prescil ckd

41
PRESENTASI KASUS KECIL CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) Pembimbing : dr. A. Heppy O, Sp.PD Di susun oleh : Dwi Putra Ramadhani G1A212133 Dias Isnanti G1A212146 Astrid Meilinda G1A212147 UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEDOKTERAN SMF ILMU PENYAKIT DALAM

Upload: auzia-tania-utami

Post on 16-Nov-2015

55 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

CKD

TRANSCRIPT

PRESENTASI KASUS KECIL

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

Pembimbing : dr. A. Heppy O, Sp.PD

Di susun oleh :Dwi Putra RamadhaniG1A212133Dias IsnantiG1A212146Astrid MeilindaG1A212147

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANJURUSAN KEDOKTERANSMF ILMU PENYAKIT DALAMRSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJOPURWOKERTO

2013

LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS KECILChronic Kidney Disease (CKD)

Diajukan untuk memenuhi syaratmengikuti Kepaniteraan Klinik Seniordi bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo Purwokerto

telah disetujui dan dipresentasikanpada tanggal: Agustus 2013

Disusun oleh :

Dwi Putra RamadhaniG1A212133Dias IsnantiG1A212146Astrid MeilindaG1A212147

Purwokerto, Agustus 2013Pembimbing,

dr. A. Heppy O, Sp.PD

BAB IPRESENTASI KASUS

I. IDENTITAS PASIENNama : Tn. SUmur : 53 tahunJenis kelamin : Laki-lakiAgama : IslamPekerjaan : Karyawan pabrikStatus : MenikahAlamat : PagedonganTanggal masuk RSMS: 22 Agustus 2013Tanggal periksa : 23 Agustus 2013Ruang Rawat: MawarNo. CM : 286048

II. ANAMNESIS1. Keluhan utamaSesak napas2. Keluhan TambahanPasien merasa kakinya bengkak dan kelopak matanya membengkak, serta merasa mual tanpa muntah.3. Riwayat penyakit sekarangPasien datang ke IGD pada hari Kamis, 22 Agustus 2013 dengan keluhan sesak napas. Keluhan sudah dirasakan sejak 1 hari sebelum masuk ke rumah sakit. Sesak dirasakan sepanjang hari. Pasien mengatakan bahwa sesak napas dirasakan semakin memberat. Napas dirasakan cepat dan dalam. Pasien merasa sesak berkurang ketika posisi duduk dan memberat ketika tiduran.Pasien juga merasakan kaki serta kelopak matanya bengkak, perut juga dirasakan membesar sedikit sejak 1 sebelum masuk rumah sakit dan rasa mual tanpa disertai muntah. BAK dan BAB lancar

4. Riwayat penyakit dahulu a. Riwayat penyakit yang sama : Adab. Riwayat hipertensi : Ada, 2 tahun terkontrolc. Riwayat DM : disangkald. Riwayat penyakit jantung : disangkal e. Riwayat asma: disangkalf. Riwayat keganasan : disangkal g. Riwayat Operasi: disangkalh. Riwayat Cuci Darah : 8 kali5. Riwayat penyakit keluarga a. Riwayat hipertensi : Adab. Riwayat DM : disangkalc. Riwayat asma : disangkald. Riwayat alergi: disangkal.6. Riwayat sosial dan exposurea. CommunityPasien tinggal di lingkungan padat penduduk. Rumah satu dengan yang lain berdekatan. Hubungan antara pasien dengan tetangga dan keluarga dekat baik. b. HomeSehari-hari pasien tinggal bersama dengan istri dan kedua orang anaknya.c. OccupationalPasien merupakan seorang karyawan pabrikd. Personal habitKeseharian pasien adalah bekerja di pabrik metal, bekerja dari jam 8 pagihingga jam 5 sore.e. DietDalam kesehariannya, pasien mengaku lebih menyukai makanan yang asin dan berlemak

III. PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan umum : Sedang, kooperatif1. Kesadaran : Composmentis1. Vital sign tanggal 23 Agustus 2013TD: 190/100 mmHgN : 120 x / menit RR : 32 x / menit S : 36,2 oCStatus GeneralisBentuk kepala: Mesocephal, simetris, tanda radang (-)Rambut :Warna rambut hitam, tidak mudah dicabut, terdistribusi merataMata :Simetris, edema palpebra (+/+), konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), refleks pupil (+/+) normal isokor 3 mm, Telinga : Discharge (-/-), deformitas (-/-) Hidung : Dicharge (-/-), deformitas (-), nafas cuping hidung (-)Mulut : Bibir pucat (-), sianosis (-), lidah sianosis (-), atrofi papil lidah (-)Leher : deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), JVP 5 2 cm H2OPulmo Inspeksi : Dinding dada simetris, retraksi interkostal (-), ketinggalan gerak (-), jejas (-)Palpasi : Vokal fremitus hemitoraks kanan sama dengan hemitoraks kiriPerkusi : Sonor di kedua lapang paruAuskultasi : Suara Dasar Vesikuler (+) normal, RBH (+/+), RBK (-/-), Wheezing (-/-), ekspirasi memanjang (-)CorInspeksi: Ictus cordis tampak SIC V 2 jari medial LMCSPalpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V 2 jari medial LMCS, kuat angkat (+)Perkusi : Batas jantung Kanan atas SIC II LPSD Kanan bawah SIC IV LPSD Kiri atas SIC II LPSS Kiri bawah SIC V 2 jari medial LMCSAuskultasi : S1 > S2, regular, murmur (-), gallop (-)AbdomenInspeksi: CembungAuskultasi : Bising usus (+) NormalPerkusi : Timpani, tes pekak alih (+), pekak sisi (+)Palpasi : Supel, undulasi (+), nyeri tekan (-)Hepar : Tidak teraba Lien : Tidak teraba

Ekstremitas Superior: Edema (-/-), akral dingin (-/-), sianosis (-/-), ptekie(-/-)Inferior: Edema (+/+), akral dingin (-/-), sianosis (-/-), ptekie (-/-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG A. Pemeriksaan Laboratorium 1. Hematologi NoJenis PemeriksaanHasilKet.

1Hb8,0gr/dL()

2Leukosit13.600/ul()

3Ht24 %()

4Eritrosit2,56x 106 /ul()

5Trombosit263.000/ulNormal

6MCV92,3 flNormal

7MCH30,7 pgNormal

8MCHC33,2 %Normal

9RDW18,0 %()

10MPV9,2 flNormal

Hitung Jenis

1.Basofil0,1%Normal

2. Eosinofil0,0 %()

3.Neutrofil Batang0,8 %()

4.Neutrofil Segmen93,7%()

5. Limfosit2.9%()

6.Monosit2,5%Normal

Kimia Klinik

12345678SGOTSGPTUreum darahKreatinin darahGlukosa sewaktuNatriumKaliumKlorida4316771,32,941381434.394U/LU/Lmg/dLmg/dLmg/dLmmol/Lmmol/Lmmol/L()()()()NormalNormalNormal()

V. RESUMEA. Anamnesis a. Sesak napas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakitb. Pasien juga merasakan kaki, kelopak mata, dan perut membesar sejak 1 hari yang lalu, disertai mual dan tanpa muntahB. Pemeriksaan FisikKeadaan umum : Sedang, kooperatifKesadaran : ComposmentisVital sign tanggal 23 Agustus 2013TD: 190/100 mmHgN : 120 x / menit RR : 32 x / menit S : 36,2oCMata :Edem palpebra (+/+), Conjungtiva anemis (+/+)Pulmo: RBH (+/+) AbdomenInspeksi: CembungPerkusi : Timpani, tes pekak alih (+), pekak sisi (+)Palpasi : Supel, undulasi (+)Ekstremitas Inferior: Edema (+/+)

C. Pemeriksaan LaboratoriumHemoglobin : menurunLeukosit: meningkatHematokrit: menurunEritrosit: menurunRDW: meningkatEosinofil: menurunNeutrofil batang : menurunNeutrofil segmen : meningkatLimfosit: menurunSGOT : meningkatSGPT: meningkatUreum darah : meningkatKreatinin darah: meningkatKlorida: menurun

VI. DIAGNOSIS KERJACKD Grade V

VII. DIAGNOSIS BANDINGSirosis hepatisCHFGagal ginjal akut

VIII. PENATALAKSANAANA. Farmakologi :IVFD RL 10 tpmO2 4 l/m Inj. Lasix 3x2 ampInj. Rantin 2x1 ampPO. Amplodipin 1x 10 mg tabPO Irbesartan 1 x 300 mg tabPO. Bicnat 3x1 tabB. Non-Farmakologi :Bed restDiet rendah garamDiet rendah lemakMotivasi HD

