lapsus fix.docx

62
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Demam berdarah dengue/ dengue hemorrhagic fever merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Asia tropik termasuk Indonesia. 1 Beberapa dekade terakhir ini, insiden demam dengue menunjukkan peningkatan yang sangat pesat diseluruh penjuru dunia. Sebanyak dua setengah milyar atau dua perlima penduduk dunia beresiko terserang demam dengue dan sebanyak 1,6 milyar (52%) dari penduduk yang beresiko tersebut hidup di wilayah Asia Tenggara. WHO memperkirakan sekitar 50 juta kasus infeksi dengue tiap tahunnya. 1 Di Indonesia penyakit DBD masih merupakan masalah kesehatan karena masih banyak daerah endemic. Daerah endemic pada umumnya merupakan sumber penyebaran penyakit ke wilayah lain. Setiap kejasian luar biasa (KLB) DBD umumnya dimulai dengan peningkatan jumlah kasus diwilayah tersebut. Untuk membatasi penyebaran penyakit DBD dibutuhkan gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang terus-menerus, pengasapan (fogging), dan larvasidasi. 2 Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Indonesia menempati urutan 1

Upload: anonymous-fidnrzg6

Post on 15-Feb-2016

90 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPSUS FIX.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Demam berdarah dengue/ dengue hemorrhagic fever merupakan penyebab

utama morbiditas dan mortalitas di Asia tropik termasuk Indonesia.1 Beberapa dekade

terakhir ini, insiden demam dengue menunjukkan peningkatan yang sangat pesat

diseluruh penjuru dunia. Sebanyak dua setengah milyar atau dua perlima penduduk

dunia beresiko terserang demam dengue dan sebanyak 1,6 milyar (52%) dari

penduduk yang beresiko tersebut hidup di wilayah Asia Tenggara. WHO

memperkirakan sekitar 50 juta kasus infeksi dengue tiap tahunnya.1

 Di Indonesia penyakit DBD masih merupakan masalah kesehatan karena

masih banyak daerah endemic. Daerah endemic pada umumnya merupakan sumber

penyebaran penyakit ke wilayah lain. Setiap kejasian luar biasa (KLB) DBD

umumnya dimulai dengan peningkatan jumlah kasus diwilayah tersebut. Untuk

membatasi penyebaran penyakit DBD dibutuhkan gerakan pemberantasan sarang

nyamuk (PSN) yang terus-menerus, pengasapan (fogging), dan larvasidasi.2

Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah

tanah air. Indonesia menempati urutan tertinggi kasus DBD tahun 2010 di

Asean, dengan jumlah kasus 156.086 dan kematian 1.358 orang. Di Rektorat Jenderal

Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PP dan PL kemkes RI),

melaporkan kasus DBD tahun 2011 di Indonesia menurun dengan jumlah kasus

49.486 dan jumlah kematian 403 orang. Di idonesia kasus DBD pertama kali terjadi

di Surabaya pada tahun 1968. Penyakit DBD ditemukan di 200 kota di 27 provinsi

dan telah terjadi KLB akibat DBD.1,2

Demam Berdarah Dengue terutama menyerang kelompok umur balita sampai

dengan umur 15 tahun, baik laki-laki maupun perempuan. Kejadian Luar Biasa(KLB)

biasanya terjadi di daerah endemis ( kawasan berkembangnya penyakit tertentu) dan

berkaitan dengan datangnya musim penghujan. Di Indonesia penyakit ini mulai

1

Page 2: LAPSUS FIX.docx

menyerang beberapa minggu setelah datangnya musim penghujan. Endemi mencapai

angka tertinggi pada sebulan setelah curah hujan mencapai puncak tertinggi untuk

kemudian menurun sejalan dengan menurunnya curah hujan. KLB di Indonesia

umumnya terjadi mulai Oktober-April. Ketika DBD mulai mewabah di suatu

wilayah, kerapkali menimbulkan kepanikan dalam masyarakat. Instansi kesehatan

seperti Rumah Sakit, puskesmas dan klinik kewalahan menangani pasien.3,4

Jumlah Kabupaten/Kota yang terjangkit Demam Berdarah Dengue Provinsi

Sulawesi Selatan pada tahun 2008-2011 ada 24 kab/kota. Pada tahun 2008 yang

terjangkit DBD 21 kab/kota dengan persentase 87,50%, pada tahun 2009 meningkat

menjadi 22 kab/kota dengan persentase menjadi 91,67%, pada tahun 2010 yang

terjangkit DBD ada 21 kab/kota dengan persentase 87,50%, dan pada tahun 2011

yang terjangkit DBD 20 kab/kota dengan persentase 83,33%.5

Pada tahun 2014, jumlah penderita DBD di seluruh wilayah di Kota Makassar

ada 273 kasus dengan angka kesakitan/IR= 19,6 per 100.000 penduduk di antaraya

terdapat 11 kasus kematian karena DBD, jumlah tersebut meningkat dibandung tahun

2013 dan 2014 sebanyak 75 dan 86 kasus dengan angka kesakitan 6,3 per 100.000

penduduk dan terdapat 4 kematian. Kejadian Luar Biasa (KLB) demam berdarah

yang terjadi di Makassar tahun 2014 berlokasi di Puskesmas Kecamatan Antang

Kecamatan Manggala dengan 39 korban.5

Di Puskesmas Cendrawasih Kecamatan Mamajang sendiri saat ini sudah

dilaporkan 15 kasus anak yang telah menderita DBD dan sebagian besar

mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit.

Penyakit DBD mempunyai perjalanan yang sangat cepat dan sering terjadi

fatal karena banyak pasien yang meninggal akibata penanganannya yang terlambat.

Demam berdarah dengue (DBD) disebut juga dengan dengue hemoragic fever (DHF),

dengue fever (DF), demam dengue (DD) dan dengue shock syndrome (DSS).2

Penyakit DBD sampai saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan

masyarakat di Indonesia yang cenderung meningkat jumlah pasien dan semakin luas

2

Page 3: LAPSUS FIX.docx

penyebarannya. Hal ini karena masih tersebarnya nyamuk Aedes aegypthi di seluruh

pelosok tanah air.1,4

1.2 Tujuan Dan Manfaat Studi Kasus

Prinsip pelayanan dokter keluarga pada pasien ini adalah menatalaksana masalah

kesehatan dengan memandang pasien sebagai individu yang utuh terdiri dari unsur

biopsikososial, serta penerapan prinsip pencegahan penyakit promotif, preventif,

kuratif dan rehabilitatif. Proses pelayanan dokter keluarga dapat lebih berkualitas bila

didasarkan pada hasil penelitian ilmu kedokteran terkini (evidence based medicine).

1.2.1 Tujuan Umum

Tujuan dari penulisan laporan Studi Kasus ini adalah untuk dapat menerapkan

pelayanan dokter keluarga secara holistik pada pasien DBD dengan mengidentifikasi

faktor risiko dan masalah klinis serta prinsip penatalaksanaan pasien DBD

berdasarkan kerangka penyelesaian masalah pasien.

1.2.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui cara penegakan diagnosis klinis DBD di fasilitasi pelayanan

primer.

b. Mengidentifikasi diagnose psikososial pada pasien DBD.

c. Mengetahu terapi DBD dengan pendekatan holistic pada fasilitas pelayanan

dokter primer.

d. Mengetahui dan melakukan pengendalian DBD dalam hal ini pengobatan

maupun pencegahan DBD.

1.2.3. Manfaat Studi Kasus

1. Bagi Institusi pendidikan.

Dapat dijadikan acuan (referensi) bagi studi kasus lebih lanjut sekaligus

sebagai bahan atau sumber bacaan di perpustakaan.

