proposal tpp katarak
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah kebutaan dan gangguan penglihatan merupakan masalah kesehatan
masyarakat dan juga masalah sosial. Berdasarkan hasil survey kesehatan indra penglihatan
dan pendengaran oleh DEPKES menunjukan prevalensi angka kebutaan 1,5%. Katarak
merupakan penyebab utama kebutaan di Indonesia (0,84%) dan baru mendapat pelayanan
operatif adalah 10% (penderita yang datang langsung ke rumah sakit), sedangkan 90%
penderita masih bersifat menunggu datangnya pelayanan kesehatan akibatnya timbul
penumpukan penderita katarak yang cukup tinggi, hal ini disebabkan oleh daya jangkau
pelayanan operasi yang masih rendah, kurangnya pengetahuan masyarakat, tingginya biaya
operasi serta keterbatasan tenaga dan fasilitas kesehatan mata, sementara itu sebagian besar
penderita kebutaan di Indonesia berada di daerah miskin dengan kondisi sosial ekonomi
rendah.(Depkes, 2000)
Survei kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran tahun 1993-1996 yang
dilakukan di 8 (delapan) Propinsi, menunjukan bahwa prevalensi kebutaan di Indonesia 1,5
%, Gangguan penglihatan berat 1,10 % dan gangguan penglihatan sedang 1.80 %. Penyebab
kebutaan adalah katarak 0,78 % ; glaukoma 0,20; kelainan refraksi 0,14 %; retina 0,13 %;
kornea 0,10 %; dan lain-lain 0,15 %. Menurut ketentuan WHO kebutaan yang cukup tinggi
tersebut (>1%) dinilai bukan hanya menjadi masalah medis ataupun masalah kesehatan
masyarakat semata, melainkan telah menjadi masalah sosial yang perlu ditangani secara lintas
program dan lintas sektor. Upaya pelayanan kesehatan mata ditiap jenjang pelayanan
diberikan secara komprehensif mulai dari promosi, preventif, kuratif dan rehabilitatif perlu
dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan. Kemampuan tenaga kesehatan di
Indonesia sudah memadai namun belum dibarengi dengan kuantitas. Alat deteksi dini katarak
dan glaukoma hanya ada di 20-30% rumah sakit dan belum menjangkau sarana pelayanan
kesehatan yang dekat dengan masyarakat seperti puskesmas. di dalam dan di luar negeri
untuk mewujudkan mata sehat 2020. (Bina Kesehatan Masyarakat Departemen kesehatan
R.I.(www.ditplb.or.id) )
N. Novi Kemala Sari (702010022)
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau terjadi akibat kedua-duanya
(Ilyas, 2010). Kekeruhan ini dapat mengganggu jalannya cahaya yang melewati lensa
sehingga pandangan dapat menjadi kabur hingga hilang sama sekali. Penyebab utama katarak
adalah usia, tetapi banyak hal lain yang dapat terlibat seperti trauma, toksin, penyakit
sistemik (seperti diabetes), merokok dan herediter (Vaughan & Asbury, 2007). Berdasarkan
studi potong lintang prevalensi katarak pada usia 65 tahun adalah 50% dan prevalensi ini
meningkat hingga 70% pada usia lebih dari 75 tahun (Vaughan & Asbury, 2007).
Katarak merupakan masalah penglihatan yang serius karena katarak dapat
mengakibatkan kebutaan. Menurut WHO pada tahun 2002 katarak merupakan penyebab
kebutaan yang paling utama di dunia sebesar 48% dari seluruh kebutaan di dunia. Setidaknya
terdapat delapan belas juta orang di dunia menderita kebutaan akibat katarak. Di Indonesia
sendiri berdasarkan hasil survey kesehatan indera 1993-1996, katarak juga penyebab
kebutaan paling utama yaitu sebesar 52%.
Mengingat bahwa penyakit katarak merupakan salah satu penyebab utama
kebutaan di Indonesia sehingga perlu diketahui oleh mahasiswa kedokteran, maka penulis
akan melakukan tugas pengenalan profesi untuk mengidentifikasi penyakit katarak yang
dialami penderita di Puskesmas.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja faktor resiko yang dialami penderita penyakit katarak di Puskesmas?
2. Apa saja gejala klinis yang dialami penderita penyakit katarak di Puskesmas?
3. Apa saja klasifikasi penyakit katarak yang dialami penderita penyakit katarak di
Puskesmas?
4. Bagaimana penatalaksanaan penyakit katarak di Puskesmas?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari pelaksanaan Tugas Pengenalan Profesi ini adalah agar
mahasiswa dapat melihat langsung keadaan umum penderita penyakit katarak di Puskesmas
.
