preskas (1)

37
STATUS NEUROLOGIS NAMA : Tn. T Tgl. Pemeriksaan : 13 Februari 2015 UMUR : 64 tahun Oleh Asisten/dr. Bangsal : KELAMIN : Laki-laki Bangsal/Kamar : Anggrek AGAMA : Islam Masuk RS. : 2 Februari 2015 Suku/bangsa : Jawa Keluar RS : ALAMAT : Cibitung Meninggal : DIAGNOSA MASUK : Cephalgia dan Tetraparese DIAGNOSA KELUAR : Code : I. ANAMNESE Keluhan Utama : Badan lemas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit Anamnese Terpimpin : Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis terhadap anak pasien. - Informasi mengenai keluhan utama Pasien datang ke RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan badan lemas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan ini dirasakan setelah pasien terjatuh dari tempat tidur. Keluarga mengatakan kepala pasien tidak terbentur dan pasien tidak pingsan. Keluhan disertai mual namun tidak muntah. Pasien juga mengeluh sering merasakan nyeri kepala yang hilang timbul sejak 6 bulan sebelum masuk rumah sakit. Nyeri kepala yang dirasakan berdenyut dan 1

Upload: karlinalestari

Post on 18-Jan-2016

255 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

bbhjjj

TRANSCRIPT

Page 1: Preskas (1)

STATUS NEUROLOGIS

NAMA : Tn. T Tgl. Pemeriksaan : 13 Februari 2015UMUR : 64 tahun Oleh Asisten/dr. Bangsal : KELAMIN : Laki-laki Bangsal/Kamar : Anggrek AGAMA : Islam Masuk RS. : 2 Februari 2015Suku/bangsa : Jawa Keluar RS : ALAMAT : Cibitung Meninggal :

DIAGNOSA MASUK : Cephalgia dan Tetraparese

DIAGNOSA KELUAR : Code :

I. ANAMNESEKeluhan Utama : Badan lemas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit

Anamnese Terpimpin : Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis terhadap anak pasien.

- Informasi mengenai keluhan utamaPasien datang ke RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan badan lemas sejak 1 hari

sebelum masuk rumah sakit. Keluhan ini dirasakan setelah pasien terjatuh dari tempat

tidur. Keluarga mengatakan kepala pasien tidak terbentur dan pasien tidak pingsan.

Keluhan disertai mual namun tidak muntah. Pasien juga mengeluh sering merasakan

nyeri kepala yang hilang timbul sejak 6 bulan sebelum masuk rumah sakit. Nyeri

kepala yang dirasakan berdenyut dan terasa pada bagian depan kepala. Pasien hanya

mengkonsumsi obat warung untuk meredakan nyeri kepalanya. Pasien mengaku sejak

2 bulan yang lalu nyeri kepala semakin sering dan terasa semakin berat, lalu pasien

mengatakan, lengan dan tungkai pasien mulai terasa lemas sejak 3 minggu SMRS dan

pasien sering terjatuh bila sedang berjalan sehingga pasien harus dituntun bila

berjalan. Tangan pasien juga tidak bisa menggenggam sehingga tidak bisa makan

sendiri. Tidak ada gangguan berbicara. Buang air besar dan buang air kecil tidak ada

keluhan.

1

Page 2: Preskas (1)

- Informasi riwayat penyakit terdahulu (penyakit yang mungkin mendasari KU dan

penyakit-penyakit yang pernah diderita)

Riwayat hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), riwayat trauma kepala (-), riwayat stroke

sebelumnya (-), riwayat pengobatan paru (-).

- Anamnese tentang pekerjaan/keluarga/hobi/dan sebagainyaPasien tidak bekerja, sehari-hari hanya mengerjakan pekerjaan ringan. Pasien tidak

memiliki hobi yang spesifik. Pasien tinggal di lingkungan padat penduduk dan

keluarga pasien termasuk dari golongan keluarga kelas menengah ke bawah.

II. PEMERIKSAAN FISISPemeriksaan Umum- Kesan : Tampak sakit sedang - Tensi : 100/70 mmHg - Anemis : -/-- Kesadaran : GCS = E4 M6 V5 - Nadi : 80x/menit regular - Ikterus : -/-- Gizi : cukup - Suhu : 36,8˚c - Sianose : -/-

- Pernafasan : 20x/menit reguler

TORAKS : - Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris dalam keadaan statis dan dinamis

- Palpasi : Nyeri tekan/lepas (-), krepitasi (-), iktus kordis teraba. - Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru

Batas jantung dalam batas normal - Auskultasi : Suara napas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop(-) ABDOMEN : - Inspeksi : datar, sikatrik (-), hematom (-)

- Auskultasi : Bising usus (+) normal- Palpasi : Supel, tidak terdapat nyeri tekan dan tidak teraba adanya

pembesaran hepar ataupun lien- Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran abdomen

Pemeriksaan Psikiatris

- Emosi dan effek : normal - Penyerapan : normal- Proses berfikir : normal - Kemauan : normal- Kecerdasan : normal - Psikomotor : normal

Status Neurologis : GCS = E4 M6 V51. Kepala : - posisi : sesuai tempatnya - bentuk/ukuran : normocephal

2

Page 3: Preskas (1)

- penonjolan : (-)

2. Urat Saraf Kranial : N. olfaktorius ( N. I )

- Daya penciuman hidung : baik

N. opticus ( N. II ) OD OS- Tajam penglihatan : baik baik- Lapang penglihatan : baik baik- Funduskopi : tidak dilakukan tidak dilakukan

N. occulomotorius, N. trochlearis, N. abducen ( N.III-N.IV-N.VI )- Celah Kelopak mata :

Ptosis : -/-Exopthalmus : -/-

- Ptosis Bola Mata : -/-- Pupil

Ukuran/bentuk : < 3mm / bulat Isokor/anisokor : isokorReflek cahaya langsung : +/+Reflek cahaya tidak langsung : +/+ Reflek Akomodasi :

- Gerakan bola mataParese kearah : (-)Nistagmus : (-)

