refarat limfadenitis tb

30

Click here to load reader

Upload: mahdiahandini

Post on 08-Nov-2015

118 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

Limfadenitis TB

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Selama beberapa abad tuberkulosis merupakan salah satu penyakit terparah pada manusia. Dari semua penyakit infeksi, tuberkulosis masih merupakan penyebab kematian tersering. WHO memprediksikan insidensi penyakit tuberkulosis ini akan terus meningkat, dimana akan terdapat 12 juta kasus baru dan 3 juta kematian akibat penyakit tuberkulosis setiap tahun. Sepertiga dari peningkatan jumlah kasus baru disebabkan oleh epidemi HIV, dimana tuberkulosis menyebabkan kematian pada satu orang dari tujuh orang yang menderita AIDS (Ioachim, 2009). Indonesia pada tahun 2009 menempati peringkat kelima negara dengan insidensi TB tertinggi di dunia sebanyak 0,350,52 juta setelah India (1,6-2,4 juta), Cina (1,1-1,5 juta), Afrika Selatan (0,400,59 juta), dan Nigeria (0,37-0,55 juta) (WHO, 2010). Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 menempatkan TB sebagai penyebab kematian terbesar ketiga setelah penyakit kardiovaskular dan penyakit saluran pernapasan, dan merupakan nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi (Depkes, 2007). Tuberkulosis dapat melibatkan berbagai sistem organ di tubuh. Meskipun TB pulmoner adalah yang paling banyak, TB ekstrapulmoner juga merupakan salah satu masalah klinis yang penting. Istilah TB ekstrapulmoner digunakan pada tuberkulosis yang terjadi selain pada paru-paru.1,2Berdasarkan epidemiologi TB ekstrapulmoner merupakan 15-20% dari semua kasus TB pada pasien HIV-negatif, dimana limfadenitis TB merupakan bentuk terbanyak (35% dari semua TB ekstrapulmoner). Sedangkan pada pasien dengan HIV-positif TB ekstrapulmoner adalah lebih dari 50% kasus TB, dimana limfadenitis tetap yang terbanyak yaitu 35% dari TB ekstrapulmoner (Sharma, 2004). Limfadenitis TB lebih sering terjadi pada wanita daripada pria dengan perbandingan 1,2:1 (Dandapat, 1990). Berdasarkan penelitian terhadap data demografik 60 pasien limfadenitis TB didapat 41 orang wanita dan 19 orang pria dengan rentang umur 40,9 16,9 (13 88) (Geldmacher, 2002).3

BAB IIPEMBAHASAN

A. Kelenjar Getah BeningKelenjar getah bening terbungkus kapsul fibrosa yg berisi kumpulan sel pembentuk pertahanan tubuh dan tempat penyaringan antigen dari pembuluh getah bening yang melewatinya. Fungsinya adalah sebagai filter berbagai mikroorganisme asing dan partikel hasil degradasi sel atau metabolisme.

Terdapat kurang lebih 600 KGB, namun ada daerah yang teraba normal pada orang sehat, yaitu submandibular, axillary, dan inguinal. 50% terdapat di kepala & leher.

