ppn atas pemanfaatan bkp

20
1.Pemungut PPn Dalam sistem perpajakan kita, dikenal dua istilah withholding taxes yaitu pemotongan dan pemungutan. Walaupun ada yang bilang bahwa pemungutan bukan withholding tax tetapi "khusus" di Indonesia tetap saya anggap withholding tax. Pemotongan dilakukan terhadap penghasilan yang sudah diterjadi atau saat subjek pajak menerima penghasilan, contohnya PPh Pasal 4 (2), PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, dan PPh Pasal 26. Sedangkan pemungutan dilakukan terhadap transaksi yang belum jadi penghasilan tetapi masih cost. Contoh pemungutan pajak adalah PPh Pasal 22 Impor dan PPN. Bukankah PPN dipungut saat terjadi jual beli? Benar. Tetapi sistem PPN yang berlaku di Indonesia, setiap penjual mungut PPN pembeli. Jadi yang dipungut adalah PPN saat terjadi pembelian, cost. Dan PPN yang telah dipungut tersebut tidak peduli apakah atas barang yang dibeli tersebut dijual atau dibuang. Secara umum, penjual memang ditetapkan sebagai pemungut PPN. Tetapi ada kondisi tertentu yang menjadikan pembeli justru yang mungut dari penjual (mestinya motong dong ya?). Kebalikan dari keumuman sistem pemungutan PPN. Pembeli yang memungut PPN biasa disebut "Pemungut". Akibatnya, rekanan / suplier Pemungut PPN selalu kelebihan PPN dan selalu meminta restitusi. Contoh, PT A adalah rekanan bendahara Satker X. Saat beli barang di pasar, PT A telah dipungut PPN oleh penjual. Kemudian barang yang dibeli tersebut dijual ke bendahara Satker X (sebagai penyedia barang). Atas transaksi penjualan ke bendahara Satker X, PT A tidak memungut PPN tetapi justru dipungut oleh bendahara Satker X. Sehingga atas barang yang sama telah terjadi dua kali pemungutan PPN (dua kali dibayar oleh PT A), yaitu saat beli dan saat jual. Karena itu, laporan PT A pasti menyatakan lebih bayar PPN dan dapat meminta restitusi ke KPP terdaftar. Sekarang, siapa saja Pemungut PPN? Sampai dengan Juli 2012 ini terdapat 3 Pemungut PPN, yaitu: [a.] Bendahara Pemerintah Penetapan bendaharawan pemerintah sebagai Pemungut PPN ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 563/KMK.03/2003.Prakteknya, bendaharawan pemerintah di Satuan Kerja

Upload: nandaraharjo

Post on 22-Dec-2015

231 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

PPN Atas Pemanfaatan BKP.

TRANSCRIPT

Page 1: PPN Atas Pemanfaatan BKP

1.Pemungut PPnDalam sistem perpajakan kita, dikenal dua istilah withholding taxes yaitu pemotongan dan

pemungutan. Walaupun ada yang bilang bahwa pemungutan bukan withholding tax tetapi "khusus" di Indonesia tetap saya anggap withholding tax. Pemotongan dilakukan terhadap penghasilan yang sudah diterjadi atau saat subjek pajak menerima penghasilan, contohnya PPh Pasal 4 (2), PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, dan PPh Pasal 26. Sedangkan pemungutan dilakukan terhadap transaksi yang belum jadi penghasilan tetapi masih cost. Contoh pemungutan pajak adalah PPh Pasal 22 Impor dan PPN. Bukankah PPN dipungut saat terjadi jual beli? Benar. Tetapi sistem PPN yang berlaku di Indonesia, setiap penjual mungut PPN pembeli. Jadi yang dipungut adalah PPN saat terjadi pembelian, cost. Dan PPN yang telah dipungut tersebut tidak peduli apakah atas barang yang dibeli tersebut dijual atau dibuang.

Secara umum, penjual memang ditetapkan sebagai pemungut PPN. Tetapi ada kondisi tertentu yang menjadikan pembeli justru yang mungut dari penjual (mestinya motong dong ya?). Kebalikan dari keumuman sistem pemungutan PPN. Pembeli yang memungut PPN biasa disebut "Pemungut". Akibatnya, rekanan / suplier Pemungut PPN selalu kelebihan PPN dan selalu meminta restitusi.

Contoh, PT A adalah rekanan bendahara Satker X. Saat beli barang di pasar, PT A telah dipungut PPN oleh penjual. Kemudian barang yang dibeli tersebut dijual ke bendahara Satker X (sebagai penyedia barang). Atas transaksi penjualan ke bendahara Satker X, PT A tidak memungut PPN tetapi justru dipungut oleh bendahara Satker X. Sehingga atas barang yang sama telah terjadi dua kali pemungutan PPN (dua kali dibayar oleh PT A), yaitu saat beli dan saat jual. Karena itu, laporan PT A pasti menyatakan lebih bayar PPN dan dapat meminta restitusi ke KPP terdaftar.