N. trigeminus ( N. V )- Sensibilitas :- N. V1 : kanan dan kiri sama

- N. V2 : kanan dan kiri sama - N. V3 : kanan dan kiri sama

- Motorik : - inspeksi/palpasi : baik- Refleks dagu/masseter : baik

- Refleks cornea : baik

N. fascialis ( N. VII )- Motorik : m. Frontalis m. Orbik.oculi m. Orbik.oris

* istirahat : baik baik baik * gerakan mimik : baik baik baik- Pengecapan 2/3 depan lidah : tidak dilakukan

3

Page 4: Preskas (1)

N. acusticus ( N. VIII )- Pendengaran : baik

- Test rinne/weber : tidak dilakukan - Fungsi vestibularis

N. glossopharingeus dan N. vagus ( N. IX dan N. X )- Posisi Arcus pharingeus (Istirahat/AAH) :

- Suara : baik- Reflek telan/muntah : tidak dilakukan- Pengecap 1/3 lidah bagian belakang : tidak dilakukan- Bradikardi/takikardi : -

N. accesorius ( N. XI )- M. Sternocleidomastoideus : kanan dan kiri simetris- M. Trapezius : kanan dan kiri simetris

N. hipoglossus ( N. XII )- Atropi : (-)- Fasikulasi : (-)- Deviasi : (-)- Tremor : (-)

- Ataksia : (-)

3. Leher :- Tanda-tanda perangsangan selaput otak : - kaku kuduk : (-)

- kernig’s sign : (-)- laseque sign : (-)- Brudzinski : (-)

- kelenjar lymphe : tidak ada pembesaran- arteri karotis : - palpasi : dalam batas normal

- auskultasi : tidak terdapat bruit- kelenjar gondok : tidak ada pembesaran

4. Abdomen :- Reflek kulit dinding perut : (+)

5. Kolumna Vertebralis :- inspeksi : tidak dilakukan - palpasi : tidak dilakukan- pergerakan : tidak dilakukan - perkusi : tidak dilakukan

4

Page 5: Preskas (1)

6. Sistem motorik : Superior ka / ki Inferior ka / ki- Gerak : terbatas/terbatas terbatas/terbatas- Kekuatan otot : 3/2 3/2- Tonus : hipertonus hipertonus - Klonus : -/- -/-

7. Reflek fisiologis : Dekstra Sinistra- Bicep : (+) (+)- Pattela : (+) (+)- Trisep : (+) (+)- Achiles : (+) (+)

8. Reflek patologi - Hoffman trommer : (-) / (-) - Babinsky : (-) / (-)- Chaddock : (-) / (-)- Oppenheim : (-) / (-)- Schaefer : (-) / (-)- Gordon : (-) / (-)- Gonda : (-) / (-)

9.Sensibilitas- Rasa raba : kanan dan kiri sama- Rasa nyeri : kanan dan kiri sama- Rasa suhu panas : tidak dilakukan - Rasa suhu dingin : tidak dilakukan

10. Propioseptif - Rasa sikap : baik- Rasa getar : tidak dilakukan

11. Otonom- Alvi : baik- Uri : baik- Hidrosis : baik

12. Pemeriksaan fungsi luhur :- memori : baik - fungsi eksekutif :-fungsi bahasa : baik - fungsi psikomotorik (praksia) : - visuospasial : baik - kalkulasi : tidak dilakukan

- gnosis : tidak dilakukan

5

Page 6: Preskas (1)

III. PEMERIKSAAN LABORATORIUM Hasil Laboratorium (2 Februari 2015)

HEMATOLOGI

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hb 13,4 P: 14-16, W: 12-16 g/dl

Leukosit 9.400 3.500-10.000/mm

LED 15 P: <10, W: <20 mm/jam

Basofil 0 0

Eosinofil 0 0-3

Batang 1 2-6

Segmen 80 50-70

Limfosit 14 20-40

Monosit 5 2-8

Eritrosit 4,6 3,8-5,8 jl/mm3

Ht 38,4 35-50

Trombosit 315 150-400 ribu/mm3

KIMIA DARAH

SGOT 34 P: <38, W: <32 U/L

SGPT 14 P: <41, W: <31 U/L

Glukosa Sewaktu 94 <170 mg/dl

Ureum 15 15-45 mg/dl

Kreatinin 0,6 P: 0,7-1,2 ; W: 2,4-5,7 mg/dl

Anti HIV Non Reaktif Non Reaktif

ELEKTROLIT

Na 144 136-145 mEq/l

K 4,0 3,3-5,1 mEq/l

Cl 105 98-106 mg/dl

PENANDA TUMOR

CEA 138,29 ≤ 5

PSA 0,58 ≤ 4

6

Page 7: Preskas (1)

- Urine : Tidak dilakukan- Liquor Cerebrospinalis : Tidak dilakukan

IV. PEMERIKSAAN RADIOLOGI & PEMERIKSAAN LAIN-LAIN CT Scan USG Abdomen : dalam batas normal Rontgen Toraks :

V. RESUMEPasien datang ke RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan badan lemas sejak 1 hari sebelum

masuk rumah sakit. Keluhan disertai mual namun tidak muntah. Pasien juga mengeluh sering

merasakan nyeri kepala yang hilang timbul sejak 6 bulan sebelum masuk rumah sakit. Nyeri

kepala yang dirasakan berdenyut dan terasa pada bagian depan kepala. Pasien mengaku sejak

2 bulan yang lalu nyeri kepala semakin sering, meluas dan terasa semakin memberat, lalu

pasien mengatakan lengan dan tungkai pasien mulai terasa lemas sejak 3 minggu SMRS dan

pasien sering terjatuh bila sedang berjalan sehingga pasien harus dituntun bila berjalan.

Tangan pasien juga tidak bisa menggenggam sehingga tidak bisa makan sendiri.

