preskas kolestasis
DESCRIPTION
kolestasisTRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS
“KOLESTASIS”
Oleh:
Bening Putri Ramadhani Usman
1110103000084
Pembimbing:
dr. Dedy Rahmat, SpA
MODUL KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK DAN REMAJA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis sampaikan kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat, kasih sayang, kenikmatan dan kemudahan yang begitu besar sehingga
dapat terselesaikannya makalah presentasi kasus ini dengan judul “KOLESTASIS”.
Penulisan makalah presentasi kasus ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi salah satu
tugas kepaniteraan bagian Ilmu Kesehatan Anak di RSUP Fatmawati.
Penulis menyadari dengan adanya bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak
sehingga makalah presentasi kasus ini dapat terselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada dr.Dedy Rahmat, SpA selaku pembimbing yang telah
membantu dan memberikan bimbingan dalam penyusunan makalah presentasi kasus ini, dan
kepada semua pihak yang turut serta membantu penyusunan makalah presentasi kasus ini.
Akhir kata dengan segala kekurangan yang penulis miliki, segala saran dan kritik
yang bersifat membangun akan penulis terima untuk perbaikan selanjutnya. Semoga makalah
presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang mempergunakannya terutama
untuk proses kemajuan pendidikan selanjutnya.
Jakarta, 21 November 2014
Penulis
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
A. Pasien
No rekam medis : 01312987
Nama : An. MMS
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 06 Agustus 2014
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Jl. Waspada I RT 014/05 Lenteng Agung,
Jagakarsa, Jakarta Selatan
B. Orang Tua Pasien
Ayah Ibu
Nama : Tn. B Ny. M
Umur : 33 tahun 35 tahun
Agama : Islam Islam
Perkawinan : Pertama Pertama
Pendidikan : SD SD
Pekerjaan : Supir Ibu Rumah Tangga
Penyakit : Darah tinggi (-) Darah tinggi (-)
Kencing manis (-) Kencing manis (-)
Alergi (-) Alergi (-)
Asma (-) Asma (-)
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada tanggal 15 November 2014 pukul 10.00 WIB secara
alloanamnesis dengan ibu pasien.
A. Keluhan Utama
Mata dan seluruh tubuh tampak kuning sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit.
B. Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan mata dan seluruh tubuh kuning sejak 3 minggu
sebelum masuk rumah sakit. Pada awalnya ibu pasien tidak menyadari bahwa
anaknya kuning, namun semakin hari terlihat semakin jelas sehingga pasien dibawa
ke puskesmas, kemudian dirujuk ke RSUP Fatmawati. Keluhan kuning muncul
bersamaan dengan demam yang hilang timbul. Munculnya demam tidak dipengaruhi
oleh waktu dan aktivitas tertentu. Ibu pasien tidak pernah mengukur suhu pasien
ketika demam. Saat dibawa ke rumah sakit, pasien sudah tidak dalam keadaan
demam. Pasien juga sering muntah setelah diberi ASI. Perut pasien tampak lebih
buncit dan keras dari biasanya. Buang air besar normal, satu hingga dua kali sehari,
konsistensi lunak, warna kuning kecokelatan. Buang air kecil normal, warna kuning
jernih. Sejak sakit pasien menjadi lebih rewel, namun masih bisa tertidur. Batuk dan
pilek disangkal. Kejang disangkal. Pasien belum mengkonsumsi obat apapun sebelum
masuk rumah sakit.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya pasien pernah mengalami kuning sejak lahir. Saat itu buang air
besar berwarna coklat dan buang air kecil berwarna kuning jernih. Kemudian pasien
menjalani terapi sinar di rumah sakit, lalu pasien sudah tidak tampak kuning. Ibu
pasien tidak ingat pada hari ke berapa bayinya mulai kuning dan dirawat selama
berapa hari di rumah sakit. Riwayat kuning kembali setelah itu disangkal, dan baru
muncul kembali saat ini. Riwayat alergi obat disangkal.
D. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Pasien merupakan anak ke lima. Ibu pasien hamil pada usia 34 tahun. Selama
hamil, ibu pasien rutin kontrol setiap bulan ke puskesmas. Sejak usia kehamilan tujuh
bulan, ibu pasien sering mengalami sesak nafas karena asma, kemudian rutin
menggunakan obat semprot. Kemudian ibu pasien juga sempat mengalami flek-flek
perdarahan, dan diketahui bahwa ia mengalami plasenta previa. Riwayat demam selama
hamil disangkal.
Pasien dilahirkan prematur secara sectio caesarea di RSUP Fatmawati pada usia
kehamilan 35 minggu. Berat lahir 2100 gram, panjang lahir 42 cm. Ibu pasien tidak
ingat lingkar kepala pasien saat lahir. Saat dilahirkan, pasien langsung menangis kuat
dan dalam keadaan sehat. Tidak didapatkan adanya kelainan bawaan.
E. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Saat ini pasien sudah dapat mengangkat kepala bila ditidurkan secara tengkurap.
Pasien belum bisa miring-miring maupun tengkurap sendiri.
F. Riwayat Imunisasi
Pasien sudah mendapatkan imunisasi BCG, Hepatitis B dua kali, Polio dua kali,
dan DPT dua kali.
G. Riwayat Nutrisi
Sejak lahir hingga saat ini pasien mendapatkan ASI eksklusif.
H. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang diketahui pernah mengalami sakit kuning.
Riwayat gangguan hati pada keluarga disangkal.
I. Riwayat Perumahan dan Sanitasi Lingkungan
Keluarga pasien tinggal dirumah sendiri didaerah perumahan padat penduduk.
Ventilasi rumah dan pencahayaan sinar matahari terasa cukup. Kebersihan di rumah
selalu dijaga. Lingkungan sekitar rumah bersih dan sanitasi baik.
III. PEMERIKSAAN FISIK
III.1 Pemeriksaan fisik pada tanggal 07 November 2014 pukul 11.15 di IGD
RS.Fatmawati.
(Berdasarkan rekam medis)
Keadaan umum : Bayi aktif, menangis kuat.
Kesadaran : Compos mentis
Berat badan : 5000 gram
Panjang badan : 51 cm
Lingkar kepala : 38 cm
Tanda vital:
HR : 120 kali/menit
RR : 30 kali/menit
Suhu : 37,3 °C
Kulit : ikterik (+), pucat (-), sianosis (-)
Kepala : normochepal, jejas (-)
Mata : konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik +/+
Telinga : normotia, sekret -/-
Hidung : deformitas (-)
Mulut : mukosa bibir lembab (+), sianosis (-)
Leher : KGB tidak teraba membesar
Toraks : bentuk dan gerak dada simetris saat statis dan
dinamis, retraksi (-)
Jantung : bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : suara nafas vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-
Abdomen : membuncit, hepar dan lien teraba 3 cm di bawah arcus
costae kanan, bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT <3 detik, edema -/-
III.2 Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 15 November 2014
pukul 10.00 WIB.
