proposal tesis _ potensi kretek sebagai indikasi geografis kota kudus

36
POTENSI PENDAFTARAN ROKOK KRETEK SEBAGAI INDIKASI GEOGRAFIS KOTA KUDUS USULAN PENELITIAN TESIS Disusun Dalam Rangka Memenuhi Persyaratan Program Magister Ilmu Hukum Disusun Oleh : Toebagus Galang Windi Pratama, S.H. 11010114410077 Pembimbing : Dr, Kholis Roisah, S.H., M.Hum PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2015

Upload: galang-windy

Post on 03-Feb-2016

54 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

hukum, kekayaan intelektual, indikasi geografis, kretek,

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal Tesis _ Potensi Kretek Sebagai Indikasi Geografis Kota Kudus

POTENSI PENDAFTARAN ROKOK KRETEK SEBAGAI INDIKASI GEOGRAFIS

KOTA KUDUS

USULAN PENELITIAN TESIS

Disusun Dalam Rangka Memenuhi Persyaratan

Program Magister Ilmu Hukum

Disusun Oleh :

Toebagus Galang Windi Pratama, S.H.

11010114410077

Pembimbing :

Dr, Kholis Roisah, S.H., M.Hum

PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2015

Page 2: Proposal Tesis _ Potensi Kretek Sebagai Indikasi Geografis Kota Kudus

i

HALAMAN PENGESAHAN

POTENSI PENDAFTARAN ROKOK KRETEK SEBAGAI INDIKASI GEOGRAFIS

KOTA KUDUS

USULAN PENELITIAN TESIS

Disusun Dalam Rangka Memenuhi Persyaratan

Program Magister Ilmu Hukum

Mengetahui Pembimbing,

Dr. Kholis Roisah, S.H., M.Hum NIP. 196012301986032004

Peneliti,

Toebagus Galang Windi P, SH. NIM. 11010114410077

Page 3: Proposal Tesis _ Potensi Kretek Sebagai Indikasi Geografis Kota Kudus

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................... i

DAFTAR ISI .......................................................................................... ii

A. Latar Belakang ....................................................................... 1

B. Perumusan Masalah ................................................................. 14

C. Tujuan Penelitian .................................................................... 15

D. Kegunaan Penelitian ................................................................ 15

1. Kegunaan Teoritis ................................................................ 15

2. Kegunaan Praktis ................................................................. 16

E. Kerangka Pemikiran ................................................................ 17

F. Metode Penelitian ..................................................................... 20

1. Metode Pendekatan ............................................................... 20

2. Spesifikasi Penelitian ............................................................. 20

3. Jenis Dan Metode Pengumpulan Data ................................... 21

4. Metode Analisis Data ............................................................. 24

G. Jadwal Penelitian ........................................................................ 25

H. Sistematika Penulisan ................................................................. 26

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. iii

Page 4: Proposal Tesis _ Potensi Kretek Sebagai Indikasi Geografis Kota Kudus

1

A. Latar Belakang

Indonesia mengenal berbagai macam kekayaan intelektual, salah satunya yakni

Indikasi Geografis/ indikasi geografis merupakan jenis kekayaan intelektual berupa

suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan

Geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor

tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan.

Adanya aturan mengenai IG di Indonesia, sebagai salah satu bentuk norma

perlindungan KI, hadir setelah keikutsertaan dan ratifikasi Indonesia dalam Persetujuan

TRIPs (vide Keppres No. 7 Tahun 1994). Norma baru yang merupakan bagian dari

penyesuaian aturan KI pasca penandatanganan Persetujuan TRIPs ini dimasukkan

dalam rezim Merek sebagaimana tertuang dalam UU No. 14 Tahun 1997 tentang Merek

dan dalam UU Merek yang baru, UU No. 15 Tahun 2001 (“UU Merek”). Norma

pembatasannya tercantum pada Pasal 56 ayat (1) UU Merek, yakni :

“Indikasi-Geografis dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah

asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan Geografis termasuk faktor alam,

faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan

kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan”.

Geographical Indication atau Indikasi Geografis (IG) yang tertuang dalam norma

Persetujuan TRIPs merupakan pengembangan dari aturan mengenai Appellation of

Origin (“AO”) sebagaimana diatur dalam The Paris Convention for the Protection of

Industrial Property 1883 (Konvensi Paris 1883), sebagai berikut:

“… the geographical name of a country, region, or locality, which serves to

designate a product originating therein, the quality and characteristic of which are due

Page 5: Proposal Tesis _ Potensi Kretek Sebagai Indikasi Geografis Kota Kudus

2

exclusively or essentially to the geographical environment, including natural and

human factor”.

Bersama dengan Indikasi Asal (Indication of Source), AO termasuk dalam aturan

nama dagang yang memakai nama tempat untuk produk dagangnya. Nama tempat

berfungsi sebagai tanda pembeda. Lebih luas pengertiannya dari AO yang harus sama

persis dengan produknya, IG merujuk tidak hanya pada nama tempat, tetapi juga tanda-

tanda kedaerahan atau lambang dari lokasi bersangkutan yang mengidentifikasikan asal

produk khas bersangkutan. Contohnya seperti Menara Petronas, Opera House Sidney

ataupun Rumah Adat Toraja. Tanda itu bukan produk dagangnya, tetapi melekat pada

produk sebagai tanda asal yang berhubungan dengan kerakteristik produknya.

Bandingkan kondisinya dengan produk berupa Champagne, Tequila, ataupun keju

Parmagiano. Kesemuanya merupakan contoh IG.

Definisi Persetujuan TRIPs mengenai IG dituangkan dalam Pasal 22 ayat (1),

sebagai berikut:

“… indication which identify a good as originating in the territory of a Member,

or a region or locally in that territory, where a given quality, representation or other

characteristic of the goods is essentially attributable to its geographical origin.”

IG sendiri pengaturannya dalam Persetujuan TRIPs tidak mengatur lebih jauh

ihwal norma tertentu yang harus diikuti Negara peserta. Standar minimum yang harus

dilakukan setiap Negara peserta hanyalah melakukan cara-cara hukum dalam rangka

perlindungannya (legal means), termasuk singgungannya dengan persaingan tidak sehat

(unfair competition). Bentuk perlindungan seperti apa diserahkan pada kebijaksanaan

Page 6: Proposal Tesis _ Potensi Kretek Sebagai Indikasi Geografis Kota Kudus

3

masing-masing Negara. Aturan IG pun boleh dimasukkan di dalam ataupun di luar

aturan Merek. Walaupun TRIPs sendiri mengakui bahwa baik IG maupun Merek

merupakan rezim yang independen.

Serupa dengan perlindungan Merek di Indonesia, perlindungan IG juga

mensyaratkan adanya suatu proses permohonan pendaftaran. Hanya saja pendaftaran

dilakukan oleh kelompok masyarakat atau institusi yang mewakili atau memiliki

kepentingan atas produk bersangkutan. Berbeda dengan perlindungan merek, IG tidak

mengenal batas waktu perlindungan sepanjang karakteristik yang menjadi unggulannya

masih tetap dapat dipertahankan. Penjabaran secara rinci ihwal perlindungan IG

dituangkan dalam aturan pelaksana berupa PP No. 51 Tahun 2007 tentang Indikasi-

Geografis (“PP 51/2007”).

Perlindungan terhadap Indikasi Geografis bagi Indonesia adalah merupakan hal

yang penting, mengingat Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam,

baik hayati maupun non hayati terlebih didukung dengan iklimnya yang tropis sehingga

juga memiliki kekayaan sumber daya genetik ( SDG) yang berlimpah ruah dan SDG ini

merupakan hal yang vital karena berkaitan erat dengan aspek ketahanan pangan,

pelestarian lingkungan, pembangunan berkelanjutan dan aspek ekonomi1 dalam bidang

budaya Indonesia juga amat kaya sebagaimana dapat dilihat dari banyaknya masyarakat

adat yang terbentang dari sabang hingga merauke yang tentu saja dari interaksinya

dengan alam yang kaya ini menghasilkan pengetahuan tradisional dan budaya komunal

yang beragam. Hal inilah yang wajib digali untuk kemudian dikembangkan dan

dilestarikan lewat perlindungan Indikasi Geografis demi kemakmuran masyarakat.

