no. 11 inovasi pendidikan september 2011 media komunikasi ...recount, narrative, procedure, report...

20
No. 11 September 2011 Inovasi Pendidikan Media Komunikasi SMP dan MTs Kunjungi website kami di www.inovasipendidikan.net Pencapaian DBE Agar Diteruskan WAKIL dari 44 Kabupaten/Kota serta 6 propinsi telah berkumpul di Solo pada tanggal 19 dan 20 Juli 2011 untuk melaporkan kemajuan dalam pengembangan program DBE3 di daerahnya, serta rencana ke depan untuk mengembangkan kegiatan secara keberlanjutan. Hal ini penting karena program DBE akan berakhir pada bulan Desember 2011, dan kegiatan di daerah akan berakhir pada bulan Oktober 2011. Berbagai kemajuan dan perubahan yang terjadi di sekolah, disampaikan secara gamblang oleh para perwakilan daerah yang berkesempatan presentasi dihadapan sekitar 350 undangan yang hadir. Berbagai rencana replikasi disampaikan untuk menindaklanjuti program DBE 3. Seperti rencana yang dibuat oleh Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara yang pada tahun 2011menganggarkan dana sekitar 3,5 milyar untuk mereplikasi program DBE. Para perwakilan daerah tersebut juga membeberkan rencana strategis untuk menjaga keberlanjutan perubahan yang telah terjadi. Tidak ketinggalan kepala sekolah, guru, bahkan siswa juga berkesempatan menunjukkan perubahan positif yang terjadi di sekolahnya. “Pencapaian yang baik ini harus diteruskan,” ungkap pak Irfan, kepala MTsN Binamu, Sulawesi Selatan yang sekolahnya mengalami kemajuan pesat sejak bermitra dengan DBE 3. PROGRAM DBE akan berakhir pada bulan Desember 2011. Kami dari staf DBE3 mengucapkan terima kasih kepada semua daerah dan sekolah mitra, serta lembaga dan pihak lainnya atas kerja sama yang baik selama lebih dari 6 tahun. Kami ucapkan selamat atas keberhasilan yang dicapai, dan mengharapkan bahwa ini baru awal dari proses pembarahuan yang akan berlanjut ke depan. DBE3 Ucapkan Terima Kasih dan Selamat Bekerja ke Depan Peningkatan di Sekolah Dipertahankan pada Tahun 2011 HASIL MONITO- RING yang dilakukan pada sekolah mitra DBE3 selama tiga tahun mulai 2009 s.d. 2011 menun- jukkan kemajuan yang sangat jelas di hampir semua indikator. Peningkatan yang nam- pak pada tahun 2010 tetap dipertahankan pada tahun 2011 baik dalam pembelajaran maupun manajemen sekolah. Dampak pada Ujian Nasional 2008 - 2010 juga positif. Bacalah lebih lanjut pada halaman 2 dan 3. KAMI telah menyempurnakan modul pelatihan BTL dan sedang menerbitkan versi terakhir. Kami juga telah menyusun beberapa buku yang menunjukkan ‘Praktik yang Baik’ (Good Practices) dalam manajemen perubahan di sekolah, serta di lima mata pelajaran pokok. Modul dan buku tersebut akan dibagikan ke semua lembaga dan daerah yang ikut program DBE3, serta para fasilitator daerah, yang diharapkan akan memanfaatkannya ke depan. Modul Pelatihan dan Buku ‘Good PracticesPerwakilan derah mitra DBE 3, termasuk siswa berkesempatan menyampaikan perubahan yang terjadi, termasuk rencana untuk menjaga keberlanjutan dan mengem- bangkan perubahan yang positif.

Upload: others

Post on 19-Jan-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

No. 11 September 2011

Inovasi Pendidikan Media Komunikasi SMP dan MTs

Kunjungi website kami di www.inovasipendidikan.net

Pencapaian DBE Agar Diteruskan

WAKIL dari 44 Kabupaten/Kota serta 6 propinsi telah berkumpul di Solo pada tanggal 19 dan 20 Juli 2011 untuk melaporkan kemajuan dalam pengembangan program DBE3 di daerahnya, serta rencana ke depan untuk mengembangkan kegiatan secara keberlanjutan. Hal ini penting karena program DBE akan berakhir pada bulan Desember 2011, dan kegiatan di daerah akan berakhir pada bulan Oktober 2011.

Berbagai kemajuan dan perubahan yang terjadi di sekolah, disampaikan secara gamblang oleh para perwakilan daerah yang berkesempatan presentasi dihadapan sekitar 350 undangan yang hadir. Berbagai rencana replikasi disampaikan untuk menindaklanjuti program DBE 3. Seperti rencana yang dibuat oleh Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara yang pada tahun 2011menganggarkan dana sekitar 3,5 milyar untuk mereplikasi program DBE. Para perwakilan daerah tersebut juga membeberkan rencana strategis untuk menjaga keberlanjutan perubahan yang telah terjadi.

Tidak ketinggalan kepala sekolah, guru, bahkan siswa juga berkesempatan menunjukkan perubahan positif yang terjadi di sekolahnya. “Pencapaian yang baik ini harus diteruskan,” ungkap pak Irfan, kepala MTsN Binamu, Sulawesi Selatan yang sekolahnya mengalami kemajuan pesat sejak bermitra dengan DBE 3.

PROGRAM DBE akan berakhir pada bulan Desember 2011. Kami dari staf DBE3 mengucapkan terima kasih kepada semua daerah dan sekolah mitra, serta lembaga dan pihak lainnya atas kerja sama yang baik selama lebih dari 6 tahun. Kami ucapkan selamat atas keberhasilan yang dicapai, dan mengharapkan bahwa ini baru awal dari proses pembarahuan yang akan berlanjut ke depan.

DBE3 Ucapkan Terima Kasih dan Selamat Bekerja ke Depan

Peningkatan di Sekolah Dipertahankan pada Tahun 2011

HASIL MONITO-RING yang dilakukan pada sekolah mitra DBE3 selama tiga tahun mulai 2009 s.d. 2011 menun-jukkan kemajuan yang sangat jelas di hampir semua indikator.

Peningkatan yang nam-pak pada tahun 2010 tetap dipertahankan pada tahun 2011 baik dalam pembelajaran maupun manajemen sekolah. Dampak pada Ujian Nasional 2008 - 2010 juga positif. Bacalah lebih lanjut pada halaman 2 dan 3.

KAMI telah menyempurnakan modul pelatihan BTL dan sedang menerbitkan versi terakhir. Kami juga telah menyusun beberapa buku yang menunjukkan ‘Praktik yang Baik’ (Good Practices) dalam manajemen perubahan di sekolah, serta di lima mata pelajaran pokok.

Modul dan buku tersebut akan dibagikan ke semua lembaga dan daerah yang ikut program DBE3, serta para fasilitator daerah, yang diharapkan akan memanfaatkannya ke depan.

Modul Pelatihan dan Buku ‘Good Practices’

Perwakilan derah mitra DBE 3, termasuk siswa berkesempatan menyampaikan perubahan yang terjadi, termasuk rencana untuk menjaga keberlanjutan dan mengem-bangkan perubahan yang positif.

Berita Utama Hal 2

Dampak Program BTL Nampak Jelas di Sekolah Mitra

MONITORING tersebut dilakukan di 156 sekolah dari seluruhnya 250 se-kolah mitra di 25 kabupaten pemantapan (extension district). Indikator untuk sekolah-sekolah di kabupaten pemantapan dibagi menjadi tiga bagian, yang ber-hubungan dengan (a) pembelajaran, (b) prestasi siswa, dan (c) manajemen seko-lah dan pengembangan profesional guru.

Ringkasan masing-masing indikator (a) dan (c) di samping dibagi menjadi em-pat bagian, ((i) keadaan dari 156 sekolah mitra pada monitoring tahun 2009; (ii) keadaan dari 156 sekolah mitra pada monitoring tahun 2010; (iii) keadaan dari 156 sekolah mitra pada monitoring tahun 2011; (iv) keadaan dari 20 sekolah pembanding pada tahun 2010 yang belum mengikuti program DBE3.

a) Pembelajaran

Grafik 1 menujukkan hasil dari tiga indikator yang berkaitan dengan pembelajaran. Ada peningkatan yang sangat jelas antara tahun 2009 dan 2010 dalam hal kegiatan guru, lingkun-gan kelas, dan kegiatan siswa. Perubahan tersebut termasuk lingkungan kelas yang menarik dan mendorong anak untuk belajar, guru yang merancang kegiatan yang mendorong siswa untuk berbuat, serta kegiatan siswa yang bervariasi seperti diskusi dan kegiatan praktik, dengan menggunakan berbagai sumber beleajar. Sekolah pembanding hampir tidak menun-jukkan adanya indikator tersebut. Peningkatan tersebut diper-tahankan pada tahun 2011.

Hasil ini menunjukkan bahwa sekolah-sekolah mitra telah mencapai kurang-lebih 90% pada semua indikator. Hasil ini mencerminkan hasil pelatihan guru telah difokuskan pada indikator monitoring ini.

c) Manajemen Sekolah dan Pengembangan Profesional Guru

Saat monitoring tahun 2009, tidak terlalu banyak perbedaan pada indikator terkait dengan kepemimpinan kepala sekolah dan MGMP antara sekolah mitra dengan sekolah pembanding. Namun, peningkatan pesat terjadi pada tiap indika-tor saat monitoring tahun 2010, seperti yang terlihat pada grafik 2. Peningkatan tersebut diteruskan pada tahun 2011

Peningkatan tertinggi pada indikator tentang kepemimpinan kepala sekolah adalah pada jumlah kepala sekolah yang melakukan monitoring saat proses pem-belajaran.

Pengelolaan dan penggunaan perpustakaan sekolah meningkat dengan adanya pada tahun 2011 lebih dari 80% sekolah mitra yang memiliki perpustakaan yang tertata rapi dan digunakan, dibandingkan dengan hanya 61,8% pada tahun 2009. Namun, sebagian besar perpustakaan masih kekurangan bahan bacaan yang memadai.

