referat adb stase ika
DESCRIPTION
referat anemia defisiensi besi di RSPJ 2013TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
Kekurangan asupan zat besi pada anak akan mempunyai dampak yang buruk pada
kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan anak. Bahkan, lambatnya perkembangan kognitif
maupun perilaku anak akibat kekurangan zat besi dapat menetap. Sehingga menggangu tumbuh
kembang dengan akibat dalam jangka waktu yang panjang. Pencegahan terhadap terjadinya
kekurangan zat besi pada anak dapat memberikan keuntungan pada perkembangan dan prilaku
anak. Anemia merupakan manifestasi lanjut dari defisiensi besi. Padahal, di Indonesia dan
Negara berkembang lainya, pravelensi anemia kekurangan zat besi pada anak masih cukup
tinggi.
Anemia Defisiensi Besi (ADB) adalah salah satu bentuk tersering dari suatu defisiensi
nutrisi, tersebat luas diseluruh dunia dan diperkirakan telah melibatkan 3 triliun orang. Walaupun
secara umum finyatakan bawa anemia defisiensi besi dari tahun 1960 telah mengalami
penurunan secara drastis, namun anemia defisiensi besi sampai sekarang masih merupakan
masalah kesehatan yang penting di dunia, terutama dinegara yang sedang berkembang termasuk
Indonesia. Seperti telah disampaikan dimuka, akibat jangka panjang dari keadaan ini yang sangat
merugikan terutama kalau terjadi pada bayi dan anak, karena dapat menggangu perkembangan
mental, motoric serta prilakuknya.
Dan pada ibu hamil previlensi defisiensi besi sangat tinggi, di negara berkembang 55–
60% wanita hamil mengalami anemia dengan penyebab dominan defisiensi besi.
Tujuan dari penulisan referat ini yaitu mengetahui lebih dalam tentang Anemia defisiensi
besi dan defisiensi besi pada anak .
BAB II
PEMBAHASAN
ZAT BESI
Zat besi merupakan unsur kelumit (trace element) terpenting bagi manusia. besi dengan
konsentrasi tinggi terdapat dalam sel darah merah, yaitu sebagai bagian dari molekul hemoglobin
yang menyangkut oksigen dari paru–paru. Hemoglobin akan mengangkut oksigen ke sel–sel
yang membutuhkannya untuk metabolisme glukosa, lemak dan protein menjadi energi (ATP).
Besi juga merupakan bagian dari sistem enzim dan mioglobin, yaitu molekul yang mirip
Hemoglobin yang terdapat di dalam sel–sel otot. Mioglobin akan berkaitan dengan oksigen dan
mengangkutnya melalui darah ke sel–sel otot. Mioglobin yang berkaitan dengan oksigen inilah
menyebabkan daging dan otot–otot menjadi berwarna merah. Di samping sebagai komponen
Hemoglobin dan mioglobin, besi juga merupakan komponen dari enzim oksidase pemindah
energi, yaitu : sitokrom paksidase, xanthine oksidase, suksinat dan dehidrogenase, katalase dan
peroksidase.
ZAT BESI DALAM TUBUH
Zat besi dalam tubuh terdiri dari dua bagin, yaitu yang fungsional dan yang reserve
(simpanan). Zat besi yang fungsional sebagian besar dalam bentuk Hemoglobin (Hb), sebagian
kecil dalam bentuk myoglobin, dan jumlah yang sangat kecil tetapi vitl adalah hem enzim dan
non hem enzim
Zat besi yang ada dalam bentuk reserve tidak mempunyai fungsi fisiologi selain daripada
sebagai buffer yaitu menyediakan zat besi kalau dibutuhkan untuk kompartmen fungsional.
Apabila zat besi cukup dalam bentuk simpanan, maka kebutuhan kan eritropoiesis (pembentukan
sel darah merah) dalam sumsum tulang akan selalu terpenuhi. Dalam keadaan normal, jumlah zat
besi dalam bentuk reserve ini adalah kurang lebih seperempat dari total zat besi yang ada dalam
3
tubuh. Zat besi yang disimpan sebagai reserve ini, berbentuk feritin dan hemosiderin, terdapat
dalam hati, limpa, dan sumsum tulang. Pada keadaan tubuh memerlukan zat besi dalam jumlah
banyak,misalnya pada anak yang sedang tumbuh (balita), wanita menstruasi dan wanita hamil,
jumlah reserve biasanya rendah.
Pada bayi, anak dan remaja yang mengalami masa pertumbuhan, maka kebutuhan zat
besi untuk pertumbuhan perlu ditambahkan kepada jumlah zat besi yang dikeluarkan lewat basal.
Dalam memenuhi kebutuhan akan zat gizi, dikenal dua istilah kecukupan (allowance) dan
kebutuhan gizi (requirement). Kecukupan menunjukkan kecukupan rata – rata zat gizi setiap hari
bagi hampir semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan aktifitas
untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Sedangkan kebutuhan gizi menunjukkan
banyaknya zat gizi minimal yang diperlukan masing – masing individu untuk hidup sehat. Dalam
kecukupan sudah dihitung faktor variasi kebutuhan antar individu, sehingga kecukupan kecuali
energi, setingkat dengan kebutuhan ditambah dua kali simpangan baku. Dengan demikian
kecukupan sudah mencakup lebih dari 97,5% populasi (Muhilal et al, 1993).
