propose mpi

39
UNDERBALANCED DRILLING DAN HUBUNGANNYA TERHADAP MASALAH PEMBORAN DAN FORMATION DAMAGE Proposal Komprehensif OLEH : MARIA DIAN SARI (113120083) M. ARIF FADILAH (113120022) SOFFATI BARRID MARZUQOH (113120047) PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN

Upload: m-arif-fadilah

Post on 28-Dec-2015

121 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Propose Mpi

UNDERBALANCED DRILLING DAN HUBUNGANNYA

TERHADAP MASALAH PEMBORAN DAN FORMATION

DAMAGE

Proposal Komprehensif

OLEH :

MARIA DIAN SARI (113120083)

M. ARIF FADILAH (113120022)

SOFFATI BARRID MARZUQOH (113120047)

PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN

FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA

2014

Page 2: Propose Mpi

UNDERBALANCED DRILLING DAN HUBUNGANNYA

TERHADAP MASALAH PEMBORAN DAN FORMATION

DAMAGE

Proposal Komprehensif

Disetujui untukProgram Studi Teknik Perminyakan

Fakultas Teknologi MineralUPN “Veteran” Yogyakarta

Oleh :

Pembimbing I

( )

Pembimbing II

( )

Page 3: Propose Mpi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala

berkat dan rahmatNya sehingga penulis mampu menyelesaikan proposal komprehensif

ini. Proposal Komprehensif ini berjudul : “UNDERBALANCED DRILLING DAN

HUBUNGANNYA TERHADAP MASALAH PEMBORAN DAN FORMATION

DAMAGE”. Proposal ini disusun untuk memberikan gambaran mengenai latar belakang,

tujuan, dan materi yang akan dibahas di dalam penyusunan komprehensif di Jurusan

Teknik Perminyakan, Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional

“Veteran” Yogyakarta.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah

memberikan dukungan baik secara moral maupun material, sehingga penyusunan

proposal ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan proposal ini masih terdapat banyak

kekurangan, sehingga kritik dan saran yang membangun akan sangat berarti bagi penulis.

Akhirnya, semoga proposal komprehensif ini dapat bermanfaat bagi penulis dan

semua pihak yang memerlukannya.

Yogyakarta, 14 Mei 2014

Penulis

Page 4: Propose Mpi

I. JUDUL

“Underbalanced Drilling dan Hubungannya Terhadap Masalah Pemboran dan

Formation Damage”.

II. LATAR BELAKANG

Suksesnya pemboran suatu sumur didasarkan pada suatu perencanaan yang baik

dan bergantung dari banyaknya faktor, salah satunya penggunaan berat jenis lumpur yang

memperhitungkan faktor collapse, gradient rekah batuan dan gradient tekanan formasi

pada setiap seksi lubang sumur. Faktor utama yang mendasari pemilihan berat jenis

lumpur adalah untuk menjaga atau mengimbangi influx fluida formasi yang sekaligus

berada di bawah harga tekanan rekah formasi.

Pada operasi pemboran, banyak dilakukan dengan metode Overbalanced Drilling

(OBD), baik pemboran vertikal maupun horizontal, sehingga sering kali dijumpai

masalah pemboran, seperti hilang lumpur, kerusakan formasi, pipa terjepit (akibat

pengaruh mud cake), dan laju penembusan pahat (ROP) yang berkurang. Untuk

meminimalisir permasalahan pemboran tersebut, sejak tahun 50-an para ahli perminyakan

telah mengembangkan suatu metode Underbalanced Drilling (UBD) untuk mencegah

kemungkinan timbulnya problem-problem pemboran dan kerusakan formasi (formation

damage).

Prinsip utama dari Undebalanced Drilling adalah tekanan hidrostatis lumpur

pemboran diatur agar berada di bawah tekanan formasi di bagian open hole sumur.

Perencanaan metode, fluida, dan peralatan perlu dilakukan agar model UBD memberikan

hasil yang memuaskan. Semua itu diawali dengan mengetahui jenis batuan reservoir

maupun formasinya, faktor sementasi batuan, permeabilitas formasi, tekanan dasar

lubang (BHP), ada tidaknya kandungan gas H2S di dalam formasi, dan tekanan

formasinya.

Dengan perencanaan yang tepat, diharapkan agar pemboran dapat berjalan sukses

dan kerusakan formasi dapat dihindari sehingga sesuai dengan target baik biaya, waktu

maupun hasil laju produksi hidrokarbon yang optimum.

Page 5: Propose Mpi

III. TUJUAN PENULISAN

Penulisan komprehensif ini bertujuan untuk menentukan perencanaan dalam

pemilihan metode dan fluida pemboran underbalance yang sesuai agar dapat mencegah

problem pemboran dan kerusakan formasi yang mungkin timbul.

IV. TINJAUAN PUSTAKA

4.1. Karakteristik Reservoir

Reservoir adalah suatu batuan porous dan permeable di bawah permukaan yang

berfungsi sebagai tempat terakumulasinya hidrokarbon dengan suatu sistem tekanan

tunggal. Unsur-unsur reservoir adalah sebagai berikut :

1. Batuan reservoir, sebagai wadah yang diisi dan dijenuhi oleh minyak dan gas bumi.

Biasanya, berupa lapisan batuan yang berongga atau berpori-pori.

2. Lapisan penutup (cap rock), yaitu lapisan impermeable dan berada di atas reservoir,

berfungsi menghalangi minyak dan gas bumi agar tidak keluar reservoir.

3. Perangkap reservoir (reservoir trap), merupakan unsur penjebak, berbentuk konkav ke

bawah, menyebabkan minyak dan gas bumi berada di bagian atas reservoir.

Batuan adalah kumpulan dari mineral-mineral. Sedangkan, suatu mineral dibentuk

dari beberapa ikatan komposisi kimia. Banyak sedikitnya suatu komposisi kimia akan

membentuk suatu jenis mineral tertentu dan akan menentukan macam batuan.

4.1.1. Komponen Batuan Reservoir

Komponen batuan reservoir, meliputi komposisi kimia batuan reservoir dan sifat

fisik batuan reservoir, adalah sebagai berikut:

a. Komposisi Kimia Batuan Reservoir

Batuan reservoir umumnya merupakan batuan sedimen, yang berupa batuan pasir,

batuan karbonat,dan shale atau kadang-kadang vulkanik. Masing-masing batuan

mempunyai komposisi kimia yang berbeda, begitu pula sifat fisiknya.

1. Komposisi kimia batuan pasir

Batupasir merupakan batuan reservoir yang banyak dijumpai. Batupasir pada

daerah yang satu dengan daerah lainnya berbeda kandungan mineral dan komposisi

kimianya. Mineral dominan pada batuan ini adalah kwarsa (SiO2), feldspar (KNaCa

Page 6: Propose Mpi

(AlSi3O8) ), dan beberapa mineral lainnya. Berdasarkan jumlah kandungan mineral

kwarsanya, batu pasir dibagi menjadi tiga, yaitu batupasir orthoquartzite, graywacke

dan arkose.