N. Novi Kemala Sari (702010022)
1.3.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari pelaksanaan Tugas Pengenalan Profesi ini adalah
1. Untuk mengetahui faktor resiko yang dialami penderita penyakit katarak di
Puskesmas
2. Untuk mengetahui gejala klinis yang dialami penderita penyakit katarak di
Puskesmas
3. Untuk mengetahui klasifikasi penyakit katarak yang dialami penderita penyakit
katarak di Puskesmas
4. Untuk mengetahui penatalaksanaan penyakit katarak di Puskesmas
1.4 Manfaat Penelitian
1 Menambah ilmu tentang penyakit katarak khususnya di Puskesmas
2 Menambah pengalaman dalam mengidentifikasi penyakit katarak di Puskesmas
N. Novi Kemala Sari (702010022)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Mata
Pada dasarnya, anatomi mata dibagi menjadi tiga bagian, terdiri dari rongga orbita,
bola mata, dan adneksa yang terdiri atas kelopak mata dan sistem air mata. Rongga orbita
merupakan suatu rongga yang dibatasi dinding tulang dan berbentuk seperti piramida yang
menyelimuti bola mata. Isi rongga orbita terdiri atas bola mata dengan saraf-saraf optik,
pembuluh darah dan otot-otot penggerak bola mata.(Ilyas, 2010)
Gambar 2.1. Anatomi Bola MataSumber: Gray’s Anatomy for Students, Richard L. Drake
Bola mata terdiri atas dinding bola mata dan isi bola mata. Dinding bola mata
disusun atas sklera dan kornea. Sklera merupakan jaringan ikat kolagen, kenyal, tebalnya
N. Novi Kemala Sari (702010022)
kira-kira 1 mm. bagian luar sklera berwarna putih dan halus, sedangkan dibagian dalamnya
berwrna coklat dan kasar dan berhubungan dengan koroid. Dinding bola mata bagian depan
ialah kornea yang merupakan jaringan jernih dan bening, bentuknya hampir setengah
lingkaran. Batas kornea dan sklera disebut limbus. (Ilyas, 2010)
Isi bola mata terdiri atas lensa, uvea, badan kaca dan retina. Lensa adalah struktur
transparan, bikonveks yang berfungsi untuk
Mengatur kejernihannya sendiri
Untuk merefraksikan cahaya
Akomodasi
Lensa tidak mempunyai asupan darah ataupun inervasi saraf dan bergantung
sepenuhnya pada aquos humor untuk metabolism dan pembuangan “limbahnya”. Terletak di
belakang iris dan di depan korpus vitreous. Posisinya ditopang oleh zonula zinnia, terdiri dari
serabut-serabut kuat yang melekat ke korpus siliaris. Diameter lensa adalah 9-10 mm dan
tebalnya bervariasi dengan umur, mulai dari 3,5 mm (saat lahir) dan 5 mm (dewasa).
Beratnya juga bervariasi antara 135 mg (0-9 tahun) hingga 255 mg (usia 40-80 tahun).
(Hutauruk, 2004)
Lensa mempunyai dua permukaan yaitu permukaan anterior dan posterior, dimana
kelengkungan permukaan anterior dengan radius kurvatura 6 mm. Kedua permukaan ini
bertemu di ekuator. Lensa dapat merefraksikan cahaya karena memiliki indeks refraksi,
normalnya sekitar 1,4 di sentral dan 1,36 di perifer. Dalam keadaan nonakomodatif,
kekuatannya 15-20 dioptri (D).
Struktur lensa terdiri dari:
1. Kapsul
Tipis transparan, dikelilingi oleh membran hialin yang lebih tebal pada
permukaan anterior disbanding posterior. Kapsul lensa merupakan membran
basal yang dihasilkan oleh sel epitel lensa, dimana komposisi terbanyak adalah
kolagen tipe IV. Kapsul lensa paling tebal di zona preekuatorial anterior dan
posterior dan paling tipis pada bagian posterior sentral. Dengan pertambahan
umur, kapsul anterior menebal sekitar 2 lipatan. (Ilyas, 2010)
2. Serabut Zonular
Lensa disokong oleh serabut zonular berasal dari basal lamina
nonpigmented epithelium pars plana dan pars plikata daripada korpus siliaris.
Zonular ini masuk ke dalam lensa di region ekuator. Diameter serabut adalah 5-
N. Novi Kemala Sari (702010022)
30 μm. Pada keadaan tidak berakomodasi, badan siliaris memegang zonula
sedemikian rupa sehingga zonula dalam keadaan tegang dan menyebabkan
kapsu lensa tertarik dan bentuknya kurang cembung (konveks). Saat
berakomodasi, kontraksi otot badan siliaris akan menyebabkan processus
ciliaris terdorong lebih jauh kea rah sentral, hal ini membuat zonula mengendur.