Kebutuhan zat besi pada anak balita dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel :1
Kebutuhan Zat Besi Anak Balita
KEBUTUHAN ZAT BESI PADA BAYI DAN ANAK
Pembentukan sel darah merah dan destruksinya merupakan proses sirkulasi zat besi di
dalam tubuh. Pada Laki-laki dewasa, 95% kebutuhan zat besi untuk produksi sel darah merah
diambil dari pemecahan sel darah merahnya sediri, 5% kebutuhan zat besi lainya diambil dari
luar (makanan). Sedangkan pada bayi 70% kebutuhan zat besi diambil dari pemecahan sel darah
merah, 30% diambil dari luar. Selama 3-4 bulan pertama kehidupan, bayi hanya memerlukan
sedikit zat besi dari luar oleh karena mereka masih menggunakan kembali hemoglobin fetus.
Setelah umur 6 bulan, bayi membutuhkan makanan dengan sumber zat besi oleh karena adanya
pertumbuhan cepat dan mengurangnya simpanan zat besi ditubuh bayi.
Dibanding bayi normal pada bayi yang BBLR mempunyai simpanan zat besi awal lebih
rendah, mempunyai percepatan pertumbuhan yang lebih tinggi dn kemungkinan kehilangan
darah lebih banyak oleh karena pengambilan darah yang dilakukan pada tubuh bayi. Sehingga
pada umur 2-3 bulan, simpanan zat besi sudah mulai berkurang.
Pada bayi normal , pada bulan-bulan petama kehidupannya, walaupun jumlah volume
darah meningkat, jumlah besi secara keseluruhan tetap, sehingga kadar Hb pada periode ini
sedikit menurun. Oleh karena tu, ADB pada periode ini relative jarang, kecuali bila terdapat
perdarahan terutama melalui gastrointestinal. Pemberian suplemen besi pada beberapa bulan
kehidupan disangsikan manfaatnya.
Kebutuhan zat besi sesuai umur :
Pada bayi, anak dan remaja yang mengalami masa pertumbuhan perlu ditambahkan
kepada jumlah zat besi yang dikeluarkan lewat basal. Kebutuhan zat besi relatif lebih tinggi pada
bayi dan anak daripada orang dewasa apabila dihitung berdasarkan per kg berat badan. Bayi
yang berumur dibawah 1 tahun, dan anak berumur 6 – 16 tahun membutuhkan jumlah zat besi
sama banyaknya dengan laki – laki dewasa. Tetapi berat badannya dan kebutuhan energi lebih
rendah daripada laki – laki dewasa. Untuk dapat memenuhi jumlah zat besi yang dibutuhkan ini,
5
maka bayi dan remaja harus dapat mengabsorbsi zat besi yang lebih banyak per 1000 kcal yang
dikonsumsi.
PENYERAPAN ZAT BESI
Absorbsi Zat Besi Dipengaruhi Oleh Banyak Faktor Yaitu :
- Kebutuhan tubuh akan besi, tubuh akan menyerap sebanyak yang dibutuhkan. Bila besi
simpanan berkurang, maka penyerapan besi akan meningkat.
- Rendahnya asam klorida pada lambung (kondisi basa) dapat menurunkan penyerapan Asam
klorida akan mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+ yang lebih mudah diserap oleh mukosa usus.
- Adanya vitamin C gugus SH (sulfidril) dan asam amino sulfur dapat meningkatkan bsorbsi
karena dapat mereduksi besi dalam bentuk ferri menjadi ferro. Vitamin C dapat
meningkatkan absorbsi besi dari makanan melalui pembentukan kompleks ferro askorbat.
Kombinasi 200 mg asam askorbat dengan garam besi dapat meningkatkan penyerapan besi
sebesar 25 – 50 persen.
- Kelebihan fosfat di dalam usus dapat menyebabkan terbentukny kompleks besi fosfat yang
tidak dapat diserap.
- Adanya fitat juga akan menurunkan ketersediaan Fe
- Protein hewani dapat meningkatkan penyerapan Fe
- Fungsi usus yang terganggu, misalnya diare dapat menurunkan penyerapan Fe.
- Penyakit infeksi juga dapat menurunkan penyerapan Fe
Zat besi diserap di dalam duodenum dan jejunum bagian atas melalui proses yang kompleks.