2. Komposisi kimia batuan karbonat

Batuan karbonat yang dimaksud di sini adalah limestone, dolomite dan yang

bersifat antara keduanya. Limestone adalah kelompok batuan yang mengandung

paling sedikit 80% kalsium karbonat, disusun terutama oleh mineral kalsit.

3. Komposisi kimia batuan shale

Komposisi kimia batuan shale bervariasi sesuai dengan ukuran butir. Fraksi yang

kasar banyak mengandung silika, sedangkan fraksi yang halus umumnya

mengandung aluminium, besi, potash dan air.

b. Sifat Fisik Batuan Reservoir

Sifat fisik batuan reservoir merupakan sifat penting batuan reservoir dalam

hubungannya dengan fluida reservoir yang mengisinya dalam kondisi statis dan

dinamis (jika ada aliran). Berikut ini akan dibicarakan mengenai sifat fisik batuan

reservoir yang meliputi : porositas, permeabilitas, wettabilitas, tekanan kapiler,

saturasi fluida, dan kompressibilitas batuan.

4.1.2. Karakteristik Fluida Reservoir

Dalam karakteristik fluida reservoir akan dibahas mengenai komposisi kimia

fluida reservoir dan sifat fisik fluida reservoir.

1. Komposisi kimia fluida reservoir

Komposisi kimia fluida reservoir, secara umum, dapat dikelompokan menjadi dua

bagian yang sama pentingnya, yaitu: komposisi kimia hidrokarbon dan komposisi kimia

air formasi.

1. Komposisi kimia hidrokarbon

Hidrokarbon merupakan suatu persenyawaan yang terdiri atas atom hidrogen (H)

dan atom karbon (C). Persenyawaan dari kedua unsur tersebut dapat membentuk

berbagai variasi, antara lain:

Golongan hidrokarbon jenuh (golongan parafin atau golongan alkana)

Golongan hidrokarbon tak jenuh

Page 7: Propose Mpi

~ Golongan olefins (alkena)

~ Golongan diolefins (alkadiena)

~ Golongan naftena (sikloparafin atau sikloalkana)

~ Golongan aromatik (benzena)

2. Komposisi kimia air formasi

Air formasi mengandung garam yang terbentuk oleh kesetimbangan ion-ion yang

terkandung di dalam air formasi. Bila dibandingkan dengan air laut, air formasi

mengandung konsentrasi padatan yang lebih besar dengan kisaran 200 ppm sampai

dengan 300.000 ppm, sedangkan air laut mengandung kira-kira 35.000 ppm padatan

total.

Jenis kandungan ion

Ion-ion penyusun air formasi terdiri dari ion-ion positif (kation) dan ion-ion

negatif (anion) yang membentuk larutan garam (gabungan kation dan anion).

Kandungan ion dan mineral

Kandungan padatan yang terdapat di dalam air formasi dinyatakan dalam

beberapa cara yang berbeda. Diantaranya adalah parts per million, milliequivalent

weight per liter dan persen padatan.

2. Sifat Fisik Fluida Reservoir

Sifat fisik fluida reservoir yang akan dibahas meliputi kelarutan gas dalam

minyak, viskositas, faktor volume formasi, kompressibilitas dan berat jenis. Sifat fisik

fluida reservoir dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sifat fisik minyak, gas, dan air

formasi.

1. Sifat Fisik Minyak

Viskositas minyak

Faktor volume formasi minyak

Kompressibilitas minyak

Berat jenis minyak (spesific gravity)

2. Sifat Fisik Gas

Densitas gas

Viskositas gas

Kelarutan gas dalam minyak

Page 8: Propose Mpi

Faktor volume formasi gas

Kompressibilitas gas

3. Sifat Fisik Air Formasi

Densitas air formasi

Viskositas air formasi

Faktor volume formasi

Kelarutan gas dalam air formasi

Kompressibilitas air formasi

4.1.3. Kondisi Reservoir

Tekanan dan temperatur lapisan kulit bumi dipengaruhi oleh gradien kedalaman

letak dari lapisan serta kandungan fluidanya.

1. Tekanan Reservoir

Tekanan reservoir didefinisikan sebagai besarnya gaya yang bekerja per satuan luas.

Digunakan untuk mendapatkan perolehan (recovery) maksimum dari suatu reservoir dan

terutama dalam persamaan aliran. Tekanan formasi dapat terjadi disebabkan oleh adanya

tekanan hidrostatik yang diakibatkan oleh fluida dalam pori-pori batuan dan tekanan

overburden yang diakibatkan oleh lapisan batuan diatasnya.

Menurut sifatnya digolongkan menjadi tiga yaitu:

Tekanan abnormal, yaitu tekanan reservoir yang besarnya di atas tekanan yang

diperhitungkan dari gradient hydrostatik.

Tekanan normal, yaitu tekanan yang besarnya sama dengan perhitungan tekanan

hidrostatiknya (0,465 psi/ft untuk gradient hidrostatik air asin).

Tekanan dibawah normal, merupakan tekanan yang besarnya dibawah tekanan

normal.

2. Temperatur Formasi

Temperatur akan bertambah tinggi dengan bertambahnya kedalaman dari permukaan

tanah. Bertambahnya temperatur akibat perubahan kedalaman disebut gradien geothermis

dan merupakan fungsi linier, yaitu,

Td = Ta + Gt. D ............................................................... (4.1)

dimana:

Page 9: Propose Mpi

Td = Temperatur reservoir pada kedalaman D, ft

Ta = Temperatur permukaan rata-rata, oF

Gt = Gradien temperatur, oF/100 ft

D = Kedalaman, ft

Besarnya gradient temperatur bervariasi dari satu tempat ke tempat yang lain,

dimana harga rata-ratanya 2 oF/100 ft. Gradien geothermis yang tinggi sekitar 4 oF/100 ft,

sedangkan terendah 0,5 oF/100 ft. Variasi gradien temperatur ini disebabkan oleh sifat

daya hantar panas batuannya.

4.2. Problem Pemboran dan Formation damage

4.2.1. Problem Pemboran

Operasi pemboran yang telah direncanakan dengan matang tidak selalu berjalan

dengan baik, terkadang dijumpai hambatan dalam operasi pemboran. Bagian ini akan

dititikberatkan pada masalah yang timbul dalam lubang bor yang meliputi : shale

problem, hilang lumpur, pipa terjepit, dan semburan liar.

4.2.1.1. Shale Problem

Pemboran yang menembus formasi shale akan menemui permasalahan sendiri.

