referat besar dermatitis seboroik (2010)

23
DERMATITIS SEBOROIK I. PENDAHULUAN Dermatitis seboroik merupakan peradangan kronik pada permukaan kulit yang sulit untuk didefinisikan secara tepat, namun memiliki morfologi yang distinktif. Dimana lesi umumnya berwarna merah, berbentuk tidak teratur, berbatas tegas dan ditutupi dengan semacam sisik yang berminyak. Dermatitis seboroik sering diasosiasikan dengan rasa gatal pada permukaan kulit yang terkena. Dermatitis seboroik sering terjadi di area kulit berambut dan daerah kulit yang banyak mengandung kelenjar sebasea (kelenjar minyak, lemak) seperti kulit kepala, wajah, tubuh bagian atas dan area lipatan tubuh (ketiak,selangkangan). Dandruff atau ketombe (deskuamasi yang dapat dilihat dari permukaan kulit kepala) merupakan prekursor dari dermatitis seboroik dan dapat secara perlahan berkembang menjadi kemerahan, menyebabkan iritasi dan membentuk persisikan. 1,2 Berdasarkan demografi usia pasien, terdapat dua jenis dermatitis seboroik, yakni dermatitis seboroik dewasa dan dermatitis seboroik infantil, Dermatitis seboroik dewasa lebih sering menyerang 1

Upload: zainal-abd-salam

Post on 23-Nov-2015

171 views

Category:

Documents


19 download

DESCRIPTION

referat bagian kulit kelamin

TRANSCRIPT

DERMATITIS SEBOROIK

I. PENDAHULUANDermatitis seboroik merupakan peradangan kronik pada permukaan kulit yang sulit untuk didefinisikan secara tepat, namun memiliki morfologi yang distinktif. Dimana lesi umumnya berwarna merah, berbentuk tidak teratur, berbatas tegas dan ditutupi dengan semacam sisik yang berminyak. Dermatitis seboroik sering diasosiasikan dengan rasa gatal pada permukaan kulit yang terkena. Dermatitis seboroik sering terjadi di area kulit berambut dan daerah kulit yang banyak mengandung kelenjar sebasea (kelenjar minyak, lemak) seperti kulit kepala, wajah, tubuh bagian atas dan area lipatan tubuh (ketiak,selangkangan). Dandruff atau ketombe (deskuamasi yang dapat dilihat dari permukaan kulit kepala) merupakan prekursor dari dermatitis seboroik dan dapat secara perlahan berkembang menjadi kemerahan, menyebabkan iritasi dan membentuk persisikan.1,2Berdasarkan demografi usia pasien, terdapat dua jenis dermatitis seboroik, yakni dermatitis seboroik dewasa dan dermatitis seboroik infantil, Dermatitis seboroik dewasa lebih sering menyerang laki-laki, terutama yang memiliki kulit kepala mudah berketombe. Area yang lebih sering terkena adalah bagian tengah wajah, kulit kepala, telinga dan bulu mata. Namun dapat juga muncul pada daerah aksila, lipatan paha atau disekitar payudara. Sementara itu, dermatitis seboroik infantil, sering menyerang bayi berusia kurang dari enam bulan dengan gambaran klinis erupsi yang kemerahan dan berbatas tegas pada daerah muka, dada, leher, ekstremitas, terutama bagian fleksor, disertai dengan persisikan pada kulit kepala. Namun, hingga saat ini tidak ada asosiasi yang menunjukkan bahwa bayi dengan dermatitis seboroik infantil akan berkembang menjadi dermatitis seboroik dewasa saat pasien beranjak dewasa.3,4Walaupun hingga kini patogenesis dari dermatitis seboroik belum begitu dimengerti, beberapa teori mengacu pada kolonisasi oleh spesies jamur dari genus Malassezia (contohnya Pityrosporum). Berbagai variasi pengobatan dapat ditemukan, termasuk eradikasi dari fungi, mengurangi dan mengobati inflamasi, serta menurunkan produksi sebum.2,4

