referat amputasi

24
AMPUTASI PENDAHULUAN Amputasi merupakan jenis tindakan yang paling tua, dikenal dalam sejarah hukuman berupa amputasi tangan atau kaki. Dari bukti arkeologi ditemukan adanya kondisi dengan amputasi pada masyarakat pra sejarah, seperti kelainan congenital berupa defisiensi tungkai skeletal dan mereka yang bertahan hidup dengan kehilangan anggota tubuh akibat trauma .(1,2) Pada awalnya pembedahan amputasi melalui suatu prosedur yang kasar, dimana amputasi dilakukan pada penderita tanpa tindakan anestesi, untuk menghentikan perdarahan ujung dari amputasi (stump) dibuat rusak atau dimasukan ke dalam oli yang mendidih serta pengenalan akan protesis yang tidak ada. Pada abad ke 16, Ambroise Pare, ahli bedah tentara Prancis, menemukan bentuk stump yang lebih fungsional dan teknik ligasi untuk control perdarahan setelah amputasi. Pada abad ke 17, Morel memperkenalkan teknik pemasangan torniket. Perkembangan semakin pesat dengan ditemukannya teknik anestesi dan aseptic .(1,2,3) Setelah perang dunia ke II di Amerika Serikat, sejalan dengan perkembangan teknologi ditemukan teknik pembedahan yang baru, ,teknik perawatan pasca operasi dan berkembang protesis yang semakin maju, baik komponen, teknik dan biomekaniknya.

Upload: bachtiar-fanani

Post on 10-Apr-2016

157 views

Category:

Documents


43 download

DESCRIPTION

bedah orthopaedi

TRANSCRIPT

AMPUTASI

PENDAHULUAN

Amputasi merupakan jenis tindakan yang paling tua, dikenal dalam sejarah

hukuman berupa amputasi tangan atau kaki. Dari bukti arkeologi ditemukan adanya

kondisi dengan amputasi pada masyarakat pra sejarah, seperti kelainan congenital berupa

defisiensi tungkai skeletal dan mereka yang bertahan hidup dengan kehilangan anggota

tubuh akibat trauma.(1,2)

Pada awalnya pembedahan amputasi melalui suatu prosedur yang kasar, dimana

amputasi dilakukan pada penderita tanpa tindakan anestesi, untuk menghentikan

perdarahan ujung dari amputasi (stump) dibuat rusak atau dimasukan ke dalam oli yang

mendidih serta pengenalan akan protesis yang tidak ada. Pada abad ke 16, Ambroise

Pare, ahli bedah tentara Prancis, menemukan bentuk stump yang lebih fungsional dan

teknik ligasi untuk control perdarahan setelah amputasi. Pada abad ke 17, Morel

memperkenalkan teknik pemasangan torniket. Perkembangan semakin pesat dengan

ditemukannya teknik anestesi dan aseptic.(1,2,3)

Setelah perang dunia ke II di Amerika Serikat, sejalan dengan perkembangan

teknologi ditemukan teknik pembedahan yang baru, ,teknik perawatan pasca operasi dan

berkembang protesis yang semakin maju, baik komponen, teknik dan biomekaniknya.

Tindakan amputasi pada jaringan dengan kerusakan hebat atau kelainan pada

tungkai pada dasarnya merupakan langkah awal terhadap penderita untuk kembali hidup

normal dan produktif di dalam kehidupan masyarakat.

Terminologi

Amputasi adalah tindakan/prosedur membuang sebagian dari satu atau beberapa

tulang. Ini harus dibedakan dengan tindakan disartikulasi, yaitu tindakan membuang

sebagian tulang melalui persendian.

Insidensi

Dilaporkan di Amerika Serikat, angka statistic secara pasti insidensi dan

prevalensi kehilangan anggota tubuh tidak ada, namun diperkirakan prevalensinya

350.000 sampai dengan 1.000.000 tindakan amputasi sedang insidensinya 20.000-30.000

per tahun ( Indonesia belum diketahui ). Dari laporan-laporan ditemukan bahwa jumlah

tindakan amputasi meningkat setiap tahunnya, hal ini berhubungan dengan meningkatnya

populasi lanjut usia bersamaan dengan tingginya insidensi diabetes maupun penyakit

pembuluh darah perifer.(1,2,3).