B. DefinisiLimfadenitis merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening, sedangkan limfadenitis tuberculosis (TB) merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening yang disebabkan oleh basil tuberculosis. Apabila peradangan terjadi pada kelenjar limfe di leher disebut dengan scrofula. Limfadenitis pada kelenjar limfe di leher inilah yang biasanya paling sering terjadi. Istilah scrofula diambil dari bahasa latin yang berarti pembengkakan kelenjar. Infeksi M. tuberculosis pada kulit disebabkan oleh perluasan langsung tuberculosis ke kulit dari struktur dasarnya atau terpajan langsung melalui kontak dengan M. tuberculosis yang disebut dengan scrofuloderma. 1C. EtiologiLimfadenitis tuberkulosis disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium tergolong dalam family Mycobactericeae dan ordo Actinomyceales. Spesies patogen yang termasuk dalam Mycobacterium kompleks, yang merupakan agen penyebab penyakit yang tersering dan terpenting adalah Mycobacterium tuberculosis. Yang tergolong dalam Mycobacterium tuberculosis complex adalah M.tuberculosae, M. bovis, M. caprae, M. africanum, M. microti, M. pinnipedii, M. canettii. Pembagian tersebut berdasarkan perbedaan epidemiologi. 4Basil TB adalah bakteri aerobic obligat berbentuk batang tipis lurus berukuran 0,4 x 3 m dan tidak berspora. Pada media buatan berbentuk kokoid dan filamentous tampak bervariasi dari satu spesies ke spesies lain. Mycobacteria termasuk M.tuberculosis tidak dapat diwarnai dengan pewarnaan gram dan hanya dapat diwarnai dengan pewarnaan khusus yang sangat kuat mengikat zat warna tersebut sehingga tidak dapat dilunturkan walaupun menggunakan asam alkohol, sehingga dijuluki bakteri tahan asam. M. tuberculosis mudah mengikat pewarna Ziehl-Neelsen atau karbol fuchsin.4Dinding bakteri Mycobacteria kaya akan lipid yang terdiri dari asam mikolat, lilin, dan fosfat. Muramil dipeptida yang membuat kompleks dengan asam mikolat dapat menyebabkan pembentukan granuloma. Lipid inilah yang bertanggung jawab pada sifat tahan asam bakteri Mycobacteria.4

D. Penularan TuberkulosisPenularan tuberkulosis melalui berbagai cara, yaitu lewat udara/ droplet nuclei dengan diameter 3-5 m (>90%) dengan jarak 1-5 meter, dapat juga (jarang) melalui kontak langsung kulit/ luka/ lecet, dan kongenital, minum susu terkontaminasi basil (M. bovis). Basil tetap hidup dan virulen dalam keadaan kering beberapa minggu, mati dalam cairan dengan suhu 60oC selama 15-20 menit. Basil tidak membentuk toksin. Penularan pada umumnya berasal dari TB dewasa dengan BTA (+).3,4

Faktor yang berpengaruh dalam penularan TB menurut Beyers et al (2004) adalah:- Dosis/ jumlah paparan- Konsentrasi kuman di udara- Virulensi kuman- Durasi/ lama pajanan- Keadaan imunitas host