Proses ini meliputi tahap – tahap utama sebagai berikut :
a. Besi yang terdapat di dalam bahan pangan, baik dalam bentuk Fe3+ atau Fe2+ mula – mula
mengalami proses pencernaan.
b. Di dalam lambung Fe3+ larut dalam asam lambung, kemudian diikat oleh gastroferin dan
direduksi menjadi Fe2+
c. Di dalam usus Fe2+ dioksidasi menjadi FE3+. Fe3+ selanjutnya berikatan dengan apoferitin
yang kemudian ditransformasi menjadi feritin, membebaskan Fe2+ ke dalam plasma darah.
d. Di dalam plasma, Fe2+ dioksidasi menjadi Fe3+ dan berikatan dengan transferitin Transferitin
mengangkut Fe2+ ke dalam sumsum tulang untuk bergabung membentuk hemoglobin. Besi
dalam plasma ada dalam keseimbangan.
e. Transferrin mengangkut Fe2+ ke dalam tempat penyimpanan besi di dalam tubuh (hati,
sumsum tulang, limpa, sistem retikuloendotelial), kemudian dioksidasi menjadi Fe3+. Fe3+
ini bergabung dengan apoferritin membentuk ferritin yang kemudian disimpan, besi yang
terdapat pada plasma seimbang dengan bentuk yang disimpan.
Pada bayi absorbsi zat besi dari ASI meningkat dengan bertambah tuanya umur bayi
perubahan ini terjadi lebih cepat pada bayi yang lahir prematur dari pada bayi yang lahir cukup
bulan. Jumlah zat besi akan terus berkurang apabila susu diencerkan dengan air untuk diberikan
kepada bayi. Walaupun jumlah zat besi dalam ASI rendah, tetapi absorbsinya paling tinggi.
Sebanyak 49% zat besi dalam ASI dapat diabsorbsi oleh bayi. Sedangkan susu sapi hanya dapat
diabsorbsi sebanyak 10 – 12% zat besi. Kebanyakan susu formula untuk bayi yang terbuat dari
susu sapi difortifikasikan denganzat besi. Rata – rata besi yang terdapat diabsorbsi dari susu
formula adalah 4%.
Pada waktu lahir, zat besi dalam tubuh kurang lebih 75 mg/kg berat badan, dan reserve zat
besi kira – kir 25% dari jumlah ini. Pada umur 6 – 8 mg, terjadi penurunan kadar Hb dari yang
tertinggi pada waktu lahir menjadi rendah. Hal ini disebabkan karena ada perubahan besar pada
sistem erotropoiesis sebagai respon terhadap deliveri oksigen yang bertambah banyak kepada
jringan kadar Hb menurun sebagai akibat dari penggantian sel – sel darah merah yang diproduksi
sebelum lahir dengan sel – sel darah merah baru yang diproduksi sendiri oleh bayi. Persentase
zat besi yang dapat diabsorbsi pada umur ini rendah karena masih banyaknya reserve zat besi
dalam tubuh yang dibawah sejak lahir. Sesudah umur tsb, sistem eritropoesis berjalan normal
dan menjadilebih efektif. Kadar Hb naik dari terendh 11 mg/100 ml menjadi 12,5 g/100 ml, pada
bulan – bulan terakhir masa kehidupan bayi.
Bayi yng lhir BBLR mempunyai reerve zat besi yang lebih rendah dari bayi yang normal
yang lahir dengan berat badan cukup, tetapi rasio zat besi terhadap berat badan adalah sama.
7
Bayi ini lebih cepat tumbuhnya dari pada bayi normal, sehingga reserve zat besi lebih cepat bisa
habis. Oleh sebab itu kebutuhan zat besi pada bayi ini lebih besar dari pada bayi normal. Jika
bayi BBLR mendapat makanan yang cukup mengandung zat besi, maka pada usia 9 bulan kadar
Hb akan dapat menyamai bayi yang normal.
Prevalensi anemia yang tinggi pada anak balita umumnya disebabkan karena makanannya tidak
cukup banyak mengandung zat besi sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhannya, terutama
pada negara sedang berkembang dimana sereal dipergunakan sebagai makanan pokok. Faktor
budaya juga berperanan penting, bapak mendapat prioritas pertama mengkonsumsi bahan
makanan hewani, sedangkan anak dan ibu mendapat kesempatan yang belakangan. Selain itu erat
yang biasanya terdapat dalam makanannya turut pula menhambat absorbsi zat besi.
ANEMIA DEFISIENSI BESI
Anemia defisiensi zat besi adalah kondisi dimana seseorang tidak memiliki zat besi yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya atau pengurangan sel darah karena kurangnya zat
besi
Keadaan defisiensi besi yang menurunakan kadar hemoglobin sesuai dengan ketentuan
umur dan jenis kelamin. Akibat kosndisi hipoksik yang relatip pada intrauterine, maka pada
sekitar 8 minggu postnatal kadar Hb bayi dapat menurun sampai 30% menjadi 110g/l yang
kemudian dapat meningkat kembali mencapai 125 g/l pada usia 4 bulan, kadar Hb ini terus
meningkat secara berkala dan mencapai 135 g/l pada usia praremaja.
Kadar Hb terendah pada usia 6 bulan – 4tahun 110 g/l, dengan PCV 32% dan MCV 72 fl.