Dengan tidak adanya tarikan dari zonula, bentuk lensa menjadi lebih cembung
(diameter anterior posterior bertambah), sehingga kekuatan refraksinya juga
bertambah saat berakomodasi. (Ilyas, 2010)
3. Epitel
Tepat dibelakang kapsul anterior lensa terdapat satu lapisan sel epitel. Sel-
sel ini aktif dalam metabolisme dan melakukan aktivitas-aktivitas sel, termasuk
biosintesis DNA, RNA, protein, dan lemak, juga ATP untuk memberi energi
yang dibutuhkan lensa. Di bagian ekuator, sel ini aktif membelah dan
membentuk serabut lensa baru sepanjang kehidupan. Dengan pertambahan
umur, tinggi sel epitel berkurang dan lebarnya bertambah. Beberapa studi
menunjukan berkurangnya jumlah sel epitel terjadi pada pembentukan katarak.
(Vaughan, 2000)
4. Nukleus
Bagian sentralnya terdiri dari serabut-serabut tua. Terdiri beberapa zona
berbeda, yang menumpuk ke bawah sejalan dengan perkembangan. (Vaughan,
2000)
Epinukleus adalah bagian nukleus terluar atau bagian korteks terdalam
Nukleus dewasa adalah lapisan terdalam selanjutnya
Nukleus fetal mengacu kepada area cotyledonus pada daerah
penyebaran cahaya pada lensa dewasa yang jernih
Embrional nukleus adalah inti nukleus paling dalam
5. Korteks
Bagian perifer yang terdiri dari serabut-serabut lensa yang paling muda.
Bagian-bagian korteks dewasa :
Korteks perifer berada tepat dibawah epitel anterior atau kapsul
posterior
Korteks supranuklear dekat dengan nukleus
Epinukleus sama dengan region supranuklear
N. Novi Kemala Sari (702010022)
Sutura adalah garis yang dibentuk oleh ujung serabut lensa.
2.2 Katarak
2.2.1 Definisi
Katarak merupakan penyebab terbanyak kebutaan di dunia. Meskipun
dapat terjadi katarak congenital, dan katarak pada anak-anak serta dewasa
muda bisa terjadi katarak oleh karena trauma, namun mayoritas penyebab
katarak adalah karena faktor usia. Deteksi dini, pemantauan ketat, dan
intervensi operasi harus diterapkan dalam penatalaksanaan katarak. Lensa
adalah suatu struktur transparan (jernih). Kejernihannya dapat terganggu oleh
karena proses degenerasi yang menyebabkan kekeruhan serabut lensa.
Terjadinya kekeruhan pada lensa disebut dengan katarak. (Vaughan, 2000)
2.2.2 Faktor Resiko
Katarak adalah penyakit degeneratif yang dipengaruhi oleh berbagai
faktor, baik faktor intrinsik maupun faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik yang
berpengaruh antara lain adalah umur, jenis kelamin, dan faktor genetik,
sedangkan faktor ekstrinsik yang berpengaruh antara lain adalah pendidikan
dan pekerjaan yang berdampak langsung pada status sosial ekonomi dan status
kesehatan seseorang serta faktor lingkungan, dalam hubungannya dengan
paparan sinar ultra violet. Berikut ini beberapa faktor resiko yang dapat di
jelaskan:
1. Usia
Katarak sangat berhubungan dengan bertambahnya usia dan berkaitan
dengan proses penuaanyang terjadi dalam lensa. Perubahan yang tampk
adalah bertambah tebalnya nukleus dengan berkembangnya lapisan
korteks lensa. Secara klinik, proses ketuaan lensa sudah tampak sejak
terjadi pengurangan kekuatan akomodasi lensa akibat mulai terjadinya
sklerosis lensa yang timbul pada usia dekade ke-4 dalam bentuk keluhan
presbiopia. (Vaughan, 2000)
Penelitian-penelitian di Amerika, mengidentifikasi adanya katarak
pada sekitar 10% orang Amerika Serikat, dan prevalensi ini meningkat
sampai sekitar 50% untuk mereka yang berusia antara 65 dan 74 tahun
N. Novi Kemala Sari (702010022)
dan sampai sekitar 70% untuk mereka yang berusia lebih dari 75 tahun.
(Vaughan, 2000)
2. Gender
Tingginya resiko perempuan terkena katarak sebenarnya tidaklah
terlalu besar tapi secara konsisten dijumpai dalam berbagai penelitian-
penelitian. Tingginya prevalensi pada perempuan terutama untuk resiko
terjadinya katarak kortikal. (Herna, 2009)
2.2.3 Gejala Klinis
Kekeruhan lensa dapat terjadi tanpa menimbulkan gejala, dan
dijumpai pada pemeriksaan mata rutin. Gejala katarak yang sering dikeluhkan
adalah (Vaughan, 2000) :
1. Silau
Pasien katarak sering mengeluh silau, yang bisa bervariasi
keparahannya mulai dari penurunan sensitivitas kontras dalam lingkungan
yang terang hingga silau pada saat siang hari atau sewaktu melihat lampu
mobil atau kondisi serupa di malam hari. Keluhan ini khususnya dijumpai
pada tipe katarak posterior subskapular. Pemeriksaan silau (test glare)
dilakukan untuk mengetahui derajat gangguan penglihatan yang
disebabkan oleh sumber cahaya yang diletakan didalam lapang pandang
pasien. (Vaughan, 2000)
2. Halo
Hal ini bisa terjadi pada beberapa pasien oleh karena terpecahnya
sinar putih menjadi spectrum warna oleh karena meningkatnya kandungan
air dalam lensa.