Sekarang, siapa saja Pemungut PPN? Sampai dengan Juli 2012 ini terdapat 3 Pemungut PPN, yaitu:

[a.] Bendahara PemerintahPenetapan bendaharawan pemerintah sebagai Pemungut PPN ditetapkan dengan Keputusan

Menteri Keuangan No. 563/KMK.03/2003.Prakteknya, bendaharawan pemerintah di Satuan Kerja (Satker) tertentu akan langsung meminta membuat SSP dari rekanan atau penyedia barang dan jasa. SSP dibuat oleh penyedia barang dan jasa saat (bersamaan) dengan pembuatan faktur tagihan ke bendaharawan. Nanti atas PPN tersebut disetorkan oleh bendaharawan melalui Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPPN).

Tetapi ada beberapa transaksi yang dikecualikan bendaharawan, yaitu:[1.] pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan tidak

merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;[2.] pembayaran untuk pembebasan tanah;[3.] pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang menurut

ketentuan perundang-undangan yang berlaku, mendapat fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut dan/atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;

[4.] pembayaran atas penyerahan Bahan Bakar Minyak dan Bukan Bahan Bakar Minyak oleh PT (PERSERO) PERTAMINA;

[5.] pembayaran atas rekening telepon;[6.] pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan; atau

Page 2: PPN Atas Pemanfaatan BKP

[7.] pembayaran lainnya untuk penyerahan barang atau jasa yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

[b.] KKS Migas, dan Kontraktor atau Pemegang Kuasa / Pemegang Ijin Usaha Panas BumiPenunjukan Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi (KKS

Migas) dan Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi sebagai Pemungut PPN berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 73/PMK.03/2010.

Sama seperti bendaharawan, KKS Migas juga melakukan pemungutan atas setiap transaksi pembelian atau pemakaian jasa. Pengecualian atas transaksi diatas juga berlaku bagi KKS Migas atau Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi, kecuali pembebasan lahan. Artinya, kalau KKS Migas membeli lahan (tanah) dari pihak lain maka tetap dipungut PPN.

[c.] BUMNPenjunjukkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai Pemungut PPN berdasarkan

Peraturan Menteri Keuangan No. 85/PMK.03/2012.Pengecualian atas pemungutan mirip dengan transaksi yang sudah disebutkan diatas. Hanya

ada "variasi" di nilai minimal pembayaran. Secara lengkap saya kutip dari Pasal 5 (1) Peraturan Menteri Keuangan No. 73/PMK.03/2012, yaitu PPN tidak dipungut oleh BUMN dalam hal:

[1.]pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) termasuk jumlah Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;

[2.]pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan mendapat fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;

[3.]pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan minyak oleh PT Pertamina (Persero);

[4.] pembayaran atas rekening telepon;[5.] pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan; dan/atau[6.] pembayaran lainnya untuk penyerahan barang dan/atau jasa yang menurut ketentuan perundang-

undangan di bidang perpajakan tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai.

Faktur Pajak wajib dibuat oleh rekanan BUMN / KKS Migas / Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi pada saat:

[1.]penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;[2.]penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang

Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; atau[3.]penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan.

Page 3: PPN Atas Pemanfaatan BKP

2.PPN Atas Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud Atau JKP Dari Luar Daerah Pabean

A. Mekanisme Pengenaan PPN Orang Pribadi atau Badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, wajib untuk :

- Memungut PPN yang terutang (dari dirinya sendiri).

-Menyetor PPN yang terutang selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya (setelah bulan pemanfaatan).

-Melaporkan ke KPP dimana terdaftar paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya (setelah bulan pemanfaatan).

Tata Cara Penyetoran :- Penyetoran dilakukan dengan SSP (Surat Setoran Pajak) ke bank persepsi/kantor

pos.- Kolom identitas Wajib Pajak diisi nama Pengusaha di luar Daerah Pabean.- Kolom NPWP diisi dengan angka 0 pada 8 digit pertama, diikuti kode KPP dimana

terdaftar pada tiga digit berikutnya.- Kolom tanda tangan diisi oleh pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak

berwujud atau Jasa Kena Pajak tersebut.

Tata Cara Pelaporan :- Dalam hal pihak yang memanfaatkan tersebut berstatus Pengusaha Kena Pajak,

pelaporannya menggunakan SPT Masa PPN Masa Pajak yang bersangkutan sebagai pajak Masukan Dalam Negeri (Formulir 1195-B1).

- Dalam hal pihak yang memanfaatkan tersebut tidak berstatus Pengusaha Kena Pajak, pelaporannya dengan SSP (Surat Setoran Pajak) lembar ke-3.

Saat mulai pemanfaatan BKP tidak berwujud dan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean ditentukan dari peristiwa hukum di bawah ini (mana yang terjadi lebih dahulu) :                                       

a. Saat secara nyata BKP tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak tersebut digunakanb. Saat harga perolehannya dinyatakan sebagai utangc. Saat harga jual atau penggantian ditagih oleh pihak yang menyerahkand. Saat harga perolehan dibayar sebagian atau seluruhnyae. Saat ditandatangani surat perjanjian dalam hal saat pada poin a sampai dengan d

tidak diketahui.

