pph finalpenyusutan

Upload: ryza-kall

Post on 20-Jul-2015

503 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB 6 PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN TERTENTUPenghasilan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh dikenakan pajak tarif khusus, selain tarif umum yang diatur dalam Pasal 17 UU PPh. Adapun jenis penghasilan itu adalah : a. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi; b. penghasilan berupa hadiah undian; c. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura; d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan e. penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah {Pasal 4 ayat (2) UU PPh}. Pengenaan pajak untuk jenis penghasilan di atas bersifat final, artinya bahwa pajak penghasilan yang telah dipungut/dipotong oleh pihak lain (pemotong/pemungut) tidak dapat dikreditkan atau dikurangkan dari total pajak penghasilan terutang pada akhir tahun. Dengan demikian penghasilan yang sudah dikenai pajak yang bersifat final tersebut tidak perlu ditambahkan pada penghasilan lainnya dalam menentukan total penghasilan kena pajak pada akhir tahun. Pajak atas penghasilan tertentu tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah. Catatan : Atas penghasilan berupa dividen yang dibagikan kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dikenakan tarif paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dan bersifat final. Ketentuan lebih lanjut mengenai besarnya tarif dividen ini diatur dengan Peraturan Pemerintah. 1. PAJAK PENGHASILAN FINAL ATAS BUNGA DEPOSITO DAN TABUNGAN SERTA DISKONTO SBI (PPh Pasal 4:2 UU PPh no 36/2008, PP 131/2000, KMK NOMOR 131 TAHUN 2000 Jo KMK51/KMK.04/2001)

PPh Final dikenakan atas bunga yang berasal dari deposito/tabungan baik yang ditempatkanpada bank yang didirikan di dalam negeri maupun bank di luar negeri melalui cabangnya di di Indonesia, termasuk jasa giro serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia, kecuali WP Orang Pribadi yang seluruh penghasilannya dalam 1 tahun pajak termasuk bunga dan diskonto tidak melebihi PTKP.

Pengertian bunga yang dikenakan PPh final juga termasuk manfaat tabungan/deposito yangditerima atau diperoleh nasabah/klien dari perusahaan asuransi (SE-09/PJ.42/1997).

PPh yang terutang adalah sebesar 20% dari jumlah bruto (terhadap wajib pajak dalam negeriatau BUT) dan 20% dari jumlah bruto atau sesuai tarif Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berlaku (terhadap wajib pajak luar negeri). Dikecualikan dari pemotongan PPh :

Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI sepanjang jumlah deposito dan

tabungan serta sertifikat Bank Indonesia tersebut tidak melebihi Rp 7.500.000,00 dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah.

2 Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia

atau cabang bank luar negeri di Indonesia. Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh Dana

Pensiun yang telah disahkan Menteri Keuangan, sepanjang dananya diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 UU Nomor 11 Tahun 1992 Tentang Dana Pensiun. Bunga tabungan pada bank yang ditunjuk Pemerintah dalam rangka pemilikan rumah sederhana dan sangat sederhana, kapling siap bangun untuk rumah sederhana dan sangat sederhana, atau rumah susun sederhana sepanjang untuk dihuni sendiri.

Pembebasan pemotongan PPh atas Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI yang

diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang telah disahkan Menteri Keuangan, sepanjang dananya diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 UU Nomor 11 Tahun 1992 Tentang Dana Pensiun dapat diberikan berdasarkan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan PPh atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia yang diterbitkan oleh KPP tempat dana pensiun terdaftar.