II. EPIDEMIOLOGIHingga saat ini, perkiraan dari prevalensi dermatitis seboroik masih terbatas dikarenakan oleh tidak adanya kriteria diagnostik yang valid serta skala atau skor untuk melakukan grading dari keparahan derajat dermatitis seboroik. Namun, penyakit ini merupakan salah satu penyakit kulit yang paling umum ditemukan, dan menyerang kurang lebih 11.6% populasi secara umum dan 70% bayi pada tiga bulan pertama kehidupan. Pada orang dewasa, insidens tertinggi adalah pada dekade ketiga hingga keempat kehidupan. Tampak pula adanya predileksi etnis, dimana hanya sedikit kasus yang ditemukan pada ras afrika amerika. Di amerika serikat, dermatitis seboroik menyerang 3-5% dewasa muda, meskipun lebih sering dalam bentuk dandruff atau ketombe.1,2Dermatitis seboroik juga lebih sering tampak pada pasien dengan Parkinson,atau yang mengkonsumsi haloperidol atau chlorpromazine. Dermatitis seboroik juga merupakan salah satu penyakit yang paling sering menyerang pasien imunodefisiensi, khususnya pasien dengan human immunodeficiency Virus (HIV). Dari 155 pasien yang berada pada stadium dua infeksi, 36% memiliki dermatitis seboroik.1,2

III. ETIOLOGIEtiologi dari dermatitis seboroik cenderung tergantung dari tiga faktor, yakni sekresi kelenjar sebasea, metabolisme mikroflora dan kerentanan dari masing-masing individu. Beberapa faktor dianggap telah berkontribusi dengan perkembangan dari dermatitis seboroik. Meskipun banyak teori telah dikemukakan mengenai penyebab dari dermatitis seboroik, penyebab langsungnya masih tidak diketahui secara pasti. 4 ,5

Faktor Resiko Dermatitis Seboroik

Faktor ResikoGambaran

1. Hormon dan lemak Dermatitis seboroik sering terjadi di area kulit berambut dan daerah kulit yang banyak mengandung kelenjar sebasea (kelenjar minyak, lemak) seperti kulit kepala, wajah, tubuh bagian atas dan area lipatan tubuh (ketiak,selangkangan)

Paling sering terjadi pada remaja dan anak muda (ketika kelenjar sebasea lebih aktif) dan pada umur lebih dari 50 tahun

2. Kondisi komorbiditas Penyakit parkinson Kelumpuhan trunkal Gangguan suasana hati Down syndrome HIV/AIDS Kanker Kelumpuhan nervus kranialis

3. Faktor imunologik Kurangnya sel T helper Titer antibodi yang rendah

4. Gaya hidup Kurang gizi Kurang menjaga kebersihan

Tabel 1. Faktor risiko terjadinya dermatitis seboroik (dikutip dari kepustakaan 5)

1. Mikroflora KulitUnna dan Saboroud yang pertama kali mendeskripsikan penyakit ini, mengungkapkan bahwa adanya keterlibatan mikroba dalam etiologi dari dermatitis seboroik. Hipotesis ini masih belum didukung, meskipun bakteri dan jamur dapat diisolasi dari lesi kulit. Malassezia furfur yang bersifat lipofilik juga secara umum dapat diisolasi dari lesi dermatitis seboroik, baik jenis infantil atau dewasa. Hal ini ditunjang oleh pembesaran kelenjar sebasea pada periode neonatus hingga usia pubertas. Namun belum ada hubungan yang signifikan dari jumlah jamur yang diperoleh dengan derajat keparahan dari dermatitis seboroik.4,6 Pada bayi, Candida albicans Dapat ditemukan pada lesi kulit. Bakteri aerobik seperti Staphylococcus aureus juga ditemukan pada 20% pasien dengan dermatitis seboroik, sedangkan Propionibacterium acnes sangat sedikit ditemukan pada pasien dermatitis seboroik.42. Sekresi Kelenjar SebaseaDermatitis seboroik bukan merupakan penyakit dari kelenjar sebasea namun dermatitis seboroik umumnya terjadi pada daerah kulit yang mengandung banyak kelenjar sebasea aktif dan sering diasosiasikan dengan produksi berlebih dari sebum. Namun, pasien dengan dermatitis seboroik dapat juga memiliki produksi sebum yang normal atau sebaliknya, banyak orang dengan produksi sebum yang berlebih tidak menderita dermatitis seboroik.4,63. Kerentanan Tiap IndividuPerkembangan dari dermatitis seboroik diamati pada pasien dengan imunodefisiensi, misalnya pada pasien HIV AIDS. Sehingga hal ini diasosiasikan dengan pertumbuhan Malassezia yang mungkin tidak terkontrol pada pasien-pasien ini.2,4,6