Insidensi kejadian tertinggi pada kelompok umur 50-75 tahun, kebanyakan

berhubungan dengan penyakit pembuluh darah disertai atau tanpa diabetes mellitus. Pada

anak-anak, 60% kelainan congenital berupa defisiensi tungkai. Kurang lebih 75% kasus

amputasi baru ditemukan pada kelompok pria.

Indikasi amputasi

Untuk memuddahkan dikenal istilah “3D” dalam indikasi amputasi, yaitu Dead

(atau dying), Dangerous dan Damn nuisance (Apley).

Dead : Sekitar 90% dari semua tindakan amputasi disebabkan oleh penyakit

vaskuler perifer. Penyebab lainnya adalah trauma hebat, luka bakar dan frostbite.

Dangerous : meliputi keganasan, sepsis yang berat dan crush injury.

Damn nuisance : “keberadaan tungkai lebih buruk disbanding tidak memiliki” ,

hal ini dapat disebabkan oleh nyeri, adanya malformasi, sepsis yang berulang

atau hilangnya fungsi yang hebat.

1. Penyakit pembuluh darah perifer

Kebanyakan amputasi didasarkan kelainan ini, seperti atherosklerotik, atherosklerotik

dengan diabetes mellitus (DM) atau jenis lainnya. Ini banyak ditemukan pada kelompok

lanjut usia.

2. Trauma

Trauma yang akut merupakan indikasi untuk dilakukan amputasi bila peredaran darah

ke tungkai mengalami kerusakan hebat dan tidak dapat diperbaiki/tidak mungkin

dilakukan tindakan rekonstruksi. Pada trauma tertentu indikasi untuk amputasi segera

sangat jelas, namun pada kasus ini dilakukan debrideman terlebih dahulu dan amputasi

ditangguhkan sampai dengan kerusakan dapat dinilai lebih tepat.

Asep Tajul/Orto/07 2

3. Infeksi

Adanya infeksi, baik akut maupun kronik, dimana tidak memberikan respon setelah

pengobatan secara medical maupun tindakan opratif. Dari semua bentuk infeksi yang

dilakukan amputasi, adanya gas ganggren yang fulminan adalah bentuk yang paling

berbahaya biasanya dilakukan tindakan amputasi segera pada level proksimal dari

jaringan yang sehat. Luka operasi dibiarkan terbuka untuk perawatan luka terbuka.

Adapun indikasi untuk amputasi pada tungkai dengan infeksi kronik biasanya tidak

sejelas kasus infeksi akut. Amputasi biasanya diindikasikan karena fungsi tungkai sudah

sebegitu rusak oleh osteomielitis kronis atau fraktur non union yang terinfeksi dimana

dengan amputasi dan penggunaan protesis akan meningkatkan fungsi dan memungkinkan

tindakan reseksi tulang yang radikal, dimana amputasi menjadi pilihan, terutama bila lesi

tuberculosis pada kaki atau pergelangan kaki terjadi infeksi sekunder.(3,4,5)

4. Keganasan

Pada tumor jinak sangat jarang dilakukan amputasi, kecuali keadaan diamana ukuran

Yang sangat besar membuat tungkai menjadi tidak berfungsi. Amputasi umumnya

diindikasikan pada tumor ganas tanpa adanya metastase. Pada kasus ini tujuan dari

amputasi adalah membuang keganasan sebelum bermetastase. Namun amputasi

kadangkala dilakukan walaupun sudah ada metastase, hal ini didasarkan untuk

menghilangkan nyeri yang timbul akibat terbentuknya ulcer atau terjadi infeksi atau

fraktur patologis. Level dari amputasi seproksimal mungkin untuk mencegah rekurensi

local dari tumor.

5. Trauma pada syaraf

Terbentuknya ulcer tropic pada tungkai yang anestesi terkena infeksi menghasilkan

kerusakan jaringan yang lebih hebat, menyebabkan tungkai menjadi tidak berguna

sehingga amputasi dan pemakaian protesis menjadi pilihan.