1 Efriadi Lubis, Perlindungan dan Pemanfaatan Sumber Daya Genetik berdasarkan penerapan konsep

sovereign right dan kekayaan intelektual, Hal 1; Alumni, Bandung, 2009.

Page 7: Proposal Tesis _ Potensi Kretek Sebagai Indikasi Geografis Kota Kudus

4

Keberadaan Indikasi Geografis kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Hal

ini dapat dilihat dari minimnya peraturan yang mengaturnya terlebih persyaratan yang

sulit dimana dalam salah satu persyaratan diwajibkan membuat buku persyaratan yakni

buku yang memuat deskripsi barang yang dimaksud dengan mendetail mulai dari

sejarah, karakteristik dan lain lain yang amat memakan waktu dan biaya sehingga

hingga saat ini tercatat hanya 31 Indikasi Geografis yang terdaftar di Indonesia dimana

27 produk merupakan hasil mentah dan hanya 1 yang merupakan hasil kerajinan yakni

Mebel Ukir Jepara dan 3 lainnya merupakan produk negara lain yang didaftarkan di

indonesia2.

Keberadaan Indikasi Geografis amat penting karena menjadikan suatu produk

sebagai indikasi geografis sama dengan menyatakan bahwa produk tersebut adalah

produk unggulan daerah yang bersangkutan. Dengan adanya indikasi geografis maka

produk tersebut dapat terhindar dari pemalsuan. selain mencegah pemalsuan, manfaat

yang juga tidak kalah pentingnya adalah merangsang timbulnya inovasi baik

pengembangan lebih lanjut produk, atau strategi pemasaran seperti festival produk dan

pasar murah yang tentunya mendorong timbulnya lapangan kerja baru terkait dengan

Produk Indikasi Geografis tersebut.

Direktorat jenderal kekayaan intelektual mencatat Indikasi Geografis yang ada di

Indonesia hingga pada saat penulis membuat tulisan ini berjumlah 31, dengan catatan

bahwa 28 produk merupakan produk asli Indonesia dan 3 produk yakni

Champagne,Parmigiano Reggiano, dan Pisco merupakan produk asing. Dari 28 produk

2 Didik taryadi, handout, sistem perlindungan Indikasi Geografis di Indonesia dibawakan pada legal

workshop “ implikasi undang undang merek terhadap produk unggulan daerah di Indonesia” tanggal

23 mei 2015.

Page 8: Proposal Tesis _ Potensi Kretek Sebagai Indikasi Geografis Kota Kudus

5

itu sebanyak 27 produk adalah produk pertanian dan pangan dan hanya 1 produk yang

merupakan hasil kerajinan yakni Mebel Ukir Jepara. 3

Terobosan yang berhasil dilakukan oleh meubel ukir jepara sebagai satu satunya

produk kerajinan yang menjadi indikasi geografis di indonesia membuka membuka

peluang bagi produk kerajinan lainnya. Indonesia adalah negeri yang tidak hanya kaya

alamnya namun juga kaya akan budayanya. Salah satu yang menarik adalah budaya

rokok, yakni suatu kegiatan membakar tembakau untuk kemudian dikulum asapnya.

Bila bicara mengenai rokok tentunya erat kaitannya dengan tembakau. Berbeda

dengan tembakau lainnya, Tembakau Indonesia memiliki ciri khas yang berbeda dengan

negara manapun di dunia ini. Tembakau deli misalnya, yang telah dikembangkan sejak

tahun 1864 di tanah deli provinsi sumatera utara yang terkenal sebagai pembalut cerutu

terbaik di dunia. Jenis Tembakau ini merupakan jenis yang hanya tumbuh di Indonesia

dan memiliki kualitas dan citarasa yang berbeda dari Tembakau lain.

Kebiasaan mengkonsumsi Tembakau dengan cara digunakan sebagai Rokok

konon berasal dari benua amerika sekitar tahun 600 SM4, penduduk asli Amerika pada

saat itu suka mengkonsumsi Tembakau sebagai Rokok. Kemudian pada tahun 1492

ketika tim ekspedisi colombus pertama kali menginjakkan kakinya di tanah amerika,

para pendatang baru ini tertarik dengan kultur suku asli amerika yang suka

mengkonsumsi Tembakau dengan cara memasukkan Tembakau yang disulut ke dalam

sejenis pipa dan menghisap asapnya. Tidak butuh waktu lama bagi rombongan

colombus untuk tertular kebiasaan ini dan kemudian pulang dari ekspedisi dari benua

amerika dengan membawa hasil ekspedisi termasuk Tembakau dan lambat laun

3 Peta Wilayah Indikasi Geografis Terdaftar Februari 2015, DJKI, 2015.

4 Ronald hutapea, why Rokok ? Tembakau dan peradaban manusia, Hal XV ; bee media, jakarta, 2013.

Page 9: Proposal Tesis _ Potensi Kretek Sebagai Indikasi Geografis Kota Kudus

6

budidaya Tembakau sebagai Rokok berkembang juga di Eropa dan kemudian dunia,

termasuk Indonesia.

Di Indonesia, Tembakau mendapat sambutan yang baik dan menjadi bagian dari

kultur bangsa Indonesia, Tembakau pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh

pedagang dari Portugis pada sekitar 1600-an, hal ini dapat dilihat dari kata "Tembakau"

sendiri yang merupakan kata turunan dari kata “Tumbaco” dalam bahasa Portugis

daripada kata "Tobacco" dalam bahasa Inggris.

Indonesia karena kekayaan alam dan budayanya memiliki jenis Rokok yang

berbeda dengan Rokok Konvensional yakni Rokok Kretek, yakni Rokok yang

menggunakan Tembakau asli yang dikeringkan, ia juga dapat disebut dengan Rokok

herbal karena memadukan Tembakau dengan cengkeh yang diberi saus tertentu yang

memberikan citarasa yang berbeda dari Rokok konvensional, asal usul kata Kretek

sendiri muncul karena pada saat dihisap terdengar bunyi “Kretek-Kretek”.

Sejarah penemuan Rokok Kretek bermula dari kota Kudus. Tak jelas memang

asal usul yang akurat tentang Rokok Kretek. Menurut kisah yang hidup dikalangan para

pekerja pabrik Rokok, riwayat Kretek bermula dari penemuan Haji Djamari pada kurun

waktu sekitar akhir abad ke-19. Awalnya, penduduk asli Kudus ini merasa sakit pada

bagian dada. Ia lalu mengoleskan minyak cengkeh. Setelah itu, sakitnya pun reda.

Djamari lantas bereksperimen merajang cengkeh dan mencampurnya dengan Tembakau

untuk dilinting menjadi Rokok5

Kala itu melinting Rokok sudah menjadi kebiasaan kaum pria. Djamari

melakukan modifikasi dengan mencampur cengkeh. Setelah rutin menghisap Rokok

ciptaannya, Djamari merasa sakitnya hilang. Ia mewartakan penemuan ini kepada

5 Gessler, Diana Hollingsworth. Artikel, The Sampoerna Legacy: A Family & Business History.

Page 10: Proposal Tesis _ Potensi Kretek Sebagai Indikasi Geografis Kota Kudus

7

kerabat dekatnya. Berita ini pun menyebar cepat. Permintaan "Rokok obat" ini pun

mengalir. Djamari melayani banyak permintaan Rokok cengkeh. Lantaran ketika

dihisap, cengkeh yang terbakar mengeluarkan bunyi "keretek", maka Rokok temuan

Djamari ini dikenal dengan "Rokok Kretek". Awalnya, Kretek ini dibungkus klobot atau

daun jagung kering. Dijual per ikat dimana setiap ikat terdiri dari 10, tanpa selubung

kemasan sama sekali. Rokok Kretek pun kian dikenal.

Sepuluh tahun kemudian, penemuan Djamari menjadi dagangan memikat di

tangan Nitisemito, perintis industri Rokok di Kudus. Bisnis Rokok dimulai oleh

Nitisemito pada 1906 dan pada 1908 usahanya resmi terdaftar dengan merek "Tjap Bal

Tiga". Bisa dikatakan langkah Nitisemito itu menjadi tonggak tumbuhnya industri

Rokok Kretek di Indonesia.