Efektivitas MGMP meningkat dengan 39.6% dinilai efektif di tahun 2010, dibandingkan dengan 15,9% di tahun 2009. Ke-kurangan yang paling terlihat adalah frekuensi pertemuan MGMP, yang pada sebagian besar kasus kurang dari 1 kali dalam sebulan. Akses juga merupakan salah satu masalah yang dihadapi karena seringkali MGMP meliputi wilayah cakupan yang sangat luas (biasanya seluruh kabupaten) dan banyak sekolah. Terlihat pula bahwa kebutuhan pengembangan pro-fesional guru lebih banyak terpenuhi melalui MGMP tingkat sekolah, bukan MGMP tingkat kabupaten.

HASIL MONITORING yang dilakukan pada sekolah mitra DBE3 selama tiga tahun mulai 2009 s.d. 2011 menunjuk-kan kemajuan yang sangat jelas di hampir semua indikator, apalagi kalau dibandingkan dengan sekolah yang belum pernah mengikuti program DBE3.

Media Komunikasi SMP dan MTs Edisi 11/ September 2011

Berita Utama Hal 3

RINGKASAN INDIKATOR MONITORING

Kegiatan Siswa

• Kegiatan siswa bervariasi termasuk kerja kooperatif, memecahkan masalah, percobaan dsb.

• Siswa mengungkapkan pemikirannya sendiri secara lisan dan tulisan.

• Siswa menggunakan media yang bervariasi.

Kegiatan Guru

• Guru mendorong interaksi antar siswa.

• Guru memberikan tugas yang menantang dan bervariasi(diskusi, percobaan, pemecahan masalah dsb).

• Guru melakukan penilaian formatif.

Lingkungan Kelas

• Siswa duduk dan bekerja dalam kelompok.

• Ada pajangan hasil karya siswa.

• Sumber belajar lebih beragam (media, lingkungan).

Kepemimpinan Kepala Sekolah

• Mendorong perubahan.

• Menunjang pengembangan profesional guru.

Pengelolaan & Pemanfaatan Perpustakaan Sekolah

Pengembangan Profesional Melalui MGMP

• Penyusunan program untuk menunjang perubahan.

• Merancang kegiatan yang menarik dan praktis.

• Mendorong perubahan di kelas.

Hasil Belajar

b) Prestasi Siswa

DBE3 melaksanakan penilaian dengan menggunakan sampel sebanyak 54 sekolah menggunakan tes yang lebih berfokus pada kecakapan siswa. Tes dilaksanakan di sekolah-sekolah yang sama pada tahun 2009, 2010, dan 2011. Grafik 3 menunjukkan peningkatan yang cukup besar pada nilai tes rata-rata secara keseluruhan. Hasil tes Bahasan Indonesia dan Matematika naik setiap tahun dari 2009 s.d. 2011, sedangkan hasil tes Bahasa Inggris naik banyak dari tahun 2009 s.d. 2010, terus agak turun pada tahun 2011.

Analisis data dari tes individual menunjukkan bahwa pada semua kelompok – laki-laki, perempuan, SMP, MTs, sekolah negeri dan swasta – terlihat peningkatan nilai yang substansial pada setiap tes.

Grafik 4 menunjukkan Hasil Ujian Nasional di 250 sekolah mitra di 25 kabupaten kota. Hasil semua mata pelajaran naik jelas dari tahun 2008 s.d. 2010. Kenaikan paling besar ada pada mata pelajaran Matematika, yang hasil rata-ratanya naik dari 6.9 pada tahun 2008 menjadi 7.7 pada tahun 2010.

Program ‘Better Teaching and Learning’ (BTL)

Program BTL, yang dikembangkan DBE3, terfokus pada pen-capaian beberapa indikator perubahan yang dicantumkan di bawah ini - khususnya pada kegiatan siswa, kegiatan guru, lingkungan kelas, dan kepemimpinan kepala sekolah.

Program tersebut menggunakan pendekatan ‘whole school’ di mana guru semua mata pelajaran pokok, serta kepala sekolah dilibatkan bersama untuk mencapai visi dan tujuan yang sama.

Program BTL menggunakan berbagai pendakatan pelatihan, termasuk studi banding, pelatihan lokakarya yang praktis, dan praktik mengajar didampingi fasilitator daerah langsung di sekolah.

Program DBE3 melibatkan berbagai unsur pemerintah termasuk pengawas, staf Dinas Pendidikan dan Kemenag, anggota DPRD, Bapeda, dan Dewan Pendidikan untuk mencapai satu visi ke depan.

Media Komunikasi SMP dan MTs Edisi 11/ September 2011

Berita Utama Hal 4

Menuju Perubahan yang Berkelanjutan PROSES menuju pembelajaran yang bermakna

bukanlah kerja perseorangan, melainkan membu-tuhkan kerja kolektif semua pihak termasuk dari para pemangku kepentingan untuk terus berupaya bersama-sama meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Komitmen dari para pemangku kepentin-gan untuk terus melanjutkan perubahan yang selama ini telah terjadi patut diapresiasi.

Keinginan kabupaten/kota untuk mereplikasi secara mandiri program DBE3 juga menunjukkan grafik peningkatan. Ini membuktikan peningkatan kualitas di bidang pendidikan utamanya dalam hal peningkatan kompetensi para tenaga pendidik sudah menjadi prioritas.

Menjelang berakhirnya program DBE3, pemerin-tah kabupaten/kota telah menyiapkan strategi pengimbasan untuk mendukung keberlanjutan perubahan hasil pendampingan DBE3. Kabu-paten Tuban dan Kabupaten Pasuruan adalah dua contoh daerah di Jawa Timur yang sudah mengalokasikan anggaran untuk mendiseminasi-kan program DBE3 kepada sekolah-sekolah non mitra. Kedua daerah tersebut juga telah mencetak distrik fasilitator tambahan di tiap gugus, dengan tujuan agar perubahan di sekolah-sekolah non mitra pasca mereplikasi modul DBE3 cepat terwujud. Hal yang sama juga dilakukan daerah mitra DBE 3 lainnya. Terutama un-tuk mempertahankan perubahan positif yang telah terjadi, meskipun program DBE3 berakhir.

Media Komunikasi SMP dan MTs Edisi 11/ September 2011

Ensiklopedi Sekolah sebagai Sumber Belajar

SMPN 1 Rejoso, Pasuruan, Jawa Timur

Untuk menunjang pembelajaran, SMPN 1 Rejoso, Pasuruan, Jawa Timur, memfungsikan lingkungan sekolahnya sebagai sumber belajar dengan membuat ensiklopedi se-kolah. Sumber belajar tersebut digantung hampir di setiap pohon yang berada di lingkungan sekolah. Dengan adanya ensiklopedi seko-lah ini, siswa dapat belajar tak hanya saat di dalam kelas saja, me-lainkan juga saat mereka berada di luar kelas.

Penambahan fasilitator di tiap gugus atau cluster adalah salah satu cara untuk melanjutkan perubahan di sekolah.

Berita Utama Hal 5

Media Komunikasi SMP dan MTs Edisi 11/ September 2011

“JANGAN omong doang, selalu terngiang usai menjadi Fasilitator Nasional DBE 3 tahun 2001. Berkat pelatihan DBE 3, saya jadi memahami ‘Service Learning’ yang kemudian saya pelajari dan praktekkan di kelas untuk menaklukkan ujian nasional (UN),” kata Bu Supartinah guru SMPN 1 Karanganyar, Jawa Tengah yang juga fasilitator daerah DBE3.

‘Service Learning’ adalah pembelajaran melalui pelayanan. Istilah ini banyak dipakai dan diterapkan di Amerika. Di Jer-man penerapan pembelajaran melalui pelayanan dikenal den-gan nama Learning by Teaching. Banyak hal yang bisa dilakukan siswa dalam Service Learning. Salah satunya, siswa memfasili-tasi pembelajaran untuk orang lain, terutama di level bawah. Untuk bisa memfasilitasi dengan baik, tentunya mereka harus menguasai materi. Di sinilah muncul hubungan yang saling menguntungkan. Misalnya, siswa kelas 9 mendapat keuntungan berupa penguasaan materi, siswa kelas 7 mendapat pembelajaran yang menyenangkan.

Cara melaksanakan pembelajaran ini sebagai berikut: 1. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok kecil. Setiap

kelompok beranggotakan 5 orang 2. Setiap kelompok diberi materi yang harus dipakai untuk

memfasilitasi pembelajaran. Untuk mata pelajaran Bahasa Inggris dasar pembagian materi bisa jenis teks (description, recount, narrative, procedure, report dan short functional text).

3. Siswa bekerja dalam kelompok merancang pembelajaran yang akan mereka sampaikan.

4. Siswa melakukan presentasi secara bergantian. ”Guru berperan sebagai fasilitator, terutama mendampingi

saat persiapan,” tukas Bu Supartinah. Dari penelitian sederhana yang dilakukannya, ternyata

hasilnya cukup memuaskan seperti nampak dalam tabel yang menunjukkan peningkatan nilai ujicoba UN dan nilai UN.

Tes B adalah tes uji coba UN sebelum kegiatan dilakukan. Rerata nilai uji coba tersebut adalah 6,16. Ada 3 siswa yang tidak lulus sesuai dengan standar kelulusan UN. Tes A adalah tes setelah kegiatan berlangsung. Tes A1 diberikan setelah tahap I. Tes A2 diberikan setelah tahap II. Tes A3 diberikan setelah tahap III. Hasil tes A1 menunjukkan, masih ada 1 siswa yang belum lulus, sedangkan nilai rera-ta tes A1 adalah 6,61. Tes A2 menun-jukkan semua siswa lulus, dengan nilai rerata 7,36. Tes A3 menunjukkan semua siswa lulus, dengan nilai rerata 8,13.

Menaklukan UN dengan Service Learning

Tahap Persiapan, siswa menyusun langkah-langkah pembelajaran.

