proposal supt revisi

Upload: nanda-saraswati

Post on 10-Jul-2015

171 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Pembebanan Tanggung Jawab Internasional berdasarkan Attribution of Conduct dalam United Nations Peace Support Operation(Studi kasus : Behrami and Saramati)Oleh : A.A.A. Nanda Saraswati / 1006736116 Ario Triwibowo / 1006736343 Endah Dwi Abriyanti / 1006736652 Hendra Kurnia Putra / 1006736803 Muhamad Andrian Kamil / 1006736106

FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI PASCA SARJANA UNIVERSITAS INDONESIA 2011

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Dalam hukum internasional, terdapat pengaturan mengenai ketika terjadi suatu pelanggaran internasional, harus diikuti oleh adanya tanggungjawab.1 Mengemban tanggung jawab internasional atas pelanggaran kewajiban internasional merupakan salah satu prinsip utama dalam hukum internasional. Terminologi tanggungjawab internasional sebenarnya diartikan sebagai hubungan hukum internasional sebagai akibat dari tindakan wrongful yang dilakukan oleh subyek hukum internasional.2 Tanggung jawab berarti dua hal, yaitu responsibility, yang menunjuk pada standar perilaku dan kegagalan pemenuhan standar yang ditetapkan, sedangkan liability menunjuk pada kerusakan atau kerugian yang timbul akibat kegagalan memenuhi standar itu termasuk cara untuk memulihkan kerusakan atau kerugianitu. Sehingga tanggungjawab timbul karena adanya pelanggaran dari satu standard tertentu, dan apabila menimbulkan kerugian, harus diganti dengan ganti rugi oleh negara ataupun organisasi internasional. Perihal tanggungjawab Negara, International Law Commission (ILC) telah mengkodifikasinya dalam Articles on Responsibility of States for Internationally Wrongful Acts.3 Dalam pasal 1 ditegaskan bahwa setiap tindakan suatu negara yang tidaksah secara internasional melahirkan tanggung jawab bagi negara tersebut. Sedangkan pada pasal 2 ditegaskan bahwa negara merupakan subyek yang dimungkinkan melakukan tindakan tidak sah secara internasional. Perbuatan yang sah secara internasional menimbulkan kerugian atau kerusakan menyebabkan suatu negara dibebani kewajiban untuk memperbaikinya. Tindakan berbuat atau tidak berbuat yang mereka lakukan dapat menimbulkan tanggung jawab negara apabila: (1) tindakan tersebut merupakan pelanggaran

Cedric Ryngaert & Holly Buchanan, Member State responsibility for the acts of international organizations, Utrecht Law Review, Volume 7, Issue 1 (January) 2011, halaman 131 2 J. Crawford, The International Law Commissions Articles on State Responsibility (Cambridge University Press, Cambridge 2002), at 77. 3 (Draft) Articles on Responsibility of States for Internationally Wrongful Acts, in Report of the International Law Commission on the Work of its Fiftythird Session, Arts. 1 and 34, UN GAOR 56th Session, Supp. No. 10, UN Doc. A/56/10 (2001), p. 43

1

terhadap hukum internasional; (2) menurut hukum internasional, pelanggaran itu dapat dilimpahkan/dibebankan kepada negara.

Artikel tersebut memang cukup lengkap membahas mengenai tanggung jawab Negara namun sama sekali tidak menyinggung perihal tanggungjawab organisasi internasional. Hal tersebut disebabkan karena pada abad ke-19, negara masih merupakan entitas/aktor utama dalam setiap hubungan internasional, khususnya hukum internasional.4 Namun dengan berkembangnya keberadaan organisasi internasional sebagai subyek hukum internasional yang terus melakukan aktivitas atau tindakan yang dapat menimbulkan resiko terhadap pihak ketiga, tidak heran bila konsep tentang tanggungjawab organisasi internasional menjadi hal yang sangat penting. Peran fundamental dari tanggungjawab internasional yang digunakan untuk memastikan fungsi dari hukum internasional hanya dapat berjalan efektif bila norma atau aturan tentang tanggungjawab diaplikasikan terhadap semua subyek hukum internasional,5 termasuk organisasi internasional. Itulah sebabnya UN General Assembly memberikan rekomendasi kepada ILC untuk membuat topic mengenai tanggungjawab organisasi internasional,6 sampai pada terbentuknya Draft Articles on Responsibility of International Organization 2009. Tanggung jawab organisasi internasional timbul ketika organisasi internasional tersebut dikatakan sebagai subjek hukum internasional yang terikat oleh berbagai kewajiban internasional.7 Sama halnya seperti subjek hukum perseorangan, organisasi internasional dapat melakukan tindakan yang dapat menyebabkan kerugian kepada pihak lain. Adanya suatu kekebalan dari organisasi internasional tidak mempengaruhi timbulnya tanggung jawab. Kekebalan hanya digunakan untuk mencegah suatu organisasi internasional menjadi subjek tuntutan pengadilan asing, dan tidak mempengaruhi hak dan kewajiban yang melekat di dalamnya.8 Organisasi internasional yang saat ini telah diterima sebagai salah satu subyek hukum internasional memilikiPeter Malanczuk, Akehursts Modern Introduction to International Law, Seventh Revised Edition, Routledge, London, 1997, hlm. 91 5 Beti Hohler, 'Responsibility of International organizations: The Element of Attribution in The Context of Peacekeeping Operations (Overview of Normative Framework and Manifestation in Practice), in Global International Studies Conference, Faculty of Social Science, University of Ljubljana, 2008, hlm.3. 6 International Law Commission, First Report on Responsibility of International Organizations, UN Doc A/CN.4/532 (2003). 7 Henry G. Schermers and Niels M. Blokker, International Institutional Law, (Leiden: Martinus Nijhoff Publishers, 2003), 1004 8 Ibid 10054

legal personality yang terpisah dari Negara anggota. Pemilikan personalitas yuridik telah menyebabkan organisasi-organisasi internasional tersebut harus menghormati hukum internasional. Demikianlah tiap-tiap perbuatan atau kelalaian yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan perjanjian internasional dalam mana organisasi itu adalah pihak, merupakan suatu pelanggaran internasional yang harus dipertanggung jawabkan.9 Tanggung jawab organisasi internasional telah diterima secara luas sebagai kebiasaan internasional, yang awalnya dibuat untuk negara, kini telah diterima mutatis mutandis terhadap organisasi internasional.10 Tindakan yang salah dari negara ataupun organisasi internasional terjadi apabila tindakan atau kesalahan memenuhi dua persyaratan, yaitu:11 1. Diatribusikan kepada negara atau organisasi internasional berdasarkan hukum internasional. 2. Melanggar kewajiban internasional. Jadi, salah satu syarat terpenting untuk menentukan subjek yang akan bertanggung jawab atas wrongful act, adalah ketentuan tentang atribusi, yaitu suatu proses untuk menentukan subjek mana yang akan dikenai tanggung jawab internasional tersebut. Atribusi yang dimaksud disini adalah atribusi dari tindakan yang salah (wrongful act) atau dalam hukum internasional dikenal dengan istilah Attribution of Conduct. Attribution of Conduct menjadi sulit dalam suatu keadaan yang melibatkan banyak subjek internasional. Perserikatan Bangsa-Bangsa, sebagai organisasi universal dan terbesar di dunia melalui Sekretariat-nya menekankan bahwa tanggung jawab internasional PBB dalam kegiatannya pasukannya, dan dapat diatribusikan untuk terhadap personalitas hak dan hukum internasional-nya kapasitasnya mengemban kewajiban

internasional.12 Maka disimpulkan bahwa prinsip penting mengenai tanggung jawab organisasi internasional ini adalah (i) organisasi internasional sebagai pribadi hukumBoer Mauna, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, PT. ALUMNI, Bandung, 2005, hlm 483. 10 M. Shaw, International Law (5th edition Cambridge University Press, Cambridge 2005) at 1200. 11 UNGA Res 56/83 (12 December 2001), Responsibility of States for International Wrongful Act, (selanjutnya disebut ASR), pasal 2, Report of The Drafting Committee 55th session-60th session of the International Law Commission, Responsibility of International Organization, 2003-2008 (selanjutnya disebut DARIO), pasal 3. 12 Schermers, op.cit, 1005.9