E. PatogenesisSecara umum penyakit tuberkulosis dapat diklasifikasikan menjadi TB pulmoner dan Tb ekstrapulmoner. TB pulmoner dapat diklasifikasikan menjadi TB pulmoner primer dan TB pulmoner post-primer (sekunder). Basil tuberculosis juga dapat menginfeksi organ lain selain paru, yang disebut sebagai TB ekstrapulmoner. Organ ekstrapulmoner yang sering diinfeksi oleh basil tuberkulosis adalah kelanjar getah bening, pleura, saluran kemih, tulang, menigens, peritoneum, dan pericardium. 5TB primer terjadi pada saat seseorang pertama kali terpapar terhadap basil tuberkulosis. Basil TB ini masuk ke paru dengan cara inhalasi droplet. Sampai di paru, basil TB ini akan difagosit oleh makrofag dan akan mengalami dua kemungkinan. Pertama, basil TB akan mati difagosit oleh makrofag. Kedua, basil TB akan dapat bertahan hidup dan bermultiplikasi dalam makrofag sehingga basil TB akan dapat menyebar secara limfogen, perkontinuitatum, bronkogen, bahkan hematogen. Penyebaran basil TB ini pertama sekali secara limfogen menuju kelenjar limfe regional di hilus, di mana penyebaran basil TB tersebut akan menimbulkan reaksi inflamasi di sepanjang saluran limfe (limfangitis) dan kelenjar limfe regional (limfadenitis). Pada orang yang mempunyai imunitas baik, dalam waktu 3-4 minggu setelah ineksi akan terbentuk imunitas seluler. Imunitas seluler ini akan membatasi penyebaran basil TB dengan cara menginaktivasi basil TB dalam makrofag membentuk suatu focus primer yang disebut focus Ghon. Fokus Ghon bersama-sama dengan limfnagitis dan limfadenitis regional disebut dengan komplek Ghon. Terbentuknya focus Ghon mengimplikasikan dua hal penting. Pertama, focus Ghon berarti dalam tubuh seseorang sudah terdapat imunitas seluler yang spesifik terhadap basil TB. Kedua, focus Ghon merupakan suatu lesi penyembuhan yang didalamnya berisi basil TB dalam keadaan laten yang dapat bertahan hidup dalam beberapa tahun dan bisa tereaktivasi kembali menimbulkan penyakit. 5Jika terjadi reaktivasi atau reinfeksi basil TB pada orang yang sudah memiliki imunitas seluler, hal ini disebut dengan TB-post primer. Adanya imunitas seluler akan mebatasi penyebaran basil TB lebih cepat daripada TB primer disertai dengan pembentukan jaringan keju (kaseosa). Sama seperti pada Tb primer, basic TB pada TB post-primer dapat menyebar terutama melalui aliran limfe menuju kelenjar limfe lalu ke semua organ. Kelenjar limfe hilus, mediastinal, dan paratrakeal merupakan tempat penyebaran pertama dari infeksi TB pada parenkim paru. 5 Basil TB juga dapat menginfeksi kelenjar limfe tanpa terlebih dahulu menginfeksi paru. Basil TB ini akan berdiam di mukosa orofaring setelah basil TB masuk melalui inhalasi droplet. Di mukosa orofaring basil TB akan difagosit oleh makrofag dan di bawa ke tonsil, selanjutnya akan di bawa ke kelenjar limfe di leher. 5