3

Page 4: LAPSUS FIX.docx

2. Bagi Penderita (Pasien).

Menambah wawasan akan DBD yang meliputi proses penyakit dan

penanganan menyeluruh DBD sehingga dapat memberikan keyakinan untuk

tetap berobat secara teratur.

3. Bagi tenaga kesehatan.

Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemerintah

daerah dan instansi kesehatan beserta paramedis yang terlibat di dalamnya

mengenai pendekatan diagnosis holistik penderita DBD.

4. Bagi Pembelajar Studi Kasus (Mahasiswa)

Sebagai pengalaman berharga bagi penulis sendiri dalam rangka memperluas

wawasan dan pengetahuan mengenai evidenve based dan pendekatan

diagnosis holistik DBD serta dalam hal penulisan studi kasus.

1.3 Indikator Keberhasilan Tindakan

Indikator keberhasilan tindakan setelah dilakukan penatalaksanaan pasien

dengan prinsip pelayanan dokter keluarga yang holistik dan paripurna, berbasis

evidence based medicine adalah:

1. Kepatuhan penderita datang berobat di layanan primer (Puskesmas) sudah

teratur.

2. Perbaikan dapat dievaluasi setelah pengobatan fase intensif selesai dengan

didapatkan.

3. Meningkatnya trombosit dalam darah dan menurunnya demam pasien secara

signifikan.

4. Gejala lain seperti lemas, muntah, perdarahan, sakit sendi sudah tidak lagi

dirasakan oleh pasien.

5. Pemeriksaan fisik tidak didapatkan rumpee leede test yang positif.

6. Keluarga memahami denagn baik akan penyakit penderita dalam hal ini

mengenai penyebab, faktor yang menjadi penyebabnya, pengobatannya dan

4

Page 5: LAPSUS FIX.docx

bersedia melakukan upaya penanggulangan dan pemberantasan vektor

nyamuk Aedes aegypti.

7. Keterlibatan petugas Puskesmas yang intensif dalam penanggulangan DBD.

Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa penilaian keberhasilan

tindakan pengobatan didasarkan pada penderita yaitu hasil pemeriksaan darah rutin,

fisik, dan klinis, keluarga yaitu memahami dan melakukan penanggualangan dan

pemberantasan vektor nyamuk.Kesembuhan DBD yang baik akan memperlihatkan

meningkatnya jumlah trombosit , adanya perbaikan klinis, dan menghilangnya gejala,

serta tidak terjadinya penyakit yang sama didalam keluarganya lagi.

5

Page 6: LAPSUS FIX.docx

BAB II

ANALISIS KEPUSTAKAAN BERDASARKAN KASUS

2.1. Kerangka Teoritis

Gambaran Penyebab DBD

Faktor pengetahuan

Gigitan nyamuk Aedes aegypti

Betina yang terinfeksi Kompleks Antigen Antibodi

Gizi

Kepadatan hunian Faktor sosial ekonomi

Faktor resiko Demam Berdarah Dengue Mekanisme DBD

2.2. Demam Berdarah Dengue

2.2.1 Definisi

Demam berdarah dengue merupakan suatu penyakit demam akut yang

disebabkan oleh virus dengue. Virus ini dibawa oleh vektor penyakit (nyamuk Aedes

aegypti) dengan masaa tunas (inkubasi) 1-7 hari. Penyakit ini seringkali berakibat

fatal dan berat, dimana kematian terjadi 40%-50% penderita dengan syok.3,4

2.2.2 Epidemiologi

a. Epidemiologi berdasarkan distribusi orang

1) Umur

Penderita DBD yang tercatat selama ini, tertinggi pada kelompok

umur >15 tahun (95%), sekarang mengalami pergeseran dengan adanya

6

PEJAMU PEKA

INFEKSIDEMAM

BERDARAH DENGUE

Page 7: LAPSUS FIX.docx

peningkatan proporsi penderita DBD pada kelompok umur 15-44 tahun,

sedangkan proporsi penderita kelompok umur >45 tahun sangat rendah. 6

2) Jenis Kelamin

Bila dilihat distribusi kasus berdasarkan kelamin, pada tahun 2008,

persentase laki-laki dan perempuan hamper sama. Hal ini menggambarkan

bahwa resiko terjadinya DBD tidak tergantung jenis kelamin.7

3) Status Gizi

Status gizi sangat berpengaruh terhadap status kesehatan manusia

karena zat gizi mempengaruhi kinerja berbagai system dalam tubuh.

Status gizi yang rendah lebih sering terkena penyakit DBD.6

b. Epidemiologi berdasarkan distribusi tempat

Dalam 50 tahun terakhir, kasus meningkat 30 kali lipat dengan

peningkatan ekspansi geografis ke Negara-negara baru dan dalam decade ini,

dari kota ke lokasi pedesaan. Peneritanya banyak ditemukan di sebagian besar

wilayah tropis dan subtropics, terutama Asia Tenggara, Amerika Tengah,

Amerika, dan Karibia.7

Kepadatan penghuni adalah perbandingan jumlah penghuni dengan

luas rumah dimana berdasarkan standar kesehatan adalam 10 m2 per penghuni,

semakin luas lantai rumah maka semakin tinggi pula keklayakan hunian

sebuah rumah. Dari hasil beberapa penelitian penelitian, hunian rumah yang

padat merupakan resiko terjadinya penyakit DBD yang tinggi disbandingkan

dengan hunian rumah yang tidak padat.8

c. Epidemiologi berdasarkan distribusi waktu

Berdasarkan pengamatan terhadap Indeks Curah Hujan (ICH) yang

dihubungkan dengan kenaikan jumlah kasus DBD, maka daerah yang ICH

yang tinggi perlu waspada sepanjang tahun, sedangkan daerah yang terdapat

musim kemarau maka kewaspadaannya terhadap DBD dimulai saat masuk

musim hujan , namun ini bila faktor-faktor resiko lain telah dihilangkan/tidak

ada.7

7

Page 8: LAPSUS FIX.docx

2.2.3 Etiologi

Demam berdarah ( DHF ) disebabkan oleh virus dengue. Virus Dengue

termasuk dalam kelompok B arthropode-borne virus (arbovirus) dan sekarang

dikenal dengan genus flavivirus, famili Flaviviridae.Di Indonesia sekarang telah

dapat diisolasi 4 serotipe yang berbeda namun memiliki hubungan genetik satu

dengan yang lain, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4.Ternyata DEN-2 dan

DEN-3 merupakan serotipe yang paling banyak sebagai penyebab.(2) Keempat

serotype ini ditemukan di Indonesia, namun DEN-3 merupakan serotype terbanyak.9

Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup

terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe

yang lain. Disamping itu urutan infeksi serotipe merupakan suatu faktor risiko karena

lebih dari 20% urutan infeksi virus DEN-1 yang disusul DEN-2 mengakibatkan

renjatan, sedangkan faktor risiko terjadinya renjatan untuk urutan virus DEN-3 yang

diikuti oleh DEN-2 adalah 2%.10

Di dalam tubuh manusia, virus bekembangbiak dalam sistem

retikuloendothelial dengan target utama adalah APC (Antigen Presenting Cells)

dimana pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel Kupfer di

sinusoid hepar.10

8

Page 9: LAPSUS FIX.docx

Gambar 2.1. Virus Dengue dengan TEM Micrograph

Virion virus dengue mempunyai diameter kira-kira 50 nm. Genom flavivirus

mempunyai panjang kira-kira II kb ( kilo basses ), dan urutan genom lengkap dikenal

untuk mengisolasi ke4 serotip, megkode untuk nukleokapsid atau protein ini ( c ),

protein yang berkaitan dengan membran ( m ), dan protein pembungkus ( e ), dan

tujuh gen protein non struktural ( ns ). Domain-domain bertanggung jawab untuk

netralisasi, fusi dan interaksi dengan reseptor virus berhubungan dengan protein

pembungkus.11

Vektor Virus Demam Berdarah

Virus-virus Dengue ditularkan oleh nyamuk-nyamuk dari famili Stegomya,

yaitu Aedes aegypti, Aedes albopticus, Aedes scuttelaris, Aedes polynesiensis dan