Pemeriksaan Umum

- Kesan : Tampak sakit sedang - Kesadaran : GCS = E4 M6 V5- Tanda vital : TD :100/70 mmHg Respirasi : 20 kali/menit

Nadi : 80 kali/menit Suhu : 36,8 MC- Lain-lain dalam batas normal

Pemeriksaan Neurologis

Sistem motorik : Superior ka / ki Inferior ka / ki- Gerak : terbatas/terbatas terbatas/terbatas- Kekuatan otot : 3/2 3/2- Tonus : hipertonus hipertonus - Klonus : -/- -/-

PEMERIKSAAN LABORATORIUM - LED ↑- Penanda tumor CEA ↑

7

Page 8: Preskas (1)

PEMERIKSAAN PENUNJANGCT-ScanKesan :

Thorax FotoKesan :

VI. DIAGNOSA- Diagnosis klinis : Cephalgia, Tetraparase tipe UMN- Diagnosis Topis : - Diagnosis Etiologis : Space Occupying Lesion, hidrosefalus

VII. DIAGNOSA BANDING- Tuberkuloma

VIII. TERAPI- Posisi kepala ditinggikan 200 - 300

- Manitol

- Konsul bedah saraf

IX. PROGNOSA- Quo ad vitam : dubia ad malam

- Quo ad fungsionam : dubia ad malam

- Quo ad sanactionam : dubia ad malam

X. ANJURAN

8

Page 9: Preskas (1)

TINJAUAN PUSTAKA

Space Occupying Lesion (SOL)

I. Definisi

SOL (Space Occupying Lesion) merupakan generalisasi masalah tentang adanya lesi

pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Banyak penyebab yang dapat

menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor

intracranial.

Karena cranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi maka

lesi-lesi ini akan meningkatkan tekanan intracranial. Suatu lesi yang meluas pertama kali

diakomodasi dengan cara mengeluarkan cairan serebrospinal dari rongga cranium. Akhirnya

vena mengalami kompresi, dan gangguan sirkulasi darah otak dan cairan serebrospinal mulai

timbul dan tekanan intracranial mulai naik. Kongesti venosa menimbulkan peningkatan

produksi dan penurunan absorpsi cairan serebrospinal dan meningkatkan volume dan terjadi

kembali hal-hal seperti diatas.

Posisi tumor dalam otak dapat mempunyai pengaruh yang dramatis pada tanda-tanda

dan gejala. Misalnya suatu tumor dapat menyumbat aliran keluar dari cairan serebrospinal

atau yang langsung menekan pada vena-vena besar, meyebabkan terjadinya peningkatan

tekanan intracranial dengan cepat. Tanda-tanda dan gejala memungkinkan dokter untuk

melokalisirlesi akan tergantung pada terjadinya gangguan dalam otak serta derajat kerusakan

jaringan saraf yang ditimbulkan oleh lesi. Nyeri kepala hebat, kemungkinan akibat

peregangan durameter dan muntah-muntah akibat tekanan pada batang otak merupakan

keluhan yang umum.Suatu pungsi lumbal tidak boleh dilakukan pada pasien yang diduga

tumor intracranial. Pengeluaran cairan serebrospinal akan mengarah pada timbulnya

pergeseran mendadak hemispherium cerebri melalui takik tentorium kedalam fossa cranii

posterior atau herniasi medulla oblongata dan serebellum melalui foramen magnum. Pada saat

ini CT-scan dan MRI digunakan untuk menegakkan diagnosa.

9

Page 10: Preskas (1)

II. Etiologi

a. Kontusio serebri

Konstusio serebral merupakan cedera kepala berat, dimana otak mengalami

memar, dengan kemungkinan adanya daerah hemoragi. Pasien berada pada periode tidak

sadarkan diri. Gejala akan muncul dan lebih khas. Pasien terbaring kehilangan gerakan;

denyut nadi lemah, pernapasan dangkal, kulit dingin dan pucat. Sering terjadi defekasi

dan berkemih tanpa disadari. Pasien dapat diusahakan untuk bangun tetapi segera masuk

kembali ke dalam keadaan tidak sadar. Tekanan darah dan suhu subnormal dan gambaran

sama dengan syok.

Umumnya, invidu yang mengalami cedera luas mengalami fungsi motorik

abnormal, gerakan mata abnormal,dan peningkatan TIK mempunyai prognosis buruk.

Sebaliknya, pasien dapat mengalami pemulihan kesadaran komplet dan mungkin

melewati tahap rangsang serebral.

b. Hematoma  

Hematoma (pengumpulan darah) yang terjadi di dalam kubah cranial adalah

akibat paling serius dari cidera kepala. Hematoma disebut sebagai epidural, subdural

atau intraserebral, bergantung pada lokasinya. Efek utama adalah seringkali lambat

sampai hematoma tersebut cukup besar untuk menyebabkan distorsi dan herniasi otak

serta peningkatan TIK.

c. Abses

Abses otak merupakan kumpulan dari unsur-unsur infeksius dalam jaringan otak.

Ini dapat terjadi melalui invasi otak langsung dari trauma Intrakranial atau pembedahan.;

melalui penyebaran infeksi dari daerah lain seperti sinus, telinga dan gigi (infeksi sinus

paranasal, otitis media,, sepsis gigi); atau melalui penyebaran infeksi melalui penyebaran

infeksi dari organ lain (abses paru-paru, endokarditis infektif); dan dapat menjadi

komplikasi yang berhubungan dengan beberapa bentuk meningitis. Abses otak

merupakan komplikasi yang dikaitkan dengan beberapa bentuk meningitis. Abses otak

adalah komplikasi yang meningkat pada pasien yang system imunnya disupresi baik

karena terapi atau penyakit. Untuk mencegah abses otak maka perlu dilakukan

10

Page 11: Preskas (1)

pengobatan yang tepat pada otitis media, mastoiditis,sinusitis,infeksi gigi dan infeksi

sistemik.

d. Tumor Intrakranial

Tumor Intrakranial meliputi lesi desak ruang jinak maupun ganas yang tumbuh di

otak, meningen, dan tengkorak. Klien tumor Intrakranial datang dengan berbagai gejala

yang membingungkan oleh karena itu penegakkan diagnosis menjadi sukar. Tumor

Intrakranial dapat terjadi pada semua umur, tidak jarang menyerang anank-anak dibawah

usia 10 tahun, tetapi paling sering terjadi pada orang dewasa pada usia 50-an dan 60-an.