F. Manifestasi KlinisLimfadenitis adalah presentasi klinis paling sering dari TB ekstrapulmoner. Limfadenitis TB juga dapat merupakan manifestasi lokal dari penyakit sistemik. Pasien biasanya datang dengan keluhan pembesaran kelenjar getah bening yang lambat. Pada pasien limfadenitis TB dengan HIV-negatif, limfadenopati leher terisolasi adalah manifestasi yang paling sering dijumpai yaitu sekitar 2/3 pasien. Oleh karena itu, infeksi mikobakterium harus menjadi salah satu diagnosis banding dari pembengkakan kelenjar getah bening, terutama pada daerah yang endemis. Durasi gejala sebelum diagnosis berkisar dari beberapa minggu sampai beberapa bulan.5Limfadenitis TB paling sering melibatkan kelenjar getah bening servikalis, kemudian diikuti berdasarkan frekuensinya oleh kelenjar mediastinal, aksilaris, mesenterikus, portal hepatikus, perihepatik dan kelenjar inguinalis. 5Lokasi limfadenitis meliputi:1. Limfadenitis daerah kepala dan leherKelenjar getah bening servikal teraba pada sebagian besar anak, tetapi ditemukan juga pada 56% orang dewasa. Penyebab utama limfadenopati servikal adalah infeksi; pada anak, umumnya berupa infeksi virus akut yang swasirna. Pada infeksi mikobakterium atipikal, cat-scratch disease, toksoplasmosis, limfadenitis Kikuchi, sarkoidosis, dan penyakit Kawasaki, limfadenitis dapat berlangsung selama beberapa bulan. Limfadenitis supraklavikula kemungkinan besar (54%-85%) disebabkan oleh keganasan.3 Kelenjar getah bening servikal yang mengalami inflamasi dalam beberapa hari, kemudian berfluktuasi (terutama pada anak-anak) khas untuk limfadenitis akibat infeksi stafilokokus dan streptokokus.1 Kelenjar getah bening servikal yang berfluktuasi dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan tanpa tanda-tanda inflamasi atau nyeri yang signifikan merupakan petunjuk infeksi mikobakterium, mikobakterium atipikal atau Bartonella henselae (penyebab cat scratch disease).1 Kelenjar getah bening servikal yang keras, terutama pada orang usia lanjut dan perokok menunjukkan metastasis keganasan kepala dan leher (orofaring, nasofaring, laring, tiroid, dan esofagus). Limfadenitis servikal merupakan manifestasi limfadenitis tuberkulosa yang paling sering (63-77% kasus), disebut skrofula. Kelainan ini dapat juga disebabkan oleh mikobakterium nontuberkulosa.22. Limfadenitis epitroklearTerabanya kelenjar getah bening epitroklear selalu patologis. Penyebabnya meliputi infeksi di lengan bawah atau tangan, limfoma, sarkoidosis, tularemia, dan sifilis sekunder.13. Limfadenitis aksilaSebagian besar limfadenitis aksila disebabkan oleh infeksi atau jejas pada ekstremitas atas. Adenokarsinoma payudara sering bermetastasis ke kelenjar getah bening aksila anterior dan sentral yang dapat teraba sebelum ditemukannya tumor primer. Limfoma jarang bermanifestasi sejak awal atau, kalaupun bermanifestasi, hanya di kelenjar getah bening aksila. Limfadenitis antekubital atau epitroklear dapat disebabkan oleh limfoma atau melanoma di ekstremitas, yang bermetastasis ke kelenjar getah bening ipsilateral.34. Limfadenitis supraklavikulaLimfadenitis supraklavikula mempunyai keterkaitan erat dengan keganasan. Pada penelitian, keganasan ditemukan pada 34% dan 50% penderita. Risiko paling tinggi ditemukan pada penderita di atas usia 40 tahun.1 Limfadenitis supraklavikula kanan berhubungan dengan keganasan di mediastinum, paru, atau esofagus. Limfadenitis supraklavikula kiri (nodus Virchow) berhubungan dengan keganasan abdominal (lambung, kandung empedu, pankreas, testis, ovarium, prostat).45. Limfadenitis inguinalLimfadenitis inguinal sering ditemukan dengan ukuran 1-2 cm pada orang normal, terutama yang bekerja tanpa alas kaki. Limfadenitis reaktif yang jinak dan infeksi merupakan penyebab tersering limfadenitis inguinal. Limfadenitis inguinal jarang disebabkan oleh keganasan. Karsinoma sel skuamosa pada penis dan vulva, limfoma, serta melanoma dapat disertai limfadenitis inguinal. Limfadenitis inguinal ditemukan pada 58% penderita karsinoma penis atau uretra.56. Limfadenitis generalisataLimfadenitis generalisata lebih sering disebabkan oleh infeksi serius, penyakit autoimun, dan keganasan, dibandingkan dengan limfadenitis lokalisata. Penyebab jinak pada anak adalah infeksi adenovirus. Limfadenitis generalisata dapat disebabkan oleh leukemia, limfoma, atau penyebaran kanker padat stadium lanjut. Limfadenitis generalisata pada penderita AIDS dapat terjadi karena tahap awal infeksi HIV, tuberkulosis, kriptokokosis, sitomegalovirus, toksoplasmosis, dan sarkoma Kaposi.3 Lokasi kelenjar getah bening daerah leher dapat dibagi menjadi 6 level. Pembagian ini berguna untuk memperkirakan sumber keganasan primer yang mungkin bermetastasis ke kelenjar getah bening tersebut dan tindakan diseksi leher.6Menurut Sharma (2009), pada pasien dengan HIV-negatif maupun HIVpositif, kelenjar limfe servikalis adalah yang paling sering terkena, diikuti oleh kelenjar limfe aksilaris dan inguinalis. 6 Pembekakan kelenjar limfe dapat terjadi secara unilateral atau bilateral, tunggal maupun multiple, di mana benjolan ini biasanya tidak nyeri dan berkembang secara lambat dalam hitungan minggu sampai bulan, dan paling sering berlokasi di region servikalis posterior dan yang lebih jarang di region supraklavikular. 