Problem tersebut adalah runtuhnya formasi shale ke dalam lubang bor. Formasi yang

runtuh dapat menyebabkan lubang bor membesar, pipa bor terjepit, penyemenen yang

kurang sempurna, bertambahnya kebutuhan lumpur dan lainnya.

Penyebab shale problem dapat dikelompokkan dari segi lumpur, formasi, maupun

segi mekanis.

1. Dari segi lumpur, biasanya lumpuryang digunakan mempunyai viskositas yang tinggi.

2. Dari formasi disebabakan oleh :

Tekanan dari formasi shale yang cukup besar

Gerakan tektonik

Pengaruh penyerapan air

3. Dari segi mekanis yaitu :

Erosi, karena kecepatan lumpur terlalu tinggi

Adanya air filtrasi, garam atau lumpur yang masuk kedalam formasi

4.2.1.2. Lost Circulation

Page 10: Propose Mpi

Hilang lumpur (lost circulation) adalah peristiwa hilangnya sirkulasi lumpur

pemboran karena masuk ke dalam formasi. Hilang lumpur ini terjadi bila tekanan

hidrostatik lumpur melebihi tekanan formasi.

Gejala umum yang sering terlihat pada problem hilang lumpur, yaitu

berkurangnya volume lumpur di tangki dan berkurangnya volume lumpur di flow line.

Akibatnya dalah penurunan permukaan lumpur yang dapat menyebabkan blow out dan

tidak didapatkannya cutting untuk sample log, sehingga tidak ada mud-logging. Selan itu,

adanya kemungkinan pipa terjepit serta runtuhnya dinding lubang bor sehingga dapat

menyebabkan formation damage.

Salah satu usaha dalam pencegahan hilang lumpur adalah mengaplikasikan

Underbalanced Drilling. Dalam underbalanced drilling, tekanan hidrostatik fluida

pemboran dibuat lebih kecil dari tekanan formasi, sehingga terjadinya hilang lumpur (lost

circulation) dapat dihindari.

4.2.1.3. Pipa Terjepit (Differential Pipe Sticking)

Differential pipe sticking adalah suatu keadaan dimana pipa bor terjepit di dalam

lubang bor. Keadaan ini dapat menghambat jalannya operasi pemboran.

Jenis-jenis pipa terjepit dan penyebabnya, antara lain:

1. Caving, Sloughing

Adalah suatu jenis jepitan yang disebabakan karena pemboran menembus formasi

shale yang mudah runtuh dan memiliki sifat yang kurang stabil.

2. Key Seat

Key seat (lubang kunci) biasanya terjadi pada kondisi lubang bor yang miring. Terjadi

pada saat cabut pipa, dimana gesekan terjadi antara dinding lubang bor bagian atas

dengan pipa bor. Hal itu dapat mengakibatkan terbentuknya semacam lubang kunci.

Usaha pencegahannya dapat dilakukan dengan menghindari belokan yang tajam pada

pipa bor.

3. Differential Pressure Sticking

Jepitan ini terjadi pada saat pemboran menembus formasi porous dan permeable, serta

menggunakan lumpur bor yang terlalu berat dan kurang stabil (water loss tinggi dan mud

cake tebal). Usaha pencegahan yang perlu dilakukan antara lain:

Mengurangi berat lumpur pemboran

Page 11: Propose Mpi

Mengurangi berat filtrate

4.2.1.4. Well Kick

Well kick adalah salah satu hambatan pemboran yang datangnya secara tiba-tiba.

Hal ini terjadi ketika fluida formasi (air, minyak, gas) yang bertekanan tinggi masuk ke

dalam lubang bor. Apabila keadaa ini tidak terkontrol akan dapat menyebabkan semburan

liar. Dalam pemboran underbalance, untuk mengontrol masuknya fluida formasi yang

bertekanan tinggi digunakan alat Rotating Blow Out Preventer (RBOP). Alat tersebut

dipasang di atas BOP. Pada operasi underbalance, RBOP mampu menahan tekanan dari

formasi sampai 2500 psi.

Sebab-sebab terjadinya well kick:

1. Tekanan hidrostatik lumpur turun

Dari rumus persamaan tekanan hidrostatik lumpur di bawah ini dapat diketahui bahwa

faktor yang mempengaruhi tekanan hidrostatik lumpur adalah berat jenis dan ketinggian

kolom lumpur.

Ph = 0,052 x x h ............................................................... (4.2)

dimana:

Ph = tekanan hidrostatik yang disebabkan oleh fluida setinggi h, psi

= berat jenis lumpur, ppg

h = tinggi kolom lumpur

2. Tinggi kolom lumpur turun

Bila formasi pecah atau pada lapisan di dalam lubang bor terdapat celah-celah dan

rekahan, maka lumpur akan masuk ke dalam lapisan formasi tersebut. Akibatanya, tinggi

kolom lumpur akan turun.

3. Adanya tekanan abnormal formasi

Tekanan abnormal formasi adalah tekanan formasi yang lebih tinggi dari tekanan

normal (0.433 psi/ft untuk air tawar, 0.465 psi/ft untuk air asin). Pencegahan dari masalah

di atas dapat dilakukan dengan pemilihan lumpur yang baik yang dapat menahan tekanan

formasi serta dapat menunjang operasi pemboran dengan sempurna. Dari sisi peralatan,

dapat dipergunakan peralatan pencegah semburan liar yang baik. Dan pada operasi

Underbalanced Drilling, digunakan peralatan tambahan, yaitu Rotating Blow Out

Preventer (RBOP).

Page 12: Propose Mpi

4.2.2. Formation Damage

Formation damage adalah kerusakan yang terjadi secara kimia dan mekanis pada

formasi produktif di sekitar lubang bor yang menyebabkan berkurangnya kapasitas aliran

dari dalam reservoir. Kapasitas aliran dari dalam reservoir menuju lubang sumur dapat

dinyatakan dengan persamaan Darcy, sebagai berikut:

............................................................... (4.3)

dimana:

q = laju alir, STB/day

k = permeabilitas efektif, mD

h = tebal reservoir, ft

Pr = tekanan rata-rata reservoir, psia

Pwf = tekanan alir dasar sumur, psia

= viskositas, cp

B = faktor volume formasi, RB/STB

re = jari-jari pengurasan, ft

rw = jari-jari lubang bor, ft

S = faktor skin tidak berdimensi

Faktor skin (S) menunjukkan derajat kerusakan formasi produktif. Dengan

memperhatikan persamaan (4.3), jika nilai S > 0 dan harga parameter lainnya tetap

(kecuali q), maka kapasitas aliran q akan berkurang dibanding dengan kondisi tanpa skin

(S = 0).