B. Jenis BKP Tidak Berwujud dan JKP dari Luar Daerah Pabean :

- BKP Tidak Berwujud : Merek Dagang, Hak Cipta, Hak Paten, Franchise, dsb.- JKP dari Luar Daerah Pabean :

-Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang melekat pada barang tidak bergerak di dalam Daerah Pabean, misalnya maket bangunan di Indonesia yang dibuat oleh Pengusaha di Singapura.

- Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang melekat pada barang bergerak yang dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean, misalnya sewa mesin dari Jepang untuk digunakan di Indonesia.

Page 4: PPN Atas Pemanfaatan BKP

- Jasa Kena Pajak yang secara fisik dilakukan di dalam Daerah Pabean oleh Pengusaha dari luar Daerah Pabean, misalnya pemberian jasa konsultasi manajemen yang dilakukan oleh konsultan Amerika kepada wajib pajak di Indonesia. Jika jasa tersebut secara fisik dilakukan di Indonesia dan dimanfaatkan di luar negeri, maka atas penyerahannya tidak terutang PPN.

  Tata Cara Pengisian SSP untuk membayar PPN yang terhutang atas BKP Tidak Berwujud dan JKP dari Luar Daerah Pabean

1. Nama KPP diisi dengan KPP tempat Wajib Pajak DN yang memanfaatkan BKP Tidak Berwujud dan JKP dari Luar Daerah Pabean terdaftar

2. NPWP diisi dengan angka 0 (nol) pada 9 (sembilan) digit pertama dan kode Kantor Pelayanan Pajak dari pihak yang memanfaatkan BKP Tidak Berwujud atau JKP pada 3 (tiga) digit berikutnya dan angka 0 (nol) pada 3 (tiga) digit terakhir. contoh : 00.000.000.0-019.000

3. Nama WP dan Alamat diisi dengan nama dan alamat orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau berkedudukan diluar Daerah Pabean yang menyerahkan BKP Tidak Berwujud atau JKP ke dalam Daerah Pabean

4. MAP/Kode jenis pajak diisi angka 01315. Kode Jenis Setoran diisi :

a. 101 : untuk pemanfaatan BKP Tidak Berwujudb. 102 : untuk pemanfaatan JKP dari Luar Daerah Pabean

6. Uraian Pembayaran diisi penjelasan nama BKP Tidak Berwujud dan JKP dari Luar Daerah Pabean

7. Masa Pajak diisi dengan masa terhutangnya PPN atas  BKP Tidak Berwujud dan JKP dari Luar Daerah Pabean

8. Tahun Pajak diisi dengan Tahun terhutangnya PPN  atas  BKP Tidak Berwujud dan JKP dari Luar Daerah Pabean

9. Jumlah Pembayaran diisi dengan jumlah PPN terhutang10.Terbilang diisi dengan jumlah PPN terhutang dalam angka.11.Tempat diisi dengan kota/kabupaten tempat Wajib Pajak DN yang memanfaatkan BKP

Tidak Berwujud dan JKP dari Luar Daerah Pabean12.Tanggal diisi dengan Tanggal dibayarnya PPN terhutang13.Wajib Pajak/Penyetor diisi dengan nama dan NPWP pihak yang memanfaatkan

BKPTidak Berwujud atau JKP.

Page 5: PPN Atas Pemanfaatan BKP

3.PPN Atas Import Dan ExportA. PPN atas Handling Import ( 539/KMK.04/1990 )

1. Pengertian Handling Import (Impor Inden)- Kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean- Yang dilakukan oleh importir untuk dan atas nama pemesan (indentor)- Segala biaya impor (biaya LC, Bea Masuk, Pajak, dll) menjadi beban indentor- Importir akan memperoleh komisi (handling fee) dari indentor atas jasa tersebut.

2. Mekanisme Pengenaan PPN atas Handling Importa) Importir yang melakukan impor inden diwajibkan menambahkan kode "qq" diikuti nama, alamat,

dan NPWP indentor dalam setiap lembar PIB (Pemberitahuan Impor Barang) dan SSP-nya.b) Bank devisa, Ditjen Bea dan Cukai atau Kantor Pos Lalu Bea tempat memasukkan PIB wajib

membubuhkan cap "Impor atas Dasar Inden" pada setiap lembar PIB yang bersangkutan.c) Penyerahan Barang Kena Pajak oleh Importir kepada indentor (pemesan) bukan merupakan

penyerahan barang yang terutang PPN.d) Indentor (pemesan) berhak mengkreditkan PPN yang dibayar atas impor barang yang bersangkutan

(PPN Impor).e) Atas penyerahan jasa handling impor oleh importir kepada indentor terutang PPN sebesar 10% dari

komisi yang dibayar atau yang seharusnya dibayar oleh indentor kepada importir. PPN tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh indentor.

f) Bila persyaratan pada huruf a dan b tidak dipenuhi, maka impor tersebut harus diperlakukan sebagai impornya importir sendiri. Dengan demikian, importir berhak mengkreditkan PPN atas impor barang yang bersangkutan. Selanjutnya, atas penyerahan Barang Kena Pajak oleh importir kepada indentor harus dikenakan PPN. Dan indentor berhak mengkreditkan PPN yang dibayar

 B. PPN atas Handling Export ( SE - 25/PJ.32/1989 dan SE - 19/PJ.32/1990 )

1. Pengertian Handling Eksport- Kegiatan ekspor yang dilakukan oleh eksportir pemilik kuota ekspor- Untuk kepentingan eksportir lain selaku pemilik barang.