Memperkuat Kapasitas DF

MENJELANG berakhirnya program, DBE 3

melaksanakan Refresher Training untuk distrik fasilitator. Kegiatan tersebut dilaksanakan di enam provinsi mitra DBE 3 yang difokuskan pada peningkatan kapasitas DF dalam melakukan fasilitasi, pendampingan, evaluasi dan capaian perubahan pasca pelatihan.

Beberapa materi yang dilatihkan diantaranya melakukan bedah kompetensi dasar (KD), kaji lembar kerja, media, langkah pembelajaran, penilaian, dan pengelolaan hasil karya siswa dari hasil bedah KD. Selain itu para DF juga dilatih dalam memfasilitasi kegiatan MGMP dan mengimplementasikan jurnal refleksi menjadi bahan penelitian tindakan kelas. Dengan cara ini, para DF dapat menyebarluaskan praktik yang baik dalam pembelajaran melalui MGMP.

Berita Utama Hal 6

Media Komunikasi SMP dan MTs Edisi 11/ September 2011

Menarik Minat Siswa melalui Showcase Keberhasilan Sekolah ACARA showcase keberhasilan sekolah yang difasilitasi

DBE 3, tidak hanya diminati oleh para guru atau insan pen-didik, namun juga diminati oleh para siswa. Mereka berbon-dong-bondong mengunjungi tempat dimana acara showcase dilaksanakan. Para siswa tersebut tak hanya berasal dari se-kolah mitra namun juga berasal dari sekolah non mitra.

Binar ceria nampak dari wajah-wajah belia tersebut saat memasuki stan demi stan yang menampilkan bermacam pa-jangan. Penuh rasa ingin tahu, mereka bertanya seputar pajan-gan yang dipamerkan pada para penjaga stan yang notabene adalah guru dan juga siswa seperti mereka. Sesekali para

Siswa berbondong-bondong memenuhi stand di acara showcase untuk memperoleh tambahan pengetahuan melalui pajangan-pajangan yang dipamerkan.

siswa tersebut mencatat penjelasan dari penjaga stan di buku tulis mereka. Mereka juga mencoba bermacam media pembe-lajaran yang dapat dicoba dan dimainkan di tempat. Renyah tawa ditingkahi celoteh, ramai terdengar saat mereka men-coba aneka media pembelajaran tersebut.

“Saya senang sekali dengan pameran ini. Karena bisa menambah pengetahuan serta mengetahui karya-karya siswa dari sekolah lain,” ujar Ayu, siswa SMPN 1 Sampang, Jawa Timur setelah melihat acara showcase. “Kalau bisa acara pam-eran seperti ini diadakan setiap tahun,” tukas Rizma Re-skananga, siswa SMPN 1 Tellulimpoe, Sulawesi Selatan.

Menginspirasi Siswa Sekolah Non Mitra Menciptakan Karya

MESKIPUN sekolah-sekolah ini bukanlah sekolah mitra, namun semangat untuk melakukan perubahan nampak terlihat. Perubahan pola pembelajaran menjadi student centered nampak jelas terekam pada produk-produk karya siswa di sekolah imbas yang dipamerkan pada ajang showcase..

Hal 7 Berita dari Provinsi

Sumatera Utara

Media Komunikasi SMP dan MTs Edisi 11/ September 2011

“SAYA mewawancarai Pak David Hutarabat. Umurnya 50 tahun. Wajahnyanya lebar, sorot matanya tajam dan suaranya besar. Pak David punya dua istri. Ia dipenjara karena kasus perampokan dan pembunuhan di Tapanuli Utara. Pak David memimpin kelompok perampok. Mereka tidak hanya merampok harta pada korban, tapi juga membunuhnya...,” tulis Rizky Ananda Syahputri, siswi kelas VII MTsN Sibolga, dari hasil kunjungannya ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sibolga.

Rizky merasakan kesan khusus ketika melawat LP. Di sana ia diizinkan bertemu dengan narapidana lalu mewanwancarainya. Rizky merasa takut pada awalnya, karena ia tidak pernah berbicara dengan seorang kriminal. Namun setelah wawancara berlangsung lebih dari lima menit,

Rizky sudah mulai nyaman. Ia bahkan punya kesan khusus terhadap narasumbernya.” Pak David Hutabarat bilang Ia menyesal atas semua perbuatannya. Ia ingin menghabiskan sisa hidupnya dengan bertobat...,” kenang Rizky.

Rizky adalah rombongan kelas VIII yang mengunjungi Lapas. Di bawah bimbingan Ibu Rita guru IPS MTsN Sibolga, Rizky belajar KD tentang pengendalian sosial. Mereka menggunakan metode out doors sebagai Lapas sebagai sumber pembelajaran.

Menurut Ibu Rita metode out doors lebih memberikan kesan khusus kepada siswa. Selain itu metode out doors mampu menaikkan nilai siswa. Ibu Rita menjelaskan bahwa metode out doors adalah model dimana siswa dibawa langsung belajar ke lokasi yang berhubungan KD. “Saya pernah

mencoba metode in doors di kelas, hasilnya tidak begitu baik, 30 persen siswa saya tidak mencapai nilai ketuntasan. Nilai rata-rata yang dicapai hanya 70...,” terang Ibu Rita.

Ibu Rita mengubah pola pendekatan untuk KD pengendalian sosial. Siswa tidak lagi dibuat belajar di kelas, tetapi bawa ke Lapas. Di sana mereka siswa diminta melakukan wawancara. Hasil wawancara dipresentasikan di depan kelas. “Hasilnya cukup baik, 85 persen siswa saya mencapai nilai ketuntasan. Nilai-nilai rata siswa menjadi 77, dari nilai 75 sebagai nilai kreteria ketuntasan minimal (KKM) ...,” tukas Ibu Rita.

Ibu Rita membekali siswanya dengan lembaran kerja (LK) sebelum mengunjungi lapas. Di dalam LK siswa diberikan instruksi untuk menanyakan beberapa pertanyaan kepada orang yang diwancarai. Dari proses itu, siswa diharapkan bisa mengenali jenis-jenis kejahatan sosial.” Tapi yang terpenting, siswa dapat menarik hikmah...,” jelas Ibu Rita.

Menurut Ibu Rita lebih lanjut, siswa tidak cukup melakukan wawancara dengan narapidana. Mereka juga diminta melakukan wawanacara dengan orang tua, guru, ustad dan ustajah. Wawancara ditujukan untuk mengali informasi tentang penyimpangan sosial dan cara pengendaliannya.”lewat wawancara itu siswa bisa mengenali pengendalian sosial. Jika mereka sudah tahu jenis penyimpangannya, setidaknya mereka bisa menentukan jenis pengendaliannya,” terang Ibu Rita.

Belajar dari Pelaku Kejahatan

Siswa berkesempatan berdiskusi dengan petugas Lapas.

Siswa bertemu langsung dengan para narapidana dan mewancarainya.

Berita dari Provinsi Hal 8

Media Komunikasi SMP dan MTs Edisi 11/ September 2011

Miduk Gultom, Guru IPS SMPN 2 Pangaribuan, Tapanuli Utara, memanfaatkan hutan, sawah dan belantara yang menjadi

penghias sekolah menjadi sumber belajar.

MODEL ini saya gunakan untuk mengampuh kompetensi dasar mengenal tumbuhan dan hewan di daerah tropis. Secara teori, pembagaian wilayah tumbuhan dan hewan di daerah tropis sudah dilakukan oleh Alfred Russel Wallace dan Max Carl Wilhelm Weber. Saya tidak mau mengajarkan teori tetapi siswa dipertemukan langsung dengan gagasan Wallace-Weber di lapangan.

Saya memulai pembelajaran lewat sapaan khas. Saya memotivasi siswa saya yang umumnya anak petani. Saya menjanjikan sebuah petualangan menarik untuk mereka. Saya bilang mereka akan mampu mengklasifikasikan jenis tumbuhan dan hewan yang ada di sekitar mereka. Terpancar semangat dan rasa penasaran dari wajah para siswa.

Saya membagikan buku teks kepada siswa. Mereka saya minta untuk membaca dan menemukan jenis-jenis tumbuhan dan hewan yang tergolong tumbuhan tropis. Saya memberikan penjelasan singkat tentang teori Wallace-Weber untuk membantu siswa. Siswa saya minta merumuskan hasil bacaannya secara berkelompok. Setelah itu mereka membaca hasil diskusinya.

Kesimpulan siswa cukup menarik. Tapi itu belum cukup bagi saya. Saya meminta siswa untuk mencari tumbuhan dan hewan seperti

Menemukan Wallace-Weber di Pangaribuan yang mereka presentasikan. Mereka harus mencari di hutan, sawah dan belantara yang ada di sekitar sekolah maupun rumah mereka. Saya juga meminta siswa membuat maket hutan sederhana dan peta penyebaran flora dan fauna berdasarkan teori Wallace-Weber.

Siswa saya menunjukkan keterampilannya menangkap binatang dan mengenali tumbuhan. Tangan mereka dengan cekatan menangkap burung, katak, kadal dan bahkan ular yang sedang melintas di sawah. Begitu pula dengan tumbuh-tumbuhan yang ada di antar semak belukar, mereka tidak begitu kesulitan mengenalinya.

Setelah binatang dan tumbuhan yang dicari sudah didapatkan, siswa saya meneruskan tugas membuat maket hutan serderhana dan peta Wallace-Weber. Mereka menggunakan potongan tripek dan kayu bekas untuk membuat maket. Tripek dibuat menjadi kotak persegi, lalu diisi dengan tanah dan pasir. Di atas tanah dan pasir itu mereka menanam tumbuh-tumbuhan yang mewakili daerah tropis seperti pakis, jamur dll.

Sedangkan untuk membuat peta Wallace-Weber, siswa saya menggunakan buah ubi kayu dan tepung kanji. Buah ubi mereka bersihkan lalu direbus sampai matang. Setelah matang mereka menyatukan rebusan ubi dan tepung kanji lalu mencetaknnya seperti pulau-pulau yang ada di Indonesia. setelah kering, pulau-pulau itu mereka cat dengan cat minyak seadanya.

