presus stase anak

74
PRESENTASI KASUS ARTRITIS REUMATOID JUVENIL Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Anak Badan Rumah Sakit Daerah Wonosobo Diajukan Kepada : dr. H. Heru Wahyono., Sp.A Disusun Oleh : Santo Juliansyah 20100310044 1

Upload: santo-juliansyah

Post on 03-Oct-2015

62 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

aa

TRANSCRIPT

PRESENTASI KASUS

ARTRITIS REUMATOID JUVENIL

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan AnakBadan Rumah Sakit Daerah Wonosobo

Diajukan Kepada :dr. H. Heru Wahyono., Sp.ADisusun Oleh :Santo Juliansyah20100310044

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAKBADAN RUMAH SAKIT DAERAH WONOSOBO2014HALAMAN PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi kasus dengan judul :ARTRITIS REUMATOID JUVENIL

tanggal :tempat : RSUD Setjonegoro Wonosobo

oleh :Santo Juliansyah20100310044

disahkan oleh :dokter pembimbing

dr. H. Heru Wahyono., Sp.AKATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr wbAlhamdullilah dengan memanjatkan puji syukur kehadirat allah swt atas segala limpahan rahmat yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas dalam presentasi kasus yang memenuhi sebagian syarat mengikuti ujian akhir program pendidikan profesi di bagian ilmu kesehatan anak dengan judul :ARTRITIS REUMATOID JUVENILPenulisan presentasi kasus ini dapat terwujud atas bantuan berbagai pihak, oleh karena itu maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :1. dr. H. Heru Wahyono., Sp.A selaku dokter pembimbing dan dokter spesialis Anak RSUD Wonosobo.2. dr. Hndayani Sp.A selaku dokter spesialis Anak RSUD Wonosobo3. Seluruh perawat bangsal Dahlia, Perinatal, Edelwies dan Poli Anak di RSUD Wonosobo4. Teman-teman coass atas dukungan dan kerjasamanya.Dalam penyusunan presentasi kasus ini penulis menyadari bahwa masih memiliki banyak kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan penyusunan presentasi kasus di masa yang akan dating. Semoga dapat menambah pengetahuan bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.Wassalamualaikum wr.wb

Wonosobo, 22 Januari 2015

Santo juliansyah

DAFTAR ISI

PRESENTASI KASUS1HALAMAN PENGESAHAN2KATA PENGANTAR3DAFTAR ISI4BAB I7LAPORAN KASUS7A.IDENTITAS7B.ANAMNESIS7C.PEMERIKSAAN FISIK9D.PEMERIKSAAN PENUNJANG11E.DIAGNOSIS KERJA12F.DIAGNOSIS BANDING12G.TERAPI12H.RENCANA PEMERIKSAAN13I.PROGNOSIS13J.FOLLOW UP13BAB II15TINJAUAN PUSTAKA15A.DEFINISI15B.EPIDEMIOLOGI15C.ETIOLOGI16D.MANIFESTASI KLINIS161.Artritis Reumatoid Juvenil Pausiartikular182.Artritis Reumatoid Juvenil Poliartikular193.Artritis Reumatoid Juvenil Onset Sistemik19E.PATOFISIOLOGI201.Berhubungan dengan molekul HLA dan non HLA212.Mediator Inflamasi Pada Kerusakan Sendi223.Profil Inflamasi Khas Pada Penyakit Tipe Sistemik234.Mediator Anti Inflamasi Pada ARJ24F.DIAGNOSIS25G.DIAGNOSIS BANDING271.Artritis pada penyakit infeksi272.Artritis pada Keganasan283.Artritis pada Kondisi non-inflamasi294.Artritis pada penyakit reumatik lain30H.PEMERIKSAAN PENUNJANG311.Laboratorium312.Radiologi32I.PENATALAKSANAAN341.Obat Anti Inflamasi Nonsteroid (OAINS)34a.Tolmetin35b.Naproksen35c.Ibuprofen36d.Diklofenak362.Analgetik363.Imunosupresan364.Obat Antireumatik Kerja Lambat375.Kortikosteroid386.Fisioterapi dan Latihan Fisik397.Nutrisi39J.PROGNOSIS40K.KOMPLIKASI421.Komplikasi pada mata422.Deformitas tulang423.Gangguan pertumbuhan434.Kontraktur sendi435.Lainnya43BAB III44PEMBAHASAN44DAFTAR PUSTAKA45

BAB ILAPORAN KASUSA. IDENTITASNo. Rekam medis : 623202Tanggal masuk rumah sakit : 9/1/2015Tanggal keluar rumah sakit : 13/1/2015Nama: An. PatmaUmur: 5 tahunJenis Kelamin: Laki-lakiAYAHNama : Tn WAlamat : AndongsiliPekerjaan : Buruh taniPendidikan : SMPIBUNama : Ny MAlamat : AndongsiliPekerjaan : Ibu rumah tanggaPendidikan : SDB. ANAMNESIS Keluhan utamaNyeri telapak tangan, sendi jari tangan dan lutut Riwayat penyakit sekarangPasien datang dari poli anak pada tanggal 9/1/2015 dengan keluhan 2 minggu yang lalu nyeri dan bengkak pada telapak tangan, sendi jari tangan kiri dan kedua sendi lutut. Selain itu pasien juga mengeluh sulit menggerakan tangan dan lutut yang nyeri, dan teraba panas pada daerah tersebut. Bagian-bagian tersebut sulit digerakan ketika pagi hari. Keluarga pasien juga mengatakan demam naik turun serta nafsu makan pasien menurun dan terdapat penurunan berat badan selama sakit. BAB tidak cair, BAK dalam batas normal, muntah, pusing, disangkal. Riwayat penyakit dahulu Pasien pernah mengalami sakit seperti ini Riwayat mondok di rumah sakit Riwayat trauma sebelumnya disangkal Riwayat penyakit keluargaDi keluarga tidak ada yang sakit dengan keluhan serupa Riwayat social, ekionomi dan lingkungan Pasien adalah anak ke dua dalam keluarga Bapak adalah seorang buruh tani dan ibu sebagai ibu rumah tangga Tinggal dilingkungan yang tidak padat, dan bukan wilayah wabah penyakit apapunkesan: social, ekonomi dan lingkungan cukup baik Riwayat Makanan-Umur 0-7 bulan : ASI -Umur 1 tahun lebih : Bubur tim-Umur 3- sekarang : Nasi (makan bersama keluarga)kesan: kualitas dan kuantitas pemberian gizi cukup Riwayat Imunisasi BCG: (+) DPT: (+) Polio : (+) Hepatitis: (+) Campak : (+)Ibu pasien mengatakan lupa dengan tanggal jadwal imunisasi tetapi mengaku sesuai dengan jadwal imunisasikesan: Imunisasi dasar lengkapC. PEMERIKSAAN FISIKPemeriksaan pada tanggal 10-1-2015Keadaan umum : Tampak sakit sedangKesadaran: compos mentisVital sign: Nadi: 110 kali per menit, isi dan tegangan cukup Respirasi : 36 kali per menit, irama regular Suhu : 38.2 oC Tekanan darah : tidak dilakukanStatus Generalis : Kulit Warna : sawo matang Sianosis : (-) Ruam : (-) Ikterus: (-) Turgor : baik, kembali cepat Kulit kering : (-) Edema : Tangan kiri dan kedua lutut Kepala Bentuk : bulat, simetris, bentuk mesocephal, rambut hitam dan distribusi merata Rambut : lurus, tidak mudah dicabut Mata : tidak cekung, konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-) pupil bulat, reflek cahaya (+) Telinga : bentuk dan ukuran dbn, secret (-/-), pendengaran normal Hidung : bentuk dan ukuran dbn, secret (-/-), nafas cuping (-/-) Mulut : sianosis (-), bibir kering (-) Leher Bentuk : simetris Trakhea : ditengah Pembesaran limfonodi : (-) Thorax Paru-paru Inspeksi : dinamis, simetris, retraksi (-)Perkusi : sonor kedua lapang paruPalpasi : Nyeri tekan (-)Auskultasi : vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-) JantungInspeksi : iktus cordis tak terlihatPalpasi : iktus kordis tak terabaAuskultasi : HR 110 kali per menit, murmur (-), gallop (-) Abdomen Inspeksi : datar, simetris, tanda peradangan (-) Auskultasi : Bising usus (+) N Perkusi : Tympani (+) Palpasi : Nyeri tekan (-), supel, hepar dan lien tidak teraba Pemeriksaan anogenitaltidak dinilai EkstremitasAkral dingin (-), sianosis (-), edema telapak tangan kiri & kedua lutut, sukar digerakan pada bagian yang edema. Neurologis Reflek Fisiologis : (+) Reflek Patologis : (-) Rangsang meningeal : (-) D. PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan darah rutin (tanggal : 9-01-2015)Jenis PemeriksaanHasilSatuanInterpretasiNilai Rujukan

