prospek bioetanol dari sagu

11
PROSPEK BIOETANOL DARI SAGU (Metroxylon spp) SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI MINYAK TANAH Oleh : Gusmailina *) Abstrak Sagu (Metroxylon spp) merupakan salah satu komoditas hasil hutan bukan kayu (HHBK). Tumbuhan ini merupakan tumbuhan penghasil karbohidrat yang cukup tinggi dibanding dengan tanaman penghasil karbohidrat lainnya. Secara alami tumbuhan sagu tersebar hampir di setiap pulau atau kepulauan di Indonesia dengan luasan terbesar terpusat di Papua, sedangkan sagu semi budidaya terdapat di Maluku, Sulawesi, Kalimantan dan Sumatera. Tumbuhan ini merupakan asli Indonesia yang dapat dimanfaatkan sebagai energi mix atau sebagai pencampur premium dan pertamax (E) atau dalam kondisi tertentu dari mesin dapat digunakan secara penuh (E100). Bioetanol merupakan salah satu bahan bakar nabati yang saat ini menjadi primadona untuk mengggantikan minyak bumi. Minyak bumi saat ini harganya semakin meningkat, selain kurang ramah lingkungan juga termasuk sumber daya yang tidak dapat diperbaharui. Bioethanol bisa dijadikan pengganti bahan bakar minyak tanah. Selain hemat, pembuatannya bisa dilakukan di rumah sendiri dengan mudah, selain itu juga lebih ekonomis dibandingkan menggunakan minyak tanah. Tulisan ini mencoba menguraikan secara global tentang prospek sagu sebagai sumber bioetanol untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai pengganti minyak tanah. Kata kunci : sagu, bioetanol, energi, alternatif, minyak tanah. 1

Upload: gsmlina-r-panyalai

Post on 18-Jun-2015

1.031 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Prospek Bioetanol Dari Sagu

PROSPEK BIOETANOL DARI SAGU (Metroxylon spp) SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI MINYAK TANAH

Oleh : Gusmailina *)

Abstrak

Sagu (Metroxylon spp) merupakan salah satu komoditas hasil hutan bukan kayu (HHBK). Tumbuhan ini merupakan tumbuhan penghasil karbohidrat yang cukup tinggi dibanding dengan tanaman penghasil karbohidrat lainnya. Secara alami tumbuhan sagu tersebar hampir di setiap pulau atau kepulauan di Indonesia dengan luasan terbesar terpusat di Papua, sedangkan sagu semi budidaya terdapat di Maluku, Sulawesi, Kalimantan dan Sumatera. Tumbuhan ini merupakan asli Indonesia yang dapat dimanfaatkan sebagai energi mix atau sebagai pencampur premium dan pertamax (E) atau dalam kondisi tertentu dari mesin dapat digunakan secara penuh (E100).

Bioetanol merupakan salah satu bahan bakar nabati yang saat ini menjadi primadona untuk mengggantikan minyak bumi. Minyak bumi saat ini harganya semakin meningkat, selain kurang ramah lingkungan juga termasuk sumber daya yang tidak dapat diperbaharui. Bioethanol bisa dijadikan pengganti bahan bakar minyak tanah. Selain hemat, pembuatannya bisa dilakukan di rumah sendiri dengan mudah, selain itu juga lebih ekonomis dibandingkan menggunakan minyak tanah. Tulisan ini mencoba menguraikan secara global tentang prospek sagu sebagai sumber bioetanol untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai pengganti minyak tanah.

Kata kunci : sagu, bioetanol, energi, alternatif, minyak tanah.

======================================================================

*) Peneliti Utama pada Pusat Litbang Hasil Hutan, Bogor. Jl. Gunung Batu No 5. Telp/Fax : (0251) 8633378/ 8633413. email: [email protected]

1

Page 2: Prospek Bioetanol Dari Sagu

I. PENDAHULUAN

A. Potensi Sagu

Sagu (Metroxylon spp) merupakan salah satu komoditas hasil hutan bukan kayu (HHBK).

Tumbuhan ini merupakan tumbuhan penghasil karbohidrat yang cukup tinggi dibanding dengan

tanaman penghasil karbohidrat lainnya. Secara alami tumbuhan sagu tersebar hampir di setiap

pulau atau kepulauan di Indonesia dengan luasan terbesar terpusat di Papua, sedangkan sagu semi

budidaya terdapat di Maluku, Sulawesi, Kalimantan dan Sumatera. Tumbuhan ini merupakan asli

Indonesia yang dapat dimanfaatkan sebagai energi mix atau sebagai pencampur premium dan

pertamax (E) atau dalam kondisi tertentu dari mesin dapat digunakan secara penuh (E100).

