proposal sigit

51
ANALISIS PAJAK REKLAME DALAM RANGKA MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan diartikan sebagai suatu proses perubahan yang berlangsung secara terus-menerus dan bertahap, serta bertanggung jawab dalam rangka kemajuan bangsa guna mencapai modernitas. Penyelenggaraan pemerintah daerah berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004 memberikan implikasi berupa timbulnya kewenangan dan kewajiban bagi daerah untuk melaksanakan berbagai urusan pembangunan secara lebih mandiri untuk mengurus rumah tangganya dalam upaya meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat dan dengan terbentukya otonomi daerah adalah sesuai dengan pelaksanaan asas desentralisasi yaitu asas penyerahan urusan pemerintah dari pemerintah pusat keadaan daerah otonomi menjadi urusan rumah tangganya. Terkait dengan pelaksanaannya dalam mengurus rumah tangganya sendiri pemerintah daerah diberikan keleluasan menghimpun dana melalui berbagai upaya untuk meningkatkan pendapatan daerah karena salah satu 1

Upload: astun-nisyah

Post on 01-Jul-2015

1.137 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: proposal sigit

ANALISIS PAJAK REKLAME DALAM RANGKA MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan diartikan sebagai suatu proses perubahan yang

berlangsung secara terus-menerus dan bertahap, serta bertanggung

jawab dalam rangka kemajuan bangsa guna mencapai modernitas.

Penyelenggaraan pemerintah daerah berdasarkan UU Nomor 32

Tahun 2004 memberikan implikasi berupa timbulnya kewenangan dan

kewajiban bagi daerah untuk melaksanakan berbagai urusan

pembangunan secara lebih mandiri untuk mengurus rumah tangganya

dalam upaya meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat

dan dengan terbentukya otonomi daerah adalah sesuai dengan

pelaksanaan asas desentralisasi yaitu asas penyerahan urusan

pemerintah dari pemerintah pusat keadaan daerah otonomi menjadi

urusan rumah tangganya.

Terkait dengan pelaksanaannya dalam mengurus rumah

tangganya sendiri pemerintah daerah diberikan keleluasan menghimpun

dana melalui berbagai upaya untuk meningkatkan pendapatan daerah

karena salah satu pendukung keberhasilan otonomi daerah yaitu terletak

pada kemampuan menyediakan dana guna membiayai penyelenggaraan

pemerintah dan pembangunan, untuk itu optimalisasi pendapatan daerah

merupakan upaya yang harus dilaksanakan sebagai perwujudan

tanggung jawab pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian

otonomi yaitu peningkatan pelayanan dan kesejahteraan rakyat.

Sehubungan dengan itu maka Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD) haruslah disusun dengan baik dan dipertimbangan

1

Page 2: proposal sigit

dengan memperhatikan skala prioritas dan dalam pelaksanaannya harus

terarah pada sasaran dengan cara yang berdaya guna dan berhasil guna.

Di dalam menyelenggarakan segala kegiatan, pemerintah daerah

memiliki sumber-sumber pendapatan yang terdiri dari pendapatan asli

daerah sendiri. Salah satu sumber pendapatan daerah Kabupaten Bima

adalah pendapatan asli daerah, dan salah satu sumber pendapatan asli

daerah adalah pajak daerah yaitu kontribusi wajib kepada daerah yang

terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa

berdasarkan perundang-undangan, dengan tidak mendapatkan imbalan

secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pendapatan Asli Daerah itu sendiri merupakan pendapatan yang

diperoleh daerah dan dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai

dengan peraturan perundang-undangan meliputi: hasil pajak daerah, hasil

retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan

kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan serta lain-lain Pendapatan Asli

Daerah yang sah.

Sebagai konsekuensi menjalankan otonomi daerah, maka

masing-masing daerah dituntut untuk berupaya meningkatkan sumber

pendapatan asli daerah agar mampu membiayai penyelenggaraan

pemerintah dan lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Upaya meningkatkan pendapatan asli daerah dapat dilakukan dengan

intensifikasi maupun ekstensifikasi yang salah satunya adalah dengan

meningkatkan efisiensi sumber daya dan sarana yang terbatas serta

meningkatkan efektivitas pemungutan yaitu dengan mengoptimalkan

potensi yang ada serta terus diupayakan menggali sumber-sumber

pendapatan yang baruyang potensinya memungkinkan sehingga dapat

2

Page 3: proposal sigit

memungut pajak atau retribusinya sesuai dengan undang-undang no 28

tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah.

Salah satu jenis pajak yang dipungut ooleh daerah yaitu pajak

reklame, pajak reklame itu sendiri merupakan atas penyelenggaraan

reklame, reklame adalah benda, alat, perbuatan atau media yang

menurut bentuk dan corak ragamnya untuk tujuan komersial,

dipergunakan untuk diperkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu

barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau dapat dilihat, dibaca, dan

atau didengar dari suatu tempat oleh umum, kecuali yang dilakukan oleh

pemerintah.