Hemoglobin Leukosit Eosinofil Basofil Netrofil Limfosit Monosit Hematokrit Eritrosit Trombosit MCV MCH MCHC Ureum- Kreatinin12.530.60.800.1068.9021.109.10364.784477273426.80.29g/dL103/ul%%%%%%106/uL103/uLfLpgg/dLmg/dLmg/dLNHLNNLHNNHNNNNN10.8 -15.65.0-14.52.00-4.000-150-7025-402-833-453.80-5.80150-40069-9322-3432-36, < 50< 39

E. DIAGNOSIS KERJAArtritis Reumatoid JuvenilF. DIAGNOSIS BANDING Demam reumatik thypoid feverG. TERAPI injection plug inj. vicillin 4x400 mg IV inj ketorolac 2x15 mg IV inj dexametason 3x1/2 amp IV Progresic syr 3x1 cth imunos 1x1 tabH. RENCANA PEMERIKSAAN Rontgen SGOT/SGPT CRP Kultur Widal AstoI. PROGNOSIS Quo ad vitam : bonam Quo ad fungsionam : bonamJ. FOLLOW UPTanggalPemeriksaan Umumpemeriksaan fisikLabDiagnosistindakan

9/1/2015keluhan: demam, nyeri dan bengkak pada tangan kiri dan kedua lutut KU:tampak kesakitan, CMT: 38.2 oC N: 110 bpm RR: 36 bpm kepala: ca-/- si-/- Thorax: SDV+/+, ST-/-, simetris+/+ Abd: BU (+) N Eks: Edema telapak tangan dan kedua lutut

Hb: 12.5 gl/dLLeukosit : 30.6, AT: 844ARJpasang injection plug, inj vicillin4x400mg, inj ketorolac 2x15mg, inj dexa 3x1/2 amp, progresic syr 4x3/4

10/1/2015keluhan: nyeri dan bengkak pada tangan kiri dan kedua lutut KU:sakit berkurang, CMT: 37 oC N:115 bpm RR: 35 bpm kepala: ca-/- si-/- Thorax: SDV+/+, ST-/-, simetris+/+ Abd: BU (+) N Eks: Edema telapak tangan dan kedua lutut

ARJterapi lanjut

11/1/2015keluhan: nyeri dan bengkak pada tangan kiri KU:sakit berkurang, CMT: 37.2 oC N:112 bpm RR: 37 bpm kepala: ca-/- si-/- Thorax: SDV+/+, ST-/-, simetris+/+ Abd: BU (+) N Eks: Edema telapak tangan ARJterapi lanjut

12/1/2015keluhan: nyeri dan bengkak pada tangan kiri berkurangKU:sakit berkurang, CMT: 37.3oC N:115 bpm RR: 35 bpm kepala: ca-/- si-/- Thorax: SDV+/+, ST-/-, simetris+/+ Abd: BU (+) N Eks: Edema telapak tangan dan kedua lutut

terapi lanjut

13/1/2015keluhan: nyeri dan bengkak pada tangan kiri berkurangKU:sakit berkurang, CMT: 37.3oC N:115 bpm RR: 35 bpm kepala: ca-/- si-/- Thorax: SDV+/+, ST-/-, simetris+/+ Abd: BU (+) N Eks: Edema telapak tangan ARJBLPL

BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. DEFINISIArtritis Reumatoid Juvenil (ARJ) merupakan penyakit reumatik yang paling sering ditemukan pada anak. Artritis rheumatoid juvenile didefinisikan sebagai adanya tanda objektif artritis pada sedikitnya satu sendi yang berlangsung lebih dari 6 minggu pada anak usia kurang dari 16 tahun dan jenis artritis lain pada anak telah disingkirkan. Adapun artritis didefinisikan sebagai pembengkakan pada sendi atau ditemukannya dua atau lebih tanda berikut: keterbatasan gerak, nyeri tekan, nyeri saat bergerak, atau sendi teraba hangat.Patogenesis ARJ didasari oleh mekanisme kompleks imun. Banyak sekali faktor etiologi yang dapat menyebabakan gejala klinis ARJ seperti infeksi, autoimun, trauma, stres, serta faktor imunogenetik. Penyakit ARJ umumnya mudah mengalami remisi, sehingga pengobatan ditujukan untuk mencegah komplikasi dan timbulnya kecacatan terutama yang mengenai sendi.B. EPIDEMIOLOGIARJ merupakan penyakit reumatologik kronik pada masa anak, dengan prevalens 1:1000 anak. Penyakit ini mempunyai dua puncak, yang pertama pada usia 1-3 tahun dan yang kedua pada usia 8-12 tahun, namun pada dasarnya dapat timbul pada usia berapa saja. Perempuan lebih sering terkena dibandingkan laki-laki, khususnya pada bentuk penyakit yang pausiartikular.C. ETIOLOGIArtritis kronik pada masa anak mencakup beberapa tipe, dan yang paling sering adalah artritis reumatioid juvenile (ARJ). Klasifikasi penyakit artritis ini terus mengalami perbaruan, dan nomenklatur yang lebih baruadalah artritis idiopatik juvenile (AIJ), yang mencakup tipe artritis juvenile lain seperti artritis yang berhubungan dengan entesitis dan artritis psoriatic, yang segera menggantikan klasifikasi ARJ yang lebih lama. Etiologi penyakit autoimun ini belum diketahui. Manifestasi yang seringkali mendasari kelompok penyakit ini adalah sinovitis kronik, atau inflamasi pada sinovium sendi. Sinovium menjadi menebal dan mengalami hipervaskularisasi dengan infiltrasi limfosit, yang juga dapat ditemukan pada cairan sinovial dengan disertai sitokin inflamasi. Inflamasi juga menyebabkan produksi dan pelepasan protease jaringan dan kolagenase. Jika dibiarkan tanpa diobati, hal ini dapat menyebabkan destrusi jaringan, khususnya kartilago sendidan akhirnya mengenai struktur tulang dibawahnya.D. MANIFESTASI KLINISARJ dapat dibagi menjadi tiga subtipe Pausiartikular, Poliartikular, dan Onset Sistemik. masing-masing dengan karakteristik penyakit tersendiri (tabel 1). Meskipun onset artritis berjalan lambat, pembengkakan sendi biasanya diamati anak atau orangtua terjadi secara mendadak, seperti setelah kecelakaan atau setelah jatuh, dan dapat keliru dianggap terjadi karena trauma (meskipun efusi traumatic jarang terjadi pada anak). Anak dapat mengalami nyeri dan kekakuan pada sendi sehingga membatasi gerakan sendi. Anak dapat menolak untuk menggerakan sendi sama sekali. Kekakuan pagi hari dan gelling juga dapat terjadi pada sendi, dan jika terdapat gejala tersebut, maka dapat dipantau untuk respon terapi.Tabel 1. Gambaran subtipe Artritis Reumatoid Juvenil GambaranPausiartikularPoliartikularOnset Sistemik

Jumlah Sendi< 5> 5Bervariasi biasanya > 5

Tipe SendiSedang hingga besar (biasanya kecil pada extended oligoartritisKecil hingga sedangKecil hingga sedang

Predominan genderP > L (khususnya pada anak yang lebih kecil)P > LP = L

Gambaran sistemikTidak adaBeberapa konstitusionalNyata

Uveitis++++++

ANA positif+-

FR positif+ (pada anak lebih besar dengan AR onset dini)

LuaranSangat baik, > 90% remisi komplitBaik, > 50% remisi komplit, sebagian mempunyai risiko disabilitasBervariasi, bergantung pada luasnya