Klasifikasi tumor saraf pusat oleh World Health Organization (WHO), yaitu :

1. Tumor neuroepitelial

a. Tumor glial

Astrositoma

- Astrositoma pilositik

- Astrositoma difus

- Astrositoma anaplastik

- Glioblastoma

- Xantoastrositoma pleomorfik

- Astrositoma subependimal sel raksasa

Tumor oligodendroglial

- Oligodendroglioma

- Oligodendroglioma anaplastik

Glioma campuran (mixed glioma)

- Oligoastrositoma

- Oligoastrositoma anaplastik

Tumor ependimal

- Ependimoma myxopapilari

- Subependimoma

- Ependimoma

- Ependimoma anaplastik

Tumor neuroepitelial lainnya

11

Page 12: Preskas (1)

- Astroblastoma

- Glioma koroid dari ventrikel III

- Gliomatosis serebri

b. Tumor neuronal dan campuran neuronal-glial

Gangliositoma

Ganglioglioma

Astrositoma desmoplastik infantil

Tumor disembrioplastik neuroepitelial

Neurositoma sentral

Liponeurositoma serebelar

Paraganglioma

c. Tumor non-glial

Tumor embrional

- Ependimoblastoma

- Meduloblastoma

- Tumor primitif neuroektodermal supratentorial

Tumor pleksus khoroideus

- Papiloma pleksus khoroideus

- Karsinoma pleksus khoroideus

Tumor parenkim pineal

- Pineoblastoma

- Pineositoma

- Tumor parenkim pineal dengan diferensiasi intermediet

2. Tumor meningeal

a. Meningioma

b. Hemangoperisitoma

c. Lesi melanositik

3. Tumor germ cell

a. Germinoma

b. Karsinoma embrional

c. Tumor sinus endodermal (yolk sac)

12

Page 13: Preskas (1)

d. Khoriokarsinoma

e. Teratoma

f. Tumor germ cell campuran

4. Tumor sella

a. Adenoma hipofisis

b. Karsinoma hipofisis

c. Kraniofaringioma

5. Tumor dengan histogenesis yang tidak jelas

Hemangioblastoma kapiler

6. Limfoma system saraf pusat primer

7. Tumor nervus perifer yang mempengaruhi SSP

8. Tumor metastasis

e. Masalah serebral :

o Peningkatan produksi cairan serebrospinal

o Bendungan system ventricular

o Menurun absorbsi cairan serebrospinal

f. Edema serebral :

o Penggunaan zat kontras yang merubah homestatis otak

o Hidrasi yang berlebihan dengan menggunakan  larutan hipertonik

o Pengaruh trauma kepala

III. Patofisiologi

Peningkatan tekanan Intrakranial adalah suatu mekanisme yang diakibatkan oleh

beberapa kondisi neurologi. Ini sering terjadi secara tiba-tiba dan memerlukan intervensi

pembedahan. Isi dari cranial adalah jaringan otak, pembuluh darah dan cairan serebrospinal.

Bila terjadi peningkatan satu dari isi cranial mengakibatkan peningkatan tekanan Intrakranial,

sebab ruang cranial keras, tertutup, tidak bisa berkembang.

Peningkatan satu dari beberapa isi cranial biasanya disertai dengan pertukaran timbal

balik dalam satu volume yang satu dengan yang lain. Jaringan otak tidak dapat berkembang,

tanpa berpengaruh serius pada aliran dan jumlah cairan serebrospinal dan sirkulasi serebral.

Space occupying lesion (SOL) menggantikan dan merubah jaringan otak sebagai suatu

13

Page 14: Preskas (1)

peningkatan tekanan. Peningkatan tekanan dapat secara lambat (sehari/minggu) atau secara

cepat, hal ini tergantung pada penyebabnya. Pada pertama kali satu hemisphere dari otak

akan dipengaruhi, tetapi pada akhirnya kedua hemisphere akan dipengaruhi.

Peningkatan tekanan Intrakranial dalam ruang cranial pada pertama kali dapat

dikompensasi dengan menekan vena dan pemindahan cairan serebrospinal. Bila tekanan

makin lama makin meningkat, aliran darah ke serebral akan menurun dan perfusi menjadi

tidak adekuat, maka akan meningkatkan PCO2 dan menurunkan PO2 dan pH. Hal ini akan

menyebabkan vasodilatasi dan edema serebri. Edema lebih lanjut akan meningkatkan

tekanan Intrakranial yang lebih berat dan akan menyebabkan kompresi jaringan saraf.

Pada saat tekanan melampaui kemampuan otak untuk berkompensasi, maka untuk

meringankan tekanan, otak memindahkan ke bagian kaudal atau herniasi ke bawah. Sebagian

akibat dari herniasi, batang otak akan terkena pada berbagai tingkat, yang mana

penekanannya bisa mengenai pusat vasomotor, arteri serebral posterior, saraf okulomotorik,

traktus kortikospinal dan serabut-serabut saraf ascending reticular activating system.

Akibatnya akan mengganggu mekanisme kesadaran, pengaturan tekanan darah, denyut nadi,

pernafasan dan temperatur tubuh.

14

Page 15: Preskas (1)

Bagan 1. Efek Peningkatan TIK

IV. Manifestasi Klinis

Neoplasma sistem saraf pusat umumnya menyebabkan disfungsi neurologis yang

progresif. Pada neoplasma benigna dengan pertumbuhannya lambat, gejala klinis muncul

perlahan-lahan, apalagi bila lokasi neoplasma di daerah otak yang tidak terlalu vital atau

tidak memberikan gangguan organ yang nyata misalnya pada lobus frontalis. Sehingga

kebanyakan ditemukan sudah dalam ukuran yang cukup besar. Neoplasma intrakranial yang

terletak di daerah otak vital atau dekat dengan struktur yang penting, maka akan

memberikan gejala klinis yang cepat meskipun ukurannya masih kecil. Gejala klinis yang

bersifat akut progresif umumnya disebabkan adanya komplikasi perdarahan intraserebral

atau sumbatan aliran CSS.