Dengan berkembangnya teknologi, semakin banyak pula

perusahaan yang memproduksi suatu produk atau barang, hal ini perlu

disebar luaskan agar masyarakat lebih mengenal dan memakai barang

yang diproduksi oleh suatu perusahaan tersebut, oleh karna itu perlu

adanya suatu sarana untuk menyebar luaskan produk tersebut,

diantaranya adanya pemasangan papan reklame di daerah-daerah

khususnya di Kab.Bima, baik berupa reklame permanen maupun reklame

insidental.

Tetapi dari penerimaan pajak dan retribusi yang diharapkan dapat

meningkatkan pendapatan asli daerah, maka yang terjadi tidaklah seperti

yang diharapkan, di kabupaten Bima hasil penerimaan pajak dan retribusi

diakui belum memadai dan memiliki peranan yang relatif kecil dan kurang

optimalnya penerimaan dari pajak reklame terhadap anggaran

pendapatan dan belanja daerah (APBD) khususnya bagi daerah

kabupaten Bima sebagian besar pengeluaran APBD dibiayai dana alokasi

dari pusat. Dalam hal ini, dana alokasi dari pusat tidak sepenuhnya dapat

di harapkan menutup seluruh kebutuhan pengeluaran daerah, oleh karna

3

Page 4: proposal sigit

itu pemberian peluang untuk mengenakan pengutan yang semula

diharapkan dapat meningkatkan penerimaan daerah. Dalam kenyataanya

tidak banyak diharapkan dapat menutupi kekurangan kebutuhan

pengeluaran tersebut.

Berdasarkan uraian di atas serta untuk membantu pemerintah

Kabupaten Bima dalam rangka usahanya memperbesar penerimaan

daerah yang akan digunakan untuk membiayai rumah tangganya, maka

dipandang perlu untuk mengadakan penelitian yang berjudul “ANALISIS

PAJAK REKLAME DALAM RANGKAMENINGKATKAN PENDAPATAN

ASLI DAERAH”.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang diatas, maka disimpulkan Identifikasi

masalahnya yaitu :

1. Rendahnya Kontribusi Pajak Reklame Dalam Rangka meningkatan

Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Bima.

2. Kurang optimalnya penerimaan dari pajak reklame dalam rangka

meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) di Kabupaten Bima.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut

diatas, maka dapat dibuat rumusan masalahnya sebagai berikut :

”Seberapa besar kontribusi pajak reklame dalam rangka meningkatkan

pendapatan asli daerah (PAD) di Kabupaten Bima selama tahun

anggaran 2005 sampai dengan 2009”

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

4

Page 5: proposal sigit

1. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui seberapa besar kontribusi retribusi Pajak reklame

secara umum dan prospek hasil penerimaan retribusi Pajak reklame

dan kaitannya dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten

Bima.

2. Kegunaan Penelitian

a. Secara Akademik

Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan kebulatan studi

jenjang Sarjana (S1) pada program studi Manajemen Sekolah

Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Bima.

b. Secara praktiks

Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan

bahan informasi/bacaan bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

E. Asumsi Penelitian

1. Variabel bebas (X) dalam

penelitian ini adalah Pajak reklame

2. Variabel Terikat (Y) dalam

penelitian ini adalah Pendapatan asli Daerah (PAD)

5

Page 6: proposal sigit

F. Definisi Operasional Variabel

Berdasarkan permasalahan yang diteliti, maka dapat diuraikan

definisi operasional variabel sebagai berikut :

1. Pajak reklame adalah benda, alat, pembuatan atau media yang

menurut bentuk dan corak ragamnya untuk yujuan komersial,

dipergunakan untuk diperkenalkan, menganjurkan atau memujikan

suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau dapat dilihat,

dibaca dan/ atau didengar dari suatu tempat oleh umum, kecuali yang

dilakukan oleh pemerintah.

2. Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh

daerah dan dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan

peraturan perundang-undangan meliputi: hasil pajak daerah, hasil

retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan

kekayaan daerah lainya yang dipisahkan serta lain-lain pendapatan

asli daerah yang sah.

6

Page 7: proposal sigit

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendapatan Asli Daerah

Pemerintah Daerah berusaha mengembangkan dan

meningkatkan perannya dalam bidang ekonomi dan keuangan. Dalam

rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan

pemerintah baik melalui administator pemerintah, pembangunan serta

pelayanan kepada masyarakat sekaligus upaya peningkatan stabilitas

politik dan kesatuan bangsa, maka pemberian otonomi dareah kepada

kabupaten dan kota yang nyata dan bertanggung jawab merupakan angin

segar yang harus kita sambut dengan positif. Dalam rangka

melaksanakan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab,

sektor pendapatan daerah memegang peranan yang sangat penting,

karena melalui sektor ini dapat dilihat sejauh mana suatu daerah dapat

membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan yang menjadi

urusan rumah tangganya.

Dalam melaksanakan otonomi Daerah yang luas, nyata, dan

bertanggung jawab, salah satu syarat yang diperlukan adalah tersedianya

sumber-sumber pembiayaan, sumber pembiayaan tersebut disamping

sumber pembiayaan dari pemerintah diatasnya yaitu dana perimbangan

juga sumber dalam sendiri yaitu dari Pendapatan Asli Derah. Usaha untuk

menggali sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah, mengalami berbagai

kendala, baik dari segi keterbatasan sumber dana itu sendiri maupun dari

segi kemauan dan system pengelolaan serta administrasinya.