ANA: antinuclear antibody, AR: Artritis rheumatoid, FR: Faktor rheumatoidPada pemeriksaan fisik, tanda inflamasi dapat ditemukan, antara lain nyeri sendi, eritema, dan efusi. Luas gerakan sendi dapat terbatas karena nyeri, pembengkakan, atau kontraktur akibat jarang digunakan. Pada anaka, karena adanya cakram pertumbuhan yang aktif, kelainan tulang mungkin dapat ditemukan disekitar tulang, sehingga menyebabkan proliferasi tulang dan gangguan pertumbuhan terlokalisasi. Pada sendi ekstremitas bawah, perbedaan panjang tungkai dapat terlihat jika artritis yang asimetrik.Semua pasien dengan artritis kronik beresiko mengalami iridoksilitis atau uveitis kronik. Terdapat hubngan antara human leukocyte antigens (HLAs) (HLA-DR5, HLA-DR6, dan HLA-DR8) dan uveitis. Adanya antibodi antinuclear mengidentifikasi anak dengan artritis yang mempunyai resiko lebih tinggi untuk mengalami uveitis kronik. Uveitis yang berhubungan dengan ARJ dapat bersifat asimtomatik sampai terjadi kehilangan penglihatan, sehingga sebenarnya merupakan penyebab kebutaan yang dapat diobati pada anak. Sangat penting bagi anak dengan ARJ untuk menjalani skrining oftalmologik rutin dengan pemeriksaan slift-lamp untuk mengidentifikasi inflamasi pada anterior chamber mata untuk memulai terapi yang tepat apabila terdapat penyakit yang aktif.1. Artritis Reumatoid Juvenil PausiartikularArtritis rheumatoid juvenile pausiartikular (AIJ oligoartikular) didefinisikan sebagai adanya artritis pada kurang dari lima sendi dalam waktu 6 bulan sebelum diagnosis. Ini merupakan bentuk ARJ yang paling sering dan terjadi pada lebih kurang 50% kasus.ARJ pausiartikular timbul pada anak kecil, dengan puncak pada usia 1-3 tahun dan puncak yang lain adalah pada usia 8-12 tahun. Artritis ditemukan pada sendi berukuran sedang hingga besar, dengan lutut adalah sendi yang paling sering terkena, diikuti pergelangan kaki dan pergelangan tangan. Sendi-sendi kecil, seperti jari tangan dan jari kaki jarang terkena meskipun dapat juga terjadi. Keterlibatan leher dan panggul juga jarang terjadi. Anak dengan ARJ pausiartikular dapat tampak seperti normal tanpa adanya tanda inflamasi sistemik (demam, penurunan berat badan, atau gagal tumbuh) maupun bukti adanya inflamasi sistemik pada pemeriksaan laboratorium (peningkatan hitung leukosit atau laju endap darah). Sejumlah pasien ini kemudian akan berkembang menjadi penyakit poliartikular (disebut extended oligoartritis pada klasifikasi ARJ).2. Artritis Reumatoid Juvenil PoliartikularARJ poliartikular didefinisikan sebagai anak dengan artritis pada lima atau lebih sendi dalam 6 bulan sebelum diagnosis dan terjadi pada lebih kurang 40% anak. Anak dengan ARJ poliartikular cenderung mengalami artritis simetris, yang dapat mengenai sendi kecil pada tangan, kaki, pergelangan kaki, pergelangan tangan dan lutut. Tulang belakang servikal dapat juga terkena, yang akan menyebabkan fusi tulang belakang sejalan dengan waktu. Berbeda dengan ARJ pausiartikular, anak dengan penyakit poliartikular dapat menunjukan gejala inflamsi sistemik, seperti lemas, demam tidak tinggi, reterdasi pertumbuhan, anemia karena penyakit kronik, dan peningkatan marker inflamasi. ARJ poliartikular dapat timbul pada usia berapa saja, meskipun terdapat peningkatan kejadian pada awal masa anak. Puncak kedua adalah pada masa remaja, namun anak-anak ini berbeda karena biasanya mempunyai rheumatoid faktor yang positif dan biasanya merupakan kelompok yang menjadi artritis reumatoid dewasa, dengan perjalanan klinis dan prognosis yang serupa dengan penyakit pada dewasa.3. Artritis Reumatoid Juvenil Onset SistemikTerdapat sekelompok kecil pasien (sekitar 10%) dengan artritis juvenile tidak muncul dengan gambaran artritis melainkan didahului dengan inflamasi sistemik. Bentuk ARJ ini bermanifestasi dengan rekurensi yang khas, demam tinggi, biasanya satu sampai dua kali perhari, yang dapat terjadi selama beberapa minggu hingga bulan. Demam biasanya disertai dengan ruam, biasanya berbentuk seperti ruam morbili dan berwarna seperti salmon. Ruam dapat hilang dan terjadi hanya saat demam tinggi. kadang-kadang ruam dapat berbentuk seperti urtika. Keterlibatan organ internal juga dapat terjadi. Serositis, seperti plueritis dan perikarditis, terjadi pada 50% pasien. Tamponade perikardinal dapat terjadi meskipun jarang. Hepatosplenomegali terjadi pada 70% kasus anak. Anak dengan ARJ onset sistemik tampak sakit, mereka mengalami gejala konstitusional yang nyata, antara lain malaise dan gagal tumbuh. Pemeriksaan laboratorium menunjukan tanda-tanda inflamasi, dengan peningkatan laju endap darah, C-reactive protein, hitung sel darah putih, hitung trombosit, dan anemia. Artritis pada ARJ akan timbul 6 minggu sampai 6 bulan setelah inflamasi sistemik. Artritis biasanya poliartikular dan dapat meluas dan resisten terhadap pengobatan, sehingga membuat anak-anak ini beresiko tinggi untuk mengalami disabilitas jangka panjang.E. PATOFISIOLOGIArtritis rheumatoid ditandai dengan peradangan sinovial kronis yang nonsupuratif. Jaringan sinovial yang terkena menjadi edema, hiperemis, serta diinfiltrasi oleh limfosit dan sel plasma. Bertambahnya cairan sendi menimbulkan efusi. Penonjolan dari membrane sinovial yang menebal membentuk vili yang menonjol keedalam ruang sendi. Reumatoid sinovial yang hiperplastik dapat menyebar dan melekat pada kartilago artikuler sehingga terbentuk pannus. Pada sinovitis kronis dan ploliferasi sinovial yang berkelanjutan, kartilago artikuler dan struktur sendi lainnya dapat mengalami erosi dan rusak secara progresif. Terdapat variasi waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya proses kerusakan sendi yang permanen pada sinovitis. Pada anak, proses kerusakan kartilago artikuler terjadi lebih lambat dibandingkan pada dewasa, sehingga anak yang menderita ARJ tidak pernah mendapat cedera sendi permanen walaupun sinovitisnya lama. Penghancuran sendi terjadi lebih sering pada anak dengan faktor rheumatoid positif atau penyakit tipe sistemik. Bila penghancuran sendi telah dimulai, dapat terjadi erosi tulang subkhondral, penyempitan ruang sendi, penghancuran tulang, deformitas dan subluksasi atau ankilosis persendian. Mungkin dijumpai tenosynovitis dan myositis. Osteoporosis, periostitis, pertumbuhan episfisis yang dipercepat, dan penutupan episfisis yang premature dapat terjadi di dekat sendi yang terkena.Nodul reumatiod lebih jarang terjadi pada anak dibandingkan orang dewasa, terutama pada faktor rheumatoid positif, dan memperlihatkan bahan fibrinoid yang dikelilingi oleh sel radang kronis. Pada pleura, pericardium dan peritoneum dapat terjadi serositis fibrinosis non spesifik. Nodul rheumatoid secara histologis tampak seperti vaskulitis ringan dengan sedikit sel radang yang melindungi pembuluh darah kecil.Terdapat 4 jenis pathogenesis terjadinya ARJ, yaitu:1. Berhubungan dengan molekul HLA dan non HLAGen HLA merupakan faktor genetik penting pada ARJ karena fungsi utama dari gen ini sebagai APC ke sel T. Hubungan antara HLA dengan ARJ berbeda-beda tergantung subtipe ARJ. Secara spesifik oligoartritis dihubungkan dengan gen HLA-A2, HLA-DRB1*11, dan HLA-DRB1*08. Faktor rheumatoid positif pada poliartritis berhubungan dengan gen HLA-DR4 pada anak, dan begitu juga pada dewasa. Selain itu, adanya gen HLA-B27 meningkatkan resiko entesitis terkait artritis.Protein Tyrosine Phosphatase Nonreceptor 22 (PTPN22) mengkode suatu fosfatase limfoid spesifik (lyp), suatu varian dalam pengkodean region di gen ini. Gen ini dihubungkan dengan sejumlah penyakit autoimun yang juga telah teridentifikasi sebagai suatu lokus untuk ARJ. Efek dari PTPN22 ini bervariasi antara masing-masing subtipe ARJ tetapi secara umum lebih terkait dari pada gen HLA. Beberapa gen lainnya yaitu faktor makrofag inhibitor, IL-6, IL-10, dan TNF juga berhubungan dengan ARJ.2. Mediator Inflamasi Pada Kerusakan Sendi Membran sinovial pada pasien ARJ mengandung sel T, sel T yang teraktivasi sel plasma, dan makrofag yang teraktivasi, yang didatangkan melalui suatu proses neovaskularisasi. Antigen spesifik sel T berperan dalam pathogenesis subtipe artritis pada ARJ. Sel T predominan adalah sel Th1. Sel ini akan mengaktivasi sel B, monosit, makrofag dan fibroblast sinovial untuk memproduksi immunoglobulin (Ig) dan mediator inflamasi. Sel B yang teraktivasi akan memproduksi immunoglobulin termasuk faktor rheumatoid dan antinuclear antibodi (ANA).Patogenesis yang tepat tentang faktor rheumatoid belum diketahui