Populasi tumbuhan sagu di Indonesia diperkirakan terbesar di dunia sekitar 1,2 juta ha dan

90% diantaranya tumbuh di propinsi Papuas dan Maluku (Flach, 1997). Ke dua daerah tersebut

termasuk pusat keragaman sagu tertinggi didunia, juga di beberapa daerah lain yang sudah mulai

dimanfaatkan potensinya (semi budidaya). Informasi luas hutan alam sagu Indonesia menurut

Flach (1997) yaitu 1.250.000 ha, yang tersebar di Papua 1.200.000 ha dan Maluku 50.000ha serta

148.000 ha hutan sagu semi budidaya yang tersebar di Papua, Maluku, Sulawesi, Kalimantan,

Sumatera, kepulauan Riau dan Kepulauan Mentawai (Sumatera Barat). Akan tetapi dari luasan

tersebut hanya sekitar 40% saja yang merupakan areal penghasil pati produktif dengan

produktivitas pati 7 ton/ha/tahun atau setara dengan etanol 3,5 kl/ha/tahun.

A B

Gambar 1. A. Tegakan sagu rakyat di Kabupaten Padang Pariaman, bekas tebangan sagu (B). (Foto dok. gsmlina, 2009)

Menurut Poniman (1996) di Irian Jaya terdapat sekitar 1.406.469 ha tegakan sagu. Setiap

ha tegakan sagu per tahun paling sedikit dihasilkan 2,5 ton pati sagu (Flach, 1983). Dengan

demikian di Irian Jaya terdapat potensi pati sagu sekitar 3.516.176 ton sagu/tahun. Untuk

2

Page 3: Prospek Bioetanol Dari Sagu

kebutuhan pangan, masyarakat Irian membutuhkan sekitar 150.000 ton sagu/tahun. Dari data ini di

Itian Jaya terdapat potensi sagu sekitar 3,1 juta ton yang menunggu pemanfaatannya. di Mentawai

(Rasyad, 1996) terdapat sekitar 56.100 ha tegakan sagu dengan produksi sekitar 1.200 ton. Dengan

demikian di Mentawai terdapat potensi pati sagu sekitar 139.000 ton/tahun. Di Padang Pariaman

terdapat tegakan sagu sekitar 95.790 ha dengan produksi 5.063 ton/tahun (Zuki, 1996), di daerah

ini terdapat potensi sagu yang belum dimanfaatkan sebanyak 234.412 ton sagu/tahun. Dari

penjelasan tersebut potensi sagu sangat tinggi dan sudah saatnya dilakukan pemanfaatan pohon

sagu agar tidak mubazir. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, telah merintis pemanfaatan

sagu menjadi bioetanol, baik skala laboratorium mapun skala usaha kecil. Dan ini merupakan penelitian

awal dalam rangka menuju optimalisasi produksi dan produktivitas bioetanol dari sagu.

B. Pati Sagu sebagai Sumber Bioetanol

Bioetanol merupakan salah satu bahan bakar nabati yang saat ini menjadi primadona untuk

mengggantikan minyak bumi. Minyak bumi saat ini harganya semakin meningkat, selain kurang

ramah lingkungan juga termasuk sumber daya yang tidak dapat diperbaharui. Sementara bioetanol

dapat diproduksi dari berbagai bahan baku yang banyak terdapat di Indonesia, selain sagu sumber

potensial sagu antara lain singkong, tebu, aren, jambu mete, jagung dan lain-lain. Bioetanol dapat

dihasilkan dari hasil pertanian yang tidak layak/tidak bisa dikonsumsi, seperti dari sampah/limbah

pasar, limbah pabrik gula (tetes/mollases). Yang penting bahan apapun yang mengandung

karbohidrat & gula, dapat diproses menjadi bioetanol. Melalui proses sakarifikasi (pemecahan gula

komplek menjadi gula sederhana), fermentasi, dan distilasi, bahan-bahan tersebut dapat dikonversi

menjadi bahan bakar bioetanol.