merupakan subjek dari hukum internasional; dan (ii) pelanggaran hukum internasional oleh suatu subjek hukum internasional, baik secara sengaja atau kelalaian, maka akan menimbulkan tanggung jawab.13 Sebagaimana halnya dengan tanggung jawab negara, jenis tindakan wrongful act yang dilakukan oleh organisasi internasional tidak terlalu dipermasalahkan. Dengan kata lain, jika wrongful act tersebut melanggar sebuah perjanjian atau hukum kebiasaan internasional, maka akan timbul sebuah pertanggungjawaban.14 Pada WHO Agreement case, Mahkamah Internasional secara spesifik menyebutkan bahwa terdapat suatu hukum kebiasaan internasional mengenai adanya kewajiban bagi organisasi internasional. Dengan demikian, terdapat suatu keadaan dimana organisasi internasional bertanggung jawab di bawah hukum kebiasaan internasional dalam tindakannya melalui pegawai atau agen-nya. Dalam hal ini mereka bertindak dalam rangka menjalankan fungsinya atau bertindak dibawah kendali dari organsiasi tersebut, contohnya adalah pasukan bersenjata dalam hal PBB.15 Prinsip dasar mengenai tanggung jawab dari kasus-kasus yang terjadi dalam pasukan bersenjata PBB adalah (i) terjadinya suatu tindakan melawan hukum atau kelalaian; dan (ii) apakah tindakan tersebut dapat dibebankan kepada organisasi internasional tersebut. Salah satu contoh pasukan bersenjata yang dimiliki PBB adalah pasukan yang bergerak dalam rangka operasi perdamaian (Peace Support Operation), dimana pertanyaan tentang atribusi menjadi sangat kompleks. Dalam Peace Support Operation, seperti kita ketahui, terdapat beberapa pihak yang terlibat, selain negara tuan rumah dimana operasi dilaksanakan, juga terdapat pelaksana operasi, yang pada umumnya dilakukan oleh organisasi internasional, yang mana organisasi-organisasi tersebut terdiri dari banyak negara pengirim pasukan, baik negara anggota maupun bukan negara anggota. Sekalipun tindakan yang dilakukan oleh pasukan perdamaian PBB dapat diatribusikan kepada PBB, tidak menutup adanya celah untuk melahirkan adanya tanggungjawab negara pengirim, jika perbuatan tersebut merupakan tindakan yang melanggar suatu kewajiban internasional negara yang bersangkutan. Hal ini karena para tentara yang dikirim oleh Negara-negara, bukan merupakan agen atau organ dari PBB.C.F. Amerasinghe (a), Principles of the Institutional Law of International Organizations, Cambridge: Cambridge University Press, 2005), hal. 386 14 Jan Klabbers, An Introduction to International Institutional Law, (Cambridge: Cambridge University Press, 2005), hal. 310. 15 Amerasinghe (a), op. cit. hal. 400.13

Mereka merupakan organ dari Negara yang mengirim mereka yang mana mereka ditempatkan dibawah PBB untuk tujuan melakukan misi perdamaian.16 Jika organ suatu negara sedang melaksanakan tugas untuk membantu negara/organisasi lain, maka perbuatan organ negara tadi akan dianggap sebagai perbuatan negara yang disebut terakhir sepanjang organ negara itu bertindak atas persetujuan serta berada di bawah kewenangan, perintah, dan pengawasan negara yang disebut terakhir dan untuk mencapai tujuan-tujuan negara yang disebut terakhir tadi.17 Apalagi Negara pengirim memiliki yurisdiksi atas tindakan criminal dan juga tindakan disiplin para tentara pasukan perdamaian yang dikirim.18 Disinilah muncul pertanyaan apakah tindakan (wrongful act) yang dilakukan oleh anggota pasukan perdamaian PBB tersebut harus diatribusikan kepada Negara pengirim (Negara asal pasukan perdamaian) atau organisasi yang melaksanakan tugas, yang dalam hal ini adalah PBB. Saat ini belum terdapat banyak keputusan pengadilan mengenai masalah tanggung jawab organisasi internasional ataupun seperangkat aturan hukum internasional yang disepakati mengenai tanggung jawab organisasi internasional.19 Dalam tertentu. Salah satu kasus yang kontroversial adalah putusan dari European Court of Human Rights (selanjutnya disebut ECHR) yang berhubungan langsung dengan Attribution of Conduct kepada organisasi internasional dalam konteks misi perdamaian, yaitu dalam kasus Behrami dan Saramati,20 yang terjadi pada saat konflik antara etnik Serbia dan etnik Albania di Kosovo yang berlangsung antara 1998-1999. Saat itu masyarakat internasional melalui PBB mengeluarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB 1244 pada tanggal 10 Juni 1999 untuk mendirikan suatu pasukan keamanan di Kosovo oleh negara-negara anggota dari beberapa organisasi internasional. Dibawah ResolusiTom Dannenbaum, Translating the Standard of Effective Control into a System of Effective Accountability: How Liability Should be Apportioned for Violations of Human Rights by Member State Troop Contingents Serving as United Nations Peacekeepers, Harvard International Law Journal / Vol. 51, 2010, halaman 140 17 Pasal 6 draft Articles on Responsibility of States for Internationally Wrongful Acts. 18 Intl Law Commn, Report of the International Law Commission of Its Fifty-Sixth Session, U.N.GAOR, 59th Sess., Supp. No. 10 at 110, U.N. Doc. No. A/59/10 (May 3June 4 & July 4Aug. 6, 2004) 19 Ibid., Amerasinghe (a), hal. 384. 20 Behrami and Behrami v. France and Saramati v. France, Germany and Norway, App. nos. 71412/01 and 78166/01, ECHR Grand Chamber Decision, 2 May 2007.16

memutuskan

siapa

yang

bertanggung

jawab,

pengadilan-pengadilan

internasional harus melakukan analisa yang mendalam dengan parameter-parameter

ini lalu didirikan 2 agen PBB, yaitu KFOR dan UNMIK. Dalam masa berlangsungnya misi tersebut, terjadi suatu kejadian yang akhirnya memunculkan masalah tentang attribution of conduct. Pada kasus Behrami, Akim Behrami (penuntut) menuntut kematian putranya dan akibat lain yang diakibatkan dari kelalaian oleh pasukan Perancis yang tergabung dalam KFOR untuk menandai undetonated cluster bombs units (CBUs). Penuntut berpendapat bahwa KFOR adalah badan yang bertanggung jawab atas kejadian tersebut. Mereka berpendapat bahwa tidak ada hubungan perintah operasional (chain of command) antara Dewan Keamanan PBB dan NATO dan bahwa negara pengirimlah yang melaksanakan kekuatan yang berarti, sehingga tindakan pasukan KFOR tersebut harus diatribusikan kepada negara pengirim. Pemerintah dari negara yang dituntut berpendapat sebaliknya bahwa tentara mereka telah ditempatkan di kedudukan KFOR yang melaksanakan effective control terhadap mereka, namun test ini tidak dipergunakan dalam kasus tersebut. Selain itu juga tidak ada military chain of command diantara negara pengirim dan komandan dari KFOR. Lebih lanjut, negara yang dituntut menyatakan bahwa KFOR dibuat di bawah dan atas nama PBB dan bukan atas nama negara pengirim. Pada kasus Saramati, seorang pria Kosovo bernama Saramati menentang penangkapan dan penahannya sebanyak dua kali, yang dilakukan masing-masing oleh UNMIK dan KFOR. Saramati menuntut (1) Jerman sebagai pemimpin pasukan gabungan negara-negara; (2) Norwegia, karena Komandan KFOR berkewarganegaraan Norwegia pada saat penangkapan dan penahanan yang pertama; (3) Perancis, karena Komandan KFOR berkewarganegaraan Perancis pada saat penangkapan dan penahanan yang kedua. Inti permasalahan dalam kasus Saramati adalah menentukan tanggung jawab terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pasukan nasional dibawah berbagai organisasi internasional.21 Kedua kasus ini digabungkan dalam satu persidangan untuk menentukan apakah tanggung jawab dapat dibebankan kepada negara-negara yang dituntut sebagai pihak dalam European Convention on Human Rights atau kepada PBB. Jika dapat dibebankan kepada negaranegara, maka persidangan akan kembali dilanjutkan untuk menentukan besarnya tanggung jawab, namun jika terbukti bahwa tanggung jawab harus dibebankan kepada

21

Saramati v. France (dec.), nos. 71412/01 and 78166/01

PBB, maka persidangan tidak akan dilanjutkan, karena European Court of Human Rights tidak memiliki komptensi untuk membebankan tanggung jawab kepada PBB.22 Kasus ini menimbulkan permasalahan tentang pengatribusian tindakan dalam operasi perdamaian, kapan tanggung jawab diatribusikan kepada organisasi internasional dan kapan diatribusikan ke negara anggota, serta parameter apa yang digunakan untuk menentukan hal tersebut. Terdapat beberapa parameter dalam attribution of conduct. Parameter-parameter tersebut didapat baik dari konvensi internasional, hukum kebiasaan internasional, maupun yurisprudensi pengadilan-pengadilan internasional. Tulisan ini nantinya ingin membandingkan parameter-parameter yang ada selama ini, dan menemukan parameter yang paling tepat menurut hukum internasional, serta yang paling tepat untuk kasus Behrami dan Saramati. B. Permasalahan1.