Mbok Nasilah, istri dari Nitisemito yang juga dianggap sebagai penemu pertama

Rokok Kretek karena ia menemukan Rokok Kretek untuk menggantikan kebiasaan

nginang pada sekitar tahun 1870.. Pada awalnya ia mencoba meracik Rokok. Salah

satunya dengan menambahkan cengkeh ke Tembakau. Campuran ini kemudian

dibungkus dengan klobot atau daun jagung kering dan diikat dengan benang. Rokok ini

disukai oleh para kusir dokar dan pedagang keliling. Salah satu penggemarnya adalah

Nitisemito yang saat itu menjadi kusir.

Nitisemito lantas menikahi Nasilah dan mengembangkan usaha Rokok Kreteknya

menjadi mata dagangan utama. Usaha ini maju pesat. Nitisemito memberi label

Rokoknya "Rokok Tjap Kodok Mangan Ulo" (Rokok Cap Kodok makan Ular). Nama

ini tidak membawa hoki malah menjadi bahan tertawaan. Nitisemito lalu mengganti

dengan Tjap Bulatan Tiga. Lantaran gambar bulatan dalam kemasan mirip bola, merek

Page 11: Proposal Tesis _ Potensi Kretek Sebagai Indikasi Geografis Kota Kudus

8

ini kerap disebut Bal Tiga. Julukan ini akhirnya menjadi merek resmi dengan tambahan

Nitisemito (Tjap Bal Tiga H.M. Nitisemito).

Bal Tiga resmi berdiri pada 1914 di Desa Jati, Kudus. Setelah 10 tahun beroperasi,

Nitisemito mampu membangun pabrik besar diatas lahan 6 hektare di Desa jati. Ketika

itu, di Kudus telah berdiri 12 perusahaan Rokok besar, 16 perusahaan menengah, dan

tujuh pabrik Rokok kecil (gurem). Di antara pabrik besar itu adalah milik M.

Atmowidjojo (merek Goenoeng Kedoe), H.M Muslich (merek Delima), H. Ali Asikin

(merek Djangkar), Tjoa Khang Hay (merek Trio), dan M. Sirin (merek Garbis &

Manggis).

Keperkasaan bal tiga saat ini sudah tidak terlihat karena semua pabrik itu kini

telah tutup. Bal tiga ambruk karena perselisihan di antara para ahli warisnya.

Munculnya perusahaan Rokok lain seperti Nojorono/Clas Mild (1930), Djamboe Bol

(1937), Djarum (1951), dan Sukun, semakin mempersempit pasar Bal Tiga ditambah

dengan pecahnya Perang Dunia II pada tahun 1942 di Pasifik, masuknya tentara Jepang,

juga ikut memperburuk usaha Nitisemito. Banyak aset perusahaan yang disita. Pada

tahun 1955, sisa kerajaan Kretek Nitisemito akhirnya dibagi rata pada ahli warisnya.

Ambruknya pasaran Bal Tiga disebut sebut juga karena berdirinya Rokok Minak

Djinggo pada tahun 1930. Pemilik Rokok ini, Kho Djie Siong, adalah mantan agen Bal

Tiga di Pati, Jawa Tengah. Sewaktu masih bekerja pada Nitisemito, Kho Djie Siong

banyak menarik informasi rahasia racikan dan strategi dagang Bal Tiga dari M.

Karmaen, kawan sekolahnya di HIS Semarang yang juga menantu Nitisemito.

Pada tahun 1930, Minak Djinggo, yang penjualannya melesat cepat memindahkan

markasnya ke Kudus. untuk memperluas pasar, Kho Djie Siong meluncurkan produk

baru, Nojorono. Setelah Minak Djinggo, muncul beberapa perusahaan Rokok lain yang

Page 12: Proposal Tesis _ Potensi Kretek Sebagai Indikasi Geografis Kota Kudus

9

mampu bertahan hingga kini seperti Rokok Djamboe Bol milik H.A. Ma'roef, Rokok

Sukun milik M. Wartono dan Djarum yang didirikan Oei Wie Gwan.

Perusahaan Rokok Kretek Djarum berdiri pada 21 April 1951 dengan 10 pekerja.

Oei Wie Gwan, mantan agen Rokok Minak Djinggo di Jakarta ini, mengawali bisnisnya

dengan memasok Rokok untuk Dinas Perbekalan Angkatan Darat. Pada tahun 1955,

Djarum mulai memperluas produksi dan pemasarannya. Produksinya makin besar

setelah menggunakan mesin pelinting dan pengolah Tembakau pada tahun 1967.

Di era keemasan Minak Djinggo dan di ujung masa suram Bal Tiga, aroma bisnis

Kretek menjalar hingga ke luar Kudus. Banyak juragan dan agen Rokok bermunculan.

Di Magelang, Solo dan Yogyakarta, kebanyakan pabrik Kretek juga membuat Rokok

jenis Rokok klembak. Rokok ini berupa oplosan Tembakau, Cengkeh dan Kemenyan.

Rokok Kretek memiliki sejarah yang panjang di Indonesia, sejak diperkenalkan

oleh bangsa Portugis, ia sudah berakar ke dalam kebudayaan bangsa dan keberadaannya

sulit tergantikan namun seiring dengan berkembangan jaman terlebih di era globalisasi

ini merokok menjadi suatu hal yang tabu. Dikatakan demikian, karena banyak penelitian

medis yang mengungkapkan tentang bahaya merokok baik pada perokok secara aktif

yakni yang menghisap langsung dan perokok pasif atau yang menghisap secara tidak

langsung, tanpa memandang kontribusi besar yang diberikan oleh industri Rokok pada

negara. Pada tahun 2013, perusahaan Rokok besar seperti Sampoerna menyumbangkan

cukai sejumlah Rp 30,7 triliun. Kontribusi tercatat sebesar 29,6% dari total pendapatan

domestik cukai produk Tembakau negara sebesar Rp103,6 triliun pada tahun 2013

Page 13: Proposal Tesis _ Potensi Kretek Sebagai Indikasi Geografis Kota Kudus

10

berdasarkan Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

Tahun 2015.6

Pendapatan negara yang luar biasa hanya dari cukai Rokok tidaklah

mengherankan, karena Indonesia adalah penghasil Tembakau terbesar dan kualitasnya

yang bagus membuat banyak pertumbuhan pabrik-pabrik Rokok yang kadang kala

menimbulkan pro dan kontra di sana-sini. Namun ironisnya tidak terlihat adanya

dukungan pemerintah untuk melindungi salah satu industri yang menjadi pilar bangsa

ini, hal ini dapat dilihat dari diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109

Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang mengandung Zat Adiktif Berupa Produk

Tembakau Bagi kesehatan. Peraturan ini antara lain mengatur masalah produksi yang

meliputi uji kandungan kadar nikotin dan tar, penggunaan bahan tambahan, pengemasan

produk Tembakau, dan pencantuman peringatan kesehatan di bungkus Rokok yang bila

ditilik merupakan produk undang undang yang disponsori oleh WHO sebagaimana

tertuang dalam Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).

FCTC menekankan dan memprioritaskan terhadap hak setiap orang untuk

menjaga kesehatan. Karena konsumsi Tembakau dan paparan asap Rokok diasumsikan

dan disimpulkan sebagai suatu epidemik yang telah menjadi persoalan internasional.

Asumsi dan kesimpulan ini didasarkan atas berbagai penelitian tentang pengaruh asap

Rokok, produk-produk yang mengandung Tembakau yang diracik dengan canggih

untuk menimbulkan ketergantungan, selain dihasilkan secara farmakologis aktif,

mengandung racun, mutagenik dan risiko kanker, serta penyakit lainnya, bahkan

kemiskinan.7

6http://www.sampoerna.com/id_id/tobacco_regulation/pages/tobacco_taxation_system_in_Indonesia.

aspx diakses pada 14/08/2015. 7 Lihat “Pembukaan“ dalam FCTC.

Page 14: Proposal Tesis _ Potensi Kretek Sebagai Indikasi Geografis Kota Kudus

11

Rezim kesehatan dunia memang telah memprioritaskan hak setiap orang untuk

menjaga kesehatan berkaitan konsumsi Tembakau dan paparan asap Rokok, karena

dinilai berisiko tinggi atas beberapa PTM ( Penyakit Tidak Menular ), bahkan secara

mengerikan dikampanyekan berisiko kematian. Langkah-langkah pengendalian

Tembakau itu telah didukung oleh penelitian tentang dampak konsumsi Tembakau

terhadap kesehatan yang dilakukan WHO, sehingga diperkirakan sampai tahun 2020

bakal menjadi persoalan kesehatan terbesar atas penyakit yang ditimbulkan. Diprediksi,

praktik dan perilaku konsumsi Tembakau dapat menyebabkan 8,4 juta kematian setiap

tahun. Dikatakan, konsumsi Tembakau bakal “membunuh” setiap orang dalam 10 detik.