Aedes niveus. Di Indonesia Aedes aegypti dan Aedes albopticus merupakan vektor

utama.Keempat virus telah ditemukan dari Aedes aegypti yang terinfeksi. Spesies ini

dapat berperan sebagai tempat penyimpanan dan replikasi virus.10

Kedua spesies nyamuk tersebut termasukke dalam Genus Aedes dari Famili

Culicidae.Secara morfologis keduanya sangat mirip, namun dapat dibedakan dari

strip putih yang terdapat pada bagian skutumnya.Skutum Ae. aegypti berwarna hitam

9

Virus Dengue

Page 10: LAPSUS FIX.docx

dengan dua strip putih sejajar di bagian dorsal tengah yang diapit oleh dua garis

lengkung berwarna putih. Sedangkan skutum Ae. albopictus yang juga berwarna

hitam hanya berisi satu garis putih tebal di bagian dorsalnya.6

Gambar 2.2. Nyamuk Aedes aegypti.

Nyamuk Aedes aegypti merupakan anggota dari phylum arthropoda , kelas

insecta atau hexapoda (mempunyai enam kaki) , subklas pterygota (mempunyai

sayap), divisi endopterygota atau holometabola (mempunyai sayap di bagian dalam

denganmetamorfosanya lengkap) , ordo diptera (hanya mempunyai sepasang sayap

depan sedangkan sepasang sayap bagianbelakang rudimenter dan berubah

fungsisebagai alat keseimbangan atau halter),subordo nematocera, family culicidae,

subfamily culicinae dan genus Aedes.12

Nyamuk ini dikenal juga sebagai Tiger mosquito atau Black White Mosquito

karena tubuhnya mempunyai ciri khas berupa adanya garis–garis dan bercak bercak

putih keperakan di atas dasar warna hitam. Dua garis melengkung berwarna putih

keperakan di kedua sisi lateral serta dua buah garis putih sejajar di garis median dari

punggungnya yang berwarna dasar hitam.Mulut nyamuk termasuk tipe menusuk dan

mengisap ( rasping – sucking) , mempunyai enam stilet yaitu gabungan antara

mandibula, maxilla yang bergeraknaik turun menusuk jaringan sampai menemukan

10

Page 11: LAPSUS FIX.docx

pembuluh darah kapiler dan mengeluarkan ludah yang berfungsi sebagai cairan racun

dan antikoagulan.12

Infeksi dari salah satu serotif virus dengue ini akan menghasilkan imunitas

sepanjang hidup terhadap infeksi ulang oleh serotipe yang sama, tetapi hanya menjadi

perlindungan sementara dan partial terhadap serotipe-serotiipe yang lain. Virus

dengue menunjukan banyak karakteristik yang sama dengan flavivirus lain,

mempunyai genom RNA rantai tunggal yang dikelilingi oleh nukleokapsid

ikosahedral dan terbungkus oleh selaput lipid.6

Penyebaran penyakit Aedes Aegypti ini dibatasi oleh ketinggian. Nyamuk

Aedes Aegypti merupakan vektor yang paling efisien bagi virus-virus dengue yang

merupakan kelompok aerbovirus. Sebab nyamuk ini sangat antropofilik dan hidupnya

dekat dengan manusia.13

Nyamuk Aedes Aegypti ini hidup berkembang biak pada tempat-tempat

penampungan air bersih yang tidak langsung berhubungan dengan tanah, seperti : 13

a. Bak Mandi / WC

b. Tempat Minuman Burung dalam sangkar

c. Air tandon

d. Air dalam Tempayan / gentong yang tidak ditutup rapat.

e. Kaleng-kaleng bekas yang dapat menampung air

f. Ban-bban bekas yang dapat menampung air

Di indonesia nyamuk Aedes Aegypti tersebarluas diseluruh pelosok tanah

air baik dikota-kota maupun didesa-desa, kecuali diwilayah yang ketinggiannya >

1000 m diatas permukaan air.13

Perkembangan nyamuk Aedes Aegypti dari telur hingga dewasa

memerlukan waktu sekitar 10-12 hari. Hanya nyamuk betina yang menggigit dan

menghisap darah serta memilih darah manusia untuk mematangkan telurnya.

Sedangkan nyamuk jantan tidak bbisa menggigit atau menghisap darah, melainkan

hidup dari sari bunga tumbuh-tumbuhan. Umur nyamuk Aedes Aegypti betina

11

Page 12: LAPSUS FIX.docx

berkisar antara 2 minggu sampai 3 bulan rata-rata 0,5 bulan, tergantung dari suhu

kelembapan udara disekelilingnya.11

Kemampuan terbang nyamuk ini berkisar antara 40-100 m dari tempat

berkembang biaknya. Tempat istirahat yang disukainya adalah benda-benda yang

tergantung yang ada dirumah. Seperti gorden, kelambu, dan baju atau pakaian

dikamar yang gelap dan lembab.11

Kepadatan nyamuk ini akan meningkat pada musim hujan, dimana terdapat

banyak genangan air bersih yang dapt menjadi tempat berkembangnya nyamuk Aedes

Aegypti. Selain nyamuk aedes Aegypti,penyakit demam berdarah dapat ditularkan

oleh nyamuk Ae Albopictus, yang kurang berperan dalam menyebarkan penyakit

demam berdarah, jika dibandingkan dengan nyamuk Aedes Aegypti. Hai ini dikarena

nyamuk Ae Albopictus hidup dan berkembangbiak dikebun atau semak-semak,

sehingga lebih jarang kontak denagn manusia dibandingkan dengan nyamuk Aedes

Aegypti yang berada di dalam rumah manusia dan sekitar rumah.11

2.2.4. Patogenesis

Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih

diperdebatkan. Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa

mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan

sindrom renjatan dengue.14

Respon imun yang berperan dalam patogenesis DBD adalah:14

a. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses

netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus

dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau

makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent enchancement (ADE);

b. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan dalam

respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1

akan memproduksi interferon gamma, IL2 dan limfokin, sedangkan TH2

memproduksi IL4, IL5, IL6 dan IL10; c. Monosit dan makrofag berperan

12

Page 13: LAPSUS FIX.docx

dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi. Namun proses fagositosis

ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh

makrofag; d. Selain itu, aktivasi komplemen oleh kompleks imun

menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.