Bagaimana cara untuk menentukan attribution of conduct bila terjadi

wrongful act oleh tentara pasukan perdamaian dalam United Nations peace support operation? 2. Apakah putusan European Court of Human Right dalam kasus Behrami dan Saramati sesuai dengan teori tanggung jawab internasional?C.

Tujuan Penelitian1.

Untuk menjelaskan dan menganalisa cara untuk menentukan attribution

of conduct bila terjadi wrongful act oleh tentara pasukan perdamaian dalam UN peace support operation.2.

Untuk menjelaskan dan menganalisa kesesuaian antara putusan ECHR

dalam kasus Behrami dan Saramati dengan teori tanggung jawab internasional. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penulisan tesis ini, yang mana dibedakan menjadi dua, yaitu manfaat secara teoritis dan praktis.Caitlin A. Bell. Reasessing Multiple Attribtion: The International Law Commission and the Behrami and Saramati Decision, International Law and Politics, Vol. 42;501, 2010, hal 505.22

1.

Manfaat teoritis

Secara teoritis tesis ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum internasional berkaitan dengan perkembangan hukum dalam tanggung jawab yang dulunya hanya dikenakan kepada negara, sekarang mulai merambah kepada organisasi internasional, sehingga dapat menambah wawasan pengetahuan, konsep, metoda, maupun pengembangan teori di bidang hukum internasional. 2. Manfaat praktis Bagi pihak Akademisi / mahasiswa diharapkan dapat menambah wacana ilmiah atau akademik di bidang pengembangan hukum internasional mengenai atribusi tanggung jawab organisasi internasional dalam konteks Peace Support Operation. E. Metode Penelitian Adapun metode yang dipergunakan dalam penyusunan tesis ini adalah sebagai berikut : A. Pendekatan Penelitian Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penulisan tesis ini adalah dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif,23 yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder atau disebut dengan Penelitian Hukum Kepustakaan. B. Bahan Hukum Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka yang mencakup : 1. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang bersifat mengikat seperti Konvensi,Undang-undang, dan sebagainya. Adapun bahan hukum Primer yang akan digunakan antara lain : a. b. Piagam PBB Behrami and Behrami v. France and Saramati v. France,

Germany and Norway, App. nos. 71412/01 and 78166/01, ECHR Grand Chamber Decision 2 May 2007.Soeryono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), C.V. Rajawali, Jakarta, 1990.23

c. Act.d.

Draft Responsibility of States for International Wrongful Draft Articles on Responsibility of International

Organization 2009. e. Security Council, RESOLUTION 1244 (1999), Adopted by the Security Council at its 4011th meeting, S/RES/1244 (1999), 10 June 1999. f. NO. UNMIK/REG/2000/47, 18 August 2000, REGULATION 2000/47 ON THE STATUS, PRIVILEGES AND

IMMUNITIES OF KFOR AND UNMIK AND THEIR PERSONNEL IN KOSOVO. g. 2. Military Technical Agreement (MTA) between KFOR and government of FRY and Serbia, 9 June 1999. Bahan hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum Primer. Adapun bahan hukum Sekunder yang digunakan antara lain : a. b. c.d.

Hukum kebiasaan internasional Prinsip-prinsip hukum internasional Pendapat para ahli hukum Artikel-artikel terkait dengan dengan attribution of

conduct dalam Peace Support Operation, serta kasus Behrami dan Saramati. 3. seperti : a. b. c. C. Kamus Besar Bahasa Indonesia Blacks Law Dictionary Encyclopaedia of International Law Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder

Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik yang dipergunakan untuk pengumpulan bahan hukum dan dilakukan dengan membaca, menggali, dan mengkaji hal-hal yang relevan dengan penulisan tesis ini, pengolahan bahan hukum dalam penyusunan tesis ini adalah : Studi Dokumentasi,

maksudnya dalam hal ini penulis mempelajari dan melakukan pemahaman Draft Article Responsibility of International Organization dan menganalisanya dalam putusan ECHR dalam kasus Behrami dan Saramati dengan cara mempelajari buku-buku dan literaturliteratur serta sarana elektronika yaitu Internet yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas. Selain itu, teknik pengumpulan bahan hokum juga akan dilakukan dengan teknik wawancara dan juga diskusi mendalam dengan sejumlah narasumber, yaitu dengan Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan dan Keamanan serta dosendosen yang ahli di bidang ini. D. Teknik Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

Teknik analisa bahan hukum yang digunakan pada kedua rumusan masalah adalah Analytical Study, yaitu menganalisa parameter untuk menentukan attribution of conduct, baik kepada organisasi internasional atau kepada negara pengirim, serta mempelajari penerapan norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum, terutama mengenai kasus-kasus yang telah diputus sebagaimana yang dapat dilihat dalam yurisprudensi terhadap perkara-perkara yang menjadi fokus penelitian.24 F. Kerangka Teori 1. Kajian tentang Tanggung Jawab Internasional Teori mengenai pertanggungjawaban pertama kali dikemukakan oleh Roscoe Pound, dimana ia menyatakan bahwa terdapat suatu kewajiban untuk melakukan balas dendam kepada seseorang yang telah menyebabkan sebuah kerugian. Hal ini diartikan bahwa jika seseorang telah merugikan pihak lain, maka orang tersebut harus menebus kerugian yang ia sebabkan atau harus menerima pembalasan dari pihak lain.25 Hukum internasional juga mengenal konsep tanggung jawab dalam hubungan antara subjek hukum internasional yang satu dengan yang lainnya. D.J. Harris mengemukakan bahwa tanggung jawab internasional lahir dari adanya pelanggaran dari sebuah kewajiban yang diatur oleh hukum internasional.26 Ian Brownlie menambahkan bahwa tanggung jawab internasional seringkali dikaitkan dengan hubungan antar negara,24

Jhonny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum normative, Bayu Media, Malang, 2007,

hlm. 306.25 Roscoe Pound. An Introduction to Philosophy of Law, (New Haven: Yale University Press, 1921), Hal 148. 26 D.J. Harris. Cases and Materials on International Law (London: Sweet and Maxwell, 1998), hal 484.

dimana negara diyakini sebagai subjek utama dalam hukum internasional, namun terdapat esensi yang lebih luas diman tanggung jawab melekat terhadap bentuk-bentuk subjek hukum internasional yang memiliki personalitas hukum.27 Dalam hukum Internasional, terdapat beberapa istilah yang sering digunakan untuk menyatakan tanggung jawab internasional, yaitu: Responsibility dan Liability. Terdapat perbedaan dalam kedua istilah tersebut, yang akan diuraikan sebagai berikut: Responsibility adalah purely legal concept and stem from a violation of a binding norm.28 Maksudnya, responsibility adalah konsep dasar tentang pelanggaran dari norma yang mengikat. Jadi, setiap pelanggaran terhadap norma yang mengikat akan menimbulkan responsibility. Hukum tentang tanggung jawab berhubungan dengan insiden dan konsekuensi dari tindakan-tindakan yang ilegal, dan khususnya pembayaran kompensasi untuk kerugian yang ditimbulkan. Responsibility juga dapat berarti Legal liability, i.e., accountability for some state of affairs to which one's conduct has contributed, together with an obligation to repair any injury caused. Yang berarti bentuk hukum dari liability, yaitu tanggung jawab untuk urusan-urusan tertentu bersama dengan kewajiban untuk memperbaiki segala kerugian yang ditimbulkan. Pengertian Liability sendiri yaitu the quality of state of being legally obligated or accountable; legal responsibility to another or to society, enforceable by civil remedy or criminal punishment (liability for injuries caused by negligence).29 Yang dimaksud liability disini adalah kualitas suatu negara untuk dapat dikatakan berkewajiban secara legal atau bertanggung jawab; tanggung jawab hukum terhadap orang lain atau masyarakat, diwujudkan dengan ganti rugi perdata ataupun hukuman pidana (tanggung jawab untuk kerugian karena kelalaian.) Berdasarkan sifat itu maka istilah responsibility dan liability harus dibedakan karena responsibility menunjuk pada standar perilaku dan kegagalan pemenuhan standar itu sedangkan liability menunjuk pada kerusakan atau kerugian yang timbul akibat

Ian Brownlie. Principles of Public International Law, 4th Ed., (Oxford: Oxford University Press, 1990), hal. 432. 28 Beti Hohler, 'Responsibility of International organizations: The Element of Attribution in The Context of Peacekeeping Operations (Overview of Normative Framework and Manifestation in Practice), in Global International Studies Conference, Faculty of Social Science, University of Ljubljana, 2008, hlm.1 29 Garner, Bryan A., Blacks Law Dictionary Seventh edition, West Group, USA, 1999.

