preskas saraf

76
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAF NO.RM :00323990 ANAMNESIS Nama : Ny.M Poli Saraf Umur : 59 th Nama : Ny. M Jenis Kelamin : Perempuan Tanggal lahir : 17 Januari 1955 Umur : 59 th Pekerjaan : Buruh Pendidikan : SD Alamat : Kebon Gunung, RT 02/04, Loano, Purworejo Tanggal Periksa : 18/12/2014 Diagnosis Masuk : Neuropati DM Dokter yang merawat : dr. Murgyanto Sp.S Tanggal : 05-11-2014 Keluhan Utama : kesemutan dan baal pada kedua kaki Keluhan Tambahan : kesemutan pada kedua telapak tangan (+), badan terasa cekat cekut (+), kedua lutut terasa nyeri (+), Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang ke poli Saraf RSUD SH mengeluh kesemutan dan baal pada kedua kaki sejak 3 bulan yang lalu. Awalnya keluhan dirasakan hilang timbul dan semakin lama semakin sering. Kesemutan dirasakan menetap pada kedua kaki. Pasien juga mengeluhkan adanya rasa seperti ditusuk-tusuk jarum, gatal dan RM.01.

Upload: prandy-novi-prima-pratama

Post on 18-Jan-2016

42 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

preskas saraf

TRANSCRIPT

Page 1: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

ANAMNESISNama : Ny.M Poli Saraf

Umur : 59 th

Nama : Ny. M Jenis Kelamin : Perempuan

Tanggal lahir : 17 Januari 1955 Umur : 59 th

Pekerjaan : Buruh Pendidikan : SD

Alamat : Kebon Gunung, RT 02/04, Loano, Purworejo

Tanggal Periksa : 18/12/2014

Diagnosis Masuk : Neuropati DM

Dokter yang merawat : dr. Murgyanto Sp.S

Tanggal : 05-11-2014

Keluhan Utama : kesemutan dan baal pada kedua kaki

Keluhan Tambahan : kesemutan pada kedua telapak tangan (+), badan terasa cekat cekut

(+), kedua lutut terasa nyeri (+),

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke poli Saraf RSUD SH mengeluh kesemutan dan baal pada kedua kaki sejak

3 bulan yang lalu. Awalnya keluhan dirasakan hilang timbul dan semakin lama semakin sering.

Kesemutan dirasakan menetap pada kedua kaki. Pasien juga mengeluhkan adanya rasa seperti

ditusuk-tusuk jarum, gatal dan terbakar pada kedua telapak kaki. Selain itu pasien juga

mengeluhkan kesemutan pada kedua telapak tangan dan dirasakan hilang timbul. Keluhan lain

seperti sulit berjalan disangkal. Pasien juga menyangkal adanya kelemahan pada kedua kaki

maupun tangan.

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Pasien mengaku didiagnosa DM sejak 3 bulan yang lalu, saat itu pasien mengeluh lemas dan

kesemutan pada kedua kaki dan kedua telapak tangan. Pada waktu itu pasien periksa ke dokter

umum dan di cek GDSnya 492. Setelah itu pasien diberi obat metformin 2x500mg, dan dicek

GDS berturut turut menurun (330, 220, 104, 110, 100), dan tidak mengkonsumsi obat lagi 2

minggu terakhir.

- Riwayat hipertensi (-)

- Riwayat penyakit jantung (-)

RM.01.

Page 2: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

- Riwayat trauma (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :

- Saudara laki-laki pasien memiliki riwayat DM

- Ibu kandung pasien memiliki riwayat penyakit jantung

- Ibu kandung dan suami pasien memiliki riwayat hipertensi

Riwayat Kebiasaan :

- Pasien tidak merokok dan minum alkohol.

- Pasien juga jarang berolahraga.

PEMERIKSAAN

FISIK

Nama : Ny.M Poli Saraf

Umur : 59 th

PEMERIKSAAN UMUM

Keadaan umum

Kesan umum : tampak tenang

Kesadaran : compos mentis

GCS : E4 V5 M6

Status gizi : baik

Sikap pasien : kooperatif pada saat pemeriksaan

Tanda vital

Tekanan Darah : 140/84 mmHg

Nadi : 80x/menit

Suhu badan : afebris

Pernafasan : 20 x/menit

PEMERIKSAAN FISIK :

KEPALA

Bentuk : Normocephal

Wajah : pucat (-), ikterik (-)

Mata : sklera ikterik (-/-) conjuntiva anemis (-/-),edema kelopak mata (-/-),

RM.02.

Page 3: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

sekret (-/-), exopthalmus (-/-), ptosis (-/-), pupil isokor 3mm/3mm, reflek

cahaya (+/+), reflek kornea (+/+)

Telinga : simetris, nyeri tekan tragus (-/-), pendengaran (+/+)

Hidung : septum deviasi (-), pernapasan cuping hidung (-)

Mulut : bibir kering (-), lidah kotor (- ), gusi berdarah (-)

LEHER

Bentuk : simetris, tidak tampak adanya perbesaran

Trakea : tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid

THORAX

Bentuk dada : simetris dengan retraksi dinding dada (-)

JANTUNG

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat.

Palpasi : ictus cordis teraba pada sela iga V linea midclavicularis

Perkusi : batas jantung

Kanan atas : SIC II line para sternalis kanan

Kiri atas : SIC II line para sternalis kiri

Kanan bawah: SIC IV line para sternalis kanan

Kiri bawah : SIC V linea midclavicularis kiri

Auskultasi : bunyi jantung I-II murni, murmur (-), gallop (-),

PARU-PARU

Kanan Kiri

Inspeksi Tampak simetris, retraksi subcostalis

(-), retraksi supraclavicularis (-),

retraksi intercostalis (-), ketinggalan

gerak (-)

Tampaks simetris, retraksi subcostalis

(-), retraksi supraclavicularis (-),

retraksi intercostalis (-), ketinggalan

gerak (-)

Palpasi Ketinggalan gerak (-), deformitas (-) Ketinggalan gerak (-), deformitas (-)

Perkusi Sonor pada seluruh lapangan paru Sonor pada seluruh lapangan paru

Auskultasi Suara dasar vesikuler, ronkhi basah

kasar (-), rhonki basah halus (-),

ronki kering (-), wheezing ekspirator

Suara dasar vesikuler, ronkhi basah

kasar (-), rhonki basah halus (-), ronki

kering (-), wheezing ekspirator (-),

RM.03.

Page 4: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

(-), wheezing inspirator (-), stridor

inspiratory (-), ekspirator

diperpanjang (-)

wheezing inspirator (-), stridor

inspiratory (-), ekspirator diperpanjang

(-)

ABDOMEN

Inspeksi : sikatrik (-), ascites (-),distended (-)

Auskultasi : peristaltik (+)

Perkusi : thympani, pekak beralih (-)

Palpasi : supel(+), defans muskular (-), massa (-), nyeri tekan epigastrium (-),

turgor cukup, hepar dan lien tidak teraba , hepatomegali (-)

EKSTREMITAS

Akral hangat (+/+), CRT < 2 detik, edema (-/-)

NEUROLOGIS

Kesadaran : compos mentis,

Kuantitatif : GCS 15 (E4V5M6)

Orientasi : baik

Jalan pikiran : baik

Kemampuan bicara: baik

Gerakan abnormal : tidak ada

Peningkatan tekanan intrakranial

Penurunan kesadaran : (-)

Muntah proyektil : (-)

Sakit kepala : (-)

Edema papil : tidak dilakukan pemeriksaan

Tanda rangsang Meningeal

Kaku kuduk : (-)

Kernig : (-)

Brudzinski I : (-)

Brudzinski II : (-)

Brudzinski III : (-)

Brudzinski IV : (-)

RM.04.

Page 5: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

Nn. Craniales :

Pemeriksaan Nn. Craniales Kanan Kiri

I. Olfaktorius

Subjektif Normal

II. Optikus

Daya penglihatan (Subjektif)

Pengenalan warna

Lapangan pandang (Subjektif)

Baik

Baik

Normal

Baik

Baik

Normal

III. Okulomotorius

Ptosis

Pergerakan mata ke arah superior,

medial, inferior, torsi inferior

Strabismus

Nystagmus

Exoftalmus

Reflek pupil terhadap cahaya

Pandangan double

Diameter pupil

(-)

(+)

(-)

(-)

(-)

(+)

(-)

3 mm

(-)

(+)

(-)

(-)

(-)

(+)

(-)

3 mm

IV. Troklearis

Gerakan mata (ke bawah-lateral) (+) (+)

V. Trigeminus

Membuka mulut

mengunyah

menggigit

sensibilitas muka

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

VI. Abdusen

Gerakan mata ke lateral (+) (+)

VII. Fasialis

Mengerutkan dahi

Mengangkat alis

Menutup mata

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

RM.05.

Page 6: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

Memperlihatkan gigi

mencucukan bibir

(+)

(+)

(+)

(+)

VIII. Vestibulokoklearis

Fungsi pendengaran (subjektif) (+) (+)

IX. Glossofaringeus

Perasa lidah (bag. belakang)

Refleks muntah

(+)

(+)

X. Vagus

Bicara

Menelan

(+)

(+)

XI. Assesorius

Mengangkat bahu

Memalingkan kepala

(+)

(+)

(+)

(+)

XII. Hipoglosus

Sikap lidah

Artikulasi

Tremor lidah

Menjulurkan lidah

Normal

Jelas

(-)

Tidak ada deviasi

Kekuatan motorik

• Ekstremitas superior

Lengan Atas Lengan Bawah Tangan Jari-jari

Kanan Kiri Kanan Kiri Kanan Kiri Kanan Kiri

Kekuatan 5 5 5 5 5 5 5 5

• Ekstremitas inferior

Tungkai Atas Tungkai Bawah Kaki Jari-jari

Kanan Kiri Kanan Kiri Kanan Kiri Kanan Kiri

Kekuatan 5 5 5 5 5 5 5 5

RM.06.

Page 7: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

Reflek fisiologis

Extremitas superior Kanan Kiri

• Biceps +2 +2

• Triceps +2 +2

Ekstremitas inferior

• Patella +2 +2

• Achilles +2 +2

Refleks Patologis

• Ekstremitas superior Kanan Kiri

Hoffman Tromner : - -

• Ekstremitas inferior

Babinsky : - -

Chaddock : - -

Gordon : - -

Schaeffer : - -

Gonda : - -

Klonus patella : - -

Klonus achilles : - -

Sensori

- Pemeriksaan sensasi gerak dan posisi pada ibu jari kaki dbn

- Pemeriksaan nyeri tusuk pada ibu jari kaki berkurang

Fungsi Keseimbangan dan Koordinasi

• Jari-hidung : baik

• Tumit lutut : baik

Fungsi Vegetatif

• Miksi : +

• Inkontinensia urine : -

• Defekasi : +

• Inkontinensia alvi : -

Fungsi Luhur

RM.07.

Page 8: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

• Astereognosia : -

• Apraksia : -

• Afasia : -

Keadaan Psikis

• Intelegensia : baik

• Demensia : (-)

• Tanda regresi : (-)

DIAGNOSIS

Diagnosis Klinis : polineuropati

Diagnosis Topik : saraf tepi

Diagnosis Etiologi : metabolik (diabetes melitus)

RENCANA PEMERIKSAAN

- Pemeriksaan gula darah

- Pemeriksaan profil lipid

- HbA1c

- EMNG

PEMERIKSAAN PENUNJANG

LIPID

Cholesterol total 187 mg/dL < 220

Trigliserida 146 mg/dL 70.0 – 140.0

HDL cholesterol 46 mg/dL 30.0 - 63.0

LDL cholesterol 112 mg/dL < 130

KIMIA KLINIS

Gula Darah Puasa 102 md/dL 76 - 110

Gula Darah 2 Jam PP 190 md/Dl 80 - 120

Ureum 17.0 mg/dL 10 - 50

Creatinin 0.72 mg/dL 0.60 - 1.10

Asam urat 4.3 mg/dL 2.0 – 7.0

RM.08.

Page 9: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

TERAPI MEDIKA MENTOSA

Gabapentin 2 x 100 mg

Meloxicam 2 x 7,5 mg

Ranitidin 2 x 1

NON MEDIKA MENTOSA

- Edukasi perawatan kaki

- Konsul spesialis penyakit dalam untuk pengendalian gula darah

PROGNOSIS

Vitam : dubia et bonam

Fungsionam : dubia et bonam

Sanationam : dubia ad malam

MASALAH YANG DIKAJI

Bagaimana penegakan diagnosis dan penatalaksanaan pada kasus neuropati diabetik ?

TINJAUAN PUSTAKA

Neuropati diabetik merupakan komplikasi diabetes melitus jangka panjang yang paling

sering ditemukan serta menimbulkan morbiditas dan mortalitas tinggi pada penderita diabetes.

Bahkan saat ini telah diketahui juga bahwa neuropati diabetik dapat terjadi pada kondisi gangguan

toleransi glukosa dan sindrom metabolik tanpa adanya hiperglikemia.

Neuropati diabetik merupakan sekumpulan gejala klinis yang mempengaruhi berbagai

sistem saraf baik secara tunggal maupun bersama-sama. Gejala dan tanda klinis dapat bersifat non-

spesifik, tersembunyi dan berkembang secara lambat serta tidak terdeteksi atau dapat bermanifestasi

dengan gejala dan tanda klinis yang menyerupai penyakit lain. Karena itu diagnosis neuropati

diabetik didapat dengan menyingkirkan penyebab neuropati lainnya.

Masih minimnya pengetahuan mengenai neuropati diabetik mengakibatkan para klinisi tidak

segera mendiagnosisnya. Akibatnya penderita neuropati diabetik datang dalam keadaan ulserasi

kaki, gangren dan kelemahan anggota gerak. Neuropati diabetik meningkatkan resiko amputasi

sebesar 1.7 kali, 12 kali lipat bila ada deformitas dan 36 kali lipat jika ada riwayat ulserasi

RM.09.

Page 10: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

sebelumnya. Neuropati diabetik juga menganggu kualitas hidup penderita diabetes. Saat neuropati

diabetik otonom ditegakkan maka kehidupan akan berlangsung suram dan angka mortalitas akan

mencapai 25% hingga 50% dalam waktu 5 hingga 10 tahun. Penatalaksanaan terpadu dalam

mencegah kejadian neuropati diabetik sangat diperlukan.