6. Kelainan congenital

Biasanya dilakukan pada saat bayi atau anak-anak. Sebagai contoh adalah pada kasus

complete fibular hemimelia dan tibia hemimelia. (4,5,6)

Asep Tajul/Orto/07 3

AMPUTASI PADA KONDISI TRAUMA

Pada trauma, amputasi dilakukan bila ditemukan keadaan :

Dini, tindakan amputasi dilakukan pada kasus dengan kerusakan jaringan, baik

jaringan lunak maupun keras, sangat berat (non viable) sehingga tidak dapat

dilakukan tindakan rekonstruksi, maka tidak ada pilihan kecuali amputasi.

Tampak bagian yang nekrotik pada tungkai, jaringan kulit hilang, tulang, otot

dan distim syaraf rusak merupakan indikasi dilakukan amputasi segera. Pada

luka dilakukan pencucian/dibrideman dan eksisi jaringan yang sudah nekrotik,

baik otot, jaringan lemak, fascia. Tulang yang sudah mati harus dibuang namun

bagian tulang yang masih viable dipertahankan.

Adapun bila setelah diupayakan dilakukan tindakan revascularisasi, karena

kerusakan yang hebat dari sebagian atau seluruh tungkai tidak memuaskan

disbanding bila digunakan protesis

Bila penderita yang mengalami kerusakan tungkai yang hebat tersebut memiliki

riwayat penyakit lain yang dapat memperburuk keadaan seperti penderita

diabetes.

Asep Tajul/Orto/07 4

Bila tungkai yang mengalami kerusakan hebat tersebut membutuhkan beberapa

prosedur pembedahan dan waktu rekonstruksi yang lama sedang kemampuan

personal, sosial dan ekonomi penderita tidak sepadan.

Tindakan amputasi dialkukan setelah perawatan luka pasca trauma cukup lama

sehingga dinilai tidak efektif untuk tetap mempertahankan anggota tubuh,

tampak jaringan non-viable, seperti ganggren.

Dalam penilian perlu tidaknya dilakukan amputasi dikenal adanya Mangled

Extremity Severity Score (MESS). Dalam sistim ini dinilai empat kategori yaitu masing-

masing kerusakan dari skeletal dan jarngan lunak, waktu iskemia tungkai, ada tidaknya

syok dan umur penderita itu sendiri. Pada penderita dengan jumlah penilaian MESS 7

atau lebih diprediksikan dilakukan amputasi. (7,8)

Asep Tajul/Orto/07 5

Tabel :Mangled Extremity Severity Score (MESS)

Kategori Penilian

A. Kerusakan Skeletal/jaringan lunak

Energi rendah

Energi medium

Energi tinggi

B. Iskemia pada tungkai

Nadi tidak teraba/menurun, perfusi normal

Nadi (-), parastesi, capillary refill menurun

Akral dingin, paralysis, sensasi (-), baal

C. Syok

Tekanan sistolik > 90mmHg

Hipotensi yang transient

Hipotensi yang persisten

D. Usia

< 30 tahun

30-50 tahun

> 50 tahun

1

2

3

1

2

3

0

1

2

0

1

2

Pada kasus yang > 6 jam, nilai dikalikan 2.

Skor ≥ 7 dilakukan amputasi.

Penanganan pada penderita dengan trauma hebat tungkai dilakukan pertama kali

dengan evaluasi secara lengkap, baik dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

laboratorium dan radiologist sederhana, setelah dilakukan tindakan resusitasi di ruang

emergensi. Trauma tungkai yang hebat sering disertai dengan kerusakan lain yang

mengancam jiwa, termasuk rongga dada, abdomen atau kepala. Kerusakan pada struktur

vital tersebut merupakan prioritas dalam penanganan penderita dengan trauma multiple.

Setelah dilakukan penanganan di struktur tersebut, trauma pada tungkai baru dapat

Asep Tajul/Orto/07 6

dinilai, termasuk didalamnya adalah struktur kulit, tulang, otot dan tendon, syaraf dan

pembuluh darah.