Diperkirakan pula bahwa peningkatan konsumsi Tembakau di Asia dapat meningkatkan

kematian empat kali lipat dari 1,1 juta orang (1990) menjadi 4,2 juta orang (2020).8

PP No. 109 tahun 2012 dapat juga dikatakan sebagai kepanjangan tangan dari

FCTC, karena terdapat sejumlah pasal pengaturan Iklan, Promosi, Sponsor, Tar dan

Nikotin, diversifikasi Tembakau, penjualan Rokok, dan seterusnya. Di satu sisi PP ini

telah menyederhanakan persoalan karena melihat Tembakau dan Rokok hanya dengan

perspektif kesehatan. Tetapi sekaligus juga melampaui kewenangannya (Over

Authority)9, karena mengatur berbagai problem diluar konteks bidang kesehatan. Dalam

konteks ini pemerintah hendaknya mengambil posisi yang lebih bijak. Masalah

Tembakau dan Rokok tidak bisa direduksi hanya semata persoalan kesehatan, akan

tetapi lebih luas lagi dalam dimensi sosial ekonomi dan budaya, yang melibatkan jutaan

rakyat menggantungkan hidup dalam temali mata rantai dari sektor ini.

8 Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang

Pengesahan Framework Convention on Tobacco Control (Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian

Tembakau),Hal 17-18; KomnasHAM, jakarta, 2012. 9 Thomas Sunaryo, OPINI AKADEMIK Atas Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 Tentang

Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, Hal 4;

serial kerakyatan Indonesia, jakarta, 2013.

Page 15: Proposal Tesis _ Potensi Kretek Sebagai Indikasi Geografis Kota Kudus

12

Tembakau dan Rokok merupakan satu-satunya industri nasional yang terintegrasi

dari hulu sampai ke hilir. Industri Rokok dikelola dengan sumber daya dalam negeri

baik tenaga kerja dan juga bahan baku. Ditengah gejala de-industrialisasi yang ditandai

dengan keterpurukan wajah industri nasional, oleh globalisasi dan perdagangan bebas,

tindakan memaksakan standarisasi aturan yang berdampak mematikan industri dalam

negeri, adalah cermin sikap yang bertentangan dengan semangat nasionalisme.

Satu hal yang ironis karena di satu sisi Rokok yang keberadaannya dianggap

sebagai barang yang “semi-haram” karena hanya ditinjau dari segi kesehatan, tanpa

melihat manfaat ekonomi yang dihasilkan. Padahal, ada banyak pengalaman lain yang

konkret di mana sejumlah orang berusia senja – laki-laki dan perempuan – masih

menikmati kepulan asap yang berasal dari racikan Tembakau dan cengkeh. Bahkan, ada

juga suatu penelitian yang menyimpulkan manfaat merokok, yaitu [a] menurunkan

risiko operasi penggantian lutut, [b] menurunkan risiko penyakit parkinson, [c]

menurunkan risiko obesitas, [d] menurunkan risiko kematian setelah si perokok

mengalami beberapa serangan jantung, dan [e] membantu obat jantung clopidogrel

bekerja lebih baik.10

Berbagai jenis riset lainnya yang pro-Rokok juga memberikan hasil positif juga

dapat dilihat, seperti ditemukannya Rokok “sehat” oleh Prof Sutiman Bambang Sumitro

MS DSc yang juga dikenal dengan istilah “Divine Cigarrette”11 hasil penelitian nano

teknologi yang menagkal radikal bebas dalam tubuh dan menghasilkan asap yang relatif

sedikit dari Rokok konvensional. Resiko merokok yang demikian menjadi perlu

10

Penelitian dari Universitas Adelaide, Australia, muncul dalam jurnal Arthritis & Rheumatism. Selain itu

dalam dalam jurnal Thrombosis Research, edisi Oktober 2010. Lihat “Benarkah Merokok Ada

Manfaatnya?” tempo.co, Jumat, 21 Desember 2012 | 07:00 WIB. 11

http://www.kaskus.co.id/thread/5128ef7e8027cf8b30000004/diskusi-divine-cigarette---Rokok-yang-

menyehatkan/1 diakses pada 01/09/2015.

Page 16: Proposal Tesis _ Potensi Kretek Sebagai Indikasi Geografis Kota Kudus

13

dipertanyakan kembali apakah memang benar benar berbahaya bagi kesehatan ? karena

tidak menutup kemungkinan bahwa dampak dampak yang ditimbulkan bukan

sepenuhnya berasal dari merokok melainkan sebab sebab lainnya seperti pencemaran

udara yang terus meningkat akibat pelepasan emisi gas rumah kaca dan bentuk

pencemaran lainnya.

Kajian-kajian mengenai potensi Rokok seringkali tidak diperhatikan namun

pemerintah justru terus menerus menekan industri Rokok seolah Rokoklah penyebab

permasalahan permasalahan tersebut seperti dalam PP nomor 109 tahun 2012 terlebih

keputusan menteri keuangan untuk menaikkan tarif cukai Rokok yang sekali lagi

menggerus industri Rokok.

Kenaikan tarif cukai tidak begitu memukul industri Rokok raksasa seperti

sampoerna atau djarum namun sangat berefek bagi industri kecil dan menengah, tak

kurang dari 4100 industri Rokok gulung tikar sejak 2009 12 hal ini karena Rokok Kretek

sudah tidak lagi dianggap sebagai kearifan lokal oleh pemerintah dan pandangan sempit

pemerintah yang hanya memandang Rokok dari segi medis belaka.

Beberapa kenyataan mengenai polemik mengenai industri hasil Tembakau diatas

yang menggambarkan besarnya pembatasan terhadap industri Tembakau, membuat

penulis bertanya, bukankah sudah saatnya industri Tembakau mendapat perhatian ?

bukannya mendapat pujian akan prestasi yang mereka capai, namun mereka seringkali

dihujat karena menyebabkan penyakit pernafasan, penyebab “kantong kering”,

penyebab kenakalan remaja, dan tak jarang yang mengkonotasikan perokok sebagai

berandalan dan budaya merokok yang bisa dikatakan sebagai kearifan lokal, juga

12

http://www.cnnIndonesia.com/ekonomi/20150320113249-92-40539/cukai-naik-4100-pabrik-Rokok-

gulung-tikar/

Page 17: Proposal Tesis _ Potensi Kretek Sebagai Indikasi Geografis Kota Kudus

14

sebagai sarana berkomunikasi antar warga menjadi terlupakan ditelan isu isu negatif

dalam masyarakat.

Kearifan lokal Rokok Kretek menjadi hal yang menarik untuk dikaji. Rokok

Kretek yang sudah lekat dengan imej kota Kudus dengan segala pro dan kontranya

sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dan memberikan kontribusi besar. bila

demikian maka sudah sepatutnya apabila produk Rokok Kretek dijadikan Indikasi

Geografis kota Kudus.

Gagasan Rokok Kretek sebagai Indikasi Geografis kota Kudus tentunya

memungkinkan. karena dengan masuknya meubel ukir jepara sebagai satu satunya

kerajinan sebagai Indikasi Geografis di Indonesia, maka tidak menutup kemungkinan

Rokok Kretek Kudus yang juga sebagai salah satu bentuk kerajinan menjadi Indikasi

Geografis.

Kemungkinan Rokok Kretek menjadi Indikasi Geografis kota Kudus juga

bertambah karena hingga saat ini Indonesia juga sudah mengakui beberapa produk

Tembakau dari berbagai daerah di Indonesia yakni Tembakau hitam dan Tembakau

mole sumedang, dan juga Tembakau Srinthil temanggung namun tentunya gagasan

Rokok Kretek sebagai Indikasi Geografis kota Kudus sudah pasti akan menimbulkan

hambatan karena mainstream pemikiran masyarakat adalah Rokok sama dengan barang

haram sebagaimana yang dilontarkan oleh organisasi islam besar yakni majelis ulama

Indonesia ( MUI )13 karena hanya memandang dari segi kesehatan.