Tinjauan pustaka ini diharapkan dapat memperluas wawasan pengetahuan mengenai

neuropati diabetik sehingga dapat menegakkan diagnosis dini dan melakukan penatalaksanaan

neuropati diabetik dengan tepat.

A. DEFINISI DAN EPIDEMIOLOGI

1. Sistem Saraf

Sistem saraf terdiri dari sel-sel saraf (neuron) dan sel-sel penyokong (neuroglia dan sel

Schwann). Kedua jenis sel tersebut demikian erat berkaitan dan terintegrasi satu sama lain sehingga

bersama-sama berfungsi sebagai satu unit. Neuron adalah sel-sel sistem saraf khusus peka rangsang

yang menerima masukan sensorik atau aferen dari ujung-ujung saraf perifer khusus atau dari organ

reseptor sensorik, dan menyalurkan masukan motorik atau masukan eferen ke otot dan kelenjar,

yaitu organ efektor. Neuroglia merupakan penyokong, pelindung dan sumber nutrisi bagai neuron

otak dan medula spinalis. Sel Schwann merupakan pelindung dan penyokong neuron-neuron dan

tonjolan neuronal di luar sistem saraf pusat.

Sistem saraf dibagi menjadi : sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat terdiri

otak dan medula spinalis. Sistem saraf tepi terdiri dari neuron aferen dan eferen sistem saraf somatis

dan neuron sistem saraf autonom (viseral). Secara anatomis, sistem saraf perifer dibagi menjadi 31

pasang saraf spinal dan 12 pasang saraf kranial. Saraf perifer terdiri dari neuron-neuron yang

menerima pesan-pesan neural sensorik (aferen) yang menuju ke sistem saraf pusat atau menerima

pesan-pesan neural motorik (eferen) dari sistem saraf pusat atau keduanya. Saraf spinal

menghantarkan pesan aferen maupun pesan eferen dan dengan demikian saraf spinal dinamakan

saraf campuran. Secara fungsional sistem saraf perifer dibagi menjadi sistem saraf somatis dan

sistem saraf otonom.

2. Definisi

International Consensus Meeting for the Outpatient Management of Neuropathy menyetujui

definisi sederhana dari neuropati diabetik dalam praktek klinis sebagai adanya gejala dan/atau tanda

disfungsi saraf perifer pada pasien diabetes setelah eksklusi penyebab lainnya. Diagnosis tidak

RM.010.

Page 11: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

dapat dibuat tanpa pemeriksaan klinis yang seksama pada anggota gerak, hilangnya gejala bukan

berarti mengindikasikan hilangnya tanda.

3. Epidemiologi

Epidemiologi dan perjalanan alamiah neuropati diabetik masih belum banyak diketahui.

Prevalensi neuropati diabetik meningkat sesuai usia dan lebih sering dijumpai pada pasien diabetes

melitus tipe 2 dibandingkan diabetes melitus tipe 1. Prevalensi tertinggi neuropati diabetik terjadi

pada penderita diabetes lebih dari 25 tahun.

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa prevalensi neuropati diperkirakan yaitu sebesar 30%

dari semua pasien rawat inap. Sementara pada sampel populasi hampir mendekati 20%. Prevalensi

neuropati diabetik pada usia lanjut sekitar 50%, bervariasi dari 14% hingga 63% tergantung pada

tipe populasi yang dipelajari dan kriteria yang digunakan untuk definisi neuropati diabetik.

Pada EURODIAB IDDM Complication Study dengan 3250 pasien, prevalensi keseluruhan

neuropati di 16 negara Eropa sebesar 28%. Neuropati diabetik mempengaruhi hampir 60%

penderita DM pada Rochester Diabetic Neuropathy Study walaupun yang bersifat simptomatik

hanya sekitar 15%. Pada penelitian Canadian First Nation didapatkan neuropati penderita diabetes

sebesar 15% sedangkan pada penelitian di provinsi Yazd Iran diketahui kejadian diabetes mellitus

sebesar 14.5% dengan komplikasi neuropati sensoris sebesar 51.7%.

Prevalensi keseluruhan neuropati diabetik perifer pada National Health and Nutrition

Examination Survey (NHANES) sebesar 14.8% yang lebih dari tiga perempat di antaranya

asimptomatik. Ziegler dan kawan-kawan mendapatkan prevalensi neuropati otonom diabetik

sebesar 16.8% pada penderita DM tipe 1 dan 22.1% pada penderita DM tipe 2. Penelitian diabetes

multisenter di Perancis menemukan hampir 25% penderita memiliki gejala neuropati otonom

diabetik.

B. KLASIFIKASI DAN MANIFESTASI KLINIS

1. Neuropati simetris

a. Neuropati diabetik perifer

Neuropati diabetik perifer merupakan sindrom neuropati yang paling umum ditemukan. Secara

klinis didapatkan kehilangan sensoris pola length-related dengan bermula dari jari kaki dan meluas

ke telapak kaki dan tungkai dalam distribusi kaus kaki.

RM.011.

Page 12: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

Dalam kasus yang berat sering juga didapatkan keterlibatan pada anggota gerak atas. Neuropati

otonom subklinis biasanya didapatkan timbul bersamaan. Tetapi jarang ditemukan neuropati

otonom klinis yang jelas. Manifestasi motorik secara klinis tidak tampak jelas pada tahap awal

penyakit. Tetapi, seiring perkembangan penyakit, manifestasi motorik akan semakin tampak seperti

berkurangnya otot kecil tangan dan kelemahan anggota gerak.

Gambar 1. Distribusi “sarung tangan dan kaus kaki” pada neuropati diabetic perifer.

Gambaran klinis utama dari neuropati diabetik perifer adalah kehilangan rasa sensorik yang

tidak disadari oleh pasien, atau digambarkan sebagai mati rasa. Beberapa pasien mengalami gejala

sensoris progresif seperti :

Mengelitik (parestesia)

Nyeri yang membakar

Nyeri tungkai bawah paroksismal

Nyeri seperti ditusuk atau diiris pisau

Nyeri kontak, sering diasosiasikan dengan wearing day-time clothes and bedclothes

(stimulus tidak menyakitkan tetapi sering diasosiasikan sebagai menyakitkan, dikenal

sebagai alodinia)

Stimulus nyeri ringan dipersepsikan sebagai nyeri yang sangat menyakitkan (hiperalgesia)

Nyeri waktu jalan, sering digambarkan sebagai ‘berjalan tanpa alas kaki di atas kelereng’,

atau ‘berjalan tanpa alas kaki pada pasir panas’

RM.012.

Page 13: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

Sensasi panas atau dingin pada telapak kaki

Rasa gatal yang persisten pada telapak kaki dan sensasi cramp-like pada betis.

Nyeri dapat meluas ke dorsum pedis dan menyebar ke seluruh tungkai. Beberapa pasien

mungkin hanya mengeluhkan kesemutan pada satu atau dua jari kaki, yang lain mungkin

mengalami komplikasi lebih seperti kaki mati rasa atau nyeri neuropati berat dan tidak dapat

respon dengan terapi obat.

Neuropati diabetik perifer yang menyakitkan sering ditemukan, mempengaruhi sekitar 16-26%

dari pasien diabetes, semakin terasa pada malam hari dan menyebabkan gangguan tidur. Nyeri

neuropati yang berat dan menyakitkan biasanya ditandai dengan pembatasan kegiatan fisik sehari-

hari sehingga tidak mengejutkan jika gejala depresif merupakan hal yang umum terjadi. Pada

neuropati lanjut terjadi ataxia sensoris, yang menimbulkan gangguan kemampuan berjalan dan

sering terjatuh terutama jika ada gangguan penglihatan karena retinopati.

Penderita neuropati diabetik perifer bisa saja tidak memiliki berbagai gejala diatas, tetapi datang

dengan ulkus kaki. Keadaan ini memaksa perlunya pemeriksaan kaki semua penderita diabetes

secara seksama untuk mengidentifikasi berkembangnya ulserasi kaki. Kaki yang mati rasa

merupakan risiko terjadinya luka karena suhu atau mekanik, karena itu pasien harus diingatkan akan

hal ini dan diberikan nasehat untuk perawatan kaki.

Neuropati diabetik perifer mudah dideteksi dengan pemeriksaan klinis biasa. Kelainan yang

paling sering adalah berkurang atau hilangnya sensasi vibrasi pada jari kaki dengan menggunakan

garputala 128 Hz. Kehilangan sensasi saraf sensoris yang berat melibatkan semua hal (sensasi suhu,

tekanan dan nyeri) termasuk proprioseptif juga akan berkurang ditandai tanda Romberg yang

positif. Refleks tendon ankle hilang dan dengan semakin beratnya neuropati, refleks lutut juga

berkurang atau tidak ada.

RM.013.

Page 14: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

Gambar 2. Contoh distribusi tipikal defisit sensorik (titik : sensasi suhu, garis: sensasi nyeri, garis silang: sensasi sentuh)

Kekuatan otot pada awalnya akan normal walaupun kelemahan ringan dapat ditemukan pada

ekstensor jari kaki. Semakin progresif akan ditemukan gangguan muskular generalisata khususnya

pada otot kecil tangan dan kaki. Pergerakan halus jari juga terkena dan timbul kesulitan dalam

memegang benda kecil. Deformitas seperti bunion dapat membentuk fokus ulserasi dan deformitas

yang lebih ekstrim seperti artropati Charcot semakin meningkatkan resiko.

b. Nyeri neuropati akut

Nyeri neuropati akut merupakan suatu sindrom neuropati sementara yang ditandai dengan nyeri

akut pada tungkai bawah. Neuropati akut tampak dalam bentuk simetris dan relatif jarang terjadi.

Nyeri selalu membuat stres penderita dan kadang membuat tidak mampu bekerja. Terdapat dua

sindrom yang berbeda, pertama yang terjadi dalam kontrol glikemik yang buruk dan kedua akibat

perbaikan cepat kontrol metabolik setelah memulai insulin (neuritis insulin). Biasanya gejala

sembuh dalam waktu 12 bulan.

c. Neuropati otonom

Jenis neuropati ini mengenai saraf yang mengontrol jantung, tekanan darah dan kadar gula

darah. Selain itu mengenai organ dalam yang menyebabkan gangguan pada pencernaan, miksi,

respon seksual dan penglihatan. Juga mempengaruhi sistem yang memperbaiki kadar gula darah ke

normal, sehingga tanda-tanda hipoglikemia seperti keringat dingin, gemetar dan palpitasi

menghilang. Secara keseluruhan kerusakan terjadi difus pada saraf parasimpatik dan simpatik

terutama pada penderita diabetes dengan neuropati perifer difus.

Sistem pencernaan

Kerusakan saraf pada saluran pencernaan biasanya menyebabkan konstipasi. Selain itu dapat juga

menyebabkan hilangnya motilitas dan pengosongan lambung yang terlalu lambat sehingga

menimbulkan gastroparesis. Gastroparesis berat menyebabkan nausea dan muntah persisten,

sendawa dan tidak nafsu makan.

RM.014.

Page 15: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

Gambar 3. Radiografi menunjukkan retensi makanan disebabkan oleh gastroparesis.

Gastroparesis juga menyebabkan fluktuasi gula darah akibat pencernaan makanan abnormal.

Kerusakan esofagus dapat juga menimbulkan kesukaran menelan, sedangkan akibat gangguan pada

usus dapat timbul konstipasi bergantian dengan diare yang sering tidak terkonrol terutama pada

malam hari dan keseluruhan menimbulkan penurunan berat badan.

Sistem kardiovaskuler

Jantung dan sistem sirkulasi merupakan bagian dari sistem kardiovaskuler untuk mengontrol

sirkulasi darah. Kerusakan saraf otonom pada sistem kardiovaskuler menganggu kemampuan tubuh

untuk mengatur tekanan darah dan denyut jantung sehingga timbul hipotensi postural setelah duduk

atau berdiri dan pasien akan merasakan kepala yang ringan, melayang atau bahkan terjadi sinkop.

Kerusakan saraf otonom yang mengatur denyut jantung dapat menyebabkan denyut jantung

takikardi sebagai respon terhadap fungsi tubuh saat normal dan latihan.

Kelenjar keringat

Neuropati otonom dapat mengenai saraf yang mengatur kelenjar keringat sehingga tubuh tidak

dapat mengatur suhu dengan baik dan biasanya timbul keringat berlebihan saat makan dan malam

hari. Jika hal ini didapatkan maka gejala biasanya akan menetap. Anhidrosis kaki akibat denervasi

simpatis merupakan faktor kontribusi terjadinya kaki diabetik karena kulit kering dan mudah

tergores.

Mata

Neuropati otonom juga bisa menyebabkan gangguan pada pupil sehingga menjadi kurang

responsif terhadap cahaya dan mengalami penglihatan yang kurang jelas bila cahaya dinyalakan

mendadak pada kamar yang gelap atau mengalami kesukaran mengemudikan kendaraan pada

malam hari.

Traktus urinarius dan organ seks

Neuropati otonom seringkali mempengaruhi organ yang mengontrol miksi dan fungsi seksual.

Kerusakan saraf menghalangi pengosongan sempurna kandung kemih dan menimbulkan retensio

urin sehingga bakteri dapat tumbuh dalam kandung kemih dan ginjal akibatnya sering terjadi infeksi

pada traktus urinarius. Selain itu dapat juga terjadi inkontinensia urin karena pasien tidak dapat

merasakan kapan kandung kemih penuh dan tidak dapat mengontrol otot-otot untuk miksi.

Neuropati otonom dapat mengurangi respon seksual pada pria dan wanita. Pria akan mengalami

RM.015.

Page 16: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

gangguan ereksi atau bisa mencapai klimaks seksual tanpa ejakulasi sedangkan pada wanita akan

mengalami kesukaran lubrikasi dan orgasme.

Kurang respon terhadap hipoglikemia

Umumnya bila kadar gula darah menurun di bawah 70% akan timbul gejala seperti gemetar,

palpitasi, keringat dingin namun pada penderita diabetes dengan gangguan neuropati otonom ini

tidak akan merasakan gejala hipoglikemia sehingga hipoglikemia akan sulit dideteksi.