Misalnya ;PT XYZ merupakan Pengusaha yang memiliki produk untuk diekspor, tetapi tidak memiliki kuota ekspor dari pemerintah. Sehingga PT XYZ tidak dapat melakukan ekspor sendiri. Namun, PT XYZ dapat melakukan ekspor dengan menggunakan jasa handling ekspor (menggunakan kuota ekspor) Pengusaha lain (misalnya ; PT ABC). Dengan demikian, ekspor tersebut merupakan ekspor yang dilakukan oleh PT ABC (selaku pemilik kuota) untuk kepentingan PT XYZ (selaku pemilik produk). Dalam hal ini, PT XYZ harus membayar imbalan (fee) kepada PT ABC.

2. Mekanisme pengenaan PPN Handling Eksporta) Dokumen PEB yang difiat muat oleh DJBC harus tercantum identitas eksportir pemilik

kuota q.q. nama eksportir pemilik barang.b) Eksportir pemilik kuota menerbitkan permintaan pemindahbukuan kepada Bank Devisa

atas hasil ekspor tersebut ke rekening eksportir pemilik barang.c) Penyerahan Barang Kena Pajak dari eksportir pemilik barang kepada eksportir pemilik

Page 6: PPN Atas Pemanfaatan BKP

kuota bukan merupakan Penyerahan Kena Pajak (tidak terutang PPN)d) Penyerahan jasa handling ekspor oleh eksportir pemilik kuota kepada eksportir pemilik

barang tidak dikenakan PPN ( SE - 19/PJ.32/1990 ).e) Dalam hal tidak memenuhi persyaratan pada huruf a di atas, maka penyerahan Barang

Kena Pajak dari eksportir pemilik barang kepada eksportir pemilik kuota tidak terutang PPN, dengan syarat :- Ekspor tersebut segera dilaporkan oleh eksportir pemilik barang dalam SPT masa PPN

masa pajak yang bersangkutan.- Dilampirkan pernyataan bersama secara tertulis bahwa ekspor tersebut sebenarnya

dilakukan untuk kepentingan eksportir pemilik barang, sedangkan eksportir pemilik kuota hanya menerima imbalan (fee).

4.PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri

A. Syarat-Syarat Dikenakannya Bangunan yang didirikan merupakan bangunan untuk tempat tinggal (tidak termasuk

fasilitas penunjang) atau tempat usaha (termasuk fasilitas penunjang).

Luas bangunan 400 meter persegi atau lebih.

Setelah 1 Juli 2002 syarat luas bangunan adalah 200 meter persegi atau lebih.

Konstruksi utama bangunan bersifat permanen (tahan 25 tahun atau lebih).

Bangunan bersifat permanen artinya konstruksi utama bangunan tahan sampai dengan 25 tahun atau lebih.

Dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.

Apabila permulaan membangun sendiri terjadi pada atau setelah tanggal 1 Januari 1995 (Butir 3.1 SE - 07/PJ.53/1995)

B. Dasar Pengenaan Pajak dan PPN yang Terutang :(Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 554/KMK.04/2000 Jo KMK Nomor 595/KMK.04/1994, dan KEP - 387/PJ./2002)

- Dasar Pengenaan Pajak :-------------------------= 40% X Jumlah biaya yang dikeluarkan setiap bulan (tidak termasuk perolehan tanah).

- PPN yang Terutang :---------------------= 10% X 40% X Jumlah biaya yang dikeluarkan setiap bulan (tidak termasuk perolehan tanah).

- Termasuk dalam pengertian seluruh biaya yang dikeluarkan atau dibayarkan untuk membangun sendiri adalah juga jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar atas perolehan bahan dan jasa untuk kegiatan membangun sendiri tersebut.

Page 7: PPN Atas Pemanfaatan BKP

- Kegiatan membangun sendiri hanya terutang PPN apabila permulaan membangun sendiri terjadi pada atau setelah tanggal 1 Januari 1995 (Lihat butir 3.1 SE - 07/PJ.53/1995)

- PPN tersebut terutang oleh orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri, sejak dimulainya kegiatan membangun tersebut sampai dengan selesai.

- Penyetoran PPN : paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya.- Pelaporannya : paling lambat tanggal 20 bulan penyetoran, di KPP tempat bangunan

didirikan, dengan menggunakan SSP lembar ke-3.- Dalam hal kegiatan membangun sendiri dilakukan oleh PKP, PPN yang tercantum

dalam SSP tersebut tidak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran, karena pembayaran PPN tersebut merupakan pembayaran PPN untuk kegiatan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan.