27

kegagalan memenuhi standar itu termasuk cara untuk memulihkan kerusakan atau kerugian itu. Goldie menyatakan bahwa istilah 'responsibility' digunakan untuk menunjuk pada kewajiban (duty), atau menunjuk pada standar pemenuhan suatu peran sosial yang ditetapkan oleh sistem hukum tertentu. Sedangkan istilah 'liability' digunakan untuk menunjuk pada konsekuensi dari suatu kesalahan atau kegagalan untuk melaksanakan suatu kewajiban atau untuk memenuhi suatu standar tertentu yang telah ditetapkan.30 Tanggung jawab sebagai apa yang secara hukum harus dipertanggung jawabkan kepada suatu pihak harus dapat dibedakan dengan pengertian liability sebagai kewajiban untuk mengganti kerugian atau perbaikan atas kerusakan yang terjadi. Karena itu tanggung jawab tidak selalu harus jatuh bersamaan dengan memberi ganti rugi dan memperbaiki kerusakan.31 Apa yang secara hukum harus dipertanggung jawabkan merupakan suatu kewajiban hukum yaitu, bahwa suatu tingkah laku harus sesuai dengan apa yang diminta oleh hukum untuk ditaati. Oppenheim membedakan dua macam Responsibility, yaitu original dan vicarious responsibility. Original responsibility dipikul oleh negara, atas tindakan pemerintahnya, atau karena tindakan pegawai pemerintah, atau atas tindakan individu yang dijalankan lewat instruksi pemerintah, atau otorisasinya. Vicarious liability adalah tanggung jawab negara atas tindakan yang dilakukan bukan oleh aparat negara. Menurut Oppenheim, suatu tindakan negara yang merugikan negara lain adalah bukan pelanggaran hukum internasional (international delinquency) apabila dilakukan tidak karena kesengajaan (willfully and maliciously) atau karena kelalaian (culpa).32 Menurut C.F. Amerasinghe, prinsip dasar mengenai tanggung jawab internasional adalah:33 a. Tanggung jawab internasional dari suatu subjek hukum internasional timbul jika terjadi pelanggaran oleh subjek hukum tersebut. b. Menentukan siapa dan apa yang termasuk dalam subjek hukum internasional ditentukan sendiri oleh hukum internasional.Lihat Marsudi Triatmodjo, Tanggung jawab Negara Terhadap Pencemaran Lingkungan Internasional, Alumni, Bandung, 1996, hlm. 3. Komar Kantaatmadja, Ganti Rugi Internasional Pencemaran Minyak di Laut, Alumni, Bandung, 1989, hlm.69. 32 Hersh, Lauterpacht, Oppenheim.s International Law, Vol I, Eight Edition, 1995, hlm. 336. 33 Chittharanjan F. Amerasinghe (b). The Essence of the Structure of International Responsibility, dalam Maurizio Ragazzi. International Responsibility Today: Essays in Memory of Oscar Schachter, Leiden: Martinus Nijhoff Publishers, 2005, hal. 6.31 30

c. Menentukan bahwa telah terjadi pelanggaran oleh suatu subjek hukum internasional akan ditentukan sendiri oleh hukum internasional. d. Menentukan bahwa pelanggaran yang terjadi dilakukan oleh subjek hukum internasional yang bersangkutan akan ditentukan sendiri oleh hukum internasional. e. Hak dan kewajiban yang timbul dalam pelanggaran yang terjadi ditentukan oleh hukum internasional. f. Meskipun butir (b) hingga (e) ditentukan oleh hukum internasional dan menjadi tidak relevan apabila ditentukan oleh hukum nasional dan sistem hukum transnasional, kedua sistem hukum tersebut dapat menjadi penentu apabila hukum internasional memutuskan demikian. Relevansi teori tanggung jawab internasional terhadap penelitian ini adalah sebagai teori utama dalam menganalisis masalah dalam studi kasus yang dihadapi. Tentu apabila terjadi suatu wrongful act, maka perlu adanya suatu tanggung jawab internasional. Hal ini karena Negara dan organisasi internasional yang merupakan subyek hokum internasional memiliki tanggung jawab internasional. Teori ini kemudian akan dibagi menjadi dua, yaitu Teori Tanggung Jawab Negara dan Teori Tanggung Jawab Organisasi Internasional. a. Kajian tentang Tanggung Jawab Negara

Tanggung Jawab Negara merupakan prinsip fundamental dalam hukum internasional. Michael Akehurst menyatakan bahwa jika suatu negara melanggar sebuah peraturan mengenai hukum kebiasaan internasional atau mengabaikan kewajiban suatu perjanjian internasional, maka dikatakan bahwa negara tersebut telah melanggar hukum internasional dan telah melakukan internationally wrongful act. Menurut Malcolm Shaw menambahkan, tanggung jawab negara muncul sebagai akibat dari prinsip persamaan dan kedaulatan negara yang terdapat dalam hukum internasional. Prinsip ini kemudian memberikan kewenangan bagi suatu negara yang terlanggar haknya untuk menuntut reparasi.34 Sampai saat ini walaupun belum ada ketentuan yang mapan, tanggung jawab negara tetap merupakan suatu prinsip fundamental dalam hukum internasional. DalamMalcolm N. Shaw, International Law, Cambridge University Press, Cambridge, 1997, hlm. 541 dalam Beti Hohler.34

hal ini baru bisa dikemukakan mengenai syarat-syarat atau karakteristik tanggung jawab negara, seperti dikemukakan oleh Malcolm Shaw35 yang dikutip oleh Huala Adolf sebagai berikut :36 1. Adanya kewajiban hukum internasional yang mengikat kedua pihak negara; 2. Terdapat suatu tindakan atau kelalaian yang melanggar kewajiban tersebut dan dapat dibebankan kepada negara yang bertanggungjawab; 3. Kerugian disebabkan oleh tindakan melawan hukum atau kelalaian tersebut. Baik negara mauapun organisasi internasional, tidak dipermasalahkan mengenai jenis wrongful act yang telah dilakukan. Dengan kata lain, jika sebuah wrongful act mengakibatkan pelanggaran perjanjian internasional atau hukum kebiasaan internasional, maka lahrilah sebuah pertanggungjawaban.37 Menurut Hukum Internasional, tanggung jawab negara dapat timbul karena beberapa hal yang salah satunya adalah tanggung jawab atas kejahatan internasional.38 Tanggung jawab negara juga dapat timbul karena kesalahan internasional (international delinquency). Untuk menentukan adanya tanggung jawab negara atas kejahatan internasional itu dikenal ajaran pembebanan kesalahan pejabat negara kepada negaranya (the doctrine of imputability atau attributability). Ajaran ini menyatakan bahwa kejahatan yang dilakukan oleh petugas negara atau orang yang bertindak atas nama negara dapat dibebankan kepada negara. Karena pembebanan itu kejahatan yang dilakukan oleh pejabat negara tersebut menimbulkan tanggung jawab negaranya, namun pembebanan itu ada batasnya. Tidak setiap kejahatan yang dilakukan oleh pejabat negara dapat membebani tanggung jawab negara. Pembebanan itu dapat terjadi bilamana: (1) Perbuatan yang dilakukan oleh pejabat negara itu merupakan pelanggaran atas kewajiban yang ditetapkan hukum internasional, (2) Hukum internasional membebankan kejahatan itu kepada negaranya. Relevansi teori tentang tanggung jawab Negara dengan tesis ini adalah bahwa dalam hal United Nations Peace Support Operation, Negara lah sebagai subyek hukum internasional yang mengirim pasukan atau tentara perdamaian kepada PBB. Pada umumnya Negara memiliki yurisdiksi dalam hal criminal dan juga disiplin. SebagaiShaw, Ibid. hal. 696. Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional, ed.1, cet.2, PT. Radja Grafindo Persada, Jakarta, 1996, hlm. 174. 37 Klabbers, op. cit., hal. 310 38 Syahmin AK., Tanggung jawab Negara dalam Perspektif Hukum Internasional Kontemporer, 200836 35

salah satu pihak dalam peace support operation, dan Negara memiliki sejumlah hak dan kewajiban dalam hokum internasional, maka teori tanggung jawab Negara menjadi sangat penting untuk tesis ini, karena berhubungan dengan tanggung jawab bila pasukan perdamaian tersebut melakukan tindakan wrongful act yang mungkin saja merupakan tanggung jawab Negara pengirim. b. Kajian tentang Tanggung Jawab Organisasi Internasional

