Posisi Basis Kranii atau Submentoverteks Tomogram Lateral daerha nasofaring Tomogranm Antero-posterior daerah nasofaring6. Pemeriksaan neuro-oftalmologiKarena nasofaring berhubungan dekat dengan rongga tengkorak melalui beberapa lobang, maka gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi sebagai gejala lanjut KNF ini.7. Pemeriksaan serologi.Pemeriksaan serologi IgA anti EA (early antigen) dan igA anti VCA (capsid antigen) untuk infeksi virus E-B telah menunjukan kemajuan dalam mendeteksi karsinoma nasofaring. Tjokro Setiyo dari FK UI Jakarta mendapatkan dari 41 pasien karsinoma nasofaring stadium lanjut (stadium III dan IV) senstivitas IgA VCA adalah 97,5% dan spesifitas 91,8% dengan titer berkisar antara 10 sampai 1280 dengan terbanyak titer 160. IgA anti EA sensitivitasnya 100% tetapi spesifitasnya hanya 30,0%, sehingga pemeriksaan ini hanya digunakan untuk menetukan prognosis pengobatan, titer yang didpat berkisar antara 80 sampai 1280 dan terbanyak 160.3,42.10 StadiumT = Tumor TX - tumor primer tidak dapat dinilai T0 - Tidak ada bukti tumor primer Tis - Karsinoma in situ T1 - Tumor terbatas pada nasofaring atau sudah meluas ke orofaring dan/atau kavum nasi tetapi belum meluas ke parafaring T2 - Tumor meluas ke parafaring T3 - Tumor menginvasi struktur tulang dan/ atau sinus paranasal T4 - Tumor dengan ekstensi intrakranial dan/ atau keterlibatan nervus kranial, fosa infratemporal, hipofaring, atau orbit. 10N = Nodule: Pembesaran kelenjar getah bening regional (KGB). Nx- pembesaran KGB tidak dapat dinilai N0 - Tidak ada pembesaran. N1 - Terdapat metastasis unilateral KGB dengan ukuran kurang dari atau sama dengan 6cm diatas fossa supraklavikular, dan/atau metastasis unilateral/bilateral KGB retrofaringeal dengan ukuran kurang dari atau sama dengan 6cm. N2 - Terdapat metastasis bilateral KGB dengan ukuran kurang dari atau sama dengan 6cm diatas fossa supraklavikular N3 - Terdapat metastasis lebih dari 6cm dan/atau meluas ke fossa supraklavikular: N3a- KGB dengan ukuran lebih dari 6cm N3b- KGB meluas ke fossa supraklavikular 10M = Metastasis M0 Tidak ada metastasis jauh M1 Terdapat metastasis jauh (1)Stadium (1)StadiumTNM

0TisN0M0

IT1N0M0

IIT1N1M0

T2N0M0

T2N1M0

IIIT1N2M0

T2N2M0

T3N0M0

T3N1M0

T3N2M0

IVAT4N0M0

T4N1M0

T4N2M0

IVBSetiap TN3M0

IVCSetiap TSetiap NM1

2.11 Penatalaksanaan Stadium I: Radioterapi. Stadium II & III: Kemoradiasi Stadium IV dengan N6cm: kemoterapi dosis penuh dilanjutkan kemoradiasi 111. Pembedahan: metode ini jarang digunakan karena anatami nasofaring yang terletak didasar tengkorak dengan banyak organ vital menyebabkan tindakan pembedahan ekstensif untuk memperoleh daerah bebas tumor (free margin) sangat sulit. Pembedahan hanya dilakukan untuk mengambil KGB yang membesar akibat metastasis.112. Radioterapi: Radioterapi sampai sekarang masih merupakan terapi pilihan utama untuk penderita KNF. Radioterapi adalah terapi utama untuk KNF yang belum ada metastasis jauh. Pertimbangan pemilihan radiasi sebagai pengobatan pilihan utama untuk KNF terutama didasarkan fakta bahwa secara histopatologis kebanyakan KNF dari jenis karsinoma tidak terdiferensiasi dan karsinoma non keratinisasi yang sangat radiosensitif. Ada dua tipe terapi radiasi. Terapi radiasi eksternal menggunakan mesin yang berada di luar tubuh untuk memberikan radiasi kepada kanker. Terapi radiasi internal (brachytherapy) menggunakan zat radioaktif yang dimasukkan melalui jarum atau kawat yang ditempatkan secara langsung kedalam atau di dekat kanker.11 Efek samping radioterapi: Perubahan warna kulit Mual dan muntah Fatigue Suara parau Kehilangan sensasi pengecap 123. Kemoterapi dan Kemo-radioterapi Kemo-radioterapi konkuren: Kemo-radioterapi konkuren (konkomitan) adalah pemberian kemoterapi secara bersamaan dengan radioterapi. Dengan cara ini diharapkan dapat membunuh sel kanker yang sensitif terhadap kemoterapi dan mengubah sel kanker yang resisten menjadi lebih sensitif terhadap radioterapi. Sitostatika yang sering digunakan adalah Cisplatin, 5- Fluorouracil dan methotrexate. 13 Kemoterapi adjuvant: Kemoterapi yang diberikan pasca terapi definitif terutama dimaksudkan untuk meningkatkan kontrol lokoregional, memberantas tumor residu dan eradikasi metastasis jauh. Kemoterapi neoadjuvan: Kemoterapi neoadjuvan pada KNF dimaksudkan untuk mengurangi besarnya tumor sebelum radioterapi.13 Efek samping kemoterapi: Rambut rontok Hilangnya napsu makan Diare Mual dan muntah Meningkatkan kemungkinan terkena infeksi (karena penurunan leukosit) Risiko perdarahan (karena penurunan trombosit) Fatigue (karena penurunan eritrosit).