IX. PROGNOSISDubia ad malam

BAB IIPEMBAHASAN

A. Definisi Chronic Kidney Disease (CKD) atau Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan lain yang didapatkan saat pencitraan. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m (Ghanie, 2006).Batasan penyakit ginjal kronik (Suwitra, 2007) :1. Kerusakan ginjal >3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:a) Kelainan patologikb) Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada pemeriksaan pencitraan radiologi 2. Laju filtrasi glomerulus 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

B. KlasifikasiPada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium, yaitu sebagai berikut :

Tabel 1. Klasifikasi penyakit ginjal kronik berdasarkan laju filtrasi glomerulus (Suwitra, 2007).DerajatPenjelasanLFG (mL/menit/1,73m2)

1Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau 90

2Kerusakan ginjal dengan LFG ringan60-89

3Kerusakan ginjal dengan LFG sedang30-59

4Kerusakan ginjal dengan LFG berat15-29

5Gagal ginjal 9011HTNormal

60 8922HT dengan penurunan GFRPenurunan GFR

30 593333

15 294444

< 15 (atau dialisis)5555

C. EtiologiMenurut data Indonesian Renal Registry (IRR) pada tahun 2007-2008, urutan etiologi terbanyak GGK yaitu glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%) (Roesli, 2008). 1. Glomerulonefritis Glomerulonefritis akut merupakan penyakit ginjal yang terjadi akibat mekanisme imun yang memicu peradangan dan proliferasi jaringan glomerular sehingga mengakibatkan kerusakan pada membran basal, mesangium atau endotelium kapiler. Glomerulonefritis akut didefinisikan sebagai serangan yang tiba-tiba ditandai dengan hematuria, proteinuria, dan silinder sel darah merah. Gambaran klinis ini sering disertai dengan hipertensi, edema, dan fungsi ginjal terganggu. Glomerulonefritis dibedakan menjadi primer dan sekunder berdasarkan sumber terjadinya kelainan. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri. Glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau amiloidosis. Kebanyakan kasus terjadi pada pasien berusia 5-15 tahun. Hanya 10% terjadi pada pasien yang lebih tua dari 40 tahun (Prodjosudjadi, 2006). 2. Diabetes Melitus (DM) Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Soegondo, 2005). Terjadinya DM ditandai dengan gangguan metabolisme dan hemodinamik yang meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, meningkatkan tekanan darah sistemik, dan mengubah pengaturan tekanan intrakapiler. Di ginjal, perubahan ini mungkin menyebabkan munculnya protein dalam urin. Kehadiran protein urin tidak hanya tanda awal penyakit ginjal diabetes, tetapi dapat menyebabkan kerusakan dan tubulointerstitial glomerular yang pada akhirnya mengarah ke glomerulosklerosis diabetes. 3. Hipertensi Hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan darah diastolik 90 mmHg pada seseorang yang tidak mengkonsumsi obat anti hipertensi. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi renal (Sidabutar dan Wiguno, 1998). Klasifikasi tekanan darah dijelaskan pada Tabel 3Tabel 3. Klasifikasi tekanan darah sistolik, diastolik, modifikasi gaya hidup, serta terapi obat berdasarkan Joint National Committee (JNC) VIIKlasifikasi Tekanan DarahSistolik (mmHg)Diastolik (mmHg)Modifikasi Gaya HidupTerapi

Normal< 120< 80EdukasiTidak perlu obat antihipertensi

Prehipertensi120 13980 89Ya

Stage 1 HT140 15990 99YaThiazid tipe diuretik. Dapat juga ACEI, ARB, BB, CCB/kombinasi

Stage 2 HT> 160> 100YaKombinasi 2 jenis obat (misalnya thiazid tipe diuretik dan ACEI/ARB/BB/ CCB)

4. Ginjal PolikistikPada ginjal polikistik ditemukan kista-kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Ginjal polikistik sebagian besar baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun (Suhardjono dan Sidabutar, 1998).