Pembelajaran untuk KD ini, dibagi atas dua sesi pembelajaran. Sesi pertama lebih banyak menggunakan sumber-sumber

informasi dari buku teks. Sesi kedua, siswa melakukan perburuan hewan dan tumbuhan.

Kami menutup KD ini dengan presentasi. Siswa membawa hasil buruannya ke dalam kelas, lalu menjelaskan jenis bintang dan tumbuhan itu. Setelah itu siswa menjelaskan peta penyebaran berdasarkan hasil penelitian Wallace- Weber.

Wallace membagi wilayah geografis Indonesia menjadi dua yaitu: wilayah georgrafis hewan Asia dan Australiasa. Bagian barat dari garis ini berhubungan dengan spesies Asia; di timur kebanyakan berhubungan dengan spesies Australia. Garis ini dinamakan atas Alfred Russel Wallace, yang menyadari perbedaan yang jelas pada saat dia berkunjung ke Hindia Timur pada abad ke-19. Garis ini melalui Kepulauan Melayu, antara Borneo dan Sulawesi; dan antara Bali (di barat) dan Lombok (di timur).

Adanya garis ini juga tercatat oleh Antonio Pigafetta tentang perbedaan biologis antara Filipina dan Kepulauan Maluku, tercatat dalam perjalanan Ferdinand Magellan pada 1521. Garis ini lalu diperbaiki dan digeser ke Timur (daratan pulau Sulawesi) oleh Weber. Batas penyebaran flora dan fauna Asia lalu ditentukan secara berbeda-beda, berdasarkan tipe-tipe flora dan fauna. Garis ini lalu dinamakan “Wallace-Weber”. Saya puas dengan kerja siswa. Tertelak didaerah pedalaman, rupanya keuntungan tersendiri bagi kami.

Siswa menunjukkan hasil temuannya.

Teori Wallace-Weber dibuktikan siswa.

Berita dari Provinsi Hal 9

Media Komunikasi SMP dan MTs Edisi 11/ September 2011

Jawa Barat-Banten

SETELAH mengikuti workshop

kepala sekolah yang dilaksanakan

DBE3, Ibu Kriswati Kepala SMPN 2

Jalancagak menerapkan pendekatan

instruktional leadership. Setiap kebijakan

dan segenap langkah kepemimpinan

diorientasikan bersinergi dengan

kepentingan pembelajaran.

Ia selalu meminta guru

mengidentifikasi kebutuhan untuk

melaksanakan proses belajar yang

kontekstual. “Untuk keperluan ini, saya

melakukan kerjasama dan penggalian

dana guna menyediakan setiap

keperluan sarana pembelajaran,”

katanya mantap.

Asalnya, SMPN 2 Jalancagak itu

hanyalah sebuah sekolah baru, berskala

kecil, dengan hanya 300 siswa. Dalam

kurun satu tahun, animo input siswa

meningkat 100% dan mencapai jumlah

600 siswa. Ini merupakan bukti

konkret peningkatan kinerja sekolah,

sebagai akibat langsung dari prestasi

para guru yang semakin profesional.

Memicu Gairah Guru

Para guru disediakan bantuan

teknis untuk mengatasi berbagai

masalah pembelajaran yang

menghadang. Selain mengerahkan

setiap kemampuan paedagogik sendiri,

dirinya juga memanfaatkan para distrik

fasilitator DBE3 untuk membantu

mendampingi para guru dalam

mengatasi berbagai masalah

pembelajaran.

Selain memberikan izin kepala

sekolah memberikan dorongan kepada

para guru untuk aktif mengikuti setiap

pelatihan guru yang diselenggarakan

oleh DBE3. “Saya bahkan meminta

DBE3 untuk melatih seluruh guru di

luar mata pelajaran inti yang menjadi

fokus binaan DBE3. Untuk guru yang

tidak diundang oleh DBE3, saya

mengalokasikan dana tersendiri untuk

membiayai mereka mengikuti pelatihan

guru,” katanya.

Membangun Lingkungan Belajar

Lingkungan sekolah diciptakan

sedemikian rupa untuk menjadi sebuah

lingkungan belajar yang setiap

sudutnya bersifat kondusif bagi

pembelajaran bergairah. Selain para

guru berinisiatif menata ruang kelas

dan memajang hasil karya siswa, kepala

sekolah bekerja keras menyediakan

prasarana sekolah yang memadai.

Semua sudut lingkungan sekolah

menjadi sumber belajar bagi para siswa

dan alat peraga belajar bagi para guru.

Bekerja sama dengan Inagreen,

sekolah berhasil menyediakan lahan

pertanian tempat siswa belajar, yang

kemudian hasilnya pun dapat

menambah dana sekolah. “Sekarang

lingkungan belajar di sekolah kami

sangat kondusif untuk melaksanakan

proses belajar aktif,” katanya lagi.

SMPN 2 Jalancagak Bangun Lingkungan Belajar

SMPN 2 Jalancagak menciptakan lingkungan kelas yang mendorong siswa belajar.

Berita dari Provinsi Hal 10

Media Komunikasi SMP dan MTs Edisi 11/ September 2011

MUSYAWARAH Guru Mata Pelajaran (MGMP) Ilmu Pengetahuan Alam melalui pola pelatihan BTL4 dari DBE3, memberikan banyak solusi dan menginspirasi kebanyakan guru bahwa MGMP tak hanya ajang untuk kegiatan pemecahan masalah pembelajaran dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, tapi juga dapat difungsikan sebagai bengkel kerja (workshop) serta sebagai kegiatan berbagi (sharing) dan pengkajian lebih lanjut berbagai konsep, metode dan hal-hal lain yang menyangkut kegiatan dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran. Dengan fungsi seperti ini MGMP tak akan lekang oleh waktu dan akan selalu dibutuhkan untuk selalu diadakan secara berkala dan terprogram.

Kegiatan MGMP IPA yang dipandu oleh Fasilitator Daerah DBE3, dengan kegiatan pendampingan untuk menguji dan memperbaiki program pembelajaran yang dibuat, mampu menumbuhkan berbagai inovasi dan pemecahan masalah secara up to date

MGMP Bantu IPA Menjadi Nyata

dan factual. Karenanya, guru mampu mengatasi masalah yang ada dengan cepat, efektif dan efisien. Pada mulanya guru merasa begitu

hebat saat membuat perangkat pembelajaran namun ketika diujicobakan pada siswa ternyata tidak semua anak mampu menyerap semua materi. Kemudian guru melakukan perbaikan terhadap lembar kerja (LK) yang ada, sehingga LK bisa benar-benar memberikan efek pembelajaran yang maksimal. Kadang perbaikan harus dilakukan berkali-kali. Ini terjadi karena memang tantangan baru akan selalu muncul dan tantangan ini memerlukan penanganan serius. Dan tantangan ini harus dijawab secara proaktif sesuai dengan perkembangan yang menyertainya.

Di SMPN 1 Rengasdengklok kegiatan MGMP IPA memberikan sesuatu yang positif, diantaranya siswa mampu lebih cepat memahami materi pelajaran sehingga guru mengajar lebih singkat. Guru memberdayakan siswa dan melakukan pembelajaran secara team teaching yang bersinergi secara harmonis, sehingga siswa mendapat “perhatian dan pengawasan serta kasih sayang” yang sama dari guru walau

SMPN 1 Rengasdengklok, Karawang

kelas tersebut sudah overload, yakni di atas 40 orang per kelas.

Nuansa yang sama dalam hal perbaikan proses kegiatan pembelajaran terjadi di MTs Negeri Rawamerta, yang memberikan kesempatan kepada siswanya untuk membuat grafik gerak lurus beraturan dengan menggunakan alat-alat sederhana namun cukup refresentatif dalam melaksanakannya. Tali raffia, Bola dan stopwatch ternyata mampu membantu siswa dalam memvisualisasikan hal yang berhubungan dengan gerak lurus dengan dan benar.

Hal menarik tentang fisika juga dikembangkan oleh Ibu Epi Pitriah, S.Pd. dengan mencoba mempraktikan gaya gesek. Dari hasil praktik gaya gesek siswa menemukan bahwa gesekan bukan hanya akan menjadi menjadi kendala atau hambatan, tetapi bisa juga digunakan untuk suatu hal yang menguntungkan: mislanya ketika kita menggunakan rem pada kendaraan.

Bu Epi juga memberikan kesempatan pada siswa untuk merasakan gaya gesek. Bu Epi menumpukkan buku dan buku itu diberi beban secara bertahap. Kemudian buku itu ditarik oleh pegas. Dengan percobaan seperti ini, fisika tak lagi sekedar khayalan tapi kenyataan yang dapat dibuktikan secara ilmiah.

Aktif di dalam MGMP, membuat para guru memiliki banyak ide untuk membuat pembelajaran IPA menjadi menarik.

Berita dari Provinsi Hal 11

Media Komunikasi SMP dan MTs Edisi 11/ September 2011

Lembar Kerja

Masa Kolonial di Indonesia

Pada tahun tahun 1453 Masehi, Konstantinopel yang menjadi pusat kegiatan perdagangan di Laut Tengah, jatuh ke tangan Turki. Jatuhnya Konstantinopel telah menimbulkan kesulitan bagi bangsa-bangsa Eropa, terutama dalam bidang perdagangan. Semula kebutuhan barang-barang dagang yang berasal dari Asia banyak yang dipasok melalui Konstantinopel. Namun, sejak jatuhnya kota tersebut, bangsa Turki mempersulit masuknya orang-orang Eropa. Hal ini berakibat hubungan perdagangan antara bangsa-bangsa Eropa dengan Asia Barat, khususnya Turki, mengalami pemutusan. Bangsa Eropa kemudian mengadakan penjelajahan dalam upaya mencari rempah-rempah.