2.12 Komplikasi1. Sindroma petrosphenoid: tumor tumbuh ke atas dasar tengkorak melalui foramen laserum dan menekan saraf kranial N III, N IV, N VI dan dapat pula N V yang memberikan kelainan: Neuralgia trigeminus (NV) Ptosis palpebra (N III) Ophthalmoplegia (N III, NIV, NVI) 2. Sindroma Jackson: proses karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan XII jika penjalaran melalui foramen jugulare. 3. Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama kelenjar getah bening atau darah dan mengenai organ yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering adalah tulang, hati dan paru. 132.13 PrognosisPrognosis karsinoma nasofaring secara umum tergantung pada:1. Stadium- apakah tumor hanya terdapat di bagian kecil nasofaring atau sudah meluas ke seluruh nasofaring ataupun ke organ lain. 132. Tipe histologi 5 year survival rate pada tipe WHO 3 atau karsinoma tidak berdiferensiasi adalah 60-80% karena bersifat radiosensitif 5 year survival rate pada tipe WHO 1 adalah 20-40% yang mempunyai prognosis paling buruk karena bersifat radioresisten. 113. Ukuran tumor 4. Umur dan keadaan umum pasien Prognosis diperburuk oleh beberapa faktor:1. Stadium yang lebih lanjut2. Usia lebih dari 40 tahun3. Laki-laki daripada perempuan4. Ras cina dari pada ras kulit putih5. Adanya pembesaran kelenjar leher6. Adanya kelumpuhan saraf otak7. Adanya kerusakan tulang tengkorak8. Adanya metastasis jauh 115 year survival rate pada KNF adalah:1. 85-95% untuk stadium I yang diobati dengan radioterapi.2. 70-80% untuk stadium II yang diobati dengan radioterapi.3. 24-80% (tergantung pada faktor seperti umur, ras dan lan lain) untuk stadium III dan IV.12

2.14 Pencegahan1. Pemberian vaksinasi dengan vaksin spesifik membrane glikoprotein virus Epstein Barr yang dimurnikan pada penduduk yang bertempat tinggal di daerah dengan resiko tinggi.2. Mengurangi konsumsi ikan asin dan makanan dengan pengawet.3. Mengurangi konsumsi alkohol atau berhenti merokok.4. Memakai masker jika pekerjaan bersentuhan dengan gas, asap, serbuk, debu 1

BAB 3PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas nomor satu yang mematikan dan menempati urutan ke 10 dari seluruh tumor ganas di tubuh. Banyak faktor yang diduga berhubungan dengan KNF, yaitu (1)Adanya infeksi EBV, (2) Faktor lingkungan (3) Genetik Karsinoma nasofaring banyak ditemukan pada ras mongoloid, termasuk di Indonesia

3.2 Saran Deteksi awal yang cermat terhadap gejala karsinoma nasofaring sangatlah diperlukan walaupun sulit, karena seringkalai penderita KNF terdeteksi pada stadium lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Supardi, Efiaty Arsyad, et al. Karsinoma Nasofaring. Dalam: Efiaty A. Soepardi (ed). Buku ajar ilmu penyakit telinga hidung tenggorok. Edisi keenam. Jakarta : FK UI, 2007. h. 182-187.2. Harry a. Asroel. Penatalaksanaan radioterapi pada karsinoma nasofaring. Referat. Medan: FK USU,2002.h. 1-11.3. Hasibuan R, A. H. Pharingologi. Jakarta: Samatra Media Utama, 2004.h. 70-81.4. Kartikawati, Henny. Penatalaksanaan karsinoma nasofaring menuju terapi kombinasi/kemoradioterapi.5. Neurootologi University of IOWA[cited 2015 Feb 27]. Available from: https://wiki.uiowa.edu/display/protocols/Patulous+Eustachian+Tube++-++Management+of+the+Symptom+of+Autophony)6. Kurniawan A. N.. 1994. Nasopharynx dan Pharynx.Kumpulan kuliah Patologi. Jakarta: FKUI. Hal.151-1527. Respiratory system pre lab[cited 2015Feb 27]. Available from: http://anatomy.iupui.edu/courses/histo_D502)8. Lu Jiade J, Cooper Jay S, M Lee Anne WM. The epidemiologi of Nasopharigeal Carcinoma In : Nasopharyngeal Cancer. Berlin : Springer,2010. p. 1-9.9. Desen Wan, dkk. 2008.Onkologi Kliniked.II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. pp; 267-26810. Ahmad A, Stefani S. Distant metastases of nasopharyngeal carcinoma. PubMed ; (33(3):194-7). http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/3773537 (accessed 1 March 2015).11. Lin HS. Malignant Nasopharyngeal Tumors http://emedicine.medscape.com/article/848163-workup (accessed 1 March 2015).12. American Society of Clinical Oncology (ASCO). Nasopharyngeal Cancer: Risk Factors and Prevention. http://www.cancer.net/cancer-types/nasopharyngeal-cancer/risk-factors-and-prevention (accessed 28 February 2015).13. Howlader N, Noone AM, Krapcho M, et al. Nasopharyngeal cancer. American Cancer Society 2015: 18-25 http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&ved=0CCwQFjAB&url=http%3A%2F%2Fwww.cancer.org%2Fnasopharyngeal-cancer-pdf&ei=v2_0VPzwBI23uQSTr4GwBg&usg=AFQjCNG7TE3BAe0cNzYH78MRhihXTZOLSg&bvm=bv.87269000,d.c2E (accessed 27 February 2015).