IV. PATOGENESISSeperti yang telah dikemukakan diatas, penyebab dari dermatitis seboroik belum diketahui secara pasti. Faktor predisposisinya adalah kelainan konstitusi berupa status seboroik (seborrhoeic state) yang rupanya diturunkan, namun caranya masih belum dapat dipastikan. Banyak percobaan telah dilakukan untuk menghubungkan penyakit ini dengan infeksi oleh bakteri atau Pityrosporum ovale yang merupakan flora normal kulit manusia. Pertumbuhan P. Ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi inflamasi baik akibat produk metabolitnya yang masuk ke dalam epidermis, maupun karena sel jamur itu sendiri melalui aktivasi sel limfosit T dan sel langerhans. Status seboroik sering berasosiasi dengan meningginya suseptibilitas terhadap infeksi piogenik, tetapi tidak terbukti bahwa mikroorganisme inilah yang menyebabkan dermatitis seboroik.2,7Malassezia furfur yang bersifat lipofilik juga secara umum dapat diisolasi dari lesi dermatitis seboroik, baik jenis infantil atau dewasa. Hal ini ditunjang oleh pembesaran kelenjar sebasea pada periode neonatus hingga usia pubertas. Namun belum ada hubungan yang signifikan dari jumlah jamur yang diperoleh dengan derajat keparahan dari dermatitis seboroik. Sebab, kulit yang tidak terinfeksi juga dapat membawa banyak organisme yang sama dengan yang ditemukan pada dermatitis seboroik. Bahkan pada permukaan kepala, yeast yang ditemukan pada pasien hanya dua kali lebih banyak dari orang normal. Namun, tidak diragukan bahwa jumlah jamur berkurang secara signifikan pada pemberian antimikotik kepada pasien dermatitis seboroik. Hanya saja mekanismenya hingga kini masih belum jelas.2,6Dermatitis seboroik berhubungan erat dengan keaktifan glandula sebasea. Glandula tersebut aktif pada bayi yang baru lahir, kemudian menjadi tidak aktif selama 9-12 tahun akibat stimulasi hormon androgen dari ibu berhenti. Dermatitis seboroik pada bayi terjadi pada bulan-bulan awal, kemudian jarang pada usia sebelum akil balik dan insidensnya mencapai puncak pada umur 18-40 tahun. Kadang pada usia tua, lebih sering terjadi pada pria dibanding wanita.4,7Meskipun kematangan kelenjar sebasea rupanya merupakan faktor timbulnya dermatitis seboroik, tetapi tidak ada hubungan langsung secara kuantitatif antara keaktifan kelenjar tersebut dengan suseptibilitas untuk memperoleh dermatitis seboroik. Dermatitis seboroik dapat diakibatkan oleh proliferasi epidermis yang meningkat seperti pada psoriasis, hal ini dapat menerangkan mengapa terapi dengan sitostatik dapat memperbaikinya. Pada orang yang telah mempunyai faktor predisposisi, timbulnya dermatitis seboroik dapat disebabkan oleh faktor kelelahan, stress, emosional, infeksi atau defisiensi imun.4,7Beberapa teori telah dikemukakan bahwa komposisi dari kadar lemak pada permukaan kulit merupakan faktor yang relevan. Pada pasien dengan dermatitis seboroik, trigliserida dan kolestrol meningkat namun asam lemak bebas secara signifikan menurun dibandingkan dengan orang normal. Asam lemak bebas sendiri diketahui memiliki efek antimikrobial, asam lemak bebas pada permukaan kulit diproduksi oleh flora normal kulit yakni Propionibacterium acnes yang diketahui menurun secara drastic pada lesi dermatitis seboroik. Inflamasi yang terlihat pada dermatitis seboroik juga diduga bersifat iritan, non-immunogenik, yang secara alamiah dihasilkan oleh metabolism toksik, enzim lipase, dan oksigen reaktif dari Malassezia furfur.6

V. DIAGNOSISA. Gambaran KlinisDermatitis seboroik umumnya memilki predileksi di daerah kulit kepala, alis, bulu mata, bibir, telinga, daerah sternal, lipatan payudara, umbilicus, selangkangan dan lipatan paha, Gambaran klinis yang khas adalah skuama dengan dasar yang eritematosa. Skuama biasanya berwarna kekuningan, lengket dan berminyak, dan disertai dengan rasa gatal yang berat. Dandruff atau ketombe (Pityriasis sicca) merupakan jenis ringan dari dermatitis seboroik.4,8Pada area kulit kepala, lesi biasanya berwarna kuning kemerahan. Pada kasus yang berat, hampir seluruh daerah kepala dipenuhi oleh krusta berwarna kekuningan yang berminyak dan berbau tidak sedap. Sedangkan pada bayi atau infant, skuama berwarna kuning atau coklat tampak pada seluruh permukaan kepala dengan akumulasi aderent epitel debris yang disebut cradle cap.7,8