Gambaran klinis neoplasma intrakranial secara umum dibagi dalam tiga kelompok

yaitu gambaran klinis umum, terlokalisir, dan terlokalisir palsu.

a. Gambaran klinis umum.

15

Page 16: Preskas (1)

Gejala dan tanda umum biasanya disebabkan oleh meningkatnya TIK, infiltrasi difus

dari massa neoplasma, oedema serebri, atau hidrosefalus. Gambaran klinis umum yang

lebih sering terlihat adalah nyeri kepala, muntah, kejang, perubahan status mental. Tanda

klinisnya berupa oedema pada papil nervus optikus (N.II).

1. Nyeri kepala

Nyeri kepala merupakan gejala umum yang dirasakan pada neoplasma intrakranial.

Nyeri dirasakan paling hebat di pagi hari, karena selama tidur malam, tekanan

karbondioksida (PCO2) arteri serebral meningkat sehingga mengakibatkan

peningkatan dari cerebral blood flow (CBF) dan dengan demikian meningkatkan lagi

TIK.

2. Muntah

Muntah terdapat pada 30% kasus, sering dijumpai pada neoplasma intrakranial di

fossa posterior. Muntah sering timbul pada pagi hari setelah bangun tidur disebabkan

oleh tekanan intrakranial yang meninggi selama tidur malam, di mana tekanan

karbondioksida (PCO2) serebral meningkat. Sifat muntah dari penderita dengan TIK

meningkat adalah khas, yaitu proyektil tanpa didahului mual.

3. Kejang fokal

Kejang dapat timbul sebagai manifestasi dari TIK yang melonjak secara cepat. Perlu

dicurigai penyebab bangkitan kejang adalah neoplasma intrakranial bila:

Bangkitan kejang pertama kali pada usia lebih dari 25 tahun

Mengalami post iktal paralisis

Mengalami status epilepsi

Resisten terhadap obat-obat epilepsi

Bangkitan disertai dengan gejala peningkatan TIK yang lain.

4. Perubahan status mental

Neoplasma intrakranial dapat mengakibatkan gangguan mental berupa mudah

tersinggung, emosi, labil, pelupa, perlambatan aktivitas mental dan sosial,

kehilangan inisiatif dan spontanitas, ansietas dan depresi. Gejala ini berjalan

progresif dan dapat dijumpai pada 2/3 kasus. Gangguan emosi juga akan terjadi

terutama jika neoplasma intrakranial tersebut mendesak sistem limbik (khususnya

amigdala dan girus cinguli) karena sistem limbik merupakan pusat pengatur emosi.

16

Page 17: Preskas (1)

5. Papil oedema

Papil oedema menunjukkan adanya oedema atau pembengkakan diskus optikus yang

disebabkan oleh peningkatan TIK yang menetap selama lebih dari beberapa hari atau

minggu. Oedema itu berhubungan dengan obstruksi CSS, dimana peningkatan TIK

pada selubung nervus optikus menghalangi drainase vena dan aliran aksoplasmik

pada neuron optikus dan menyebabkan pembengkakan pada diskus optikus dan

retina serta perdarahan diskus. Papil oedema tahap lanjut dapat terjadi atrofi

sekunder papil nervus optikus.

Durasi gejala klinis ditentukan oleh antara lain letak atau topis neoplasma. Neoplasma

pada lobus temporal anterior atau lobus frontal anterior dapat tumbuh tanpa diketahui

hingga mencapai ukuran cukup besar untuk menyebabkan gejala umum sebagai

gambaran awal. Neoplasma pada fossa posterior atau lobus frontal, parietal, dan

oksipital dapat menyebabkan gejala-gejala fokal sebelum terjadi disfungsi umum.

b. Gambaran klinis terlokalisir

Gejala-gejala tumor secara fokal dapat berasal dari adanya destruksi, infark, atau

oedema parenkim yang diinduksi neoplasma intrakranial.

Neoplasma lobus frontal dapat menyebabkan gejala fokal meliputi katatonia,

refleks memegang yang positif yang selalu dinilai khas untuk lokasi di lobus frontalis,

disartria kortikal, kelemahan kontralateral, anosmia bila tidak terdapat kerusakan di

bagian perifer nervus olfaktorius, kejang motorik sederhana atau kejang umum yang

diikuti paralisis post iktal. Nyeri kepala merupakan manifestasi dini. Gangguan mental,

walaupun dapat timbul pada neoplasma intrakranial di daerah manapun, kebanyakan

merupakan manifestasi dini dari neoplasma di lobus frontalis dan korpus kalosum.

Terjadi pula kemunduran fungsi intelektual. Gangguan bahasa berupa afasia motorik bila

terdapat kerusakan di area Broca pada lobus frontalis postero-inferior. Area Broca pada

sebagian besar orang terdapat di hemisfer kiri.

Neoplasma lobus temporal dapat terjadi disfungsi traktus kortikospinal

kontralateral, defisit perimetri visual berupa hemianopsia kuadran atas homonim

kontralateral, afasia konduktif, disnomia, kejang parsial kompleks. Perubahan

kepribadian dan disfungsi memori juga sering ditemukan. Bagian terdepan lobus

temporal, yaitu unkus, merupakan pusat kortikal persepsi penghiduan dan pengecapan.

17

Page 18: Preskas (1)

Maka bila neoplasma merangsang unkus, akan timbul serangan yang dinamakan

uncinate fit yaitu epilepsi dengan halusinasi olfaktorik berupa mencium bau tidak enak,

misalnya mencium bau bangkai, pada sebelum kejang (pre iktal) maupun setelah kejang

(post iktal). Halusinasi olfaktorik ini disertai automatisme, yaitu perbuatan tanpa

disadari namun memperlihatkan pola wajar yang bermakna, terdiri dari gerakan lidah

mengecap-ngecap dan bibir berkomat kamit. Automatime merupakan tanda khas untuk

lesi di lobus temporalis.