 C. Membangun Sendiri di Kawasan Real Estate ( SE - 01/PJ.32/1997 dan SE - 45/PJ.53/2002) : Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan di kawasan real estat, yang tanahnya

diperoleh tanggal 1 Januari 1995 atau sesudahnya, tidak dikategorikan sebagai kegiatan membangun sendiri, tetapi dianggap seolah-olah dibangun oleh Pengusaha Kena Pajak Real Estat/Pengembang.

Atas kegiatan membangun sendiri di dalam kawasan realestat sebelum 1 September 2002, terutang PPN tanpa ada batasan luas bangunan.

Sejak tanggal 1 September 2002 batasan luas bangunan atas kegiatan membangun sendiri di kawasan realestat adalah 200 m2 atau lebih.

Mekanisme Pengenaan PPN-nya sebagai berikut : Seluruh biaya yang dikeluarkan oleh pemilik kavling untuk membangun rumah

tersebut harus dilaporkan kepada Pengusaha Kena Pajak Real Estat (pengembang) setiap bulan, dan dianggap sebagai pembayaran termyn, sehingga Pengusaha Kena Pajak Real Estat harus memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang (10% X biaya yang dilaporkan pemungut kavling)

Setelah selesai dibangun, Pengusaha Kena Pajak Real Estat wajib menetapkan nilai bangunan sesuai dengan patokan harga yang berlaku.

Jika nilai bangunan yang ditetapkan lebih besar dari jumlah biaya yang dilaporkan oleh pemilik kavling, maka atas selisihnya harus dipungut PPN, disetor, dan dilaporkan pada masa pajak yang bersangkutan.

Jika nilai bangunan yang ditetapkan lebih kecil dari jumlah biaya yang dilaporkan oleh pemilik kavling, maka DPP yang dipakai adalah jumlah biaya yang dilaporkan oleh pemilik kavling tersebut, sehingga selisih PPN-nya tidak dapat direstitusi (diminta kembali).

Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak untuk membangun rumah tersebut tidak dapat dikreditkan.

Atas kegiatan membangun sendiri yang dimulai sebelum tanggal 1 September 2002 dan sampai dengan tanggal 1 September 2002 belum selesai, berlaku ketentuan SE - 07/PJ.53/1995.

Atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan sejak tanggal 1 September 2002, berlaku ketentuan KEP - 387/PJ./2002.

Page 8: PPN Atas Pemanfaatan BKP

Atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan sejak tanggal 1 September 2002 oleh pemilik kaveling di atas tanah kaveling yang diperoleh sebelum tanggal 1 September 2002, berlaku ketentuan KEP - 387/PJ./2002. Pengusaha real estat wajib melaporkan dimulainya kegiatan membangun sendiri di atas tanah kaveling yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari s.d. 31 Agustus 2002 kepada KPP tempat tanah kaveling tersebut berada, selambat-lambatnya 1 bulan setelah akhir bulan kegiatan membangun sendiri dimulai.

  D. Tidak Termasuk Kegiatan Membangun Sendiri (KEP-387/PJ/2002)

Kegiatan mendirikan bangunan yang dilakukan melalui kontraktor/pemborong sepanjang dapat dibuktikan bahwa atas kegiatan membangun tersebut telah dipungut PPN

5.PPN atas penyerahan rumah dan Tanah oleh Real Estate

DASAR pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) diatur dalam Pasal 1 Angka 17 UU Pajak Pertambahan Nilai yang menyebutkan, dasar pengenaan PPN adalah jumlah harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. Dalam pelaksanaannya diatur dengan Keputusan Dirjen Pajak dan Surat Edaran Dirjen Pajak.

Dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan tanah dan atau bangunan oleh pengusaha real estate dan industrial estate diatur dalam Surat Edaran Dirjen Pajak sebagai berikut:1. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-55/Pj.3/1985 bertanggal 20 Agustus 1985.2. Surat Dirjen Pajak Nomor S-1376/PJ.3/ 1986 bertanggal 16 Mei 1986.3. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-22/PJ.51/2002 bertanggal 21 Mei 2002.

Dalam Surat Edaran Dirjen Pajak itu diatur pengenaan PPN atas penyerahan tanah dan atau bangunan oleh pengusaha real estate dan industrial estate: Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-55/PJ.3/1985 tentang Dasar Pengenaan PPN untuk penyerahan tanah dan atau bangunan oleh pengusaha bidang real estate dan industrial estate yang mengatur:

1.Dasar pengenaan PPN atas penyerahan tanah dan atau bangunan oleh pengusaha real estate dan industrial estate yang didasarkan pada harga jual, dikurangi harga perolehan/pembebasan tanah sebelum tanah itu dimatangkan atau sebelum siap bangun yang diserahkan ke pemerintah.2. Harga perolehan/pembebasan tanah yang menjadi dasar pengurang untuk penghitungan dasar pengenaan PPN 35% dari harga/nilai tanah sebelum dimatangkan/sebelum siap bangun.Contoh harga (rata-rata) pembebasan tanah Rp 30.000.000, maka besar pengurang untuk penghitungan dasar pengenaan PPN adalah 35% x Rp 30.000.000 = Rp 10.500.000.