Kerusakan formasi disebabkan adanya kontak antara formasi dengan fluida atau

padatan asing, seperti fluida pemboran. Kerusakan formasi produktif dapat terjadi karena:

1. Operasi pemboran

2. Operasi penyemenen

3. Pelaksanaan komplesi

4. Workover

5. Tahap produksi

6. Operasi Stimulasi

Page 13: Propose Mpi

7. Injeksi

Beberapa kemungkinan mekanisme terjadinya kerusakan formasi:

1. Penyumbat yang berasosiasi dengan padatan dapat terjadi pada permukaan

formasi, berupa material pemberat dan clay.

2. Padatan yang sangat kecil, seperti oksida besi atau partikel lain yang sering

terbawa aliran masuk ke dalam pori, sehingga mempengaruhi permeabilitas relatif.

Berdasarkan mekanismenya, maka kerusakan formasi dapat diklasifikasikan antara

lain:

1. Penurunan permeabilitas absolut formasi

2. Penurunan permeabilitas minyak

3. Meningkatnya viskositas fluida reservoir

4.3. Konsep Underbalanced Drilling

Underbalanced drilling adalah suatu metode pemboran, dimana tekanan

hidrostatik fluida pemboran yang dipakai lebih kecil daripada tekanan formasi, sehingga

akan ada aliran gas, air, dan hidrokarbon dari formasi ke lubang sumur secara terus

menerus.

Definisi underbalanced drilling menurut API RP 53 dalam draft bagian 13,

“Underbalanced drilling didefinisikan sebagai operasi pemboran yang mana diijinkannya

fluida formasi masuk ke lubang bor, disirkulasikan dan dikontrol dari permukaan”.

Energy Resources Conservation Board (ERCB) mendefinisikan : “UBD adalah tekanan

hidrostatik fluida pemboran diusahakan di bawah tekanan pori formasi yang sedang

dibor. Keadaan ini dapat dilakukan dengan menambahkan gas, seperti udara atau nitrogen

ke dalam fasa cair fluida pemboran”.

Untuk mencapai kondisi underbalance pada saat mengebor, perlu adanya

peralatan yang menunjang operasi pemboran ini agar terlaksana. Pemilihan fluida yang

cocok dengan kondisi reservoir pada model UBD ini juga perlu mendapat perhatian

khusus.

4.3.1. Identifikasi

Keuntungan dari Underbalanced drilling dibandingkan dengan Overbalanced

drilling, antara lain adalah dapat ditanggulanginya problem pipa terjepit dan tidak akan

Page 14: Propose Mpi

terjadi kehilangan sirkulasi, seperti yang biasa terjadi pada OBD. Disamping itu, ROP

(Rate of Penetration) atau laju penembusan pahat pemboran dapat ditingkatkan.

Keuntungan lain dari penggunaan metode UBD adalah mencegah terjadinya kerusakan

formasi (formation damage), meningkatkan hasil penilaian formasi, biaya penggunaan

lumpur pemboran relatif berkurang.

Disamping kelebihan diatas, UBD juga mempunyai kelemahan, diantaranya

dilihat dari:

1. Aspek Keamanan

Karena tekanan fluida pengeboran lebih rendah daripada tekanan formasinya, maka

penggunaan teknik underbalanced drilling ini mempunyai resiko yang besar terhadap

terjadinya kebakaran, blow out, dan ledakan. Terutama pada daerah abnormal pressure

yang tidak terdeteksi secara baik dan aman.

2. Aspek Biaya

Penggunaan teknik underbalanced drilling kadang bisa menjadi lebih mahal daripada

overbalanced drilling bila menggunakan nitrogen untuk mengurangi berat lumpur

pengeborannya, terutama pada sumur horizontal atau formasi yang keras sehingga laju

penetrasinya menjadi rendah. Sebab lain, karena adanya masalah teknis pada saat proses

pengeboran. Alternatif lain yang lebih murah adalah dengan menggunakan udara, akan

tetapi harus diperhatikan dengan sebaik-baiknya dalam menentukan dan memonitor udara

dan aliran hidrokarbon agar tidak terjadi ledakan dan kebakaran.

3. Aspek Kerusakan

Teknik underbalanced drilling tidak bisa menghilangkan (mengeliminasi) kerusakan-

kerusakan pada semua reservoir karena setiap reservoir mempunyai mekanisme

kerusakan tersendiri yang unik.

4.3.2. Penentuan Reservoir Underbalanced Drilling

Pemilihan suatu reservoir harus diperhatiakan dalam pelaksanaan operasi

pemboran dengan metode underbalance. Ketepatan pemilihan reservoir bertujuan untuk

mengurangi terjadinya kerusakan formasi, meningkatakan laju produksi, mengurangi

kehilangan fluida, dan penilaian formasi yang lebih baik.

4.3.2.1. Depleted Formation

Page 15: Propose Mpi

Daerah bertekanan rendah (depleted zone) dapat menjadi penyebab timbulnya

masalah pemboran dengan metode overbalance, misalnya hilang lumpur (lost

circulatioon) dan terjepitnya rangkaian pipa bor. Namun, dengan menggunakan metode

underbalance masalah tersebut dapat diatasi selama menggunakan fluida pemboran

liquid atau gas.

Pada formasi bertekanan rendah, fluida tersebut tidak dapat mencapai pori-pori

dan fracture, fluida yang digunakan tersebut akan kembali bersama dengan fluida

formasi. Pada fracture karbonat yang consolidated, influx dari hidrokarbon akan

membantu dalam menjaga hole cleaning dan mengurangi fluida pemboran yang hilang ke

formasi.

4.3.2.2. Formasi Batuan

Pada pemboran yang menembus formasi lunak, Rate Of Penetration (ROP)

tinggi, sehingga umur bit akan lama dan biaya yang digunakan dapat terkontrol.

Sementara, pada pemboran yang menembus formasi batuan keras, laju penembusan atau

Rate Of Penetration (ROP) akan menurun dan memperpendek umur bit sehingga

menyebabkan meningkatnya biaya perawatan sumur.

Rendahnya Rate Of Penetration (ROP) ini disebabkan oleh tekanan hidrostatik

dari fluida mendesak gaya terhadap batuan yang ditembus. Dalam pemboran

underbalance, densitas fluidanya lebih kecil dari tekanan formasi. Oleh karena itu,

densitas fluida yang kecil tidak akan menimbulkan perbedaan tekanan ke dalam batuan

atau pengendapan dari filter cake. Pada dasarnya, fluida pemboran underbalance

merupakan padatan yang bebas dan tidak tergabung kembali ke dalam sistem sirkulasi

menuju dasar lubang karena tekanan formasi yang lebih besar dari tekanan fluida,

sehingga rendahnya energi yang dikeluarkan akan menaikkan laju penetrasi. Pemboran

underbalance memerlukan beratan yang rendah pada bit daripada pemboran

konvensional. Menurunnya beban pada bearing yang dikaitkan dengan tingginya Rate Of

Penetration (ROP) akan menghasilkan perbaikan pada bit life, sehingga akan mengurangi

biaya bit yang diperlukan untuk pemboran sumur dan mengurangi jumlah trip yang

diperlukan.