Pada penilaian jaringan lunak maupun keras dalam penanganan penderita dengan

trauma pada tungkai yang hebat perlu diperhatikan adalah mekanisme trauma (avulse,

crushing, degloving) , interval waktu antara kecelakaan dan penanganan pertama dan

status dari luka (luka bersih atau kotor).

Tindakan rekonstruksi atau restorasi secara fungsional dari tungkai merupakan

pilihan pertama dalam penanganan, namun bila hal tersebut tidak dapat dicapai akibat

kerusakan yang hebat dari minimal tiga ddari lima struktur/komponen penting dari

tungkai, maka amputasi menjadi pilihan disbanding dengan limb salvage.

TEKNIK AMPUTASI

CLOSED AMPUTATIONS (DEFINITIVE AMPUTATION)

Pada teknik amputasi ini dikenal adanya :

Definive end-bearing

Jenis ini digunakan pada level dimana beban tubuh bertumpu pada ujung stump

amputasi, oleh karena itu scar kulit tidak pada terminal dari ujung stump, tulang

harus padat/tidak pada daerah berongga yang berarti amputasi dilakukan melalui

atau dekat dengan persendian.

Definitive non-end-bearing amputation

Sangat bervariasi, seluruh jenis amputasi pada anggota tubuh atas dan bawah

termasuk ke dalam golongan ini. Karena beban tubuh tidak bertumpu pada ujung

stump maka scar dapat terletak pada terminal.

Seperti pada tindakan operatif lainnya, beberapa hal perlu diperhatikan agar

Proses penyembuhan jaringan lunak baik dan stump amputasi mempunyai nilai

fungsional.

1. Penggunaan torniket

Kecuali pada tungkai yang iskemik, penggunaan torniket sangat membantu.

Biasanya dilakukan eksanguinasi pada tungkai sebelum dipasang torniket.

Asep Tajul/Orto/07 7

2. Level amputasi

Pada masa lampau, amputasi dilakukan pada level spesifik berhubungan dengan

kecocokan dengan protese yang tersedia. Namun saat ini dengan teknik total

contact socket yang modern level amputasi tidak menjadi hal yang penting.

3. Fklap dari kulit

Hal yang sangat penting disbanding dengan level amputasi sebenarnya adalah

penutupan stump amputasi dengan flap kulit yang baik. Letak jaringan parut yang

terbentuk dibuat tidak adheren dengan tulang karena akan menyulitkan saat

pemasangan protesis, disamping itu setelah penggunaan protesis yang lama parut

pasca operasi dapat terbuka kembali. Jaringan lunak yang redundan atau dog-ear

yang besar dapat menjadi masalah pada saat pemasangan protesis.

4. Otot

Pada myoplasti atau myodesis, otot-otot dipotong paling kurang 5 cm distal dari

level tulang yang diamputasi, kemudian dijahit ke tulang atau pada kelompok otot

di seberangnya. Teknik ini dipercaya dapat meningkatkan fungsi dari otot itu

sendiri, sirkulasi pada stump dan membantu mencegah terjadinya phantom pain.

Namun perlu diperhatikan bahwa myodesis kontraindikasi pada penyakit vaskuler

perifer atau iskemia karena fungsi sirkulasi dari jaringan lunak pada bagian

amputasi tidak baik.

5. Syaraf

Penanganan syaraf pada tindakan amputasi masih menjadi controversial,

kebanyakan ahli bedah sepakat bahwa penanganan terbaik adalah setelah

dibebaskan dengan jaringan sekitar, syaraf ditarik kea rah distal kemudian dengan

pisau yang tajam dipotong sehingga akan tertarik kearah proksimal. Untuk syaraf

yang besar , seperti nervus sciatica, disertai dengan arteri sehingga perlu diligasi

sebelum dipotong. Teknik membenamkan ujung syaraf ke dalam otot atau tulang

atau menutupnya dengan silastik tidak mencegah adanya nyeri akibat neuroma

6. Pembuluh darah

Pembuluh darah besar harus dipisahkan dan masing-masing diligasi dua kali

dengan benang absorbable atau non-absorbable sebelum dipotong. Sebelum

stump amputasi ditutup, torniket dibuka dan perdarahan dirawat.