Sebagai mana diatur dalam undang-undang no 25 tahun 1999

tentang perimbangan pusat keuangan daerah, pendapatan Asli Daerah

(PAD) adalah penerimaan yang diperoleh dari sumber-sumber dari dalam

wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai

7

Page 8: proposal sigit

dengan Peraturan perundan-undangan yang berlaku (Abdul Halim,

2004 :108)

Walaupun terdapat peluang untuk meningkatkan pendapatan

Daerah, kesenjangan antara pengeluaran dan penerimaan daerah

sepertinya akan tetap besar selama kurun waktu mendatang.

Hal ini menjadi perhatian utama untuk menciptakan sistem yang

memadai mengenai penerimaan dareh yaitu dalam bentuk transfer dana

dari pusat ke Daerah.

Sumber-sumber Penerimaan Daerah dalam pelaksanaan

desentralisasi adalah menurut pasal 5 dan 6 undang-undang No. 33

Tahun 2004, yaitu :

1. Pendapatan Asli Daerah

2. Dana Perimbangan

3. Lain-lain pendapatan Daerah

yang sah.

Salah satu wujud dari desentralisasi fiskal adalah pemberian sumber-

sumber penerimaan bagi daerah yang dapat digali dan digunakan sendiri

oleh daerah.

Jadi pengertian Pendapatan Asli Daerah adalah peneriaman yang

diperoleh dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut

berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku (Krishna D. Danumurti dan Umbu Rauta, 2003 :

85-56)

B. Pajak Dan Retribusi Daerah

Dasar hukum pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

adalah undang-undang No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan

8

Page 9: proposal sigit

Retribusi Daerah sebagai mana telah diubah terakhir dengan Undang-

undang No.28 Tahun 2009. Dalam undang-undang ini , yang dimaksud

dengan :

a. Daerah otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan

masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu

berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat

setempat menurut prakasa sendiri berdasarkan asirasi masyarakat

dalam ikatan Negara Republik Kesatuan Indonesia.

b. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat

Daerah otonom yang lain sebagai badan Exekutif Daerah.

c. Kepala Daerah adalah Gubernur bagi Daerah Propinsi atau Bupati

bagi Daerah Kabupaten atau Walikota bagi Daerah Kota.

d. Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang

Perpajakan Daerah dan/atau Retribusi Daerah sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

e. Peraturan Daerah adalah peraturan yang ditetakan oleh Kepala

Daerah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

1. Pajak Daerah

Definisi atau pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat

Soemitro, SH adalah sebagai berikut :

Pajak jika diartikan secara umum adalah iuran rakyat kepada kas

negara berdasarkan undang-undang (yang dapat diaksakan) dengan

tiada mendapat jasa timbal (kontra-restasi) yang langsung dapat

ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-

unsur sebagai berikut :

9

Page 10: proposal sigit

a. Iuran dari Rakyat kepada

negara.

Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut

berupa uang (bukan barang).

b. Berdasarkan undang-undang

Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-

undang serta aturan Pelaksanaannya.

c. Tanpa jasa timbal atau

kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk.

Dalam embayaran ajak tidak dapat ditunjuk adanya kontraprestasi

individual oleh pemerintah.

d. Digunakan untuk membiayai

rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang

bermanfaat bagi masyarakat luas.

Pengertian dari pajak daerah , yang selanjutnya disebut pajak

adalah iuran wajib yang dilakukan oleh pribadi atau badan kepala

daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat

dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan

pemerintah Daerah dan Pembangunan Daerah.

Fungsi Pajak, yaitu :

a. Fungsi Budgetair

Pajak sebagai sumber dana bagi emerintah untuk membiayai

pengeluaran-pengeluarannya.

b. Fungsi Mengatur

(regulerend)

10

Page 11: proposal sigit

Pajak sebagai alat untuk mengukur atau me]akan kebijakan

pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

11

Page 12: proposal sigit

2. Syarat Pemungutan Pajak

Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau

perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat

sebagiai berikut :

1) Pemungutan Pajak harus adil (syarat keadilan)

Sesuai dengan tujuan hukum yakni mencapai keadilan, undang-

undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam

perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara

umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan

masing-masing. Sedang adil dalam peaksanaannya yakni dengan

membeikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan,

penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada

majelis pertimbangan pajak.

2) Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang ( Syarat

Yuridis )

Di indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. hal ini

memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik

bagi negara maupun warganya.

3) Tidak mengganggu perekonomian ( Syarat Ekonomis )

Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan

produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan

kelesuan perekonomian masyarakat.

4) Pemungutan pajak harus efisien ( Syarat Finansial )

Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat

ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.

5) Sistim pemungutan pajak harus sederhana

12

Page 13: proposal sigit

Sistim pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan

mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban

perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang

perpajakan yang baru.

3. Teori-Teori Yang Mendukung

Pemungutan Pajak

Atas dasar apakah negara mempunyai hak untuk memungut

pajak. Terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan

justifikasi pemberian hak kepeda negara untuk memungut pajak.

Teori-teori tersebut antara lain :

a. Teori Asuransi

Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak

rakyatnya. Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang

diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh

jaminan perlindungan tersebut.

b. Teori Kepentingan

Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada

kepentingan ( misalnya perlindungan ) masing-masing orang.

Semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara,semakin

tinggi pajak yang harus dibayar.

c. Teori Daya Pikul

Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya

pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing

orang. Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan 2 pendekatan

yaitu :

13

Page 14: proposal sigit

Unsur Objektif, dengan melihat besarnya

penghasilan atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang.

Unsur Subjektif, dengan memperhatikan

besarnya kebutuhan materil yang harus dipenuhi.

d. Teori Bakti

Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat

dengan negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat

harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai

suatu kewajiban.

e. Teori Asas Daya Beli

Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak.

Maksudnya memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah

tangga masyarakat untuk rumah tangga negara. Selanjutnya

negara akan menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam

bentuk kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan

seluruh masyarakat lebih diutamakan.

4. Kedudukan Hukum Pajak

Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH., Hukum Pajak

mempunyai kedudukan diantara hukum-hukum sebagai berikut :

a. Hukum Perdata, mengatur hubungan antara satu individu

dengan individu lainnya.

b. Hukum Publik, mengatur hubungan antara pemerintah dengan

rakyatnya. Hukum ini dapat dirinci lagi sebagai berikut :

Hukum Tata Negara

Hukum Tata Usaha ( Hukum Administratif )

Hukum Pajak

14

Page 15: proposal sigit

Hukum Pidana

Dengan demikian kedudukan hukum pajak merupakan bagian

dai hukum publik. Dalam mempelajari bidang hukum, berlaku apa

yang disebut Lex Specialis derogat Lex Generalis, yang artinya

peraturan khusus lebih diutamakan daripada peraturan umum atau

jika sesuatu ketentuan belum atau tidak diatur dalam peraturan

khusus, maka akan berlaku ketentuan yang diatur dalam peraturan

umum.

Dalam hal ini peraturan khusus adalah hukum

pajak,sedangkan peraturan umum adalah hukum publik atau hukum

lain yang sudah ada sebelumnya.

Hukum pajak menganut paham imperatif, yakni

pelaksanaannya tidak dapat ditunda. Misalnya dalam hal pengajuan

keberatan, sebelum ada keputusan dari Direktur Jenderal Pajak

bahwa keberatan tersebut diterima, maka Wajib Pajak yang

mengajukan keberatan terlebih dahulu membayar pajak sesuai

dengan yang telah ditetapkan. Beberapa dengan hukum pidana yang

menganut paham oportunitas, yakni pelaksanaanya dapat ditunda

setelah ada keputusan lain.

5. Hukum Pajak Materiil Dan Hukum Pajak

Formil

Hukum Pajak mengatur hubungan antara pemerintah ( fiscus )

selaku pemungut pajak dengan rakyat sebagai Wajib Pajak. Ada 2

macam hukum pajak yakni :

a. Hukum Pajak Materil, memuat norma-norma yang

menerangkan antara lain keadaan, perbuatan, peristiwa hukum

15

Page 16: proposal sigit

yang dikenai pajak (objek pajak), siapa yang dikenakan pajak

(subjek), berapa besar pajak yang dikenakan (tarif), segala

sesuatu tentang timbul dan hapusnya utang pajak, dan hubungan

hukum antara pemerintah dan wajib pajak.

Contoh : Undang-Undang Pajak Penghasilan

b. Hukum Pajak Formil, memuat bentuk/tata cara untuk

mewujudkan hukum materiil menjadi kenyataan (cara

melaksanakan hukum pajak materiil). Hukum ini memuat antara

lain :

1) Tata cara penyelenggaraan (prosedur) penetapan suatu utang

pajak.

2) Hak-hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap para

Wajib Pajak mengenai keadaan, perbuatan dan peristiwa yang

menimbulkan utang pajak.

3) Kewajiban Wajib Pajak mislanya menyelenggarakan

pembukuan/pencatatan, dan hak-hak Wajib Pajak misalnya

mengajukan keberatan dan banding.

Contoh : Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

6. Pengelompokan Pajak

a. Menurut Golongannya

1) Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh

Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan

kepada orang lain.

Contoh : Pajak Penghasilan

2) Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat

dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

16

Page 17: proposal sigit

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai

17

Page 18: proposal sigit

b. Menurut Sifatnya

1) Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan

pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib

Pajak.

Contoh : Pajak Penghasilan

2) Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya,

tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas

Barang Mewah.

c. Menurut Lembaga Pemungutnya

1) Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat

dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.

Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan

Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan

Bangunan, dan Bea Materai.

2) Pajak Daerah, pajak yang dipungut oleh pemerintah Daerah

dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

Pajak terdiri atas :

Pajak Propinsi, contoh : Pajak Kendaraan Bermotor dan

Kendaraan di Atas Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan

Bermotor.

Pajak Kabupaten / Kota, contoh : Pajak Hotel, Pajak

Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, dan Pajak

Penerangan Jalan.

18

Page 19: proposal sigit

7. Tata Cara Pemungutan Pajak

a. Stelsel Pajak

Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel :

1) Stelsel nyata ( riel stelsel )

Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang

nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada

akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang

sesungguhnya diketahui. Stelsel nyata mempunyai kelebihan

atau kebaikan dan kekurangan. Kebaikan stelsel ini adalah

pajak yang dikenakan lebih realistis.