Surat Dirjen Pajak Nomor 1376/PJ.1376/ PJ.31/1986 tentang Dasar Pengenaan Pajak dan Penyerahan Rumah Murah mengatur:

1. Perubahan besar pengurang untuk penghitungan dasar pengenaan PPN atas penyerahan tanah dan atau bangunan.2. Besar pengurang untuk penghitungan dasar pengenaan PPN atas penyerahan tanah dan atau bangunan yang diatur dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-55/PJ.3/1985, 35% dari harga (rata-rata) pembebasan tanah diubah menjadi 20% dari harga jual tanah.

Page 9: PPN Atas Pemanfaatan BKP

Contoh harga jual rumah termasuk tanah Rp 100.000.000, harga jual tanah saja Rp 40.000.000, pengurang = 20% x Rp 40.000.000=Rp 8.000.000.

Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor 22/PJ.51/ 2002 bertanggal 21 Mei 2002 tentang Pengenaan PPN atas penyerahan tanah dan atau bangunan oleh pengusaha bidang real estate dan industrial estate mengatur:1. Ketentuan-ketentuan dalam Surat Dirjen Pajak Nomor SE-55/PJ.3/1985 dan Surat Dirjen Pajak Nomor S-2376/PJ.3/1986 tentang Dasar Pengenaan PPN atas penyerahan tanah dan atau bangunan disesuaikan kembali dengan dasar pengenaan pajak yang diatur dalam UU Pajak Pertambahan Nilai.2. Dasar pengenaan pajak atas penyerahan tanah dan atau bangunan adalah harga jual, yaitu nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan barang kena pajak, tidak termasuk PPN yang dipungut dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak.3. Pengenaan PPN atas penyerahan tanah dan atau bangunan mulai 1 Juni 2002 dikembalikan sesuai dengan mekanisme dan dasar pengenaan pajak secara umum berdasarkan UU Pajak Pertambahan Nilai dengan tidak lagi memperhitungkan faktor pengurang 20% dari harga jual.4. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-55/PJ.3/1985 bertanggal 20 Agustus 1985, Surat Dirjen Pajak Nomor 1376/PJ.3/1986 bertanggal 15 Mei 1986, serta surat-surat penegasan lain yang pernah dikeluarkan dinyatakan tidak berlaku terhitung mulai 1 Juni 2002. (Abdul Syukur SH MM-53j)

6.PPn Penyerahan Perhiasan Emas Oleh Toko Emas Perhiasan

Pengertian-Pengusaha Toko Emas Perhiasan adalah orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha di bidang penyerahan emas perhiasan, berdasarkan pesanan maupun penjualan langsung, baik produksi sendiri maupun pihak lain; yang memiliki karakteristik pedagang eceran.

-Emas Perhiasan adalah perhiasan dalam bentuk apapun yang bahannya sebagian atau seluruhnya dari emas dan atau logam mulia lainnya, termasuk yang dilengkapi dengan batu permata dan atau bahan lain yang melekat atau terkandung dalam emas perhiasan tersebut;

-Harga Jual Emas Perhiasan adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh Pengusaha Toko Emas Perhiasan karena penyerahan emas perhiasan, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dipungut dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

-Kegiatan usaha yang dilakukan oleh Pengusaha Toko Emas Perhiasan meliputi;a. Membuat dan atau menjual emas perhiasan;b. Membuat emas perhiasan berdasarkan pesanan;c. Menyuruh orang lain untuk membuat emas perhiasan yang akan dijual;d. Jual beli emas perhiasan;e. Jual beli emas perhiasan dengan batu permata;f. Memperbaiki dan memodifikasi emas perhiasan;g. Jasa-jasa lain yang berkaitan dengan emas perhiasan.

 Tarif dan Dasar Pengenaan PajakPenyerahan Emas Perhiasan oleh Pengusaha Toko Emas Perhiasan terutang PPN sebesar 10% (sepuluh persen) dari harga jual emas perhiasan.

Page 10: PPN Atas Pemanfaatan BKP

Yang Perlu Dilakukan Oleh Pengusaha Toko Emas Perhiasan

-Pengusaha Toko Emas Perhiasan wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

-Pengusaha Toko Emas Perhiasan yang melakukan penyerahan emas perhiasan wajib membuat Faktur Pajak, memungut, dan menyetor Pajak Pertambahan Nilai yang terutang, serta melaporkannya pada Surat Pemberitahuan Masa PPN.