4.3.2.3. Formasi Rekahan (Vugular Formation)

Page 16: Propose Mpi

Formasi dengan rekahan alami ini memperlihatkan hilang fluida yang sangat

besar. Kehilangan fluida ini membuat masalah pemboran, seperti well control atau

terjadinya mechanical sticking.

Terjepinya pipa bor bisa disebabkan oleh penggunaan fluida dengan metode

overbalanced, dimana tekanan hidrostatik fluida pemborannya lebih besar dari tekanan

formasinya. Sedangkan, pada operasi underbalanced dengan tekanan hidrostatik yang

lebih kecil dari tekanan formasi, masalah pipaterjepit akan dapat diatasi, sehingga

reservoir rekah alami sangat tepat untuk pemboran underbalance.

4.3.2.4. Formasi dengan Pertmeabilitas Besar

Formasi yang mempunyai permeabilitas besar akan menghasilkan volume fluida

pori yang besar pula.Tingginya permeabilitas ini menunjukkan besarnya ukuran rongga

pori, sehingga akan memperlihatkan indikasi terjadinya lost circulation dan differential

pipe sticking jika digunakan metode overbalance. Oleh karena itu, jenis formasi ini cocok

dengan metode underbalance.

4.3.2.5.Formation Damage

Untuk target formasi yang sangat rentan terhadap aktifitas pemboran, penggunaan

pemboran underbalance sangat tepat, terutama untuk sumur horizontal. Biasanya, pada

reservoir rekahan terjadi penurunan kerusakan formasi akan memperbaiki produktifitas

sumur secara ekonomi dan memiliki potensi yang lebih besar dengan menggunakan

pemboran underbalance. Pencegahan terhadap kerusakan formasi ini jauh lebih efektif

daripada usaha untuk memperbaikinya, dan pemboran underbalance ini merupakan cara

yang alami dalam pencegahan kerusakan formasi.

Beberapa keadaan formasi yang dopat memberikan keuntungan dengan

menggunakan pemboran underbalance, yaitu:

1. Setiap formasi yang mempunyai kemungkinan mengalami kerusakan mempunyai

rekahan alami yang dibor dengan lintasan lurus atau lateral horizontal.

2. Reservoir dengan zona bertekanan rendah atau telah turun (depleted) dapat

menyebabkan beberapa problem pemboran bila dilakuakan dengan menggunanan

metode konvensional, yaitu kehilangan sirkulasi dan pipa terjepit.

4.3.3. Metode Underbalanced Drilling

Metoda UBD menurut pelaksanan operasinya, dapat dibedakan menjadi:

Page 17: Propose Mpi

a. Flow Drilling

Flow drilling adalah operasi pemboran dimana akan ada aliran fluida formasi ke

permukaan selama operasi pemboran berlangsung dan fluida pemborannya adalah cairan

tanpa gas. Dengan flow drilling, akan ada cairan hidrokarbon, gas atau air ikut naik ke

atas bersama drilling fluids dan akan dipisahkan di permukaan.

Batas flow drilling adalah bagaimana aliran fluida di permukaan bisa ditanggulangi

dengan peralatan yang ada. Bahkan permeabilitas besar, laju besar ataupun tekanan besar

juga dapat dilakukan dengan flow drilling jika peralatan permukaannya menunjang.

b. Snub Drilling

Snub drilling adalah operasi UBD yang menggunakan snubbing unit atau coil tubing

(CT). Metode UBD jenis ini cocok bila diterapkan pada formasi dengan tekanan yang

besar.

c. Closed System

Closed system adalah metoda UBD dengan suatu sistem peralatan permukaan yang

khusus, yaitu tertutup atau closed system. Ciri khususnya adalah penggunaan separator

empat fasa dan sistem tertutup untuk menanggulangi fluida yang keluar dari sumur.

Cocok untuk formasi yang mengandung H2S.

d. Mud Cap Drilling

Mud cap drlling dilaksnanakan ketika tekanan permukaan meningkat lebih besar di

atas tekanan kerja Rotating Blow Out Preventer dan ketika operasi flow drilling

dilaksanakan, tetapi lost circulation yang tidak dapat dikendalikani. Kasus tersebut dapat

ditanggulangi dengan metode ini.

Mud cap drilling sangat tepat diaplikasikan pada sumur dengan kondisi tekanan

permukaan di atas 1500 psi (batas tekanan operasi RBOP).

4.3.1. Jenis Fluida Underbalanced Drilling

Berdasarkan jenis fluidanya, Underbalanced Drilling dibedakan menjadi tiga

macam yaitu : fluida pemboran fasa cair, fluida pemboran fasa gas, dan fluida pemboran

2 fasa (aerated drilling fluid).

a. Fluida Pemboran Fasa Cair

Page 18: Propose Mpi

Fluida pemboran sama dengan fresh water mud, tanpa penambahan berat. Additive

yang digunakan terutama adalah untuk mencegah swelling dan korosi. Pada fluida

pemboran ini, cukup ditambahkan Cl (NaCl, CaCl2) sebagai stabilizier untuk menghadapi

formasi shale, soda caustic untuk mempertahankan pH antara 8 – 11, dan unsur non

pemberat lainnya. Lumpur ini digunakan untuk formasi dengan gradien tekanan lebih

besar dari gradien tekanan air (0,433-0,465 psi/ft) atau setara dengan densitas 8,33-8,9

ppg.

b. Fluida Pemboran Fasa Gas

Fluida pemboran fasa gas ini dapat berupa udara kering, gas alam, dan nitrogen

sebagai fluidanya.

1. Udara Kering

Pada metoda UBD ini, dibutuhkan udara kering untuk mengurangi densitas fluida.

Udara kering biasanya memberikan tekanan dasar sumur yang terendah dibandingkan

fluida atau lumpur manapun. Tekanan rendah ini bisa mengakibatkan ketidakstabilan

pada formasi lemah terlebih apabila air terproduksi dan ada shale yang sensitif yang

terserap air, maka heaving shale akan terjadi. Bahaya pengeboran dengan udara kering

adalah terjadinya kebakaran di dasar lubang bor. Campuran tertentu hidrokarbon di

formasi dengan udara juga dapat menimbulkan ledakan.