2) Stelsel anggapan (fictieve stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang

diatur oleh undang-undang. Misalnya, penghasilan suatu

tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga

pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak

yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kebaikan stelsel ini

adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa

harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya

adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan

yang sesungguhnya.

3) Stelsel campuran

Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan

stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung

berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun

besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang

sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut kenyataan lebih

besar daripada pajak menurut anggapan, maka Wajib Pajak

19

Page 20: proposal sigit

harus menambah. Sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya

dapat diminta kembali.

b. Asas Pemungutan Pajak

1) Asas domisili ( asas tempat tinggal )

Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan

Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik

penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri.

Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri.

2) Asas sumber

Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang

bersumber diwilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal

wajib pajak.

3) Asas Kebangsaan

Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu

Negara. Misalnya pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan

pada setiap orang yang bukan berkebangsaan indonesia yang

bertempat tinggal di Indonesia. Asas ini berlaku untuk waji

pajak luar Negeri.

8. Pengukuran / penilaian pendapatan asli daerah (PAD)

a) Hasil (yield), yaitu memadai tidaknya hasil suatu pajak dalam

kaitannya dengan berbagai layanan yang dibiayainya, stabilitas

dan mudah tidaknya memperkirakan besarnya hasil pajak

tersebut, perbandingan hasil pajak dengan biaya pungut, dan

elastisitas hasil pajak terhadap inflasi, pertambahan

pendapatan dan sebagainya.

20

Page 21: proposal sigit

b) Keadilan (Equity)

Dalam hal ini dasar pajak dan kewajiban membayarnya harus

jelas dan tidak sewenang-wenang, pajak harus adil secara

horizontal, artinya beban pajak harus sama antara berbagai

kelompok yang berbeda tetapi dengan kedudukan ekonomi

yang sama, adil secara vertikal artinya beban pajak harus lebih

banyak ditanggung oleh kelompok yang memiliki sumberdaya

yang lebih besar, dan pajak/retribusi haruslah adil dari suatu

daerah kedaerah laen, kecuali memang suatu daerah mampu

memberikan fasilitas pelayanan sosial yang lebih tinggi.

c) Efisiensi ekonomi

Pajak/retribusi daerah hendaknya mendorong atau

setidak-tidaknya tidak menghambat penggunaan sumberdaya

secara efisien dan efektik dalam kehidupan ekonomi,

mencegah jangan sampai pilihan konsumen dan pilihan

produsen menjadi salah arah atau orang menjadi segan bekerja

atau menabung, dan memperkecil ”beban lebih” pajak.

d) Kemampuan melaksanakan (ability to implement)

Dalam hal ini suatu pajak haruslah dapat dilaksanakan, baik

dari aspek politik maupun administratif.

21

Page 22: proposal sigit

e) Kecocokan sebagai sumber penerimaan daerah (suitability as

local revenue source)

Ini berarti, haruslah jelas kepada daerah mana suatu pajak

harus dibayarkan, dan tempat memungut pajak sedapat

mungkin sama dengan tempat akhir beban pajak, pajak tidak

mudah dihindari dengan cara memindahkan obyek pajak dari

suatu daeah kedaerah lain, pajak daerah hendaknya jangan

mempertajam perbedaan-perbedaan antara daerah dari segi

potensi ekonomi masing-masing dan pajak hendaknya tidak

menimbulkan beban yang lebih besar dari kemampuan tata

usaha.

9. Pengukuran /penilaian pajak reklame.

Untuk menghitung potensi pajak reklame, hal penting

yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah adalah

mengenali subyek dan wajib pajak reklame serta dasar

pengenaan pajak reklame. Dalam hal ini subyek pajak reklame

adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan atau

melakukan pemasangan reklame, sedangkan wajib pajak

reklame adalah orang pribadi atau badan atau pihak ketiga

(agen reklame) yang menyelenggarakan reklame, ketentuan

tentang pemungutan pajak reklame lebih lanjut perlu diatur

dengan perda tentang pajak dan retribusi daerah serta

disesuaikan dengan perda tentang rencana tata ruang

pemasangan reklame.

Selain mengenali subyek dan wajib pajak reklame,

pemerintah daerah juga perlu memahami dasar pengenaan

22

Page 23: proposal sigit

pajak reklame (DPP) Dasar Pengenaan pajak reklame dihitung

dari nilai sewa reklame (NSR) dikalikan dengan tarif pajak

Dasar pengenaan pajak rreklame =

nilai sewa reklame × tarif pajak reklame

nilai sewa reklame adalah nilai jual obyek pajak (NJOP)

ditambah nilai strategi. Besarnya nilai sewa reklame tersebut

ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain

- Lokasi penempatan reklame yang terbagi atas

daerah protokol, ekonomi dan lingkungan

- Jenis reklame

- Jangka waktu penyelenggaraan

- Ukuran media reklame

Adapun perhitungan nilai sewa reklame dapat dirumuskan

sebagai berikut:

Nilai sewa reklame =

Biaya pemasangan + biaya pemeliharaan + nilai strategi

Lama pemasangan

Nilai srategi wilayah pemasangan reklame wilayah pemasangan

reklame, beberapa indikator antara lain:

- Tingkat keramaian lalu lintas kendaraan sekitar lokasi

pemasangan reklame

- Tingkat kerawanan terhadap kecelakaan lalu lintas disekitar

lokasi pemasangan reklame

- Tingkat kepadatan/ keramaian orang sekitar lokasi

pemasangan reklame

- Ada tidaknya pusat aktivitas disekitar wilayah pemasangan

reklame

23

Page 24: proposal sigit

- Karakteristik kawasan pemasangan reklame, yaitu apakah

kawasan umum, bisnis, pemerintahan, militer, sekolah,

ataukah kawasan situs budaya, secara garis besar kawasan

pemasangan reklamedapat dikelompokkan menjadi empat

bagian yaitu: wilayah bebas, umum, selektif, dan khusus.