1. Jelaskan latar belakang kedatangan Bangsa Barat ke Dunia Timur !

2. Bagaimana proses atau cara-cara pendudukan orang Eropa terhadap Indonesia?

3. Bagaimana posisi strategis Indonesia pada perdagangan pada masa silam?

Diskusikan jawabannya di dalam kelompokmu dan rumuskan simpulan dengan mengkaitkannya dengan kehidupan saat ini.

DENGAN materi belajar KD: 5.3. Mendeskripsikan perkembangan masyarakat, kebudayaan dan pemerintah pada masa kolonial Eropa, siswa mendapat kesempatan untuk memaknai sejarah bangsanya, Musfiqoh, S.Pd mendesain pembelajaran tersebut dengan memberikan kesempatan pada siswanya untuk terampil mencari informasi dari berbagai sumber termasuk internet. Proses belajarnya dibuat seperti langkah-langkah berikut ini.

Pendahuluan Untuk apersepsi, saya berdialog dengan siswa mengenai arti penting

Indonesia sebagai penghasil rempah-rempah. Siswa lalu diminta memberi contoh arti penting rempah-rempah sebagai komoditas perdagangan dunia. Di sini, siswa tampak termotivasi sebagai bangsa besar.

Kegiatan Inti Siswa membagi diri menjadi lima kelompok. Setiap siswa dalam setiap

kelompok mendapat nomor identitas, dan setiap anggota kelompok mendapatkan lembar kerja untuk didiskusikan. Setelah mencari informasi dari berbagai sumber, berdiskusi, dan menemukan pemecahan LK, setiap kelompok kemudian terlibat dalam proses peer teaching. Mereka berusaha memastikan agar tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya atau mengetahui jawabannya. Saya kemudian memanggil salah satu siswa untuk menyajikan hasil kerja

kelompoknya. Siswa-siswa yang lain menanggapinya dengan memberikan masukan. Demikianlah, setiap kelompok diberi kesempatan secara bergilir untuk melaporkan hasil kerjasamanya melalui perwakilan kelompok yang ditunjuk. Kemudian para siswa saya minta untuk menyimpulkan manfaat posisi strategis Indonesia pada perdagangan pada masa silam.

Penutup Usai kerja kelompok dan diskusi akhir, saya dan siswa melakukan

penilaian, dengan mengacu pada rubrik penilaian. Kelompok dengan nilai terbaik kemudian mendapat penghargaan. Para siswa lalu menuliskan refleksi mereka mengenai proses belajar sejarah. Proses belajar ini diakhiri dengan tugas pendalaman sejarah melalui bahan-bahan bacaan.

Suasana pembelajaran IPS yang difasilitasi Musfiqoh, S.Pd.

Memaknai Sejarah Bangsa

Berita dari Provinsi Hal 12

Jawa Tengah BTL Bukan Hanya Milik 5 Mata Pelajaran

SEIRING akan berakhirnya program DBE 3 (bulan Ok-tober 2011), bukan berarti menyurutkan semangat para guru Mitra maupun non mitra untuk melaksanakan pembelajaran bermakna. Semula program pelatihan memang hanya dituju-kan kepada 5 guru mata pelajaran (Mapel) yaitu Bahasa Indo-nesia, Bahasa Inggris, Matematika, IPA dan IPS. Dalam perkembangannya guru-guru di luar 5 mapel tersebut juga menginginkan penularan pembelajaran.

Di kabupaten Purworejo, pelatihan BTL 2 guru non 5 mapel, diselenggarakan secara gotong royong alias mereka secara mandiri dibiayai oleh sekolah. Dalam pelatihan kelom-

pok guru-guru non 5 mapel dari MTS negeri ataupun swasta yang menjadi mitra DBE 3. Antusias dari peserta latihan luar biasa, sebab mareka dari maple yang berbeda karakter namun tampak enjoy dan dapat merngikuti pelatihan dengan sungguh-sungguh, padahal pas hari libur sekolah lho? Walaupun ka-dang nampak hal-hal yang menimbulkan kelucuan karena guru pendidikan jasmani harus berpraktek bersama dengan guru seni budaya atau guru agama.

Untuk tempat pelatihan dan praktek mengajar dilaksana-kan di MTsN Purworejo. Jumlah peserta ada 60 orang den-gan latar belakang maple yang diajar Al Quran Hadist, Akidah Akhlak, Sejarah Kebuadayaan Islam, Bahasa Arab, Seni Bu-daya, PenJaskes, IPS, PKn, Matematika, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa, BTA. Pelatihan ini memang tampak istimewa sebab para DF harus menghadapi 13 macam guru mapel yang berbeda. Unik, betul !, Ini sebuah tantangan bagi para DF, walaupun diawal dibayangkan aka nada kesulitan komunikasi, namun ternyata justru para peserta dapat di-banggakan, hal ini terbukti dari refleksi tiap kali pertemuan.

Jika guru-guru mau berubah dalam Pembelajaran secara ikhlas, halangan dan rintangan akan mudah teratasi. Sebuah inovasi dalam Pembelajaran itu mutlak diikuti oleh guru. Se-bagai pendidik seorang guru tidak boleh merasa ilmu yang dipunyai sudah final dan tidak dikembangkan lagi, yang ten-tunya guru harus tetap berpijak pada “pendidikan sepanjang hayat” atau “Life long education”. Dengan pelatihan guru-guru non 5 mapel di sekolah mitra DBE 3 di kabupaten Pur-worejo, mungkin akan dapat menjawab dari tuntutan pendidi-kan sepanjang hayat.

Media Komunikasi SMP dan MTs Edisi 11/ September 2011

Peserta pelatihan BTL 2 mata pelajaran Pendidikan Agama Islam tengah menyampaikan idenya.

PEMBELAJARAN matematika menghitung koordinat ini memanfaat-kan tanah lapangan hijau sekolah. Ca-ranya lapangan dengan dilengkapi garis-garis kordinat yang terbuat dari tali rafia. Harapan saya dengan garis kordi-nat yang terbentang di lapangan hijau pembelajaran Matematika akan men-gasyikan karena kegiatan pembelajaran akan mengaktifkan aspek kognitif, afek-tif, dan psikomotor siswa untuk meme-cahkan masalah.

Pertanyan pada lembar kerja siswa tidak lagi berupa angka namun berben-tuk narasi narasi yang mengasyikkan dan dihubungkan dengan isu yang se-dang berkembang. Misalnya tentang sepak bola, rumusan yang dibuat: rumah pesepakbola nasional Irvan Bachdim terletak pada kordinat (-3, 7) selanjutnya pada setiap hari sabtu dan

minggu mengikuti pelatnas di Senayan dengan kordinat (6, -9) dan seterusnya.

Saat mencari kordinat di lapangan hijau siswa diberi ke-sempatan untuk men-gamati gerak gerik teman yang lain. Apa-bila kurang benar menentukan titik kordinat di lapangan hijau, mereka bisa langsung memberi-kan masukan yang dikerjakan te-mannya.

Penampang koordinat di lapangan hijau dari tali rafia menjadi hasil karya siswa. Artinya, media pembelajaran dibuat dan dipakai sendiri oleh siswa secara berkelompok. Guru hanya

memfasilitasi pembuatan penampang kordinat dengan memberikan fasilitasi berupa pendampingan yang berupa perintah untuk membuat penampang, pengadaan tali rafia beserta penambat talinya, mengukur jarak antara kordinat satu dengan lainya. Pelaksanaan teknis di lapangan dikerjakan sendiri oleh siswa secara berkelompok.

Asyik Menghitung Koordinat

Menghitung koordinat di luar kelas, membuat belajar Matematika menjadi lebih menyenangkan.

Berita dari Provinsi Hal 13

Media Komunikasi SMP dan MTs Edisi 11/ September 2011

SELAMA ini Drs. Gati Wibowo Kepala SMPN 2 Grobogan merasa lebih nyaman melakukan pembelajaran searah, lantaran tanpa harus melakukan persiapan ini itu, ribetlah. Pendek kata, langsung tancap gas sesuai skenario sang sutradara, pembelajaran berjalan dengan dominasi guru full, sementara siswa sebagai pendengar sampai last menit.

“Begitu yang saya terapkan dengan perasaan lega keluar ruang kelas dalam hati berguman, kan materi sudah disampaikan sesuai target, waktu dan materi. Terbersit kegelisahan dalam benak saya mengenai pemahaman siswa yang sudah saya sampaikan, apalagi bekal siswa yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari” kata pak Gati mengenang.

Dalam pembelajaran searah atau non-dialogis, guru tampak aktif namun siswa tidak demikian. Kenyataan yang ditemui sebagai berikut: tidak terlibat pembahasan, respon siswa tidak terungkap, eksplorasi pemikiran siswa belum ada, interaksi siswa belum terjadi, partisipasi siswa dalam materi belum nampak, bisa ditebak kemudian siswa hanya mengandalkan pendengaran. Pada akhirnya siswa pun mudah lupa terhadap materi yang sudah disampaikan.

Setelah mengikuti pelatihan DBE3 dan menerapkan pembelajaran yang kooperatif, apa yang terjadi? Respon siswa luar biasa dan mulai antusias dari awal sampai akhir, terjadi interaksi guru dengan siswa baik klasikal maupun kelompok bahkan siswa mendapatkan bimbingan saat kerja kelompok.

SMPN 2 Grobogan Tinggalkan Pembelajaran Searah

Demikian juga interaksi antar siswa, siswa saling bertukar pendapat dan menghargai perbedaan dalam menyelesaikan pekerjaan yang dikerjakan bersama-sama.

“Saat saya mengamati diskusi kelompok siswa tentang menawar harga barang di toko Swalayan, siswa mampu menjawab tentang keunggulan yang diperoleh saat berbelanja di pasar swalayan. Mereka berkesempatan untuk mendapatkan aneka barang sesuai dengan merek, ukuran dan harga

yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan dan uang yang kita miliki. Hasil diskusi ini menunjukkan siswa telah mempersiapkan pengalaman sebagai hasil praktik saat berdiskusi. Tentu, hal ini lebih baik daripada sekedar menjelaskan transaksi pasar swalayan,” urai Pak Gati.