Terdapat defisiensi besi tanpa anemia, menunjukan bahwa kadae Hb tidak senantiasa
menunjukan kondisi anemia yang sebenarnya , karenanya dipakai kriteria lain : Ferritin serum <
10 µg/l, erythrocyte protoporphyrin > 2,5 µg/g haemoglobin, MCV < 72 fl.
Tabel. Kadar hemoglobin fan hematokrit yang didefinidikan sebagai anemia
UMUR DAN KELAMIN KADAR Hemoglobin(Hb) g/dl Hematrokrit(Ht) %
6 bulan – 5 tahun 11,0 33
5 - 11 tahun 11,5 34
12 – 13 tahun 12,0 36
Wanita tidak hamil 12,0 36
Wanita hamil 11,0 33
Laki dewasa 13,0 39
Sumber WHO 1989
Adanya respon peningkatan Hb pada uji pemberian pengobatan dengan besi secara oral
( peningkatan paling sedikit 10 g/l setelah pemberian besi 3 mg/kg dalam bentuk sulfat sekali
sehari setelah sarapan. Dianggap sebagai uji diagnostic yang dipercaya.
Klasifikasi derajat anemia menutur kadar Hb
KLASIFIKASI DERAJAT ANEMIA (g/dl)
Berat <7
Sedang <10 (pada anak berumur 6bln – 5 th)
<9 (pada bayi <6 bulan
Ringan 10-11
Usia anak yang paling rawan terjadi ADB ialah 9-18 bulan, bersamaan dengan terjadinya
pertumbuhan yang sangat cepat. Pada bayi cukup bulan cadangan besi yang cukup memenuhi
kebutuhannya sampai usia 4-6 bulan, pada umumnya ADB sangan jarang terjadi dibawah usia 9
bulan.Bayi kurang bulan, serta bayi dengan berat badan lahir rendah, terlahir dengan cadangan
besi yang sangat terbatas, dengan kecepatan pertumbuhan yang cepat mereka sudapa mengalami
kekurang cadangan besi pada usia 2-3 bulan, karena mereka juga dalam kondisi yang sangat
rawan untuk terjadnya ABD.
9
ETIOLOGI
Defisiensi zat besi terjadi jika kecepatan kehilangan atau penggunaan elemen tersebut
melampaui kecepatan asimilasinya.
Penyebab anemia :
a. Pengadaan zat besi yang tidak cukup
1) Cadangan zat besi pada waktu lahir tidak cukup.
a) Berat lahir rendah, lahir kurang bulan, lahir kembar
b) Ibu waktu mengandung menderita anemia kekurangan zat besi yang berat
c) Pada masa fetus kehilangan darah pada saat atau sebelum persalinan seperti adanya
sirkulasi fetus ibu dan perdarahan retroplasesta
2) Asupan zat besi kurang cukup
b. Absorbsi kurang
1) Diare menahun
2) Sindrom malabsorbsi
3) Kelainan saluran pencernaan
c. Kebutuhan akan zat besi meningkat untuk pertumbuhan, terutama pada lahir kurang bulan dan
pada saat akil balik.
d. Kehilangan darah
1) Perdarahan yang bersifat akut maupun menahun, misalnya pada poliposis rektum, divertkel
Meckel
2) Infestasi parasit, misalnya cacing tambang.
Menurut Husaini (1989) penyebab digambarkan sebagai berikut
Penyebab tak langsung Penyebab langsung Status besi
MANIFESTASI KLINIK
Ada banyak gejala dari anemia, setiap individu tidak akan mengalami seluruh gejala dan
apabila anemianya sangat ringan, gejalanya mungkin tidak tampak. Beberapa gejalanya antara
11
lain; warna kulit yang pucat, mudah lelah, peka terhadap cahaya, pusing, lemah, nafas pendek,
lidah kotor, kuku sendok, selera makan turun, sakit kepala (biasanya bagian frontal).
Defisiensi zat besi dapat menyebabkan suatu kelianan sistemik, yang ditandai dengan
gejala sclera biru, koilonikia, penurunan kapasitas latihan fisik, perubahan warna air seni akibat
adanya betanin dalam umbi bit, peningkatan absorpsi tembaga dan rentan terhadap infeksi, serta
adanya gangguan tumbuh kembang.
1. Pada system kekebalan tubuh
Defisiensi zat besi meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi akibat gangguan
fungsi kekebalan seluler dan fagositosis. Banyak peneliti yang membuktikan bahwa
pemberian zat besi dapat menurunkan prevalensi infeksi pada anak.
2. Sistem pencernaan
Defisiensi bezi dapat menyebabkan berkurangnya asam lambung, gastritis, atrofi
mukosa lambung dan akhlorhidria. Kelainan tersebut dapat disembuhkan dengan
pemberian zat besi. Akhlorhidria merupakan akibat defisiensi zat besi yang sering
dijumpai pada anak yang dihubungan dengan :
Malabsorpsi Xylose
Malabsorpsi Lemak
Perdarahan Saluran Pencernaan ( telah tebukti disebabkan oleh defisiensi zat besi)
Enteropati Oksidatif
Perubahan Histologi Mukosa Duodenum (Pada beberapa keadaan perubahan
mukosa saluran cerna dapat disebabkan oleh susu sapi.)