Neoplasma lobus parietal tedapat gangguan sensorik dan defisit atensi. Ada pula

disfungsi kortikospinal kontralateral, hemianopsia kuadran bawah homonim

kontralateral, kejang motorik atau kejang sensorik sederhana, neglect, apraksia, dan

kekacauan sisi kanan-kiri (right-left confusion). Berbagai macam agnosia dapat muncul,

misalnya agnosia auditorik dimana pasien tidak dapat mengenali suara secara signifikan,

dan agnosia visual dimana pasien tidak mampu mengenali obyek yang sudah lazim

melalui penglihatan.

Neoplasma lobus oksipital memberikan gejala dini yang menonjol berupa nyeri

kepala di oksiput, kemudian disusul gangguan visual, paling sering berupa hemianopsia

homonim. Ada juga yang terjadi kejang oksipital fokal yang ditandai adanya episode

penglihatan kilatan cahaya, warna warni, atau bentuk geometris secara kontralateral.

Neoplasma di ventrikel tiga, neoplasma ini biasanya bertangkai sehingga pada

pergerakan kepala menimbulkan obstruksi cairan serebrospinal dan terjadi peningkatan

TIK mendadak, pasen tiba-tiba nyeri kepala, penglihatan kabur, dan penurunan

kesadaran.

Neoplasma di sudut serebelo-pontin, paling sering berasal dari N VIII yaitu

neurinoma akustik dengan gejala awal berupa gangguan fungsi pendengaran. Gejala lain

timbul bila neoplasma telah membesar dan keluar dari daerah sudut serebelo-pontin.

Neoplasma di hipotalamus akan menyebabkan gejala peningkatan tekanan

intrakranial akibat oklusi foramen Monroe. Gangguan fungsi hipotalamus menyebabkan

gejala berupa gangguan perkembangan seksual pada anak-anak, amenorrhoe, dwarfisme,

gangguan cairan dan elektrolit dan serangan.

Neoplasma di serebelum menimbulkan ataksia, dismetria, disdiadokokinesia,

fenomena rebound, dan disartria.

18

Page 19: Preskas (1)

c. Gambaran klinis terlokalisir palsu

Suatu neoplasma intrakranial dapat menimbulkan manifestasi klinis yang tidak sesuai

dengan fungsi bagian otak yang didudukinya. Adapun manifestasi tersebut adalah :

1. Kelumpuhan saraf otak

Oleh karena desakan massa neoplasma, saraf otak dapat tertarik atau tertekan.

Desakan itu tidak harus langsung terhadap saraf otak. Suatu neoplasma di insulae

kanan dapat mendesak batang otak ke kiri dan karenanya salah satu saraf otak sisi

kiri dapat mengalami gangguan. Saraf otak yang sering terkena pengaruh tidak

langsung dari neoplasma intrakranial adalah saraf otak ke III, IV, dan VI.

2. Refleks patologis yang positif pada kedua sisi

Hal ini dapat ditemukan pada pasien neoplasma intrakranial pada salah satu

hemisfer saja. Oleh karena adanya pergeseran mesensefalon ke sisi kontralateral,

pedunkulus serebri pada sisi kontralateral mengalami kompresi dan refleks

patologis pada sisi neoplasma menjadi positif. Refleks patologis pada sisi

kontralateral terhadap neoplasma menjadi positif karena kerusakan jaras

kortikospinalis di tempat yang diduduki neoplasma itu sendiri.

3. Gangguan mental

Gangguan mental dapat timbul pada semua pasien neoplasma intrakranial pada

letak di manapun.

4. Gangguan endokrin

Gangguan endokrin dapat muncul karena proses desak ruang di daerah hipofise,

tapi juga dapat terjadi akibat desakan tidak langsung dari neoplasma di ruang

supratentorial.

V. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan

penunjang yaitu pemeriksaan radiologi dan patologi anatomi. Pemeriksaan klinis kadang sulit

untuk menegakkan diagnosa neoplasma intrakranial karena gejala klinis yang ditemukan

tergantung dari topis neoplasma intrakranial, kecepatan pertumbuhan massa neoplasma

intrakranial dan cepatnya timbul gejala peningkatan TIK serta efek massa neoplasma

19

Page 20: Preskas (1)

intrakranial ke jaringan otak yang dapat menyebabkan kompresi, invasi dan destruksi dari

jaringan otak.

Perubahan tanda vital pada kasus SOL intrakranial meliputi:

a. Denyut nadi

Denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari peningkatan TIK, terutama pada

anak-anak. Bradikardi merupakan mekanisme yang mungkin terjadi untuk mensuplai

darah ke otak dan mekanisme ini dikontrol oleh tekanan pada mekanisme refleks vagal

yang terdapat dimedulla.

b. Pernapasan

Pada saat kesadaran menurun, korteks serebri akan lebih tertekan daripada batang otak

pada pasien dewasa, perubahan pernapasan ini normalnya akan diikuti dengan penurunan

level dari kesadaran. Perubahan pola pernapasan adalah hasil dari tekanan langsung pada

batang otak.

c. Tekanan darah

Tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari peningkatan

tekanan intrakranial, terutama pada anak-anak. Dengan terjadinya peningkatan tekanan

intrakranial, tekanan darah akan meningkat sebagai mekanisme kompensasi, sehingga

terjadi penurunan dari denyut nadi disertai dengan perubahan pola pernapasan. Apabila

kondisi ini terus berlangsung, maka tekanan darah akan mulai turun.

d. Suhu tubuh

Selama mekanisme kompensasi dari peningkatan TIK, suhu tubuh akaN tetap stabil.