D. Faktor RisikoFaktor risiko potensial GGK dapat dilihat dari faktor klinis dan faktor sosiodemografi. Faktor klinis berkaitan dengan kondisi kesehatan atau adanya penyakit yang diderita sebelumnya. Sedangkan faktor sosiodemografi menekankan kepada kondisi seseorang yang dapat menyebabkan orang tersebut berisiko terkena GGK. Faktor risiko tersebut dijabarkan pada Tabel 4 (National Kidney Foundation, 2002).Tabel 4. Faktor risiko gagal ginjal kronisFaktor KlinisFaktor Sosiodemografi

DiabetesHipertensiPenyakit autoimunInfeksi sistemikInfeksi Saluran Kemih (ISK)Batu saluran kemihObstruksi saluran kemih bawahNeoplasiaRiwayat GGK pada keluargaPernah menderita GGAPenurunan massa ginjalPaparan obatBBLRUsia tuaKaum minoritasPaparan zat kimiawi di lingkunganTingkat pendapatan/pendidikan yang rendah

E. EpidemiologiPenyakit ginjal kronis (CKD) merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Di negara berkembang lainnya, insidensi ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk per tahun (Suwitra, 2007).Penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2000 (Murray et al., 2007 & Suwitra, 2007) yaitu:1. Glomerulonefritis (46,39%)2. Diabetes Mellitus (18,65%)3. Obstruksi dan infeksi (12,85%)4. Hipertensi(8,46%)5. Sebab lain(13,65%)Penyakit gagal ginjal kronik lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Insidennya pun lebih sering pada kulit berwarna daripada kulit putih (Arora, 2013).

F. PatofisiologiPatofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nefron) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerolus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi (Arora, 2013 & Suwitra, 2007).Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor (TGF-). Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerolus maupun interstitial (Suwitra, 2007).Perjalanan umum gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi empat stadium. Stadium ringan dinamakan penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal dan penderita asimptomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memberi beban kerja yang berat pada ginjal tersebut, seperti test pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan test LFG yang teliti (Suwitra, 2007).Stadium sedang perkembangan tersebut disebut insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (LFG besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda, tergantung dari kadar protein dalam diet. Pada stadium ini, kadar kreatinin serum juga mulai meningkat melebihi kadar normal. Azotemia biasanya ringan, kecuali bila penderita misalnya mengalami stress akibat infeksi, gagal jantung, atau dehidrasi. Pada stadium insufisiensi ginjal ini pula gejala-gejala nokturia dan poliuria (diakibatkan oleh kegagalan pemekatan) mulai timbul. Gejala-gejala ini timbul sebagai respons terhadap stress dan perubahan makanan atau minuman yang tiba-tiba. Penderita biasanya tidak terlalu memperhatikan gejala-gejala ini, sehingga gejala tersebut hanya akan terungkap dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang teliti (Suwitra, 2007).Stadium berat dan stadium terminal gagal ginjal kronik disebut gagal ginjal stadium akhir atau uremia. Gagal ginjal stadium akhir timbul apabila sekitar 90% dari massa nefron telah hancur, atau hanya sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh. Nilai LFG hanya 10% dari keadaan normal, dan bersihan kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml per menit atau kurang. Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat menyolok sebagai respons terhadap LFG yang mengalami sedikit penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai merasakan gejala-gejala yang cukup parah, karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Kemih menjadi isoosmotis dengan plasma pada berat jenis yang tetap sebesar 1,010. Penderita biasanya menjadi oligourik (pengeluaran kemih kurang dari 500 ml/hari) karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula-mula menyerang tubulus ginjal. Kompleks perubahan biokimia dan gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali kalau ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis. Meskipun perjalanan klinis penyakit ginjal kronik dibagi menjadi empat stadium, tetapi dalam prakteknya tidak ada batas-batas yang jelas antara stadium-stadium tersebut (Suwitra, 2007).