3. Diplopia mononuklear atau poliopia
Terkadang, perubahan nuclear terletak pada lapisan dalam nukleus
lensa, menyebabkan daerah pembiasan multipel di tengah lensa. Daerah
ini dapat dilihat dengan refleks merah retinoskopi atau oftalmoskopi direk.
N. Novi Kemala Sari (702010022)
Tipe katarak ini kadang-kadang menyebabkan diplopia monocular atau
poliopia.
4. Distorsi
Katarak dapat menyebabkan garis lurus kelihatan bergelombang,
sering dijumpai pada stadium awal katarak.
5. Penurunan tajam penglihatan
Katarak menyebabkan penurunan tajam penglihatan progresif tanpa
rasa nyeri. Umumnya pasien katarak menceritakan riwayat klinisnya
langsung tepat sasaran, dan pasien menceritakan kepada dokter, aktivitas
apa saja yang terganggu. Dalam situasi lain, pasien hanya menyadari
adanya gangguan penglihatan setelah dilakukan pemeriksaan. Setiap tipe
katarak biasanya mempunyai gejala gangguan penglihatan yang berbeda-
beda, tergantung pada cahaya, ukuran pupil dan derajat myopia. Setelah
didapat riwayat penyakit, maka pasien harus dilakukan pemeriksaan
penglihatan lengkap, dimulai dengan refraksi. Perkembangan katarak
nuclear sklerotik dapat meningkatkan dioptri lensa, sehinggaterjadi
myopia ringan hingga sedang.
6. Sensitivitas Kontras
Sensitivitas kontras mengukur kemampuan pasien untuk mendeteksi
variasi tersamar dalam bayangan dengan menggunakan benda yang
bervariasi dalam hal kontras, luminance dan frekuensi spasial. Sensitifitas
kontras dapat menunjukan penurunan fungsi penglihatan yang tidak
terdeteksi dengan snellen. Namun, hal tersebut bukanlah indicator spesifik
hilangnya tajam penglihatan oleh karena katarak.
7. Myopic shift
Perkembangan katarak dapat terjadi peningkatan dioptri kekuatan
lensa, yang umumnya menyebabkan myopia ringan atau sedang.
Umumnya pematangan katarak nuklear ditandai dengan kembalinya
penglihatan dekat oleh karena meningkatnya miopia akibat peningkatan
N. Novi Kemala Sari (702010022)
kekuatan refraktif lensa nuklear sklerotik, sehingga kacamata baca atau
bifokal tidak diperlukan lagi. Perubahan ini disebut “second sight”.
Namun, seiring dengan perubahan kualitas optikal lensa, keuntungan
tersebut akhirnya hilang juga. (Ilyas, 2010)
2.2.4 Klasifikasi Katarak
2.2.4.1 Katarak Kongenital
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum
atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun.
Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi
yangcukup berarti terutama akibat penanganannya yang kurang tepat.
Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan
oleh ibu-ibu yang menderita penyakit rubela, galaktosemia,
homosisteinuri, toksoplasmosis, inklusi sitomegalik, dan histoplasmosis,
penyakit lain yang menyertai katarak kongenital biasanya berupa
penyakit- penyakt herediter seperti mikroftlmus, aniridia, koloboma iris,
keratokonus, iris heterokromia,lensa ektopik, displasia retina, dan
megalo kornea.
Katarak kongenital digolongkan dalam katarak :
1.Kapsulolentikular, dimana pada golongan ini termasuk katarak
kapsular dan katarak polaris.
2.Katarak lentikular, termasuk dalam golongan ini katarak yang
mengenai korteks atau nukleus saja.
Kekeruhan katarak kongenital dapat dijumpai dalam berbagai
bentuk dan gambaran morfologik. Dikenal bentuk-bentuk katarak
kongenital :katarak piramidalis atau polaris anterior, katarak piramidalis
atau polaris posterior, katarak zonularis atau lamelaris, katarak pungtata
dan lain-lain.
N. Novi Kemala Sari (702010022)
2.2.4.2 Katarak Juvenil
Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang
mulai terbentuknya pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan.
Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital.