Pati sagu disebut juga poliglukosa, karena unit monomernya glukosa. Pati sagu lebih

murni karena miskin kandungan lemak, protein dan senyawa lain, sehingga pati sagu sangat cocok

digunakan sebagai bahan baku pembuatan turunan pati seperti dekstrin, dekstrose, gula, dan

produk turunan lainnya. Pati sagu diekstrak dari empulur batang yang mengandung pati (27-31%),

serat (20-24%) dan air (45-53%). Ekstraksi dilakukan dengan metode aliran air, sehingga air

sangat berpengaruh terhadap kualitas mutu sagu. Bioetanol dari sagu berasal dari dua bagian yaitu

pati sagu dan serat sagu. Sedangkan prosesnya berlangsung dalam empat tahapan yaitu : 1)

hidrolisa bahan menjadi oligosacharida; 2) hidrolisa oligosacharida menjadi gula; 3) konversi gula

menjadi etanol, 4) pemurnian bioetanol.

3

Page 4: Prospek Bioetanol Dari Sagu

II. BIOETANOL SUMBER ENERGI TERBARUKAN YANG RAMAH LINGKUNGAN

Penggunaan bioetanol sebagai campuran BBM dapat mengurangi emisi karbon

monooksida dan asap lainnya dari kendaraan. Hal ini sudah dibuktikan oleh beberapa negara yang

sudah lebih dulu mengaplikasikannya, seperti Brazil dan Jepang. Perkembangan bisnis bioetanol

di Indonesia seharusnya juga bisa menyamai kedua negara tersebut. Dengan melimpahnya bahan

baku, seharusnya kita bisa menggantikan sebagian pemakaian BBM yang sudah semakin langka

dengan bioetanol. Selain untuk bahan bakar (Fuel Grade Ethanol), Bioethanol dapat digunakan

untuk industri kimia, farmasi, kedokteran, kosmetik, bahan baku aneka minuman, dll.

Bioethanol bisa dijadikan pengganti bahan bakar minyak tanah. Selain hemat,

pembuatannya bisa dilakukan di rumah sendiri dengan mudah, selain itu juga lebih ekonomis

dibandingkan menggunakan minyak tanah. Bila sehari menggunakan minyak tanah seharga Rp 16

ribu, maka dengan bioethanol bisa hemat Rp 4 ribu. Pengalaman membuat dan menggunakan

bioethanol ini diceritakan oleh Bambang Kisudono, warga kota Surabaya yang memanfaatkan

sampah dapurnya untuk membuat dan mengembangkan bioethanol di lingkungannya. Awalnya

Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (LPPM) Institut Teknologi Surabaya (ITS)

dari kajiannya menyimpulkan bahwa bioethanol dengan kompor khusus terbukti lebih efisien

ketimbang kompor kerosin. Sehingga membuat Bambang berinisiatif melakukan pengolahan

bioethanol sendiri.

Gambar 2. Kompor bioetanol (foto koleksi gsmlina, 2009)

Perbandingan penggunaan bioethanol dan minyak tanah adalah 1:3. Artinya dengan 3 liter

minyak tanah, sebanding dengan satu liter bio-ethanol. Dengan volume 100 cc akan membuat api

menyala sekitar 30-40 menit. Skala rumahan proses pembuatan bioethanol terbagi tiga, yaitu

bahan berpati, bergula dan bahan selulosa. Bahan baku bergula, misalnya tebu, nira, dan aren.

4

Page 5: Prospek Bioetanol Dari Sagu

Sedangkan bahan berpati, misalnya sagu, ubi kayu, jagung, biji sorgum, dan kentang manis. Bahan

ini umumnya dimakan oleh manusia. Sehingga sebaiknya pengembangan bioethanol masa depan

lebih ditujukan kepada penggunaan bahan yang tidak dimakan manusia, sehingga tidak

mengganggu ketahanan pangan nasional.