Gambar 1cGambar 1bGambar 1 a

Gambar 1a. Dermatitis seboroik infantil. 1b. Dermatitis seboroik pada belakang telinga. 1c. Dermatitis seboroik pada wajah (Dikutip dari kepustakaan 1)

Pada daerah telinga, dermatitis seboroik sulit dibedakan dengan otitis eksterna. Tampak adanya skuama di daerah kanalis aurikularis, rasa gatal, kemerahan, fissura dan pembengkakan. Sedangkan pada aksila, erupsi akan mulai pada bagian apeks secara bilateral lalu menyebar ke kulit sekitarnya. Gambarannya akan tampak mirip dengan dermatitis iritan karena penggunaan deodorant. Selain itu lesi beragam mulai dari eritema yang bersisik hingga bercak petaloid dengan gambaran fissura. Sedangkan untuk lesi pada daerah selangkangan dan lipatan paha, lesi akan tampak mirip dengan tinea cruris atau candidiasis.8Pada pemeriksaan fisis kulit, dapat dibedakan gambaran klinis dari lesi primer dan sekunder dermatitis seboroik. Pada lesi primer akan tampak sebagai berikut:91. Bercak merah kekuningan, dengan batas yang tegas2.Lesi yang awalnya berbentuk papul folikular merah kecoklatan yang berkmbang menjadi plak (jarang)3.Bercak eritem yang akan berkembang menjadi skuamaSedangkan untuk lesi sekunder, biasanya persisikan lebih longgar, berwarna kekuningan dan tampak berminyak.9B. Pemeriksaan PenunjangLesi pada dermatitis seboroik memiliki gambaran yang beragam dan sering menyerupai penyakit kulit lain seperti dermatitis atopi, pityriasis rosea, psoriasis vulgaris, lichen simplex, tinea dan pityriasis versicolor. Oleh sebab itu, maka dapat dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang untuk menyingkirkan kecurigaan lain. Diantaranya adalah:4,91. Pemeriksaan dengan lampu Woods, dimana dermatitis seboroik memiliki hasil negatif.2. Pemeriksaan KOH. Dermatitis seboroik akan memberikan hasil negatif3. Biopsi kulit. Dermatitis seboroik dapat menstimulasi beberapa dermatitis. Sehingga biopsi dapat menunjukkan gambaran yang menyerupai beberapa jenis dermatitis lain, sehingga biopsi bukan merupakan prosedur yang definitif.

Gambar 2. Hasil pemeriksaan histopatologik pada dermatitis seboroik (dikutip dari kepustakaan 10)

Pada gambaran histologik terdapat spongiosis yang mungkin akut, subakut atau kronis tergantung pada lesi yang dibiopsi. Pada lesi yang kronik menunjukkan psoriasiform progresif hiperplasia pada epidermis dengan spongiosis yang sedikit. 10VI. DIAGNOSIS BANDING1. PsoriasisPada psoriasis, persisikan pada daerah skalp cukup sering, dimana lesi pada wajah juga cenderung mirip dengan dermatitis seboroik. Namun, plak cenderung lebih tebal dengan sisik yang berwarna putih perak, lebih tebal dan tidak terlalu gatal. Biasanya psoriasis menyerang daerah kuku, ekstensor, palmar, dan permukaan plantar. Fenomena tetesan lilin, auspitz dan kobner juga akan ditemukan.11

Gambar 3. Psoriasis Vulgaris (dikutip dari kepustakaan 12)

2. Dermatitis Atopi Pada bayi, lesi lebih sering ditemukan pada daerah wajah dan skuama pada daerah kepala juga umum ditemukan. Pada dermatitis atopi akan ada riwayat atopi pada pasien dan keluarga.11