Kelaina saluran cerna pada defisensi zat besi diduga akibat menurunya aktivitas enzim
yang mengandung besi atau yang memerluakan besi sebagai ko-faktor. Pada hewan
percobaan telah terbukti adanya penuruana aktifitas enzim sitokrom oksidase dan lactase
mukosa usus yang mengalami defisiensi zat besi.
3. Otak
Telah terbukti secara meyakinkan bahwa ADB pada bayi dan anak sering terkait
dengan kelambatan perkembangan. Pada mekanisme terjadinya keterlambatan ini
sebenarnya belim diketahui secara jelas, namun beberapa hipotesis telah diajukan.
Adanya perubahan fungsi neurotransmitter yang kadang-kadang menetap sampai usia
dewasa yaitu :
Penurunan aktivitas monoamine aksidase (yang bertanggung jawab pada
proses degradasi noradrenalin).
Perubahan fusngsi dari aldehid oksidase yang mengkatalisis degradasi
serotonin (yang dapat menginduksi terjadinya gangguan kesadran serta
konsentrasi dan gangguan kognitif).
Penurunan reseptor dopamine gangguan aktivitas dopamin ( yang
berfungsi sebagai mediator dalam menifestasi prilaku.
Pada defisiensi zat besi mengakibatkan penurunan kadar enzim yang mengandung zat
besi dan aliran oksigen di otak metabolism otak terganggu. Keadaan ini
bermenisfestasi :
Terganggunya fungsi kognitif (pemusatan perhatian, kemampuan belajar dan
kemampuan intelektual umu)
Timbulnya kelainan-kelaiana non kognitif ( apatis, kurang responsive, mudah
tersinggung, ketegangan meningkat dan kecemasan)
Pada bayi gejala defisiensi zat besi yang karakteristik ada irritable dan kurangnya
perhatian terhadap lingkungan.
Keadaan yang harus kita lebih waspada menghadapu kemungkinan adanya defisiensi zat
besi pada masa pertumbuhan anak yang asupan besinya tidak kuat gangguan otak.
4. Pertumbuhan organ
Defisiensi zat besi menyebabkan gangguan pertumbuhan organ tubuh.( seperti gangguan
DNA sel, gangguan sintesis RNA dan gangguan absorpsi makanan).Diduga zat besi
berperan pada proses mitosis sel.
5. Kardiovaskuler
13
Defisiensi zat besi mengakibatkan gangguan kontraktilitas miokard penurunan curah
jantung. Pada keadaan ADB yang berat terjadi dilatasi ventrikel kanan dan hipotensi.
Penurunan pada jantung ini menyebabakan penurunan oksigenasi jaringan gangguan
metabolism aerob. Ganguan kontraktilitas miokard pada defisiensi zat besi disebabkan
oleh menurunya enzim yang mengandung zat besi seperti sitokrom-C (fungsinya untuk
metabolism aerob otot jantung).
Pada defisiensi besi Ringan – Sedang (Hb 6-10 g/dl) : Terjadi mekanisme kompensasi,
seperti kenaikan 2,3 difosfogliserat dan pergeseran kurva disosiasi oksigen dan mungkin dapat
timbul peningkatan iritabilitas. (Nelson ed 18th)
Bila Hb < 5 g/dl maka akan timbul : iritabilitas dan anoreksia mencolok. Takikardi dan
dilatasi jantung terjadi, dan bising sistolik sering ada. Limpa teraba mebesar pada 10-15%
penderita. Pada kasus menahundapat terjadi pembesaran diploe tulang tengkorak. Keadaan ini
akan dapat membaik perlahan bersamaan terapi subtitusi. Pada anemia besi juga dapat
memperngaruhi fungsi neurologi juga intelektual. (Nelson ed 18th).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah lengkap yang terdiri dari :
Hemoglobin biasanya rendah
MCV, MCH, dan MCHC rendah
RDW lebar
Apusan darah tepi
Pada defisiensi besi dini apusan biasanya normal. Sulit untuk mencari perubahan
dini yang samar-samar dalam ukuran sel pada defisiensi besi dini dan pada
stadium ini nilai MCV lebih mendorong daripada apusan darah tepi. Pada anemia
defisiensi besi berat terjadi poikilositasis yang nyata dan hipokrom tanpa noda
berupa titik-titik. Umum terdapat sel-sel elips (berbentuk sigaret). Beberapa sel
muda yang terlihat pada sediaan apus seringkali muncul sebagai sel-sel target
polikromatofilik.
Kadar besi serum
Biasanya rendah, tapi juga rendah pada peradangan akut dan kronis serta
keganasan nilai SI dapat turun dalam beberapa jam mulainya infeksi akut.
Kapasitas Pengikatan Besi Total (Total Iron Binding Capacity/TIBC)
Biasanya meningkat pada banyak penderita dengan defisiensi besi.
Nilainya akan rendah pada peradangan kronis dan keganasan
Nilai retikulosit
Normal atau menurun, menunjukan produksi sel darah merah yang tidak adekuat.