Mekanisme SKB-nya (KEP-217/PJ./2001) adalah sbb :

a. Permohonan diajukan untuk setiap sertifikat/bilyet/buku deposito, tabungan atau SBI dengan menggunakan formulir permohonan SKB yang dilampiri : Foto Copy KMK tentang pengesahan Pendirian Dana Pensiun

Foto Copy Laporan Keuangan 3 bulan terakhir, termasuk daftar perincian dana dan

sumber pendapatannya Foto Copy sertifikat/bilyet/buku deposito, tabungan dan SBI b. Apabila WP telah memenuhi syarat maka SKB harus diberikan dalam jangka waktu selambatlambatnya 3 hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap dan apabila ditolak maka harus mencamtumkan alasan penolakan. c. SKB berlaku selama 3 bulan sejak tanggal diterbitkan daan dapat diajukan kembali Pemotong PPh atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto adalah : a. Bank Pembayar Bunga; Dana Pensiun yang telah disahkan Menteri Keuangan dan Bank yang menjual

b.

kembali sertifikat BI (SBI) kepada pihak lain yang bukan dana pensiun yang pendiriannya belum disahkan oleh Menteri Keuangan dan bukan bank wajib memotong PPh atau diskonto SBI tersebut; c. d. Kantor pusat bank yang didirikan di Indonesia atas bunga deposito dan tabungan Cabang bank luar negeri di Indonesia atas bunga deposito dan tabungan yang yang ditempatkan di cabang luar negeri melalui bank yang didirikan di Indonesia; ditempatkan di luar negeri melalui cabang bank luar negeri tersebut di Indonesia.

Orang pribadi subyek pajak dalam negeri yang seluruh penghasilannya dalam satu

tahun pajak termasuk bunga dan diskonto tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak, atas pajak yang telah dipotong, dapat mengajukan permohonan pengembalian (Restitusi). Demilikan pula setoran pelunasan Ongkos Naik Haji adalah bukan merupakan deposito atau tabungan. 2. PAJAK PENGHASILAN FINAL ATAS TRANSAKSI SAHAM DI BURSA EFEK (PP NOMOR 41 TAHUN 1994 DAN PP NOMOR 14 TAHUN 1997)

3 PPh final yang terutang atas transaksi penjualan saham di bursa saham dan harus dipotong oleh penyelenggara bursa adalah sebesar 0,1% dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan.

Atas saham pendiri, Wajib disetor tambahan PPh sebesar 5% dari nilai saham pasar saatPenawaran Umum Perdana (IPO) oleh pihak Emiten. Penyetoran PPh sebesar 5% tersebut harus dilakukan selambat-lambatnya 1 bulan setelah saham diperdagangkan di bursa. Saham pendiri adalah saham yang dimiliki oleh pendiri yang diperoleh dengan harga kurang dari 90% dari harga saham pada saat penawaran umum perdana. Termasuk dalam pengertian saham pendiri adalah : a. Saham yang diperoleh pendiri yang berasal dari kapitalisasi agio yang dikeluarkan setelah penawaran umum perdana. b. Saham yang berasal dari pemecahan saham pendiri. Tidak termasuk saham pendiri adalah : a. Saham yang diperoleh pendiri yang berasal dari pembagian dividen dalam bentuk saham.

b.

Saham yang diperoleh pendiri setelah penawaran umum perdana

yang berasal dari pelaksanaan hak pemesanan efek terlebih dahulu (right issue), waran, obligasi konversi dan efek konversi lainnya. c. Saham yang diperoleh pendiri perusahaan reksadana.

Jika pengenaan tambahan PPh sebesar 5% tersebut tidak disetor sesuai dengan batas waktuyang ditentukan, maka atas penghasilan berupa capital gain dari penjualan saham pendiri tersebut dikenakan PPh dengan tarif umum Pasal 17 UU Nomor 17 Tahun 2000 (tidak final). Artinya, dalam hal ini wajib pajak (pemilik saham pendiri) juga diperkenankan memilih menghitung PPh atas penjualan saham pendiri dengan tarif pasal 17 UU Nomor 17 Tahun 2000.

Penyetoran tambahan PPh 5% atas saham pendiri tersebut harus dilakukan oleh emiten denganmenggunakan satu SSP final untuk penyetoran tambahan seluruh saham pendiri. SSP tersebut diisi dengan NPWP Emiten.