5Keterlibatan multifokal ditemukan pada 39% pasien HIV-negatif dan pada 90% HIV-positif. Pada pasien HIV-positif, keterlibatan multifokal, limfadenopati intratorakalis dan intraabdominal serta TB paru adalah sering ditemukan. 6Beberapa pasien dengan limfadenitis TB dapat menunjukkan gejala sistemik yaitu seperti demam, penurunan berat badan, fatigue dan keringat malam. Lebih dari 57% pasien tidak menunjukkan gejala sistemik. 5Menurut Jones dan Campbell dalam Mohapatra (2009) limfadenopati tuberkulosis perifer dapat diklasifikasikan ke dalam lima stadium yaitu:1. Stadium 1, pembesaran kelenjar berbatas tegas, mobile dan diskret2. Stadium 2, pembesaran kelenjar yang kenyal serta terfiksir ke jaringansekitar oleh karena adanya periadenitis3. Stdium 3, perlunakan di bagian tengah kelenjar (central softening) akibatpembentukan abses4. Stadium 4, pembentukan collar-stud abscess5. Stadium 5, pembentukan traktus sinusGambaran klinis limfadenitis TB bergantung pada stadium penyakit. Kelenjar limfe yang terkena biasanya tidak nyeri kecuali, terjadi infeksi sekunder bakteri, pembesaran kelenjar yang cepat atau koinsidensi dengan infeksi HIV. Abses kelenjar limfe dapat pecah, dan kemudian kadang-kadang dapat terjadi sinus yang tidak menyembuh secara kronis dan pembentukan ulkus. Pembentukan fistula terjadi pada 10% dari limfadentis TB servikalis. 5Skrofuloderma adalah infeksi mikobakterial pada kulit yang disebabkan oleh perluasan langsung infeksi TB ke kulit dari struktur dibawahnya atau oleh paparan langsung terhadap basil TB. 5 Limfadenitis mediastinal lebih sering terjadi pada anak-anak. Pada dewasa limfadenitis mediastinal jarang menunjukkan gejala. Manifestasi yang jarang terjadi pada pasien dengan keterlibatan kelenjar limfe mediastinal termasuk disfagia, fistula oesophagomediastinal, dan fistula tracheooesophageal. Pembengkakan kelenjar limfe mediastinal dan abdomen atas juga dapat menyebabkan obstruksi duktus torasikus dan chylothorax, chylous ascites ataupun chyluria. Pada keadaan tertentu, obstruksi biliaris akibat pembesaran kelenjar limfe dapat menyebabkan obstructive jaundice. Tamponade jantung juga pernah dilaporkan terjadi akibat limfadenitis mediastinal. 5Pembengkakan kelenjar getah bening yang berukuran > 2 cm biasanya disebabkan oleh M. tuberculosis. Pembengkakan yang berukuran < 2 cm biasanya disebabkan oleh mikobakterium atipik, tetapi tidak menutup kemungkinan pembengkakan tersebut disebabkan oleh M. tuberculosis. 5G. DiagnosisUntuk mendiagnosa limfadenitis TB dilakukan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap. Selain itu ditunjang oleh pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan mikrobiologi, tes tuberculin, pemeriksaan sitologi, dan pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut penting untuk membantu dalam membuat diagnosis awal yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam memberikan pengobatan sebelum diagnosis akhir dapat dibuat berdasarkan biopsi dan kultur. Selain itu, juga penting untuk membedakan jenis penyebab infeksi apakah karena mikobakterium tuberkulosis atau non-tuberkulosis. Beberapa pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa limfadenitis TB :a. Pemeriksaan MikrobiologiPemeriksaan mikrobiologi yang meliputi pemeriksaan mikroskopis dan kultur. Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan pewarnaan Ziehl- Neelsen. Spesimen untuk pewarnaan dapat diperoleh dari sinus atau biopsy aspirasi. Dengan pemeriksaan ini kita dapat memastikan adanya basil mikobakterium pada spesimen, diperlukan minimal 10.000 basil TB agar perwarnaan dapat positif. 5Kultur juga dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis limfadenitis TB. Adanya 10-100 basil/mm3 cukup untuk membuat hasil kultur positif. Hasil kultur positif hanya pada 10-69% kasus. Berbagai media dapat digunakan seperti Petregnani, Trudeau, Middle-brook, danBactec TB. Diperlukan waktu beberapa minggu untuk mendapatkan hasil kultur. Pada adenitis tuberkulosa, M.tuberculosis adalah penyebab tersering,diikuti oleh M.bovis. 5b. Tes TuberkulinTuberkulin adalah komponen protein kuman TB yang mempunyai sifat antigenik yang kuat. Jika disuntikkan secara intrakutan kepada seseorang yang telah terinfeksi TB (telah ada kompleks primer dalam tubuhnya dan telah terbentuk imunitas selular terhadap TB), maka akan terjadi reaksi berupa indurasi di lokasi suntikan. Indurasi ini terjadi karena vasodilatasi lokal, edema, endapan fibrin dan terakumulasinya sel-sel inflamasi di daerah suntikan.4Secara umum, hasil uji tuberkulin dengan diameter indurasi 10 mm dinyatakan positif tanpa menghiraukan penyebabnya. Hasil positif ini sebagian besar disebabkan oleh infeksi TB alamiah, tetapi masih mungkin disebabkan oleh imunisasi Bacille Calmette-Guerin (BCG) atau infeksi M. atipik. BCG merupakan infeksi TB buatan dengan kuman M. bovis yang dilemahkan, sehingga kemampuannya dalam menyebabkan reaksi tuberkulin menjadi positif, tidak sekuat infeksi alamiah.4,5 c. Uji InterferonPemeriksaan IGRA (interferon gamma release assay) didasarkan pada adanya pelepasan sitokin inflamasi yang dihasilkan oleh sel T limfosit yang sebelumnya telah tersensitisasi oleh antigen M. tuberculosis. Pada uji IFN-, limfosit