Ketika mekanisme dekompensasi berubah, peningkatan suhu tubuh akan muncul akibat

dari disfungsi dari hipotalamus atau edema pada traktus yang menghubungkannya.

e. Reaksi pupil

Serabut saraf simpatis menyebabkan otot pupil berdilatasi. Reaksi pupil yang lebih

lambat dari normalnya dapat ditemukan pada kondisi yang menyebabkan penekanan pada

nervus okulomotorius, seperti edema otak atau lesi pada otak.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Head CT-Scan

20

Page 21: Preskas (1)

CT-Scan merupakan merupakan alat diagnostik yang penting dalam evaluasi pasien yang

diduga menderita tumor otak. CT-Scan merupakan pemeriksaan yang mudah, sederhana,

non invasif, tidak berbahaya, dan waktu pemeriksaan lebih singkat. Ketika kita

menggunakan CT-Scan dengan kontras, kita dapat mendeteksi tumor yang ada. CT-Scan

tidak hanya dapat mendeteksi tumor, tetapi dapat menunjukkkan jenis tumor apa, karena

setiap tumor intrakranial menunjukkan gambar yang berbeda pad CT-Scan.

a. Gambaran CT-Scan pada tumor otak, umumnya tampak sebagai lesi abnormal

berupa massa yang mendorong struktur otak disekitarnya. Biasanya tumor otak

dikelilingi jaringan oedem yang terlihat jelas karena densitasnya lebih rendah.

Adanya kalsifikasi, perdarahan atau invasi mudah dibedakan dengan jaringan

sekitarnya karena sifatnya hiperdens. Beberapa jenis tumor akan terlihat lebih

nyata bila pada waktu pemeriksaan CT-Scan disertai dengan pemberian zat

kontras. Kekurangan CT-Scan adalah kurang peka dalam mendeteksi massa tumor

yang kecil, massa yang berdekatan dengan struktur tulang kranium, maupun

massa di batang otak.

b. Pada subdural akut CT-Scan kepala (non kontras) tampak sebagai suatu massa

hiperdens (putih) ekstra-aksial berbentuk bulan sabit sepanjang bagian dalam

(inner table) tengkorak dan paling banyak terdapat pada konveksitas otak

didaerah parietal. Terdapat dalam jumlah yang lebih sedikit didaerah bagian atas

tentorium serebeli. Perdarahan subdural yang sedikit (small SDH) dapat berbaur

dengan gambaran tulang tengkorak dan hanya akan tampak dengan menyesuaikan

CT window width. Pegeseran garis tengah (middle shift) akan tampak pada

perdarahan subdural yang sedang atau besar volumenya. Bila tidak ada middle

shift harus dicurigai adanya massa kontralateral dan bila middle shift hebat harus

dicurigai adanya edema serebral yang mendasarinya.

Pada fase akut subdural menjadi isodens terhadap jaringan otak sehingga lebih

sulit dinilai pada gambaran CT-Scan, oleh karena itu pemeriksaan CT-Scan

dengan kontras atau MRI sering dipergunakan pada kasus perdarahan subdural

dalam waktu 48-72 jam setelah trauma. Pada pemeriksaan CT dengan kontras,

vena-vena kortikal akan tampak jelas dipermukaan otak dan membatasi subdural

hematoma dan jaringan otak. Perdarahan subdural akut sering juga berbentuk

21

Page 22: Preskas (1)

lensa (bikonveks) sehingga membingungkan dalam membedakannya dengan

epidural hematoma.

c. Pada fase kronik lesi subdural pada gambaran CT-Scan tanpa kontras menjadi

hipodens dan sangat mudal dilihat. Bila pada CT-Scan kepala telah ditemukan

perdarahan subdural, sangat penting untuk memeriksa kemungkinan adanya lesi

lain yang berhubungan seperti fraktur tengkorak, kontusio jaringan otak dan

perdarahan subarakhnoid.

d. Pada abses, CT-Scan dapat digunakan sebagai pemandu untuk dilakukannya

biopsi. Biopsi aspirasi abses ini dilakukan untuk keperluan diagnostik maupun

terapi.

2. MRI

MRI merupakan pemeriksaan yang paling baik terutama untuk mendeteksi tumor yang

berukuran kecil ataupun tumor yang berada dibasis kranium, batang otak dan di fossa

posterior. MRI juga lebih baik dalam memberikan gambaran lesi perdarahan, kistik, atau,

massa padat tumor intrakranial.

3. Darah Lengkap

Pemeriksaan darah lengkap dapat dijadikan salah satu kunci untuk menemukan kelainan

dalam tubuh. kelainan sitemik biasanya jarang terjadi, walaupun terkadang pada abses

otak sedikit peningkatan leukosit

4. Foto Thorak

Dilakukan untuk mengetahui apakah ada tumor dibagian tubuh lain, terutama paru yang

merupakan tempat tersering untuk terjadinya metastasis primer paru. Pada hematoma,

mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan

/edema), dan fragmen tulang.

5. USG Abdomen

Dilakukan untuk mengetahui aakah ada tumor dibagian tubuh lain. Pada orang dewasa.

Tumor otak yang merupakan metastase dari tumor lain lebih sering daripada tumor

primer otak.

6. Biopsi

Untuk tumor otak, biopsi dilakukan untuk mengetahui jenis sel tumor tersebut, sehingga

dapat membantu dokter untuk mengidentifikasi tipe dan stadium tumor dan menentukan

22

Page 23: Preskas (1)

pengobatan yang tepat seperti apakah akan dilakukan pengangkatan seluruh tumor

ataupun dilakukan radioterapi.

7. Lumbal Pungsi

Pemeriksaan ini hanya dilakukan untuk beberpa jenis tumor otak tertentu. Dengan

mengambil cairan serebro spinal, diharapkan dapat diketahui jenis sel dari tumor otak

tersebut. Jika tekanan intrakranial terlalu tinggi, pemeriksaan ini kontraindikasi untuk

dilakukan

8. Analisa Gas Darah

Untuk mendeteksi ventilasi atau masalah pernapasan jika terjadi peningkatan tekanan

intrakranial.