G. Manifestasi KlinisGambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular.1. Kelainan hemopoeisisAnemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia pada pasien gagal ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoetin. Hal lain yang ikut berperan dalam terjadinya anemia adalah defisiensi besi, kehilangan darah (misal perdarahan saluran cerna, hematuri), masa hidup eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut ataupun kronik.Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin < 10 g/dL atau hematokrit < 30 %, meliputi evaluasi terhadap status besi (kadar besi serum / serum iron, kapasitas ikat besi total / Total Iron binding Capacity (TIBC), feritin serum), mencari sumber perdarahan, morfologi eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis dan sebagainya.Penatalaksanaan terutama ditujukan pada penyebab utamanya, di samping penyebab lain bila ditemukan. Pemberian eritropoetin (EPO) merupakan hal yang dianjurkan. Pemberian tranfusi pada penyakit ginjal kronik harus dilakukan hati-hati, berdasarkan indikasi yang tepat dan pemantauan yang cermat. Tranfusi darah yang dilakukan secara tidak cermat mengakibatkan kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia, dan perburukan fungsi ginjal. Sasaran hemoglobin menurut berbagai studi klinik adalah 11-12 g/dL2. Kelainan saluran cernaMual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dan muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika.3. Kelainan mataVisus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.4. Kelainan kulitGatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost.5. Kelainan neuropsikiatriBeberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental berat seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai pada pasien GGK. Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar kepribadiannya (personalitas).6. Kelainan kardiovaskularPatogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung.

H. Penegakkan diagnosisPendekatan diagnostik pada CKD dibagi menjadi tiga, yaitu:1. Gambaran klinisGambaran klinis pasien CKD dapat sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi traktus urinarius, hipertensi, dan lain sebagainya. Pada CKD juga didapatkan sindrom uremia, kelebihan volume cairan, pruritus, perikarditis, kejang, hingga koma.1. Gambaran laboratorisGambaran laboratoris pada pasien CKD dapat sesuai dengan penyakit yang mendasari, penurunan fungsi ginjal, kelainan biokimiawi darah, dan kelainan urinalisis seperti proteinuria, hematuria, dan leukosuria.Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan derajat penurunan faal ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan menentukan perjalanan penyakit termasuk semua faktor pemburuk faal ginjal.1) Pemeriksaan faal ginjal (LFG)Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat serum sudah cukup memadai sebagai uji saring untuk faal ginjal (LFG).2) Etiologi gagal ginjal kronik (GGK)Analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia darah, elektrolit dan imunodiagnosis.3) Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakitProgresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit, endoktrin, dan pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal ginjal (LFG).1. Gambaran radiologisPada pemeriksaan ultrasonografi dapat memperlihatkan ukuran ginjal, korteks yang menipis, hidronefrosis, kista, massa, dan kalsifikasi (Suwitra, 2007).

I. Penatalaksanaana. Terapi konservatifTujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.

1) Peranan dietTerapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.2) Kebutuhan jumlah kaloriKebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.3) Kebutuhan cairanBila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.4) Kebutuhan elektrolit dan mineralKebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).b. Terapi simtomatik1) Asidosis metabolik Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium (hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH 7,35 atau serum bikarbonat 20 mEq/L.2) AnemiaTransfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak. 3) Keluhan gastrointestinalAnoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.4) Kelainan kulitTindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit. 5) Kelainan neuromuskularBeberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.6) Hipertensi Pemberian obat-obatan anti hipertensi.7) Kelainan sistem kardiovaskularTindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita.c. Terapi pengganti ginjalTerapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal.