13

http://www.tribunnews.com/bisnis/2014/10/14/pbnu-fatwa-haram-mui-soal-Rokok-tendensius

diakses pada 14/08/2015

Page 18: Proposal Tesis _ Potensi Kretek Sebagai Indikasi Geografis Kota Kudus

15

Rokok Kretek menjadi Indikasi Geografis bukanlah menjadi suatu hal yang tidak

mungkin sama halnya dengan cerutu kuba dan Tembakau turki.14 karena walaupun

Tembakau berasal dari amerika namun seiring perkembangan jaman, Tembakau yang

mulai di budidayakan di negara masing masing mulai memiliki ciri khas yang berbeda

satu sama lain. cita rasa Rokok Kretek Kudus yang tidak hanya berupa Tembakau

namun juga dicampur dengan cengkeh dan saus tertentu tentunya memiliki citarasa

yang berbeda dengan Rokok dari daerah lain. Adanya Indikasi Geografis juga dapat

merangsang inovasi terhadap Rokok Kretek dan bukan tidak mungkin Indonesia dapat

mengejar standar kesehatan yang diterapkan WHO terkait batas minimum tar dan

nikotin dalam Rokok.

Berdasarkan pandangan pandangan diatas inilah, ketika muncul usulan bahwa

kretek sebaiknya dimasukkan ke dalam rancangan undang undang kebudayaan menuai

kritikan keras karena dalam Pasal kretek masuk ke dalam Pasal 37 RUU Kebudayaan.

Pasal itu menyebutkan, kretek tradisional merupakan sejarah dan warisan kebudayaan

yang harus dihargai, diakui, serta dilindungi pemerintah dan pemerintah daerah.

Sementara, Pasal 49 menyebutkan perlindungan terhadap kretek tradisional dapat

diwujudkan dengan inventarisasi dan dokumentasi; fasilitasi pengembangan kretek

tradisional; sosialisasi, publikasi dan promisi kretek tradisional; festival kretek

tradisional; dan perlindungan kretek tradisional.15

Usulan kretek sebagai warisan budaya bangsa dalam RUU kebudayaan

dikhawatirkan mendukung budaya merokok bahkan kepada anak di bawah umur karena

adanya publikasi dan promosi terhadap produk yang dikmasukkan sebagai warisan 14

Melissa brockley, TED Case Studies Number760, 2004 pada http://www1.american.edu/ted/turkish-

tobacco.html diakses pada 14/08/2015. 15

http://nasional.kompas.com/read/2015/09/30/08153311/Pasal.Kretek.dalam.RUU.Kebudayaan.Diang

gap.Bertentangan.dengan.UU.Lain Diakses Pada 02/10/2015.

Page 19: Proposal Tesis _ Potensi Kretek Sebagai Indikasi Geografis Kota Kudus

16

budaya. Kretek sebagai warisan budaya, apabila dilihat, memiliki kesamaan dengan

indikasi geografis karena dengan menjadikan kretek sebagai indikasi geografis atau

produk unggulan daerah yang bersangkutan sama halnya dengan meningkatkan promosi

produk tersebut sehingga meningkatkan jumlah konsumsi produk yang dimaksud.

Dari uraian latar belakang diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwasannya

walaupun industri Rokok Kretek di Indonesia berkembang pesat namun tidak mendapat

perhatian dari pemerintah sehingga banyak perusahaan Rokok Kretek kecil dan

menengah gulung tikar untuk itu keberadaan Indikasi Geografis atas Rokok Kretek

menjadi amat diperlukan.

Gagasan Indikasi Geografis terhadap Rokok Kretek Kota Kudus tentunya

menimbulkan kontroversi karena Rokok sering dipandang negatif karena dampaknya

yang buruk bagi kesehatan, padahal banyak negara berlomba untuk mendaftarkan

Indikasi Geografis atas olahan Tembakaunya seperti Kuba dan Turki terlebih dalam

menghadapi MEA tentunya sektor industri yang memiliki kontribusi besar sudah

sewajarnya diperhatikan dan didukung. Maka dari itu, penulis merasa tertarik untuk

menuangkannya ke dalam Tesis dengan judul “ POTENSI PENDAFTARAN ROKOK

KRETEK SEBAGAI INDIKASI GEOGRAFIS KOTA KUDUS”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disusun bahwasannya penulis

mengidentifikasi beberapa hal yang dijadikan pokok permasalahan yang akan dibahas

dalam tesis ini, yakni sebagai berikut :

Page 20: Proposal Tesis _ Potensi Kretek Sebagai Indikasi Geografis Kota Kudus

17

1. Apakah Produk Rokok Kretek Di Kota Kudus Dapat Dilindungi Sebagai Indikasi

Geografis ?

2. Bagaimana Implikasi Perlindungan Hukum Terhadap Rokok Kretek Sebagai Indikasi

Geografis Kota Kudus ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan ketiga identifikasi masalah yang akan dibahas dalam tesis ini

tentunya memiliki tujuan. Tujuan dari penelitian tesis ini ialah sebagai berikut :

1. untuk mengkaji dan menganalisis formulasi dan regulasi Indikasi Geografis di

Indonesia saat ini dalam kaitannya dengan Potensi Rokok Kretek sebagai Indikasi

Geografis kota Kudus.

2. untuk mengkaji dan menganalisis dampak yang akan ditimbulkan dari Rokok Kretek

apabila ia menjadi Indikasi Geografis kota Kudus.

.

D. Kegunaan Penelitian

Dari tujuan penelitian diatas maka diharapkan dari hasil penulisan dan

pembahasan penulisan hukum ini dapat memberikan kontribusi atau manfaat baik secara

teoritis atau secara praktis sebagai bagian yang tidak terpisahkan, yaitu dari segi :

1. Teoritis Akademis

Dari segi teoritis akademis penelitian ini diharapkan berguna bagi

perkembangan ilmu hukum, penajaman dan aktualitas ilmu hukum dan dari segi

Page 21: Proposal Tesis _ Potensi Kretek Sebagai Indikasi Geografis Kota Kudus

18

tata negara terutama yang berkaitan dengan pengaturan intellectual property

Indikasi Geografis

dengan adanya hasil penelitian ini, diharapkan dapat menambah

pengetahuan dan wawasan bagi penulis pada khususnya dan segenap civitas

akademika universitas diponegoro pada umumnya terkait gagasan pengajuan

Rokok Kretek sebagai Indikasi Geografis kota Kudus sehingga selebihnya

diharapkan dapat terus melanjutkan pengembaraan dan penjelajahan teori hukum

untuk menuju kesempurnaan sehingga pikiran masyarakat tidak lagi menjadi

skeptis dan apatis terhadap industri Rokok dan dalam hubungannya dengan

hukum memberikan rasa keadilan bagi industri Rokok.

2. Praktis

dari segi praktis, penulis berharap penelitian ini dapat memberikan masukan

yang sangat berarti bagi penulis secara pribadi dan dapat memacu penulis untuk

meningkatkan kualitas penulisannya dalam penelitian penelitian ke depannya

nanti.

dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi besar

bagi para pihak terkait dalam peneltian ini terutama industri Rokok Kretek Kudus

dan pemerintah kota Kudus dan dapat dijadikan bahan masukan dalam pembuatan

buku syarat yang menjadi salah satu persyaratan yang paling sulit dalam

pembuatan Indikasi Geografis.

Page 22: Proposal Tesis _ Potensi Kretek Sebagai Indikasi Geografis Kota Kudus

19

E. Kerangka Pemikiran

v

Tabel : alur kerangka pemikiran tesis

WHO

( Framework Convention On Tobacco

Control Part III )

Trade Related Intellectual Property Rights

( TRIPS ) Section 3 Article 22

UUD 1945 Pasal 27 (2), 32, 33 (3)

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109

Tahun 2012 tentang Pengamanan

Bahan yang mengandung Zat Adiktif

Berupa Produk Tembakau Bagi

kesehatan.

( Indikasi Geografis ) dalam pasal

56, 57 dan pasal 58 UU nomor 15

tahun 2001 tentang merek.