Keadaan umum : bayi tenang, respon (+), ikterik (+),
sianosis (-)
Kesadaran : compos mentis
Berat badan : 5000 gram
Panjang badan : 51 cm
Lingkar kepala : 38 cm
Tanda vital:
HR : 128 kali/menit
RR : 32 kali/menit
Suhu : 36,7 °C diukur di aksila dextra
Kulit : ikterik (+), pucat (-), sianosis (-)
Kepala : normochepal, ubun-ubun datar
Mata : konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik +/+, pupil bulat
isokor, refleks cahaya langsung +/+,
refleks cahaya tak langsung +/+
Telinga : normotia, sekret -/-
Hidung : deformitas (-), napas cuping hidung (-), sekret -/-
Mulut : bibir kering (-), mukosa bibir lembab (+),
sianosis (-)
Leher : KGB tidak teraba membesar
Jantung
Inspeksi : ictus cordis terlihat di ICS IV linea midclavicularis
sinistra
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS IV linea midclavicularis
sinistra
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : bunyi jantung 1-2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru
Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : benjolan (-), vocal fremitus kanan=kiri
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : suara nafas vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : membuncit
Palpasi : supel, cubitan kulit <2 detik,
hepar teraba ½-½, permukaan rata, tepi tajam, konsistensi
kenyal
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas : gerak aktif, akral hangat, CRT <3 detik, edema -/-
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Laboratorium Tanggal 6 dan 7 November 2014
Pemeriksaan 6-11-2014
(10:56:29)
7-11-2014
(18:37:35)
Nilai normal
Hematologi
Hemoglobin 7,5 7,4 9,6-12,8 g/dL
Hematokrit 22 23 31-43 %
Leukosit 8,3 6,9 5,5-18,0 ribu/uL
Trombosit 700 608 217-497 ribu/uL
Eritrosit 2,62 2,74 3,10-4,70 juta/uL
LED 17,0 - 0,0-10,0 mm
VER/HER/KHER/RDW
VER 84,8 84,6 77,0-113,0 fl
HER 28,8 26,9 24,0-36,0 pg
KHER 34,0 31,8 25,0-37,0 g/dL
RDW 14,8 14,8 11,5-14,5%
Hitung Jenis
Basofil 0 - 0-1 %
Eosinofil 2 - 1-3 %
Netrofil 30 - 50-70%
Limfosit 56 - 20-40%
Monosit 9 - 2-8%
Feritin 10 - 22-322 ng/ml
Serum Iron 37,0 - 65,0-175,0 mg/dl
TIBC 390,0 - 253,0-435,0 mg/dl
HEMOSTASIS
PT - 17,0 11,5-15,3 detik
Kontrol PT - 13,5 -
INR - 1,34 -
Kimia Klinik
Fungsi Hati
SGOT 39 39 0-34 U/l
SGPT 25 25 0-40 U/l
Gamma GT 21,0 21,0 0-30 U/l
Protein total - 4,90 6,00-8,00 g/dl
Albumin - 3,60 3,40-4,80 g/dl
Globulin - 1,30 2,50-3,00 g/dl
Bilirubin total 7,00 6,90 0,10-1,00 mg/dl
Bilirubin direk 5,70 6,10 <0,2 mg/dl
Bilirubin indirek 1,30 0,80 <0,6 mg/dl
Fungsi Ginjal
Ureum darah - 9 0-42 mg/dl
Kreatinin darah - 0,3 0,0-0,9 mg/dl
Diabetes
Glukosa Darah
Glukosa Darah Sewaktu - 92 40-60 mg/dL
Elektrolit
Natrium - 135 135-147 mmol/l
Kalium - 4,48 3,10-5,10 mmol/l
Klorida - 103 95-108 mmol/l
URINALISA
Urobilinogen 0,2 - <1 E.U./dl
Albumin Negatif - Negatif
Berat jenis <1,005 - 1,005-1,030
Bilirubin Positif 1 - Negatif
Keton Negatif - Negatif
Nitrit Negatif - Negatif
pH 6,0 - 4,8-7,4
Leukosit Negatif - Negatif
Darah/HB Trace - Negatif
Glukosa Urin Negatif - Negatif
Warna Kuning - Kuning
Kejernihan Jernih - Jernih
SEDIMEN URIN
Epitel Positif -
Leukosit 0-1 - 0-5/LPB
Eritrosit 0-1 - 0-2/LPB
Silinder Negatif - Negatif
Kristal Negatif - Negatif
Bakteri Negatif - Negatif
Lain-lain Negatif - Negatif
Gambaran Darah Tepi (06 November 2014)
Eritrosit : Normositik Normokrom
Leukosit : Kesan jumlah dan morfologi normal
Trombosit : Kesan jumlah meningkat, morfologi normal
Kesan : Anemia normositik normokrom, Trombositosis
Kultur dan Resistensi Mikroorganisme ( 12 November 2014)
Bahan : Urin
Jumlah kuman : 50000 K/ml
Hasil pembiakan : Escherichia coli
Hasil Uji Sensitivitas
No Jenis Obat Kons I
S/I/R
I Gol. Penicillin
Ampicillin (AMP) Gram (-)
Amoxycillin (AML)
Amoxyclav/Augmentin (AMC)
Ampicillin Sulbactam (SAM)
10 ug
25 ug
30 ug R
R
II Gol. Cephalosporin
Cefixime
Chepalothin
Cefuroxime
Ceftazidime
Cefoperazone
Cefotaxime
Ceftriaxone
Cefepime
5 ug
30 ug
30 ug
30 ug
75 ug
30 ug
30 ug
30 ug
R
R
R
I
R
R
R
I
III Gol. Carbapenem
Imipenem
Meropenem
10 ug
10 ug
S
S
IV Gol. Aminoglicosida
Amikacin
Gentamicin
Kanamycin
30 ug
10 ug
30 ug
R
R
R
V Gol.Quinolone
Ciprofloxacin
Ofloxacin
Levofloxacin
5 ug
5 ug
5 ug
S
S
S
VI Gol. Antibiotik lain
Cotrimoxazole
Tetracycline
Chloramphenicol
Fosfomycin
Tigecycline
Colistin
30 ug
30 ug
50 ug
15 ug
R
R
R
S
Keterangan : S = sensitif
I = intermediate
R = resisten
Ultrasonografi Abdomen (15 November 2014)
Hepar : Ukuran sedikit membesar dan bentuk normal. Permukaan
regular, tepi tajam, sudut tumpul. Echostruktur parenkim homogeny dengan
refleksitas agak meningkat. Sistem bilier tak melebar. Vena porta dan Vena hepatica
baik. CND tak jelas melebar. Tak ada SOL.
Kandung empedu : Ukuran dan bentuk normal. Dinding sedikit menebal. Ukuran
sebelum makan 2,7 x 0,4 cm. Ukuran sesudah makan 1,2 x 0,5 cm (sedikit mengecil).
Tak ada sludge / batu.
Pankreas : Besar dan bentuk normal. Echostruktur homogeny. Duktus
pankreatikus tidak melebar. Tidak ada SOL / klasifikasi.
Lien : Ukuran dan bentuk normal, homogeny, tak ada SOL.
Ginjal kanan : Ukuran dan bentuk normal. Korteks dan sinus ginjal baik.
Pyramis prominent sesuai usia. Sistem pelvokalises tidak melebar. Tak ada batu /
SOL.
Ginjal kiri : Ukuran dan bentuk normal. Korteks dan sinus ginjal baik.
Pyramis prominent sesuai usia. Sistem pelvokalises tidak melebar. Tak ada batu /
SOL.
Buli-buli : Ukuran dan bentuk normal. Dinding agak menebal. Tak ada
batu.
Aorta : Kaliber normal, tak tampak pembesaran KGB para aorta.
KESAN :
o Hepatomegali dengan refleksitas parenkim agak meningkat.
o Tak tampak atresia bilier.
o Gangguan kontraktilitas kandung empedu e.c. neonatal hepatitis.