2. Neuropati asimetris

Neuropati asimetris atau neuropati fokal adalah komplikasi yang sudah dikenal pada komplikasi

diabetes. Biasanya onsetnya cepat dan cepat pula sembuh. Hal ini berbeda dengan neuropati

diabetik perifer kronis, dimana tidak ada perbaikan atas gejala pada beberapa tahun setelah onset.

a. Amiotrofi diabetik (neuropati motorik proksimal)

Sindrom dari kelemahan dan atropi tungkai asimetris proksimal progresif pertama kali

digambarkan oleh Garland sebagai amiotrofi diabetik. Istilah ini juga dikenal sebagai “neuropati

motorik proksimal, neuropati diabetik lumbosakral radikulopleksus atau neuropati femoral”.

Penderita merasakan nyeri yang berat pada paha bagian dalam, kadang dirasakan seperti terbakar

dan meluas sampai ke lutut. Penderita diabetes melitus tipe 2 diatas usia 50 tahun sering terkena.

Pada pemeriksaan ditemukan kerusakan otot quadriceps ditandai kelemahan fungsi kelompok

otot ini meskipun otot fleksor dan abduktor panggul dapat juga terpengaruh. Adductor paha,

gluteus, dan otot hamstring juga terkait. Gerakan lutut biasanya berkurang atau tidak ada.

Kelemahan dapat berakibat pada kesulitan untuk bangkit dari kursi yang randah atau menaiki

tangga. Gangguan sensorik jarang terjadi dan jika ada biasanya bersamaan dengan neuropati

diabetik perifer.

Penyebab dari amiotrofi diabetik tidak diketahui. Biasanya cenderung terjadi bersamaan neuropati

diabetik perifer. Beberapa orang menyatakan bahwa kombinasi gambaran fokal tumpang tindih

dengan neuropati perifer difus menunjukkan kerusakan vaskular pada akar saraf femoral sebagai

penyebab kondisi ini.

RM.016.

Page 17: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

Gambar 4. Amiotrofi diabetik (proksimal neuropati)

Pengelolaan nyeri amiotrofi diabetik tidak berbeda untuk neuropati diabetik perifer. Pasien

seharusnya diedukasi dan diyakinkan bahwa kondisi ini dapat disembuhkan. Beberapa pasien

mengalami perbaikan dengan fisioterapi untuk memperkuat otot quadriceps.

b. Mononeuropati kranial

Mononeuropati kranial yang paling sering ditemukan adalah kelumpuhan saraf ketiga kranial.

Pasien datang dengan nyeri tiba-tiba di belakang dan atas mata mendahului ptosis dan diplopia.

Proses penyembuhan memerlukan waktu lebih dari tiga bulan.

c. Radikulopati trunkal

Radikulopati trunkal atau neuropati torakoabdominal pada penderita diabetes ditandai dengan

onset nyeri akut pada distribusi dermatomal di atas toraks atau abdomen diikuti gangguan sensoris

kutaneus atau hiperestesi. Nyeri biasanya unilateral dan herniasi otot abdomen dapat terjadi

walaupun jarang.

Gambar 5. Neuropati diabetik trunkal (neuropati atau radikulopati/torakoabdominal)

RM.017.

Page 18: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

Beberapa pasien datang dengan keluhan nyeri abdomen dan menjalani berbagai pemeriksaan yang

tidak perlu seperti barium enema, kolonoskopi dan bahkan laparotomi. Penyembuhan biasanya

dalam beberapa bulan meskipun gejala dapat menetap dalam beberapa tahun.

d. Pressure palsies

Sindrom Carpal Tunnel

Beberapa saraf penderita diabetes rentan terhadap tekanan pada diabetes. Pasien

biasanya mengeluh nyeri dan parestesi pada tangan yang kadang menyebar ke seluruh

lengan khususnya pada malam hari. Pada kasus yang berat pemeriksaan klinis dapat

menunjukkan berkurangnya sensasi daerah tengah tangan dan kerusakan pada otot thenar.

Diagnosis klinis dikonfirmasi dengan mudah menggunakan pemeriksaan konduksi saraf

medianus dan penatalaksanaan melibatkan pembedahan dekompresi pada carpel tunnel di

bagian pergelangan tangan. Respons atas pembedahan biasanya bagus, meskipun gejala

nyeri sering berulang dibandingkan pasien yang tidak diabetes.

Entrapment saraf ulnaris dan saraf terisolir lainnya

Saraf ulnaris juga rentan terhadap tekanan pada siku, berakibat pada kerusakan dorsal

interossei khususnya pada dorsal interosseous yang pertama. Pada anggota tubuh bagian

bawah, peroneal (lateral popliteal) adalah saraf yang paling sering terkena. Kompresi pada

kepala fibula yang menyebabkan foot drop. Sayangnya penyembuhan secara menyeluruh

jarang terjadi. Saraf lateral kutaneus pada paha biasanya juga terkena akibat entrapment

neuropati diabetik..

3. Disfungsi Susunan Saraf Pusat

Perhatian terhadap kelainan susunan saraf pusat sangat relatif sedikit pada pasien neuropati

diabetik. Penelitian autopsi sebelumnya pada pasien diabetes mendapatkan lesi degeneratif difus di

sistem saraf pusat termasuk demielinisasi dan hilangnya silinder akson pada kolum posterior,

degenerasi neuron kortikal dan abnormalitas otak tengah dan serebelum yang dideskripsikan

sebagai mielopati diabetik dan ensefalopati diabetik.

Penelitian yang mengevaluasi fungsi sistem saraf pusat pasien diabetes menggunakan evoked-

potential sebagai respon terhadap stimulasi saraf tepi dan tes neurofisiologis menggambarkan hasil

adanya defisit konduksi spinal atau supraspinal (sentral) atau disfungsi kognitif, tetapi derajat

disfungsi sepanjang jalur aferen somatosensorik pada pasien diabetes tipe 1 tergantung pada derajat

neuropati perifer dan tidak berhubungan dengan diabetes atau kontrol glikemik dan dapat dicirikan

dengan gangguan kompleks sensori kortikal dan perifer. Magnetic resonance imaging (MRI)

RM.018.

Page 19: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

menunjukkan peningkatan frekuensi lesi subkorteks dan batang otak pasien diabetes tipe 1 dengan

neuropati diabetik. Pasien neuropati diabetik menunjukkan area chord yang lebih kecil pada C4/5

dan T3/4. Menggunakan positron emission tomography (PET) dan [18F]-2-deoxy2-fluoro-D-glucose

didapatkan penurunan metabolisme glukosa otak pada pasien diabetes tipe 1 dengan neuropati

diabetik jika dibandingkan dengan pasien diabetes baru dan subyek sehat. Pengukuran

spektroskopik metabolit otak seperti N-acetyl aspartate (NAA) dalam thalamus mendapatkan rasio

kreatinin:NAA lebih rendah, menyatakan disfungsi neuronal thalamus pada neuropati diabetik.

Dengan demikian terdapat sekumpulan bukti yang menyatakan keterlibatan neuropati pada tingkat

spinal dan sentral merupakan gambaran diabetik neuropati tetapi tidak jelas apakah kejadian

tersebut primer atau sekunder.

C. PATOGENESIS

Banyak etiologi berperan serta dalam berbagai sindrom neuropati pada penderita diabetes.

Hiperglikemia sangat jelas memegang peranan dalam perkembangan dan progresi neuropati

diabetik sama seperti komplikasi mikrovaskuler diabetes lainnya. Penelitian patofisiologi molekuler

dan biokimia neuropati diabetik difokuskan pada jalur metabolisme glukosa.

Jalur utama yang dipengaruhi metabolisme adalah fluks glukosa melalui jalur poliol, jalur

hexosamine; aktivasi isoform protein kinase C (PKC) yang berlebihan; akumulasi dari advanced

glycation endproducts (AGEs). Peningkatan stres oksidatif dalam sel menyebabkan aktivasi jalur

polimerase (PARP) dengan meregulasi ekspresi gen yang terlibat dalam promosi reaksi inflamasi

dan disfungsi neuronal. Neuropati diabetik terjadi karena hiperglikemia yang menyebabkan

penurunan aliran neurovaskuler mulai dari iskemia sampai kerusakan neuronal. (lihat gambar 6)

1. Jalur Poliol

Enzim aldose reduktase mereduksi glukosa menjadi sorbitol dan sorbitol dehidrogenase (SDH)

mengoksidasi sorbitol menjadi fruktosa. Kedua enzim ini secara berlebihan diekspresikan pada

jaringan yang rentan terhadap komplikasi diabetes. Hiperglikemia mengaktivasi jalur aldose

reduktase dalam jumlah besar. Peningkatan fluks melalui jalur aldose reduktase menyebabkan

peningkatan sorbitol intraseluler, keadaan hipertonis intraseluler relatif dan efluks kompensasi

osmolit lain seperti mioinositol (penting dalam tranduksi sinyal) dan taurin (antioksidan).

Nicotinamide adenine dinucleotide phospate dehidrogenase (NADPH) digunakan oleh aldose

reduktase-diperantarai oleh reduksi glukosa menjadi sorbitol dan NADPH habis untuk regenerasi

glutation tereduksi (GSH) sehingga terjadi stress oksidatif.

RM.019.

Page 20: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

Gambar 6. Skema efek hiperglikemia terhadap jalur biokimia pada neuropatidiabetes.

Langkah kedua dalam jalur poliol yaitu oksidasi sorbitol menjadi fruktosa melalui sorbitol

dehidrogenase. Pembentukan fruktosa meningkatkan glikasi disertai penurunan NADPH

memperbanyak terjadinya ketidakseimbangan redoks. Aktivasi aldose reduktase juga meningkatkan

pembentukan diasilgliserol yang akan menganggu jalur PKC.

2. Jalur Hexosamine

Jalur hexosamine diimplikasikan sebagai faktor tambahan dalam patologi diabetes yang

diinduksi stress oksidatif dan komplikasinya. Fruktose-6 fosfat merupakan metabolik intermediat

glikolisis. Selama metabolisme glukosa, beberapa fruktosa 6-fosfat mengalami shunt dari jalur

glikolitik menjadi jalur hexosamine. Disini fruktosa 6-fosfat dikonversi menjadi glukosamin-6

fosfat oleh glutamine fruktosa-6 fosfat aminotransferase. Glukosamin-6 fosfat kemudian dikonversi

menjadi uridine diphospate-N-acetyl glucosamine (UDPGlcNAc), molekul yang terikat pada serin

dan treonin residu faktor transkripsi. Kondisi hiperglikemia membentuk fluks tambahan melalui

jalur hexosamine dan menyebabkan kelebihan GlcNAc serta modifikasi ekspresi gen abnormal.

Secara spesifik, kondisi hiperglikemia dan kelebihan GlcNAc menyebabkan peningkatan Sp1,

suatu faktor transkripsi terlibat dalam komplikasi diabetik. Sp1 bertanggungjawab dalam ekspresi

banyak gen glukosa-induced housekeeping termasuk transforming growth factor-β1 (TGF- β1) dan

plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1). Ekspresi berlebihan TGF-β1 menyebabkan peningkatan

produksi matriks kolagen sehingga meningkatkan fibrosis endotel dan penurunan proliferasi sel

RM.020.

Page 21: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

mesangial. Ekspresi berlebihan PAI-1 meningkatkan mitosis sel otot polos vaskuler yang

memegang peranan dalam arterosklerosis. PAI-1 tidak hanya diupregulasi melalui jalur hexosamine

tetapi juga jalur PKC. Jadi dua jalur berbeda menyebabkan komplikasi diabetik melalui mekanisme

yang sama.

Selain itu diketahui bahwa GlcNAc menganggu fungsi sel beta dengan menginduksi stres

oksidatif; peningkatan glutamine fructose-6 phosphate aminotransferase atau glukosamin

menyebabkan peningkatan kadar hidrogen peroksida dan penurunan ekspresi gen insulin, glucose

transporter 2 dan glucokinase.

3. Jalur Protein Kinase C

Jalur protein kinase C (PKC) merupakan mekanisme tambahan dimana hiperglikemia

menyebabkan kerusakan pada jaringan yang rentan komplikasi. Peningkatan kadar glukosa

menstimulasi diacyglycerol (DAG) yang selanjutnya meningkatkan PKC. Peningkatan produksi

isoform PKC terlibat dalam ekspresi berlebihan protein angiogenik vascular endothelial growth

factor (VEGF), PAI-1, NF-κB, TGF-β dan perkembangan komplikasi diabetik seperti retinopati,

nefropati serta penyakit kardiovaskuler.

Aktivasi jalur PKC menyebabkan vasokontriksi dan permeabilitas kapiler sehingga

menyebabkan hipoksia, angiogenesis, penebalan membran basalis dan proliferasi endotel.

Perubahan dalam aliran darah neurovaskuler ini merupakan sumber peranan PKC pada neuropati,

walaupun penelitian lebih jauh diperlukan untuk mengetahui hubungannya. Aktivasi PKC juga

menganggu fungsi pompa Na-K ATPase dan enzim lain yang penting untuk konduksi saraf.

Aktivasi isoform PKC lainnya menunjukkan penurunan aktivitas Na-K ATPase pada sel otot polos

dan menormalkan aktivitas saraf perifer.

4. Jalur Advanced Glycation Endproducts

Reaksi non-enzimatik antara reduksi gula atau oxaldehide dan protein/lemak menghasilkan

advanced glycation endproducts (AGEs). Tiga jalur utama bertanggung jawab dalam pembentukan

dikarbonil reaktif (prekursor AGE): 1) oksidasi glukosa membentuk glioxal; (2) degradasi produk

Amadori dan 3) penyimpangan metabolisme intermediate glikolitik menjadi metilglioxal.

AGEs merupakan modifikasi heterogen biomolekul intraseluler dan ekstraseluler. Metilglioxal

merupakan dikarbonil sangat reaktif yang menginduksi sensitivitas kerusakan vaskuler sel endotel.

Protein AGEs ekstraseluler termasuk protein plasma dan matriks merusak adhesi seluler dan

mengaktivasi reseptor AGEs (RAGE). Interaksi AGE-RAGE mengaktivasi transcription factor

RM.021.

Page 22: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

nuclear factor kappa B (NF-κB). NF-κB meregulasi sejumlah aktivitas termasuk inflamasi dan

apoptosis. Aktivasi RAGE neuronal menginduksi stres oksidatif melalui aktivitas NADPH oksidase.

Peningkatan kadar AGE dan RAGE ditemukan dalam jaringan diabetik manusia. Secara kolektif,

kerusakan biokimia yang diinduksi AGEs menyebabkan kerusakan aliran darah saraf dan hilangnya

dukungan neurotrofik.