Pelaporan ke KPP atas penyetoran tambahan PPh5% atas saham pendiri dilakukan oleh emitenSelambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan penyetoran. Emiten juga harus melaporkan penyetoran tambahan PPh 5% tersebut kepada penyelenggara bursa efek, agar untuk selanjutnya atas penjualan saham pendiri tersebut hanya dikenakan PPh sebesar 0,1%. Penyelenggara bursa efek wajib : a. b. c. Memotong PPh yang terutang melalui perantara perdagangan efek pada saat Menyetor PPh ke bank persepsi atau Kantor Pos selambat-lambatnya tanggal 20 Melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh ke KPP setempat selambat-lambatnya pelunasan transaksi penjualan saham = 0,1% x harga jual. bulan berikutnya setelah transaksi penjualan saham. tanggal 25 bulan yang sama dengan bulan penyetoran. 3. PAJAK PENGHASILAN FINAL ATAS BUNGA ATAU DISKONTO OBLIGASI YANG DIPERDAGANGKAN DI BURSA EFEK (PP NO 16 TAHUN 2009 JO PP NOMOR 139 TAHUN 2000 JO PP NOMOR 6 TAHUN 2002 JO KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 121/KMK.03/2002) (dua belass) bulan. Obligasi adalah surat utang negara yang berjangka waktu lebih dari 12

4 Bunga obligasi adalah imbalan yang diterima dan/atau diperoleh

pemegang obligasi dalam bentuk bunga dan/atau diskonto.

Penghasilan yang berasal dari transaksi penjualan obligasi dapat berupa

keuntungan modal (capital gain), bunga atau diskonto. Capital gain merupakan selisih lebih nilai konversi obligasi yang dapat dipertukarkan dengan saham (convertible bond) di atas nilai buku obligasi tersebut pada saat terjadi pertukaran. Bunga merupakan tingkat keuntungan yang dijanjikan oleh penerbit obligasi kepada pembeli. Sedangkan diskonto merupakan selisih antar nilai nominal obligasi dengan jumlah harga di bawah nominal yang dibayar oleh pembeli. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak berupa bunga dan diskonto yang berasal dari obligasi yang diperdagangkan di bursa dan atau dilaporkan perdagangannya di bursa efek, dikenakan pemotongan PPh Final, kecuali atas bunga dan diskonto obligasi yang diterima atau diperoleh : a. Bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia. b. Dana Pensiun yang pendirian/pembentukannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. Khusus untuk penghasilan berupa diskonto yang diterima atau diperoleh pembeli obligasi tanpa bunga (zero coupon bond) pada saat perdana tidak dikenakan pemotongan PPh final, namun dikenakan pajal penghasilan dengan tarif 15% dari jumlah bruto bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap. Jika yang menerima atau memperoleh bunga dan diskonto Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri yang seluruh penghasilan termasuk bunga dan diskonto tersebut dalam satu tahun tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), maka PPh yang dipotong atas bunga dan diskonto tersebut tidak bersifat final. Pemotongan PPh Final : dan diskonto yang diterima pemegang obligasi dengan kupon pada saat jatuh tempo bunga/obligasi, dan diskonto yang diterima pemegang obligasi tanpa bunga pada saat jatuh tempo obligasi. b. Perusahaan efek (broker) atau bank, selaku pedagang perantara maupun pembeli, atas bunga dan diskonto yang diterima penjual obligasi pada saat transaksi. Wajib Pajak tertentu dikecualikan dari pemotongan Pajak Penghasilan yang dilakukan oleh Pemotong Pajak selain penyelenggara bursa, yaitu : a. b. telah disahkan oleh Menteri Keuangan. Bank Wajib Pajak dalam negeri dan Dana Pensiun yang pembentukannya cabang bank Wajib Pajak luar negeri sebagai bentuk usaha tetap di Indonesia. a. Penerbit obligasi (emiten) atau kustodian yang ditunjuk selaku agen pembayaran, atas bunga