sepenuhnya, diduga melibatkan aktivasi komplemen melalui pembentukan komplek imun. Antinuclear antibodi (ANA) dihubungkan dengan onset dini terjadinya oligoartritis tetapi antibodi ini tidak spesifik untuk ARJ. Makrofag yang teraktivasi, limfosit, dan fibroblast memproduksi vascular endothelial growth factor (VEGF) dan osteopontin yang menstimulasi terjadinya angiogenesis. Pada pasien ARJ, VEGF banyak ditemukan dijaringan sinovial. Osteopontin meningkat di cairan sinovial dan berhubungan dengan neovaskularisasi.Tumor necrosis Factor (TNF) dan IL-1 diproduksi oleh monosit teraktivasi, makrofag dan fibroblast sinovial. Mediator inflamasi ini sepetinya memiliki peran penting dalam terjadinya ARJ. Sitokin ini ditemukan meningkat pada cairan sendi penderita ARJ dan telah diketahui menstimulasi sel mesenkim seperti fibroblast sinovial, osteoklast dan khondrosit untuk melepas matrix metaloproteinase (MTP) yang mengakibatkan kerusakan jaringan. pada kelinci percobaan, injeksi IL-1 pada sendi lutut melibatkan terjadinya degradasi pada kartilago.Interleukin-6 (IL-6) adalah sitokin multifungsi yang memiliki aktivitas biologic yang luas dama regulasi respon imun, reaksi fase akut, hematopoiesis dan metabolisme tulang. Jumlah IL-6 yang beredar diserkulasi meningkat pada pasien ARJ. Hal ini dihubungkan dengan hasil laboratorium dan manifestasi klinis dari derajat aktivitas penyakit. Interleukin-6 (IL-6) menstimulasi hepatosit dan menginduksi produksi protein fase akut seperti C-reactve Protein (CRP). Jadi, peningkatan kadar IL-6 dalam serum berkolerasi dengan peningkatan CRP dalam fase aktif penyakit.Interleukin-17 (IL-17) diproduksi oleh sel Th17 dan menginduksi reaksi jaringan yang berlebihan karena memiliki reseptor yang tersebar luas di seluruh tubuh. Bukti terbaru menunjukan IL-17 mempunyai peran penting dalam reaksi inflamasi autoimun. IL-17 akan meningkatkan sitokin proinflamasi di jaringan sendi, menstimulasi produksi TNF dan IL-1, serta akan saling bersinergi untuk meningkatkan produksi IL-6, IL-8, dan IL-17 sehingga menyebabkan kerusakan sendi akibat proses inflamasi. IL-17 meningkat pada pasien ARJ dengan penyakit yang aktif dibandingkan dengan pasien yang mengalami remisi.3. Profil Inflamasi Khas Pada Penyakit Tipe SistemikPatogenesis dari ARJ tipe sistemik berbeda-beda pada jenis ARJ dalam berbagai bagian seperti kurangnya keterkaitan antara tipe HLA setra tidak adanya autoantibodi dan sel T reaktif. Penderita dengan penyakit tidak menunjukan tanda-tanda dari limfosit mediated antigen yang merupakan respon imun spesifik. Tanda-tanda klinis dari ARJ tipe sistemik juga dihubungkan dengan granulositosis, trombositosis, dan peningkatan regulasi reaktan fase akut yang menandakan aktivasi tidak terkontrol dari sistem imun didapat. Selama manifestasi awal dari perjalanan penyakit ini, muncul infiltrasi perivaskuler dari netrofil dan monosit yang memproduksi sitokin proinflamasi yang betperan dalam proses pathogenesis penyakit.Data terbaru menunjukan IL-1 memiliki peran utama dalam gejala klinis ArJ tipe sistemik. Pengobatan dengan reseptor antagonis IL-1 telah menunjukan perbaikan gejala klinis dan laboratorium pada pasien yang resisten terhadap pengobatan anti-TNF. Monosit yang teraktivasi pada pasien dengan gejala sistemik memiliki jumlah IL-1 yaitu IL-18 ditemukan meningkat tajam pada pasien dengan onset usia yang lebih besar dibandingkan dengan pasien ARJ lainnya. IL18 ditemukan lebih meningkat pada serum anak dengan tipe sistemik dibandingkan dengan tipe poliartikular dan pausiartikular. Konsentrasi IL-18 juga meningkat pada pasien serositis dan hepatosplenomegali.Konsentrasi IL-6 ditemukan meningkat pada pasien dengan tpe sistemik dan berhubungan dengan keterlibatan sendi. IL-6 juga meningkat pada cairan sinovial pasien dengan tipe sistemik dibandingkan dengan pasien ARJ tipe lainnya. Produksi berlebihan IL-6 berhubungan dengan manifestasi ekstra articular seperti anemia mikrositik dan gangguan pertumbuhan. Pengobatan dengan monoclonal antibodi yang langsung menyerang reseptor IL-6 menunjukan perbaikan klinis pada reaktan fase akut pasien dengan tipe sistemik. Aktivasi dan proliferasi yang tidak tekontrol pada limfosit T dan makrofag yang menyebabkan terjadinya pelepasan dari sitokin inflamasi seperti TNF , IL-1, dan IL-6 mengakibatkan munculnya manifestasi klinis dan patologi pada macrophage activation syndrome (MAS).4. Mediator Anti Inflamasi Pada ARJDua sitokin anti inflamasi yang paling dikenal pada ARJ adalah IL-10 dan IL-4. IL-10 menunjukan degradasi kartilago oleh antigen stimulated mononuclear cell pada pasein dewasa dengan artritis. Polimorfonuklear (PMN) dengan produksi IL-10 yang rendah berhubungan dengan artritis tipe berat. IL-4 menghambat aktivasi sel Th1 dan penurunan produksi dari TNF , IL-1 dan menghambat kehancuran kartilago. IL-4 dan IL-10 menghambat produksi dari sitokin inflamasi seperti IL-6 dan IL-8. IL-4 dan IL-10 yang tinggi pada sendi bermanifestasi sebagai pausiartikular yang ringan dan non-erosif. Foxp3, CD4, CD25, dan sel T regulasi penting untuk pengontrolan inflamasi. Defek pad X-linked pada foxp3 merupakan penyebab dari kodisi multiple autoimun disebut juga imunodisregulasi, poliendokrinopati, dan enteropati (IPEX syndrome). Kerusakan pada sel T regulasi juga merupakan penyebab adanya kegagalan toleransi pada penyakit autoimun, meskipun belum ada bukti yang menunjukan adanya defek pada sel T regulasi pada ARJ. Penurunan jumlah sel T regulasi menyebabkan oligoartritis yang lebih berat. Pada pasien dengan ARJ ditemukan peningkatan jumlah sel T regulasi yang lebih tinggi di sendi dibandingkan darah tepi, yang menindikasikan terjadinya suatu proses inflamsi.F. DIAGNOSISTerdapat beberapa pengelompokan dalam mendiagnosis ARJ, diantaranya:Kriteria diagnosis Artritis Reumatoid Juvenil menurut American Collage of Rheumatology (ACR):a. Usia penderita < 16 tahunb. Artritis (bengkak atau efusi, adanya dua atau lebih tanda: keterbatasan gerak, nyeri saat gerak dan panas pada sendi) pada satu sendi atau lebihc. Lama sakit > 6 minggud. Tipe onset penyakit (dalam 6 bulan pertama): Poliartritis : 5 sendi Pausiartikular : < 5 sendi Sistemik : Artritis dengan demam minimal 2 minggu, mungkin terdapat ruam atau keterlibatan ekstraartikular, seperti limfadenopati, hepatosplenomegali atau pericarditis.e. Kemungkinan penyakit artritis lain dapat disingkirkan Kriteria diagnosis Juvenile Chronic Arthritis menurut European League Against Rheumatism (EULAR):a. Usia penderita < 16 tahunb. Artritis pada satu sendi atau lebihc. Lama sakit > 3 minggud. Tipe onset penyakit: Poliartritis : > 4 sendi, faktor rheumatoid negative Pausiartikular : < 5 sendi Sistemik : Artritis dengan demam Artritis rheumatoid juvenile : > 4 sendi, faktor rheumatoid positif Spondilitis ankilosing juvenile Artritis psoriasis juvenileKriteria diagnosis Juvenile Idiopatic Arthritis menurut International League of Associations of Rheumatology (ILAR):a. Sistemikb. Oligoartritis Persisten Extendedc. Poliartritis (faktor rheumatoid negative)d. Poliartritis (faktor rheumatoid positif)e. Artritis psoriasisf. Artritis terkait entensitasg. Artritis lain Tidak memenuhi katagori Memenuhi > satu katagoriG. DIAGNOSIS BANDINGBeberapa hal yang harus dipertimbangkan dan disingkirkan sebelum menegakan diagnosis ARJ dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat, yakni:1. Artritis pada penyakit infeksiBeberapa proses infeksi seperti artritis septik, artritis reaktif dan osteomyelitis dapat menunjukan manifestasi artritis. Pada artritis septik, jaringan sinovial terinfeksi secara langasung oleh bakteri, virus ataupun agen infeksi lain. Diagnosis didapatkan dari anamnesis yang cermat, pemeriksaan kultur dari cairan sinovial, kultur darah dan pemeriksaan serologis. Pasien yang menderita artritis septik dapat melibatkan lebih dari satu sendi namun tidak harus menunjukan adanya tanda sepsis ataupun tanda sistemik. Beberapa anak yang menderita onset akut yang harus dicurigai menderita artritis septik.Infeksi oleh borrelia burgdorferi pada penyakit Lyme dapat menyebabkan artritis yakni pausiartikular baik pada anak maupun pada dewasa. Artritis Lyme biasanya selalu respon terhadap terapi antibiotic. Beberapa agen non-bakterial seperti rubella, mumps, varisella, adenovirus, hepatitis B, dan mycoplasma dapat diduga sebagai penyebab artritis. Artritis seperti ini biasanya terjadi pada akhir dari perjalanan infeksi, meskipun