V. RESUME
Bayi laki-laki, 3 bulan, datang dengan keluhan mata dan seluruh tubuh kuning
sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit. Semakin hari kuning terlihat semakin jelas.
Demam (+) hilang timbul, tidak dipengaruhi oleh waktu maupun aktivitas, namun saat
dibawa ke rumah sakit sudah tidak dalam keadaan demam. Muntah (+) setiap diberi
ASI. Perut buncit dan keras. BAB dan BAK normal. Riwayat kuning (+) sejak lahir,
kemudian pasien menjalani terapi sinar di rumah sakit, dan kuning menghilang.
Pasien adalah anak ke lima. Ibu pasien hamil pada usia 34 tahun. Selama hamil,
ibu pasien rutin kontrol setiap bulan ke puskesmas. Sejak usia kehamilan tujuh bulan,
ibu pasien sering mengalami sesak nafas karena asma dan rutin menggunakan obat
semprot. Ibu pasien mengalami plasenta previa. Pasien dilahirkan prematur secara
sectio caesarea pada usia kehamilan 35 minggu. BL 2100 gram, PL 42 cm. Saat
dilahirkan, pasien langsung menangis kuat dan dalam keadaan sehat. Saat ini pasien
sudah dapat mengangkat kepala bila ditidurkan secara tengkurap. Pasien belum bisa
miring-miring maupun tengkurap sendiri. Pasien sudah mendapatkan imunisasi BCG,
Hepatitis B dua kali, Polio dua kali, dan DPT dua kali. Sejak lahir hingga saat ini pasien
mendapatkan ASI eksklusif.
Berdasarkan pemeriksaan fisik di IGD (7 November 2014), didapatkan pasien
tampak sakit sedang, compos mentis, HR 120x/menit, RR 30x/menit, suhu 37,3oC. BB
5000 gram, PB 51 cm. Kulit ikterik (+), sklera ikterik (+/+), konjungtiva anemis (+/+),
hepar teraba 3 cm BAC dextra. Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal.
Pada pemeriksaan fisik di bangsal (15 November 2014), didapatkan pasien
tampak sakit sedang, compos mentis, HR 128x/menit, RR 32x/menit, suhu 36,7oC. BB
5000 gram, PB 51 cm. Kulit ikterik (+), sclera ikterik (+/+), konjungtiva anemis (+/+),
hepar dan lien teraba 3 cm BAC dextra, permukaan rata, tepi tajam, konsistensi kenyal.
Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal.
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 6 dan 7 November 2014 menunjukkan
adanya anemia, trombositosis, peningkatan LED, pemanjangan PT, peningkatan SGOT,
hipoglobulinemia, hiperbilirubinemia, hiperglikemia, dan bilirubinuria. Pada
pemeriksaan gambaran darah tepi tanggal didapatkan kesan anemia normositik
normokrom dan trombositosis. Pada pemeriksaan kultur urin didapatkan adanya
Escherichia coli. Hasil USG menunjukkan adanya hepatomegali dan gangguan
kontraktilitas kandung empedu e.c. neonatal hepatitis.
VI. DIAGNOSIS KERJA
1. Kolestasis intrahepatik
2. Infeksi saluran kemih
3. Anemia defisiensi besi
VII. PENATALAKSANAAN
- IVFD Kaen 3B 500 cc/24 jam
- Gentamycin 1 x 25 mg I.V.
- Urdafalk 3 x 50 mg p.o.
- Vitamin E 1 x 100 mg p.o.
- Apialis syr 1 x ½ cth p.o.
VIII.PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI SISTEM HEPATOBILIER
B. DEFINISI
Kolestasis adalah gangguan pembentukan, sekresi dan pengaliran empedu mulai dari
hepatosit, saluran empedu intrasel, ekstrasel dan ekstra-hepatal. Hal ini dapat menyebabkan
perubahan indikator biokimia, fisiologis, morfologis, dan klinis karena terjadi retensi bahan-
bahan larut dalam empedu. Dikatakan kolestasis apabila kadar bilirubin direk melebihi 2.0
mg/dl atau 20% dari bilirubin total.2
Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenum dalam jumlah
normal. Gangguan dapat terjadi mulai dari membrana-basolateral dari hepatosit sampai
tempat masuk saluran empedu ke dalam duodenum. Dari segi klinis didefinisikan sebagai
akumulasi zat-zat yang diekskresi ke dalam empedu seperti bilirubin, asam empedu, dan
kolesterol di dalam darah dan jaringan tubuh. Secara patologi-anatomi kolestasis adalah
terdapatnya timbunan trombus empedu pada sel hati dan sistem bilier.
Kolestasis merupakan respon alternatif atau bersamaan terhadap jejas. Kolestasis ini
didefinisikan sebagai akumulasi dari bahan-bahan dalam serum yang secara normal
diekskresi ke dalam empedu seperti bilirubin, kolesterol, asam empedu, dan elemen renik.
Biopsi hati menampakkan akumulasi empedu dan pigmen empedu di parenkim. Pada
obstruksi ekstrahepatik, pigmen empedu mungkin bisa dilihat di duktus biliaris intralobularis
atau seluruh parenkim sebagai danau-danau empedu atau infark. Kolestasis bisa juga terlihat
tanpa bukti adanya obstruksi duktus biliaris apabila ada jejas hepatosit atau perubahan pada
fisiologi hati menyebabkan pengurangan kecepatan sekresi larut dan air. Agaknya penyebab
dapat meliputi perubahan pada ultrastruktur atau sitoskeleton hepatosit, perubahan pada
organela yang menyebabkan sekresi empedu, perubahan dalam aktivitas enzim, atau
perubahan pada permeabilitas aparatus kanalikuler empedu. Hasil akhirnya tidak bisa
dibedakan secara klinis dari kolestasis obstruktif.2,3
C. PATOFISIOLOGI
Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan merupakan
kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu mengandung asam empedu,
kolesterol, phospholipid, toksin yang terdetoksifikasi, elektrolit, protein, dan bilirubin
terkonyugasi. Kolesterol dan asam empedu merupakan bagian terbesar dari empedu sedang
bilirubin terkonyugasi merupakan bagian kecil. Bagian utama dari aliran empedu adalah
sirkulasi enterohepatik dari asam empedu. Hepatosit adalah sel epetelial dimana permukaan
basolateralnya berhubungan dengan darah portal sedang permukaan apikal (kanalikuler)
berbatasan dengan empedu. Hepatosit adalah epitel terpolarisasi berfungsi sebagai filter dan
pompa bioaktif memisahkan racun dari darah dengan cara metabolisme dan detoksifikasi
intraseluler, mengeluarkan hasil proses tersebut ke dalam empedu. Salah satu contoh adalah
penanganan dan detoksifikasi dari bilirubin tidak terkonjugasi (bilirubin indirek). Bilirubin
tidak terkonjugasi yang larut dalam lemak diambil dari darah oleh transporter pada membran
basolateral, dikonyugasi intraseluler oleh enzim UDPGTa yang mengandung P450 menjadi
bilirubin terkonjugasi yang larut air dan dikeluarkan ke dalam empedu oleh transporter mrp2.
mrp2 merupakan bagian yang bertanggungjawab terhadap aliran bebas asam empedu.
Walaupun asam empedu dikeluarkan dari hepatosit ke dalam empedu oleh transporter lain,
yaitu pompa aktif asam empedu. Pada keadaan dimana aliran asam empedu menurun, sekresi
dari bilirubin terkonyugasi juga terganggu menyebabkan hiperbilirubinemia terkonyugasi.