Penghitungan PPN Yang Terutang 

Pengusaha Toko Emas Perhiasan dapat memilih penghitungan PPN yang terutang dengan 2 (dua) cara, yaitu:

1.Menggunakan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan PPN dengan cara sebagai berikut:a.PPN yang terutang atas penyerahan emas perhiasan oleh Pengusaha Toko Emas Perhiasan

adalah 10% x Harga Jual Emas Perhiasan;b.Jumlah PPN yang harus dibayar oleh Pengusaha Toko Emas adalah 10% x 20% x jumlah

seluruh penyerahan emas perhiasan-Pajak Masukan berkenaan dengan penyerahan Emas Perhiasan yang dilakukan oleh Pengusaha Toko Emas Perhiasan yang melakukan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak tidak dapat dikreditkan;

-Pengusaha Toko Emas Perhiasan yang memiliki lebih dari satu tempat penjualan; dan salah satu tempat penjualan tersebut menggunakan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak (DPP), maka semua tempat penjualan yang lain wajib menggunakan Nilai Lain sebagai DPP; dan penyerahan emas perhiasan antar tempat penjualan tidak terutang PPN.

2.Menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Msukan (PM) dan Pajak Keluaran (PK).- Untuk menghitung PPN yang terutang wajib  menggunakan mekanisme pengkreditan PM

terhadap PK sesuai dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000.

- Wajib memberitahukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di tempat PKP dikukuhkan.

 Surat Pemberitahuan Masa PPN (SPT Masa PPN)

*Pengusaha Toko Emas Perhiasan yang memilih menggunakan Nilai Lain sebagai DPP wajib menyampaikan SPT Masa PPN ke KPP tempat PKP dikukuhkan dengan menggunakan formulir SPT Masa PPN Pedagang Eceran (formulir 1195 PE) dan tidak diperkenankan menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan

*Pengusaha Toko Emas Perhiasan yang menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran, wajib menyampaikan SPT Masa PPN ke KPP tempat PKP dikukuhkan dengan menggunakan formulir SPT Masa PPN beserta lampiran-lampirannya (formulir 1195) dan harus memberitahukan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Toko Emas Perhiasan dikukuhkan.

Page 11: PPN Atas Pemanfaatan BKP

7.Ppn Atas Produk Rekaman Gambar Dan Atau Suara

Dasar Hukum : - KMK-89a/KMK.04/2000 Jo KEP - 131/PJ./2000 Jo KEP - 552/PJ./2001 Jo KEP - 337/PJ./2003- SE - 13/PJ.51/2000 Jo SE - 24/PJ.51/2001

Jenis-jenis Produk Rekaman Suara (KEP - 81/PJ./2004)

1. Pita Rekaman Suara (Kaset)

a. Kaset isi jenis A, yaitu :

- Kaset lagu berbahasa Indonesia dan yang berisi lagu campuran yang berbahasa Indonesia dan berbahasa daerah, yang seluruh pencipta dan penyanyinya WNI; atau

- Lagu instrumentalia yang seluruh penciptanya WNI.

b. Kaset isi jenis B, yaitu :

- Lagu berbahasa asing dan yang berisi lagu campuran yang berbahasa asing dan berbahasa Indonesia/Daerah, selain lagu keagamaan; atau

- Lagu yang satu atau lebih penciptanya atau penyanyinya WNI; atau

- Lagu instrumentalia yang satu atau lebih penciptanya WNA.

c. Kaset isi jenis C, yaitu :

- Lagu yang seluruhnya berbahasa daerah yang seluruh pencipta dan penyanyinya WNA; atau

- Rekaman cerita, lawak, wayang dan rekaman yang sejenis lainnya dalam bahasa Indonesia/Daerah; atau

- Suara burung dan suara hewan lainnya; atau

- Lagu keagamaan.

2. Rekaman Suara/Lagu di atas Disc (Compact Disc)

a. Compact Disc jenis CD. 1, yaitu :

- Lagu berbahasa Indonesia dan yang berisi lagu campuran yang berbahasa Indonesia dan berbahasa daerah, yang seluruh pencipta dan penyanyinya WNI; atau

- Lagu instrumentalia yang seluruh penciptanya WNA; atau

- Lagu keagamaan.

b. Compact Disc jenis CD. 2, yaitu :

- Lagu berbahasa asing dan yang berisi lagu campuran yang berbahasa asing dan

Page 12: PPN Atas Pemanfaatan BKP

berbahasa Indonesia/Daerah, selain lagu keagamaan; atau- Lagu yang satu atau lebih penciptanya atau penyanyinya WNA; atau

- Lagu instrumentalia yang satu atau lebih penciptanya WNA.

c. Video compact disc jenis Video Cassete Disc Karaoke (VCD.K 1), meliputi :

- Lagu berbahasa Indonesia dan yang berisi lagu campuran yang berhasa Indonesia dan berbahasa daerah beserta tayangan gambar (VCD Karaoke), yang seluruh pencipta dan penyanyinya WNI; atau

- Lagu instrumentalia beserta tayangan gambar (VCD Karaoke) yang seluruh penciptanya WNI; atau

- Lagu keagamaan beserta tayangan gambar (VCD Karaoke).

d. Video compact disc jenis Video Cassete Disc Karaoke (VCD.K 2), meliputi :

- Lagu berbahasa asing dan yang berisi lagu campuran yang berbahasa asing dan berbahasa Indonesia/daerah beserta tayangan gambar (VCD Karaoke), selain lagu keagamaan; atau

- Lagu beserta tayangan gambar (VCD Karaoke) yang satu atau lebih penciptanya atau penyanyinya WNA; atau

- Lagu instrumentalia beserta tayangan gambar (VCD Karaoke) yang satu atau lebih penciptanya WNA.