Serum transferrin receptor
Sensitive untuk defisiensi besi, mempunyai nilai tinggi untuk membedakan
anemia defisiensi besi dan anemia akibat penyakit kronik.
Kadar zinc protoporphyrin
Biasanya akan meningkat.
Terapi besi (therapeutic trial)
Respon pemberian preparat besi dengan dosis 3mg/kgBB, ditandai dengan
kenaikan jumlah retikulosit antara 5-10 Hri diikuti kenaikan kadar hemoglobin
1g/dL atau hematocrit 3% setelah 1 bulan menyokong diagnosis anrmia defisiensi
besi. Kira-kira 6 bulan setelah terapi, hemoglobin dan hematocrit dinilai kembali
untuk menilai keberhasialn terapi.
15
Kadar serum ferritin yang rendah (<15 μg/L), disertai kadar yang rendah dari hemoglobin
atau hematocrit, menguatkan diagnosa dari anemia defisiensi besi.
Peningkatan serum transferrin receptor concentration (TfR) (>8.5 mg/L) merupakan
indikator paling awal dan paling sensitif dari defisiensi besi. Akan tetapi peningkatan TfR
juga dapat terjadi pada Talasemia dan anemia hemolitik.
KRITERIA diagnosis ADB menurut WHO :
Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia
Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata 31% (N:32-35%)
Kadar Fe serum <50 µd/dL (N:80-180 µg/dL)
Saturasi transferin <15% (N; 20-50%)
Kriteria ini harus dipenuhi, paling sedikit kriteria nomor 1,3, dan 4. Tes yang paling efisien
untuk mengukur cadangan besi tubuh yaitu ferritin serum. Bila sarana terbatas, diagnosis dapat
ditegakkan berdasarkan:
Anemia tanpa perdarahan
Tanpa organomegali
Gambaran darah tepi: mikrositi, hipokromik, anisositosis, sel target,
Respon terhadap pemberian terapi besi
KLASIFIKASI
Didasari keadaan cadangan besi, akan timbul defisiensi besi yang terdiri atas tiga tahap, dimulai
dari tahap yang paling ringan yaitu :
Tahap pralaten (iron depletion),
Kemudian Tahap laten (iron deficient erythropoesis)
Dan Tahap anemia defisiensi besi (iron deficiency anemia).
Pada tahap pertama terjadi penurunan ferritin serum kurang dari 12μg/L dan besi di sumsum
tulang kosong atau positif satu, sedangkan komponen yang lain seperti kapasitas ikat besi
total/total iron binding capacity (TIBC), besi serum/serum iron (SI), saturasi transferin, RDW,
MCV, hemoglobin dan morfologi sel darah masih dalam batas normal, dan disebut tahap deplesi
besi.
Pada tahap kedua terjadi penurunan feritin serum, besi serum, saturasi transferin dan besi di
sumsum tulang yang kosong, tetapi TIBC meningkat >390 μg/dl. Komponen lainnya masih
normal, dan disebut eritropoesis defisiensi besi.
17
Tahap ketiga disebut anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi ialah tahap defisiensi
besi yang berat dari dan ditandai selain kadar feritin serum serta hemoglobin yang turun. Semua
komponen lain juga akan mengalami perubahan seperti gambaran morfologi sel darah mikrositik
hipokromik, sedangkan RDW dan TIBC meningkat >410 μg/dl.
DIAGNOSIS BANDING
Pada pasien dengan anemia hipokrom mikrositik, kemungkinan diagnostik utama
adalah anemia defisiensi besi, talasemia, anemia karena radang kronik, keracunan
timbal, dan anemia sideroblastik.
TATA LAKSANA
Mengetahui factor penyebab : riwayat nutrisi dan kelahiran, adanya perdarahan yang abmormal
pasca pembedahan.
Preparat besi
Preparat yang tersedia ferrous sulfat, ferrous glukonat, ferrous fumarat, dan ferrous suksinat.
Dosis besi elemental 4-6 mg/kgBB/hari. Respon terapi dengan menilai kenaikan kadar Hb/Ht
setelah satu bulan. Yaitu kenaikan kadar Hb sebesar 2g/dL atau lebih.
Bila respon ditemukan, terapi dianjurkan sapai 2-3 bulan. Komposisi besi elemental :
Ferous fumarat : 33% merupaka besi elemental
Ferrous glukonas : 11,6% merupakan besi elemental
Ferrous sulfat: 20% merupakan besi elemental
Transfusi darah
Jarang diperlukan, hanya diberi pada keadaan anemia yang sangat berat dengan kadar Hb
<4g/dL. Komponen darah yang diberi PRC.
19
Efek samping :
Yang paling sering timbul berupa toleransi terhadap sediaan oral, ini sangat tergantung
dari jumlah Fe yang dapat larut dan yang diabsorpsi pada tiap pemberian.