9. Angiography

Angiography tidak sealu dilakukan, tetapi pemeriksaan ini perlu dilakukan untuk

beberapa jenis tumor. pemeriksaan ini membantu ahli bedah untuk mengetahui pembuluh

darah mana saja yang mensuplai area tumor, terutama apabila terlibat embuluh darah

besar. Pemeriksaan ini penting dilakukan terutama untuk tumor yang tumbuh ke bagian

sangat dalam dari otak.

VI. Terapi

1. Pembedahan

Jika hasil CT-Scan didapati adanya tumor, dapat dilakukan pembedahan. Ada

pembedahan total dan parsial, hal ini tergantung jenis tumornya. Pada kasus abses seperti

loculated abscess, pembesran abses walaupun sudah diberi antibiotik yang sesuai,

ataupun terjadi impending herniation. Sedangkan pada subdural hematoma, operasi

dekompresi harus segera dilakukan jika terdapat subdural hematoma akut dengan middle

shift > 5 mm. Operasi juga direkomendasikan pada subdural hematoma akut dengan

ketebalan lebih dari 1 cm.

2. Radioterapi

Ada beberapa jenis tumor yang sensitif terhadap radioterapi, seperti low grade glioma.

Selain itu radioterapi juga digunakan sebagai lanjutan terapi dari pembedahan parsial.

3. Kemoterapi

23

Page 24: Preskas (1)

Terapi utama jenis limpoma adalah kemoterapi. Tetapi untuk oligodendroglioma dan

beberapa astrocytoma yang berat, kemoterapi hanya digunakan sebagai terapi tambahan.

4. Antikolvusan

Mengontrol kejang merupakan bagian terapi yang penting pada pasien dengan gejala

klinis kejang. Pasien SOL sering mengalami peningkatan tekanan intrakranial, yang salah

satu gejala klinis yang sering terjadi adalah kejang.

Phenytoin adalah yang paling umum digunakan. Selain itu dapat juga digunakan

carbamazepine, phenobarbital dan asam valproat.

5. Antibiotik

Jika dari hasil pemeriksaan diketahui adanya abses, maka antibiotik merupakan salah satu

terapi yang harus diberikan. Berikan antibiotik intravena, sesuai kultur ataupun sesuai

data empiris yang ada. Antibiotik diberikan 4-6 minggu atau lebih, hal ini disesuaikan

dengan hasil pencitraan, apakah ukuran abses sudah berkurang atau belum. Carbapenem,

fluorokuinolon, aztreonam memiliki penetrasi yang bagus ke sistem saraf pusat, tetapi

harus memperhatikan dosis yang diberikan (tergantung berat badan dan fungsi ginjal)

untuk mencegah toksisitas.

6. Kortikosteroid

Kortikosteroid mengurangi edema peritumoral dan mengurangu tekana intrakranial.

Efeknya mengurangi sakit kepala dengan cepat. Dexamethasone adalah kortikosteroid

yang dipilh karena aktivitas mineralkortikoid yang minimal. Dosisnya dapat diberikan

mulai dari dosis minimal, tetapi dosisnya dapat ditambahkan maupun dikurangi untuk

mencapai dosis yang dibutuhkan untuk mengontrol gejala neurologik.

7. Head up 30-45˚

Berfungsi untuk mengoptimalkan venous return dari kepala, sehingga akan membantu

mengurangi TIK.

8. Menghindari Terjadinya Hiperkapnia

PaCO2 harus dipertahankan dibawah 40 mmHg, karena hiperkapnia dapat menyebabkan

terjadinya peningkatan aliran darah ke otak sehingga terjadi peningkatan TIK, dengan

cara hiperventilasi ringan disertai dengan analisa gas darah untuk menghindari global

iskemia pada otak.

9. Diuretika Osmosis

24

Page 25: Preskas (1)

Manitol 20% diberikan cepat dalam 30-60 menit untuk membantu mengurangi

peningakatan TIK dan dapat mencegah edema serebri.

VII. KOMPLIKASI

1. Gangguan fungsi neurologis

2. Gangguan kognitif

3. Gangguan tidur dan mood

VIII. PROGNOSIS

SOL intrakranial tergantung pada penyebabnya. Berdasarkan data di negara-

negara maju, dengan diagnosis dini dan juga penanganan yang tepat melalui pembedahan

dilanjutkan dengan radioterapi, angka ketahanan hidup 5 tahun berkisar 50-60 % dan

angka ketahanan hidup 10 tahun berkisar 30-40 %. Terapi SOL yang disebabkan oleh

tumor intrakranial di Indonesia secara umum prognosisnya masih buruk, berdasarkan

tindakan operatif yang dilakukan pada beberapa rumah sakit di Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA

Ejaz M, Saeed A, Naseer A, Chaudrhy, Qureshi G.R, 2005. Intra-cranial Space Occupying

Lesions A Morphological Analysis. Department of Pathology, Postgraduate Medical

Institute, Lahore – Pakistan. Biomedica Vol. 21

25

Page 26: Preskas (1)

Kaptigau, W. Matui ,Ke Liu. Space-occupying lesions in Papua New Guinea – the CT era. Port

Moresby General Hospital, Papua New Guinea and Chongqing Emergency Medical

Centre, Chongqing City, China. PNG Med J 2007 Mar-Jun;50(1-2):33-43

Kleihus P. Burger PC, Scheithauer. Histological typing of tumours of the Central nerbus system.

WHO Histological clasification of tumour. Second edition. Springer-Verlag, Berlin

Heidelber.1993. Hal 1-20.

Kleinberg LR. Brain Metastasis A multidisiplinary Approach. New York: Demos Medical.

Ropper AH, Brown RH. Intracranial Neoplasms and Paraneoplastic Disorders in Adams and

Victor’s Principles of Neurology. 8th edition. USA: Mc Graw Hill, 2005. 546-91.

Wahjoepramono EJ. Tumor Otak. Jakarta: FK Pelita Harapan. 2006.

Wilkinson, Iain. 2005. Brain Tumour. Essential Neurology, 4th Edition. Page 50-52.

26