Asep Tajul/Orto/07 8

7. Tulang

Membuka periosteal yang berlebihan adalah kontraindikasi karena akan terbentuk

sequester. Tonjolan tulang yang tidak dapat tertutup oleh jaringan lunak sekitar

harus direseksi.

8. Penggunaan drain

Perdarahan yang merembes harus dirawat sebelum stump amputasi ditutup,

sebagai tambahan digunakan drain, dapat penrose drain maupun drain suction.

OPEN AMPUTATION

Pada jenis amputasi ini ujung stump amputasi kulit tidak ditutup. OPerasi

dilakukan lebih dari satu kali untuk menutup kulit pada stump amputasi, yaitu untuk

penutupam kulit secara sekunder, reamputasi, revisi atau operasi plastic. Kegunaannya

adalah untuk mencegah atau membatasi infeksi yang terjadi. Oleh karena itu jenis

amputasi ini dilakukan pada kasus infeksi, luka traumatic yang hebat dengan kerusakan

jaringan lunak ekstensif dan adanya kontaminasi benda asing.

PENANGANAN PASCA OPERATIF

Pembalutan yang rigid

Teknik ini mencegah edema pada daerah operasi, meningkatkan penyembuhan

luka pada jaringan lunak , mempercepat maturasi dari stump amputasi,

mengurangi nyeri pasca operatif dan mempercepat ambulasi dengan alat Bantu.

Pemasangan protesis sementara

Setelah pemasangan balut yang rigid, ambulasi dengan kaki protesis dapat

dimulai 1) segera setelah operasi, 2) Setelah penyembuhan stump tampak mulai

terjadi (hari ke 7-10), (3) segera setelah stump sembuh (2-3 minggu), atau 4)

setelah yakin bahwa stump benar-benar matur, yakin tidak akan terjadi luka

terbuka kembali. Pilihan tersebut tergantung kepada umur penderita, kekuatan dan

kemauan penderita itu sendiri.

Asep Tajul/Orto/07 9

KOMPLIKASI

Hematoma

Hematoma dapat menghambat proses penyembuhan dari luka dan merupakan

tempat berkembang biak kuman. Pembentukan hematoma dapat dicegah dengan

perawatan perdarahan, penggunaan drain. Bila ditemukan hematoma dapat

dilakukan aspirasi dan dekompresi.

Infeksi

Komplikasi ini sering ditemukan pada amputasi untuk penyakit vaskuler perifer,

terutama pada penderita diabetes. Adanya abses harus didrainase secara baik bila

perlu dengan membuka jahitan sebanyak yang dibutuhkan. Dilakukan

pemeriksaan kultur terhadap eksudat dan diberikan antibiotika yang tepat.

Nekrosis

Adanya nekrosis yang kecil pada tepi kulit dapat ditangani konservatif namun

dapat menghambat penyembuhan. Pada nekrosis yang hebat menandakan

insufisiensi sirkulasi pada level amputasi sehingga perlu dilakukan reseksi luas

atau reamputasi pada level lebih proksimal.

Kontraktur

Kontraktur sendi pada stump amputasi dapat dicegah dengan memposisikan

stump secara benar dan mendorong penderita untuk segera latihan menguatkan

otot dan menggerakkan persendiannya. Pada amputasi bawah sendi lutut penderita

dilarang untuk menggantung stump amputasi pada pinggir tempat tidur atau

berbaring atau duduk berlam-lama dalam posisi lutut fleksi. Pada amputasi diatas

sendi lutut penderita dilarang untuk meletakkan bantal diantara paha. Hal ini

untuk mencegah terjadinya kontraktur pada sendi lutut dan panggul.

Neuroma

Neuroma terbentuk pada ujung syaraf yang dipotong. Nyeri yang terjadi akibat

traksi pada syaraf saat neuroma tertarik ke bawah oleh jaringan parut.