Gambar 2.3. Patofisiologi perdarahan pada DBD

Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous

infection yang menyetakan bahwa DBD terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus

dengue dengan tipe yang berbeda. Infeksi yang pertama kali dapat memberikan gejala

sebagai DD. Re-infeksi menyebabkan reaksi anamnesik antibodi sehingga

mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.1,2,14

Virus akan bereplikasi di nodus limfatikus regional dan menyebar ke jaringan

lain, terutama sistem retikuloendoteal dan kulit secara bronkogen maupun

hematogen.2 Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Hanstead dan

peneliti lain: menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi

makrofag yang memfagositosis kompleks virus antibodi non netralisasi sehingga

13

Page 14: LAPSUS FIX.docx

sehingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadi infeksi makrofag oleh virus dengue

menyebabkan aktivasi T helper dan T sitotoksisk sehingga diproduksi limfokin dan

interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi

berbagai mediator inflamasi seperti TNFα, IL1, PAF (platelet activating factor), Il6

dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi

kebocoran plasma.1 Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh kompleks

virus-antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.14

Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme: 1. Supresi

susmsum tulang dan 2. Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran

sumsum tulang pada fase awal infeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan hiposeluler

dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan

proses hematopoesis termasuk megakariopoesis. Kadar trombopoetin dalam darah

pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan

terjadinya stimulasi trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan

fragmen C3g, terdapat antibodi VD, konsumsi trombosit selama proses koagulopati

dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme

gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang

merupakan pertanda degranulasi trombosit.14

Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang

menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya

koagulopati konsumtif pada DBD stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada DBD

terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik. Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi

faktor Xia namun tidak melalui aktivasi kontak.14

2.2.5 Faktor Resiko

Secara garis besar kejadian DBD dipengaruhi oleh faktor individu (host),

virus (agent) yang dibawa oleh nyamuk dan epidemiologi. Faktor individu meliputi

umur, jenis kelamin, ras, status gizi, adanya infeksi lain dan respon penderita

terhadap virus. Dari aspek epidemiologi DBD dipengaruhi oleh banyaknya orang

14

Page 15: LAPSUS FIX.docx

yang rentan terhadap DBD, kepadatan vektor, sirkulasi virus dan endemisitas

wilayah. Sedang faktor agent meliput keganasan (virulence) dan jenis virus

(serotype).11,13

Beberapa faktor yang diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi

perkembangbiakan virus dengue yaitu : 1). Vektor : perkembangbiakan vektor,

kebiasaan mengigit, kepadatan vektor dilingkungan, transportasi vektor dari satu

tempat ke tempat lain; 2). Penjamu : terdapatnya penderita dilingkungan/keluarga,

mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin; 3). Lingkungan :

curah hujan, suhu, sanitasi, dan kepadatan penduduk.14

Berkaitan dengan pengendalian nyamuk sebagai vektor pembawa virus

dengue, terdapat empat komponen yang mempengaruhi keberadaan nyamuk yaitu:

jenis nyamuk (Aedes aegypti, Aedes albopictus), perilaku manusia/host (kebiasaan

menguras tempat penampungan air, kebiaan menggantung pakaian), lingkungan fisik

(tempat penampunhan air, ketinggian tempat, iklim dan tata guna tanah), lingkungan

biologis (tanaman sekitar rumah, tanaman hias, pemeliharaan ikan) dan lingkungan

kimiawi (penggunaan pestisida dan abatisasi).11

2.2.6 Gambaran Klinis

Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik atau dapat

berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau

sindrom syok dengue (SSD).14

Pada umumnya pasien mengalami fase demam yang selama 2-7 hari, yang

diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak

demam, akan tetapi mempunyai resiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat

pengobatan tidak adekuat.14

2.2.7 Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

15

Page 16: LAPSUS FIX.docx

Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)

ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT PCR, namun karena

teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang mendekati adanya antibodi

spesifik terhadap dengue berupa antibodi total, IgM maupun IgG.14

Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam

dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit

dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran

limfosit plasma biru.14

Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain:14

1. Leukositosis: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui

limfositosis relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma

biru (LPB) >15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan

meningkat.

2. Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari 3-8

3. Hematokrit: kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan

hematokrit ≥ 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke 3

demam.

4. Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau

FDP pada keadaan dicurigai terjadi pendarahan atau kelainana pembekuan

darah.

5. Protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma

6. SGOT/SGPT: dapat meningkat

7. Ureum, kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal

8. Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan

9. Golongan darah dan cross match: bila akan diberikan transfusi darah atau

komponen darah

10. Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan Ig G terhadap dengue.

IgM: terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke3 menghilang

setelah 60-90 hari.

16

Page 17: LAPSUS FIX.docx

IgG: pada infeksi primer, igG mulai terdeteksi pada hari ke 14, pada infeksi

sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke 2.

Uji HI: dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta aat pulang dari

perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.

NS 1 : antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama sampai

hari kedelapan. Sensitivitas antigen NS 1 sampai 63%-93,4% dengan

spesifisitas 100% sama tingginya dengan spesifisitas gold standard kultur

virus. Hasil negatif dari NS 1 tidak menutup kemungkinan menyingkirkan

adanya infeksi virus dengue.

Pemeriksaan Radiologis

Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi

apabila terjadi permbesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua

hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus

kanan. Asites dan efusi pleura dapat dideteksi dengan USG.14

2.2.8 Diagnosis

Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari),

timbul gejala prodromal yang tidak khas seprti: nyeri kepala, nyeri tulang belakang

dan perasaan lelah.14

Demam Dengue (DD)

Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih

manifestasi klinis sebagai berikut:14

Nyeri kepala

Nyeri retroorbital

Mialgia/atralgia

Ruam kulit

Manifestasi perdarahan (peteki atau uji bendung positif)

17

Page 18: LAPSUS FIX.docx

Leukopenia dan pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan pasien

DD/DBD yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.

Demam Berdarah Dengue (DBD)

Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal di bawah

ini dipenuhi:14

Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bifasik

Terdapat minimal satu dari manifestasi pendarahan berikut:

o Uji bendung positif

o Peteki, ekimosis atau purpura

o Pendarahan mukosa (tersering epiktaksis atau pendarahan gusi)

o Hematemesis atau melena

Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ul)

Terdapat minimal satu tanda plasma leakage (kebocoran plasma). Sebagai

berikut:

o Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai dengan

umur dan jenis kelamin

o Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan,

dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya

o Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites atau

hipoproteinemia

Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD adalah

pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma.14

DERAJAT PENYAKIT14

Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue

18

Page 19: LAPSUS FIX.docx

DD/DBD Deraja

t

Gejala Laboratorium

DD Demam disertai 2 atau lebih

tanda: sakit kepala, nyeri

retroorbital, mialgia, atralgia

Leukopenia

Trombositopenia (-)

Serologi dengue Positif

DBD I Gejala di atas ditambah uji

bendung positif

Trobositopenia

Adanya kebocoran

plasma

DBD II Gejala di atas ditambah

pendarahan spontan

Trobositopenia

Adanya kebocoran

plasma

DBD III Gejala di atas ditambah

kegagalan sirkulasi (kulit dingin

dan lemah serta gelisah)

Trobositopenia

Adanya kebocoran

plasma

DBD IV Syok berat disertai dengan

tekanan darah dan nadi tidak

terukur

Trobositopenia

Adanya kebocoran

plasma

Tabel.2.1. Klasifikasi Derajat Penyakit DBD

2.2.9 Diagnosis Banding

Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaiaan

klinis dengen demam tifoid, campak, influenza, chikunguya dan leptospirosis.14

2.2.10 Penatalaksanaan

Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi

kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan

sebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD

19

Page 20: LAPSUS FIX.docx

dirawat diruang perawatan biasa, tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi

diperlukan perawatan intensif. 15

2.2.11 Pencegahan

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya,

yaitu nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan

menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu :15

1. Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi

tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan

perbaikan desain rumah. Yaitu dengan gerakan 3M Plus :

Menguras bak mandi/penampungan air, sekurang-kurangnya sekali

seminggu.

Menutup dengan rapat tempat penampungan air.

Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah

dan lain sebagainya.

Plus : Memangkas pohon-pohon yang daun lebar.

2. Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan

jentik (ikan adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14).

3. Kimiawi

Cara pengendalian ini antara lain dengan:

Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion),

berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu

tertentu.

Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan

air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.