5. Jalur Poli (ADP-ribosa) polimerase

Poli(ADP-ribosa)polimerase (PARP) ditemukan dalam sel Schwann, sel endotel dan neuron

sensoris juga terlibat dalam glukotoksisitas. PARP merupakan enzim inti yang berhubungan erat

dengan stres oksidatif-nitrosatif, radikal bebas dan oksidan. Bukti terakhir juga menyatakan bahwa

PARP menyebabkan dan diaktivasi oleh stres oksidatif. PARP bekerja melalui pembelahan

nicotinamide adenine dinucleotide (NAD) menjadi nicotinamide dan residu ADPribose yang terikat

dalam protein inti. Hasil dari proses ini termasuk deplesi NAD, perubahan transkripsi dan ekspresi

gen, peningkatan radikal bebas dan konsentrasi oksidan serta pengalihan intermediate glikolitik ke

jalur patogen seperti pembentukan PKC dan AGE. PARP terlibat dalam manifestasi abnormal klinis

seperti penurunan kecepatan konduksi saraf, neuropati serabut kecil, abnormalitas neurovaskuler,

retinopati, hiperalgesia termal, mekanikal serta taktil alodinia.

6. Stres Oksidatif dan Apoptosis

Jalur AGEs, poliol, hexosamine, PKC dan PARP terlibat dalam kerusakan neuronal dengan

secara langsung merusak kapasitas redoks sel, baik melalui pembentukan langsung reactive oxygen

species (ROS) atau oleh deplesi komponen penting siklus glutation.

Jalur hexosamine, PKC dan PARP merusak melalui ekspresi protein inflamasi. Progresivitas

neuropati diabetik sepanjang distal-proksimal akson menyatakan bahwa kerusakan awal berada di

akson. Akson sangat rentan terhadap kerusakan akibat hiperglikemia dikarenakan efek langsung

hiperglikemia terhadap suplai aliran darah saraf dan sejumlah besar mitokondria akson. Banyak

bukti menyatakan bahwa lingkungan hiperglikemia bersama suplai darah yang buruk menyebabkan

beban berlebihan terhadap kapasitas metabolik mitokondria sehingga menghasilkan stres oksidatif.

Stres oksidatif ini menyebabkan kerusakan mitokondria diikuti dengan degenerasi aksonal dan

kematian.

Kerusakan mitokondria terjadi akibat pembentukan berlebihan ROS dan reactive nitrogen

species (RNS). ROS, seperti superoksida dan hidrogen peroksida, dihasilkan di bawah kondisi

normal melalui rantai transfer elektron mitokondria dan secara normal dilepaskan oleh agen

RM.022.

Page 23: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

detoksifikasi seluler seperti superoxide dismutase, katalase dan glutation. Hiperglikemia

menyebabkan peningkatan aktivitas mitokondria sehingga meningkatkan produksi ROS.

Peroksinitrit (RNS utama) dibentuk oleh reaksi superoksida dan nitric oxide (NO). RNS

memicu sejumlah efek sitotoksik termasuk nitrosilasi protein dan aktivasi PARP. Kelebihan

pembentukan ROS/RNS membebani kapasitas alamiah antioksidan sel, menyebabkan kerusakan

lipid, protein dan DNA. Kerusakan tersebut memperburuk fungsi sel dan integritasnya. Mitokondria

rentan terhadap kerusakan ini karena merupakan asal dari pembentukan ROS/RNS.

Stres oksidatif seluler semakin meningkat bila hiperglikemia menyebabkan produksi berlebihan

superoksida sebagai produk fosforilasi oksidatif mitokondria. Produksi berlebihan superoksida juga

menghambat GADPH, menyebabkan akumulasi intermediate glikolitik upstream. Kerusakan seluler

lanjut dan penurunan aliran darah saraf serta iskemia terjadi karena intermediate tersebut

memperbanyak produksi aldose reduktase, hexosamine, PKC dan AGEs. Secara ringkas, stres

oksidatif dan ROS menghubungkan jalur metabolik dan mediator fisiologis yang terlibat pada

disfungsi progresif, kerusakan dan hilangnya serabut saraf pada neuropati diabetik.

Pembentukan ROS mengawali siklus dimana stres oksidatif sendiri menganggu mekanisme

antioksidan alamiah. Stres oksidatif tidak hanya merusak DNA, protein dan membran mitokondria

tetapi juga mengawali jalur sinyal yang menyebabkan destruksi mitokondrial terlokalisir disebut

mitoptosis yang selanjutnya memicu apoptosis.

7. Inflamasi

Agen inflamasi termasuk protein C-reaktif dan TNF-α didapatkan pada diabetes melitus tipe 1

dan 2. Kadar tinggi protein ini berhubungan dengan insidens neuropati. Ketika kelebihan glukosa

dipintas melalui jalur alternatif metabolik seperti fructose-6 phospate atau diasilgliserol,

intermediate signalling dan modifikasi transcription factor menyebabkan peningkatan TGF-β dan

NF-κB. Pemecahan glikolitik triose fostat akan membentuk AGEs. AGE ekstraseluler lainnya

mengaktivasi RAGE yang juga menimbulkan signaling inflamasi intraseluler untuk upregulasi NF-

κB.

Semua mekanisme inflamasi pada neuropati diabetik merupakan akibat dari aktivasi NF-κB.

Aktivasi kronis NF-κB menyebabkan pembuluh darah dan sel saraf lebih rentan terhadap kerusakan

akibat reperfusi iskemia. Reperfusi-iskemia mengakibatkan terjadinya infiltrasi luas monosit

makrofag dan inflitrasi sedang granulosit pada saraf tepi diabetik. Sitokin yang diinduksi oleh NF-

κB dalam sel endotel, sel Schwann dan neuron juga menyebabkan rekruitmen makrofag pada saraf

diabetik. Makrofag menyebabkan neuropati diabetik melalui sejumlah mekanisme, termasuk

RM.023.

Page 24: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

produksi ROS, sitokin dan protease, yang menimbulkan kerusakan mielin dan kerusakan oksidatif

seluler. Rekruitment berlebihan makrofag menganggu regenerasi neuropati diabetik.

8. Growth factor Growth factor membantu pertumbuhan dan kelangsungan hidup neuron. Neuropati diabetik

diketahui mengalami degenerasi neuronal dan kerusakan sel Schwann, gangguan growth factor

seperti nerve growth factor (NGF), insulin-like growth factor (IGF) dan neurotrophin 3 (NT-3)

yang terlibat dalam patogenesis neuropati diabetik. Faktor-faktor ini terikat pada reseptor

heterodimeric tyrosine kinase

Kadar ekspresi berbagai growth factor terganggu pada model neuropati diabetik. NGF

merupakan growth factor yang paling banyak dipelajari pada neuropati diabetik. NGF diproduksi

oleh otot dan keratinosit dan reseptor trkA-nya diekspresikan pada neuron simpatis dan sensoris.

Kadar NGF berkurang pada berbagai model diabetik. Tetapi ketika kadar glukosa kembali normal

maka kadar NGF juga kembali normal. Hal ini menunjukkan bahwa diabetes, baik oleh karena

hiperglikemia maupun kekurangan insulin, mempunyai kemampuan meregulasi growth factor.

Tetapi beberapa penelitian lain menunjukkan hasil berbeda mengenai kadar ekspresi NGF ini. Sama

seperti pada NGF, IGF I dan II diregulasi juga dibawah kondisi diabetik melalui pemberian insulin.

NT-3 diekspresikan pada otot dan kulit. NT-1 dapat bersinyal melalui trkA dan B dan umumnya

melalui trkC. Seperti trkB, trkC ditemukan pada motor neuron dan populasi neuron sensoris

diameter besar yang bertanggungjawab terhadap proprioseptif dan sensasi taktil. Sama seperti

penelitian dengan growth factor lainnya, perubahan pada ekspresi NT-3 di diabetes belum secara

konsisten tercatat. Kadar protein NT-3 diupregulasi pada saraf suralis dengan kadar mRNA yang

dilaporkan dapat meningkat dan menurun.

Akibat proses-proses di atas terjadi perubahan morfologi saraf yaitu hilangnya serabut saraf,

atrofi akson, edema nodus Ranvier, disfungsi aksoglia dan edema endoneurial, keadaan ini

menyebabkan terjadinya perubahan struktural saraf perifer, yaitu :

- Degenerasi Wallerian

Mengenai akson dan selubung myelin, akson yang terputus dari pusat akan menyusut, akson

dan myelin terpecah, destruksi oleh makrofag, degenerasi terjadi pada bagian proksimal

sepanjang 1-2 segmen, perubahan perikarion, badan Nissl terpecah dan menghilang, nukleus

pindah ke pinggir sel, sel Schwann berproliferasi terjadi lesi transversa pada berkas saraf.

- Degenerasi aksonal

RM.024.

Page 25: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

Degenerasi akson pertama kali terjadi terutama pada bagian distal selanjutnya berkembang

ke proksimal, proses selanjutnya seperti degenerasi Wallerian

- Demielinisasi dan remielinisasi sel Schwann

Lesi terjadi pada sel Schwann, demielinisasi dimulai di daerah nodus Ranvier, meluas ke

segmen internodus, destruksi oleh sel makrofag, terjadi remielinisasi pada sel Schwann,

keadaan ini dapat terjadi berulang-ulang sehingga terjadi proliferasi sel Schwann yang

tersusun konsentris, berlapis-lapis sehingga terjadi benjolan pada saraf.

Manifestasi neuropati diabetik yang paling sering dikeluhkan oleh penderita adalah rasa nyeri.

Nyeri neuropati diabetik merupakan salah satu gejala positif dari neuropati diabetik perifer.

Patofisiologi timbulnya gejala nyeri masih banyak yang belum dimengerti dan alur neurologik

terjadinya nyeri juga masih membingungkan. Pada model hewan menunjukkan adanya kepekaan

dari akson perifer yang cedera dan sistem saraf pusat. Kepekaan saraf perifer ditunjukkan dengan

tanggapan yang berlebihan dari saluran natrium dan khususnya reseptor adrenergik, pada aferen

perifer yang tidak bermielin juga dikeluarkan sejumlah peptida, terutama 11-aminoacid peptide

substance P yang merupakan vasodilator kuat dan penarik kimia untuk sel darah putih serta

menyebabkan lepasnya histamine dan serotonin dari platelet. Sedangkan perubahan saraf pusat

ditunjukkan dengan peningkatan sensitivitas dari reseptor N-methyl-D-aspartate (NDMA) juga

reseptor glutamine-activated yang mengubah reseptor opiate dan neuropeptida lainnya.

Pada beberapa peneliti menduga bahwa nyeri ini berkaitan dengan terjadinya degenerasi serabut

kecil tidak bermielin tipe C nosiseptif dan sedikit serabut bermielin A delta namun berkaitan dengan

serabut bermielin besar. Setelah terjadi cedera pada saraf perifer karena kadar gula darah tinggi

yang berlangsung lama, beberapa serabut C akan mengalami kehilangan kontak sinaptik dengan

medula spinalis dan terjadi degenerasi aksonal. Sebagai mekanisme kompensasi, pada serabut besar

bermielin akan timbul tunas di daerah yang mengalami kehilangan sinap, yaitu di daerah superfisial

dari kornu dorsalis medula spinalis. Pada keadaan yang sama pembentukan tunas kolateral, serabut

besar juga timbul cetusan ektopik abnormal, hal ini merupakan penggerak utama terjadinya nyeri

neuropati. Teori ini didukung dengan percobaan bahwa anestesi lokal dosis rendah dapat menahan

cetusan ektopik dengan menghasilkan efek analgesik bermakna pada hewan percobaan dan

percobaan klinik dengan nyeri neuropati. Komponen nyeri neuropati lain adalah hilangnya inhibisi

pada medula spinalis (terjadinya degenerasi dari γ-aminobutyric acid = GABA-ergik pada kornu

dorsalis) memperlihatkan adanya eksitotoksisitas dengan pengeluaran glutamate dan aspartat yang

berlebihan.

RM.025.

Page 26: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

D. DIAGNOSIS

1. Anamnesis

Melalui anamnesis dapat dicari keluhan atau gejala yang berhubungan dengan neuropati

diabetik seperti :

Gangguan sensorik, gejala negatif muncul berupa rasa baal, rasa geli, seperti memakai

sarung tangan, sering menyerang distal anggota gerak, terutama anggota gerak bawah. Rasa

nyeri dapat timbul bersama-sama atau tanpa gejala di atas.

Penilaian nyeri merupakan aspek penting dalam menentukan diagnosis nyeri neuropati

diabetik. Pada tahap awal diperlukan riwayat nyeri, lokasi nyeri, kualitas nyeri, distribusi

nyeri, bagaimana pengaruh terhadap rabaan atau sentuhan, faktor yang meringankan atau

memperberat. Pasien dapat memberi keluhan lebih dari satu tipe nyeri, riwayat nyeri dapat

membantu penderita untuk mengumpulkan keterangan mengenai nyeri apakah tipe neuropati

atau nosiseptif yaitu terjadinya nyeri yang merupakan respon dari aktivitas reseptor nyeri

terhadap stimulus noksisous.Untuk menentukan tingkat beratnya nyeri atau yang

berhubungan dengan karakteristik, pola nyeri dapat menggunakan kuesioner nyeri McGill

(MPQ). Sementara untuk menentukan ada atau tidaknya nyeri dapat menggunakan Visual

Analog Scale.

Gangguan motorik dapat berupa gangguan koordinasi, parese proksimal dan atau distal,

manifestasinya berupa sulit naik tangga, sulit bangkit dari kursi atau lantai, sering terjatuh,

sulit bekerja atau mengangkat lengan ke atas bahu, gerakan halus tangan terganggu, mudah

tersandung, kedua kaki mudah bertabrakan.

Gejala otonom berupa gangguan berkeringat, perasaan melayang pada posisi berdiri, sinkop

saat buang air besar, batuk atau bersin, impotensi, sulit ejakulasi, ejakulasi retrograde, sulit

menahan buang air besar atau kecil, diare saat malam hari, konstipasi, gangguan adaptasi

dalam gelap dan terang.