10. Retribusi Daerah

Retribusi merupakan salah satu bentuk pungutan pemerintah

dalam usaha mencari dana (pendapatan) guna membiayai segala

kegiatan baik yang bersifat rutin maupun yang bersifat pembangunan.

Menurut Soetrisno PH (1984 : 193). Retribusi merupakan pungutan

yang dilakukan pemerintah karena seseorang (dan atau badan

hukum) menggunakan barang (dan jasa) pemerintah yang langsung

di tunjuk.

Pengertian diatas menunjukan bahwa pungutan yang

dilakukan oleh pemerintah terhadap masyarakat, karena

menggunakan fasilitas atau jasa pelayanan yang disediakan

pemerintah. Bagi mereka yang tidak menggunakan fasilitas atau jasa

pelayanan yang disediakan pemerintah , dikecualikan dari pungutan

retribusi.

Guna melengkapi pengertian retribusi tersebut, berikut

dikemukakan beberapa pengertian retribusi yang dikemukakan oleh

para ahli antara lain :

a. Feldman (1986) yang disalin oleh Dr. C Goedhart terjemahan

Ratmoko Santoso S.H, mengemukakan :

Retribusi ialah penerimaan yang diperoleh pengusaha

publik dari rumah tangga swasta, berdasarkan norma-norma

24

Page 25: proposal sigit

umum yang ditetapkan, berhubung dengan prestasi-prestasi

rumah tangga swasta, dan prestasi-prestasi tersebut karena

berhubungan dengan kepentingan umum, secara khusus

dilaksanakan sendiri oleh pengusaha publik.

b. M. Soeparmoko (1986) mengemukakan :

Yang dimaksud dengan retribusi adalah suatu

Pembayaran dari rakyat kepada negara dimana kita dapat melihat

adanya pembayaran retribusi tersebut.

c. Drs. Ibnu Syamsi (1983) mengemukakan

Retribusi ialah iuran dari masyarakat tertentu (orang-orang

tertentu) berdasarkan peraturan pemerintah (PP) yang prestasinya

kembali ditunjuk secara langsung, tetapi pelaksanaannya dapat

dipaksakan meskipun tidak mutlak .

Pengertian-pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa

retribusi mengandung beberapa unsur, yaitu :

a. Iuran kepada Negara.

b. Berdasarkan perundang-undangan.

c. Ada imbalan langsung kepada pembayar

d. Paksaan tidak mutlak

e. Untuk membiayai kepentingan umum, dilaksanakan oleh

pemerintah.

Menurut K.H Riwu (1988), retribusi memunyai unsur

karakteristik fundamental dua macam yaitu pertama adanya unsur

kontra prestasi tertentu yang langsung dapat ditunjuk bagi jasa yang

diberikan oleh negara dan kedua biaya untuk memproses perkara,

25

Page 26: proposal sigit

dan retribusi pemerintahan) dan retribusi penggunaan/instansi

tertentu seperti pasar, pelabuhan, sekolah, kebun binatang,pajak

Reklame dan lain-lain.

Menurut cara menentukan jumlah retribusi di bedakan antara

rertribusi tetap dan retribusi variabel. Retribusi variabel dibedakan

antara persentual dan secara kelas dalam arti kelas-kelas pendapatan

atau bracket. Antara retribusi tunggal dan retribusi puschal (ditetakan

suatu jumlah atau paket bagi seluruh rangkaian kegiatan negara).

Menurut cara pembayaran retribusi dibedakan antara rertribusi kontak

dan retribusi materai.

Uraian diatas dapat disimpulkan bahwa retribusi dapat

dipungut apabila pemerintah telah menyediakan fasilitas atau

memberikan jasa pelayanan terhadap masyarakat yang membayar

retribusi. Bagi mereka yang membayar akan menerima imbalan jasa

secara langsung atas pembayaran tersebut. Jadi retribusi menyerupai

harga dalam proses juall beli bebas.

Retribusi daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah

pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin

tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh Pemerintah

daerah untuk kepentingan Pribadi atau badan. Jasa tersebut yang

pengertiannya adalah jasa yang disediakan oleh Pemerintah daerah

berupa usaha dan pelayanan yang menyebbkan barang, fasilitas,

atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi

atau badan.

Jenis retribusi Daerah dibagi menjadi tiga golongan

yaitu :

1. Retribusi jasa umum

26

Page 27: proposal sigit

Retribusi jasa umum ditetapkan dengan desentralisasi.