Organisasi internasional adalah subjek hukum internasional dengan legal personality berbeda dari negara-negara anggotanya. Seperti telah diketahui, mereka memiliki kemampuan untuk mengemban hak dan kewajiban dalam hal hukum internasional dan dapat dikenakan tanggung jawab atas pelanggaran kewajiban internasional. Pemilikan personalitas Yuridik bukan saja telah menyebabkan organisasiorganisasi internasional titular dari hukum, tetapi di pihak lain mengharuskan pula organisasi tersebut menghormati hukum internasional. Demikianlah tiap-tiap perbuatan atau kelalaian yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan perjanjian internasional dalam mana organisasi itu adalah pihak, merupakan suatu pelanggaran internasional yang harus dipertanggung jawabkan.39 D.W. Bowett mengemukakan bahwa fakta organisasi internasional dapat dibebankan tanggung jawab terhadap tindakan-tindakan illegal dan akibat kesalahannya sudah secara luas diterima.40 Hal lain yang juga sudah diterima secara luas adalah peraturan mengenai tanggung jawab negara dapat pula diaplikasikan secara sama terhadap tanggung jawab organisasi internasional, dengan penyesuaian-penyesuaian tertentu. Maka, elemen-elemen dari tanggung jawab negara, yaitu pelanggaran kewajiban internasional dan atribusi terhadap internationally wrongful act, dapat diaplikasikan secara sama dalam menentukan tanggung jawab organisasi internasional.41 Dasar mengenai dibenarkannya pembebanan tanggung jawab terhadap organisasi internasional dikemukakan oleh Schermers dan Blokker. Ia mengatakan bahwa seperti layaknya subjek hukum internasional lainnya, maka organisasi internasional dapat bertanggungjawab jika tindakan-tindakan hukumnya menyebabkanBoer Mauna, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, PT. ALUMNI, Bandung, 2005, hlm 483. 40 Phillipe Sands and Pierre Klein. Bowetts Law of International Institutions, (London: Sweet and Maxwell, 2001), hal. 513. 41 Ibid., hal. 519-520.39

kerugian terhadap pihak lain. Adanya suatu kekebalan dari organisasi internasional dihadapan pengadilan domestic. Kekebalan tidak menghilangkan adanya tanggung jawab, melainkan digunakan untuk mencegah organisasi internasional dituntut oleh pengadilan asing.42 Tanggung jawab internasional merupakan konsekuensi dari kepemilikan sebuah personalitas hukum (legal personality). Sebuah entitas yang mengemban hak dan kewajiban, dapat dikatakan mampu untuk bertanggungjawab atas pelanggaran kewajibannya. Ketika negara-negara anggota yang mendirikan organisasi internasional memutuskan untuk memberikan personalitas hukum, maka negara-negara anggota secara faktual telah memberikan status entitas terpisah terhadap organisasi internasional tersebut.43 D.W. Bowett mencontohkan dalam hal PBB, tindakan-tindakan yang dilakukan oleh organ-organnya (baik dalam segi formal maupun institusional) dan oleh individu atau kelompok yang memiliki kendali dalam tindakan tersebut, maka atribusi tanggung jawab jatuh ke tangan organisasi internasional (PBB). Salah satu contoh adalah pelanggaran kewajiban internasional oleh anggota-anggota United Nations Peacekeeping Operations. Dalam United Nations Peacekeeping Operations, tidak dapat disangkal bahwa tanggung jawab diatribusikan kepada organisasi, tidak kepada negara anggota yang menyediakan pasukan pemeilihara perdamaian tersebut.44 Demikian pula yang dinyatakan oleh C.F. Amerasinghe, dimana terdapat situasi dimana organisasi internasional dapat bertanggung jawab di bawah hukum kebiasaan internasional akibat tindakan yang dilakukan oleh pegawai atau agen mereka, dimana pegawai atau agen mereka sedang menjalankan fungsinya dalam organisasi. Demikian pula dalam hal seorang individu atau kelompok yang bertindak di bawah control organisasi, seperti pasukan bersenjata dalam PBB.45 Relevansi teori tanggung jawab organisasi internasional ini berhubungan dengan status organisasi internasional subjek hukum internasional yang dapat dikenai tanggung jawab atas tindakannya yang salah atau lalai. Dalam tesis ini, kasus Behrami dan Saramati terjadi pada waktu adanya United Nations Peace Support Operation di Kosovo. Meskipun PBB terdiri dari sejumlah Negara namun PBB memiliki personalitasHenry G Schermers and Niels M Blokker. International Institution Law. (Leiden: Martinus Nijhoff Publuishers 2003), hal 1536. 43 Jean D Aspermont pg 3 44 Sands and Klein, op. cit., hal. 520. 45 Amerasinghe (a), op. cit., hal. 490.42

yuridik yang terpisah dari Negara anggotanya. Teori ini menyatakan bahwa dimungkinan suatu organisasi internasional (PBB) dapat memikul beban tanggung jawab internasional. 2. Kajian Tentang Atribusi dalam Hukum Internasional dan

Parameter Atribusi menurut para ahli. Negara bertindak pada level internasional lewat individu. Sehingga agar Negara dapat dianggap bertanggungjawab maka harus dapat dibuktikan bahwa tindakan individu dapat diatribusikan kepada Negara. Untuk tujuan atribusi kepada Negara, pada umumnya harus dibuktikan bahwa individu yang melakukan pelanggaran memiliki status pejabat Negara dibawah system hukum nasionalnya. Supaya suatu tindakan dapat dikategorikan sebagai internationally wrongful act, maka harus dapat diatribusikan kepada Negara dan harus dimungkinkan bahwa baik action atau omission yang dipertanyakan dapat dipertimbangkan sebagai act of state. Negara adalah suatu kesatuan terorganisir yang nyata, tetapi untuk mengenali realitas ini, juga harus dicatat bahwa Negara tidak mampu untuk melakukan tindakan fisik. Oleh karena itu, yang dianggap act of state hanya dapat berupa tindakan fisik baik lewat tindakan atau kealpaan oleh manusia atau sekelompok manusia. Pada prinsipnya, Negara tidak bertanggungjawab atas tindakan individu, kecuali mereka pada faktanya bertindak atas nama Negara atau melaksanakan elemen otoritas pemerintahan pada saat absennya pejabat pemerintahan. Namun, tindakan individu ini juga dapat dibarengi dengan beberapa action atau omission yang dapat diatribusikan pada Negara. Negara baru dapat melakukan tindakan hukum tertentu melalui para pejabat ataupun perwakilannya yang sah. Jadi, tampak disini adanya ikatan atau mata rantai yang erat antara negara dengan subjek hukum yang bertindak untuk dan atas nama negara. Ikatan atau mata rantai yang dimaksud yaitu bahwa subjek hukum tersebut bertindak dalam kapasitas sebagai petugas atau wakil dari negaranya. Negara tidak bertanggung jawab menurut hukum internasional terhadap tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh warga negaranya secara pribadi.