Rokok Kretek Sebagai Kekayaan Intelektual Komunal

Indikasi Geografis Kota Kudus

Kontra : (alasan kesehatan )

PP Nomor 51 tahun 2007 tentang

Indikasi Geografis Pasal 2 Ayat (2)

Pro : ( alasan budaya/kearifan lokal dan ekonomi )

Hasil Penelitian Yang Diharapkan :

- Potensi Rokok Kretek sebagai

Indikasi Geografis

- dampak yang timbul dari Rokok

Kretek sebagai Indikasi Geografis

Undang Undang Nomor 39 Tahun 2007

Tentang Cukai

Analisa Permasalahan Menggunakan Teori :

- Teori Lawrence M. Friedman Tentang 3 unsur

sistem hukum

- Teori Richard A. Posner tentang economic analysis

of law

Rokok Kretek

Tradisi/ Budaya Bangsa

pasal 3 PP No. 51 Thn 2007

Tentang Indikasi Geografis

Pokok Permasalahan :

1. Apakah Produk Rokok Kretek Di Kota Kudus Dapat Dilindungi Sebagai Indikasi

Geografis ?

2. Bagaimana Implikasi Perlindungan Hukum Terhadap Rokok Kretek Sebagai

Indikasi Geografis Kota Kudus ?

Page 23: Proposal Tesis _ Potensi Kretek Sebagai Indikasi Geografis Kota Kudus

20

Segala peraturan perundang undangan yang berada di Indonesia tunduk kepada

undang undang dasar 1945 sebagai peraturan normatif tertinggi atau dikenal juga

dengan grundnorm16 dan pancasila sebagai yang dicita citakan. Dalam pelaksanaannya

juga peraturan perundang undangan juga harus tunduk pada instrumen internasional

sebagai salah satu bentuk konsekuensi negara dalam hubugan intrernasonal walaupun

kedudukannya masih dibawah undang undang dasar sebagai simbol kedaulatasn

pemerintahan negara.

Instrumen internasional dari WHO yakni framework convention on tobacco

control yang pada awalnya merupakan hasil dari Resolution WHO 48.11 in May 1995

yang mendorong negara negara dunia untuk menggalakkan anti Rokok. Indonesia

temasuk salah satu negara yang mendukung resolusi tersebut terbukti dengan

dikeluarkannya undang undang nomor 29 tahun 2007 yang kemudian dengan peraturan

pelaksanaannya yakni PP nomor 109 tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang

mengandung bahan adiktif yang semakin membatasi dan menganaktirikan industri

Rokok di Indonesia.

Rokok dalam hal ini Rokok retek merupakan produk asli Indonesia yang sudah

berakar pada budaya bangsa sekian lamanya dan layak dikatakan juga sebagai salah satu

identitas bangsa maka dari itu sudah selayaknya Rokok Kretek diakui sebagai kekayaan

intelektual bangsa yakni dengan dijadikan sebagai Indikasi Geografis di kota tempat

Rokok Kretek pertama kali ditemukan yakni kota Kudus.

Adanya gagasan Rokok Kretek sebagai Indikasi Geografis kota Kudus tentunya

akan menimbulkan banyak pertentangan walaupun tak jarang juga yang mengamininya.

16

Grundnorm atau dikenal juga dengan istilah staatfundamentalnorm, hans nawiaski, dalam hans kelsen,

teori hans kelsen tentang hukum, Hal 170, terjemahan, jimly asshidique, ali syafaat, MKRI, 2006.

Page 24: Proposal Tesis _ Potensi Kretek Sebagai Indikasi Geografis Kota Kudus

21

Timbulnya pertentangan tentu saja wajar mengingat masyarakat dewasa ini baik secara

nasional maupun internasional memandang sebelah industri Rokok sebagai sesuatu

barang berbahaya yang merusak kesehatan padahal nilai historisnya amat dalam dan

memiliki potensi ekonomi yang amat besar terlebih bagi negara dengan kekayaan alam

melimpah seperti Indonesia.

Section 3 article 22 TRIPs pada dasarnya memperbolehkan Rokok Kretek sebagai

Indikasi Geografis kota Kudus karena Rokok Kretek mencerminkan sinergi antara alam

dengan manusia yang hidup di dalamnya yang menghasilkan karakteristik yang

mencerminkan wilayah Kudus namun pembatasan dalam pasal 3 poin (a) PP nomor 51

tahun 2007 memberikan batasan yang masih rancu yakni larangan Indikasi Geografis

yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, moralitas agama, kesusilaan

atau ketertiban umum dan pertanyaannya apakah Rokok Kretek termasuk ?

Untuk membahas pokok permasalahan pertama yakni apakah bisa Rokok retek

dilindungi sebagai Indikasi Geografis kota Kudus, maka penulis dalam menganalisisnya

akan berpegangan pada teori dari Lawrence M. Friedman tentang tiga unsur sistem

hukum17 sebagai teori utama dalam menganalisis disertai teori teori relevan lainnya

sebagai pendukung dan teori dari Richard A. Posner tentang economic analysis of law18

sebagai teori utama dalam menganalisis pokok permasalahan kedua yakni dampak yang

ditimbulkan apabila Rokok Kretek menjadi Indikasi Geografis kota Kudus yang

tentunya dari segi ekonomi dan didukung dengan teori teori lainnya yang relevan.

Dalam pembahasan pokok permasalahan pertama akan menggunakan teori dari

lawrence M. Friedman tentang tiga unsur sistem hukum dimana hukum terdiri dari 3 hal

17

Lawrence Friedman, American Law, Hal 6 ; W.W Norton & Company, London, 1994. 18

Richard Posner, dalam Sanders, Anthony, Posner, Hayek & The Economic Analysis Of Law, Paper, Hal

1 ; Geogre Mason University, Virginia, 2003.

Page 25: Proposal Tesis _ Potensi Kretek Sebagai Indikasi Geografis Kota Kudus

22

yakni struktur hukum ( legal stucture ), substansi hukum (legal substance) dan budaya

hukum ( legal culture). Struktur hukum meliputi lembaga pemerintah yang bersifat

eksekutif, yudikatif dan legislatif sedangkan substansi hukum adalah norma maupun

peraturan perundang undangan yang berlaku. Dan budaya hukum merupakan pandangan,

kebiasaan maupun perilaku dari masyarakat mengenai pemikiran nilai nilai dan

pengharapan dari sistem hukum yang berlaku, yang artinya budaya hukum ialah iklim

dari pemikiran sosial tentang bagaimana hukum itu diaplikasikan, dilanggar dan

dilaksanakan.

Dengan menggunakan teori ini penulis dapat mengidentifikasi pokok

permasalahan pertama dengan akurat karena untuk mengetahui apakah suatu objek

dalam hal ini Rokok Kretek bisa dilindungi sebagai Indikasi Geografis perlu

memperhatikan 3 aspek sebagaimana teori yang diungkapkan Friedman yakni substansi

hukum, aturan aturan yang mendukung Rokok Rokok Kretek agar dapat menjadi

Indikasi Geografis, struktur hukum, yakni kesiapan dan kemauan dari aparatur

pemerintah dalam mendukung Rokok Kretek sebagai Indikasi Geografis kota Kudus

dan kultur hukum yang merupakan titik yang paling penting karena bersinggungan

langsung dengan masyarakat.

Untuk membahas pokok permasalahan kedua yakni apa dampak yang ditimbulkan

Rokok Kretek sebagai Indikasi Geografis, penulis menggunakan teori dari richard A.

Posner tentang economic analysis of law yang mendalilkan bahwa sesuatu pada

hakikatnya harus memberikan manfaat atau nilai utilitas bagi sesuatu yang lain ( social

welfare ), yang dalam perkembangannya setelah dianalisis oleh Ronald Coasei (1960)

dan Posner sendiri, ide analisis ekonomi terhadap hukum berkembang sehingga

mencakup Transaction Cost Of Economy yang berkaitan dengan efisiensi peraturan

Page 26: Proposal Tesis _ Potensi Kretek Sebagai Indikasi Geografis Kota Kudus

23

hukum yang sebagian besar hukum privat, economy constitution yang berkaitan dengan

tindakan manusia termasuk peraturan hukum formal, kebiasaan informal, tradisi dan

aturan sosial, dan public choice yang berkaitan dengan proses memutuskan secara

demokratis dengan mempertimbangkan metode ekonomi dan perdagangannya.