20

Page 21: LAPSUS FIX.docx

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan

mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan 3M Plus, yaitu menutup,

menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara

ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur,

memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent, memasang

obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dll sesuai dengan kondisi setempat.14

2.2.12 Peranan Keluarga Dalam Penanggulangan DBD

Duvall ( 1985) menyatakan bahwa keluarga adalah sekumpulan orang yang

dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan menciptakan

dan mempertahankan budaya, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional

dan sosial dari tiap anggota. Undang-Undang No.10 tahun 1992 menyatakan bahwa

keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri dan anak

atau ayah, ibu dan anak. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1998)

menyebutkan bahwa keluarga adalah unit terkecil dari suatu masyarakat yang tediri

dari kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat

di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.

Tugas kesehatan keluarga dalam upaya pencegahan dan penanggulangan

DBD :

1. Harus mampu mengenal masalah yang berkaitan dengan penyakit DBD,

keluarga dapat mengenal masalah DBD dengan beberapa cara seperti

penyuluhan dari petugas kesehatan, informasi dari majalah ataupun

peran aktif keluarga untuk mencari tahu informasi mengenai DBD.

2. Harus mampu memutuskan tindakan yang tepat jika salah satu anggota

keluarga yang terkena penyakit DBD, keluarga harus dengan cepat

memutuskan tindakan yang tepat pada anggot keluarganya yang terkena

DBD dengan membawanya ke Rumah Sakit. Keputusan harus diambil

keluarga karena keluarga yang dapat memantau anggota keluarganya

yang terkena DBD.

21

Page 22: LAPSUS FIX.docx

3. Harus dapat menciptakan lingkungan yang sehat. Kemampuan keluarga

ini sangat erat kaitannya dengan pencegahan penyakit DBD karena

nyamuk penyebab DBD dapat berkembang biak di lingkungan rumah

yang tidak diperhatikan oleh keluarga. Keluarga dapat melakukan

tindakan 3 M pada lingkungan rumahnya untuk mencegah terjadinya

DBD.

Perilaku keluarga yang dimaksud dalam pencegahan DBD adalah

keterlibatan semua anggota keluarga baik tanggung jawab secara mental dan

emosional. Pengelolaan sarana yang diadakan agar tetap terjamin dan terpelihara

sehingga tidak menjadi tempat perkembangbiakan vektor penyakit DBD. Maironah

(2005) dan Yatim (2001) mengatakan bahwadalam melakukan pencegahan DBD

keluarga perlu memerlukan beberapa metode yang tepat diantaranya:

1. Lingkungan, metode ini digunakan untuk mengendalikan perkembangbiakan

nyamuk tersebut antara lain dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN),

melaksanakan gerakan 3 M Plus, menutup ventilasi dengan kasa.

2. Biologi, pencegahan DBD dengan metode biologi antara lain keluarga dapat

memelihara ikan pemakan jentik jika di rumah mereka terdapat kolam

3. Kimiawi, cara pencegahan DBD dengan menggunakan metode kimiawi antara

lain keluarga dapat memberikan bubuk abate pada tempat-tempat

penampungan air dengan dosis takaran 1 gram bubuk abate untuk 10 liter air.

4. Perilaku, memakai pakaian dengan lengan panjang untuk menghindari gigitan

nyamuk penyebab DBD, menghindari tidur siang, menggunakan kelambu saat

tidur, merapikan pakaian kotor yang bergantungan di balik pintu, memakai

lotion atau obat nyamuk lain pada saat tidur.

Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa cara yang paling efektif dalam

pencegahan dan penanggulangan DBD adalah dengan kegiatan pemberantasan sarang

nyamuk yaitu menguras, menutup dan mengubur serta tindakan lainnya seperti

memberikan bubuk abate, memasang obat nyamuk, dan melakukan pemeriksaan

jentik berkala.15

22

Page 23: LAPSUS FIX.docx

BAB III

METODOLOGI STUDI KASUS

23

Page 24: LAPSUS FIX.docx

3.1 Jenis Studi Kasus

Studi kasus ini menggunakan desain studi Kohort untuk mempelajari hubungan

antara faktor risiko dan efek (penyakit atau masalah kesehatan), dengan memilih

kelompok studi berdasarkan perbedaan faktor risiko. Kemudian mengikuti sepanjang

periode waktu tertentu untuk melihat berapa banyak subjek dalam masing-masing

kelompok yang mengalami efek penyakit atau masalah kesehatan untuk melakukan

penerapan pelayanan dokter layanan primer secara paripurna dan holistik terutama

tentang pendekatan diagnosis holistik penderita DBD di Puskesma Tabaringan pada

tahun 2015.

3.2 Lokasi dan Waktu melakukan Studi Kasus.

Studi kasus dilakukan pertama kali saat penderita datang berobat di puskesmas

Tabaringan pada tanggal 12 Agustus 2015. Selanjutnya dilakukan home visit untuk

mengetahui secara holistik keadaan dari penderita, home visit dilakukan 2 kali :

1. Tanggal 12 Agustus 2015

2. Tanggal 22 Agustus 2015

3.3 Pengumpulan data /informasi

Semua yang berkaitan dengan penyakit atau permasalahan kesehatan penderita

informasinya dikumpulkan dengan melakukan komunikasi personal dengan pasien

dan atau keluarganya dan analisis data.

3.4 Cara Pengumpulan data/informasi

Dilakukan dengan komunikasi personal dengan pasien/keluarganya secara

langsung dengan menggunakan pertanyaan what, why, who, where, when dan how.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

24

Page 25: LAPSUS FIX.docx

4.1. PENEGAKAN DIAGNOSIS

IDENTITAS PASIEN

Nama : An.SA

Umur : 12 tahun

Suku Bangsa : Makassar

Agama : Islam

Status Marital : Belum Kawin

Alamat : Jln. Gusung

ANAMNESIS

Pasien anak laki-laki berumur 12 tahun datang ke puskesmas dengan

keluhan demam yang dialami sejak 2 hari yang lalu, demam dirasakan terus-

menerus, menggigil tidak ada, keringat tidak ada,. Nyeri kepala ada sejak 3

hari yang lalu, nyeri belakang mata ada. Batuk tidak ada, sesak tidak ada.

Mual ada, muntah ada sejak 2 hari yang lalu, nyeri perut tidak ada.

Buang air kecil : lancar kesan cukup

Buang air besar : biasa kuning

Riwayat perdarahan hidung, gusi tidak ada

Riwayat buang air besar hitam tidak ada

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Pasien mengaku belum pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya

- Riwayat menderita demam tifoid tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga :

- Riwayat di keluarga menderita penyakit yang sama tidak ada

Riwayat Penyakit dilingkungan sekitar

- Riwayat di lingkungan sekitar ada yang menderita DBD

Riwayat Sosial Ekonomi :

Pasien berada di tingkatan sosial ekonomi bawah. Pasien masih

bersekolah di sekolah dasar. Pasien tinggal bersama ibu dan ayahnya.