Gejala yang timbul dapat berupa :
• mual dan nyeri lambung (+ 7-20%)
• konsipasi (+ 10%)
• diare (+ 5%)
• kolik
Gangguan ini biasanya ringan dan dapat dikurangi dengan mengurangi dosis atau dengan
pemberian sesudah makan, walaupun dengan cara ini absorpsi dapat berkurang. Perlu
diterangkan kemungkinan timbulnya feses yang berwarna hitam kepada penderita.
Intoksikasi akut sangat jarang terjadi pada orang dewasa, kebanyakan terjadi pada anak
akibat menelan terlalu banyak table FeSO4 yang mirip gula-gula. Intoksikasi akut ini dapat
terjadi setelah menelan Fe sebanyak 1 g. Kelainan utama terdapat pada saluran cerna, mulai dari
iritasi, korosi, sampai terjadi nekrosis.
Gejala yang timbul pada Intoksikasi Fe seringkali berupa :
Mual
Muntah
Diare
Hematemesis
Feses berwarna hitam karena perdarahan pada saluran cerna
Syok dan akhirnya kolaps kardiovaskular dengan bahaya kematian
Efek korosif dapat menyebabkan stenosis pylorus dan terbentuknya jaringan parut berlebihan di
kemudian hari. Gejala keracunan tersebut di atas dapat timbul dalam waktu 30 menit atau setelah
beberapa jam meminum obat.
Intoleransi terhadap besi oral jarang. Preparat besi parenteral (dekstran besi) adalah
bentuk yang efektif dan biasanya aman bila dengan perhitungan dosis yang tepat, tetapi respon
terhadap besi parentral tidak lebih cepat atau sempurna disbanding respon yang diperoleh dengan
pemberian oral yang memadai, kecuali bila ada malabsorpsi.
Respon klinik dan hematologis terhadap terapi besi digambarkan dalam table sebagai
berikut:
Dalam 72-96 jam setelah pemberian besi pada anak anemia, tampak retikulostosis didarah tepi.
Puncak respon ini berbanding terbalik dengan tingkat bertanya anemia. Retikulosis diikuti
dengan kenaikan kadar Hb, yang dapat meningkatakan sebesar 0,5 g/dL/24 jam. Pemeberian besi
harus diteruskan selama 8 minggu setelah nilai adarah menjadi normal.
OBAT LAIN
·
Riboflavin
Riboflavin (vitamin B2) dalam bentuk flavin mononukleotida (FMN) dan falavin-
adenin dinukleotida (FAD) berfungsi sebagai koenzim dalam metabolisme flavo-protein
dalam pernapasan sel. Sehubungan dengan anemia, ternyata riboflavin dapat
memperbaiki anemia normokromik normositik (pure red-cell aplasia). Anemia defisiensi
riboflavin banyak terdapat pada malnutirisi protein kalori, dimana ternyata factor
21
derisiensi Fe dan penyakit infeksi memegang peranan pula. Dosis yang digunakan cukup
10 mg sehari per oral atau IM.
· Piridoksin
Vitamin B6 ini mungkin berfungsi sebagai koenzim yang merangsang
pertumbuhan heme. Defisiensi piridoksin akan menimbulkan anemia mikrositik
hipokromik. Pada sebagian besar penderita akan terjadi anemia normoblastik
sideroakrestik dengan jumlah Fe non hemoglobin yang banyak dalam prekursor eritrosit,
dan pada beberapa penderita terdapat anemia megaloblastik. Pada keadaan ini absorpsi Fe
meningkat, Fe-binding protein menjadi jenuh dan terjadi hiperferemia, sedangkan daya
regenerasi darah menurun. Akhirnya akan didapatkan gejala hemosiderosis.
Kobal
Defisiensi kobal sebelum pernah dilaporkan pada manusia. Kobal dapat
meningkatkan jumlah hematokrit, hemoglobin dan dapat meningkatkan jumlah
hematokrit, hemoglobin dan eritrosit pada beberapa penderita dengan anemia refrakter,
seperti yang terdapat pada penderita talasemia, infeksi kronik atau penyakit ginjal, tetapi
mekanisme yang pasti tidak diketahui. Kobal merangsag pembentukan eritropeoitin yang
berguna untuk meningkatkan ambilan Fe oleh sumsum tulang, tetapi ternyata pada
penderita anemia refrakter biasanya kadar eritropoietin sudah tinggi. Penyelidikan lain
mendapatkan bahwa kobal menyebabkan eritropoietin sudah tinggi. Penyelidikan lain
mendapatkan bahwa kobal menyebabkan hipoksia intrasel sehingga dapat merangsang
pembentukan eritrosit. Kobal sering terdapat dalam campuran sediaan Fe, karena ternyata
kobal dapat menigkatkan absorpsi Fe melalui usus. Akan tetapi, harus diingat bahwa
kobal dapat menimbulkan efek toksik berupa :
- erupsi kulit
- struma
- angina
- tinnitus
- tuli
- payah jantung
- sianosis
- koma
- malaise
- anoreksia
- mual - muntah
Tembaga
Seperti telah diketahui kedua unsur ini terdapat dalam sitokrom oksidase, maka
ada sangkut paut metabolisme tembaga (Cu) dan Fe. Hingga sekarang belum ada
kenyataan yang menunjukkan pentingnya penambahan Cu baik dalam makanan ataupun
sebagai obat, dan defisiensi Cu pada manusia sangat jarang terjadi. Pada hewan
percobaan, pengobatan anemia defisiensi Fe yang disertai hipokupremia dengan sediaan
Fe, bersama atau tanpa Cu, memberikan hasil yang sama. Sebaliknya, pada anemia
dengan defisiensi Cu (yang sukar dibedakan dari defisiensi Fe) diperlukan kedua unsur
tersebut karena pada hewan dengan defisiensi Cu absorpsi Fe akan berkurang.