(sesudah usia 1 tahun). Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit
penyakitsistemik ataupun metabolik dan penyakit lainnya seperti:
i.Katarak metabolik
a. Katarak diabetika dan galaktosemik (gula)
b. Katarak hipokalsemik (tetanik)
c . Katarak defisiensi gizi
d. Katarak aminoasiduria (termasuk sindrom Lowe dan
homosistinuria)
e . Penyakit Wilson
f. Katarak berhubungan dengan kelainan metabolik lain
ii.Otot
a.Distrofi miotonik (umur 20-30 tahun)
iii.Katarak traumatik
iv.Katarak komplikata
a.Kelainan kongenital dan herediter (siklopia, koloboma,
mikroftalmia, aniridia, pembuluhhialoid persisten, heterokromia
iridis)
b. Katarak degeneratif (dengan miopia dan distrofi vitreoretinal),
seperti Wagner danretinitis pigmentosa, dan neoplasma)
c.Katarak anoksik
N. Novi Kemala Sari (702010022)
d. Toksik (kortikosteroid sistemik atau topikal, ergot, naftalein,
dinitrofenol,triparanol(MER-29),antikholinesterase,
klorpromazin, miotik, klorpromazin, busulfan, besi)
e. Lain-lain kelainan kongenital, sindrom tertentu, disertai kelainan
kulit (sindermatik),tulang (disostosis kraniofasial,
osteogenesis inperfekta, khondrodistrofia kalsifikan skongenita
pungtata), dan kromosom
f. Katarak radiasi
2.2.4.3 Katarak Senilis
Katarak senilis adalah jenis katarak yang paling sering dijumpai
yaitu sekitar 90 % dari kasus katarak adalah katarak senilis. Telah
diketahui katarak senilis ada hubungan dengan bertambahnya usia dan
berkaitan dengan proses ketuaan yang terjadi di dalam lensa. Perubahan
yang tampak adalah bertambah tebalnya nukleus dengan berkembangnya
lapisan korteks lensa. Secara klinik, proses ketuaan lensa sudah tampak
sejak terjadi pengurangan kekuatan akomodasi lensa akibat mulai
terjadinya sklerosis lensa yang timbul pada usia dekade 4 dalam bentuk
keluhan presbiopia. (Ilyas, 2010)
Pengelompokan katarak senilis berdasarkan tingkat kematangan
dan berdasarkan bentuk kekeruhan lensa. Hubungan dengan derajat
gangguan penglihatan dan tingkat kematangan sangat diperlukan untuk
menentukan waktu pengambilan tindakan operasi. Berdasarkan tingkat
kematangan katarak senilis dibagi menjadi 4 stadium yaitu, stadium
insipien, stadium immatur, stadium matur dan hipermatur, sedangkan
berdasarkan bentuk dikenal 3 bentuk katarak senilis, yaitu katarak
nuklear, kortikal dan kupuliform. (Ilyas, 2010)
Berdasarkan morfologinya katarak dibagi menjadi :
1. Katarak nuklear
Inti lensa dewasa selama hidup bertambah besar dan menjadi
sklerotik. Lama kelamaan inti lensa yang mulanya menjadi putih
N. Novi Kemala Sari (702010022)
kekuning-kuningan menjadi coklat dan kemudian menjadi kehitam-
hitaman. Keadaan ini disebut katarak brunesen atau nigra.
2. Katarak kortikal
Pada katarak kortikal terjadi penyerapan air sehingga lensa
menjadi cembung dan terjadi miopisasi akibat perubahan indeks
refraksi lensa. Pada keadaan ini penderita seakan-akan mendapatkan
kekuatan baru untuk melihat dekat pada usia yang bertambah.
3. Katarak kupuliform
Katarak kupuliform dapat terlihat pada stadium dini katarak
kortikal atau nuklear. Kekeruhan terletak di lapis korteks posterior
dan dapat memberikan gambaran piring. Makin dekat letaknya
terhadap kapsul makin cepat bertambahnya katarak. Katarak ini
sering sukar dibedakan dengan katarak komplikata. (Ilyas, 2010)
Berdasarkan tingkat kematangannya, katarak dibagi menjadi 4
stadium :
1. Katarak insipien
Kekeruhan tidak teratur seperti bercak-bercak yang membentuk
gerigi dengan dasar di perifer dan daerah jernih diantaranya.
Kekeruhan biasanya terletak dikorteks anterior atau posterior.
Kekeruhan ini pada permulaan hanya tampak bila pupil dilebarkan.
Pada stadium ini terdapat keluhan poliopia oleh karena indeks
refraksi tidak sama pada semua bagian lensa. Bila dilakukan uji
bayangan iris akan positif.
2. Katarak imatur
Pada stadium yang lebih lanjut, terjadi kekeruhan yang lebih
tebal tetapi tidak atau belum mengenai seluruh lensa sehingga masih
N. Novi Kemala Sari (702010022)
terdapat bagian bagian yang jernih pada lensa. Pada stadium ini
terjadi hidrasi korteks yang mengakibatkan lensa menjadi bertambah
cembung. Pencembungan lensa ini akan memberikan indeks
perubahan refraksi dimana mata akan menjadi miopik.