2. Nitrogen dan Gas Alam

Nitrogen dan gas dapat digunakan sebagai ganti udara yang berbahaya. Dan

nitrogen juga dapat dicampurkan sebagai bagian dari fluida pemboran. Sirkulasi

nitrogen tidak harus murni N2 untuk mencegah kebakaran di dasar sumur. Campuran

udara, nitrogen, dan hidrokarbon tidak menyebabkan kebakaran kalau konsentrasi

oksigen di bawah level tertentu (min. di permukaan 12,8% oksigen agar tidak terjadi

kebakaran) dan berapa persen batas ini tergantung pada besar tekanannya. Secara

matematis, dapat ditulis sebagai berikut :

Omin = 13,98 – 1,68 log (P) ................................................... (4.4)

dimana :

Omin = % oksigen

P = tekanan absolut, psia

Page 19: Propose Mpi

Aliran pembersihan lubang dengan nitrogen harus turbulent hampir sama dengan

pembersihan dengan udara. Problem pemboran yang sering terjadi pada pemboran ini,

misalnya terjadi cincin lumpur dan pipa terjepit yang masih mungkin terjadi. Karena

mahalnya, maka nitrogen hanya digunakan jika pemboran melalui suatu interval

panjang, seperti untuk sumur horizontal. Untuk sumur vertikal, jarang dipakai kecuali

intervalnya banyak dan tebal

c. Fluida Pemboran 2 Fasa (Aerated Drilling Fluid)

Pada aerated drilling fluid ini, fluidanya merupakan gabungan antara fluida fasa cair

dengan fasa gas. Ada beberapa jenis pemboran 2 fasa, yaitu : mist, foam, dan gasified

liquid.

1. Mist

Mist merupakan suatu keadaan fluida pemboran, dimana gas sebagai fasa kontinyu

dan cairan sebagai fasa diskontinyu, sehingga kenampakan fluida ini menyerupai

kabut. Tetes cairan pada fluida mist ini bisa dianggap seperti serpih bor saja.

Densitasnya lebih kecil dari serpih bor dan ukurannya lebih kecil. Dengan ini

dianggap bahwa tetes mist tersebut bergerak sama dengan kecepatan gas dan slip

velocitynya sama dengan nol. Secara teoritis, kecepatan fluida pada mist drilling ini

harus secepat dry air drilling. Perubahan dari dry air ke mist drilling menyebabkan

perlunya penambahan laju injeksi agar serpih tetap bisa diangkat.

2. Foam

Busa (foam) dapat dipakai sebagai fluida sirkulasi baik dalam pemboran maupun

komplesi dan produksi. Udara adalah yang paling umum digunakan untuk foam ini,

meskipun nitrogen juga sering digunakan. Komposisi foam drilling terdiri atas :

cairan, gas, foamers, dan defoamers. Corrosion inhibitor, mungkin KCl dan lain-lain.

Pada stiff foam airnya akan ditambahkan dengan polymer untuk menghasilkan efek

viskositas dan disebut sebagai viskosifyer. Viskositas foam pada stiffened foam lebih

baik dari stable foam, sehingga menghasilkan pembersihan lubang yang lebih baik lagi

bahkan pada kecepatan yang lebih rendah di anulusnya. Keuntungan lain dari stiffened

foam adalah karena foam tetap akan stabil pada kualitas yang lebih tinggi dari foam

biasa. Karena viskositas foam akan turun dengan pecahnya foam, stiffened foam akan

tetap dan tidak akan pecah di anulus.

Page 20: Propose Mpi

3. Gasified Liquid

Fluida pemboran aerasi terdiri atas fasa gas yang diinjeksikan (dicampur) ke dalam

fasa lumpur dasar (oil base-mud atau water base-mud) dimana fraksi fasa cairan lebih

dari 25 % dan lumpur aerasi ini mempunyai densitas efektif antara 4-7 ppg.

Pengaturan tekanan sirkulasi dapat dilakukan dengan mengatur laju (rate) gas injeksi

dan laju lumpur yang dipompakan. Biasanya perbedaan tekanan antara tekanan

hidrostatis lumpur aerasi di lubang bor dengan tekanan pori formasi berkisar antara

200-500 psi (tekanan underbalanced). Tidak seperti teknik pemboran underbalanced

lainnya, fasa cairan fluida pemboran aerasi dapat digunakan kembali setelah sirkulasi

dan kembali ke permukaan.

4.3.2. Operasi Underbalanced Drilling

Agar model UBD yang akan dilakukan memberikan hasil yang memuaskan, perlu

disusun perencanaan yang tepat, meliputi perencanaan fluida dan peralatannya,

modifikasi wellhead, drill string dan casing, serta pemilihan bitnya. Perencanaaan

peralatan UBD diawali dengan mengetahui jenis batuan reservoir/formasinya, faktor

sementasi batuan, permeabilitas formasi, tekanan formasi, tekanan dasar lubang (BHP),

dan ada tidaknya kandungan gas H2S di dalam formasi. Setelah keadaan formasi

diketahui, barulah dipilih fluida yang akan digunakan pada UBD. Dengan catatan, fluida

yang digunakan tidak merugikan pemboran UBD tersebut.

4.3.3. Kendala yang dihadapi

Secara umum, Carden 1988, melaporkan bahwa underbalance tidak selalu dapat

dilakukan secara ekonomis, yaitu apabila:

1. Kestabilan sumur akan terganggu dan lubang akan gugur sehingga menyebabkan

peralatan terjepit. Jika serpih batuan terlampau besar untuk diangkat oleh aliran fluida

di sumur, serpih tersebut akan terendapkan, biasanya diatas batas drill collar dan drill

pipe, dimana kecepatan mengangkat di anulus drill pipe mendadak mengecil

dibandingkan dengan di anulus drill collar. Ini disebut sebagai cincin lumpur atau

“mud ring”.

2. Aliran air dapat menyebabkan berapa hal diantaranya, yaitu bila di bor dengan

menggunakan gas, air tersebut bisa membasahi serpih bor di sumur, sehingga melekat

satu dengan yang lainnya dan menyumbat anulus sumur tersebut.

Page 21: Propose Mpi

3. Terjadinya ledakan di dalam sumur. Penggunaan udara pada UBD dapat menjadi

ancaman yang serius bila dijumpai cincin lumpur di dalam sumur dengan tekanan

yang semakin meningkat, seperti hidrokarbon pada tekanan yang tinggi juga akan

meledak.

4. Kesulitan pada MWD. Biasanya, MWD menggunakan media lumpur pemboran

konvensional untuk meneruskan pulse ke permukaan supaya mendapatkan data. Pada

pengeboran dengan menggunakan udara kering dan gas sebagai fluida pemborannya,

hal tersebut akan sulit dilakukan bila tidak menggunakan peralatan khusus, seperti

EMWD (Electromagnetic Measurement While Drilling).

Kendala dalam pemakaian fluida pemboran fasa gas:

1. Udara kering

Masalah timbul jika terdapat aliran air dalam formasi.

Erosi lubang bor pada dinding sumur yang kurang kompak atau formasi lemah

(ketidaksetabilan lubang bor).

Kemungkinan terjadinya kebakaran di dasar sumur, jika terdapat aliran HC dari

formasi.