darah tepi distimulasi secara in-vitro dan kadar IFN- yang dihasilkan oleh sel limfosit T yang telah tersensitisasi oleh antigen protein spesifik M. tuberculosis yaitu early secretory antigenic target-6 (ESAT-6) dan culture filtrate protein-10 (CFP-10). Hasil pemeriksaan ini belum dapat membedakan infeksi saja atau ada penyakit TB.4Pemeriksaan IGRA ini memiliki spesifitas lebih tinggi daripada uji tuberkulin karena tidak ada reaksi silang dengan vaksinasi BCG dan infeksi mikobakterium atipik. Ada 2 macam pemeriksaan IGRA, yaitu quantiferon TB gold dan T-spot-TB. Quantiferon TB-gold mengukur jumlah IFN- dengan ELISA yang dinyatakan dalam pg/ml atau IU/ml. T-spot-TB menghitung jumlah IFN- secreting T-cell berupa titik-titik (spot foaming cells). Pemeriksaan IGRA belum dibuktikan hasilnya pada anak-anak.4d. SerologiBerbagai penelitian dan pengembangan pemeriksaan imunologi antigenantibodi spesifik untuk M. tuberculosis ELISA dengan menggunakan PPD, A60, 38kDa, lipoarabinomanan (LAM) dengan bahan pemeriksaan dari darah, sputum, cairan bronkus (bronkus dan bronchoalveolar lavage; BAL), cairan pleura, dan CSS terus dilakukan. Beberapa pemeriksaan serologis yang ada: PAP TB, mycodot, immunochromatographic test (ICT), dan lain-lain masih belum bisa membedakan antara infeksi TB dan sakit TB. Tes serologis ini memiliki sensitivitas 19-68% dan spesifitas 40-98%.4,5d. Pemeriksaan RadiologisFoto toraks, USG, CT scan dan MRI leher dapat dilakukan untuk membantu diagnosis limfadenitis TB. Foto toraks dapat menunjukkan kelainan yang konsisten dengan TB paru pada 14-20% kasus. Lesi TB pada foto toraks lebih sering terjadi pada anak-anak dibandingkan dewasa, yaitu sekitar 15% kasus.USG kelenjar dapat menunjukkan adanya lesi kistik multilokular singular atau multipel hipoekhoik yang dikelilingi oleh kapsul tebal (Bayazit, 2004). Pemeriksaan dengan USG juga dapat dilakukan untuk membedakan penyebab pembesaran kelenjar (infeksi TB, metastatik, lymphoma, atau reaktif hiperplasia). Pada pembesaran kelenjar yang disebabkan oleh infeksi TB biasanya ditandai dengan fusion tendency, peripheral halo, dan internal echoes.Pada CT scan, adanya massa nodus konglumerasi dengan lusensi sentral, adanya cincin irregular pada contrast enhancement serta nodularitas didalamnya, derajat homogenitas yang bervariasi, adanya manifestasi inflamasi pada lapisan dermal dan subkutan mengarahkan pada limfadenitis TB.Pada MRI didapatkan adanya massa yang diskret, konglumerasi, dan konfluens. Fokus nekrotik, jika ada, lebih sering terjadi pada daerah perifer dibandingkan sentral, dan hal ini bersama-sama dengan edema jaringan lunak membedakannya dengan kelenjar metastatik .4e. Patologi AnatomiPemeriksaan PA dapat menunjukkan gambaran granuloma yang ukurannya kecil, terbentuk dari agregasi sel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Granuloma tersebut mempunyai karakteristik perkijuan atau area nekrosis kaseosa di tengah granuloma. Gambaran khas lainnya adalah ditemukannya multinucleated giant cell (sel datia Langhans). Diagnosis histopatologi dapat ditegakkan dengan menemukan perkijuan (kaseosa), sel epiteloid, limfosit, dan sel datia Langhans. Kadang dapat ditemukan juga BTA.4,6Kendala pemeriksaan PA adalah sulitnya didapatkan spesimen yang representatif. Spesimen yang paling mudah dan paling sering diperiksa adalah limfadenopati kolli. Idealnya kelenjar diambil secara utuh agar gambaran histopatologi yang khas dapat terlihat. Pemeriksaan PA kelenjar limfe ini mempunyai perancu, yaitu infeksi M. atipik dan limfadenitis BCG yang secara histopatologi sulit dibedakan dengan TB.4,6H. PenatalaksanaanPenatalaksanaan limfadenitis TB secara umum dibagi menjadi dua bagian, yakni secara farmakologis dan non farmakologis. Terapi non farmakologis adalah dengan pembedahan, sedangkan terapi farmakologis memiliki prinsip dan regimen obatnya yang sama dengan tuberkulosis paru. 7a. Terapi Non FarmakologisPembedahan bukan pilihan terapi yang utama. Prosedur pembedahan yang dapat dilakukan adalah dengan: 71. Biopsi eksisional : Limfadenitis yang disebabkan oleh karena atypicalmycobacteria2. Aspirasi3. Insisi dan drainaseIndikasi pembedahan pada limfadenitis adalah ketika pusat radang tuberkulosis sudah terdiri dari pengejuan dan dikelilingi jaringan fibrosa. Adanya jaringan nekrosis akan menghambat penetrasi antibiotik ke daerah radang sehingga pembasmian kuman tidak efektif. Oleh karena itu sarang infeksi di berbagai organ misalnya kaverne di paru dan debris di tulang harus dibuang. Jadi, tindak bedah menjadi syarat mutlak untuk hasil baik terapi medis. Selain itu tindak bedah juga diperlukan untuk mengatasi penyulit, misalnya pada tuberkulosis paru yang menyebabkan destruksi luas dan empiema, pada tuberkulosis usus yang menimbulkan obstruksi atau perforasi, dan osteitis atau artritis tuberkulosa yang menimbulkan cacat.7b. Terapi FarmakologisPerhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) (2011) mengklasifikasikan limfadenitis TB ke dalam TB ekstra paru dan mendapat terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) Kategori I. Regimen obat yang digunakan adalah 2HRZE/4H3R3. Obat yang digunakan adalah Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, dan Etambutol.8