kadang-kadang mendahului manifestasi klinis. Parvovirus telah diketahui dapat menyebabkan artritis transien pada anak dengan atau tanpa manifestasi klinis yang menyertainya.Artritis reaktif adalah artritis steril yang menyertai infeksi gastrointestinal dengan pathogen seperti shigella, salmonella, Yersinia, atau campylobacter sp pada penjamu yang dicurigai. Beberapa anak dengan artritis akut dengan manifestasi gastroenteritis harus dievaluasi lebih lanjut. Anak umumnya memiliki histokompatibilitas antigen HLA B27.Manifestasi anak dengan osteomyelitis kadang mirip dengan penyakit reumatik. Sendi yang berdekatan dengan area metafisis yang terinfeksi dari tulang panjang dapat membengkak, namun dengan cairan sendi yang jernih. Pada osteomyelitis nyeri dan pembengkakan pada daerah metafisis lebih menyolok dari pada nyeri sendi. Perubahan gambaran radiografi pada osteomyelitis terjadi setelah sakit minimal hari ke-7. Ultrasonografi atau scanning tulang dapat menjadi alat untuk diagnosis pada saat awal penyakit.2. Artritis pada KeganasanBeberapa keganasan anak seperti pada leukemia, neuroblastoma, limfoma, penyakit hodgkin dan rabdomiosarkoma, seperti halnya pada tumor tulang primer seperti osteogenik sarkoma dan ewing sarkoma, dapat menyebabkan keluhan muskuloskeletal yang sangat mirip dengan penyakit reumatik. Artritis pada leukemia dan keganasan lainnya secara umum lebih disebabkan oleh infiltrasi sel ganas pada struktur di sekitar sendi, dibandingkan dengan keterlibatan langsung dari sinovial. Anak biasanya terlihat lebih menderita dibandingkan pada ARJ, dan nyeri sendi yang terjadi biasanya lebih parah, sehingga anak tidak mau mengerakkan lengan dan tungkainya.Diagnosis terhadap kemungkinan keganasan, dengan didapatkannya gambaran hematologi abnormal (leukopenia, anemia berat, trombositopenia), abnormalitas jaringan lunak atau jaringan tulang serta pemeriksaan yang tepat seperti pemeriksaan sumsum tulang atau biopsi. Pemeriksaan radiologi sendi yang terlibat dapat menggambarkan infiltrasi langsung ke tulang atau temuan nonspesifik seperti penipisan metafisis atau periostitis. Namun, pemeriksaan radiologi dapat juga menunjukkan tampilan normal yang kadang tidak membantu dalam menegakkan diagnosis.3. Artritis pada Kondisi non-inflamasiBeberapa kondisi non-inflamasi dapat menyebabkan nyeri sendi yang kadang diduga sebagai ARJ. Diantaranya yaitu nyeri tungkai idiopatik pada anak dan sindrom nyeri lainnya seperti pada fibromialgia serta trauma muskuloskeletal. Nyeri pada tumit setelah aktivitas berat merupakan penyebab tersering dari nyeri tumit pada anak yang lebih besar dan remaja. Kondisi ini dapat menunjukkan efusi pada lutut yang kadang-kadang mirip dengan artritis. Beberapa sindrom genetik dan kongenital yang mempengaruhi sistem muskuloskeletal mirip dengan artritis, seperti pada dislokasi panggul kongenital, dan displasia epifisis serta metafisis. Diagnosis dari berbagai kondisi non-inflamasi tersebut dapat dibedakan dari artritis dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat, riwayat keluarga lengkap dan pemeriksaan radiologi sendi dan tulang.4. Artritis pada penyakit reumatik lainPenyakit reumatik anak lainnya dapat mirip dengan artritis. Diagnosis pada kondisi ini biasanya didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Semuanya biasanya menunjukkan gejala dan tanda yang berbeda.Demam rematik adalah penyakit post infeksi streptokokus yang dikaitkan dengan artritis berpindah. Karditis adalah temuan utamanya. Temuan lain termasuk rash, nodul subkutan dan korea. Demam rematik jarang menyebabkan artritis kronik, jadi untuk membedakanya dengan ARJ tidaklah sulit.Systemic lupus erythematosus (SLE) merupakan penyakit multisistem yang dimulai dengan artritis. Artritis pada penyakit ini jarang menjadi kronik seperti halnya ARJ dan manifestasi klinisnya sangat berbeda. Anti Nuclear Antibody (ANA) dapat ada pada hampir semua kasus lupus, umumnya dengan titer yang tinggi. Nefritis adalah temuan yang sering pada lupus anak, dimana kadar komplemen hemolitik serum menurun dan terjadi peningkatan dari kadar autoantibodi DNA, temuan yang biasanya tidak ditemukan pada ARJ. Dermatomiositis biasanya dihubungkan dengan artritis namun dengan manifestasi miositis dan rash.Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat, pemeriksaan penunjang yang tepat serta pemeriksaan laboratorium yang sesuai dapat secara efektif membantu menyingkirkan diagnosis banding dari ARJ. Penting untuk menyingkirkan penyakit yang dapat diterapi secara pasti, seperti penyakit infeksi dan keganasan, beberapa kondisi non-inflamasi dari tulang dan sendi, serta penyakit reumatoid yang fatal seperti lupus dermatomiositis maupun demam reumatik sebelum menetapkan diagnosis dari ARJ.H. PEMERIKSAAN PENUNJANG1. LaboratoriumTidak ada uji diagnostik yang spesifik. Pemeriksaan laboratorium dipakai sebagai penunjang diagnosis. Bila ditemukan Anti Nuclear Antibody (ANA), Faktor Reumatoid (FR) dan peningkatan C3 serta C4 maka diagnosis ARJ menjadi lebih sempurna.Selama penyakit aktif, LED dan CRP biasanya meningkat. Anemia pada umumnya dijumpai, biasanya dengan angka retikulosit rendah dan uji Coomb negatif. Selain itu ditemukan peningkatan sel darah putih. Trombositosis dapat terjadi terutama pada penyakit. Analisis urin normal, selama terapi non-steroid mungkin ditemukan sedikit eritrosit dan sel tubuler ginjal. Terdapat kenaikan fraksi 2-dan gamma globulin dalam serum dan penurunan albumin. Salah satu atau semua kadar imunoglobulin serum dapat naik.ANA ditemukan pada beberapa anak dengan penyakit faktor reumatoid-negatif (25%), faktor reumatoid positif (75%), atau pausiartikular tipe I (90%) tetapi jarang, pada mereka yang dengan penyakit sistemik atau pausiartikuler tipe II. Penemuan ANA tidak berkolerasi dengan keparahan penyakit.Faktor reumatoid ditemukan pada sekitar 5% anak ARJ dan berkolerasi dengan ARJ yang mulai pada umur yang lebih tua. Hasil uji positif paling sering dihubungkan dengan penyakit poliartikular, yang mulai pada akhir masa kanak-kanak, artritis destruksi berat, dan nodulus reumatoid.Cairan sinovial pada ARJ tampak seperti berawan dan biasanya berisi jumlah protein yang naik. Jumlah sel dapat bervariasi dari 5000-80.000 sel/mm3; sel-sel tersebut terutama netrofil. Kadar glukosa pada cairan sendi mungkin rendah; kadar komplemen mungkin normal atau menurun.Faktor reumatoid adalah kompleks IgM-anti IgG pada dewasa dan mudah dideteksi, sedangkan pada ARJ lebih sering IgG-anti IgG yang lebih sukar dideteksi laboratorium. Anti-Nuclear Antibody (ANA) lebih sering dijumpai pada ARJ. Kekerapannya lebih tinggi pada penderita wanita muda dengan oligoartritis dengan komplikasi uveitis. Pemeriksaan imunogenetik menunjukkan bahwa HLA B27 lebih sering pada tipe oligoartritis yang kemudian menjadi spondilitis ankilosa. HLA B5 B8 dan BW35 lebih sering ditemukan di Australia.2. RadiologiPemeriksaan radiologi ARJ dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh kerusakan yang terjadi pada keadaan klinis tertentu. Kelainan radiologik yang terlihat pada sendi biasanya adalah pembengkakan jaringan lunak sekitar sendi, pelebaran ruang sendi, osteoporosis, dan kelainan yang agak jarang seperti formasi tulang baru periostal. Pada tingkat lebih lanjut (biasanya lebih dari 2 tahun) dapat terlihat erosi tulang persendian dan penyempitan daerah tulang rawan. Ankilosis dapat ditemukan terutama di daerah sendi karpal dan tarsal. Gambaran nekrosis aseptik jarang dijumpai pada ARJ walaupun dengan pengobatan steroid dosis tinggi jangka panjang.Tidak semua sendi kelompok ARJ menunjukkan gambaran erosi, biasanya hanya didapatkan pembengkakan pada jaringan lunak, sedangkan erosi sendi hanya didapatkan pada kelompok poliartikular.Gambaran agak khas pada tipe oligoartritis dapat terlihat berupa erosi tulang pada fase lanjut, pengecilan diameter tulang panjang, serta atrofi jaringan lunak regional sekunder. Kauffman dan Lovell mengajukan beberapa gambaran radiologik yang menurut mereka khas untuk ARJ sistemik, yaitu Tulang panjang yang memendek, melengkung, dan melebar, Metafisis mengembang, dan Fragmentasi iregular epifisis pada masa awal sakit yang kemudian secara bertahap bergabung ke dalam metafisis. Pemeriksaan foto rontgen tidak sensitif untuk mendeteksi penyakit tulang atau manifestasi jaringan lunak pada fase awal. Selain dengan foto rontgen biasa kelainan tulang dan sendi ARJ dapat pula dideteksi lebih dini melalui skintigrafi