Kecembungan ini akan mengakibatkan pendorongan iris ke depan
sehingga bilik mata akan lebih sempit. Pada stadium intumesen ini
akan mudah terjadi penyulit glaukoma . Uji bayangan iris pada
keadaan ini positif.
3. Katarak matur
Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi
pengeluaran air bersama-sama hasil desintegrasi melalui kapsul. Di
dalam stadium ini lensa akan berukuran normal. Iris tidak terdorong
ke depan dan bilik mata depan akan mempunyai kedalaman normal
kembali. Kadang pada stadium ini terlihat lensa berwarna sangat
putih akibat perkapuran menyeluruh karena deposit kalsium. Bila
dilakukan uji bayangan iris akan terlihat negatif.
4. Katarak hipermatur
Merupakan proses degenerasi lanjut lensa sehingga korteks
lensa mencair dan dapat keluar melalui kapsul lensa. Lensa
mengkerut dan berwarna kuning. Akibat pengeriputan lensa dan
mencairnya korteks, nukleus lensa tenggelam ke arah bawah
(katarak Morgagni). Lensa yang mengecil akan mengakibatkan bilik
mata menjadi dalam. Uji bayangan iris memberikan gambaran
pseudopositif.
2.2.5 Patofisiologi
Lensa berisi 65% air, 35% protein dan mineral penting. Katarak
merupakan kondisi penurunan ambilan oksigen, penurunan air, peningkatan
N. Novi Kemala Sari (702010022)
kandungan kalsium dan berubahnya protein yang dapat larut menjadi tidak larut.
Pada proses penuaan, lensa secara bertahap kehilangan air dan mengalami
peningkatan dalam ukuran dan densitasnya. Peningkatan densitas diakibatkan
oleh kompresi sentral serta lensa yang lebih tua. Saat serat lensa yang baru
diproduksi dikorteks, serat lensa ditekan menuju sentral. Serat-serat lensa yang
padat lama-lama menyebabkan hilangnya transparansi lensa yang tidak terasa
nyeri dan sering bilateral. Selain itu berbagai penyebab katarak diatas
menyebabkan gangguan metabolisme pada lensa mata. Gangguan metabolisme
ini , menyebabkan perubahan kandungan bahan-bahan yang ada didalam lensa
yang pada akhirnya menyebabkan kekeruhan lensa. Kekeruhan dapat
berkembang diberbagai bagian lensa atau kapsulnya. Pada gangguan ini sinar
yang masuk memalui kornea yang dihalangi oleh lensa yang keruh atau huram.
Kondisi ini memburamkan bayangan semu yang sampai pada retina.Akibat otak
mengiterprestasikan sebagai bayangan yang berkabut. Pada katarak yang tidak
diterapi, lensa mata menjadi putih susu, kemudian berubah kuning , bahkan
menjadi coklat atau hitam dank klien mengalami kesulitan dalam membedakan
warna. (Indriana, 2005)
Katarak pada usia lanjut terjadi melalui dua proses, yaitu :
1. Penumpukan protein di lensa mata
Komposisi terbanyak pada lensa mata adalah air dan protein.
Penumpukan protein pada lensa mata dapat menyebabkan kekeruhan
pada lensa mata dan mengurangi jumlah cahaya yang masuk ke retina.
Proses penumpukan protein ini berlangsung secara bertahap, sehingga
padatahap awal seseorang tidak merasakan keluhan atau gangguan
penglihatan. Pada proses selanjutnya penumpukan protein ini akan
semakin meluas sehingga gangguan penglihatan akan semakin meluas
dan bisa sampai pada kebutaan. Proses ini merupakan penyebab
tersering yang menyebabkan katarak yang terjadi pada usia lanjut.
2. Perubahan warna pada lensa mata yang terjadi perlahan- lahan
N. Novi Kemala Sari (702010022)
Pada keadaan normal lensa mata bersifat bening. Seiring dengan
pertambahan usia, lensa mata dapat mengalami perubahan warna
menjadi kuning keruh atau coklat keruh. Proses ini dapat menyebabkan
gangguan penglihatan (pandangan buram/kabur) pada seseorang, tetapi
tidak menghambat penghantaran cahaya ke retina.
2.2.6 Penatalaksanaan
Gejala-gejala yang timbul pada katarak yang masih ringan dapat dibantu
dengan menggunakan kacamata, lensa pembesar, cahaya yang lebih terang, atau
kacamata yang dapat meredamkan cahaya. Pada tahap ini tidak diperlukan
tindakan operasi.
Tindakan operasi katarak merupakan cara yang efektif untuk
memperbaiki lensa mata, tetapi tidak semua kasus katarak memerlukan tindakan
operasi. Operasi katarak perlu dilakukan jika kekeruhan lensa menyebabkan
penurunan tajam. Operasi katarak dapat dipertimbangkan untuk dilakukan jika
katarak terjadi bersamaan dengan penyakit mata lainnya, seperti
uveitis,glaukoma, dan retinopati diabetikum. Selain itu jika hasil yang didapat
setelah operasi jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan risiko operasi
yang mungkin terjadi.