Biaya penyewaan alat meningkat.

Tidak cocok untuk formasi / reservoir yang mengandung H2S.

Dapat menyebabkan terjadinya heaving shale.

Friksi yang besar antara drill string dan sumurnya.

Beberapa MWD sulit bekerja dengan compressibel fluids.

2. Nitrogen dan gas alam

Masalah timbul bila ada aliran air dari formasi ke dalam sumur.

Erosi lubang bor dapat terjadi bila dinding sumur kurang kompak.

Pembengkakan biaya karena penyediaan N2.

Untuk formasi/reservoir yang mengandung H2S, dibutuhkan peralatan tambahan di

permukaan (closed system).

Kendala dalam pemakaian fluida pemboran 2 fasa:

1. Mist

Akan timbul masalah bila ada aliran air dari formasi ke dalam lubang sumur.

Biaya gas relatif mahal jika tidak menggunakan udara kering.

Page 22: Propose Mpi

Erosi lubang dapat terjadi pada dinding sumur yang tidak kompak (dinding sumur

tidak stabil).

Adanya biaya tambahan untuk pengkondisian air/gas dari dalam sumur.

Kombinasi Udara-Mist, tidak begitu cocok bila ada kandungan gas H2S di dalam

formasi/reservoir.

Biaya peminjaman alat relatif besar.

Pembuangan air ke permukaan sekitar 200 – 500 bbl/day merupakan masalah

tersendiri selain dapat menimbulkan masalah karat.

Selain itu, adanya air bisa menyebabkan shale terganggu dan gugur.

2. Foam

Kendala stable foam:

Pengeluaran biaya untuk penyediaan foamer.

Penanganan air di permukaan dapat menyebabkan masalah lingkungan.

Butuh peralatan yang khusus di permukaan untuk pengkondisian fluida pemboran.

Laju karat peralatan akan naik apabila udara dipakai sebagai media gas.

Ketidakstabilan lubang yang menyebabkan lubang gugur.

Kendala stiff foam:

Adanya kemungkinan degradasi fluida jika minyak dan air asin/calcium carbonat

memasuki lubang sumur.

Biaya bahan kimia sebagai additive harus dipikirkan.

Menaikkan serpih bor pada kecepatan rendah.

3. Gasified liquid

Bila menggunakan parasite string, membutuhkan supply gas yang kontinyu.

Untuk sumur horizontal, keterbatasan alat jadi kendala utama.

Potensial terjadinya korosi jika udara kering digunakan sebagai gasified-nya.

Untuk menghindari korosi dibutuhkan corrosion inhibitor.

IV. METODOLOGI PENULISAN

Metode penyusunan komprehensif ini ini berasal dari pustaka buku-buku literatur,

handbook, dan majalah perminyakan yang berhubungan dengan tema.

Page 23: Propose Mpi

VI. RENCANA DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN

HALAMAN PERSEMBAHAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR TABEL

DAFTAR LAMPIRAN

BAB I. PENDAHULUAN

BAB II. KARAKTERISTIK RESERVOIR2.1. Karateristik Batuan Reservoir

2.1.1 Komposisi Kimia Batuan Reservoir2.1.1.1. Batuan Pasir2.1.1.2. Batuan Karbonat2.1.1.3. Batuan Shale

2.1.2. Sifat Fisik Batuan Reservoir 2.1.2.1. Porositas2.1.2.2. Permeabilitas2.1.2.3. Wettabilitas 2.1.2.4. Tekanan Kapiler2.1.2.5. Saturasi Fluida2.1.2.6. Kompressibilitas

2.1.3. Sifat Fisik Batuan Formasi2.1.3.1. Compressive Strength2.1.3.2. Rock Drillability2.1.3.3. Hardness2.1.3.4. Abrassiveness2.1.3.5. Elastisitas2.1.3.6. Bailing Tendency

2.2. Karakteristik Fluida Reservoir2.2.1. Komposisi Kimia Fluida Reservoir

2.2.1.1. Komposisi Kimia Hidrokarbon2.2.1.1.1. Hidrokarbon Jenuh2.2.1.1.2. Hidrokarbon Tak Jenuh.2.2.1.1.3. Hidrokarbon Naftena2.2.1.1.4. Hidrokarbon Aromatik

2.2.1.2. Komposisi Kimia Air Formasi2.2.1.2.1. Jenis Kandungan Ion2.2.1.2.2. Kandungan Ion dan Mineral

Page 24: Propose Mpi

2.2.1.3. Sifat Fisik Fluida Reservoir 2.2.1.3.1. Sifat Fisik Minyak

2.2.1.3.1.1. Kelarutan Gas dalam Minyak2.2.1.3.1.2. Viskositas Minyak2.2.1.3.1.3. Faktor Volume Formasi Minyak2.2.1.3.1.4. Kompressibilitas Minyak2.2.1.3.1.5. Berat Jenis Minyak

2.2.1.3.2. Sifat Fisik Gas 2.2.1.3.2.1. Viskositas Gas2.2.1.3.2.2. Faktor Volume Formasi Gas2.2.1.3.2.3. Kompressibilitas Gas2.2.1.3.2.4. Berat Jenis Gas

2.2.1.3.3. Sifat Fisik Air Formasi2.2.1.3.3.1. Densitas Air Formasi2.2.1.3.3.2. Viskositas Air Formasi2.2.1.3.3.3. Faktor Volume Formasi2.2.1.3.3.4. Kalarutan Gas dalam Air Formasi2.2.1.3.3.5. Kompressibilitas Air Formasi

2.2.2. Kondisi Reservoir2.2.2.1. Tekanan Reservoir

2.2.2.1.1. Tekanan reservoir menurut penyebabnya2.2.2.1.2. Tekanan reservoir menurut sifatnya

2.2.2.2. Temperatur Reservoir

BAB III. MASALAH PEMBORAN DAN FORMATION DAMAGE3.1. Problem pemboran

3.1.1. Problem shale3.1.1.1. Jenis-jenis shale

3.1.1.1.1. Gas Bearing Shale3.1.1.1.2. Bentonic Shale3.1.1.1.3. Fractured Brittle Shale

3.1.1.2. Sebab-sebab Shale Problem3.1.1.3. Faktor yang mempengaruhi problem shale

3.1.1.3.1. Faktor mekanis3.1.1.3.2. Faktor hidrasi3.1.1.3.3. Faktor selain mekanis dan hidrasi

3.1.1.4. Pencegahan problem shale3.1.2. Pipe sticking

3.1.2.1. Differential pipe sticking3.1.2.2. Mechanical sticking3.1.2.3. Key seating

3.1.3. Lost Circulation3.1.3.1. Sebab-sebab lost circulation

3.1.3.1.1. Faktor mekanis3.1.3.1.2. Faktor formasi

3.1.3.2. Penentuan letak lost circulation3.1.3.2.1. Temperature survey

Page 25: Propose Mpi

3.1.3.2.2. Radioactive tracer survry3.1.3.2.3. Spinner survey

3.1.3.3. Klasifikasi Zone Lost Circulation3.1.3.3.1. Seepage loss3.1.3.3.2. Partial loss3.1.3.3.3. Complete loss

3.1.3.4. Tindakan pencegahan3.1.4. Kick dan Semburan Liar

3.1.4.1. Sebab-sebab terjadinya kick3.1.4.2. Peralatan deteksiwell kick

3.2. Formation Damage pada Saat Pemboran3.2.1. Invasi filtrat lumpur pemboran

3.2.1.1. Mekanisme invasi fluida pemboran3.2.1.2. Pengaruh komposisi kimia lumpur bor3.2.1.3. Pengaruh partikel padatan lumpur bor