Aturan pemerintah dengan kriteria-kriteria sebagai berikut :

a. Retribusi jasa umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan

retribusi jasa usaha atau prijinan tertentu.

b. Jasa yang bersangkutan yang berupa wewenang daerah

dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

c. Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi

atau badan yang harus membayar retribusi, disamping untuk

melayani kepentingan dan kemanfaatan umum.

d. Jasa tersebut layak untuk dikenakan retribusi.

e. Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional

mengenai penyelenggaraannya. Pelayanan yang lebih baik.

f. Retribusi dapat dianggul secara efektif dan efisien, serta

merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang

bersifat potensial.

g. Pemungutan retribusi memungkinkan penyediaan jasa

tersebut dengan tingkat dan atau kualitas

2. Retribusi Perijinan tertentu

Retribusi perijinan tertentu ditetapkan dengan peraturan

pemerintah dengan kriteria-kriteria sebagai berikut :

a. Perijinan tersebut merupakan wewenang pemerintah yang

diserahkan kepada daerah dalam rangka asas desentralisasi.

b. Perijinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi

kepentingan umum.

c. Biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan ijin

tersebut dari biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari

27

Page 28: proposal sigit

perijinan tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari

retribusi perijinan.

Jenis-jenis retribusi perijinan tertentu adalah :

a. Retribusi Ijin mendirikan bangunan.

b. Retrbusi Tempat penjualan minuman beralkohol.

c. Retribus Ijin gangguan.

d. Retribusi Ijin Trayek.

3. Retribusi Jasa Usaha :

Retribusi jasa usaha ditetapkan dengan peraturan

pemerintah dengan kriteria-kriteria sebagai berikut :

a. Retribusi Jasa Usaha yang bersifat bukan retribusi dan jasa

umum atau retribusi perijinan tertentu.

b. Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersil

yang seyogyanya dilakukan oleh sektor swasta tetapi belum

memadai atau terdapatnya harta yang dimiliki/dikuasai daerah

yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh pemerintah

daerah.

Jenis-jenis retribusi jasa usaha adalah :

a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah.

b. Retribusi Pasar Grosir ,Pertokoan, dan Pajak Reklame.

c. Retribusi Tentang Pelelangan.

d. Retribusi Terminal.

e. Retribusi Tempat Khusus Parkir.

f. Retribusi Tempat Penginapan.

g. Retribusi Pelayanan Pelabuhan

h. Retribusi Penjualan Produksi Daerah.

28

Page 29: proposal sigit

C. Retribusi Pajak reklame

Pajak Reklame yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Pajak

atas penyelenggaraan reklame yang dilakukan oleh suatu badau usaha di

tempat yang bukan hak milik, misalnya di emperan toko, pinggir jalan,

ataupun di tempat-tempat keramaian lainnya.

Adapun retribusi Pajak Reklame umumnya adalah pungutan

daerah sebagai pembayaran atas pemakaian tempat yang merupakan

milik Perda oleh mereka yang berkepentingan, atau dengan kata lain

adalah suatu iuran dari pajak Reklame kepada pemerintah atas fasilitas

dan izin.

Retribusi pajak Reklame merupakan bagian dari retribusi daerah

merupakan pendapatan asli daerah. Oleh karena itu, retribusi pajak

Reklame dapat digunakan untuk membiayai rumah tangga pemerintah

Daerah serta mempunyai arti yang penting di dalam melaksanakan

pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional.

Sehubungan dengan hal itu diharapkan penerimaan dari retribusi pajak

Reklame dapat diupayakan semaksimal mungkin.Walaupun potensi pajak

Reklame tidak terlalu besar sebagai sumber pendapatan daerah, namun

diharapkan retribusi Pendapatan Asli Daerah dapat menambah jumlah

pendapatan asli daerah yang tidak hanya ditujukan untuk menutupi biaya

pembangunan dan biaya-biaya lain yang sangat diperlukan dalam proses

pembangunan.

D. Kerangka pikir

Dengan berkembangnya teknologi, semakin banyak pula

perusahaan yang memproduksi suatu produk atau barang, hal ini perlu

disebar luaskan agar masyarakat lebih mengenal dan memakai barang

29

Page 30: proposal sigit

Papan reklame Pajak PAD

Kas Daerak Kab.Bima

yang diproduksi oleh suatu perusahaan tersebut, oleh karna itu perlu

adanya suatu sarana untuk menyebar luaskan produk tersebut,

diantaranya adanya pemasangan papan reklame di daerah-daerah

khususnya di Kab.Bima

Didalam melaksanakan pemasangan papan reklame tersebut,

pemerintah daerah dapat memungut pajak sesuai dengan

undang-undang no 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan kontribusi

daerah. Hasil dari pemungutan pajak tersebut dapat memberikan

sumbangsih terhadap pendapatan asli daerah, hasil pendapatan tersebut

akan menambah nilai dari kas daerah kab.Bima untuk membiayai

penyelenggaraan pemerintahan.