PEMERIKSAAN FISIS

25

Page 26: LAPSUS FIX.docx

1. Keadaan Umum : sakit sedang

2. Vital sign

Kesadaran : Compos Mentis

GCS : 15

Tek. Darah : 90/60 mmHg

Frek. Nadi : 92 x/menit

Frek Pernapasan : 20 x/menit

Suhu : 38,6 C

BB : 27 kg

Tinggi Badan : 142 cm

3. Status Generalis :

- Kepala : Normocephal

- Mata : Konjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-),

Pupil bulat, isokor

- THT : Dalam Batas Normal

- Leher : Pembesaran KGB dan tiroid (-)

- Paru-paru

Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris kanan dan

kiri

Palpasi : fremitus taktil dan vokal simetris kanan dan

kiri

Perkusi : sonor seluruh lapang paru

Auskultasi : vesikuler kanan dan kiri, rhonki (-/-),

wheezing (-/-)

- Jantung

Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordis teraba di ICS V linea

midklavikula sinistra

26

Page 27: LAPSUS FIX.docx

Perkusi : batas jantung kanan ICS IV linea sternalis

dextra batas jantung kiri ICS V linea

midklavikula sinistra

Auskultasi : bunyi jantung I dan II normal, murmur(-)

- Abdomen

Inspeksi : simetris, datar, kelainan kulit (-), pelebaran

vena (-)

Auskultasi : bising usus normal

Palpasi : nyeri lepas (-), nyeri ketuk (-), hepatomegali

(-), spleenomegali (-)

Perkusi : timpani di semua lapang abdomen, nyeri

ketuk (-)

- Ekstremitas : akral hangat, edema (− −− − )

Petekie dan purpura (-)

Uji Rumpe Leede (+)

4. Status Lokalis : -

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang didapatkan dari pasien, dokter

menganjurkan untuk melakukan pemeriksaan NS1, dan hasil yang diperoleh

adalah NS1 (+). Dimana antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam hari

pertama sampai hari kedelapan. Sensitivitas antigen NS 1 sampai 63%-93,4%

dengan spesifisitas 100% sama tingginya dengan spesifisitas gold standard kultur

virus.

DIAGNOSA

27

Page 28: LAPSUS FIX.docx

Dari hasil anamnesis yang mengatakan pasien datang dengan keluhan utama

demam, pemeriksaan fisis telah dilakukan pemeriksaan uji rumpe leede dan

didapatkan peteki ,dan pemeriksaan NS 1 (+) maka pasien didiagnosa menderita

Demam Berdarah Dengue

4.2. DIAGNOSA PSIKOSOSIAL

Profil Keluarga

1. Karakteristik Keluarga

Tabel 1. Anggota keluarga yang tinggal serumah

No NamaKedudukan

dalam keluargaGender Umur Pendidikan Pekerjaan

1. Tn. HD Ayah kandung L 50 thn SMA Nelayan

2. Ny. NI Ibu kandung P 45 thn SMPIbu Rumah

Tangga

3. An. SA Pasien L 12 thnBelum tamat

SD-

2. Penilaian Status Sosial dan Kesejahteraan Hidup

a. Lingkungan tempat tinggal

Tabel 2 Lingkungan tempat tinggal

Status kepemilikan rumah : milik sendiri

Daerah perumahan : padat penduduk

Karakteristik Rumah dan Lingkungan Kesimpulan

Luas rumah : 8 x 6 m2 Keluarga An. SA tinggal di

rumah dengan kepemilikian

milik sendiri. An. SA tinggal Jumlah penghuni dalam satu rumah : 3 orang

28

Page 29: LAPSUS FIX.docx

dalam rumah yang tidak sehat

dengan lingkungan rumah

yang padat dan ventilasi yang

tidak memadai yang dihuni

oleh 3 anggota keluarga.

Dengan penerangan listrik 450

watt. Air PAM umum sebagai

sarana air bersih keluarga.

Luas halaman rumah : -

Rumah panggung

Lantai rumah dari : semen dan tanah

Dinding rumah dari : batu bata

Jamban keluarga : ada

Tempat bermain : tidak ada

Penerangan listrik : 450 watt

Ketersediaan air bersih : ada

Tempat pembuangan sampah : tidak ada

Hal lain yang berkenaan juga dapat dilihat dari:

Tempat-tempat yang dicurigai sebagai tempat perindukan nyamuk

Bak Air : Jentik Nyamuk Aedes aegypti (-)

Kaleng-kaleng bekas : Jentik Nyamuk Aedes aegypti (-)

Penampung Air lain : Jentik Nyamuk Aedes aegypti (-)

Tempat peristirahatan nyamuk : Masih terdapat pakaian yang digantung

sehingga memungkinkan nyamuk beristirahat

b. Kepemilikan barang – barang berharga

An. SA memiliki beberapa barang elektronik di rumahnya antara lain

yaitu, satu buah televisi berwarna yang terletak di ruang keluarga, satu kipas

angin yang terletak di ruang keluarga.

3. Perilaku terhadap Nyamuk

Dalam kesehariannya, dari wawancara yang kami lakukan diketahui bahwa pola

prilaku keluarga dan pasien sendiri terhadap nyamuk kurang baik, hal ini dapat

dinilai dengan :

a. Saat tidur tidak memakai kelambu

29

Page 30: LAPSUS FIX.docx

b. Saat tidur tidak menyalakan obat nyamuk/ elektrik pembunuh nyamuk

c. Mengenakan lengan panjang untuk menghindari gigitan

d. Menutup ventilasi dengan kasa

4. Penilaian Perilaku Kesehatan Keluarga

a. Tempat berobat

Apabila ada salah satu anggota keluarga yang sakit, mereka selalu

berobat ke puskesmas untuk mendapatkan terapi yang lebih baik untuk

kesembuhan penyakit mereka.

b. Balita : KMS

Anggota keluarga An.SA ada yang berusia balita sehingga memiliki

KMS.

c. Asuransi / Jaminan Kesehatan

Keluarga An.SA tergolong keluarga dengan status ekonomi rendah,

namun keluarga ini sudah memiliki asuransi jaminan kesehatan yaitu

Jaminan Kesehatan Masyarakat ( JAMKESMAS )

5. Sarana Pelayanan Kesehatan (Puskesmas)

Tabel 3 Pelayanan Kesehatan

Faktor Keterangan Kesimpulan

Cara mencapai pusat

pelayanan kesehatan

Kendaraan umum

An.SA berobat ke

Puskesmas dengan

mengendarai kendaraan

umum. Menurutnya

kualitas pelayanannya

dinilai memuaskan

sehingga pasien mau

datang kembali untuk

berobat.

Tarif pelayanan kesehatan Murah

Kualitas pelayanan

kesehatanMemuaskan

30

Page 31: LAPSUS FIX.docx

6. Pola Konsumsi Makanan Keluarga

a. Kebiasaan makan :

Keluarga An.SA makan sebanyak dua bahkan sekali sehari. Menu

makanan yang diterapkan dalam waktu makan mereka tidak pernah

menentu. Menu makanan mereka paling sering hanya makan nasi dengan

lauk tahu atau tempe, ikan (biasanya ikan bandeng) beserta sayuran.

Untuk makan ayam dan daging sangat jarang. Adapun makanan yang

dimakan oleh keluarga An.SA dimasak sendiri. Keluarga An.SA jarang

mengkonsumsi buah-buahan dan susu. Keluarga An.SA selalu

membiasakan diri untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah makan serta

merapikan dan membersihkan peralatan makan mereka setelah selesai

makan.

b. Menerapkan pola gizi seimbang :

Keluarga An.SA masih belum menerapkan pola gizi seimbang kepada

seluruh anggota keluarga karena keterbatasan ekonomi. Sehingga keluarga

ini jarang mengkonsumsi buah-buahan dan susu untuk asupan gizi yang

seimbang.

7. Pola Dukungan Keluarga

1. Faktor pendukung terselesaikannya masalah dalam keluarga

Mayoritas anggota keluarga An.SA peduli terhadap kesehatan. Untuk

An.SA sendiri yang telah didiagnosis terjangkit penyakit DBD, Seluruh

anggota keluarga senantiasa memberikan dukungan kepada An.SA agar

dapat sembuh dari penyakitnya dengan cara, ibunya selalu mengingatkan

pasien untuk minum obat secara rutin, minum air putih yang banyak,

makan teratur.