Proses yang terjadi di hati seperti inflamasi, obstruksi, gangguan metabolik, dan iskemia
menimbulkan gangguan pada transporter hepatobilier menyebabkan penurunan aliran empedu
dan hiperbilirubinemi terkonjugasi.2
Terdapat 4 mekanisme dimana hiperbilirubinemia dan ikterus dapat terjadi :
1. Pembentukan bilirubin berlebihan
2. Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonyugasi oleh hati
3. Gangguan konyugasi bilirubin
4. Pengurangan eksresi bilirubin terkonyugasi dalam empedu akibat faktor intra hepatik dan
ekstra hepatik yang bersifat obstruksi fungsional/mekanik.
Metabolisme Bilirubin
Penyebab ikterus kholestatik bisa intra hepatik atau ekstra hepatik. Penyebab intra
hepatik adalah inflamasi, batu, tumor, kelainan kongenital duktus biliaris. Kerusakan dari sel
paremkim hati menyebabkan gangguan aliran dari garam bilirubin dalam hati akibatnya
bilirubin tidak sempurna dikeluarkan ke dalam duktus hepatikus karena terjadinya retensi dan
regurgitasi. Jadi akan terlihat peninggian bilirubin terkonyugasi dan bilirubin tidak
terkonjugasi dalam serum. Penyumbutan duktus biliaris yang kecil intrahepatal sudah cukup
menyebabkan ikterus. Kadang-kadang kholestasis intra hepatal disertai dengan obstruksi
mekanis di daerah ekstra hepatal. Obstruksi mekanik dari aliran empedu intra hapatal yang
disebabkan oleh batu/hepatolith biasanya menyebabkan fokal kholestasis, keadaan ini
biasanya tidak terjadi hiper bilirubinemia karena dikompensasi oleh hepar yang masih baik.
Kholangitis supuratif yang biasanya disertai pembentukan abses dan ini biasanya yang
menyebabkan ikterus. Infeksi sistemik dapat mengenai vena porta akan menyebabkan invasi
ke dinding kandung empedu dan traktus biliaris. Pada intra hepatik kholestasis biasanya
terjadi kombinasi antara kerusakan sel hepar dan gangguan metabolisme (kholestasis dan
hepatitis).2,3
Ekstra hepatik kholestatik disebabkan gangguan aliran empedu ke dalam usus sehingga
akibatnya terjadi peninggian bilirubin terkonyugasi dalam darah. Penyebab yang paling
sering dari ekstra hepatik kholestatik adalah batu di duktus kholedekhus dan duktus sistikus,
tumor duktus kholedekus, kista duktus kholeskhus, tumor kaput pankreas, sklerosing
kholangitis.
Perubahan Fungsi Hati pada Kolestasis
Pada kolestasis yang berkepanjangan terjadi kerusakan fungsional dan struktural:
A. Proses Transpor Hati
Proses sekresi dari kanalikuli terganggu, terjadi inversi pada fungsi polaritas dari
hepatosit sehingga elminasi bahan seperti bilirubin terkonjugasi, asam empedu, dan lemak
kedalam empedu melalui plasma membran permukaan sinusoid terganggu.
B. Transformasi dan Konjugasi dari Obat dan Zat Toksik
Pada kolestasis berkepanjangan efek detergen dari asam empedu akan menyebabkan
gangguan sitokrom P-450. Fungsi oksidasi, glukoronidasi, sulfasi dan konjugasi akan
terganggu.
C. Sintesis Protein
Sintesis protein seperti alkali fosfatase dan GGT, akan meningkat sedang produksi
serum protein albumin-globulin akan menurun.
D. Metabolisme Asam Empedu dan Kolesterol
Kadar asam empedu intraseluler meningkat beberapa kali, sintesis asam empedu dan
kolesterol akan terhambat karena asam empedu yang tinggi menghambat HMG-CoA
reduktase dan 7 alfa-hydroxylase menyebabkan penurunan asam empedu primer sehingga
menurunkan rasio trihidroksi/dihidroksi bile acid sehingga aktifitas hidropopik dan
detergenik akan meningkat. Kadar kolesterol darah tinggi tetapi produksi di hati menurun
karena degradasi dan eliminasi di usus menurun.
E. Gangguan pada Metabolisme Logam
Terjadi penumpukan logam terutama Cu karena ekskresi bilier yang menurun. Bila
kadar ceruloplasmin normal maka tidak terjadi kerusakan hepatosit oleh Cu karena Cu
mengalami polimerisasi sehingga tidak toksik.
F. Metabolisme Cysteinyl Leukotrienes
Cysteinyl leukotrienes suatu zat bersifat proinflamatori dan vasoaktif dimetabolisir dan
dieliminasi di hati, pada kolestasis terjadi kegagalan proses sehingga kadarnya akan
meningkat menyebabkan edema, vasokonstriksi, dan progresifitas kolestasis. Oleh karena
diekskresi diurin maka dapat menyebabkan vaksokonstriksi pada ginjal.
G. Mekanisme Kerusakan Hati Sekunder
1. Asam Empedu
Terutama litokolat merupakan zat yang menyebabkan kerusakan hati melalui aktifitas
detergen dari sifatnya yang hidrofobik. Zat ini akan melarutkan kolesterol dan fosfolipid dari
sistim membran sehingga intregritas membran akan terganggu. Maka fungsi yang
berhubungan dengan membran seperti Na+, K+-ATPase, Mg++-ATPase, enzim-enzim lain
dan fungsi transport membran dapat terganggu, sehingga lalu lintas air dan bahan-bahan lain
melalui membran juga terganggu. Sistem transport kalsium dalam hepatosit juga terganggu.
Zat-zat lain yang mungkin berperan dalam kerusakan hati adalah bilirubin, Cu, dan cysteinyl
leukotrienes namun peran utama dalam kerusakan hati pada kolestasis adalah asam empedu.
2. Proses Imunologis
Pada kolestasis didapat molekul HLA I yang mengalami display secara abnormal pada
permukaan hepatosit, sedang HLA I dan II diekspresi pada saluran empedu sehingga
menyebabkan respon imun terhadap sel hepatosit dan sel kolangiosit. Selanjutnya akan terjadi
sirosis bilier.
D. ETIOLOGI
Kolestasis Intrahepatik
a. Idiopatik
1. Hepatitis neonatal idiopatik
2. Lain-lain : Sindrom Zellweger
b. Anatomik
1. Hepatik fibrosis kongenital/ penyakit polikistik infantil
2. Penyakit Caroli
3. Sepsis
4. Hepatitis virus dan hepatitis karena obat
5. Mutasi transpor empedu
6. Sirosis bilier primer
7. Reaksi penolakan transplantasi hati
Gambar 1. Penyebab ikterus obstruksi secara anatomi
c. Kelainan Metabolik
1. Kelainan metabolisme asam amino, lipid, karbohidrat, asam empedu
2. Penyakit metabolik lain : def α1 – antitripsin, hipotiroid, hipopituitarisme
d. Infeksi
1. Hepatitis virus A, B, C
2. TORCH, reovirus, dll
e. Genetik/ kromosomal
1. Sindrom Alagile
2. Sindrom Down, Trisomi E
f. Lain-lain
Nutrisi parenteral total, histiositosis x, renjatan, obstruksi intestinal, sindrom
polisplenia, lupus neonatal.