Ekstraksi katarak adalah cara pembedahan dengan mengangkat lensa
yang katarak. Dapat dilakukan dengan intrakapsular yaitu mengeluarkan lensa
dengan isi kapsul lensa atau ekstrakapsular yaitu mengeluarkan isi lensa
(korteks dan nucleus) melalui kapsul anterior yang dirobek dengan
meninggalkan kapsul posterior.
1. Operasi katarak ekstrakapsular atau ekstraksi katarak ekstra kapsular (EKEK)
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan
pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior
sehingga massa lensa dan korteks lensa dapat keluar melalui robekan
tersebut. Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasiendengan
kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa intra okular,
kemungkinan akan dilakukan bedah gloukoma, mata dengan presdiposisi
N. Novi Kemala Sari (702010022)
untuk terjadinya prolaps badan kaca, sebelumnya mata mengalami ablasi
retina, mata dengan sitoid makular edema, pasca bedah ablasi, untuk
mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps
badankaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat
terjadi katarak sekunder.
2.Operasi katarak intrakapsular atau ekstraksi katarak intrakapsular (EKIK)
Pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul.
Dapat dilakukan pada zonulazinn telah rapuh atau berdegenerasi dan
mudah diputus. Pada tindakan ini tidak akan terjadi katarak sekunder.
Penderita yang telah menjalani pembedahan katarak biasanya akan
mendapatkan lensa buatan sebagai pengganti lensa yang telah diangkat.
Lensa buatan ini merupakan lempengan plastik yang disebut lensa
intraokular, biasanya lensa intraokular dimasukkan ke dalam kapsul lensa di
dalam mata. Operasi katarak sering dilakukan dan biasanyaaman. Setelah
pembedahan jarang sekali terjadi infeksi atau perdarahan pada mata yang
bisa menyebabkan gangguan penglihatan yang serius. Untuk mencegah
infeksi, mengurangi peradangan dan mempercepat penyembuhan,
selama beberapa minggu setelah pembedahan diberikan tetes mata atau salep.
Untuk melindungi matadari cedera, penderita sebaiknya menggunakan
kaca mata atau pelindung mata yang terbuat dari logam sampai luka
pembedahan benar-benar sembuh.
3. Fakoemulsifikasi
Merupakan bentuk ECCE yang terbaru dimana menggunakan getaran
ultrasonic untuk menghancurkan nucleus sehingga material nucleus dan
kortek dapat diaspirasi melalui insisi ±3 mm. Teknik operasi ini
menggunakan gelombang ultrasonik dan hanya perlu membuat lukairisan
sekitar 1,8 – 2,75 milimeter saja.. Dengan alat ini lensa dipecah dalam
beberapa bagian selanjutnya dihisap. Kemudian diteruskan dengan
pemasangan lensa tanam lipat (Foldable IntraOculer Lens). Keuntungan dari
teknik ini adalah luka irisan minimal, resiko infeksi kecil, tanpa jahitan,
penyembuhan lebih cepat dan rehabilitasi visus/penglihatan lebih cepat
N. Novi Kemala Sari (702010022)
sehingga pasienlebih puas. Dengan teknik ini seberapapun derajat ketipisan
katarak operasi dapat dilakukantanpa menunggu matang.
4. Rehabilitasi
Pilihan rehabilitasi bergantung pada keparahan
masalah, umur klien dan jenis pembedahan. Pilihan
rehabilitasi meliputi sebagai berikut :
1) Kacamata (aphakic spectacles)
Setelah ekstraksi katarak, mata klien tak mempunyai
lensa yang disebut afakia dengan tanda COA dalam, iris
tremulans, pupil hitam. Keadaan ini harus dikoreksi dengan
lensa sferis (+) 10D supaya dapat melihatjauh. Koreksi ini
harus diberikan 3 bulan pascaoperasi, sebab sebelum 3
bulan keadaan refraksi masih berubah-ubah karena
keadaan luka belum tenang dan astigmatismenya tidak
tetap. Lensa mengubah bayangan sebanyak 25-33% dan
menyebabkan distorsi sehingga garis vertikal seperti pintu
tampak melengkung, menyebabkan pandangan perifer
hilang, kedua mata tidak berfungsi bersama, sehingga
terjadi diplopia jika hanya satu mata yang dioperasi, dan
merupakan pilihan yang tidak mahal.