2. Faktor penghambat terselesaikannya masalah dalam keluarga

Adapun faktor-faktor yang menghambat dalam kesembuhan An.SA

antara lain jumlah ventilasi dan jumlah jendela yang tidak sesuai dengan

31

Page 32: LAPSUS FIX.docx

ketentuan rumah sehat sehingga siklus udara di dalam rumah yang sangat

minim, jarangnya membuka jendela rumah sehingga terasa lembab, rumah

tidak mendapat pencahayaan sinar matahari yang cukup, sehingga

membuat rumah menjadi gelap, terdapatnya banyak kaleng-kaleng yang

dapat menampung air sehingga dapat dijadikan tempat untuk berkembang

biaknya jentik-jentik penyebab demam berdarah, kebiasaan anggota

keluarga yang menggantung pakaiannya dan menumpuk pakaian yang

bersih sehingga dapat dijadikan tempat persembunyian nyamuk penyebab

demam berdarah, kondisi lingkungan sekitar rumah yang berada dalam

pemukiman padat penduduk, dan tingkat ekonomi keluarga yang cukup

rendah sehingga menyebabkan daya beli keluarga terhadap bahan-bahan

pokok makanan rendah, sehingga kualitas makanan yang dikonsumsi juga

rendah.

4.3. TERAPI DBD DENGAN PENDEKATAN HOLISTIK

TANGGAL INTERVENSI, DIAGNOSTIK HOLISTIK, DAN RENCANA

SELANJUTNYA

Pertemuan ke 1 : 12 Agustus 2015

Saat kedatangan yang pertama dilakukan beberapa hal yaitu :

1. Memperkenalkan diri dengan pasien.

2. Menjalin hubungan yang baik dengan pasien.

3. Menjelaskan maksud kedatangan dan meminta persetujuan pasien

4. Menganamnesa pasien, mulai dari identitas sampai riwayat psiko-sosio-

ekonomi dan melakukan pemeriksaan fisik.

5. Menjelaskan tujuan tindakan yang akan dilakukan dan mempersiapkan

alat yang akan dipergunakan.

6. Memastikan pasien telah mengerti tujuan prosedur pemeriksaan.

7. Meminta persetujuan pemeriksaan kepada pihak pasien.

8. Membuat diagnostik holistik pada pasien.

32

Page 33: LAPSUS FIX.docx

9. Mengevaluasi pemberian penatalaksanaan farmakologis. .

Anamnesa

Identifikasi permasalahan yang didapat dalam keluarga

1. Masalah dalam fungsi ekonomi dan pemenuhan kebetuhan

An.SA merupakan anak kedua dari tiga bersaudara yang masih duduk di

sekolah dasar, dan ayahnya bekerja sebagai nelayan dengan penghasilan

yang kurang dan bahakan tidak menentu. Dengan penghasilan ibunya

yang tidak tetap menyebabkan sulit untuk terpenuhinya kebutuhan rumah

tangga. Hal ini juga menyebabkan keluarga sulit untuk memenuhi

makanan yang bergizi.

2. Masalah lingkungan

Lingkungan tempat tinggal An.SA merupakan lingkungan yang padat

penduduk dan letak rumah yang satu dengan rumah yang lainnya saling

menempel. An.SA jarang membuka jendela rumahnya sehingga terasa

lembab. Dan juga rumah An.SA dibagian bawah terdapat kaleng-kaleng

bekas yang tidak terpakai, banyaknya pakaian yang digantung serta di

tumpuk yang dapat digunakan oleh nyamuk untuk berkembang biak

maupun untuk bersembunyi, sanitasi di lingkungan rumah An. SA sangat

buruk tidak masuk dalam lingkunagan yang sehat.

Diagnosis Holistik

Untuk melakukan diagnostik holistik yang komprehensif maka diperlukan

tinjauan dari beberapa aspek antara lain :

1. Aspek personal

Pasien datang berobat bersama ibunya di Puskesmas tabaringan

dengan keluhan demam. Hal ini dilakukan karena pasien terlihat sangat

lemas dan demamnya meninggi terus-menerus. Sehingga ibu pasien

khawatir bahwa demam yang dialami oleh pasien adalah bukan demam

33

Page 34: LAPSUS FIX.docx

yang biasa melainkan merupakan penyakit DBD. Dengan berobat ke

puskesmas pasien berharap penyakitnya dapat cepat sembuh.

2. Aspek klinik

Berdasarkan hasil anamnesa yang didapatkan pasien datang dengan

demam yang dialami sejak 3 hari yang lalu, demam terus-menerus, sakit

kepala ada, nyeri belakang orbita ada, mual ada, muntah ada, dan dari

pemeriksaan fisis didapatkan uji rumpe leede (+). Maka dari itu, dokter

menganjurkan untuk melakukan pemeriksaan NS1 yang ada di puskesmas

dan diperoleh hasil NS1(+). Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang, pasien didiagnosis dengan DBD grade I.

3. Aspek risiko internal

Penyakit DBD dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor internal antara

lain kebiasaan pasien, dan tingkat pendidikan, dan keadaan sosial

ekonomi.

Dilihat dari tingkat pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan

terhadap seseorang diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat

kesehatan. Untuk rumah An.SA disini termasuk rumah yang kurang sehat

dimana jumlah ventilasi dan jumlah jendela yang tidak sesuai dengan

ketentuan rumah sehat sehingga siklus udara di dalam rumah yang sangat

minim dan rumah tidak mendapat pencahayaan sinar matahari yang

cukup, banyaknya kaleng-kaleng dan gelas-gelas yang terdapat dibawah

rumah yang dapat menampung air hujan, banyaknya pakaian yang

dibiarkan tergantung dan tergeletak dilantai di dalam rumah. Dan juga

kurangnya pengetahuan tentang pentingnya menjaga kebersihan

lingkungan terutama mengenai pentingnya menguras bak mandi minimal

seminggu sekali, mengubur kaleng-kaleng bekas yang mungkin bisa

menjadi wadah perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti, menutup rapat

34

Page 35: LAPSUS FIX.docx

wadah penampungan air dan hindari mengaggantung pakian yang akan

menjadi tempat persembunyian nyamuk penyebab DBD.

Kemudian melihat kondisi ekonomi yang berkaitan erat dengan

pendidikan, keadaan sanitasi lingkungan, dan gizi. Kurangnya pendapatan

dapat menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi

konsumsi makanan sehingga akan mempengaruhi status gizi pasien. Pada

keluarga An.SA karena penghasilan yang kurang dan tidak menentu,

sehingga mereka kurang mendapatkan asupan gizi yang baik.

4. Aspek Resiko Faktor Eksternal

Terdapatnya orang yang menderita DBD yang tinggal disekitar rumah

pasien.

5. Aspek psikososial keluarga

Di dalam keluarga terdapat faktor-faktor yang dapat menghambat dan

mendukung kesembuhan pasien. Di antara faktor-faktor yang dapat

menghambat kesembuhan pasien yaitu, kurangnya pengetahuan keluarga

tentang penyakit yang diderita pasien, serta kurangnya kesadaran keluarga

untuk hidup sehat, dan keadaan sosial ekonomi yang kurang. Sedangkan

faktor yang dapat mendukung kesembuhan pasien yaitu, adanya dukungan

dan motivasi dari anggota keluarga baik secara moral dan materi untuk

An.SA.

6. Aspek fungsional

Secara aspek fungsional, sekarang pasien sedikit mendapatkan

kesulitan dan merasa kurang mampu dalam hal fisik dan mental untuk

melakukan aktifitas di dalam maupun di luar rumah, dikarenakan kondisi

tubuh pasien yang lemah.

35

Page 36: LAPSUS FIX.docx

4.4 PENGOBATAN DAN PENCEGAHAN DBD

A. PENATALAKSAAN

Paracetamol 500 mg 3x1

Vitamin C 2x1

Domperidon Syrup 3 x ½ cth

Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan

cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai

akibat perdarahan. Pada kasus ini dokter hanya memberikan terapi suportif (obat

penurun panas, vitamin dan obat muntah) dan meminta pasien untuk minum banyak

air putih untuk mencegah terjadinya kekurangan cairan.