Siswa pun merasa puas saat hasil pekerjaannya diterima dan dihargai oleh siswa lain. Demikian pula, siswa lain tidak malu saat ingin mengetahui lebih lanjut mengenai pembelajaran. Mencari solusi dari permasalahan yang ditemui saat pembelajaran bersama-sama siswa menunjukkan ekpresi kepuasan setiap siswa yang terlibat. Metode pembelajaran searah cenderung mendorong siswa untuk terpaku pada pemikiran guru, tetapi usai pelatihan DBE 3 saya belajar untuk mengajak siswa berpikir lebih kreatif dan kritis.

“Saya mengajak semua guru di sekolah untuk melakukan hal yang sama. Sekarang pembelajaran searah sudah ditinggalkan SMPN 2 Grobogan. Pembelajaran yang membangun dialog kritis antara siswa dan guru sudah dibudayakan,” katanya lagi

Seting kelas di SMPN 2 Grobogan telah mendukung proses belajar yang mendorong interaksi antar siswa.

Mendorong interaksi antar siswa dalam pembelajaran dapat membuat siswa terlatih dalam berpikir kreatif dan kritis.

Berita dari Provinsi Hal 14

Media Komunikasi SMP dan MTs Edisi 11/ September 2011

HASIL penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan Misri Prihatin, guru SMPN 6 Blora menunjukkan karya kunjung sangat efektif dalam meningkatkan hasil belajar Matematika. PTK yang dilakukan dengan dua siklus tersebut juga memperlihatkan peningkatan aktivitas siswa dalam pembelajaran. Hasil PTK siklus pertama, rata-rata aktivitas siswa adalah 69%. Hasil belajarnya rata-rata

Karya Kunjung Efektif untuk Tingkatkan Hasil Belajar

61.08 . Pada siklus kedua hasilnya aktivitas siswa rata-rata 75% dan hasil belajarnya rata- rata 63.55. Bila dibdaningkan pada nilai awal, rata-rata nilai ulangan siswa adalah 57.20, maka terdapat kenaikan 11,1%. “Dari hasil PTK

ini dapat disimpulkan bahwa aktivitas dan hasil belajar siswa dengan pembelajaran karya kunjung dapat meningkat,” kata Bu Misri yang melakukan PTK berkolaborasi dengan Dra. Sumarwati, M.Pd dosen UNS.

Adapun cara melaksanakan pembelajaran karya kunjung sebagai berikut: 1. Guru membagi siswa dalam

kelompok-kelompok belajar,

membagikan LK, dan meminta siswa menyiapkan alat-alat yang diperlukan untuk mengerjakan LK.

2. Guru membimbing masing-masing kelompok berdiskusi dalam menyelesaikan LKS dan menuliskan hasilnya pada kertas manila.

3. Setiap kelompok menunjuk 2 anggotanya sebagai wakil kelompok untuk mempresentasikan hasil karya kelompok ke kelompok lain dan meminta kelompok lain menanggapinya (karya kunjung).

4. Setelah kembali ke kelompok asal hasil karya disempurnakan sesuai masukan, dan perwakilan kelompok mempresentasikan hasil karyanya.

5. Guru memberikan umpan balik atas kegiatan diskusi kelas.

6. Setiap kelompok mengumpulkan hasil kerjanya dan menilai hasil kerja kelompok.

7. Guru memberi penghargaan pada kelompok terbaik dan memberikan Latihan secara Individu

8. Penutup, siswa melakukan refleksi.

Karya kunjung dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

M. AMIN, S.Pd distrik fasilitator Boyolali menciptakan pembelajaran yang membuat siswa mampu memecahkan masalah yang berkaitan dengan kerucut, tabung dan bola dengan membuat menara masjid.

Cara membuat media: 1. Buatlah belahan bola dengan membelah bola berukuran sedang (mendekati + 3,5 cm)

2. Tentukan model tabung dengan kertas karton yang mempunyai ketentuan diameter sama dengan bola dan tinggi 14 cm.

3. Buatlah selimut tabung dari karton 4. Buatlah replikasi belahan bola yang sama dengan luas lingkaran.

Langkah pembelajarannya: 1. Siswa mendapatkan tugas tersebut di rumah. Perbandingan model dengan menara sesungguhnya 1:100. Dengan model yang dibuat siswa, diharapkan mendapatkan gambaran tentang menara yang dimaksud dalam LK.

2. Menentukan luas permukaan tabung sebagai dinding menara dengan menghitung luas selimutnya. Apabila

Membuat Menara Masjid siswa mengalami kesulitan menelaah media yang dibuat maka guru membimbingnya agar siswa memahami hubungan media dengan permasalahan dalam LK.

3. Menentukan luas setengah bola sebagai kubah dari menara dengan menghitung luas dua lingkaran yang telah dibuatnya. Untuk menentukan luas permukaan menara maka siswa diharapkan menggabungkan luas selimut tabung dengan luas dua lingkaran tersebut.

4. Mendata bahan dan jasa yang akan digunakan, kemudian menghitung biaya per satuan barang dan jasa. Setelah itu, menghitung biaya barang dan jasa keseluruhan.

5. Dalam LK diberikan data yang kompleks, sekiranya siswa mengalami kesulitan maka dapat dibimbing untuk memilih bahan sederhana.

6. Variasi hasil diskusi (variasi jawaban) siswa dipastikan terjadi sehingga hal ini diharapkan akan menjadi prediksi positif bagi guru. Hal ini juga menjadi

sumber belajar bagi siswa karena siswa dapat membandingkan alternatif jawaban dari suatu permasalahan.

7. Penilaian akan difokuskan terhadap ketepatan penulisan data, yaitu pendataan barang dan jasa yang akan digunakan dan ketepatan perhitungan anggaran yang tersedia.

Hal 15 Berita dari Provinsi

Jawa Timur

Media Komunikasi SMP dan MTs Edisi 11/ September 2011

Menjadikan Siswa sebagai Pusat Pembelajaran

S ejak bermitra dengan DBE3, banyak sudah perubahan yang terlihat di SMPN 2 Tanjunganom Kabupaten Ngan-

juk. Perlahan namun pasti, perubahan itu mulai menampak-kan wujudnya. Dari perubahan fisik, tempat duduk siswa sudah berubah menjadi berkelompok. Kelas pun sekarang sudah semarak dengan pajangan hasil karya siswa. Hasil dari kegiatan pembelajaran siswa tak lupa disimpan dalam map yang digantung di dinding kelas, sehingga perkembangan siswa dapat terpantau.

Pada saat proses belajar mengajar, terlihat para guru telah mengajukan pertanyaan tingkat tinggi. Menurut sebagian siswa yang ditemui, dengan adanya perubahan ini, pembela-jaran menjadi lebih menyenangkan. Dengan model pembela-jaran aktif seperti ini, mereka dapat lebih leluasa mengemu-kakan ide-ide mereka dengan bebas, tanpa merasa takut. Perubahan ini jelas bukan hasil kerja perseorangan, me-lainkan membutuhkan komitmen bersama dari seluruh unsur di sekolah. Kepala sekolah juga telah berkomitmen untuk mengalokasikan biaya dalam anggaran sekolah guna mendu-kung peningkatan mutu pembelajaran.

Selain perubahan diatas, menurut Kepala Sekolah SMPN 2 Tanjunganom, Drs. Soedjono, ada perubahan lain yang juga positif. Setelah sekolah mengaplikasikan model pembelajaran ala DBE3, guru-guru makin inovatif dalam menyampaikan materi ajar, sehingga kegiatan belajar mengajar di kelas men-jadi lebih menarik. Disamping itu, guru-guru di sekolah ini juga sudah mengaplikasikan pemanfaatan media pembelajaran yang murah, sederhana dan kontekstual serta mengintegrasi-kan TIK dalam menunjang proses pembelajaran di kelas.

SMPN 2 Tanjunganom, Nganjuk

Mengajarkan Siswa Berperilaku Baik lewat Good Manner Book

TERINSPIRASI oleh salah satu buku yang di hibahkan oleh DBE3 kepada SMN 1 Camplong, Bu Diah Wulansari guru bahasa Inggris mengajak siswanya untuk memproduksi buku hasil karya mereka sendiri. GOOD MANNER BOOK adalah tema yang di angkat dalam pembelajaran yang saat itu difasilitasinya.

Pertama-tama guru memberikan beberapa contoh kalimat yang mengarah pada tingkah laku yang baik (brush your teeth before sleeping, use your right hand when you’re eating, turn off the light when you sleep, etc). Kemudian siswa diajak untuk menemukan tingkah laku yang baik yang mereka lakukan dalam kehidupan sehari-hari dan mencoba menterjemahkannya dalam bahasa inggris.

Menantang siswa untuk menggunakan media bahan bekas, karton atau kertas dan koran bekas sebagai bahan dasar mereka untuk produksi, buku pertama mereka benar-benar merupakan karya yang luar biasa. Banyak juga pelajaran baru yang mereka dapatkan dari sesama teman karena setiap siswa disarankan untuk menghasilkan GOOD MANNER yang tidak sama satu dengan lainnya.

1

Buku Good Manner hasil karya siswa (Gambar 1 dan 2). Siswa sedang membuat buku Good Manner (Gambar3).

2 3

SMPN 2 Tanjunganom sudah merubah pembelajarannya menjadi kooperatif agar siswa menjadi lebih kreatif dan aktif dalam mengikuti pelajaran.

Hal 16 Berita dari Provinsi

Adopsi Pembelajaran DBE3 untuk Aktifkan Siswa SMP Kristen Petra Sidoarjo

Kegiatan replikasi yang telah diikuti oleh guru-guru di sekolah ini ternyata telah menginspirasi mereka untuk mengimplementasikannya ke dalam pembelajaran di kelas, karena terbukti dengan pembelajaran seperti ini siswa menjadi lebih aktif dan kreatif (Gambar 1, 2 dan 3). Kini siswa juga terbiasa menghasilkan karya yang dapat dipakai sebagai sumber belajar, seperti tampak pada gambar nomor 4, sebuah puisi hasil karya siswa kelas 7.