Gambar 4. Dermatitis atopi (dikutip dari kepustakaan 12)3. Tinea KapitisInfeksi, terutama yang dihubungkan dengan Trychophyton tonsurans dapat memperlihatkan gambaran bersisik pada kulit kepala. Biasanya tinea kapitis ditemukan pada anak-anak di Negara berkembang, dan menular melalui kontak dengan penderita. Penegakan diagnosis dilakukan lewat pemeriksaan mikroskopik.11

Gambar 5. Tinea kapitis (dikutip dari kepustakaan 12)

4. Dermatitis Kontak

Gambar 6. Dermatitis kontak iritan (dikutip dari kepustakaan 12)Eritema dan persisikan dapat tampak dan dapat menjadi komplikasi dari dermatitis seboroik dikarenakan reaksi dari agen topikal yang digunakan dalam pengobatan (terutama di bagian lubang telinga dan daerah intertrigenosa).11

VII. PENGOBATANKebersihan merupakan salah satu metode yang sederhana namun efektif dalam mengobati dermatitis seboroik. Membersihkan diri dan menggunakan sampo secara rutin dapat mengontrol dermatitis seboroik yang ringan.9Agen topikal umumnya digunakan pada hampir sebagian besar kasus dermatitis seboroik.11

1. Agen antifungal topikal Agen antifungal topikal merupakan agen terdepan dari terapi dermatitis seboroik. Studi yang dilakukan mencatat kegunaan dari ketokonazol, bifonazol, dan ciclopiroxolamine yang dapat ditemukan dalam bentuk krim, gel, sabun dan sampo. Ketokonazol, bifonazol dan ciclopiroxolamine merupakan anti jamur topikal spektrum luas. Digunakan dua sampai tiga kali perminggu. 11,13Pada studi kepada 1162 orang dengan dermatitis seboroik, pada 56% pasien, dalam 4 minggu tampak proses penyembuhan dermatitis seboroik berlangsung cukup cepat. Pada salah satu studi juga, 312 pasien dengan lesi pada kulit kepala diberikan sampo ketokonazol 2%. Hasilnya mampu menunjukkan turunnya angka kejadian relaps pada 69% pasien.11

2. Kortikosteroid topikalSteroid secara dramatis mampu membantu pengobatan dari dermatitis seboroik. Kortikosteroid mampu memberkan terapi yang murah, efektif dan aman jika diresepkan secara hati-hati. Seboroik pada wajah harus diterapi dengan kortikosteroid potensi rendah, sebab dapat menyebabkan iritasi, atrofi dan telangektasis.9Untuk penyakit yang resisten, presipitat sulfur 0.5% hingga 1% dapat diberikan pada steroid untuk meningkatkan efektifitasnya. Ketokonazol 1 hingga 2.5% yang dicampur juga sangat efektif dan lebih diterima secara komestik.9Bisa dibilang kortikosteroid sangat berguna pada jangka pendek sebab mampu mengontrol eritema dan rasa gatal. 11

3. Preparat selenium sulfidaBiasanya pada terapi untuk kasus ini, selenium sulfide dapat dibuat dalam bentuk sampo sebab lebih tersedia dan efektif. Dengan preparat ini, diharapkan dapat mengembalikan pertumbuhan dari Ptyrosporum ovale. Rasa gatal dan sensasi terbakar biasa ditemukan pada sampo selenium sulfida dibandingkan dengan yang berisi ketokonazol.11

4. Lithium topikalLithium topikal cukup efektif untuk diberikan kepada pasien dengan lesi diluar kulit kepala. Mekanisme kerjanya sendiri masih belum diketahui. Pada sebuah studi dengan menggunakan placebo, terdapat penurunan signifikan dari eritema, persisikan, dan luas lesi pada pasien yang menggunakan litium topikal.11

5. KeratolitikLarutan keratolitik murni dapat menghilangkan sisik pada dermatitis seboroik. Contoh larutan keratolitik yaitu seperti salep whitfield (3% asam salisilat dan 6% asam benzoate). Penyakit ini memiliki sisik yang lebih longgar sehingga sangat merespon dengan pengobatan keratolitik.9

6. FototerapiFototerapi dengan ultraviolet B terkadang dipertimbangkan menjadi pilihan untuk dermatitis seboroik yang ekstensif, namun belum diuji secara acak. Rasa terbakar dan gatal dapat timbul, serta memiliki efek karsinogenik.4,11