Negara bertanggung jawab untuk tindakan dan kealpaan, dalam konteks ini, negara identik dengan aparat pemerintahannya, bukan populasi secara keseluruhan.46 Jadi, negara bertanggung jawab untuk tindakan ofisialnya, hanya jika tindakan tersebut imputable. (that is, attributable) kepada negara tersebut.47 Menurut Akehurts48, tindakan act atau omission dapat berupa 6 bentuk : 3. 4. 5. 6. 7. 8. Memprovokasi individu untuk menyerang warga asing; Gagal untuk menyediakan reasonable care untuk mencegah individu Kegagalan nyata untuk menghukum individu; Kegagalan untuk memberikan akses peradilan bagi warga Negara asing; Memiliki keuntungan atas tindakan individu; Mengafirmasi dan mendukung tindakan individu yang nyata.

membahayakan warga asing;

Menurut Caseese49, dengan memberikan contoh kasus Khadaffi yang dianggap bertanggungjawab atas tindakan terorisme terhadap Prancis, selaku kepala Negara Lybia, walau jabatan resminya adalah sekjen Partai di Lybia, memberikan beberapa kategori dimana aktivitas individu bias dianggap teratribusi kepada Negara, yang terbagi atas : 1. 2. 3. Bertindak atas instruksi Negara; Bertindak dibawah control Negara; Pada kenyataannya bertindak sebagai pejabat Negara.

Persyaratan bagi timbulnya tanggung jawab negara adalah adanya tindakan salah (wrongful act) oleh negara. Agar wrongful act ini timbul, harus dibuktikan kedua elemennya, yakni elemen subyektif dan obyektif. Elemen subyektif adalah imputabilitas kepada negara tindakan dari individu (baik oleh kelalaian atau tindakan) yang bertentangan terhadap hukum internasional, sementara elemen obyektif adalah: (i) Inkonsistensi dari tindakan tersebut terhadap hukum internasional. (ii) MengakibatkanMalanczuk, Peter, AKEHURST.S Modern Introduction to International Law , Seventh Revised edition. Routledge, 1997, hlm. 257. 47 Ibid, hlm.258 48 Peter Malanczuck, Akehurt, Modern Introduction to International Law, Rouledge, NY, 1997, hlm.259 49 Antonio Casesse, International Law, Second Edition, Oxford University Press, New York, 2005, hal 187.46

kerusakan moril maupun materiil terhadap subyek internasional lainnya. (iii) Tiadanya keadaan-keadaan tertentu yang mengecualikan kesalahan (circumstances precluding wrongfulness).50 Menurut Hans Kelsen, untuk membuktikan adanya atribusi sebagai akibat dari adanya internationally wrongful act oleh suatu Negara hanya dapat dilakukan menurut aturan hukum internasional, untuk menarik kesimpulan darinya dalam area hubungan hukum international tidak dapat dilakukan dalam kerangka lain selain hukum internasional itu sendiri.51 Anzilotti menganalisa persyaratan untuk mengatribusikan tindakan salah kepada negara. Dalam hal ini ia mengisolir hukum internasional sebagai entitas otonom dalam hubungannya dengan hukum nasional. Dalam sistem hukum internasional, pertanggungjawaban negara hanya akan dilibatkan apabila tindakan-tindakan individu sebagaimana dicontohkan diatas mengakibatkan negara melanggar suatu kewajiban internasional. Menurut Anzilotti, hukum internasional yang berhubungan dengan tindakan-tindakan yang merugikan negara lain yang dilakukan oleh individu sebagai tindakan individu yang tidak dapat diatribusikan kepada negara, namun demikian, terkombinasikan dalam tindakan ini kewajiban-kewajiban internasional khusus dan tugas-tugas khususnya, pertanggungjawaban kepada negara karena tindakan salahnya, dengan demikian timbul bukan akibat tindakan individu, namun karena gagal dalam memenuhi kewajiban internasional.52 Dupuy juga berpendapat bahwa hukum internasional tidak ikut campur dengan kondisi dari organisasi internal negara dan tidak dapat menyatakan apakah seorang individu memang bertindak atau tidak bertindak denga otorisasi negara. Atribusi dari tindakan salah secara internasional tidak mengikat hukum domestik dan internasional secara bersamaa, karena hukum domestik menentukan apakah pelaku wrongful act tersebut dapat dikategorikan sebagai agen negara. Sementara hukum internasional mengatribusikan dan menentukan apakah tindakan tersebut dapat dikatakan salah dimata hukum internasional.

Antonio Casesse, Ibid, hlm.187 Hans Kelsen, Principles of International Law, New York, Rinehart, 1952, hlm.117 52 Pierre-Marie Dupuy, Dionsio Anzilotti and the Law of International Responsibility of States, EJIL, Volume3 No1.51

50

Link (mata rantai) yang paling penting dalam ketentuan tentang atribusi yaitu:53 1. Institutional link Yaitu ditujukan pada tindakan-tindakan yang dilakukan oleh organ dari subjek internasional, dimana mereka sedang berada dalam kapasitas ofisial. 2. Control link Ditujukan pada tindakan individu ataupun badan dimana tindakan tersebut memiliki hubungan yang signifikan dengan subjek internasional tertentu dimana tindakan-tindakan tertentu akan diatribusikan. 3. Territorial link Ditujukan pada subjek internasional yang melaksanakan control penuh terhadap wilayah tertentu dan mengemban tanggung jawab untuk tindakan individu dalam wilayah tersebut. Beberapa bentuk kontrol: a. Effective control Effective control test adalah hal yang sama seperti yang digunakan dalam pasal 8 ASR yang menyatakan bahwa tindakan oleh orang (atau badan) dianggap sebagai tindakan negara apabila orang tersebut dalam kenyataannya bertindak dibawah instruksi atau perintah atau kontrol dari negara tersebut. Persyaratan command and control dalam pasal 8 ASR menunjuk, pada khususnya, kepada effective control test yang diaplikasikan oleh ICJ dalam Nicaragua Case dan Genocide case. Dalam kedua kasus tersebut, terdapat pernyataan bahwa: For this conduct to give rise to legal responsibility of the United States, it would in principle have to be proved that that State had effective control of the military or paramilitary operations in the course of which the alleged violations were committed.54 b. Overall control Bentuk kontrol ini diterapkan dalam Appeals Chamber oleh ICTY dalam Tadic Case. Penerapan overall control test terbatas hanya dalam Tadic case, yaitu bahwa konflik bersenjata dikualifikasi secara internasional apabila negaraBeti Hotler, op.cit., hlm.18. Nicaragua case (Nicaragua v. United States of America) ( Judgment) [1986] ICJ Rep 2956, p. 106. Para. 399., Application of the Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide (Bosnia and Hercegovina v. Serbia and Montenegro), judgment of 26 Feb. 2007, para.115.54 53

melaksanakan overall control terhadap kelompok yang terlibat ataupun konflik bersenjata yang tidak bersifat internasional dalam wilayah negara lain c. Effective overall control Bentuk control ini merupakan praktek dalam Loizidou case. Dalam kasus ini, ECHR menyatakan bahwa Turki telah melaksanakan effective overall control di Northern Cyprus, dan bahwa Turki secara nyata melaksanakan kontrol secara detail terhadap kebijakan-kebijakan dan tindakan-tindakan dalam kekuasaan wilayah tersebut, yaitu bahwa yurisdiksi negara terhadap wilayah itu sendiri berarti bahwa tindakan oleh penguasa di wilayah tersebut diatribusikan kepada negara yang berkuasa. Relevansi teori-teori control ini sebenarnya berhubungan erat dengan teori atribusi. Teori-teori control ini akan digunakan sebagai indicator atau penentu dalam menjawab hubungan perintah antara PBB dengan tentara pasukan perdamaian tersebut. Hubungan perintah antara PBB dengan tentara pasukan perdamaian merupakan hal yang sangat penting karena PBB tidak selalu memberikan perintah yang bersifat salah atau wrongful act untuk dieksekusi oleh tentara pasukan perdamaian. Terkadang pasukan perdamaian PBB melakukan sejumlah tindakan yang tidak atas perintah dari PBB, melainkan karena kehendak sendiri ataupun diperintah oleh Negara pengirim. Teori control ini merupakan parameter utama yang akan digunakan untuk menentukan permasalahan dalam tesis ini. Dalam beberapa literatur, para ahli hukum internasional memberikan pendapatnya tentang tanggung jawab internasional dibawah PBB. Seyersted berpendapat bahwa apabila tentara ada dibawah perintah nasionalnya, organisasi internasional tidak bertanggung jawab dan tidak mewakili tentara tersebut secara internasional.55 Amrallah menyatakan bahwa PBB akan bertanggung jawab untuk aktivitas yang tidak sah yang dilakukan oleh kontingen yang diletakkan dibawah kedudukan negara peserta selama aktivitas tersebut adalah dalam rangka melaksanakan fungsi PBB dan dibawah eksklusive operational control.56F. Seyersted, United Nations Forces in the Law of Peace and War (1966), at 411. dalam Kjetil Mujezinovic Larsen, Attribution of Conduct in Peace Operations: The Ultimate authority and control Test. [2008]19 EJIL 3. hlm.513. 56 Amrallah, The International Responsibility of the United Nations for Activities Carried Out by U.N. Peace-Keeping Forces. [1976] Revue Egyptienne de Droit International 57, at 65 66. dalam Kjetil Mujezinovic Larsen, ibid.55