Mekanisme Pengenaan PPN atas Produk Rekaman Suara dan/atau Gambar( SE - 13/PJ.51/2000 Jo SE - 24/PJ.51/2001 Jo KEP - 552/PJ./2001 Jo KEP - 337/PJ./2003) :

1) Dalam penghitungan Dasar Pengenaan Pajak tersebut telah diperhitungkan nilai tambah atas penyaluran/keagenannya, maka penyalur/agen kaset isi, compact disc (CD), laser disc (LD), video compact disc karaoke (VCD.K) atau laser disc karaoke (LD.K) tidak perlu dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

2) Meskipun demikian, bagi PKP Pedagang Eceran yang menggunakan Nilai lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak wajib mengenakan PPN 10% atas penyerahan kaset/CD/LD/CD.K/LD.K sebagai barang dagangannya. PPN yang disetor ke kas negara dihitung sebesar 10% x 20% x seluruh penyerahan barang dagangan.

3) Produsen media rekaman yang menyerahkan media rekaman wajib memotong PPnBM yang terutang, karena media rekaman adalah Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.

4) Produsen media rekaman yang melakukan pembelian media rekaman, secara terpisah-pisah (pita kosong sendiri, C-zero sendiri, snappac sendiri), diperlakukan sebagai pabrikan media rekaman yang siap rekam dan atas penyerahannya terutang PPn BM dengan tarif 20%.

5) PPn BM yang dibayar atas impor atau perolehan bahan baku media rekaman oleh pabrikan yang memproduksi media rekaman tidak dapat dikompensasi atau dikemba1ikan namun dapat dibebankan sebagai biaya sesuai ketentuan perundang-undangan Pajak Penghasilan.

6) Pajak Masukan yang tercantum dalam Faktur Pajak Setandar atas :- pembelian media rekaman (kaset kosong, CD kosong, atau LD kosong);- pembayaran royalty;- pembayaran pencetakan label;- pembayaran jasa rekaman;- pembelian atau pembuatan master rekaman lagu/ suara;

Page 13: PPN Atas Pemanfaatan BKP

- pembayaran jasa periklanan pada televisi, radio, majalah, dan surat kabar.dapat digunakan sebagai bukti pembayaran PPN untuk penembusan stiker lunas PPN.Unsur PPn BM yang tercantum dalam Faktur Pajak tidak ikut diperhitungkan.

7) Dalam hal jumlah nilai stiker lunas PPN yang diminta lebih besar daripada jumlah Pajak Masukan tersebut di atas kekurangannya disetor tunai menggunakan SSP ke kas negara.

8) Pajak Masukan yang dapat dikreditkan selain yang tersebut di atas, tetap dapat dikreditkan sehingga dapat dikompensasi atau direstitusi.

9) Dalam hal sampai dengan akhir suatu Masa Pajak masih terdapat Pajak Masukan yang dimaksud pada huruf di atas, yang belum digunakan sebagai bukti pembayaran PPN untuk penebusan stiker, maka Pajak Masukan tersebut dapat dipergunakan sebagai bukti pembayaran PPN untuk penebusan stiker Masa Pajak berikutnya selambat-lambatnya pada bulan ketiga setelah akhir tahun buku yang bersangkutan atau dibebankan sebagai biaya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan Pajak Penghasilan:

 Pengenaan PPN atas Produk Rekaman Suara dan/atau Gambar (SE - 08/PJ.51/2003)

1) PPN terutang atas penyerahan produk rekaman suara dan/atau gambar hanya dikenakan sekali yaitu di tingkat pabrikan dengan cara membubuhkan stiker lunas PPN pada setiap produk rekaman suara dan/atau produk rekaman gambar.

2) Penyalur/agen/outlet/pengecer yang semata-mata melakukan penyerahan produk rekaman suara atau produk rekaman gambar yang telah dibubuhi stiker lunas PPN tidak wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan tidak wajib memungut serta menyetor pajak yang terhutang serta tidak dapat mengkreditkan pajak masukannya.

3) Penyalur/agen/outlet/pengecer yang melakukan penyerahan produk rekaman suara atau produk rekaman dan penyerahan BKP lain, seperti kaset, CD kosong dan pembersih kaset atau CD (cleaner) tetap harus dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan tidak perlu lagi mengenakan PPN atas penyerahan produk rekaman suara/gambar yang telah dibubuhi stiker lunas.

4) Penyalur/agen/outlet/pengecer yang telah dikukuhkan sebagai PKP tidak perlu lagi memungut PPN atas penyerahan produk rekaman suara dan atau produk rekaman gambar yang telah dibubuhi stiker lunas PPN.