J. KomplikasiCKD berperan sebagai salah satu faktor risiko dalam penyakit kardiovaskular. Faktor risiko ini berhubungan dengan faktor uremia yang terjadi pada CKD (Menon, Gul, dan Samak, 2005).1. LVH (Left Ventricular Hyperthrophy)Tekanan darah sistolik dan anemia berperan dalam terjadinya perubahan pada ventrikel kiri pada pasien CKD. Faktor lain yang berperan dalam perubahan ventrikel kiri adalah usia, hipertensi, diabetes, merokok, dan kadar kalsium serta hormon paratiroid.1. AtherosklerosisFaktor risisko terjadinya atherosclerosis pada CKD adalah diabetes, kadar kolesterol total yang tinggi, kadar kolesterol HDL yang rendah, merokok, dan tingginya tekanan darah sistolik.1. InflamasiPeradangan merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan atherosklerosis. Peenanda C-reactive protein (CRP) tidak hanya menandakan adanya peradangan, namun dapat menggambarkan perkembangan atherosklerosis, termasuk inisiasi, pembentukan dan pecahnya plak.1. Stres OksidatifStress oksidatif merupakan jalur dari proses seluler seperti inflamasi dan resistensi insulin yang merupakan pathogenesis darai atherosklerosis.1. Sindrom MetabolikTerdapat korelasi erat antara komponen sindrom metabolic dengan CKD dan albuminuria dianggap sebagai komponen dari sindrom metabolik. Hiperinsulinemia dan resistensi insulin terhadap mortalitas penyakit kardiovaskular. Penurunan kadar adiponektin plasma dapat meningkatkan risiko kematian pada penyakit kardiovaskular pasien CKD.1. HiperhomosisteinemiaKadar hmosistein yang tinggi berkaitan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular. Peningkatan kadar homosistein juga meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas akibat penyakit kardiovaskular pada pasien CKD.1. Gangguan metabolisme kalsium dan fosfatMetabolisme mineral yang abnormal dapat menyebabkan kalsifikasi arteri dan kekakuan arteri yang menyebabkan LLVH.1. Kerusakan dan disfungsi sel endothelialVasodilatasi endotel yang abnormal sebagai manifestasi gangguan arteri brakhialis merupakan prediktor kejadian penyakit kardiovaskular dan kematian pada pasien dengan CKD serta berhubungan dengan kekakuan arteri dan LVH. Kematian sel endotel memfasilitas pembuluh darah, proliferasi sel otot polos dan makrofag, dan aktivasi platelet dan agregrasiK. PrognosisPasien dengan gagal ginjal kronik umumnya akan menuju stadium terminal atau stadium V. Angka progesivitasnya tergantung dari diagnosis yang mendasari, keberhasilan terapi, dan juga dari individu masing-masing. Pasien yang menjalani dialisis kronik akan mempunyai angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Pasien dengan gagal ginjal stadium akhir yang menjalani transpantasi ginjal akan hidup lebih lama daripada yang menjalani dialisis kronik. Kematian terbanyak adalah karena kegagalan jantung (45%), infeksi (14%), kelainan pembuluh darah otak (6%), dan keganasan (4%).

DAFTAR PUSTAKA

Arora, Pradeep. 2013. Chronic Kidney Disease. University of Buffalo State University of New York School of Medicine and Biomedical Sciences. http://emedicine. medscape.com/article/238798-overview. Diakses 30 Januari 2013.Eknoyan, Garabed. 2009. Definition and Classification of Chronic Kidney Disease. US Nephrology: 13-7.Kidney Disease Outcome Quality Initiative. 2002. Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation, Classification, and Stratification. New York: National Kidney Foundation.Kumar, Vinay., Cotran, Ramzi S., Robbins, Stanley L. 2007. Robbins buku ajar patologi volume 2 edisi 7. Jakarta: EGC.Levey, Andrew S., Kai-Uwe E., Yusuke T., Adeera L., Josef C., Jerome R., Dick DZ., Thomas H. H., Norbert L., Garabed E. 2005. Definition and Classification of Chronic Kidney Disease: A Position Statement from Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO). Kidney International: 67; 2089-2100.Lopez-Novoa, Jose M., Carlos MS., Ana B. RP., Francisco J. L. H. 2010. Common Pathophysiological Mechanism of Chronic Kidney Disease: Therapeutic Perspectives. Pharmacology and Therapeutics: 128; 61-81.McCance, K. L., Sue E. Huether. 2006. Pathophysiology: The Biologic of Disease in Adults and Children. Canada: Elsevier Mosby.Murray L., Ian W., Tom T., Chee K C. 2007. Chronic Renal Failure in Ofxord Handbook of Clinical Medicine. Edisi ke-7. New York: Oxford University. 294-97.National Kidney Foundation. 2002. KDOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation, Classification, and Stratification. http://www.kidney.org/professionals/kdoqi/guidelines_ckd/toc.htm.Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Hipertensi. Azis R, Sidartawam S, Anna YZ, Ika PW, Nafriadi, Arif M, editor. 2006. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.. hlm 168-70.Price, Sylvia A, Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi : konsep klinis proses perjalanan penyakit, volume 1, edisi 6. Jakarta: EGC.Sudoyo, Aru W, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Keempat. Jilid I. Jakarta Balai Penerbit FKUI. p. 725 33 ; 766 71.Suwitra, K. 2007. Penyakit Ginjal Kronik. Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 4 Jilid I. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. hlm 570-3.