Diagnosis diferensial kolestasis intrahepatik pada bayi dan upaya diagnostiknya
Penyakit Strategi Diagnostik Utama
1. Infeksi
*Infeksi congenital
- Toksoplasma
- Rubella
- Cytomegalovirus
- Herpes simpleks
- Sifilis
- Human herpesvirus-6, herpes zoster
- Hepatits B
- Hepatitis C
- Human immunodeficiency virus
- Parvovirus B19
- Syncytial giant cell hepatitis
* Infeksi lain
- Tuberkulosis
- Sepsis
- Sepsis virus enterik (echoviruses,
Coxsackie A dan B, adenovirus)
IgM-anti toksoplasma
IgM-anti rubella
Kultur virus urin, IgM-anti CMV
Mikroskop elektron/ kultur virus vesikel
STS, VDRL, FTA-ABS, Ro Tulang panjang
Serologi
HBsAg, IgM-antiHBc, HBV-DNA
HCV-RNA (RT-PCR)
Anti-HIV, immunoglobulin, CD4
IgM antibody
Giant cell hepatitis pada biopsi hati
Mantoux, radiologi toraks
Kultur darah
Serologik, kultur virus cairan likuor
2. Kelainan genetik
- Trisomi 18 (21), cat eye syndrome
- Penyakit Byler
Kariotip
GGT, tes genetik
3. Kelainan endokrin
- Hipopituitarism (displasia septo-optik)
- Hipotiroidism
Kortisol, TSH ↓, T4↓
TSH↑, T4↓, free T4↓, T3↓
4. Paucity duktus biliaris
- Sindrom Alagille
- Paucity duktus non sindromik
Ekokardiogram, embriotokson posterior, “butterfly vertebrae”
Paucity pada biopsi
5. Kelainan struktur
- Carolli disease
USG, kolangiografi
6. Kelainan metabolik
- Def. alfa 1 antitripsin
- Fibrosis kistik
- Galaktosemia
- Tirosinemia
- Fruktosemia herediter
- Glycogen storage disease tipe IV
- Niemann-Pick Tipe A
- Niemann-Pick tipe C
- Penyakit Wolman
- Kel.sintesis as.empedu primer
- Sindrom Zellweger
Kadar alfa 1 antitripsin serum, tipe PI
Sweat chloride, immunoreactive trypsin
Galaktose 1-6 phospate uridyltransferase
Tirosin serum, methionin, AFP, suksinilaseton urin
Biopsi hati: mik.elektron, aktivitas enzim
Biopsi hati
Aspirasi sum –sum tulang, spingomielinase
Storage cells pada aspirasi sum-sum tulang, hati; biopsi rektum
Radiologi kel.adrenal
As.empedu urin
Gambaran very long chain fatty acid
7. Imunologik
- L.E. neonatal
- Hepatitis neonatal dengan AHA
Antibodi anti-Ro (bayi dan ibu)
Coombs’ test, giant cell hepatitis
8. Toksik
- TPN
- Obat
Riwayat TPN
obat
Kolestasis Ekstrahepatik
a. Atresia bilier
b. Hipoplasia bilier, stenosis duktus bilier
c. Massa (kista, neoplasma, batu)
d. Inspissated bile syndrome , dll
Saluran empedu ekstrahepatikBiliary atresiaCholedochal cyst dan choledochoceleBiliary hipoplasiaCholedocholithiasisBile duct perforationNeonatal sclerosing cholangitis
Saluran empedu intrahepatikSyndromic paucity (sindrom Alagille, mutasi pada JAGGED1) Nonsyndromic PaucityHypothyroidismBile duct disgenesisCongenital hepatic fibrosisDuctal plate malformationPolycystic kidney diseaseCaroli’s diseaseHepatic cystCystic fibrosisLangerhans cell histiocytosisHyper-Ig-M syndrome
HepatocytesSepsis-associated cholestasisNeonatal hepatitisViral infectionsHepatitis BCytomegalo virus (juga menginfeksi cholangiocytes)
E. Klasifikasi4,6
Secara garis besar kolestasis dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Kolestasis Ekstrahepatik, Obstruksi Mekanis Saluran Empedu Ekstrahepatik
Secara umum kelainan ini disebabkan lesi kongenital atau didapat. Merupakan kelainan
nekroinflamatori yang menyebabkan kerusakan dan akhirnya pembuntuan saluran empedu
ekstrahepatik, diikuti kerusakan saluran empedu intrahepatik. Penyebab utama yang pernah
dilaporkan adalah proses imunologis, infeksi virus terutama CMV dan Reo virus tipe 3, asam
empedu yang toksik, iskemia dan kelainan genetik. Biasanya penderita terkesan sehat saat
lahir dengan berat badan lahir, aktifitas dan minum normal. Ikterus baru terlihat setelah
berumur lebih dari 1 minggu. 10-20% penderita disertai kelainan kongenital yang lain seperti
asplenia, malrotasi dan gangguan kardiovaskuler. Deteksi dini dari kemungkinan adanya
atresia bilier sangat penting sebab efikasi pembedahan hepatik-portoenterostomi (Kasai) akan
menurun apabila dilakukan setelah umur 2 bulan. Pada pemeriksaan ultrasound terlihat
kandung empedu kecil dan atretik disebabkan adanya proses obliterasi, tidak jelas adanya
pelebaran saluran empedu intrahepatik. Gambaran ini tidak spesifik, kandung empedu yang
normal mungkin dijumpai pada penderita obstruksi saluran empedu ekstrahepatal sehingga
tidak menyingkirkan kemungkinan adanya atresi bilier.
Gambaran histopatologis ditemukan adanya portal tract yang edematus dengan
proliferasi saluran empedu, kerusakan saluran dan adanya trombus empedu didalam duktuli.
Pemeriksaan kolangiogram intraoperatif dilakukan dengan visualisasi langsung untuk
mengetahui patensi saluran bilier sebelum dilakukan operasi Kasai.
Jika terjadi obstruksi empedu, perubahan hepar dapat terjadi dengan cepat dan ikterus
dapat terlihat dalam 36 jam. Setelah 2 minggu akan ditemukan ruptur dari duktus
interlobuler. Pada kolangitis akan ditemukan lekosit polimorfonuklear pada kandung empedu
dan sinusoid. Ikterus obstruktif ekstrahepatik kemungkinan disebabkan oleh adanya obstruksi
fisik pada saluran empedu pada umumnya diluar hati, menimbulkan gejala kolestasis akut.
Kolestasis ekstrahepatik disebabkan oleh :
· Batu empedu
· Carsinoma pancreas dan ampula
· Striktur saluran empedu
· Cholangiocarsinoma
· Sklerosing Cholangitis primer atau sekunder
Ikterus obstruksi ekstra hepatik memberikan 3 perubahan klasik pada traktus portal :
1. Oedema jaringan ikat
2. Proliferasi duktus
3. Infiltrasi neutrofil
Gambaran ini dinamakan “ductular reaction”. Pada gambaran mikroskopik ikterus
obstruktif selalu ditemukan cairan empedu karena adanya peningkatan tekanan di traktus
porta, sehingga terjadi reaksi duktuler yang salah satunya adalah proliferasi duktus bilier
yang baru. Proliferasi duktus dipengaruhi oleh peningkatan perfusi di daerah perivaskuler
pleksus bilier, stimulasi reseptor adrenergik dan dopaminergik yaitu taurocholate dan
taurolithocholate dan peningkatan AMP siklik dan interleukin 6. Infiltrasi netrofil akan
terjadi pada ikterus obstruksi dengan adanya reaksi sitokin kompleks dan chemokine.