Peck menyatakan bahwa pertanyaan tentang siapa yang membuat strategi politik, dan keputusan operasional yang secara bersama-sama mencakup juga hak untuk memerintah dan mengontrol tentara PBB adalah kriteria inti untuk menentukan siapa yang bertanggung jawab untuk tindakan yang dilakukan oleh pasukan PBB.57 Shraga menambahkan bahwa tindakan yang dilaksanakan oleh negara dibawah kuasa dewan keamanan PBB ... perintah dan kontrol operasional dikuasakan kepada negara sehingga negara bertanggung jawab atas tindakan tentaranya.58 Hal ini juga didukung oleh pernyataan dari ofisial PBB yang menyatakan bahwa Peacekeeping Operation dibawah kontrol operasional PBB memiliki status sebagai organ tambahan dari PBB dan UN Legal Counsel menyatakan pada 2004 bahwa sebagai organ tambahan dari PBB, tindakan dari pasukan keamanan pada prinsipnya, imputable kepada organisasi, dan apabila terlibat dalam pelanggaran kewajiban internasional, menimbulkan tanggung jawab internasional dan tanggung jawab dalam bentuk kompensasi. Teori tentang atribusi sangat penting untuk menjawab permasalahan dalam tesis ini. Atribution of conduct dalam hal ini berarti apakah suatu tindakan yang salah yang dilakukan oleh tentara pasukan perdamaian tersebut merupakan tindakan atas nama Negara atau tindakan atas nama PBB. Tentu hal ini akan berdampak terhadap beban tanggung jawab yang harus dibebankan terhadap salah satu subjek internasional, Negara atau PBB. Teori ini digunakan untuk menentukan pertanggung jawaban yang harus dipikul apabila terjadi kerugian akibat tindakan-tidakan yang dilakukan oleh organisasi internasional, (dalam hal penelitian ini, PBB) namun terdapat peran suatu negara dalam tindakan tersebut. Hal ini mengingat bahwa meskipun organisasi internasional dinyatakan memiliki personalitas hukum yang terpisah dari negara, namun tidak dapat diingkari bahwa negara merupakan anggota utama dalam sebuah organisasi internasional dan memiliki peran besar dalam menjalankan fungsi dari organisasi internasional tersebut. Hal ini berarti suatu tindakan dapat diatribusikan kepada suatu Negara atau organisasi internasional terkait tindakan yang salah atau wrongful act yang

Peck, The U.N. and the Laws of War: How can the World.s Peacekeepers Be Held Accountable?. , 21 Syracuse J Int.l L & Com. (1995) 283, at 293. dalam Kjetil Mujezinovic Larsen, ibid. 58 Shraga, The United Nations as an Actor Bound by International Humanitarian Law. , in L. Condorelli et al. (eds), The United Nations and International Humanitarian Law (1996), at 330. dalam Kjetil Mujezinovic Larsen, ibid.

57

merupakan tindakan atau act dari Negara atau organisasi internasional tersebut sebagai subyek hukum internasional. G. Kerangka Konsepsional1.

Attribution of conduct

Istilah atribusi (atribution) diartikan sebagai beban yang melekat terhadap sebuah tindakan (baik sengaja maupun tidak sengaja) yang dilakukan oleh orang perorangan atau sekelompok orang. Doktrin mengenai atribusi ini berkaitan dengan penentuan tanggung jawab terhadap sebuah negara yang dilakukan oleh organ-organnya atau para pekabat-pejabatnya. Dalam tesis ini, atribusi diartikan sebagai tindakan seseorang atau sekelompok orang yang melanggar kewajiban internasional yang dibebankan kepada Negara atau organisasi internasional, dan bukan kepada orang atau sekelompok orang yang terlibat tersebut. Jadi suatu tindakan dapat diatribusikan kepada suatu Negara atau organisasi internasional berarti bahwa tindakan yang salah atau wrongful act merupakan tindakan atau act dari Negara atau organisasi internasional tersebut sebagai subyek hukum internasional.59 2. Peace Support Operation Sebuah operasi yang secara imparsial, menggunakan cara diplomatis, sipil, dan militer, umumnya sesuai dengan tujuan dan prinsip PBB, untuk mengembalikan atau memelihara perdamaian. Peace Support Operation dapat berupa: conflict prevention, peacemaking, peace enforcement, peacekeeping, peacebuilding dan/atau humanitarian operations.a.

Conflict Prevention.

Peace Support Operation yang mengunakan cara diplomatik, sipil, dan militer, secara bersamaan, untuk memonitor dan mengidentifikasi penyebab konflik, dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk mencegah timbulnya peristiwa, kenaikan tingkat, atau keberlanjutan peperangan.b.

Peacemaking.

Franciszek Przetacznik, Protection of Officials of Foreign States According to International Law, Martinus Nijhoff Publisher, The Hage, 1983, hlm.158

59

Bentuk Peace Support Operation yang dilaksanakan setelah permulaan konflik, untuk mengamankan gencatan senjata atau penyelesaian secara damai, yang melibatkan dukungan diplomatik, atau bila perlu, dengan penggunaan aset militer, baik secara langsung maupun tidak langsung.c.

Peace Enforcement.

Bentuk Peace Support Operation yang dilakukan untuk memelihara gencatan senjata atau perjanjian perdamaian dimana level consent dan pemenuhannya adalah tidak tentu dan ancaman kerusuhan sangatlah tinggi. Peace Support Forces harus mampu melaksanakan coercive force dan harus mengaplikasikan pasal-pasal dari perjanjian perdamaian secara adil.d.

Peacekeeping.

Bentuk Peace Support Operation yang mengikuti dibuatnya perjanjian atau gencatan senjata, dimana level consent dan pemenuhan sangat tinggi, dan ancaman kerusuhan rendah. Penggunaan senjata oleh peacekeepers umumnya terbatas pada self-defence.e.

Peace Building.

Bentuk Peace Support Operation yang menggunaan cara diplomatik, sipil, dan militer secara bersama, untuk mencari penyebab utama dari konflik dan kebutuhan jangka panjang dari penduduk setempat. Bentuk ini juga mensyaratkan komitmen untuk proses jangka panjang dan dapat berlangsung bersamaan dengan bentuk Peace Support Operation lainnya.

Jadi peace support operation mencakup berbagai bentuk di atas yang sifatnya lebih luas. Dalam hal ini, tidak saja PBB sebagai organisasi internasional yang melakukan kegiatan peacekeeping60, namun dalam tesis ini, akan focus kepada peace support yang dilakukan oleh PBB.

3.

Tanggung Jawab Internasional Tanggung Jawab Internasional merupakan beban yang timbul akibat

tindakan yang melanggar hukum internasional. Tindakan dan beban iniThe Military Contribution to Peace Support Operation. Joint Warfare Publication 3-50 Second Edition, 2004.60

hanya dapat dilakukan dan dipikul oleh subjek hukum internasional. Penentuan tindakan dan pembebanan tanggung jawab oleh subjek hukum internasional hanya dapat ditentukan oleh hukum internasional.61 Dalam hukum Internasional, terdapat beberapa istilah yang sering digunakan untuk menyatakan tanggung jawab internasional, yaitu: Responsibility dan Liability. Istilah responsibility lebih menuju kepada indikator penentu lahirnya tanggung jawab, yaitu standar penentu yang telah ditetapkan terlebih dahulu dalam bentuk kewajiban yang harus ditaati serta lahirnya suatu tanggung jawab. Sedangkan istilah liability lebih menunjuk pada akibat yang timbul dari adanya kegagalan untuk memenuhi standar tersebut dan bentuk tanggung jawab yang timbul akibat kegagalan memenuhi kewajiban tersebut yaitu pemulihan.62 4. Organisasi Internasional Organisasi-organisasi internasional tingkat pemerintahan yang melibatkan pemerintah negara-negara anggota sebagai pihak, oleh karena itu dalam pengertian ini disebut sebagai organisasi internasional publik (public international law). Sebaliknya ada juga organisasi internasional yang bersifat non-pemerintahan yang melibatkan badan-badan atau lembaga-lembaga swasta di dalam berbagai negara (private international organization),63 namun yang terakhir tidak termasuk dalam pembahasan tesis ini, dan focus kepada PBB. H. Sistematika Penulisan Thesis yang berjudul Pembebanan Tanggung Jawab Internasional berdasarkan Attribution of Conduct dalam United Nations Peace Support Operation (Studi kasus Behrami dan Saramati) ini terdiri dari lima bab dan setiap bab dibagi dalam beberapa sub bab. Selanjutnya, sistematika penulisan tesis ini dapat diuraikan sebagai berikut:

Amerasinghe (b), op. cit., hal. 6. Pinto, Reflection on International Liability For Injurious Consequences Arising Out of Act not Prohibited by International Law, Netherland Year, hlm.26 dalam Ida Bagus Wiyasa Putra, Tanggung Jawab Negara terhadap Dampak Komersialisasi Ruang Angkasa, PT.Refika Aditama, Bandung, 2001, hlm. 50.62 63

61

Sumaryo Suryokusumo, Hukum Organisasi Internasional, UI-Press, Jakarta, 1990.

BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini Penulis akan menguraikan latar belakang, pokok permasalahan, tujuan penulisan, metode penelitian, sistematika penulisan, dan kerangka konsepsional. BAB 2 PENGATURAN TANGGUNG JAWAB INTERNASIONAL MENURUT HUKUM INTERNASIONAL, Pada bab ini Penulis akan menguraikan tentang Tanggung Jawab Internasional yang dibagi dalam dua bagian. Bagian pertama kan membahas sub bab tinjauan hukum tanggung jawab internasional secara umum. Bagian kedua akan membahas sub bab mengenai Hukum Tanggung Jawab Negara yang diatur oleh hukum kebiasaan internasional dan ILC Draft mengenai Tanggung Jawab Negara. Bagian ketiga membahas sub bab mengenai tinjauan hukum tanggung jawab organisasi internasional yang diatur oleh hukum kebiasaan internasional dan ILC Draft mengenai Tanggung Jawab Organisasi Internasional. BAB 3 TINJAUAN UNITED NATIONS PEACE SUPPORT OPERATION DALAM KOSOVO Pada bab ini Penulis menjelaskan Tinjauan United Nations Peace Support Operation di Kosovo. Bagian pertama membahas sub bab mengenai sejarah terbentuknya konfilik di Kosovo dan pengiriman pemerintah administratif dan pasukan perdamaian oleh PBB. Bagian kedua membahas sub bab mengenai Kosvo Force, selaku pasukan penjaga keamanan yang dikirim atas kerjasama NATO dan PBB dan United Nations Interim Administration Mission sebaga pusat administrasi sementara di Kosovo yang dibentuk oleh PBB. BAB 4 IMPLIKASI YURIDIS KASUS BEHRAMI JAWAB DAN SARAMATI

TERHADAP

PEMBEBANAN

TANGGUNG

INTERNASIONAL

KEPADA ORGANISASI INTERNASIONAL Pada bab ini Penulis menganalisis implikasi yuridis putusan European Court of Human Rights mengenai atribusi tanggung jawab yang timbul akibat kasus Behrami dan Saramati. BAB 5 PENUTUP

Bab ini berisi mengenai kesimpulan dan saran yang perumusannya diambil dari apa yang telah diuraikan mulai dari bab pertama sampai dengan bab terakhir.

DAFTAR PUSTAKA BUKU dan LITERATUR Antonio Casesse, International Law, Second Edition, Oxford University Press, New York, 2005

Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, PT. ALUMNI, Bandung, 2005 C.F. Amerasinghe (a), Principles of the Institutional Law of International Organizations, Cambridge: Cambridge University Press, 2005) D.J. Harris. Cases and Materials on International Law (London: Sweet and Maxwell, 1998) Franciszek Przetacznik, Protection of Officials of Foreign States According to International Law, Martinus Nijhoff Publisher, The Hage, 1983 Hans Kelsen, Principles of International Law, New York, Rinehart, 1952 Henry G. Schermers and Niels M. Blokker, International Institutional Law, (Leiden: Martinus Nijhoff Publishers, 2003) Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional, ed.1, cet.2, PT. Radja Grafindo Persada, Jakarta, 1996 Ian Brownlie. Principles of Public International Law, 4th Ed., (Oxford: Oxford University Press, 1990) Ida Bagus Wiyasa Putra, Tanggung Jawab Negara terhadap Dampak Komersialisasi Ruang Angkasa, PT.Refika Aditama, Bandung, 2001 J. Crawford, The International Law Commissions Articles on State Responsibility (Cambridge University Press, Cambridge 2002) Jan Klabbers, An Introduction to International Institutional Law, (Cambridge: Cambridge University Press, 2005) Jhonny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum normative, Bayu Media, Malang, 2007 Komar Kantaatmadja, Ganti Rugi Internasional Pencemaran Minyak di Laut, Alumni, Bandung, 1989 Malcolm N. Shaw, International Law, Cambridge University Press, Cambridge, 1997 Peter Malanczuk, Akehursts Modern Introduction to International Law, Seventh Revised Edition, Routledge, London, 1997 Phillipe Sands and Pierre Klein. Bowetts Law of International Institutions, (London: Sweet and Maxwell, 2001)

Roscoe Pound. An Introduction to Philosophy of Law, (New Haven: Yale University Press, 1921) Soeryono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), C.V. Rajawali, Jakarta, 1990. Sumaryo Suryokusumo, Hukum Organisasi Internasional, UI-Press, Jakarta, 1990 Syahmin AK., Tanggung Internasional Kontemporer, 2008 JURNAL dan ARTIKEL Beti Hohler, 'Responsibility of International organizations: The Element of Attribution in The Context of Peacekeeping Operations (Overview of Normative Framework and Manifestation in Practice), in Global International Studies Conference, Faculty of Social Science, University of Ljubljana, 2008 Caitlin A. Bell. Reasessing Multiple Attribtion: The International Law Commission and the Behrami and Saramati Decision, International Law and Politics, Vol. 42;501, 2010 Cedric Ryngaert & Holly Buchanan, Member State responsibility for the acts of international organizations, Utrecht Law Review, Volume 7, Issue 1 (January) 2011 Hersh, Lauterpacht, Oppenheim.s International Law, Vol I, Eight Edition, 1995 Mujezinovic Larsen, Attribution of Conduct in Peace Operations: The Ultimate authority and control Test. [2008]19 EJIL 3 Pierre-Marie Dupuy, Dionsio Anzilotti and the Law of International Responsibility of States, EJIL, Volume3 No1. Pinto, Reflection on International Liability For Injurious Consequences Arising Out of Act not Prohibited by International Law, Netherland Year Tom Dannenbaum, Translating the Standard of Effective Control into a System of Effective Accountability: How Liability Should be Apportioned for Violations of Human Rights by Member State Troop Contingents Serving as United Nations Peacekeepers, Harvard International Law Journal / Vol. 51, 2010 PERATURAN jawab Negara dalam Perspektif Hukum

(Draft) Articles on Responsibility of States for Internationally Wrongful Acts, in Report of the International Law Commission on the Work of its Fiftythird Session, Arts. 1 and 34, UN GAOR 56th Session, Supp. No. 10, UN Doc. A/56/10 (2001) International Law Commission, First Report on Responsibility of International Organizations, UN Doc A/CN.4/532 (2003). Intl Law Commn, Report of the International Law Commission of Its FiftySixth Session, U.N.GAOR, 59th Sess., Supp. No. 10 at 110, U.N. Doc. No. A/59/10 (May 3June 4 & July 4Aug. 6, 2004) UNGA Res 56/83 (12 December 2001), Responsibility of States for International Wrongful Act, (selanjutnya disebut ASR), pasal 2, Report of The Drafting Committee 55th session-60th session of the International Law Commission, Responsibility of International Organization, 2003-2008 (selanjutnya disebut DARIO), pasal 3.

KASUS Behrami and Behrami v. France and Saramati v. France, Germany and Norway, App. nos. 71412/01 and 78166/01, ECHR Grand Chamber Decision, 2 May 2007. Nicaragua case (Nicaragua v. United States of America) ( Judgment) [1986] ICJ Rep 2956, p. 106. Para. 399., Application of the Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide (Bosnia and Hercegovina v. Serbia and Montenegro), judgment of 26 Feb. 2007, para.115. The Military Contribution to Peace Support Operation. Joint Warfare Publication 3-50 Second Edition, 2004.