PENCEGAHAN
Pencegahan defisiensi besi terdapat 2 tindakan yaitu primer dan sekunder.
Primer merupkan pencegahan terjadinya kekurangan zat besi sedangkan sekunder
melalui uji saring dan pengobatan.
1. Pencegahan primer
Adalah healthy feeding practice, yaitu beruba pemberian makanan sehat bagi mereka.
Misalnya sebagai berikut :
Larangan pemberian susu sapi segar pada tahun pertama kehidupan.
Pemberian ASI eksklusif hingga 6 bulan.
Memberi makanan yang difortifikasi bezi,yaitu sejak umur 6 bulan – 1 tahun.
Pemberian vitamin bayi yang lengkap dengan zat bezi.
Menghindari minum susu yang berlebih dan meningkatkan makanan yang
mengandung kadar besi yang berasal dari hewani.
Pendidikan kebersihan lingkungan.
2. Pencegahan Sekunder
Skrining ADB
23
o Skrining ADB dilakukan dengan pemeriksaan Hb atau Ht, waktunya disesuikan
dengan berat badan lahir dan usia bayi. Waktu yang tepat masih kontroversial.
American Academy of Pediatrics (AAP) menganjurkan antara usia 9-12 bulan, 6
bukan kemudian, dan usia 24 bulan. Pada daerah dengan resiko tinggi dilakukan
tiap tahun sejak usia 1 tahun sampai 5 tahun.
o Skrining dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan MCV, RDW, Feritin serum dan
trial terapi besi. Skrining dilakukan sampai usia remaja.
o Nilai MCV yang rendah dengan RDW yang lebar merupakan salah satu alat
skrining ADB.
o Skrining yang paling sensitive, mudah dan dianjurkan yaitu zinc erythrocyte
protoporphyrin (ZEP).
o Bila bayi dan anak diberi susu sapi sebagai menu utama dan berlebih sebaiknya
dipikirkan melakukan skrining unyuk deteksi ADB dan segera memberi terapi.
Suplementasi besi
Merupakan cara paling tepat untuk mencegah terjadinya ADB didaerah dengan prevalens
tinggi. Dosis besi elemental yang dianjurkan:
Bayi berat, lahir normal dimulai sejak usia 6 bulan dianjurkan 1mg/kgBB/hari
Bayi 1,5-2,0 kg: 2mg/kgBB/hari, diberikan sejak usia 2 minggu
Bayi 1,0-1,5 kg: 3mg/kgBB/hari, diberikan sejak usia 2 minggu
Bayi <1 kg: 4mg/kgBB/hari,diberi sejak usia 2 minggu
Bahan makanan yang sudah difortifikasi seperti susu formula untuk bayi dan makann
pendamping ASI seperti sereal.
BAB III
PENUTUP
Anemia dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang. Dari anamnesis didapatkan gejala-gejala anemia pada umumnya seperti lemah, lesu,
lelah, pusing, sakit kepala, sulit tidur, gelisah, kurang konsentrasi dan ada riwayat perdarahan,
trauma atau penyakit kronik. Pada pemeriksaan fisik didpaat pucat pada konjungtiva mata.
Pemeriksaan laboratorium didapat nilai Hb dan Ht yang kurang dari normal. Pemeriksaan
penunjang dapat membantu kita untuk membedakan jenis anemia. Gambaran darah tepi pada
anemia defisiensi
besi menunjukkan mikrositik hipokrom.
Terapi anemia sebaiknya dilakukan dengan cepat dan tepat. Secara umum kita mengobati
penyebab anemianya. Tetapi pada keadaan tertentu kita harus mengobati anemianya walapun
penyebabnya belum
diketahui. Tidak setiap anemia harus ditransfusi, oleh karena bahaya tranfusi cukup banyak.
Tetapi pada pasien-pasien yang terancam jiwanya transfusi harus dilakukan secepat mungkin
untuk mencegah terjadinya gagal jantung yang mengancam.
DAFTAR PUSTAKA
25
Behman R, at al. Anemia. Ilmu Kesehatan Anak. Nelson Volume 3. Jakarta. EGC
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit metabolik. Jakarta: IDAI. 2008;I: 190-206
Badriul Hegar et al. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid 1. Jakarta.
http://www.journal.unair.ac.id/
http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/jurnal/Vol1.no2.Juli2008/ANEMIA%20DEFISIENSI%20BESI.pdf