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik pada pasien neuropati diabetik dilakukan pada semua sistem tubuh, berkaitan

dengan komplikasi yang mungkin terjadi pada DM. termasuk pemeriksaan tekanan darah dan

denyut jantung. Pasien dengan gejala atau tanda gangguan pada ekstremitas perlu dilakukan

pemeriksaan bising dan denyut nadi perifer karena ada kemungkinan terjadi gangguan vaskuler

RM.026.

Page 27: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

oklusif. Bila ada keluhan lapang pandang dilakukan pemeriksaan oftalmologi. Pemeriksaan kulit

dilakukan terutama pada daerah kaki, apakah ada luka yang sembuhnya lambat atau ulkus.

Pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan saraf kranial, tonus otot, kekuatan, adanya

fasikulasi, atrofi, pemeriksaan refleks tendon dalam patella dan Achilles. Observasi mengenai cara

berjalan, berjalan di tempat, berjalan dengan jari kaki dan tumit. Pemeriksaan sensorik dilakukan

dengan pemeriksaan vibrasi, temperatur, raba dan pemeriksaan propioseptif.

3. Pemeriksaan penunjang

Laboratorium

Semua pasien dengan neuropati diabetik harus dilakukan pemeriksaan gula darah,

urinalisis, kadar HbA1c, kolesterol total, kolesterol HDL dan LDL, trigliserida, asam urat,

serta pemeriksaan lain bila ada indikasi seperti elektrolit, hitung jenis sel darah, serum protein

elektroforesis, vitamin B12, folat, keratin kinase, laju endap darah, antibodi antinuclear, fungsi

tiroid dan elektrokardiografi.

Radiologis

Pemeriksaan radiologis dapat berupa pemeriksaan MRI servikal, torakal dan atau lumbal

untuk menyingkirkan kausa sekunder dari neuropati, CT mielogram merupakan suatu

pemeriksaan alternatif untuk menyingkirkan lesi kompresi dan keadaan patologis lain di

kanalis spinal pada radikulopleksopati lumbosakral dan neuropati torakoabdominal, MRI otak

digunakan untuk menyingkirkan aneurisma intrakranial lesi kompresi dan infark pada

kelumpuhan nervus okulomotorius.

Consensus Development Conference pada Standarized Measure in Diabetic Neuropathy

merekomendasikan lima pengukuran yang dilakukan dalam diagnosis neuropati diabetik sebagai

berikut :

1. Pengukuran klinis

2. Analisis morfologi

3. Pengukuran elektrodiagnostik

4. Tes kuantitatif sensoris dan

5. Tes sistem saraf otonom

1) Alat skrining klinis

Kebanyakan instrumen skrining untuk neuropati diabetik bersifat non-invasif, murah, sensitif

dan endpoint prediktif klinis tinggi. Sejumlah sistem skoring diajukan untuk menilai secara klinis

defisit neurologis sehingga dapat diketahui adanya dan beratnya neuropati. Pendekatan ini dimulai

RM.027.

Page 28: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

oleh Dyck dkk pada Mayo Clinic yang membuat Neuropathy Disability Score (Mayo NDS). Tetapi

sistem skoring tersebut memerlukan keahlian seorang neurolog. Modifikasi NDS pertama dibuat

oleh Young dkk dapat dilakukan oleh non-spesialis dan mempunyai jumlah total 28 terhadap defisit

sensoris dan refleks. Skor sensoris merupakan evaluasi nyeri (pin prick), sentuh (wol katun), dingin

(garpu tala yang dimasukkan ke dalam air es), vibrasi (garpu tala 128 Hz), digradasikan sesuai

lokasi anatomi yang terganggu (tidak ada abnormalitas [0], ibu jari [1], kaki tengah [2], ankle [3],

tengah tungkai bawah [4], dan lutut [5]). Rerata kedua tungkai untuk setiap modalitas dihitung

jumlah dari keempat defisit menggambarkan skor sensoris. Skor refleks berasal dari refleks lutut

dan ankle (normal=0, ada=1 dan tidak ada=2). Skor 1-5=neuropati ringan, 6-16= neuropati sedang

dan 17-28=neuropati berat.

Metode alternatif untuk mendiagnosis dan menentukan derajat neuropati diabetik pada pasien

rawat jalan termasuk Michigan Neuropathy Sreening Instrument, yang terdiri atas 15 pertanyaan

“ya atau tidak” untuk gejala yang berhubungan dengan sensasi, kelelahan umum dan penyakit

vaskuler perifer selain inspeksi kaki, penilaian sensasi vibrasi dan refleks ankle. Beberapa metode

lainnya seperti Neuropathy Symptom Profile, Neuropathy Symptom Score Diabetic Neuropathy

Symptom Score dan UT Abbreviated Neuropathy Questionnaire.Tabel 1. Modified Neuropathy Disability Score

Neuropathy disability score Kanan Kiri

Ambang batas persepsi getaranGarpu tala 128-Hz; apeks ibu jari:Normal = dapat membedakan getaran/tidak

Persepsi suhu dorsum kakiMenggunakan garpu tala dengan pecahan es atau air hangat

Pin-prickMelakukan tusuk jarum proksimal ibu jariNormal = dapat membedakan tajam/tumpulRefleks Achilles

Normal = 0Abnormal = 1

Ada = 0Ada dengan bantuan = 1Tidak ada = 2

Monofilament Semmes-Weinstein, garpu tala Rydel-Seiffer, diskriminator sirkumferensial taktil

dan Neuropen dapat mendeteksi resiko ulserasi. Tetapi kemampuannya untuk mendeteksi neuropati

ringan dan perubahan minimal terbatas, karenanya alat ini tidak dapat digunakan dalam uji klinis

untuk menentukan efikasi pengobatan.

RM.028.

Page 29: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

Gambar 7. Monofilamen Semmes-Weinstein

2) Penilaian morfologi

Biopsi nervus suralis

Biopsi nervus suralis bukan metode rutin dalam diagnosis neuropati diabetik. Biasanya

digunakan untuk menegakkan diagnosis ketika etiologi neuropati diragukan. Keterbatasan

teknik ini adalah informasi dari biopsi tidak langsung menguntungkan pasien dan prosedurnya

berhubungan dengan morbiditas dan menyebabkan banyak komplikasi. 1,2,36-37

Biopsi tusuk kulit

Biopsi kulit secara luas digunakan untuk meneliti saraf sensoris kecil termasuk intra-

epidermal nerve fibers (IENF) tak bermielin, serabut saraf dermal bermielin dan serabut saraf

otonom pada neuropati perifer serta kondisi lainnya. European Federation of Neurological

Societies merekomendasikan guideline untuk penggunaan biopsi kulit dalam diagnosis

neuropati perifer yaitu menggunakan 3 mm biopsi tusuk kulit tungkai bawah dan mengukur

densitas linier IENF pada sedikitnya tiga potongan setebal 50 mμm per biopsi. Efisiensi

diagnosis dan nilai prediktif teknik ini sangat tinggi. Penelitian longitudinal densitas IENF dan

laju regenerasi dipastikan berhubungan dengan perubahan neuropatologis dan progresi

neuropati serta untuk menilai kegunaan potensial biopsi kulit sebagai pengukuran outcome

pada penelitian neuropati perifer.

RM.029.

Page 30: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

Gambar 8. Biopsi nervus suralis normal dibandingkan neuropati diabetik sedang danberat.

3) Tes kuantitatif sensoris (Quantitative Sensory Testing)

Tes kuantitatif sensoris (QST) memiliki intensitas dan karakteristik stimulus yang terkontrol

baik dan ambang deteksi ditentukan dalam unit parameter yang dapat dibandingkan dengan nilai

normal sehingga penting untuk pengukuran akurat neuropati.

Alat ini mengukur :

1. Evaluasi serial terstandarisasi pada lokasi tubuh multipel.

2. Kontrol akurat karakteristik dalam range dinamik luas

3. Penilaian sensoris multipel

4. Perbandingan hasil uji individual dengan database normatif dan bersifat non-invasif.

Kerugian utama yaitu kurangnya objektivitas dan respon yang diperiksa tergantung pada kerjasama

dan konsentrasi mereka seperti yang diharapkan. QST mengukur vibrasi menggunakan

Biothesiometer atau Neurothesiometer.

Gambar 9. Neurothesiometer

4) Elektrodiagnostik

Elektromiografi digunakan untuk membedakan penyakit otot dari gangguan neurologis.

Pada tes ini, beberapa jarum diletakkan pada otot kemudian dilakukan pencatatan sewaktu

istirahat dan kontraksi. Prosedur ini terasa sangat nyeri untuk beberapa pasien dan mungkin

RM.030.

Page 31: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

memerlukan analgesik pasca-prosedur. Pemeriksaan kecepatan hantar saraf menyempurnakan

pemeriksaan elektromiografi (EMG), membantu pemeriksa untuk mengevaluasi keberadaan dan

luasnya patofisiologi saraf perifer.

Pemeriksaan hantaran mencatat respon listrik otot terhadap rangsangan ke saraf motoriknya

pada dua titik atau lebih di sepanjang jalurnya menuju otot. Pemeriksaan hantaran saraf sensorik

menentukan kecepatan hantaran dan amplitudo potensial aksi dalam serabut sensorik dengan

merangsang serabut pada satu titik dan merekam responnya pada titik lain di sepanjang akson

saraf. Pemeriksaan hantaran saraf sangat berguna dalam membedakan antara gangguan

demielinisasi dari denervasi dengan hilangnya akson dan dalam mendiagnosis gangguan hantaran

neuromuskular. Pemeriksaan ini juga dapat membantu membedakan antara mononeuropati dan

polineuropati.

Gambar 10. Elektrodiagnostik

5) Tes saraf otonom

a. Kardiovaskuler

- Evaluasi hipotensi ortostatik dengan postural blood pressure

- Denyut jantung istirahat

- Manuver Valsava

- Variabilitas denyut jantung

b. Mata

- Ukuran pupil adaptasi gelap setelah uji parasimpatis total

c. Sudomotor (kelenjar keringat)

- Thermoregulatory sweat test (semikuantitatif)

Penderita diberi bedak indikator yang menjadi ungu bila basah

RM.031.

Page 32: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

- Potensial kulit

Potensial kulit dapat direkam dengan alat EMG terutama dari telapak tangan dan telapak

kaki.

- Rangsangan kulit dengan pilocarpin, diperhatikan tetesan keringat baik diameter maupun

distribusinya

- Quantitative Sudomotor Axon Reflex Test (QSART)

Mengukur respon keringat setelah dirangsang dengan transcutaneus iontoforesis

asetilkolin.

d. Gastrointestinal

- Scintigrafi

Merupakan baku emas pengukuran gastrointestinal. Menggunakan putih telur rendah

lemak yang dilabel dengan technetium-99.

- Uji nafas menggunakan 13-C-acetat atau asam octanoit nonradioaktif.

- Ultrasonografi

- Elektrogastrografi permukaan digunakan untuk mendeteksi abdominal aktivitas slow-wave

lambung.

Dalam mendiagnosis neuropati diabetik, guideline membutuhkan gejala dan tanda klinis yang

didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik atau satu dari pemeriksaan penunjang abnormal

(konduksi saraf, tes kuantitatif sensoris atau tes otonom). Neuropati subklinis diidentifikasi melalui

pemeriksaan penunjang yang abnormal.

E. PENATALAKSANAAN

1. Kontrol glikemik

Langkah pertama dalam pengobatan neuropati diabetik adalah menurunkan gula darah ke

kadar normal untuk mencegah terjadinya kerusakan saraf lebih lanjut; karena itu diperlukan

monitoring gula darah, pengaturan diet, latihan atau olahraga dan anti diabetika oral atau insulin

untuk mengontrol gula darah. Perubahan gula darah yang fluktuatif dianggap dapat memperburuk

dan menyebabkan nyeri neuropati sehingga stabilitas nilai kontrol glikemik lebih penting untuk

menghilangkan nyeri neuropati diabetik. Kontrol glikemik yang ketat dapat menurunkan resiko

neuropati sebesar 60% dalam waktu 5 tahun pada penelitian Diabetes Control and Complication

Trial.

2. Terapi simptomatik

a. Polineuropati diabetik

RM.032.

Page 33: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

Nyeri merupakan manifestasi dini neuropati diabetik dan sering mendahului diagnosis diabetes.

Beberapa penelitian terbaru menyatakan bahwa hampir sepertiga pasien dengan gangguan

toleransi glukosa (pre-diabetes) mencari pertolongan medis karena sindrom nyeri yang identik

dengan polineuropati diabetik. Polineuropati diabetik merupakan gejala persisten pada penelitian

epidemiologi pasien dengan DM tipe 2 tetapi jarang pada diabetes tipe 1. Kurangnya pengertian

patogenesis kelainan ini menyebabkan terbatasnya perkembangan terapi mekanisme spesifik.

Termasuk didalamnya penggunaan antikonvulsan, antidepresan, agen topikal dan opioid.

Gambar 11. Mekanisme kerja anti nyeri neuropati

Antidepresan

- Antidepresan trisiklik dan tetrasiklik

Antidepresan trisiklik dan tetrasiklik dianggap sebagai pengobatan first line nyeri

neuropati. Antidepresan mengontrol nyeri dan gejala akibat nyeri seperti insomnia dan

depresi. Kerja terapeutik agen ini adalah melalui inhibisi reuptake norepinefrin dan

serotonin. Pada penelitian yang dilaporkan oleh Max dan kawan-kawan, amitriptilin (150

mg/hari) lebih superior dibandingkan plasebo dalam mengurangi polineuropati diabetik

setelah pengobatan selama 6 minggu. Tetapi amitriptilin berhubungan dengan efek samping

signifikan termasuk mulut kering, sedasi dan penglihatan kabur.

Desipramine lebih baik ditoleransi dan sama efektifnya dalam mengobati polineuropati

diabetik. Uji klinis acak untuk imipramin menyatakan bahwa dosis 50 mg dan 75 mg per

hari secara signifikan memperbaiki polineuropati diabetik Clomipramide juga

RM.033.

Page 34: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

menghilangkan gejala polineuropati diabetik. Penggunaan antidepresan terbatas karena efek

sampingnya.

Secara keseluruhan amino sekunder (nortriptilin, desipramin) lebih baik ditoleransi

dibandingkan amino tersier (amitriptilin, imipramin). Antidepresan trisiklik tidak ditoleransi

dengan baik pada pasien tua. Dosis antidepresan trisiklik awalnya 10 hingga 25 mg, dititrasi

hingga 100 atau 150 mg dosis tunggal. Efek analgesiknya memerlukan beberapa minggu

untuk menimbulkan dampak sehingga membatasi penggunaannya untuk nyeri akut.