Teori dari posner ini diharapkan dapat memberikan analisis yang akurat akan

dampak terutama di bidang ekonomi apabila Rokok Kretek dijadikan Indikasi Geografis

kota Kudus. Kajian terhadap dampak yang timbul tentu tidak cukup akurat apabila

hanya ditinjau dari bidang eknomi saja, maka dari itu penulis menggunakan teori teori

lain yang relevan seperti teori “Law As A Tool Of Social Engineering” Roscoe Pound 19,

yang dapat dengan akurat menggambarkan kondisi masyarakat yang tentunya akan

mengalami perubahan apabila Rokok Kretek menjadi Indikasi Geografis.

Perlindungan asas dan kaedah KI yang ada dalam sistem hukum Indonesia saat ini

masih mencerminkan nilai nilai arus global yang Individualis dan Kapitalistik20 tanpa

mengakomodir nilai nilai yang berasal dari bangsa Indonesia sendiri yang bersifat

komunal dan spiritual dan maka dari itu untuk dapat mengetahui apakah Rokok Kretek

bisa menjadi Indikasi Geografis maka perlu dilakukan penelitian mendalam yang tidak

hanya berpegang pada instrumen hukum yang ada baik itu nasional maupun

internasional.

Untuk mengtahui Rokok Kretek apakah bisa menjadi Indikasi Geografis atau

tidak juga memerlukan instrumen hukum yang hidup di dalam masyarakat berupa

budaya adat istiadat dan juga sejarah dari Rokok Kretek itu sendiri karena poin

terpenting dari Indikasi Geografis ialah buku syarat yang berisi uraian lengkap dari 19

Roscoe pound, dalam Atmadja, edi, artikel, hukum sebagai sarana rekayasa sosial, radar lampung, 30

mei 2012. 20

Kholis roisah, dinamika perlindungan KI Indonesia dalam tatanan global ,Hal 150, Pustaka Magister,

semarang,2013

Page 27: Proposal Tesis _ Potensi Kretek Sebagai Indikasi Geografis Kota Kudus

24

produk yang dimaksud sebagaimana terdapat dalam PP 51 tahun 2007 maka dari itu

penulis memilih metode penelitian yang bersifat Yuridis Empiris yang tidak hanya

melihat hukum sebagai suatu hal yang rigid namun hukum sebagai suatu aturan yang

dinamis yang hidup di dalam masyarakat sehingga dapat menemukan hal yang menjadi

titik utama dari penelitian hukum ini yakni apakah bisa Rokok retek menjadi Indikasi

Geografis kota Kudus dan apa keuntungan dan kerugian yang mungkin timbul apabila

Rokok Kretek dijadikan sebagai Indikasi Geografis.

F. Metode Penelitian

1. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang akan digunakan penulis dalam penelitian hukum

ini sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya adalah metode penelitian yang

bersifat yuridis empiris. Keunggulan dari metode pendekatan ini adalah tidak

memandang hukum hanya sekedar peraturan perundang undangan namun hukum

yang hidup dalam masyarakat. Ia mengkaji sebagai variable bebas yang

menimbulkan pengaruh dan akibat dalam berbagai aspek kehidupan soaial.

Metode pendekatan ini sangat efektif untuk meneliti Rokok Kretek sebagai

Indikasi Geografis karena sifatnya yang praktis yang mengharuskan melihat

kenyataan yang ada di lapangan karena dari kata penelitian sendiri yakni yaitu

research yang terdiri dari dua kata yakni re dan search yang berarti pencarian

kembali,21 bukan sekadar read atau hanya membaca apa yang sudah ada.

21

Bambang sunggono, metodologi penelitian hukum , Hal 27; raja grafindo persada, jakarta: 1997.

Page 28: Proposal Tesis _ Potensi Kretek Sebagai Indikasi Geografis Kota Kudus

25

2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian yang digunakan bersifat deskriptif analitis22 yaitu

pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan obyek

penelitian pada saat sekarang, berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau

sebagaimana adanya. Bersifat deskriptif karena penelitian ini mempunyai maksud

untuk memberikan gambaran secara rinci, sistematis, faktual dan akurat mengenai

segala sesuatu yang berhubungan dengan penulisan Hukum ini yaitu potensi

Rokok Kretek sebagai Indikasi Geografis kota Kudus terutama terkait dengan

hambatan hambatan yang menghadang dan keuntungan dan kerugian yang

mungkin timbul.

Analisa penelitian ini diharapkan dapat mengetahui bagaimana keadaan

yang ada pada teori dan praktek, sehingga diharapkan pada akhir kegiatan dapat

memecahkan masalah yang ada. Bila digolongkan sebenarnya penelitian ini

merupakan gabungan antara observasi lapangan dan studi pustaka karena tak

dapat dipungkiri bahwa studi pustaka mutlak dibutuhkan sebagai modal awal

dalam melakukan penelitian. Sedangkan dalam mencari dan mengumpulkan data-

data yang ada difokuskan pada pokok-pokok permasalahan yang ada, supaya

dalam penelitian ini tidak terjadi penyimpangan dan kekaburan dalam

pembahasan, atau dengan kata lain akurat.

22

Hadari Nawawi & Mimi Martini, Penelitian Terapan, Hal 73 ; Yogyakarta: 1994.

Page 29: Proposal Tesis _ Potensi Kretek Sebagai Indikasi Geografis Kota Kudus

26

3. Jenis dan Metode Pengumpulan Data

Menurut Supranto dalam bukunya pengantar statistik bidang hukum,

lazimnya data yang diperoleh dalam penelitian ada dua, yakni23 :

1. Data Primer, yakni data yang diperoleh langsung dari objeknya. Dengan

kata lain data yang diperoleh secara langsung pada lokasi penelitian yaitu

pihak pihak terkait dalam potensi Rokok Kretek sebagai Indikasi Geografis

kota Kudus. adapun dalam memperolehnya menurut Burhan Ashshofa24,

dapat dilakukan dengan dua cara yakni dengan observasi dan dengan

wawancara. Penulis lebih memilih menggunakan wawancara karena

berbeda dengan observasi yang hanya bersifat pengamatan, dengan

wawancara hal yang sebelumnya tidak bisa didapatkan hanya dengan

mengamati bisa didapatkan.

Dalam melakukan wawancara juga ada beberapa hal yang harus

diperhatikan yakni apa yang ingin diketahui, tujuan penelitian, dan waktu

dan sumber daya yang tersedia. Oleh karena itu untuk mempermudah

penulis membuat daftar pertanyaan yang akan ditanyakan dalam wawancara

yang dilakukan dengan tidak menutup kemungkinan adanya pertanyaan lain

ketika wawancara dilakukan kepada pihak yang berwenang maupun yang

berkepentingan dalam hal Rokok Kretek sebagai Indikasi Geografis kota

Kudus ini yang antara lain :

a. Bagian Kekayaan Intelektual Kementrian Hukum Dan Ham RI Jawa

Tengah.

23 J. Supranto, Pengantar Statistik Bidang Hukum, Hal 47; Rineka Cipta, Jakarta ; 1995. 24 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Hal 59; Rineka Cipta, Jakarta ; 2007 .

Page 30: Proposal Tesis _ Potensi Kretek Sebagai Indikasi Geografis Kota Kudus

27

b. Pemerintah Kabupaten Kudus.

c. Komunitas Kretek.

d. Komisi Nasional Pengendalian Tembakau.

e. Musium Kretek Kudus.

2. Data Sekunder, yakni data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi.

Menurut Burhan Ashshofa25 data Sekunder memiliki arti penting sebagai

berikut :

a. Untuk mencari data awal atau informasi

b. Untuk mendapatkan landasan teori atau landasan hukum

c. Untuk mendapat batasan atau definisi atau arti dari suatu istilah

Menurut Burhan Ashshofa juga, data sekunder ini dapat

dikelompokkan menurut kekuatan mengikat dari isinya, yakni :

a. Bahan Primer, ialah bahan yang mengikat isinya karena dikeluarkan oleh

pemerintah baik itu instrumen hukum nasional maupun internasional

yang sudah diratifikasi. Untuk bahan Primer yang digunakan penulis

dalam penelitian hukum ini adalah :

1. Undang-Undang Dasar 1945

2. WHO ( Framework Convention On Tobacco Control / FCTC )

3. Trade Related Intellectual Property Rights ( TRIPS )

4. Undang Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Cukai

5. Undang Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek

6. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang

Pengamanan Bahan yang mengandung Zat Adiktif Berupa Produk

Tembakau Bagi kesehatan.