Pengobatan Sistemik Pengobatan sistemik hanya diberikan pada penyakit yang luas dan refrakter setelah semua jenis terapi tidak berhasil. Agen antifungal azole dapat digunakan dengan dosis yang kecil. Misalnya fluconazol 200mg/hari, dosis yang disarankan 100-400 mg/hari. Flukonazol merupakan suatu fluorinated bis-triazol dengan khasiat farmakologis baru. Obat ini diserap sempurna melalui saluran cerna tanpa dipengaruhi adanya makanan ataupun keasaman lambung. Itrakonazol berfungsi hampir sama dengan ketokonazol tetapi pada itrakonazol aktivitas anti jamurnya lebih lebar sedangkan efek samping yang ditimbulkan lebih kecil dibandingkan ketokonazole. Dosis 200 mg/2 kali sehari untuk 1 minggu.9,13

VIII. KOMPLIKASIPada beberapa kondisi yang ekstrim dapat terjadi eritroderma eksfoliatif yang menyebabkan adanya ketidakseimbangan elektrolit dan hipotermia. Sedangkan, pada bayi dapat terjai eritroderma desquamativum (Leiner disease) yang memberikan gambar pengelupasan kulit yang universal, anak tampak sakit berat, anemia, diare, dan muntah. Umumnya bayi rentan terhadap infeksi sekunder.4

IX. PROGNOSISPada dermatitis seboroik infantil, biasanya penyakit berlangsung dari minggu ke bulan. Eksaserbasi atau Leiner disease jarang namun dapat terjadi. Prognosis cukup baik, dimana tidak ada bukti bahwa bayi yang terkena dermatitis seboroik dapat terkena lagi saat beranjak dewasa.4Sedangkan pada dermatitis seboroik dewasa, penyakit akan bertahan hingga hitungan dekade dengan periode perbaikan pada cuaca yang hangat dan periode eksarsebasi pada cuaca dingin. Paparan terhadap sinar matahari dapat memperluas penyebaran lesi. Sebagian kasus yang mempunyai faktor konstitusi penyakit ini agak seukar diesmbuhkan, meskipun terkontrol.4,7

DAFTAR PUSTAKA

1. Holden CA, Berth-Jones J: Eczema, lichenefication, prurigo, and erythroderma. In: Burns T, Breafitnach T, et al Editors. Rooks Textbook of Dermatology 7th ed. Massachusetts: Blackwell Publishing Inc. 2004;p. 17.10-4.2. Berk T, Scheinfeld N. Dermatitis Seborrheic. Jefferson Medical College, Thomas Jefferson University, USA. 2010;p.348-351.3. Buxton PK. ABC Of dermatology 4th edition, BMJ, London, 2003;p.29-304. Plewig G, Jansen T. Seborrheic dermatitis. In: Wollf K, et all Editors. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine 7th edition. McGraw-Hill, USA, 2008;p.219-2255. Elewski EB. Safe and Effective Treatment of Seborrheic Dermatitis. Cutis, Birmingham, 2009;p.333-3376. Fritsch PO, Reider N. Seborrheic dermatitis. In: Bolognia JM, Jorizzo JL, Rapini RP, editors. Dermatology 2nd ed, Mosby Elsevier, USA, 2008.7. Djuanda A. Dermatosis eritroskuamousa. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, Editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 5, FKUI, Jakarta, 2007;p.189-195,200-28. James WD. Seborrheic dermatitis. In: James WD. Andrews Disease of the Skin: Clinical Dermatology 10th ed. Saunders Elseviers, Pennysylvania, 2006:p.191-29. Trozak DJ, Tennenhouse DJ, Russell JJ. Seborrheic dermatitis. Dermatology Skills for Primary Care. Humana Press, New Jersey, 2006,p.67-7510. Eczema Pathology. Derm Net NZ: [Online]. 2013 [cited 31 January 2014]. Available from: http://www.dermnetnz.org/pathology/eczema-path.html 11. Naldi L, Debora A. Seborrheic Dermatitis. N Engl J Med, 2009;p.387-9612. Fitzpatrick TB, Wolff K, Johnson RA: Fitzpatricks Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology, 6th ed, McGraw-Hill, New York, 2009;p.175,188,225,185013. Gunawan SG, Setiabudy R, Elysabeth. Obat Jamur, Farmakologi dan Terapi Edisi Kelima. Jakarta. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009; Hal: 571-8414. T.Lakshmipathy Deepika, Krishnan Kannabiran. Review On Dermatomycosis Pathogenesis And Treatment, 2010; Vol.2, No.7, 726-731

15