dengan technetium 99m. Pemeriksaan radionuklida ini sensitif namun kurang spesifik. Skintigrafi menunjukkan keadaan hemodinamik dan aktivitas metabolik di tulang dan sendi saat pemeriksaan dilakukan, sehingga dapat menunjukkan inflamasi sendi secara dini. Ultrasonografi merupakan sarana paling baik untuk mengetahui keadaan cairan intra-artrikular, terutama pada sendi-sendi yang susah dilakukan pemeriksaan cairan secara klinis, seperti pinggul dan bahu. Ultrasonografi juga dapat menilai efusi atau sinovitis dengan menilai penebalan membran sinovial dari sendi yang meradang, bursa dan pembungkus tendon. Pemeriksaan MRI yang dipadu dengan gadolinium juga dapat membedakan inflamasi sinovial dengan cairan sinovial. Sarana MRI dapat digunakan untuk menilai aspek inflamasi dan destruktif dari penyakit artritis. Berlawanan dengan foto rontgen, pemeriksaan MRI dapat digunakan untuk mendeteksi inflamasi jaringan lunak dan perubahan tulang pada fase awal, selain itu dapat menilai progresifitas penyakit.I. PENATALAKSANAANDasar pengobatan ARJ adalah suportif, bukan kuratif. Tujuan pengobatan adalah mengontrol nyeri, menjaga kekuatan dan fungsi otot serta rentang gerakan (range of motion), mengatasi komplikasi sistemik, memfasilitasi perkembangan dan pertumbuhan yang normal. Karena itu pengobatan dilakukan secara terpadu untuk mengontrol manifestasi klinis dan mencegah deformitas dengan melibatkan dokter anak, ahli fisioterapi, latihan kerja, pekerja sosial, bila perlu konsultasi pada ahli bedah dan psikiatri.Tujuan penatalaksanaan ARJ ini tidak hanya sekedar mengatasi nyeri. Banyak hal yang harus diperhatikan selain mengatasi nyeri, yaitu mencegah erosi lebih lanjut, mengurangi kerusakan sendi yang permanen, dan mencegah kecacatan sendi permanen. Modalitas terapi yang digunakan adalah farmakologi maupun non farmakologi. Selain obat-obatan, nutrisi juga tak kalah penting. Pada pasien ARJ pertumbuhannya sangat terganggu baik karena konsumsi zat gizi yang kurang atau menurunnya nafsu makan akibat sakit atau efek samping obat.1. Obat Anti Inflamasi Nonsteroid (OAINS)Pengelolaan nyeri kronik pada anak tidak mudah. Masalahnya sangat kompleks, karena pada umumnya anak-anak belum dapat mengungkapkan nyeri. Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) merupakan anti nyeri pada umumnya yang dapat ditoleransi dengan baik oleh anak-anak. Selain untuk mengurangi nyeri, OAINS juga dapat digunakan mengontrol kaku sendi. Efek analgesiknya juga sangat cepat.2Obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) digunakan pada sebagian besar anak dalam terapi inisial. Obat golongan ini mempunyai efek antipiretik, analgetik, dan antiinflamasi serta aman untuk penggunaan jangka panjang pada anak. Selain itu obat ini juga menghambat sintesis prostaglandin. Sebagian besar anak dengan tipe oligoartritis dan sedikit poliartritis mempunyai respon baik terhadap pengobatan OAINS tanpa memerlukan tambahan obat lini kedua.Penggunaan aspirin sebagai pilihan obat telah digantikan dengan OAINS karena adanya peningkatan toksisitas gaster dan hepatotoksisitas yang ditandai dengan transaminasemia. Dengan adanya OAINS yang menghambat siklus siklooksigenase (COX), khususnya COX-2 maka penggunaan OAINS lebih dipilih daripada aspirin karena tidak menyebabkan agregasi trombosit, sehingga dapat digunakan pada pasien yang mempunyai masalah perdarahan. Namun demikian, aspirin masih mampu menekan demam dan aspek inflamasi lainnya dan terbukti aman dalam penggunaan jangka panjang. Dosis yang biasa dipakai adalah 75-90 mg/kgBB/hari dalam 3 atau 4 kali pemberian, diberikan bersama dengan makanan untuk mencegah iritasi lambung. Dosis tinggi biasanya untuk anak yang beratnya kurang dari 25 kg, sedangkan untuk anak yang lebih besar diberikan dosis yang lebih rendah. Aspirin diberikan terus sampai 1 atau 2 tahun setelah gejala klinis menghilang. Macam OAINS yang sering digunakan pada anak-anak:a. TolmetinTolmetin diberikan bersama makanan, dalam dosis 25-30 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 3 dosis.b. NaproksenNaproksen efektif dalam tatalaksana inflamasi sendi dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari yang diberikan dua kali perhari bersama makanan. Dapat timbul efek samping berupa ketidaknyamanan epigastrik dan pseudoporfiria kutaneus yang ditandai dengan erupsi bulosa pada wajah, tangan, dan meninggalkan jaringan parut. c. IbuprofenIbuprofen merupakan antiinflamasi derajat sedang dan mempunyai toleransi yang baik pada dosis 35 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 3-4 dosis dan diberikan bersama makanan. d. DiklofenakDiklofenak dapat diberikan pada anak yang tidak dapat OAINS lain karena adanya efek samping pada lambung. Dosis yang diberikan adalah 2-3 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 3 dosis.2. AnalgetikWalaupun bukan obat antiinflamasi, asetaminofen dalam 2-3 kali pemberian dapat bermanfaat untuk mengontrol nyeri atau demam terutama pada penyakit sistemik. Obat ini tidak boleh diberikan untuk waktu lama karena dapat menimbulkan kelainan ginjal.3. ImunosupresanImunosupresan hanya diberikan dalam protokol eksperimental untuk keadaan berat yang mengancam kehidupan, walaupun beberapa pusat reumatologi sudah mulai memakainya dalam protokol baku. Obat yang biasa dipergunakan adalah azatioprin, siklofosfamid, klorambusil, dan metotreksat.Metotreksat mempunyai onset kerja cepat, efektif, toksisitas yang masih dapat diterima, sehingga merupakan obat lini kedua dalam ARJ. Keunggulan penggunaan obat ini adalah efektif dan dosis relatif rendah, pemberian oral dan dosis 1 kali per minggu. Indikasinya adalah untuk poliartritis berat, oligoartritis yang agresif atau gejala sistemik yang tidak membaik dengan OAINS, hidroksiklorokuin, atau garam emas. Dosis inisial 5 mg/m2 luas permukaan tubuh/minggu dapat dinaikkan menjadi 10 mg/m2 luas permukaan tubuh/minggu bila respon tidak adekuat setelah 8 minggu pemberian (dosis maksimal 30 mg/ m2). Lama pengobatan yang dianggap adekuat adalah 6 bulan. Asam folat 1 mg/hari sering diberikan bersama metotreksat untuk mengurangi toksisitas mukosa gastrointestinal. Anak-anak dengan poliartritis berat yang tidak berespon dengan metotreksat oral dapat digantikan dengan intramuskular atau subkutan.4. Obat Antireumatik Kerja Lambat Golongan ini terdiri dari obat antimalaria (hidroksiklorokuin), preparat emas oral dan suntikan, penisilamin, dan sulfasalazin. Obat golongan ini hanya diberikan untuk poliartritis progresif yang tidak menunjukan perbaikan dengan OAINS. Hidroksiklorokuin dapat bermanfaat sebagai obat tambahan OAINS untuk anak besar dengan dosis awal 6-7 mg/kgBB/hari, dan setelah 8 minggu diturunkan menjadi 5 mg/kgBB/hari. Pemberian hidroksiklorokuin harus didahului dengan pemeriksaan mata, khususnya keadaan retina, lapangan pandang, dan warna. Oleh karena itu, penggunaan obat ini jarang diberikan pada anak di bawah usia 4-7 tahun karena adanya kesulitan tindak lanjut pada pemeriksaan mata. Bila setelah 6 bulan pengobatan tidak diperoleh perbaikan maka hidroksiklorokuin harus dihentikan.Sulfasalazin tidak diberikan pada anak dengan hipersensitivitas terhadap sulfa atau salisilat dan penurunan fungsi ginjal dan hati. Dosis dimulai dengan 500 mg/hari diberikan bersama makanan (untuk anak yang lebih kecil 12,5 mg/kgBB). Dosis dinaikkan sampai 50 mg/kgB/hari (maksimal 2 gram). Monitor dilakukan melalui pemeriksaan hematologi dan fungsi hati. Sulfasalazin dapat diberikan sebagai langkah sementara sebelum menambah obat kedua selain OAINS, seperti metotreksat. Sulfasalazin kadang-kadang diberikan sebagai antiinflamasi lini kedua pada anak dengan tipe poliartritis atau oligoartritis persisten.5. KortikosteroidDiberikan bila terdapat gejala penyakit sistemik, uveitis kronik, atau untuk suntikan intraartikular. Penggunaan kortikosteroid tunggal tidak dianjurkan untuk menekan inflamasi sendi, namun dosis rendah dapat digunakan pada anak dengan poliartritis berat yang tidak berespon dengan terapi lain. Dosis rendah prednison (0,1-0,2 mg/kgBB) dapat digunakan sebagai agen jembatan dalam terapi inisial anak yang sakit sedang atau berat yang sebelumnya menggunakan obat antiinflamasi kerja lambat. Untuk gejala penyakit sistemik berat yang tak terkontrol diberikan prednison 0,25-1 mg/kgBB/hari dosis tunggal (maksimal 40 mg) atau dosis terbagi pada keadaan yang lebih berat. Bila terjadi perbaikan klinis maka dosis diturunkan perlahan dan prednison