25

Op cit, Hlm 103.

Page 31: Proposal Tesis _ Potensi Kretek Sebagai Indikasi Geografis Kota Kudus

28

7. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 Tentang Indikasi

Geografis

b. Bahan Sekunder, ialah bahan yang isinya membahas Bahan Primer,

untuk bahan sekunder bisa didapat dari buku ataupun dari artikel. Bahan

sekunder yang digunakan oleh penulis sendiri sebagian besar terdiri dari

buku antara lain :

1. Ronald hutapea, why Rokok ? Tembakau dan peradaban manusia

2. Mangku Sitepoe, Kekhususan Rokok Indonesia

3. Thomas Sunaryo, Kretek Pusaka Nusantara

4. Miranda Harian, Membunuh Nusantara : Konspirasi Global

Penghancuran Kretek

5. Stefanie Schumann, Geographical Indication ; local product in local

market

6. Bernard O’Connor, The Law Of Geographical Indication

7. Kholis Roisah, Dinamika Perlindungan HKI Indonesia dalam tatanan

Global

8. Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum

5. Metode Analisis Data

Sebagai sarana untuk menarik kesimpulan dari dari data yang sudah

dikumpulkan maka penulis menggunakan metode analisis data yang bersifat

kualitatif dengan menelaah konsep-konsep, azas-azas, doktrin-doktrin, disajikan

dalam bentuk kalimat-kalimat yang dipisah-pisahkan menurut kategorisasi.

Analisis secara kualitatif tentu tidak lepas dari kedudukan subjek, dan objek

penelitian hingga terjadinya hubungan hukum bagi keduanya.

Page 32: Proposal Tesis _ Potensi Kretek Sebagai Indikasi Geografis Kota Kudus

29

Dalam kaitannya dengan hubungan antara subjek dengan objek penelitian

maka subjek yang dimaksud adalah Rokok Kretek sebagai Indikasi Geografis kota

Kudus sedangkan objek peelitian ialah pihak pihak yang berkepentingan dan

berkewenangan dalam Indikasi Geografis dan Rokok Kretek yakni kementerian

hukum dan HAM wilayah jawa tengah selaku pihak yang berwenang mengurus

pendaftaran hak kekayaan intelektual dan pemerintah kota Kudus selaku otoritas

yang berwenang dan industri Rokok Kretek Kudus.

G. Jadwal Penelitian

Agar penelitian dapat terlaksana dengan lancar dan baik maka penulis

menerapkan jadwal penelitian yang dijadikan sebegai patokan dalam menyelesaikan

penelitian hukum ini yakni sebegai berikut :

No. Kegiatan

Tahun 2015/2016

Aug Sep Oct Nov Dec Jan

1 Penyusunan Proposal V

2 Bimbingan, Usulan Penelitian, koreksi

dan Acc Untuk diseminarkan

V

3 Seminar Usulan Penelitian V

4 Revisi V

5 Pelaksanaan Penelitian V

6 Penyusunan Dan Pengolahan Data dari

Bab I hingga Bab, Revisi, Bimbingan

V V V

Page 33: Proposal Tesis _ Potensi Kretek Sebagai Indikasi Geografis Kota Kudus

30

dan Acc Untuk Seminar Hasil Penelitian

7 Seminar Hasil Penelitian V

8 Revisi V

9 Sidang Akhir V

H. Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini akan disusun berdasarkan sistematika sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan

Pada bab ini terdiri dari latar belakang Masalah, perumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, kerangka penelitian, metode penelitian dan

sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan Pustaka

Dalam bab ini menguraikan teori-teori dan peraturan-peraturan yang mendasari

tentang masalah yang dibahas dalam hal ini teori teori hukum dan aturan hukum

yang relevan membahas kemungkinan Rokok Kretek sebagai Indikasi Geografis kota

Kudus baik dari dalam maupun luar negeri dan tidak menutup kemungkinan bersifat

interdisipliner. Berisi kerangka pemikiran dengan masalah pokok yang ditulis.

BAB III : Hasil Penelitian Dan Pembahasan

Dalam bab ini akan menguraikan hasil penelitian dan membahasnya secara

mendalam, bab ini akan terdiri menjadi 2 sub bab sesuai dengan pokok permasalahan

yang dibahas yakni apakah Produk Rokok Kretek dapat dilindungi sebagai Indikasi

Geografis kota Kudus atau tidak sebagai sub bab 1 dan apa dampak yang

Page 34: Proposal Tesis _ Potensi Kretek Sebagai Indikasi Geografis Kota Kudus

31

ditimbulkan apabila Rokok Kretek menjadi Indikasi Geografis kota Kudus sebagai

sub bab 2.

BAB IV : Penutup

Dalam bab ini penulis akan memberikan kesimpulan dari hasil penelitian hukum ini

disertai dengan saran yang merupakan sumbangan dari pemikiran penulis.

Page 35: Proposal Tesis _ Potensi Kretek Sebagai Indikasi Geografis Kota Kudus

iii

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Mangku sitepoe, Kekhususan Rokok Indonesia; Grasindo, jakarta, 2000.

Ronald hutapea, why Rokok ? Tembakau dan peradaban manusia; bee media, jakarta,

2013.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Naskah Akademik Rancangan Undang-

Undang tentang Pengesahan Framework Convention on Tobacco Control

(Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau), Jakarta: KomnasHAM,

2012,

Thomas Sunaryo, OPINI AKADEMIK Atas Peraturan Pemerintah Nomor 109

Tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif

Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan; serial kerakyatan Indonesia, jakarta,

2013.

Penelitian dari Universitas Adelaide, Australia, muncul dalam jurnal Arthritis &

Rheumatism. Selain itu dalam dalam jurnal Thrombosis Research, edisi

Oktober 2010

Efriadi Lubis, Perlindungan dan Pemanfaatan Sumber Daya Genetik berdasarkan

penerapan konsep sovereign right dan kekayaan intelektual ; Alumni, Bandung,

2009.

hans kelsen, teori hans kelsen tentang hukum, terjemahan, jimly asshidique, ali

syafaat; MKRI, 2006.

Kholis roisah, dinamika perlindungan HKI Indonesia dalam tatanan global; Pustaka

Magister, semarang,2013.

Hadari Nawawi & Mimi Martini, Penelitian Terapan ; Yogyakarta: 1994.

J. Supranto, Pengantar Statistik Bidang Hukum; Rineka Cipta, Jakarta ; 1995.

Page 36: Proposal Tesis _ Potensi Kretek Sebagai Indikasi Geografis Kota Kudus

iv

Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum; Rineka Cipta, Jakarta ; 2007

Gessler, Diana Hollingsworth. The Sampoerna Legacy: A Family & Business History.

Peta Wilayah Indikasi Geografis Terdaftar Februari 2015, DJKI, 2015.

Richard Posner, dalam Sanders, Anthony, Posner, Hayek & The Economic Analysis

Of Law, Paper ; Geogre Mason University, Virginia, 2003

B. Internet

http://www.sampoerna.com/id_id/tobacco_regulation/pages/tobacco_taxation_syste

m_in_Indonesia.aspx

http://www.cnnIndonesia.com/ekonomi/20150320113249-92-40539/cukai-naik-

4100-pabrik-Rokok-gulung-tikar/

http://www.kaskus.co.id/thread/5128ef7e8027cf8b30000004/diskusi-divine-

cigarette---Rokok-yang-menyehatkan/1

http://www.tribunnews.com/bisnis/2014/10/14/pbnu-fatwa-haram-mui-soal-Rokok-

tendensius

Melissa brockley, TED Case Studies Number760, 2004 pada

http://www1.american.edu/ted/turkish-tobacco.html

http://nasional.kompas.com/read/2015/09/30/08153311/Pasal.Kretek.dalam.RUU.Ke

budayaan.Dianggap.Bertentangan.dengan.UU.Lain

C. Seminar

Didik taryadi, handout, sistem perlindungan Indikasi Geografis di Indonesia

dibawakan pada legal workshop “ implikasi undang undnag merek terhadap

produk unggulan daerah di Indonesia” tanggal 23 mei 2015.