2) Lensa kontak
Keuntungan pilihan ini adalah ukuran bayangan hanya
7% lebih besar daripada ukuran normal, sehingga kedua
mata berfungsi bersama. Lapang pandang tidak
berubah/konstriksi. Kerugiannya dapat terjadi lakrimasi,
perlu ketrampilan untuk memasang dan melepas,
potensial infeksi dan abrasi kornea, implantasi lensa
intraokuler, distorsi bayangan minimal 1-3%, segera
kembali ke binokular vision. Kerugiannya risiko tinggi
N. Novi Kemala Sari (702010022)
komplikasi, kemungkinan penolakan lensa dan biaya
mahal. (Indriana, 2005)
BAB III
METODE PELAKSANAAN
3.1 Tempat Pelaksanaan
Puskesmas
3.2 Waktu Pelaksanaan
Hari/ Tanggal : November 2012
Pukul :
3.3 Subjek Tugas Mandiri
Mengidentifikasi penyakit katarak di Puskesmas
3.4 Langkah Kerja
1. Membuat proposal
2. Melakukan konsultasi kepada pembimbing Tugas Pengenalan Profesi
3. Meminta surat jalan dari kampus untuk melaksanakan TPP di Puskesmas
4. Mengidentifikasi penyakit katarak di Puskesmas
5. Mengumpulkan hasil kerja lapangan untuk mendapatkan suatu kesimpulan
6. Membuat laporan hasil Tugas Pengenalan Profesi dari data yang sudah didapatkan
3.5 Pengumpulan data
Melakukan identifikasi langsung terhadap penderita penyakit katarak di PuskesmasN. Novi Kemala Sari (702010022)
3.6 Pengolahan data
Analisis deskriptif yaitu pengolahan data yang dilakukan dengan cara
membandingkan teori dan data di lapangan
Palembang, November 2012
Mahasiswa Blok XV Kelompok 2
Diketahui dan Disetujui
Pembimbing
dr. Hj. Hasmeinah, Sp.M
N. Novi Kemala Sari (702010022)
BAB IV
PENUTUP
Proposal ini disusun sebagai usaha melakukan penyelenggaraan kegiatan Tugas
Pengenalan Profesi supaya mahasiswa dapat mengamati lebih awal dan melihat secara
langsung penderita penyakit katarak di Puskesmas
Demikianlah proposal kami, semoga proposal ini menjadi bahan pertimbangan dan
perhatian dr. Hj. Hasmeinah, Sp.M, selaku pembimbing Tutorial 2 dalam mendukung
kegiatan Tugas Pengenalan Profesi yang kami laksanakan dalam rangka meningkatkan
Sumber Daya Manusia sekaligus untuk memenuhi tugas pada blok XV ini.
N. Novi Kemala Sari (702010022)
DAFTAR PUSTAKA
Guyton, Arthur C. & Kohn E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta :
EGC
Hutauruk, Soekardi. 2004. Anatomi dan Fisiologi Lensa dalam Transmisi menuju
Fakoemulsifikasi. Jakarta : Granit, Kelompok Yayasan Obor Indonesia
Ilyas, Sidarta. 2010. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Ed.6. Jakarta : EGC
Vaughan, Daniel, dkk. 2000. Oftalmology Umum Edisi 14. Jakarta : Widya Medika
N. Novi Kemala Sari (702010022)
LAMPIRAN
QUESIONER
Identitas Pasien
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pekerjaan :
Alamat :
Status :
Anamnesis (Autoanamnesis/ Alloanamnesis)
1. Apa keluhan yang dialami ibu/bapak?
2. Sejak kapan keluhan timbul?
3. Apakah keluhan tersebut semakin memburuk (perjalanan penyakit)?
4. Adakah keluhan tambahan lainnya misalnya :
- Penglihatan menjadi silau
- Mata merah
- Mata beair
- Penglihatan seperti ganda (diplopia)
- Melihat adanya lingkaran di sekeliling cahaya (halo)
- Lebih nyaman melihat ditempat yang teduh
- Distorsi/ garis lurus terlihat bergelombang
5. Apakah keluhan hanya terjadi pada satu mata atau keduanya?
6. Apakah pernah menggunakan obat mata atau belum?
7. Obat apa yang diberikan?
8. Setelah mengkonsumsi obat tersebut, keluhan berkurang atau tidak?
N. Novi Kemala Sari (702010022)
9. Apakah pernah terapi pengobatan (laser)?
10. Apakah pernah mengkonsumsi obat- obatan misalnya steroid/ reumatik?
11. Sebelumnya pernah mengalami keluhan yang sama?
12. Apakah pernah mengalami kecelakaan yang mengakibatkan penglihatan menjadi kabur
(trauma)?
13. Apakah ada penyakit dahulu seperti :
- Diabetes melitus (sering makan, sering kencing, badan tambah kurus)
- Hipertensi (sakit di belakang kepala terutama pagi hari, pernah mendapat obat
anti hipertensi)
11. Apakah anggota keluarga pernah mengalami keluhan yang sama?
12. Apakah anggota keluarga ada yang menderita penyakit Diabetes Melitus/ Hipertensi?
13. Apa pengobatan yang telah dilakukan untuk mengatasi keluhan?
N. Novi Kemala Sari (702010022)