dihentikan. Efek samping yang dapat terjadi pada pemakaian jangka panjang antara lain sindrom cushing, penekanan pertumbuhan, fraktur, katarak, gejala gastrointestinal dan defisiensi glukokortikoid.Kortikosteroid intra-artikular dapat diberikan pada oligoartritis yang tidak berespon dengan OAINS atau sebagai bantuan dalam terapi fisik pada sendi yang sudah mengalami inflamasi dan kontraktur. Kortikosteroid intra-artikular juga dapat diberikan pada poliartritis dimana satu atau beberapa sendi tidak berespon dengan OAINS. Namun, pemberian injeksi intra-artikular ini harus dibatasi, misalnya 3 kali pada 1 sendi selama 1 tahun. Triamsinolon heksasetonid merupakan obat pilihan dengan dosis 20-40 mg untuk sendi besar.6. Fisioterapi dan Latihan FisikBanyak manfaat terapi dengan fisioterapi. Kegunaannya antara lain untuk mengontrol nyeri, dengan cara pemasangan bidai, terapi panas dingin, dan hidroterapi. Hidroterapi pemanasan dengan air pada suhu 96 oF sangat membantu mengurangi nyeri. Selain itu, fisioterapi berguna bagi anak-anak untuk melakukan peregangan otot yang dapat berguna memperbaiki fungsi sendi. Peregangan pasif sangat diperlukan, tetapi harus dikerjakan dengan pengawasan. Latihan aktif dengan atau tanpa beban sangat membantu menambah massa otot. Fisioterapi juga berguna untuk mempertahankan fungsi gerak sendi serta mempertahankan pertumbuhan normal.Latihan fisik bertujuan untuk meminimalisir nyeri, menjaga dan mengembalikan fungsi dan mencegah deformitas dan disabilitas. Pada anak dengan artritis aktif dianjurkan untuk beristirahat dan meningkatkan waktu tidur saat malam hari. Pasien dengan ARJ harus sedapat mungkin aktif, namun kegiatan yang menyebabkan kelelahan berlebih dan nyeri pada sendi perlu dihindari.7. Nutrisi Nutrisi dan vitamin suplemen (vitamin B dan asam folat) menjadi aspek penting dalam penatalaksanaan jangka panjang, karena adanya proses retardasi pertumbuhan dan kerusakan mineralisasi tulang akibat penyakit dan pemberian kortikosteroid.Seringkali didapatkan gangguan pertumbuhan, baik lokal karena kerusakan pusat pertumbuhan tulang maupun umum karena asupan nutrisi yang kurang dan menurunnya produksi insulin like growth factor. Anak-anak dengan inflamasi kronis mempunyai risiko untuk terjadi malnutrisi oleh karena menahan sakit yang menyebabkan nafsu makan menurun. Dengan demikian jumlah kalori yang didapat berkurang. Selain faktor tersebut, efek samping obat-obatan juga mempengaruhi penurunan nafsu makan. Obat-obatan yang dapat menurunkan nafsu makan antara lain OAINS dan klorokuin.Obesitas mungkin dijumpai pada beberapa kasus, hal ini disebabkan karena kurangnya aktivitas, intake makanan yang berlebihan atau akibat efek samping kortikosteroid. Penanganan diet pada anak sangatlah kompleks. Vitamin, zat besi, dan kalsium sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan anak, dan sebaiknya ditambahkan pada diet. Oleh karena pemakaian steroid jangka panjang, maka diperlukan vitamin D. Dosis untuk anak umur 1-10 tahun adalah vitamin D 400 IU dan kalsium 400 mg, sedangkan kalsium 800 mg digunakan pada anak lebih dari 10 tahun.J. PROGNOSISPada kebanyakan kasus, ARJ berespon secara lambat dan berangsur-angsur terhadap terapi yang cocok. ARJ biasanya sembuh sebelum dewasa. Pasien yang menderita artritis hanya pada beberapa sendi memiliki prognosis lebih baik dari pada mereka yang telah menderita penyakit artritis sistemik, yang sulit untuk disembuhkan. Walaupun hal ini dapat menjadi masalah yang serius, namun hanya sedikit orang yang meninggal karenanya.Prognosis bervariasi berdasarkan kepada bentuk ARJ. Lebih dari 50% pasien berkembang menjadi lesi sendi yang berat dengan poliartikuler seropositif, 25% berkembang menjadi bentuk sistemik, dan 10-20% berupa poliartikuler seronegatif. Penyebab utama morbiditas pada ARJ poliartikuler dan sistemik adalah penyakit sendi kronis. 20% anak yang menderita penyakit pausiartikuler tipe I nantinya berkembang menjadi poliartritis berat. Pada penyakit pausiartikuler, morbiditas utama adalah iridosiklitis kronis pada penderita tipe I dan selanjutnya spondiloartropati pada penderita tipe II. Dalam perjalanan penyakit mungkin terdapat eksaserbasi, remisi, atau gejala-gejala dapat berlangsung selama bertahun-tahun dengan artritis ringan atau berat yang menyebabkan penghancuran sendi dan deformitas permanen sehingga menyebabkan timbulnya cacat. Penyakit tidak selalu mereda pada masa pubertas. Beberapa penderita terus menderita artritis aktif sampai dewasa, dan beberapa penderita mengalami eksaserbasi sesudah penyakit yang dalam waktu bertahun-tahun tampak mereda secara sempurna.Penderita dengan poliartritis faktor reumatoid-positif dan ARJ sistemik mempunyai prognosis yang paling jelek terhadap fungsi sendi. Namun, prognosis terhadap keseluruhan baik. Sekurang-kurangnya 75% penderita ARJ akhirnya mengalami penyembuhan lama tanpa deformitas sisa atau kehilangan fungsi. Hanya sedikit yang tetap dengan cacat deformitas sendi. Kelemehan pada penderita terutama diakibatkan oleh penyakit sendi pinggul berat, sebagaimana hilangnya visus karena iridosiklitis. Di Eropa, amiloidosis mengenai sekitar 5% penderita ARJ tetapi di Amerika Serikat komplikasi ini jarang ditemui.Dengan terapi yang tepat, anak dengan segala bentuk dari artritis akan selalu membaik seiring waktu. Sebagian besar anak dengan artritis tumbuh normal tanpa kesulitan berarti. Biasanya untuk kasus berat dengan pengobatan yang tepat, terapi fisik dan okupasi yang tepat dan operasi yang tepat bila diperlukan, sebenarnya tidak satu pun pasien yang membutuhkan kursi roda. Anak dengan penyakit onset sistemik cenderung berespon baik dengan pengobatan medis atau berkembang menjadi poliartikular berat yang cenderung resisten dengan pengobatan medis, dengan penyakit persisten hingga dewasa.Saat ini telah banyak kemajuan signifikan dalam pengobatan anak dengan artritis. Kemajuan pengobatan selama 20 tahun terakhir ini terutama dengan ditemukannya steroid intraartikular, metotreksat, dan pengobatan biologik telah didapatkan kemajuan dramatis dari prognosis anak dengan artritis. Hampir semua anak dengan ARJ dapat hidup produktif. Namun, banyak pasien, khususnya yang memiliki penyakit poliartikular, mungkin memiliki masalah penyakit aktif saat dewasa, dengan mencapai remisi terus-menerus pada sebagian kecil pasien.K. KOMPLIKASIBeberapa komplikasi penting dapat terjadi akibat ARJ. Namun dengan tetap memantau keadaan anak dan pemberian pengobatan dapat menurunkan resiko dari komplikasi-komplikasi berikut:1. Komplikasi pada mataUveitis (inflamasi pada mata) merupakan komplikasi yang sering tanpa gejala. Biasanya terjadi pada anak perempuan yang memiliki hasil ANA positif. Bila kondisi ini tidak ditangani dengan baik, dapat menyebabkan terjadinya katarak, glaukoma bahkan kebutaan. Uveitis terkait ARJ biasanya asimptomatik. Skrining terhadap uveitis telah dilakukan selama beberapa tahun dan telah membantu menurunkan prevalensi pasien yang kehilangan penglihatan.132. Deformitas tulangInflamasi sinovitis dan efek destruksinya pada sendi dapat menyebabkan berbagai komplikasi neurologis pada pasien rheumatoid arthritis. Kompresi yang berlokasi pada saraf median di pergelangan tangan merupakan neuropati yang paling banyak dilaporkan pada pasien rheumatoid arthritis dewasa. Dalam suatu penelitian didapatkan bahwa saraf median tidak terpengaruh pada pasien dengan ARJ. Namun, perlu penelitian lebih lanjut dengan sampel lebih besar sehingga dapat mengevaluasi struktur pada carpal tunner. 133. Gangguan pertumbuhanARJ dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tulang anak. Beberapa obat yang digunakan untuk mengobati ARJ, terutama kortikosteroid, juga dapat menghambat pertumbuhan, menyebabkan diskrepensi panjang tungkai, kaki tidak sama panjang, dan deformitas tulang. 134. Kontraktur sendi Pada lutut, dapat terjadi kekakuan lutut, deformitas sendi dan kerusakan sendi. Komplikasi pada tulang leher mengakibatkan anak mengalami kesulitan menekukkan kepala ke depan. Komplikasi pada tulang punggung berupa keterbatasan gerakan punggung. 135. LainnyaPerkarditis dapat terjadi dengan gejala terseringnya berupa nafas pendek yang tidak dapat dijelaskan. Dapat juga terjadi anemia atau kelainan darah sejenisnya. Inflamasi dari arteri pada tangan dan kaki yang dapat mengganggu sirkulasi dan menyebabkan kerusakan serius pada jari tangan dan jari kaki. Selain itu pernah juga dilaporkan terjadinya inflamasi hepar.