- Inhibitor reuptake serotonin selektif dan inhibitor reuptake serotonin-norepinefrin

Inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRI) merupakan antidepresan paling baru dalam

menggantikan antidepresan trisiklik untuk pengobatan depresi karena ditoleransi lebih baik.

Kebalikan dengan antidepresan trisiklik, efek SSRI sangat terbatas dalam pengobatan

polineuropati diabetik. Dosis fluoexetine 40 mg/hari dan citalopram 40 mg/hari.

Tramadol merupakan agonis lemah μ-reseptor yang menghambat reuptake serotonin.

Pada penelitian didapatkan bahwa tramadol 200-400 mg/hari secara signifikan mengurangi

polineuropati diabetik dibandingkan plasebo. Mual, konstipasi, sakit kepala dan dispepsia

merupakan efek samping yang paling sering. Selain itu, kombinasi tramadol/asetaminofen

(37.5/325 mg) 1-2 tablet empat kali sehari efektif dalam memperbaiki polineuropati

diabetik.

Inhibitor reuptake serotonin norepinephrine (SNRI) mempunyai efikasi lebih besar

dalam pengobatan polineuropati diabetik dibandingkan SSRI. Duloxetine telah disetujui

FDA dalam mengobati polineuropati diabetik berdasarkan tiga uji klinis plasebo-kontrol

acak yang besar. Dari penelitian tersebut duloxetine 60 mg dan 120 mg perhari memberikan

hasil signifikan dalam pengobatan polineuropati diabetik. Dosis lebih tinggi memberikan

hasil lebih baik tetapi dengan efek samping yang lebih besar. Secara umum, duloxetine lebih

baik ditoleransi dalam hal efek samping jantung dan gastrointestinal dibandingkan SNRI

lainnya. Venlafaxine 150-225 mg/hari mengurangi polineuropati diabetik tetapi dengan efek

samping terhadap jantung seperti peningkatan resiko perubahan elektrokardiografi.

Antikonvulsan

Antikonvulsan mengontrol eksibilitas neuronal dengan penghambatan saluran natrium dan/atau

kalsium. Secara luas obat ini digunakan untuk mencegah kejang tetapi dapat juga digunakan dalam

pengobatan nyeri neuropati. Fenitoin dan karbamazepin secara primer memblok voltage gated

RM.034.

Page 35: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

sodium channel. Dengan dosis antara 200 dan 600 mg/hari, keduanya dapat mengurangi

polineuropati diabetik dibandingkan plasebo.

Sodium valproat meningkatkan kadar GABA pada susunan saraf pusat, menghambat saluran T

T-type calsium dan meningkatkan masuknya potasium. Efek samping yang ada seperti kerontokan

rambut, pertambahan berat badan, hepatotoksisitas dan disfungsi kognitif dalam penggunaan jangka

panjang membatasi penggunaannya walaupun dosis 500 mg/hari dapat menurunkan nyeri

polineuropati diabetik. Lamotrigine merupakan antikonvulsan baru yang memblok voltage gated

sodium channel, menurunkan arus kalsium presinaptik untuk menghambat pelepasan glutamat dan

penurunan kadar GABA dalam otak.

Topiramate mempunyai beberapa aksi seperti pemblokan activity-dependent voltage gated

sodium channel; menghambat L-type voltage gated calcium channel dan memblok reseptor

kainite/α-amino-3-hydorxxy-5-methyl-4-isoxazolepropionic acid (AMPA) excitatory amino acid

receptor. Topiramate ≤ 400 mg/hari biasanya ditoleransi baik dan secara signifikan mengurangi

polineuropati diabetik pada 1 dari 6 pasien.Oxcarbazepine merupakan keto-analog karbamazepine

yang memblok sodium channel. Oxcarbazepine mempunyai profil efek samping yang baik dan

ditoleransi dengan baik.

Calcium channel α2-δ ligan

Gabapentin digunakan secara luas untuk nyeri neuropati karena efektivitasnya dan efek samping

yang lebih sedikit dibandingkan antidepresan trisiklik dan antikonvulsan lainnya. Gabapentin

menghasilkan efek analgesia dengan terikat pada α2-δ L-type voltage gated calcium channel dan

menurunkan influks kalsium. Gabapentin ≤400mg lebih efektif dalam mengobati polineuropati

diabetik dibandingkan amitriptilin (≤ 90 mg/hari). Gabapentin dapat ditoleransi dengan baik pada

titrasi lambat. Efek samping gabapentin termasuk dizziness, ataksia, sedasi, euforia, edema ankle

dan pertambahan berat badan. Biasanya dibutuhkan titrasi berminggu-minggu untuk mencapai dosis

maksimal yang efektif hingga 3 g/hari.

Pregabalin juga bekerja dengan mengikat subunit α2-δ calcium channel. Pada empat penelitian

uji klinis plasebo kontrol acak, pregabalin (300-600 mg/hari) secara signifikan lebih efektif dalam

meringankan polineuropati diabetik dibandingkan plasebo. Tidak seperti gabapentin, pregabalin

memiliki absorpsi gastrointestinal yang lebih baik dan dapat diberikan dua kali perhari. Efek

farmakokinetik linearnya menyebabkan onset maksimal hilangnya nyeri yang cepat. Tetapi efek

sampingnya sama dengan gabapentin. Diantara efek samping tersebut, pertambahan berat badan

perlu diperhatikan pada pasien DM tipe 2.

RM.035.

Page 36: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

Metixiline

Metixline merupakan anti-aritmia dan telah digunakan untuk mengobati berbagai macam nyeri

neuropati termasuk polineuropati diabetik. Beberapa uji klinis plasebo kontrol acak telah dilakukan

tetapi tidak satupun penelitian menunjukkan pengurangan skor nyeri lebih dari 50%. Tetapi pasien

dengan keluhan nyeri yang menusuk dan membakar dan sensasi panas dapat dikurangi dengan

terapi metixiline.

Opioid

Oxycodon lepas lambat 20mg/hari mengurangi polineuropati diabetik pada periode 6 minggu.

Walaupun opioid efektif terhadap polineuropati diabetik, penggunaan jangka panjang akan

mempunyai efek samping termasuk konstipasi, retensio urin, gangguan fungsi kognitif, gangguan

fungsi imun dan masalah yang berhubungan dengan toleransi dan adiksi. Baru-baru ini penelitian

menggunakan kombinasi terapi opioid dan gabapentin membuktikan bahwa ada efek pengurangan

nyeri. Kombinasi obat lebih efektif dalam mengurangi nyeri dibandingkan obat tunggal.

Non-steroidal anti inflamatory drug (NSAID)

NSAID merupakan kelompok pengobatan yang menghambat siklooksigenase dan mencegah

pembentukan prostaglandin. Biasanya NSAID tidak direkomendasikan untuk pengobatan

polineuropati diabetik akibat efeknya terhadap fungsi gastrointestinal, ginjal dan jantung. Resiko

overdosis juga tinggi pada pasien nyeri kronik. Pada penelitian kecil didapatkan ibuprofen 2400

mg/hari dan sulindac 400 mg/hari secara signifikan mengurangi skor parestesia polineuropati

diabetik pada 24 minggu.

N-methyl D-aspartate receptor antagonist.

Dua antagonis reseptor NDMA, dekstrometrofan dan mematine telah diuji pada polineuropati

diabetik. Dekstrometrofan mempunyai efek penurunan polineuropati diabetik signifikan yang

tergantung pada dosis. Walaupun begitu inhibitor NMDA mempunyai efek samping termasuk

sedasi, mulut kering dan distres gastrointestinal.

Agen topikal

Capsaicin merupakan ekstrak dari capsicum. Capsaicin terikat pada reseptor TRPV1 dan

memakai substansi P pada saraf perifer untuk mendapatkan efek analgesiknya. Pada penelitian oleh

Capsaicin Study Group, 0.075 krim capsaicin dioleskan tiga kali sehari selama 6 minggu lebih

efektif dalam mengurangi polineuropati diabetik dibandingkan plasebo. Rasa terbakar merupakan

efek samping paling sering yang cenderung menurun jika terapi diteruskan. Efek terapeutik

RM.036.

Page 37: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

capsaicin dimulai mingguan setelah pemakaian krim. Baru-baru ini patch yang mengandung

capsaicin dosis tinggi menunjukkan efek menjanjikan dalam pengobatan nyeri diabetik.

Karena gangguan pembentukan NO menyebabkan penurunan aliran darah terlibat dalam

polineuropati diabetik, penelitian kecil menggunakan isosorbid dinitrat dilakukan. Pada 12 minggu

penelitian crossover, double-blind, placebo controlled dengan 22 pasien didapatkan semprotan

isosorbid dinitrat secara signifikan mengurangi polineuropati diabetik. Pasien dalam percobaan ini

melaporkan nyeri kepala ringan dan dibutuhkan penelitian lebih besar untuk mengevaluasi efek

potensial pengobatan ini dalam polineuropati diabetik.

Patch lidokain topikal 5% dilaporkan pada beberapa penelitian mengurangi nyeri polineuropati

diabetik. Pada penelitian open label hingga empat patch lidokain 5% diberikan hingga 18 jam/hari

dapat ditoleransi dengan baik pada pasien dengan nyeri diabetik polineuropati. Patch lidokain

secara signifikan memperbaiki nyeri dan angka kualitas hidup.

b. Neuropati diabetik otonom

Seperti didiskusikan sebelumnya, langkah pertama dalam pengobatan semua bentuk neuropati

diabetik adalah kontrol glikemik. Gejala neuropati diabetik otonom mungkin bermanifestasi pada

berbagai organ sehingga pengobatan simptomatik ditujukan untuk organ dan sistem tubuh yang

terkena.

Hipotensi ortostatik sangat sulit untuk untuk ditatalaksana karena tekanan darah berdiri akan

meningkat tanpa menyebabkan hipertensi ketika pasien berbaring. Pilihan pengobatan hipotensi

ortostatik dicantumkan pada tabel 2 di bawah.

Pengobatan non-farmakologis merupakan pendekatan awal. Untuk meningkatkan venous return

kaos kaki suportif harus digunakan selama seharian dan dilepaskan saat tidur. Pasien juga dinasehati

untuk menghindari mandi air panas, bangkit dari tidur atau berdiri dengan lambat dan tidur dengan

kepala ditinggikan.

Mineralikortikoid seperti fludrokortison bersama dengan suplemen garam meningkatkan

volume plasma tetapi tidak efektif karena meningkatkan resiko gagal jantung kongestif dan

hipertensi. Agonis adrenergik campuran seperti efedrin, agonis adrenergik α-1 seperti midodrine

dan agonis adrenergik α-2 yaitu clonidine ditemukan efektif pada beberapa pasien tetapi penting

untuk memulai dengan dosis rendah dan titrasi untuk meminimalkan berbagai macam gejala

berhubungan dengan penggunaannya. Analog somastostatin yaitu octreotide membantu pasien yang

mengalami hipotensi ortostatik refrakter setelah makan. Gejala gastrointestinal juga menyertai

RM.037.

Page 38: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

neuropati otonom diabetik, diantaranya adalah gastroparesis. Gastroparesis harus dipertimbangkan

pada pasien dengan kontrol glukosa yang tidak pasti.

Kontrol glukosa darah yang baik penting dalam memperbaiki fungsi motorik lambung. Makan

dengan porsi kecil dan sering direkomendasikan, penderita harus membatasi makanan berlemak dan

menghindari diet serat berlebihan. Jejunostomi dapat dilakukan pada kasus gastroparesis yang berat,

agar perut “beristirahat” hingga fungsinya membaik

Diare diabetik juga sering ditemukan yang bersifat intermiten. Langkah pertama dalam

mengobati diare diabetik adalah menyingkirkan penyebab penyerta yang dapat diobati. Diare

diakibatkan oleh obat (terapi metformin atau acarbose) dan intoleransi laktose harus

dipertimbangkan.Terapi Farmakologis Neuropati Otonom Diabetik

Obat Golongan Dosis Efek Samping

HIPOTENSI ORTOSTATIK

9α Fluorohydrocortisone

Mineralocorticoid 0.5-2 mg/hari Gagal jantung kongestif,hipertensi

Clonidine α2-Adrenergic agonist 0.1-0.5 mg (malam) Hipotensi, sedasi, mulut kering

Octreotide Analog Somatostatin 0.1-0.5 μg/kg/hari Nyeri tempat suntikan, diare

GASTROPARESIS

Metoclopromide D2-Receptor antagonist 10 mg 30-60 mnt sebelum makan dan tidur

Galactorrhea, extrapiramidal

Domperidon D2-Receptor antagonist 10-20 mg 30-60 menit sblm makan dan tidur

Galactorrhea

Erythromycin Motilin receptor agonist 250 mg 30 menit sebelum makan

Kram perut, mual, diare, rash

Levosulfide D2-Receptor antagonist 25 mg tid Galactorrhea

DIARE DIABETIK

Metranidazole Antibiotik spektrum luas 250 mg tid, minimal 3 minggu

Hipotensi ortostatik

Clonidine α2-Adrenergic agonist 0.1 mg bid atau tid Megakolon toksik

Cholestyramine Bile acid sequestrant 4 γ 1-6 kali/hari Malabsorpsi nutrien (dosis tinggi)

Loperamide Opiate-receptor agonists 2 mg qid  

Octreotide Analog somatostatin 50 μg tid  

CYSTOPATHY

Bethanechol Acetylcholine receptor 10 mg, 4 kali/hari  

RM.038.

Page 39: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

Obat Golongan Dosis Efek Samping

agonist

Doxazosin α1-Adrenergic antagonist 1-2 mg, 2-3 kali/hari Hipotensi, sakit kepala, palpitasi

DISFUNGSI EREKSI

Sildenafil GMP type-5 phosphodiesterase inhibitor

50 mg sebelum aktivitas seksual, sekali sehari

Hipotensi dan kejadian kardiak fatal, sakit kepala, flushing, kongesti hidung, dispepsia, nyeri otot, pandangan kabur.

Pengobatan harus dimulai dengan kontrol glikemik yang baik. Antibiotika spektrum luas seperti

metronidazol dapat digunakan untuk mengobati diare yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri

yang berlebihan. Klonidine memperbaiki diare dengan menekan aktivitas berlebihan adrenergik.