Sensasi Phantom

Setelah tindakan amputasi, kebanyakan penderita masih merasakan keberadaan

bagian anggota tubuh yang telah diamputasi. Hal ini mengganggu walaupun

jarang disertai nyeri. Rasa ini biasanya menghilang terutama setelah penggunaan

Asep Tajul/Orto/07 10

protesis secara teratur. Kadang disertai nyeri yang hebat dan sulit diobati,

sehingga diperlukan tindakan eksisi local dari neuroma, revisi dari stump

myoplasty atau penanganan lain yang lebih ekstensif.

AMPUTASI BERDASARKAN LEVEL

1. Amputasi interscapulo-thoracic

2. Disartikulasi sendi bahu

3. Disartikulasi sendi siku.

Asep Tajul/Orto/07 11

4. Amputasi transradial

5. Amputasi pada tangan

6. Amputasi hemipelvectomy (hindquarter)

7. Disartikulasi sendi panggul

Asep Tajul/Orto/07 12

8. Amputasi transfemoral/Above knee amputation

Jenis amputasi ini nomor dua tersering dilakukan setelah below knee amputation.

Asep Tajul/Orto/07 13

9. Amputasi transtibial (below knee amputation)

Jenis mamputasi ini sering ditemukan pada penyakit vaskuler perifer. Bermacam-

macam teknik yang ada, namun hal yang mendasar adalah semua prosedur dibagi

menjadi dua golongan besar, yaitu prosedur untuk tungkai non iskemik dan yang

iskemik. Pada tungkai non iskemik flap dari kulit mempunyai panjang yang sama

dan digunakan teknik stabilisasi dari otot (myodesis dan myoplasty). Sedang pada

tungkai iskemik adalah kontra indikasi untuk dilakukan myosis dan dibuat flap

dari myocutan pada bagian posterior lebih panjang, sedang pada sisi anterior

cukup pendek atau tidak sama sekali. Hal ini disebabkan karena pada sisi anterior

dan antero-lateral aliran darah sangat kurang disbanding pada bagian lainnya di

kaki. Pada jenis amputasi ini, level yang ideal berada di musculotendinous

junction dari otot gastrocnemeus, sedang distal dari level tersebut tidak dianjurkan

karena jaringan pada daerah tersebut relative avaskuler dan bantalan jaringan

lunak sangat kurang.

Asep Tajul/Orto/07 14

10. Syme’s amputation

Asep Tajul/Orto/07 15

11. Partial foot amputation

Chopart (midtarsal amputation)

Lisfranc (tarsometatarsal amputation)

Amputasi metatarsal

Disartikulasi metatarsophalangeal

Asep Tajul/Orto/07 16

DAFTAR PUSTAKA

1. Tooms, Robert E.General Principles of Amputation in Canale, Terry, Campbell’s

Operative Orthopaedic. 9th edition.Vol.1. Baltimore , Mosby, 1998. p521-531.

2. Chapman, Michael W.Olson,Steven A. Open Fracture in Rockwood, Charles

A.Green, David P.Rockwood and Green’s Fractures in Adult, 4 th ed. Vol 1.

Philadelphia, Lippincitt-Raven, 1996, p322-323.

3. Solomon, Luis, Warwick, David, Apley’s System of Orthopaedics and Fractures,

8th ed., London, Arnold, 2001,p267-271.

4. Vitali, Miroslaw, Amputation and Prostheses, London, Bailliere Tindall, 1978

5. Malone, James M., Amputation for Trauma in Moore, Wesley S., Lower

Extremity Amputation, Philadelphia, WB Saunders, 1989, p320-329.

6. Louis, Dean S. Jebson, Peter J.L, Amputation in Green, David P., Green’s

Operative Hand Surgery, 4th ed., vol.1, New York, Churchill Livingstone, 1999,

p48-49.

7. Miller, Mark D., Review of Orthopaedics, 3th ed., Philadelphia, WB Saunders

Co., 2000, p445-450.

8. Brinker, Mark R. Review of Orthopaedics Trauma, WB Saunders Co.,

Philadelphia, 2001.

Asep Tajul/Orto/07 17