3.2.2. Adanya clay dalam formasi

BAB IV. PERENCANAAN PEMBORAN UNDERBALANCE4.1. Konsep Underbalanced Drilling

4.1.1. Keuntungan Metoda UBD4.1.1.1. Mencegah terjadinya Lost Circulation4.1.1.2. Maningkatkan Laju Penembusan Pahat4.1.1.3. Mencegah Terjadinya Pipa Terjepit4.1.1.4. Mencegah Terjadinya kerusakan Formasi4.1.1.5. Meningkatkan Hasil Penilaian Formasi4.1.1.6. Biaya pengunaan lumpur Berkurang

4.1.2. Kelemahan Metoda UBD4.1.2.1. Aspek Keamanan4.1.2.2. Aspek Biaya

4.1.2.3. Aspek kerusakan 4.1.3. Jenis formasi yang sesuai untuk UBD

4.1.3.1. Depleted formation4.1.3.2. Formasi batuan Keras4.1.3.3. Formasi dengan permeabilitas besar4.1.3.4. Formasi rekahan4.1.3.5. Formasi yang beresiko terjadi formation damage

4.1.4. Jenis formasi yang kurang sesuai untuk UBD4.1.4.1. Formasi dengan kombinasi tekanan dan permeabilitas

Tinggi4.1.4.2. Formasi dengan tekanan normal

4.2. Fluida Pemboran Pada Underbalanced Drilling4.2.1. Fluida Pemboran Fasa Cair4.2.2. Fluida Pemboran Fasa Gas

4.2.2.1. Udara Kering 4.2.2.1.1. Keuntungan dan kelemahannya4.2.2.1.2. Keperluan Laju Injeksi Udara4.2.2.1.3. Limitasi

Page 26: Propose Mpi

4.2.2.2. Nitrogen dan Gas Alam 4.2.2.2.1. Keuntungan dan Kelemahannya 4.2.2.2.2. Pembersihan Lubang 4.2.2.2.3. Limitasi

4.2.3. Fluida Pemboran 2 Fasa (Aerated Drilling Fluid)4.2.3.1. Mist

4.2.3.1.1. Keuntungan dan Kelemahannya4.2.3.1.2. Pembersihan Lubang4.2.3.1.3. Limitasi

4.2.3.2. Foam4.2.3.2.1. Keuntungan dan Kelemahannya4.2.3.2.2. Pembersihan Lubang4.2.3.2.3. Kebutuhan Volume Air dan Udara pada Foam4.2.3.2.4. Limitasi

4.2.3.3. Gasified Liquid4.2.3.3.1. Keuntungan dan Kelemahan Gasified Liquid4.2.3.3.2. Kebutuhan Volume Udara Pada Gasified Liquid4.2.3.3.3. Pembersihan Lubang Bor4.2.3.3.4. Limitasi

4.3. Metode UBD berdasarkan model operasinya4.3.1. Flow drilling4.3.2. Snub drilling4.3.3. Closed system4.3.4. Mud Cap Drilling

4.4. Limitasi Underbalanced Drilling4.5. Peralatan yang Digunakan Pada Pemboran UBD

4.5.1. Sistem Pencegahan Semburan Liar4.5.1.1. BOP Stack4.5.1.2. Rotating Head dan RBOP

4.5.2. Mud/Gas Separator 4.5.3. High Pressure Flamibility Limit Apparatus 4.5.4. Chemical Injection 4.5.5. UBD Choke Manifold 4.5.6. Peralatan-peralatan pendukung

4.6. Modifikasi Peralatan yang digunakan dalam UBD 4.5.1. Modifikasi Wellhead Pada UBD

4.5.2. Modifikasi Drill String Pada UBD 4.5.3. Modifikasi Casing Pada UBD

4.7. Pemilihan Bit Pada UBD4.8. Operasi penyemenan pada UBD

BAB V. PEMBAHASAN

BAB VI. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Page 27: Propose Mpi

LAMPIRAN

VII. RENCANA DAFTAR PUSTAKA

1. Adam T. Bourgoyne Jr., et.al., “Applied Drilling Engineering”, SPE Textbook

Series, First Printing, Richardson, Texas, USA, 1986.

2. Amyx, J.W., Bass, D.M.Jr., Whitting, R.L., “Petroleum Reservoir Engineering

- Physical Properties”, Mc. Graw Hill Book Company, New York USA -

Toronto Canada – London England, 1960.

3. Burcik, E.J., “Properties of Petroleum Reservoir Fluids”, International Human

Resources Development Corporation, Boston, 1979.

4. Craft, B.C. and Hawkins M.F., “Applied Petroleum Reservoir Engineering”,

Englewood Cliffs, Prentice-Hall, Inc., New Jersey, 1972.

5. Gatlin, C., “Petroleum Engineering – Drilling and well Completions”, Prentice-

Hall, Inc, Englewood Cliffs, New Jersey, 1960.

6. Huffco Indonesia, “Industri Perminyakan – Operasi-operasi dan Perlengkapan

Pengeboran”, Huffco Indonesia, a Division of Roy M. Hurlington, Inc., Edisi

Ketiga, September, 1983.

7. McCain, William D. Jr., “The Properties of Petroleum Fluids”, Penn well

Publishing Company, Tulsa, Oklahoma, 1973.

8. McLennan, J., arden, R.S,. Curry, D., Stone, C.R., and Wyman, R.E.,

“Underbalanced Drilling Manual”, Gas Research Institute, Signa Engineering

Cor[oration, Texas, USA.

9. Nur Suhascaryo, Ir, MT., “Buku Pedoman – Perencanaan Sistem Peralatan

Pemboran”, Jurusan Teknik Perminyakan, Universitas Pembangunan Nasional

Veteran” Yogyakarta, 1999.

10. Rubiandini, R., “Teknik Pemboran I-II”, Jurusan Teknik Perminyakan, Institut

Teknologi Bandung, 1993.