1

2 3 4

Media Komunikasi SMP dan MTs Edisi 11/ September 2011

Bahasa Inggris adalah salah satu pelajaran kesukaan Harsipah, siswa kelas IX SMPN 1 Sing-gahan, Tuban. Ia menuliskan pengalamannya usai menunjukkan kemampuannya pada acara Pameran Inovasi Pembelajaran DBE3 yang diselenggarakan di

daerahnya. BAHASA Inggris adalah pelajaran yang paling menye-

nangkan. Aku paling senang saat mendapat materi tentang storytelling, atau menceritakan sebuah cerita dengan disertai gerakan tubuh, ekspresi dan suara yang berbeda-beda sesuai dengan karakter yang dimainkan. Dalam memainkan peran, kita bebas berekspresi, bergerak atau apapun, asalkan masih berkaitan dengan cerita itu. Apabila ceritanya sedih kita harus sebisa mungkin menangis. Seperti ketika aku memain-kan lakon Asal Mula Air Terjun Nglirip. Dalam lakon ini aku memainkan banyak sekali karakter. Dari seorang putri, pan-geran, raja hingga prajurit. Banyak sekali kesulitan yang kute-mui saat berperan dalam cerita ini.

Misalnya saja, ketika harus berperan menjadi seorang pra-jurit yang sedang marah-marah, wow…sulit sekali, it’s very difficult. Tetapi ada yang lebih sulit lagi. Ketika aku harus berperan sebagai Putri Nglirip. Aku harus bisa menangis ter-sedu-sedu. Tetapi aku pantang menyerah. Setiap hari aku terus berlatih dan terus berlatih, dimanapun dan kapanpun aku berada. Memang lelah, tetapi itu tak masalah bagiku, hingga akhirnya aku benar-benar bisa menangis. Caraku un-tuk bisa menangis dalam membawakan cerita itu adalah den-gan menghayati cerita tersebut. Yang lebih menggembirakan

Asyiknya Belajar Bahasa Inggris melalui Storytelling

Aku saat memainkan lakon Asal Mula Air Terjun Nglirip pada acara Pameran Inovasi Pembelajaran DBE3.

lagi adalah saat aku berhasil memainkan peran itu di depan para penonton dan membuat mereka bertepuk-tangan.

Berita dari Provinsi Hal 17

Media Komunikasi SMP dan MTs Edisi 11/ September 2011

Aktifkan Siswa dengan Lembar Kerja yang Menantang

ciri, jenis, dan bahasanya. Keempat, saya dan siswa bersama-sama menentukan hasil karya terbaik selanjutnya saya pun memberikan penguatan tentang pentingnya memahami iklan baris dan fungsi kita belajar iklan baris bagi kehidupan

mereka kelak. Sebelum selesai, saya pun meminta para siswa untuk menuliskan refleksi tertulis terhadap proses pembelajaran yang sudah diikuti. Ini saya lakukan agar dapat mengetahui siswa yang tertarik dengan proses pembelajan yang saya lakukan dan bagaimana penilaian pribadi mereka terhadap pembelajaran.

Saya baca satu persatu refleksi yang ditulis siswa saya. Saya yang awalnya pesimis dengan pola pembelajar yang akan saya lakukan di kelas IX ternyata berubah menjadi optimis bahwa pembelajar yang selama ini dikembangkan, yaitu pembelajaran kooperatif dan pemakaian LK yang menantang sekaligus inspiratif mampu menjawab tantangan pembelajaran di kelas IX. Saat ini, saya tidak khawatir lagi menggunakan pola pembelajaran apa saja di kelas IX tentu saja saya pun tak boleh melupakan permintaan siswa tentang pembahasan soal-soal yang berkaitan dengan SKL UN. Mereka pun juga tak lagi protes dengan apa yang saya lakukan.

untuk diidentifikasi berdasarkan ciri-ciri, jenis dan bahasanya (LK I).

Kedua, tiap-tiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya. Sementara kelompok yang lain memberikan masukan. Berdasarkan presentasi dan masukan dari masing-masing kelompok maka saya dan para siswa menyimpulkannya. Ketiga, masing-masing siswa saya berikan (LK II) yang berisi beberapa gambar. Tugas mereka secara individu adalah membuat sebuah iklan baris berdasarkan gambar yang tersedia dengan mempertimbangkan ciri penulisan, jenis iklan baris dan bahasa yang digunakan. Setelah semua selesai mengerjakan, tiap-tiap kelompok menempelkan hasil karyanya pada sebuah kertas. Kemudian tiap-tiap siswa memberikan komentar pada tiap-tiap karya yang perlu dikomentari dengan berpanduan pada

Mengajar di kelas IX merupakan tantangan tersendiri bagi seorang guru. Apalagi bila ingin menerapkan model

pembelajaran kooperatif yang menyenangkan dengan menggunakan lembar kerja (LK) yang menantang.

Bagaimana tidak? Sering kali seorang guru kelas IX dihadapkan dengan

pembelajaran yang mengarah pada pembahasan soal-soal yang berkaitan

dengan ujian nasional (UN). Bertolak dari hal itulah Nanang

Syafii, S.Pd distrik fasilitator Kabupaten Tuban, bertekad tetap memfasilitasi

pembelajaran kooperatif yang menyenangkan di kelas IX dengan

membuat LK yang menantang. Berikut catatan pengalamannya.

SALAH satu contoh KD yang

diajarkan dengan pola pembelajaran kooperatif dan LKyang menantang adalah KD 4.1 Menulis Iklan Baris Dengan Bahasa Yang Singkat, Padat dan Jelas. Secara garis besar langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut.

Pertama, saya menjelaskan tentang tujuan dan indikator KD tersebut. Lalu saya membentuk kelompok yang beranggotakan 4-5 siswa kemudian membagikan contoh-contoh iklan baris

Lembar kerja yang memicu anak untuk berpikir dapat membuat pembelajaran menjadi menantang dan siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran.

Contoh Lembar Kerja KD 10.1. Menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan pendapat dalam diskusi disertai bukti/ alasan ilustrasi. SAAT PARA MUSLIMAH BERGAYA Saat ini perkembangan fashion melaju dengan pesatnya. Terutama untuk para remaja. Entah sadar atau tidak, banyak para remaja yang berpakaian tidak lagi sesuai dengan tuntunan Islam. Misalnya saja ada seorang remaja putri yang memakai jilbab tetapi berbaju dan bercelana ketat. Ada juga para remaja laki-laki yang memakai celana di bawah pinggang sehingga sering menampakkan celana dalam dan perutnya. Kemukakan pendapatmu tentang ilustrasi di atas disertai dengan alasan yang logis!

Berita dari Provinsi Hal 18

Sulawesi Selatan Pembelajaran ini memanfaatkan

plastik mika tembus pandang yang berwarna-warni. Budiman, S.Pd., M.Pd Guru IPA SMPN 1 Tellilem-poe, Sidrap, membuat media ini dengan menggunting plastic mika

dengan bentuk mirip bunga matahari. Ia menyebutnya media ini sebagai Bunga Terawang Warna.

Media ini digunakan untuk membe-lajarkan siswa tentang materi persi-langan pada kelas IX semester ganjil

untuk KD 2.2. Mendeskripsikan konsep pewarisan sifat pada

makhluk hidup. Media ini saya rancang sebagai alternatif pengganti media Kancing

Genetika yang menurut saya kurang memberi pengalaman

nyata bagi siswa. MEMULAI pembelajaran ini,

siswa diantarkan tentang berbagai fenomena pewarisan sifat yang umum dijumpai di lingkungan

sekitarnya. Hal ini, dilakukan dengan membagikan sebuah gambar dan foto silsilah sebuah keluarga yang terdiri atas bapak dan ibu beserta 3 orang anaknya. Salah satu dari ketiga anaknya memiliki ciri fisik yang sangat berbeda dengan kedua orang tuanya dan kedua saudaranya. Pertanyaan kritis yang saya ajukan kepada mereka: mengapa hal tersebut bisa terjadi?

Untuk mencari jawaban atas pertanyaan tersebut, saya meminta siswa bekerja kelompok dan melakukan eksprimen PERSILANGAN MONOHIBRID untuk sifat persilangan dominan dan intermediat. Di sini saya memfasilitasi siswa menggunakan media Bunga Terawang Warna itu. Kegiatan ekprimen siswa terdiri atas dua jenis kegiatan. Kegiatan pertama yaitu melakukan persilangan dengan sifat dominan, dan kegiatan kedua, melakukan persilangan dengan sifat intermediat. Untuk persilangan dengan sifat dominan digunakan guntingan bunga berwarna merah dan bunga warna putih (kembang

warna bening), sementara untuk persilangan sifat intermediat digunakan guntingan bunga berwarna merah dan kuning.

Prinsip pemanfaatan media ini adalah: (1) guntingan bunga dianggap mewakili satu sifat/gen (haploid) dari sebuah tanaman, tentunya didasarkan pada warnanya (misalnya: bunga merah membawa sifat merah, bunga putih membawa sifat putih, dsb.). (2) guntingan-guntingan bunga ini kemudian saling dipasang-pasangkan setelah sebelumnya digabung dan diacak. Di sini saya membinging siswa mengamati setiap

pasangan yang terbentuk, mengamati pembauran warnanya dengan cara menerawangnya menghadap sumber cahaya. Setiap warna yang terbentuk dianggap sebagai sifat keturunan. Dan terbentuk dari sebuah persilangan, sehingga sebuah keturunan tanaman (diploid) merupakan gabungan dari dua guntingan bunga dengan masing-masing sifatnya (haploid + haploid = diploid).

Manfaat menggunakan media ini, siswa mendapatkan pemahaman yang utuh tentang prinsip-prinsip pewarisan sifat. Jauh dari jawaban hayalan siswa seperti pada saat masih memanfaatkan Kancing Genetika. Selain itu, media Bunga Terawang Warna ini mengantar siswa lebih memahami tentang kejadian sesungguhnya. Media ini juga berbiaya murah. Selamat mencoba.