Kolestiramin digunakan untuk mengikat garam empedu jika uji nafas hidrogen normal dan pasien

gagal diobati dengan antiobiotika. Loperamide dapat digunakan untuk mengurangi jumlah feses

tetapi harus digunakan dengan hati-hati karena resiko megakolon toksik. Diare yang resisten

terhadap pendekatan di atas mungkin respon terhadap octreotide.

Pengobatan kandung kemih neurogenik harus dimulai dengan berkemih terjadwal, kadang

bersamaan dengan tekanan manual pada kandung kemih untuk memulai urinasi (Crede’ manuver).

Agen parasimpatomimetik, bethanecol (10 mg,QID) dapat membantu dan relaksasi sfingter

didapatkan juga dengan antagonis adrenergik α-1, doxazosin (1-2 mg, BID atau TID). Kateterisasi

sangat berguna dan dapat mengurangi resiko infeksi saluran kemih. Biasanya kateterisasi kronis

atau pembedahan transuretral leher kandung kemih mungkin diperlukan.

Disfungsi ereksi merupakan gejala awal diabetes dan petanda berkembangnya penyakit vaskuler

generalisata. Pengobatan disfungsi ereksi harus dimulai dengan optimalisasi kontrol glukosa dan

mengurangi alkohol serta tembakau. Fosfodiesterase inhibitor saat ini sudah tersedia dengan

farmakokinetik dan profil efek samping aman dalam mengobati disfungsi ereksi. Sildenafil (50 mg,

60 menit sebelum aktivitas seksual) atau tadalafil (5 hingga 20 mg, 60 menit sebelum aktivitas

seksual) efektif dalam mengobati disfungsi ereksi. Pengobatan dikontraindikasikan pada pasien

yang mendapat nitrogliserin atau obat yang mengandung nitrat. Injeksi prostasiklin ke dalam corpus

kavernosum dan prostesa implan penis juga sudah tersedia.

3. Terapi kausal

RM.039.

Page 40: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

Terapi yang dibahas sebelumnya terbukti dapat mencegah atau memperlambat neuropati

diabetik (kontrol glikemia) atau menghilangkan efeknya (terapi simptomatik). Seperti telah

diketahui pendekatan yang terbukti dalam mengobati penyebab neuropati diabetik adalah kontrol

glikemik, farmakologis dan neutraceutical yang bertujuan menekan patogenesis neuropati diabetik

seperti dibahas berikut ini. Terapi potensial ini berusaha untuk mengurangi penyimpangan biokimia

yang menginduksi kerusakan saraf.

Inhibitor aldose reduktase

Inhibitor aldose reduktase telah lama menjadi target utama dalam pengobatan neuropati diabetik

akibat keberhasilannya dalam mengurangi pembentukan katarak dikarenakan stres osmotik akibat

akumulasi poliol pada lensa diabetik. Lebih jauh inhibitor aldose reduktase berhasil dalam

pencegahan dan menekan kerusakan saraf pada model hewan pengerat. Sejumlah inhibitor aldose

reduktase telah memasuki pasaran, kebanyakan terapi ini secara efektif menurunkan kadar poliol

saraf, tetapi hasilnya tidak selalu diterjemahkan sebagai perbaikan gejala neuropati diabetik.

- Sorbinil

Sorbinil merupakan prototip inhibitor aldose reduktase dikembangkan pada tahun 1981 dalam

pengobatan neuropati diabetik. Walaupun berhasil menurunkan dan mencegah defisit NCV pada

model hewan pengerat, sorbinil gagal menunjukkan keberhasilan pada manusia. Bagaimanapun

sorbinil berhasil membuka jalan untuk terapi inhibitor aldose reduktase di masa depan.

- Ponalrestat

Ponalrestat merupakan asam karbosilat yang secara efektif menurunkan kadar sorbitol saraf in

vitro dan pada tikus, tetapi gagal terbukti pada saraf diabetik manusia. Ponalrestat terikat pada

99% plasma protein (peningkatan 10 kali lipat pada tikus) dan kebanyakan asam yang tidak

terikat diionisasi pada pH seluler. Ion ini lambat menyeberangi membran plasma sehingga

menghilangkan efektivitas ponalrestat.

- Zopolrestat

Zopolrestat merupakan analog asam karbosilat ponalrestat yang tergantung pada dosis dalam

menurunkan sorbitol saraf tikus diabetik dan kadar fruktosa. Pada penelitian manusia, zopolrestat

kadar rendah (250-500 mg) menurunkan kadar saraf sorbitol, tetapi tidak mempunyai efek

terhadap kadar fruktosa atau pengurangan gejala dan menunjukkan sedikit perbaikan NCV.

Zopolrestat kadar tinggi (1000 mg) secara signifikan lebih efektif meningkatkan NCV tetapi

berhubungan dengan insiden kenaikan enzim liver lebih tinggi.

- Zenarestat

RM.040.

Page 41: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

Zenarestat merupakan inhibitor aldose reduktase yang bersifat asam karbosilat juga menunjukkan

ketergantungan dosis untuk perbaikan kecepatan hantar saraf. Perkembangannya dihentikan

akibat insiden tinggi peningkatan kadar kreatinin serum.

- As-3201

AS-3201 atau ranirestat merupakan spirosuccinimide yang ditemukan pada tahun 1998.

Percobaan fase 2 menjanjikan dan menunjukkan sedikit efek samping serta perbaikan defisit

kecepatan hantar saraf dan gejala neuropati diabetik.Tetapi kesimpulan fase 3 belum didapatkan

karena penelitian masih berlangsung. Pengembangan AS 3201 masih berlanjut, peneliti berharap

bahwa penelitian lanjutan dan peningkatan dosis ranirestat akan terbukti efek untuk pengobatan

neuropati diabetik di masa depan

- Epalrestat

Pada tahun 1992 epalrestat memasuki pasaran Jepang sebagai asam karbosilat inhibitor aldose

reduktase dengan efek samping minimum tetapi tanpa bukti nyata efikasi yang dilatarbelakangi

penelitian randomized, double blind placebo-controlled. Dari tahun 1997-2003 penelitian di atas

akhirnya dilakukan dan pada peningkatan dosis (150 mg), epalrestat menghambat kerusakan saraf

dan mengurangi banyak gejala neuropati diabetik seperti kesemutan dan kram anggota tubuh.

Epalrestat sekarang merupakan terapi standar untuk neuropati diabetik di Jepang.

Myo-inositol

Myo-inositol secara alamiah merupakan messenger sekunder yang terlibat dalam fungsi saraf.

Deplesi myo-inositol berhubungan dengan penurunan fungsi Na-K-ATPase dan penurunan

kecepatan hantar saraf dan terlibat dalam tahap awal patologi neuropati diabetik. Bukti

menunjukkan bahwa suplemen myo-inositol mungkin memperlambat progresi neuropati walaupun

penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menilai efikasinya.

b. Jalur hexosamine

Seperti disebutkan di atas, aktivasi jalur hexosamine menghasilkan UDPGlcNAc yang

memodulasi transcription factor dan menginduksi kerusakan neurovaskuler. Modulasi jalur

hexosamine dapat mengalihkan metabolisme glikolisis jauh dari jalur yang merusak berikutnya.

Aksi kerja terapi ini menawarkan kemungkinan untuk menganggu jalur kelainan metabolik.

Benfotiamine

Benfotiamine merupakan analog larut lemak tiamin atau vitamin B1 yang mengaktivasi

transketolase, yaitu enzim yang mengubah fruktosa-6 fosfat menjadi pentosa-5 fosfat. Penurunan

input fruktosa 6-fosfat menurunkan fluks melalui jalur hexosamine (sama seperti fluks melalui jalur

RM.041.

Page 42: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

advanced glycation end product (AGE) dan diasilgliserol (DAG)-protein kinase C (PKC)).

Peningkatan fluks jauh dari jalur hexosamine dan masuk ke dalam jalur pentosa 5-fosfat

memberikan suatu keuntungan tambahan yaitu peningkatan kapasitas redoks. Salah satu produk

jalur pentosa fosfat adalah NADPH, reaktan utama dalam pembentukan glutation antioksidan.

Karena NADPH terdeplesi pada jalur poliol, benfotiamine memegang kemungkinan spekulatif

hilangnya efek jalur ini. Benfotiamine berhasil menghambat jalur-jalur ini dan mencegah retinopati

diabetik pada model hewan. Pada manusia, benfotiamine menunjukkan perbaikan nyeri akibat

neuropati diabetik dan perbaikan kecepatan hantar. Benfotiamin saat ini tersedia sebagai suplemen

makanan di Amerika Serikat.

c. Jalur protein kinase C

Ruboxistaurin

Ruboxistaurin merupakan inhibitor kompetitif PKC-β yang secara efektif menangani banyak

komplikasi diabetes dalam uji klinis. Terapi ini umumnya berhasil dalam mengurangi progresi

retinopati diabetik, vasodilatasi endotel pada nefropati. Tetapi efek percobaan ruboxistaurin

terhadap neuropati diabetik tidak menunjukkan perbaikan pada neuropati diabetik. Ruboxistaurin

saat ini belum disetujui oleh FDA untuk digunakan.

d. Advanced glycation endproducts–reseptor advanced glycation endproducts–jalur RAGE

Jelas sekali bahwa kontrol glikemik merupakan terapi utama dalam menurunkan pembentukan

AGE. Pencegahan aktivasi RAGE merupakan alternatif terapeutik paling penting dalam neuropati

diabetik. Dua pendekatan paling mudah adalah mencegah pembentukan AGE atau memblok

RAGE. Di bawah ini akan dijelaskan beberapa terapi yang telah dinilai untuk kemampuan

menurunkan aktivitas aksis RAGE pada neuropati diabetik.

Aspirin

Seperti dijelaskan sebelumnya, aspirin (asam asetilsalisilat-NSAID) banyak digunakan

walaupun penggunaan jangka panjang pada pasien diabetik harus dipertimbangkan karena

kemungkinan efek samping gastrointestinal. Pada pasien diabetik dengan dosis tinggi aspirin,

insiden retinopati menurun dibandingkan dengan yang tidak mendapatkan aspirin, hal ini

menunjukkan bahwa aspirin mempunyai efek perlindungan terhadap glikasi. Aspirin mengurangi

glikasi secara potensial melalui asetilasi grup amino pada in vitro dan hewan percobaan.

Kemungkinan lain aspirin tidak secara langsung menganggu glikasi tetapi menghambat glikosidasi

dan pembentukan cross-link AGE. Selain efek analgesik aspirin, penelitian-penelitian

RM.042.

Page 43: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

mengindikasikan penurunan resiko kejadian kardiovaskuler pada pasien diabetik dengan dosis

rendah aspirin.

Aminoguanidine

Aminoguanidine (juga disebut pimagedine) merupakan senyawa nukleofilik hidrazine dan obat

potensial anti-glikasi. Awalnya dipikirkan bahwa aminoguanidine mencegah pembentukan AGE

melalui blok kelompok karbonil pada produk Amadori walaupun saat ini dikenal bereaksi dengan

kelompok karbonil dari reduksi gula atau 3-DG. Aminoguanidine mengurangi nefropati, retinopati

dan neuropati pada beberapa penelitian hewan diabetik. Penelitian pendahuluan pada pasien

diabetik menunjukkan bahwa terapi aminoguanidine selama 28 hari mengurangi hemoglobin-

berasal dari AGEs (Hb-AGE) tetapi tidak menganggu kadar produk Amadori. Selain hasil yang

menjanjikan pada awalnya, aminoguanidine tidak dapat digunakan untuk tujuan terapeutik. Tetapi

penelitian terhadap senyawa seperti aminoguanidine memberikan bukti keterlibatan AGE dalam

patogenesis komplikasi diabetik.

Phenacylthiazolium bromida

Senyawa dari pembelahan cross-link AGE telah dijelaskan, membuka kemungkinan pembalikan

komplikasi diabetik. Senyawa tersebut termasuk N-phenacylthiazolium bromide (PTB) yang dapat

membelah cross-link melalui mekanisme yang masih belum jelas. PTB telah digunakan membelah

cross-link AGE antara albumin dan kolagen in vitro dan penelitian terbaru pada tikus diabetik juga

menunjukkan bahwa PTB dapat mencegah atau membalik akumulasi AGE pada pembuluh darah.

Tetapi penelitian lain menemukan bahwa PTB dapat mengurangi model cross-link AGE in vitro

walaupun tidak mengurangi pembentukan cross-link AGE in vivo. Apakah pemecahan cross-link

AGE berguna in vivo akan juga tergantung pada toksisitas jangka panjangnya. Akibat alamiah PTB

yang tidak stabil, analog seperti alagebrium klorida, juga dikenal sebagai ALT-711 telah

dikembangkan. Senyawa ini mempunyai efek renoproteksi pada tikus diabetik. Penelitian pasien

saat ini menemukan bahwa ALT-17 ditoleransi baik dan didapatkan perbaikan signifikan vaskuler

pada manula melalui penurunan tekanan darah dan peningkatan elastisitas vaskuler. Efek terhadap

komplikasi diabetes lainnya termasuk neuropati belum diketahui

Blok terhadap Advanced Glycation Endproducts Receptor (RAGE).

Diketahui ada senyawa yang mampu memblok interaksi antara AGE dan RAGE. RAGE dapat

diblok dengan penggunaan soluble RAGE (sRAGE) yang merupakan ekstraseluler ligan-binding

domain RAGE atau oleh penggunaan antibodi yang mampu bereaksi dengan RAGE. Penelitian oleh

Schmidt dan kawan-kawan telah melakukan berbagai penelitian pada model tikus diabetik

RM.043.

Page 44: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

menggunakan tikus knockout RAGE dan tikus yang diobati dengan sRAGE atau anti-RAGE.