Prinsip-prinsip yang digunakan dalam rangka memperoleh efektifitas pengobatan TB adalah: 81. Menghindari penggunaan monoterapi. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dengan jumlah dan dosis yang tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Hal ini untuk mencegah timbulnya kekebalan terhadap OAT.2. Untuk menjamin kepatuhan penderita dalam menelan obat, pengobatan dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.(a). Tahap Intensif 8(1). Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.(2). Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.(3). Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan(b). Tahap Lanjutan 8(1). Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama(2). Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhanRegimen pengobatan yang digunakan adalah:(1). Kategori 1 (2HRZE/4H3R3)Tahap intensif terdiri dari Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, dan Etambutol diberikan setiap hari selama 2 bulan. Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari Rifampisin dan Isoniazid diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan.Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:- Pasien baru TB paru BTA positif- Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif- Pasien Tb ekstra paru

(2). Kategori 2 (2HRZES / HRZE / 5H3R3E3)Tahap intensif terdiri dari Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Etambutol,dan Streptomisin. Obat ini diberikan setiap hari selama 2 bulan dengan diikuti pengobatan dengan regimen yang sama, tanpa disertai Streptomisin selama satu bulan. Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari Rifampisin, Isoniazid, dan Etambutol selama 5 bulan diberikan 3 kali seminggu. Obat ini diberikan untuk :- Pasien kambuh- Paien gagal- Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

- Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk Streptomisin adalah 500 mg tanpa memperhatikan berat badan- Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus- Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest sebanyak 3,7 ml sehingga menjadi 4 ml (1 ml = 250 mg)

J. Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis

- Jika seorang pasien dalam pengobatan OAT mulai mengeluh gatal-gatal singkirkan dulu kemungkinan penyebab lain- Pasien diberikan terlebih dahulu antihistmin, sambil meneruskan OAT dengan pengawasan ketat- Apabila gatal-gatal tersebut terjadi pada sebagian pasien hilang, namun pada sebagian pasien malahan terjadi suatu kemerahan kulit, hentikan semua OAT dan tunggu sampai kemerahan kulit tersebut hilang- Jika gejala efek samping ini bertambah berat, pasien perlu dirujuk.

K. PrognosisPrognosis dipengaruhi oleh beberapa hal seperti apakah pasien merupakan pasien imunokompeten, usia, serta riwayat pengobatan sebelumnya. Indeks massa tubuh yang melambangkan status gizi juga menjadi faktor yang mempengaruhi prognosis.8

DAFTAR PUSTAKA1. Amaylia O. Pendekatan Diagnosis Limfadenopati. Jakarta: Cermin Dunia Kedokteran-2009, vol 40, no. 40. 2013.2. Fletcher RH. Evaluation of peripheral lymphadenitis in adults [Internet]. 2010 Sep [cited 2014 June 27]. Available from: www.uptodate.com.3. Ferrer R. Lymphadenitis: Differential diagnosis and evaluation. Am Fam Physician. 2013;58:1315.4. Bazemore AW. Smucker DR. Lymphadenitis and malignancy. Am Fam Physician. 2012;66:2103-10.5. Spelman D. Tuberculous lymphadenitis. 2013 Sep [cited 2014 June 27]. Available from: www.uptodate.com.6. Robbins KT, Clayman G, Levine PA, Medina J, Sessions R. Neck dissetion clasification update. Revision proposed by the American Head and Neck Society and the American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery. Arch Otolaryngol Head Neck Surg. 2012;128:751-8.7. Kumar, Vinary, Cotran, Ramzi S., Robbins, Stanley L. Limfadenitis Tuberkulosis. Dalam : Buku Ajar Patologi Edisi Vol.2. Jakarta : ECG, 2011: 316-53.8. World Health Organization. Global Tuberculosis Control. Geneva : World Health Organization. 2013.21