Media Komunikasi SMP dan MTs Edisi 11/ September 2011

Memahami Fakta Genetik Lewat Bunga Terawang Warna

Sifat merah (haploid) Sifat putih (haploid) Pembauran sifat setelah ditera-

wang hanya memunculkan sifat

merah (diploid)

Sifat merah (haploid) Sifat kuning (haploid) Pembauran sifat memunculkan

sifat baru jingga (diploid)

Contoh persilangan sifat dominan.

Contoh persilangan sifat intermediat

Melalui media bungan terawang siswa dapat dengan mudah memahami fakta genetik yang selama ini meruapakan kon-sep yang sulit dalam pembelajaran IPA

Berita dari Provinsi Hal 19

Media Komunikasi SMP dan MTs Edisi 11/ September 2011

KETERBATASAN fasilitas yang dimiliki sekolahnya tidak membuat Dra. Siti Nasrah, Kepala SMP YP PGRI Maka-sar berhenti melakukan inovasi. Sejak bermitra dengan DBE3 pada tahun 2008, ia konsisten menerapkan semua program yang dikembangkan DBE3. ”Kami merasakan hasil positif dari pendampingan DBE3. Sekarang kami terbiasa menerapkan metoda pembelajaran yang merangsang siswa untuk meme-cahkan persoalan dalam kelompok kecil. Hasilnya sangat efektif dalam meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. Hal itu membuat kami terinspirasi untuk selalu melakukan inovasi walaupun dengan keterbatasan yang kami miliki,” papar Ibu Nasrah.

Sekolah ini menggunakan bangunan yang digunakan se-cara bersama dengan dua sekolah lainnya. Pagi hari diguna-kan SMP YP PGRI Makasar, Siangnya digunakan SMP PGRI 3 Makasar dan SMA PGRI Makasar. SMP YP PGRI Makasar memiliki dua belas rombongan belajar. Jumlah siswa dalam satu kelas juga cukup besar. “Rata-rata jumlah siswa per ke-las mencapai 47 siswa. Untuk menciptakan ruangan yang lebih lega dan memberi kesempatan kepada siswa untuk ber-interaksi, kami menyusun kursi dengan bentuk U. Hal ini terbukti efektif untuk memberikan akses siswa dalam bela-jar,” katanya lagi.

Kelas yang digunakan secara bersama terkadang mem-berikan kendala tersendiri. Seringkali hasil kreasi siswa yang dipajangkan di kelas besoknya hilang atau rusak. Tetapi hal itu tidak membuat para guru dan siswa berhenti mengem-bangkan kreativitas. Buktinya, di semua kelas berbagai pajan-gan hasil kreasi siswa menghiasi dinding kelas.

Keterbukaan juga menjadi ciri khas dari sekolah yang ditunjuk Bank Indonesia sebagai salah satu sekolah model dalam implementasi program pemanfaatan uang dengan me-nabung. Walaupun 95% gurunya adalah honorer tetapi ke-mampuan mereka dalam memfasilitasi pembelajaran aktif cukup efektif. ”Peningkatan mutu, kesejahteraan, dan pen-yediaan fasilitas pembelajaran menjadi prioritas kami. Saat ini sekolah juga memfasilitasi para guru untuk memiliki laptop. Caranya dengan memberikan pinjaman tanpa bunga untuk membeli laptop,” kata Bu Nasrah.

Dengan memiliki laptop, lanjut Bu Nasrah, para guru dibiasakan untuk mengakses informasi melalui jaringan inter-net yang disediakan sekolah. “Dengan guru terbiasa meng-gunakan laptop dan akses internet, harapannya guru selalu mengikuti perkembangan terbaru dan dapat membudayakan pembelajaran yang memanfaatkan ICT,” ujar Bu Nasrah.

Masyarakat juga memberikan kepercayaan yang tinggi pada sekolah. Walaupun sekolah swasta tetapi setiap tahun sekolah harus menyeleksi dan menolak lebih dari separuh siswa yang mendaftarkan diri. ”SMP YP PGRI memiliki komit-men yang tinggi untuk meningkatkan mutu dan kami selalu terbuka dengan pembaharuan,” kata Bu Nasrah

Berikut adalah beberapa inovasi yang dilakukan:

• Memfasilitasi semua guru mendapatkan pelatihan DBE 3.

• Memprioritaskan anggaran sekolah untuk peningkatan mutu, kesejahteraan guru, dan kebutuhan pembelajaran.

• Aktif melakukan kerjasama dengan instansi atau lembaga seperti perpustakaan daerah dalam program siswa dan guru membaca, serta bekerjasama dengan Bank Indonesia dalam program ekstra kurikuler pemanfaatan uang dengan menabung.

• Membuat jam membaca yang memanfaatkan koleksi buku perpustakaan dengan difasilitasi seorang guru.

• Memfasilitasi semua guru memiliki laptop dengan membe-likannya lebih dulu dan guru mencicilnya ke sekolah.

Lampaui Keterbatasan dengan Inovasi

Seluruh kelas telah disetting untuk mendorong siswa belajar secara kooperatif, dan semua guru menerapkan proses belajar yang membuat siswa belajar aktif secara bermakna.

Mendorong siswa untuk kreatif sudah menjadi budaya dalam pembelajaran seluruh mata pelajaran.

Memanfaatkan Permainan Sudoku untuk Belajar Bilangan Bulat

BU Nur Khamimah S.Pd memanfaatkan permainan Sudoku untuk membelajarkan Bilangan Bulat di MTs Brawijaya. ”Dengan cara ini siswa menjadi sangat termotivasi. Mereka asyik bermain-main dengan bilangan bulat,” ceriita bu Nur.

Caranya, siswa secara berpasangan diminta untuk menyu-sun angka 1 – 9 pada kotak-kotak. Kotak soal Sudoku berupa susunan kotak 9 x 9. Kotak soal tersebut terbagi atas Sembi-lan kotak parsial (3 x 3). Beberapa angka telah diisikan pada kotak-kotak tertentu yang telah pilih guru. Tugas siswa ada-lah mengisi kotak-kotak kosong dengan angka 1 – 9.

Syaratnya, tidak boleh ada pengulangan angka dalam satu baris, dalam satu kolom dan dalam satu kotak parsial, dengan waktu hanya 5 menit. Bagi siswa yang tidak berhasil menyele-saikannya akan mendapatkan hukuman, yaitu dengan meng-hafal perkalian bilangan bulat.

Siswa sangat termotivasi untuk berlomba menyelesaikan permainan tersebut. Dari 10 kelompok, 6 kelompok dapat menyelesaikan tepat waktu dan 4 kelompok masih gagal. Ini menunjukkan bahwa momok matematika sebagai pelajaran yang paling sulit terpatahkan, karena siswa seperti sedang bermain.

Praktik yang Baik Hal 20

Inovasi Pendidikan diterbitkan oleh DBE3 dan didanai oleh USAID untuk mendokumentasikan dan menyebarkan inovasi serta praktik-praktik yang baik yang terkait dengan pendidikan dasar. Jika anda ingin berkontribusi, silakan kirim artikel berikut foto ke

[email protected].

KOMPETENSI speaking tidak bisa dicapai dengan mengandal-kan pertemuan di kelas saja.

Untuk itu Bu Indah Ekiyanti Listi-yaningsih, guru MTsN Klaten, Jawa Tengah mengembangkan

program tugas terstruktur berupa “Buku Saku: English in

Practice”.

Jurus Sakti Buku Saku “English In Practice”

lan pencapaian tujuan belajar. Untuk itu Saya juga menyiapkankriteria penca-paian tujuan dalam sebuah instrumen penilaian.

Tugas berupa buku saku ini ternyata menginspirasi dan memotivasi anak-anak untuk belajar yag lebih baik. Mereka dapat menuangkan potensi kretifitasnya dalam buku saku tersebut secara maksimal. Selain itu, dengan tugas Buku Saku tersebut, guru dapat membangun beberapa karakter penting seperti kemandirian dan tanggung jawab pribadi dalam belajar serta kedisiplinan.

Pembiasaan ini menumbuhkan rasa suka dan nyaman dalam belajar Bahasa Inggris di kelas. Rasa suka tersebut juga saya tanamkan lewat yel yel yang se-lalu kami ucapkan ketika mengawali kegiatan pembelajaran. Jika saya atau siswa berteriak,” English……”, maka yang lain akan menyahut,” I like it. I love it.” Itulah sedikit pengalaman saya dalam memfasilitasi siswa belajar lebih bermakna bagi siswa dan pada saat yang sama membangun karakter penting siswa.

Buku saku tersebut berisi Ungka-pan-ungkapan dan kosa kata ba-hasa Inggris dalam kehidupan se-hari-hari dan terutama ungkapan yang dipakai selama proses KBM baik di dalam lingkungan ma-drasah ataupun di luar madrasah. Contoh dari isi buku saku terse-but seperti Greeting, In the Class-room, In the Teacher Office, In the Mosque, dan sebagainya. Buku ini ternyata sangat membantu ke-mampuan speaking siswa. Buku saku tersebut tidak di cetak tetapi dibuat sendiri oleh siswa dengan menuliskan semua ungkapan dan kosakata baru yang

mereka temukan. Siswa juga diminta untuk menuliskan artinya. Jika yang dicantumkan berupa kosa kata maka siswa harus menuliskan transcript cara mengucapkannya. Siswa diwajibkan hafal dengan apa yang telah mereka tulis di Buku Saku dan dapat meng-gunakannya dalam percakapan dan ko-munikasi sehari-hari.

Setiap bulan siswa mengumpulkan buku saku tersebut untuk pengontro-

Buku Saku yang dibuat siswa.

Dengan permainan sudoku ini, siswa dapat belajar bilangan bulat dengan lebih mudah. Selain itu, melalui media ini mem-buat suasana belajar menjadi lebih menyenangkan.