Kerangka Pikir tentang analisis pajak reklame dalam rangka

meningkatan Pendapatan Asli Daerah skemanya sebagai berikut :

E. Hipotesis

Berdasarkan pada perumusan masalah diatas, maka penulis dapat

memberikan dugaan sementara atau hipotesis yang perlu dikaji

kebenarannya lebih lanjut yaitu sebagai berikut :

”Kontribusi pajak reklame dalam rangka meningkatkan pendapatan asli

daerah (PAD) bersifat positif dan signifikan”

30

Perusahaan

Page 31: proposal sigit

Hipotesis statistik :

Hipotesis statistik dapat dirumuskan sebagai berikut :

Ho :β = 0 Ttidak ada kontribusi Pajak Reklame dalam rangka

meningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) bersifat

positif dan signifikan

Ha : β ≠ 0 Ada kontribusi Pajak Reklame dalam rangka

meningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) bersifat

positif dan signifikan

31

Page 32: proposal sigit

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Metodologi dan Desain Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam melakukan penelitian

ini adalah menggunakan jenis penelitian Asosiatif yaitu suatu

permasalahan penelitian yang bersifat hubungan antara dua variabel

atau lebih. (Sugyono, 2005)

2. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian didasarkan pada masalah yang diangkat

yaitu berusaha menampilkan gambaran yang mana dalam hal ini

berupa data Pajak Reklame dan Pendapatan Asli Daerah

(PAD) mulai dari tahun 2003-2007.

No Tahun Retribusi PKL PAD

1. 2005

2. 2006

3. 2007

4. 2008

5. 2009

3. Waktu dan Lokasi Penelitian

a. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dimulai bulan Maret sampai dengan bulan

April 2011, dengan susunan rencana kegiatan sebagai berikut :

32

Page 33: proposal sigit

.

b. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kabupaten Bima, dengan

mengambil data pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten

Bima.

4. Populasi dan Sampel

a. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas

sejumlah keseluruhan obyek/subyek (satuan inidividu) yang

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

mempelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiono,

2005). Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh data

retribusi Pajak Reklame dari tahun 2005 – 2009..

b. Sampel

Dalam penelitian ini penulis mengambil seluruh jumlah

populasi sebagai sampel yaitu sesuai dengan ketersedian data

yang ada (sampel jenuh) yaitu data retribusi Pajak Reklame dari

tahun 2005 – 2009.

33

Page 34: proposal sigit

B. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis data

a. Data kuantitatif adalah data yang diperlukan berupa

angka-angka yang dapat diukur dan dihitung secara sistematik.

b. Data kualitatif adalah data yang tidak dapat diukur

karena merupakan data yang berupa penjelasan atau uraian dari

pihak oraganisasi yang terkait.

2. Sumber data

a. Data primer adalah data yang diambil langsung dari

sumbernya atau data yang belum melalui proses pengumpulan

dan pengolahan dari pihak lain. Data ini berupa hasil dari

wawancara tidak berstruktur yang dilakukan terhadap pegawai

Dispenda dan Pajak Reklame

b. Data sekunder adalah data yang bersifat waktu yag

berkala yang meliputi data target dan realisasi penerimaan

Pendapatan Asli Daerah kota bima, target dan realisasi

penerimaan retribusi Pajak Reklame disamping data-data lain

sebagai penunjang.

C. Teknik Pengumpulan Data

1. Dokumentasi

Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel

yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,

notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya. (Sugyono : 2005).

2. Wawancara

Merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan melalui tanya

jawab langsung dengan sumber dalam wawancara yang dilakukan

34

Page 35: proposal sigit

dalam hal ini bertujuan untuk mendapatkan keterangan yang

berhubungan dengan penelitian ini.

D. Teknik Analisa Data

Dalam penelitian ini menggunakan uji instrumen alat ukur sebagai

berikut :

1. Untuk menganalisa kontribusi hasil Penerimaan retribusi Pajak

Reklame serta pengaruhnya terhadap hasil penerimaan pendapatan

asli daerah dipergunakan rumus sebagai berikut :

aC = x 100% b

dimana :

c = Kontribusi

b = Realisasi Retribusi Pajak reklame

a = Pendapatan Asli Daerah

2. Untuk mengetahui jumlah perkembangan penerimaan retribusi

Pajak Reklame , digunakan rumusnya sebagai berikut :

Yi = a + bX

dimana

Y = Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Bima

X = Penerimaan Retribusi pajak reklame

a = Konstanta

b = Konstanta

35

Page 36: proposal sigit

Untuk mencari nilai a dan b dipakai rumus sebagai berikut :

3. Untuk mengetahui hubungan antara kontribusi pajak Reklame dan

pendapatan asli daerah juga digunakan rumus korelasi product

moment, dengan rumus :

dimana :

rxy = Koefisien korelasi Product moment

Y = Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Bima

X = Penerimaan Retribusi pajak reklame

4. Determinasi

Dimana :

D = Determinasi

r2 = Koefisien korelasi Product Moment

36

Page 37: proposal sigit

DAFTAR PUSTAKA

Halim Abdul. 2004 Manajemen Keuangan Daerah, Andi, Yogyakarta.

Krisna D. Danumurti, Umbu Rauta. 2003. Otonomi Daerah, PT. Rieneka Cipta, Jakarta.

Mardiasmo, 2006. Perpajakan, Andi, Yogyakarta.

Riwu Kaho, Josef. 1988. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta.

Sugyono, 2005. Metode Penelitian Administrasi, Alfabeta, Bandung.

37

Page 38: proposal sigit

38