III. PROSES PEMBUATAN BIOETANOL DARI SAGU

Pembuatan etanol dari pati dapat dilakukan secara kimia ataupun biologis. Akan tetapi jika

berbicara “bioetanol” tentunya proses yang dipakai adalah secara biologis. dengan menggunakan

enzim alfa dan glucoamilase yang mampu mengurai pati menjadi gula dan selanjutnya

difermentasi lanjut menjadi bioetanol. Bioetanol dapat diperoleh dari serat dengan menggunakan

enzim selulase. Efektivitas proses ini dipengaruhi oleh jenis enzim, kekentalan bahan (ratio pati

dan air), presentase enzim dan proses fermentasi. Langkah-langkah pembuatan bioetanol berbahan

sagu sebagai berikut:

Sagu (empelur) di parut dipanaskan aduk rata dinginkan tambahkan enzim aduk

rata tambahkan urea dan NPK aduk rata fermentasi distilasi bioetanol

pemurnian

Gambar 3. Pemarutan sagu sebagai proses awal pembuatan bioetanol(foto dok. gsmlina, 2009)

5

Page 6: Prospek Bioetanol Dari Sagu

Gambar 4. Proses fermentasi(Foto dok. gsmlina, 2009)

Proses fermentasi berlangsung beberapa jam setelah semua bahan dimasukkan ke dalam fermentor.

Proses ini berjalan ditandai dengan keluarnya gelembung-gelembung udara kecil-kecil

Gelembung-gelembung udara ini adalah gas CO2 yang dihasilkan selama proses fermentasi.

Selama proses fermentasi usahakan agar suhu tidak melebihi 36oC dan pH nya dipertahankan 4.5 –

5. Proses fermentasi berjalan kurang lebih selama 2 sampai 3 hari. Salah satu tanda bahwa

fermentasi sudah selesai adalah tidak terlihat lagi adanya gelembung-gelembung udara.

Gambar 5. Proses distilasi skala laboratorium untuk mendapatkan bioetanol(foto dok. gsmlina, 2009)

Setelah proses fermentasi selesai, masukkan cairan fermentasi ke dalam evaporator atau

boiler. Panaskan dengan suhu dipertahankan antara 79 – 81oC. Pada suhu ini bioetanol sudah

6

Page 7: Prospek Bioetanol Dari Sagu

menguap, tetapi air tidak menguap. Uap etanol dialirkan ke distilator. Bioetanol akan keluar dari

pipa pengeluaran distilator. Distilasi pertama, biasanya kadar etanol masih di bawah 95%. Apabila

kadar etanol masih di bawah 95%, distilasi perlu diulangi lagi (reflux) hingga kadar bioetanolnya

95%. Jika kadar etanolnya sudah 95% dilakukan dehidrasi atau penghilangan air. Untuk

menghilangkan air bisa menggunakan kapur tohor atau zeolit sintetis. Tambahkan kapur tohor

pada etanol. Biarkan semalam. Setelah itu didistilasi lagi hingga kadar airnya berkurang, dan kadar

bioetanol yang diperoleh dapat mencapai 98-99%.

IV. PENUTUP (PELUANG DAN PROSPEK)

Mengingat potensi hutan alam sagu Indonesia yang luas, tetapi belum dimanfaatkan secara

optimal. Mengingat variasi genetik yang terbesar di dunia, Indonesia berpeluang besar untuk

mengembangkan sagu sebagai sumber energi alternatif masa datang. Untuk menutupi kebutuhan

pangan hanya 5% dari potensi yang ada, sehingga sisanya dapat dimanfaatkan sebagai sumber

bioetanol. Untuk pengembangan budidaya sagu, masyarakat selama ini sudah mengenal teknik

perbanyakan tanaman sagu secara vegetatif, sehingga untuk mendorong masyarakat lebih giat

membudidayakan sagu tidak sulit. Pemanfaatan hutan alam sagu, maupun hutan tanaman sagu,

yang diiringi pengembangan budidaya serta berdirinya industri bioetanol akan dapat menciptakan

lapangan pekerjaan, sehingga akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Litbang Kehutanan. 1987. Program Penelitian Pohon Sagu (Metroxylon spp). Departemen Kehutanan. Jakarta.

Flach, M. 1977. Yield Potential of Sago Palm and it’s Realization. Papers of the first International Sago Symposium. Kuching 5-7 July 1976. Malaysia.

Gunawan, I. 2007. Cara Membuat Bioetanol Dari Singkong. Trubus online.

Haryanto, H. Dan P. Pangloli, 1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Penerbit Kanisius. ISBN 979-413-726-X, Yogyakarta.

Mahasiswanegarawan. 2007. Membangun Industri Bioetanol Nasional Sebagai Pasokan Energi Berkelanjutan Dalam Menghadapi Krisis Energi Global. Blog Kuantum Peradaban, Dualisme Partikel Sains – Gelombang Politik. Institut Teknologi Bandung.

7