B. ANJURAN

Istirahat cukup

Banyak minum air

Biasakan tidur menggunakan lotion anti nyamuk

Makan makanan bergizi untuk meningkatkan imunitas

C. PENCEGAHAN

1. Menutup rapat wadah penampungan air

2. Mengubur kaleng-kaleng bekas

3. Menutup ventilasi dengan kasa

4. Hindari menggantung pakaian yang menjadi tempat persembunyian

nyamuk

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu

nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan

menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu :

2. Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi

tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan

perbaikan desain rumah. Yaitu dengan gerakan 3M Plus :

36

Page 37: LAPSUS FIX.docx

Menguras bak mandi/penampungan air, sekurang-kurangnya sekali

seminggu.

Menutup dengan rapat tempat penampungan air.

Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah

dan lain sebagainya.

Plus : Memangkas pohon-pohon yang daun lebar.

2. Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan

jentik (ikan adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14).

3. Kimiawi

Cara pengendalian ini antara lain dengan:

Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion),

berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu

tertentu.

Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan

air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan

mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan 3M Plus, yaitu menutup,

menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara

ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur,

memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent, memasang

obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dll sesuai dengan kondisi setempat.

37

Page 38: LAPSUS FIX.docx

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil studi kasus DBD yang dilakukan di layanan primer

(PUSKESMAS) mengenai penatalaksanaan penderita DBD dengan pendekatan

diagnose holistik, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang

pasien didiagnosa menderita DBD.

2. Permasalahan yang didapat ditinjau dari beberapa fungsi diantaranya :

An.SA merupakan anak laki-laki yang berumur 12 tahun, dan masih

duduk di sekolah dasar, ayah dan ibunya, sedangkan ayah An.SA sebagai

kepala keluarga hanya bekerja sebagai nelayan dengan penghasilan yang

tidak tetap. Dengan penghasilan ayah An.SA yang tidak tetap

menyebabkan sulit untuk terpenuhinya kebutuhan rumah tangga. Hal ini

juga menyebabkan keluarga sulit untuk memenuhi makanan yang bergizi.

Lingkungan tempat tinggal An.SA merupakan lingkungan yang padat

penduduk dan letak rumah yang satu dengan rumah yang lainnya saling

menempel. An.SA jarang membuka jendela rumahnya sehingga terasa

lembab, dan juga pekerjaan ibu An.SA yang mengharuskan di bawah

rumah An.SA terdapat kaleng-kaleng bekas yang tidak terpai dan dapat

menampung air, serta kebiasaan dari anggota keluarganya sehingga

terdapat banyak baju yang digantung.

3. Diagnosis Holistik (multiaksial) :

- Aspek personal : Pasien berharap dengan datang berobat

ke PUSKESMAS maka keluhan yang dideritanya akan sembuh.

- Aspek klinik : DBD

- Aspek resiko internal :

38

Page 39: LAPSUS FIX.docx

Aspek risiko internal yang didapatkan pada pasien yaitu kebiasaan,

keadaan sosial ekonomi, dan lingkungan. Kurangnya pendapatan

dapat menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam

memenuhi konsumsi makanan sehingga akan mempengaruhi status

gizi pasien. Dan jumlah ventilasi dan jumlah jendela yang tidak

sesuai dengan ketentuan rumah sehat sehingga siklus udara di

dalam rumah yang sangat minim dan rumah tidak mendapat

pencahayaan sinar matahari yang cukup, banyaknya kaleng-kaleng

bekas yang berada dibawah rumah yang dikumpulkan, banyaknya

baju yang digantung serta ditumpuk.

- Aspek resiko eksternal

Di lingkungan tempat tinggalnya terdapat orang yang menderita

penyakiit yang sama yaitu DBD

- Aspek psikososial keluarga :

Kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit yang diderita

pasien, serta kurangnya kesadaran keluarga untuk hidup sehat, dan

keadaan sosial ekonomi yang kurang.

- Aspek Fungsional :

Pasien sedikit mendapatkan kesulitan dan merasa kurang mampu

dalam hal fisik dan mental untuk melakukan aktifitas di dalam

maupun di luar rumah, dikarenakan kondisi tubuh pasien yang

lemah.

5.2. Saran

1. Kepada anak yang menderita DBD agar selalu menjaga kesehatan,

kebersihan lingkungannya dan mengatur pola makan yang baik untuk

meningkatkan imunitas pasien.

39

Page 40: LAPSUS FIX.docx

2. Sebaiknya peranan keluarga dalam memelihara kesehatan dan lingkungan

sehat lebih ditingkatkan lagi dalam upaya pencegahan DBD terutama pada

keluarga dengan anak yang menderita DBD.

3. Sebaiknya dilakukan pencegahan penyakit DBD disekitar wilayah kerja

puskesmas dengan lebih intensif, terutama saat musim hujan.

4. Promosi kesehatan kepada masyarakat di wilayah kerja puskesmas

berkaitan dengan gaya hidup, sanitasi dan lingkungan sekitar akan sangat

membantu dalam penanggulangan penyakit DBD.

5. Pemerintah setempat sebaiknya memberikan perhatian lebih terhadap

masyarakat yang tinggal di wilayah-wilayah yang rentan terhadap

serangan penyakit DBD.

40

Page 41: LAPSUS FIX.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Hairani LK, Gambaran Epidemiologi Demam Berdarah di Indonesia. FKM UI. 2009

2. Widoyono, Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan Pemberantasannya Penyakit Tropis. EMS. Edisi kedua. 2011

3. Wahono TD, Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan:2004

4. Anggia SD. Gambaran Klinis Penderita Demam Berdarah Dengue yang dirawat di Bagian Ilmu penyakit dalam periode 1 Januari-31 Desember 2005. Pekanbaru,2006: 27-37

5. Sari S, Akmal, Haskas Y. Gambaran Keberdayaan Masyarakat Berdasarkan Pengetahuan Sikap, Tindakan, Lingkunagn. ISSN Volume 4 Nomor 3 :2014

6. Candra A. Demam Berdarah Dengue : Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor Risiko Penularan. Aspirator. 2010;2:110-9.

7. Fahmi UA. Dema Berdarah Dengue di Indonesia. Buletin Jendela Epidemiologi Volume 2 Tahun 2010.

8. Maria I, Ishal A, Selomon M. Faktor Resiko Demam Berdarah Dengue di Kota Makassar Tahun 2013. Hal 1-11.

9. Suhendro LN, Khie Chen, Herdiman T.Pohan. Demam Beerdarah Dengue. In: Aru W.Sudoyo Bs, Idrus Alwi, Marcellus Simadribata K, Siti Setiati, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Anak. V ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p. 2773-9.

10. Frans EH. Patogenesis Infeksi Virus Dengue. FK Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. 2010.

11. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue. Dalam Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III Edisi V. Editor : Sudoyo AW dkk. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta : 2007.

41

Page 42: LAPSUS FIX.docx

12. Bagus Uda Palgunadi AR. Aedes Aegypti Sebagai Vektor Penyakit Demam Berdarah Dengue. FK Universitas Wijaya Kusuma.

13. Lestari K. Epidemiologi dan pencegahan Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Farmaka. 2007 ; 5:12-29.

14. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue. Dalam Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III Edisi VI. Editor : Sudoyo AW dkk. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta : 2014.

15. Sanford JP. Infeksi Arbovirus dalam Harrison prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13. Volume 2. Jakarta : EGC, 1999 : 955-6.

42