Gambaran periduktus dan fibrosis seperti kulit bawang (onion-skin fibrosis) dapat ditemukan
pada kolestasis ekstrahepatik dimana terjadi obstruksi aliran empedu dalam waktu yang lama.
Keadaan ini dapat juga terjadi pada Primary Sclerosing Cholangitis. Pada keadaan ikterus
obstruktif yang disebabkan oleh batu empedu, striktur empedu atau karsinoma pankreas,
gambaran klinik jelas dengan ikterus progresif dan peningkatan kadar alkali fosfatase serum
dan bilirubin serum. Diagnosis umumnya tegak dengan pemeriksaan Ultrasonografi dengan
konfirmasi pada saat tindakan operasi.
Primary Sclerosing Cholangitis
Primary sklerosing cholangitis terjadi penyempitan dari saluran empedu karena adanya
stenosis dan dilatasi duktus bilier intrahepatik dan ekstrahepatik. Karakteristik Sklerosis
kolangitis primer adalah peradangan/inflamasi kronik pada saluran empedu (periduktus ekstra
hepatik) yang menyebabkan fibrosis obliterasi dan striktur pada sistem bilier. Gambaran
patologi anatomi tampak infiltrasi pada zona portal oleh limfosit besar, sel polimorfonuklear,
kadang makrofag dan eosinofil. Pada duktus interlobuler tampak inflamasi periduktus. Tahap
lanjut gambaran fibrosis pada traktus portal sampai duktus bilier yang kecil (“onion skin
appearance”). Diagnosis pasti jika ditemukan pengurangan jumlah duktus bilier, proliferasi
duktus dan deposisi substansi cooper dengan “piecemeal necrosis”.
2. Kolestasis Intrahepatik
a. Saluran Empedu
Digolongkan dalam 2 bentuk, yaitu: (a) Paucity saluran empedu, dan (b) Disgenesis
saluran empedu. Oleh karena secara embriologis saluran empedu intrahepatik (hepatoblas)
berbeda asalnya dari saluran empedu ekstrahepatik (foregut) maka kelainan saluran empedu
dapat mengenai hanya saluran intrahepatik atau hanya saluran ekstrahepatik saja. Beberapa
kelainan intrahepatik seperti ekstasia bilier dan hepatik fibrosis kongenital, tidak mengenai
saluran ekstrahepatik. Kelainan yang disebabkan oleh infeksi virus CMV, sklerosing
kolangitis, Caroli’s disease mengenai kedua bagian saluran intra dan ekstra-hepatik. Karena
primer tidak menyerang sel hati maka secara umum tidak disertai dengan gangguan fungsi
hepatoseluler. Serum transaminase, albumin, faal koagulasi masih dalam batas normal. Serum
alkali fosfatase dan GGT akan meningkat. Apabila proses berlanjut terus dan mengenai
saluran empedu yang besar dapat timbul ikterus, hepatomegali, hepatosplenomegali, dan
tanda-tanda hipertensi portal.
Paucity saluran empedu intrahepatik lebih sering ditemukan pada saat neonatal
dibanding disgenesis, dibagi menjadi sindromik dan nonsindromik. Dinamakan paucity
apabila didapatkan < 0,5 saluran empedu per portal tract. Contoh dari sindromik adalah
sindrom Alagille, suatu kelainan autosomal dominan disebabkan haploinsufisiensi pada gene
JAGGED 1. Sindroma ini ditemukan pada tahun 1975 merupakan penyakit multiorgan pada
mata (posterior embryotoxin), tulang belakang (butterfly vertebrae), kardiovaskuler (stenosis
katup pulmonal), dan muka yang spesifik (triangular facial yaitu frontal yang dominan, mata
yang dalam, dan dagu yang sempit). Nonsindromik adalah paucity saluran empedu tanpa
disertai gejala organ lain. Kelainan saluran empedu intrahepatik lainnya adalah sklerosing
kolangitis neonatal, sindroma hiper IgM, sindroma imunodefisiensi yang menyebabkan
kerusakan pada saluran empedu.
b. Kelainan Hepatosit
Kelainan primer terjadi pada hepatosit menyebabkan gangguan pembentukan dan
aliran empedu. Hepatosit neonatus mempunyai cadangan asam empedu yang sedikit, fungsi
transport masih prematur, dan kemampuan sintesa asam empedu yang rendah sehingga
mudah terjadi kolestasis. Infeksi merupakan penyebab utama yakni virus, bakteri, dan parasit.
Pada sepsis misalnya kolestasis merupakan akibat dari respon hepatosit terhadap sitokin yang
dihasilkan pada sepsis.
Hepatitis neonatal adalah suatu deskripsi dari variasi yang luas dari neonatal
hepatopati, suatu inflamasi nonspesifik yang disebabkan oleh kelainan genetik, endokrin,
metabolik, dan infeksi intra-uterin. Mempunyai gambaran histologis yang serupa yaitu
adanya pembentukan multinucleated giant cell dengan gangguan lobuler dan serbukan sel
radang, disertai timbunan trombus empedu pada hepatosit dan kanalikuli. Diagnosa hepatitis
neonatal sebaiknya tidak dipakai sebagai diagnosa akhir, hanya dipakai apabila penyebab
virus, bakteri, parasit, gangguan metabolik tidak dapat ditemukan.
F. MANIFESTASI KLINIK
Tanpa memandang etiologinya, gejala klinis utama pada kolestasis bayi adalah ikterus,
tinja akholis, dan urine yang berwarna gelap. Selanjutnya akan muncul manifestasis klinis
lainnya, sebagai akibat terganggunya aliran empedu dan bilirubin. Dibawah ini bagan yang
menunjukkan konsekuensi akibat terjadinya kolestasis.
G. DIAGNOSIS2,3,4
Tujuan utama evaluasi bayi dengan kolestasis adalah membedakan antara kolestasis
intrahepatik dengan ekstrahepatik sendini mungkin. Diagnosis dini obstruksi bilier
ekstrahepatik akan meningkatkan keberhasilan operasi. Kolestasis intrahepatik seperti sepsis,
galaktosemia atau endrokinopati dapat diatasi dengan medikamentosa.
Anamnesis
a. Adanya ikterus pada bayi usia lebih dari 14 hari, tinja akolis yang persisten harus dicurigai
adanya penyakit hati dan saluran bilier.
b. Pada hepatitis neonatal sering terjadi pada anak laki-laki, lahir prematur atau berat badan
lahir rendah. Sedang pada atresia bilier sering terjadi pada anak perempuan dengan berat
badan lahir normal, dan memberi gejala ikterus dan tinja akolis lebih awal.
c. Sepsis diduga sebagai penyebab kuning pada bayi bila ditemukan ibu yang demam atau
disertai tanda-tanda infeksi.
d. Adanya riwayat keluarga menderita kolestasis, maka kemungkinan besar merupakan suatu
kelainan genetik/metabolik (fibro-kistik atau defisiensi α1-antitripsin).
Pemeriksaan fisik
Pada umumnya gejala ikterik pada neonatus baru akan terlihat bila kadar bilirubin sekitar
7 mg/dl. Secara klinis mulai terlihat pada bulan pertama. Warna kehijauan bila kadar
bilirubin tinggi karena oksidasi bilirubin menjadi biliverdin. Jaringan sklera mengandung
banyak elastin yang mempunyai afinitas tinggi terhadap bilirubin, sehingga pemeriksaan
sklera lebih sensitif.