BAB IIIPEMBAHASAN

Pasien laki-laki umur 5 tahun dating dengan keluhan bengkak dan nyeri pada sendi-sendi jari tangan kiri dan kedua lutut serta tidak bisa digerakan sejak 2 minggu yang lalu. Pasien juga demam, sempat turun dan naik lagi. pasien tidak mengeluhkan mual-muntah, pusing, diare.hasil pemeriksaan fisik didapatkan pasien hipertermi (38.2oC), terdapat bradikardi relatif (peningkatan suhu 1oC tidak disertai dengan peningkatan denyut nadi). tidak ditemukan kelainan di paru dan bisisng jantung. terdapat edema pada tangan kiri dan kedua lutut.Hasil laboratorium darah rutin menunjukan Hb dbn, AL dan AT terjadi peningkatan. Pasien mendapatkan terapi inj vicillin 4x400 mgsebagai antibiotik, inj ketorolac 2x15 mg sebagai analgesik, inj dexa 3x1/2 amp sebagai antiinflamasi, progresic syr 4x3/4 untuk penurun panas. Tirah baring dilakukan untuk membantu proses penyembuhan dan mencegah komplikasi.

DAFTAR PUSTAKA1. David DS. Juvenile Idiopathic Arthritis. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/1007276-overview#a0156, 2011.

2. Akib AAP. Artritis Reumatoid Juvenil. Dalam: Akib AAP, Munasir Z, Kurniati N, penyunting. Buku Ajar Alergi Imunologi Anak. Jakarta: IDAI. 2008; hal 322-44.

3. Khan P. Juvenile Idiopathic Arthritis, An Update on Pharmacotherapy. Bulletin of the NYU Hospital for Joint Diseases 2011; 69(3): 264-76.

4. Yuliasih. Artritis Reumatoid Juvenil. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing. 2010; 2520-5.

5. Pribadi A, Akib AAP, Taralan T. Profil Kasus Artritis Idiopatik Juvenil (AIJ) Berdasarkan Klasifikasi International League Against Rheumatism (ILAR). Jakarta : Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RS Dr. Cipto Mangunkusumo. Sari Pediatri.2008; 9 (6) : 40-8.

6. Rudolph MA. Artritis Reumatoid Juvenilis. Dalam: Buku Ajar Pediatrik Rudolph. Vol. 1. Ed : 20. Deborah Welt Kredich. Jakarta: EGC. 2006; 537-8.

7. Hahn YS, Kim JG. Pathogenesis and clinical manifestation of juvenile reumathoid arthritis. Korean Journal of Pediatrics. 2010; 921-30.

8. Kliegman R, Stanton BF, Geme JW, Schor NF, Behrman RE, Arvin A. Artritis Reumatoid Juvenil. Juvenile Idiopathic Arthritis. Dalam: Kliegman Robert M ... [et al.]. Nelson Textbook of Pediatrics. 19th edition. Philadelphia: Elsevier. 2011; 2671-2689.

9. Saxena N. Is the enthesitis-related arthritis subtype of juvenile idiopathic arthritis a form of chronic reactive arthritis?. Oxford University Press on behalf of the British Society for Rheumatology. 2006; 1129-32.

10. Woo P, Laxer RM, Sherry DD. Juvenile Idiopathic Arthritis (JIA). Dalam: Pediatric Rheumatology in Clinical Practice. London: Springer. 2007; 23-46.

11. Schaller JG. Juvenil Reumatoid Artritis. American Academy of Pediatrics. 1997; 9-11.

12. Cantani A. Autoimmnune Diseases. Dalam: Dr. Ute Heilmann, Heidelberg, Germany. Pediatric Allergy, Asthma and Immunology. Roma: Springer. 2007; 1075-84.

13. Shiel, William C. Juvenile Rheumatoid Arthritis. Diunduh dari: http://www.emedicinehealth.com/juvenile_rheumatoid_arthritis/article_em.htm tanggal 19 September 2012

14. Cantani A. Juvenile Rheumatoid Arthritis. Dalam: Pediatric Allergy, Asthma, and Immunology. Springer Berlin Heidelberg New York.2008:1085-100.

1