Mereka mendapatkan sRAGE topikal memperbaiki penyembuhan luka, sRAGE menurunkan

aterosklerosis pada tikus ApoE knockout. Blokade RAGE mencegah tahap akhir diabetogenesis

pada tikus diabetik non-obese dan mencegah defisit sensoris.

e. Inhibitor poly(ADP-ribose) polimerase

PARP memperantarai disfungsi neuronal dan inflamasi sehingga inhibisi PARP memberikan

efek potensial dalam perbaikan dua jalur yang menyimpang pada neuropati diabetik. Inhibitor

PARP seperti 1,5 isoquinolinediol dan 3-aminobenzamide berhasil memperbaiki disfungsi neuronal

akibat PARP pada tikus diabetik. Selain itu, nikotinamide (vitamin B3) menunjukkan bekerja

sebagai inhibitor PARP dan antioksidan pada hewan pengerat dalam memperbaiki neuropati perifer

diabetik dini. Nikotinamide merupakan terapeutik potensial karena efek samping dan toksisitasnya

yang terbatas.

f. Antioksidan

Pendekatan terapeutik paling logis adalah mencegah stres oksidatif melalui pemberian

antioksidan. Perlawanan antioksidan berasal dari enzim antioksidan yang mengkatalisasi pelepasan

molekul antioksidan ROS dengan mencegah oksidasi molekul lainnya, biasanya karena antioksidan

ini telah mengoksidasi molekul yang mengikat transisi ion metal sehingga tidak mampu

mengkatalisasi pembentukan ROS pada sel.

Vitamin E

Vitamin E merupakan senyawa larut lemak yang ada dalam 8 isoform dengan berbagai aktivitas

biologis. Kadar vitamin E darah dapat menurun pada stres oksidatif yang memanjang dan individu

yang tidak dapat mengabsorbsi lemak makanan, diet rendah lemak atau defisiensi zinc. α-

tocopherol merupakan isoform paling aktif dan merupakan suplemen makanan yang paling banyak

didapatkan. Senyawa ini banyak diuji karena kemampuannya pada penyakit kronis yang melibatkan

stres oksidatif termasuk kanker dan komplikasi diabetes. Beberapa penelitian kecil mengindikasikan

bahwa intake tinggi vitamin E menurunkan insiden kanker tertentu tetapi penelitian yang besar

tidak mendukung penemuan ini. Selain aksi antioksidan poten, vitamin E dapat meningkatkan

sistem imun, perbaikan DNA dan metabolisme.

α-lipoic acid

Alpha lipoic acid disebut juga thioctic acid merupakan antioksidan yang tersedia dalam

pengobatan neuropati diabetik. Obat ini merupakan scavanger ROS, meregenerasi antioksidan

lainnya dan mengikat ion metal. Beberapa penelitian uji klinis teracak menunjukkan bahwa

RM.044.

Page 45: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

pemberian infus intravena α-lipoic acid (600 mg setiap hari, 5 hari/minggu selama 3 minggu) secara

signifikan memperbaiki gejala sensoris neuropati diabetik atau Neuropathic Impairment Score.

Pada penelitian kecil lainnya mengenai α-lipoic acid oral (800 mg, QD) kecenderungan perbaikan

dalam pengukuran neuropati otonom kardiak dilaporkan. Pada penelitian open-label terbaru dengan

pemberian intravena selama 10 hari diikuti pemberian oral selama 50 hari, α-lipoic acid didapatkan

memperbaiki beberapa manifestasi neuropati otonom. Hasil penelitian Neurological Assessment of

Thioctic Acid in Neuropathy (NATHAN) I menyimpulkan bahwa α-lipoic acid dapat ditoleransi

dalam jangka panjang dengan memperbaiki beberapa defisit dan gejala neurologis tetapi tidak

memperbaiki konduksi saraf pada neuropati diabetik ringan dan sedang.

g. Terapi target penyakit vaskuler- Angiotensin receptor blocker dan angiotensin-converting

enzyme inhibitors.

Beberapa obat banyak digunakan dalam kontrol tekanan darah, penyakit kardivaskuler dan

nefropati pada DM tipe 2. Terapi first line keadaan di atas adalah angiotensin-converting enzim

inhibitor atau angiotensin receptor blocker. Secara spesifik, pencegahan penyakit kardiovaskuler

adalah mencegah komplikasi makrovaskuler dan mikrovaskuler. Pada penelitian eksperimental

enalapril menurunkan defisit neurologis termasuk aliran darah dan kecepatan konduksi saraf

motorik. Perindropril mencegah kehilangan photo-receptor, sebuah indikator neuropati. Pada uji

klinis kecil, trandolapril memberikan perbaikan signifikan pada neuropati perifer. Pasien neuropati

otonom diabetik jangka panjang mengalami perbaikan dengan pemberian quinapril dan atau

losartan.

h. Faktor neurotrofik

Kerusakan sistem saraf perifer pada diabetes merupakan akibat hiperglikemia dan hilangnya

dukungan neurotrofik yang secara normal dilakukan oleh insulin. Hipotesis ini didukung oleh

laporan kadar ekspresi abnormal growth factor pada diabetes. Eksplorasi terhadap penggunaan

nerve growth factors, insulin, insulin like-growth factors dan faktor neurotrofik lainnya dilakukan

dalam pengobatan neuropati diabetik.

Reseptor insulin ditemukan dalam sel Schwann, perisit, sel endotel dan neuron khususnya

neuron sensoris. Pemberian insulin pada spinal cord tikus streptozocin memperbaiki kondisi

pengukuran kecepatan hantar saraf dan pemberian dosis rendah sistemik mampu menurunkan tanda

distres mitokondria dalam neuron sensoris.

Insulin-like growth factors (IGFs) I dan II memiliki efek yang besar terhadap perkembangan

sistem saraf dan kelangsungan hidupnya, diperantarai melalui aktivasi reseptor IGF-I (IGF-IR). IGF

RM.045.

Page 46: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

dan IGF-IR diekspresikan selama perkembangan dan sistem saraf dewasa. IGF dilaporkan menurun

pada beberapa model hewan diabetes walaupun mungkin bervariasi dan tergantung pada model, tipe

diabetes dan jaringan yang diamati. Sejumlah penelitian preklinis pada tikus diabetik menyatakan

terapi IGF sistemik atau intratekal dapat memperbaiki neuropati.

Sistem neurotrofin penting dalam perkembangan dan pemeliharaan sistem saraf tepi dan saraf

pusat termasuk nerve growth factor (NGF), brain derived neurotrophic factor (BDNF) dan

neurotrophins (NT) 3-6. NGF tidak diperlukan untuk kelangsungan hidup neuron sensoris pada

saraf tepi dewasa tetapi NGF mengatur pertumbuhan akson dan fenotip saraf sensoris. Penelitian

preklinis NGF pada tikus diabetik menunjukksn perbaikan dalam outcome sinyal sistem NGF.

Penelitian klinis belum mencapai fase 3 tetapi didapatkan bahwa molekul aktivator kecil trkA

berpotensi dalam pendekatan alternatif.

BDNF diekspresikan pada neuron perifer dan otot, reseptornya trkB, ditemukan pada neuron

motorik dan beberapa saraf sensoris. Transpor retrograde endogen BNDF pada sel tubuh neuron

terganggu pada tikus diabetik, hal ini menyatakan ada masalah dengan suplai lokal BDNF pada

terminal saraf perifer. BDNF eksogen bersifat protektif terhadap serabut besar sensoris bermielin

pada tikus STZ tetapi tidak pada serabut kecil yang konsisten dengan distribusi ekspresi trkB.

Penelitian klinis terapi eksogen NT-3 pada tikus diabetik memiliki hasil bervariasi. Satu

penelitian menemukan perbaikan dalam serabut besar sensoris tetapi tidak pada serabut motorik.

Penelitian lain menemukan efek terhadap serabut besar sensoris dan motorik. NT-3 intratekal

meningkatkan serabut bermielin pada kulit tikus diabetik tetapi tanpa perbaikan fungsi.

Ciliary derived neurotrophic factor (CNTF) merupakan sitokin dengan sejumlah kegunaan

neurotrofik. CNTF hanya diekspresikan dalam sel Schwann sistem saraf perifer dan kadar CNTF

berkurang pada tikus diabetik. Defisiensi ini dapat diperbaiki oleh terapi inhibitor aldose reduktase.

CNTF eksogen sendiri mempunyai keuntungan terapeutik dalam tikus diabetik seiring dengan

peningkatan kemampuan regeneratif. Penggunaan CNTF mempunyai efek sistemik terutama pada

otot.

4. Terapi Non-Farmakologis pada Nyeri Neuropati Diabetik

Karena tidak ada farmakoterapi yang memuaskan dalam terapi nyeri diabetik, plihan

pengobatan non-farmakologis harus dipertimbangkan. Pembahasan sistematik terbaru menilai bukti

uji klinis yang nyata dan meta-analisis terapi komplementer dan alternatif dalam pengobatan nyeri

neuropati dan neuralgia. Pengobatan komplementer dan alternatif diidentifikasi sebagai akupuntur,

elektrostimulasi, obat herbal, magnet, suplemen makanan dan penyembuhan spritual.

RM.046.

Page 47: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

a. Dukungan psikologik

Komponen psikologik terhadap nyeri tidak boleh diremehkan. Oleh sebab itu penjelasan bahwa

nyeri yang berat juga dapat berkurang harus diberikan terutama pada pasien dengan nyeri neuropati

akut yang tidak terkontrol. Jadi pendekatan empati terhadap kecemasan penderita dengan nyeri

neuropati penting untuk keberhasilan terapinya.

b. Akupuntur

Pada penelitian 10 minggu tidak terkontrol pada pasien diabetes dengan terapi strandar, 77%

menunjukkan kurangnya nyeri secara signifikan setelah akupuntur tradisional Cina selama 6 sesi

tanpa adanya efek samping. Pada periode follow-up 18-52 minggu, 67% berhasil mengurangi atau

menghentikan pengobatan medisnya dan hanya 24% yang memerlukan pengobatan lanjutan.

c. Stimulasi elektrik

Transcutaneus electrical nerve stimulation (TENS)

Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation mempengaruhi transmisi neuronal aferen dan

kecepatan konduksi, peningkatan ambang refleks fleksi nosiseptif dan pengubahan potensial awal

somatosensoris. Pada penelitian 4 minggu TENS terhadap tungkai bawah, selama 30 menit sehari,

hilangnya rasa nyeri tercatat pada 83% pasien dibandingkan dengan 38% yang diobati secara pura-

pura. Pada pasien yang awalnya respon terhadap amitriptilin, berkurangnya rasa nyeri secara

signifikan lebih besar bila diikuti dengan TENS selama 12 minggu. Jadi TENS dapat digunakan

sebagai modalitas tambahan yang dikombinasikan dengan farmakoterapi untuk memperkuat

hilangnya rasa nyeri.

Mid-frequency external muscle stimulation

Satu penelitian randomized controlled menunjukkan dampak lebih baik mid-frequency external

muscle stimulation dibandingkan TENS terhadap gejala neuropati setelah 1 minggu tetapi penelitian

yang lebih panjang belum ada.

Frequency-modulated electromagnetic nerve stimulation

Frequency-modulated electromagnetic nerve stimulation yang dilakukan sebanyak 10 sesi lebih

dari 3 minggu menyebabkan berkurangnya nyeri secara signifikan dibandingkan stimulasi plasebo.

Penelitian multisenter skala besar saat ini sedang berlangsung.

Electrical spinal cord stimulation

Secara umum disetujui bahwa electrical spinal cord stimulation (ESCS) efektif dalam

pembentukan nyeri neurogenik. Percobaan mengindikasikan bahwa stimulasi elektrik diikuti oleh

penurunan asam amino glutamat dan aspartat pada tanduk dorsal. Efek ini diperantarai oleh

RM.047.

Page 48: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

mekanisme GABAergik. Pada nyeri neuropati diabetik yang tidak respon terhadap obat, ESCS

dengan elektrode yang diimplan antara T9 dan T11 menyebabkan pengurangan rasa nyeri sebesar >

50% 8 dari 10 pasien. Selain itu toleransi latihan akan mengalami perbaikan secara signifikan juga.

Komplikasi ESCS termasuk infeksi kuman superfisial pada dua pasien, migrasi lead memerlukan

reinsersi pada dua pasien dan late failure setelah 4 bulan pada pasien yang sebelumnya pernah

mendapat terapi penghilang rasa nyeri. Pilihan terapi invasif ini dilakukan jika pasien tidak respon

terhadap obat yang diberikan.

Energi infrared monokromatik

Energi infrared monokromatik menunjukkan berkurangnya gejala dan tanda neuropati pada

penelitian tidak terkontrol pasien diabetes. Kebalikannya dua penelitian terkontrol menunjukkan

bahwa energi infrared monokromatik tidak lebih efektif dibandingkan plasebo pada pasien

polineuropati diabetik, hal tersebut menekankan perlunya penelitian terkontrol untuk mendapatkan

keputusan pengobatan evidence-based

d. Dekompresi bedah

Dekompresi bedah pada lokasi anatomis yang mengalami penyempitan merupakan pengobatan

altenatif untuk pasien dengan polineuropati diabetik simptomatis. Literatur mengatakan bahwa

hanya penelitian Kelas IV yang menekankan kegunaan pendekatan terapeutik ini. Berdasarkan bukti

yang ada, pengobatan alternatif ini dianggap belum terbukti. Prospective randomized controlled

trial dengan definisi standar dan pengukuran outcome perlu untuk menentukan nilai dari intervensi

terapeutik ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Subekti I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV. Jakarta : Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia; 2006.h.1902-4

2. Sunaryo.M. Polineuropati Diabetika. Diunduh dari

http://eprints.undip.ac.id/30687/3/Bab_2.pdf, 24 Desember 2014

3. National Diabetes Information Clearinghouse. Diabetic Neuropathies: The Nerve Damage of

Diabetes. Diunduh dari http://diabetes.niddk.nih.gov/dm/pubs/neuropathies/neuropathies.pdf,

24 Desember 2014

4. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Konsensus Nasional 1 Diagnostik dan

Penatalaksanaan Nyeri Neuropatik. Surabaya : Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair;

2011.h.33-6

RM.048.

Page 49: preskas saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT SARAFNO.RM :00323990

5. Wibowo S, Gofir A. Farmakoterapi dalam Neurologi. Jakarta : Penerbit Salemba Medika;

2001.h.145-7

6. Adams and Victors. Principles of Neurology. United States of America : Palatino; 2009.p.1277-

9,1319

7. Sidharta P. Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi. Jakarta : Dian Rakyat; 2010.h.121-2

8. Gunawan SG, Setiabudy R. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : FKUI; 2006.h.172-4,

230-3

Diperiksa dan disahkan oleh:

Dokter Pembimbing, Co-Assisten,

(dr. Murgyanto, Sp.S) (Wiki Lestari, S.Ked)

RM.049.