Dikatakan pembesaran hati apabila tepi hati lebih dari 3,5 cm dibawah arkus kota pada
garis midklavikula kanan. Pada perabaan hati yang keras, tepi yang tajam dan permukaan
noduler diperkirakan adanya fibrosis atau sirosis. Hati yang teraba pada epigastrium
mencerminkan sirosis atau lobus Riedel (pemanjangan lobus kanan yang normal). Nyeri
tekan pada palpasi hati diperkirakan adanya distensi kapsul Glisson karena edema. Bila limpa
membesar, satu dari beberapa penyebab seperti hipertensi portal, penyakit storage, atau
keganasan harus dicurigai. Hepatomegali yang besar tanpa pembesaran organ lain dengan
gangguan fungsi hati yang minimal mungkin suatu fibrosis hepar kongenital. Perlu diperiksa
adanya penyakit ginjal polikistik. Asites menandakan adanya peningkatan tekanan vena
portal dan fungsi hati yang memburuk. Pada neonatus dengan infeksi kongenital, didapatkan
bersamaan dengan mikrosefali, korioretinitis, purpura, berat badan rendah, dan gangguan
organ lain. Alagille mengemukakan 4 keadaan klinis yang dapat menjadi patokan untuk
membedakan antara kolestasis ekstrahepatik dan intrahepatik. Dengan kriteria tersebut
kolestasis intrahepatik dapat dibedakan dengan kolestasis ekstrahepatik ± 82% dari 133
penderita. Moyer menambah satu kriteria lagi gambaran histopatologi hati.
Pemeriksaan Penunjang
Secara garis besar, pemeriksaan dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu pemeriksaan :
A. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan Rutin
Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar komponen bilirubin
untuk membedakannya dari hiper-bilirubinemia fisiologis. Selain itu dilakukan pemeriksaan
darah tepi lengkap, uji fungsi hati, dan gamma-GT. Kadar bilirubin direct < 4mg/dl tidak
sesuai dengan obstruksi total. Peningkatan kadar SGOT/SGPT > 10 kali dengan peningkatan
gamma-GT < 5 kali, lebih mengarah ke suatu kelainan hepatoseluler. Sebaliknya,
peningkatan SGOT < 5 kali dengan peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebih mengarah ke
kolestasis ekstrahepatik. Menurut Fitzgerald, kadar gamma-GT yang rendah tidak
menyingkirkan kemungkinan atresia bilier.
Data laboratorik awal kolestasis pada bayi
Kolestasis Ekstrahepatik Kolestasis Intrahepatik
Bilirubin Total (mg/dl) 10,2±4,5 12,1±9,6
Bilirubin Direk (mg/dl) 6,2±2,6 8,0±6,8
SGOT < 5 X N >10 X N />800U/l
SGPT < 5 X N >10 X N />800U/l
GGT >5X N / >6000U/l < 5 X N/N
2) Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan upaya diagnostik yang cukup
sensitif, tetapi penulis lain mengatakan bahwa pemeriksaan ini tidak lebih baik dari
pemeriksaan visualisasi tinja.
B. Pencitraan
1) Pemeriksaan Ultrasonografi
Ultrasonografi sangat berperan dalam mendiagnosa penyakit yang menyebabkan
kholestasis.meriksaan USG sangat mudah melihat pelebaran duktus biliaris intra/ekstra
hepatal sehingga dengan mudah dapat mendiagnosis apakah ada ikterus onstruksi atau ikterus
non obstruksi. Apabila terjadi sumbatan daerah duktus biliaris yang paling sering adalah
bagian distal maka akan terlihat duktus biliaris komunis melebar dengan cepat yang
kemudian diikuti pelebaran bagian proximal. Untuk membedakan obstruksi letak tinggi atau
letak rendah dengan mudah dapat dibedakan karena pada obstruksi letak tinggi atau
intrahepatal tidak tampak pelebaran dari duktus biliaris komunis. Apabila terlihat pelebaran
duktus biliaris intra dan ekstra hepatal maka ini dapat dikategorikan obstruksi letak rendah
(distal). Pada dilatasi ringan dari duktus biliaris maka kita akan melihat duktus biliaris kanan
berdilatasi dan duktus biliaris daerah perifer belum jelas terlihat berdilatasi. Gambaran duktus
biliaris yang berdilatasi bersama-sama dengan vena porta terlihat sebagai gambaran double
vessel, dan imajing ini disebut “double barrel gun sign” atau sebagai “paralel channel
sign”. Pada potongan melintang pembuluh ganda tampak sebagai gambaran cincin ganda
membentuk “shot gun sign”. Pada dilatasi berat duktus biliaris maka duktus biliaris intra
hepatal bagian sentral dan perifer akan sangat jelas terlihat berdilatasi dan berkelok-kelok.
2) Schintigrafi Hati
Pemeriksaan skintigrafi ini berguna untuk mengevaluasi kelainan obstruktif sistem
bilier termasuk atresia bilier.
3) Pemeriksaan Kolangiografi
Kolangiografi intra-operatif dilakukan saat laparatomi eksplorasi pada kasus yang
kemungkinan atresia bilier tidak dapat disingkirkan dengan cara lain. Pemeriksaan ERCP
jarang dilakukan karena memerlukan anestesi umum, alat yang canggih, serta keterampilan
yang khususdan kemungkinan positif palsu yang tinggi.
A. Biopsi Hati
Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang paling dapat diandalkan. Di
tangan seorang ahli patologi yang berpengalaman, akurasi diagnostiknya mencapai 95%
sehingga dapat membantu pengambilan keputusan untuk melakukan la-paratomi eksplorasi,
dan bahkan berperan untuk penentuan operasi Kasai. Keberhasilan aliran empedu pasca
operasi Kasai ditentukan oleh diameter duktus bilier yang paten di daerah hilus hati. Bila
diameter duktus 100-200 u atau 150-400 u maka aliran empedu dapat terjadi.
Algoritme diagnosis kolestasis 3
Kriteria Klinik Intrahepatik dan Ekstrahepatik4
H. DASAR TERAPEUTIK KOLESTASIS
Tujuan tatalaksana kolestasis adalah2 :
A. Memperbaiki aliran empedu dengan cara :
Mengoreksi/mengobati etiologi kolestasis dengan operasi pada kolestasis obstruktif
dan medikamentosa pada kolestasis hepatoseluler yang dapat diobati. Operasi
portoenterostomi kasai untuk atresia bilier seyogyanya dikerjakan pada umur < 6-8
minggu karena angka keberhasilannya mencapai 80-90 %, sementara bila dilakukan
pada umur 10-12 minggu angka keberhasilannya hanya sepertiga.
Menstimulasi aliran empedu dengan :
Fenobarbital : dapat menginduksi enzim glukoronil transferase, sitokrom P-450 dan
NaKATPase. Dosisnya 3 – 10 mg/ kgBB/ hr dibagi dalam dua dosis.
Asam ursodeoksikolat : asam empedu tersier yang mempunyai sifat hidrofilik serta
tidak hepatotoksik bila dibandingkan dengan asam empedu primer serta sekunder.
Jadi asam ursodeoksikolat merupakan competitive binding terhadap asam empedu
toksik, sebagai suplemen empedu, hepatoprotektor serta bile flow inducer. Dosis : 10-
30 mg/kgbb/hari.
Kolestiramin 0,25 – 0,5 g/ kgBB/ hr
- Menyerap empedu toksik
- Menghilangkan gatal
Rifampisin 10 mg/ kgBB/ hr
- aktivitas mikrosom
- Menghambat ambilan empedu
B. Menjaga tumbuh kembang bayi seoptimal mungkin dengan :
Terapi nutrisi
- Formula MCT ( medium chain trigyceride ), menghindarkan makanan yang
banyak mengandung kuprum.
Vitamin yang larut lemak A,D,E,K
- A 5.000 – 25.000 U/ hr
- D3 0,05 – 0,2 μg/ kgBB/ hr
- E 25 – 50 IU/ kgBB/ hr
- K1 2,5 – 5 mg/ 2 – 7 x/ mig
Mineral dan trace element Ca, P, Mn, Zn, Se, Fe
C. Terapi komplikasi yang sudah terjadi misalnya Hiperlipidemia/ xantelasma dengan
kolestipol dan pada gagal hati adalah transplantasi. Transplantasi hati pada anak 50-70
% disebabkan oleh atresia bilier.
BAB III
ANALISA KASUS
ANALISIS DIAGNOSTIK
Anamnesis
Berdasarkan anamnesis, didapatkan bayi laki-laki, usia 3 bulan, datang
dengan keluhan mata dan seluruh tubuh kuning sejak 3 minggu sebelum masuk
rumah sakit. Gejala tersebut menunjukkan adanya gangguan metabolisme
bilirubin atau gangguan aliran bilirubin. Gangguan tersebut dapat berupa
peningkatan pemecahan hemoglobin, gangguan konjugasi bilirubin, maupun
gangguan aliran bilirubin intrahepatik maupun ekstrahepatik. Tinja yang
berwarna kuning, berat badan lahir rendah, dan adanya hepatomegali seperti
yang didapatkan pada pasien biasanya lebih sering terjadi pada kolestasis
intrahepatik disbanding kolestasis ekstrahepatik.
Riwayat demam sebelumnya diakui, namun demam tidak begitu jelas
dan pasien datang ke rumah sakit tidak dalam keadaan demam. Gejala ini dapat
menunjukkan adanya suatu proses infeksi maupun inflamasi pada pasien.
Gejala kuning pernah dialami pasien sejak lahir sehingga pasien dirawat
di rumah sakit untuk beberapa saat (ibu pasien tidak ingat berapa lama
persisnya), dan pasien mendapat terapi sinar. Menurut pengakuan pasien, setelah
itu kuning telah menghilang. Hal ini dapat merujuk kepada dua keadaan. Yang
pertama, riwayat kuning saat baru lahir tidak berhubungan dengan kejadian
kuning saat ini. Yang kedua, riwayat kuning saat baru lahir hingga saat ini
menunjukkan adanya suatu progresifitas penyakit.
Riwayat kehamilan dan kelahiran pasien ini kurang baik. Saat hamil, ibu
pasien sering mengalami sesak nafas akibat asma, serta perdarahan akibat
plasenta previa. Kemudian pasien dilahirkan secara section caesarea dalam
keadaan prematur, yaitu usia gestasi 35 minggu dan BL 2100 gram. Semua hal
ini dapat menjadi faktor risiko terjadinya ikterus pada pasien.
Pemeriksaan fisik
Berdasarkan pemeriksaan fisik, didapatkan kesadaran compos mentis
dan tanda-tanda vital dalam batas normal. Kulit dan sklera pasien tampak
ikterik, sesuai dengan yang dikeluhkan oleh ibu pasien. Pada pemeriksaan fisik
abdomen, hepar teraba ½-½, permukaan kenyal, tepi tajam, dan konsistensi
kenyal. Hal ini menunjukkan adanya hepatomegali. Selain itu, ditemukan
adanya konjungtiva yang tampak anemis yang menunjukkan pasien mengalami
anemia. Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya anemia normositik
normokrom, yang sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik berupa konjungtiva
anemis. Peningkatan laju endap darah menandakan adanya proses inflamasi
kronik yang telah berlangsung. Peningkatan enzim transaminase menunjukkan
adanya destruksi pada hepatosit. Hipoglobulinemia dapat terjadi akibat
gangguan pada hepatosit, karena globulin dibentuk di hepar.
Pada urinalisis, ditemukan adanya bilirubinuria yang menandakan bahwa
kadar bilirubin di dalam darah sudah sedemikian tinggi sehingga dikeluarkan
melalui urin. Pada kultur urin didapatkan adanya bakteri Escherichia coli,
dimana seharusnya saluran kemih dalam keadaan steril, sehingga pasien
didiagnosis sebagai infeksi saluran kemih. Didapatkannya hepatomegali dan
gangguan kontraktilitas empedu disebabkan oleh adanya neonatal hepatitis.
ANALISIS TATALAKSANA
a) IVFD Kaen 3B 500 cc/24 jam
Pemberian cairan ini diberikan dalam jumlah cairan maintenance sesuai berat
badan pasien. Sehingga pada pasien ini diberikan cairan maintenance 500 cc.
b) Urdafalk 3 x 50 mg p.o.
Urdafalk merupakan asam ursodeoksikolat, yang bekerja sebagai inhibitor
kompetitif asam empedu toksik. Selain itu, asam ursodeoksikolat juga berperan
sebagai hepatoprotektor dan merangsang aliran empedu.
c) Gentamycin 1 x 25 mg I.V.
Gentamycin diberikan sebagai antibiotic terhadap infeksi saluran kemih yang
dialami oleh pasien. Gentamycin diberikan secara intravena dengan dosis 5
mg/kgBB/hari selama lima hari.
d) Apialys syr 1 x ½ cth p.o.
Apialys sirup mengandung multivitamin yang dibutuhkan oleh pasien, karena
pasien berisiko kekurangan vitamin larut lemak. Apialys mengandung vitamin
A, vitamin B kompleks, vitamin C, dan vitamin D.
e) Vitamin E 1 x 100 mg p.o.
Suplementasi vitamin E diberikan karena vitamin E merupakan salah satu
komponen vitamin yang larut lemak yang dibutuhkan oleh pasien, namun belum
terkandung dalam apialys sirup.
DAFTAR PUSTAKA
1. Desmet VJ, Callea F. Cholestatic syndromes of infancy and childhood. Dalam: Zakim
D, Boyer TD, penyunting. Hepatology. A Textbook of liver disease; edisi ke-2.
Philadelphia: Saunders. 1990: 1355-95.
2. Juffrie,M. Buku ajar gastroenterology-hepatologi. Jakarta : Balai Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia. 2009. p.374-87.
3. Mews C, Sinarta FR. Cholestasis in infancy. Pediatr Rev. 1994; 15: 233-40.
4. Alagille D, 1992, Cholestasis in the newborn and infant. In: Alagille D, Odievre M.
Liver and biliary tract disease in children. Paris: Flammarion. PP:426-38.
5. Nazer, H. Cholestasis.http://emedicine.medscape.com/article/927624-overview.
Update at June 6th, 2012. Accessed at May 10th, 2014.
6. Arce DA, Costa H, Schwarz SM. Hepatobiliary disease in children. Clinics in Family
Practice. 2000; 2: 1-36.
7. Roberts EA. The jaundiced baby. Dalam: Kelly DA, penyunting. Diseases of the liver
and biliary system in children, edisi ke-1. Oxford: Blackwell Science. 1999: 11-45.