Penghasilan berupa keuntungan modal (capital gain), bunga dan atau diskonto yang diterima ataudiperoleh pemilik obligasi pada saat transaksi penjualan obligasi di bursa efek dan atau yang dilaporkan ke bursa efek dikenakan pajak penghasilan sebesar 0,03% dari nilai transaksi. Kewajiban Penjual obligasi : a. Kewajiban penjual obligasi untuk memberitahukan kepada pemotong pajak mengenai harga perolehan obligasi dan tanggal perolehan yang sebenarnya untuk keperluan penghitungan bunga dan diskonto yang menjadi dasar pemotongan Pajak Penghasilan, dilakukan dengan menyerahkan lembar ke-4 Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) atau lembar ke-3 Lampiran Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23/Pasal 26 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), dari pembelian obligasi tersebut sebelumnya.

5b. Kewajiban tersebut juga berlaku bagi penjual obligasi yang tidak di kenakan pemotongan Pajak Penghasilan. c. Kewajiban Pemotong Pajak : 1. Memberikan Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) kepada Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan bunga dan diskonto obligasi yang di perdagangkan dan atau dilaporkan perdagangannya di bursa efek; 2. Memberikan Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23/ Pasal 26 beserta Lampiran khusus kepada Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan bunga dan diskonto obligasi yang tidak diperdagangkan dan tidak dilaporkan perdagangannya di bursa efek; 3. Menyetor Pajak Penghasilan yang terutang ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pemotongan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP); 4. Melaporkan pemotongan dan penyetoran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pemotongan, dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) atau Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 23 / Pasal 26. diskonto obligasi : No Obyek Pemotongan 1. Bunga Obligasi dengan kupon Penerima 1. WP DN & BUT 2. WP LN Tarif 15 % 20 % atau tarif Dasar Tarif Jumlah Bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan Rincian pengenaan PPh Final yang harus dipotong atas bunga dan

2. Diskonto Obligasi dengan 1. WP DN & BUT 2. WP LN kupon

berdasarkan P3B obligasi Selisih lebih harga jual atau 15 % 20 % atau tarif nilai nominal di atas harga termasuk bunga berjalan berdasarkan P3B perolehan obligasi, tidak

3. Diskonto Obligasi Tanpa bunga 4. Bunga dan/atau diskonto dari obligasi

1.WP DN & BUT2. WP LN Wajib Pajak Reksadana yang terdaftar pada Bapepam dan Lembaga Keuangan

15 % 20 % atau tarif

Selisih lebih harga jual atau

berdasarkan P3B nilai nominal di atas harga perolehan obligasi. 0% 5% 15% Tahun 2009 2010 Tahun 2011-2013 Tahun 2014 dst

Contoh Perhitungan PT Sukses pada 1 Juni 2010, menerbitkan obligasi dengan kupon yang jangka waktunya 5 tahun. Nilai nominal Rp. 10.000.000,- Bunga tetap 16 % per tahun, jatuh tempo bunga setiap tangal 30 Juni dan 31 Desember. Saat penerbitan perdana, PT STAN (investor) membeli 10 lembar obligasi dengan harga di bawah nilai nominal (discount), yaitu sebesar Rp. 9.000.000,- /lembar. Penghitungan bunga dan PPh final yang terutang oleh PT STAN pada saat jatuh tempo bunga 31 Desember adalah, Bunga = (6/12 x 16% x Rp 10.000.000,-) x 10 = Rp. 8.000.000,PPh Final = 15% x Rp. 8.000.000,= Rp. 1.200.000,(dipotong oleh emiten atau kustodian yang ditunjuk sebagai agen pembayar)

6Keuntungan beli obligasi dengan nilai diskon = Rp 10.000.000 - Rp 9.000.000 = Rp 1.000.000 PPh Final = 15% x Rp 1.000.000 = Rp 150.000 4. PAJAK PENGHASILAN FINAL ATAS PENGHASILAN DARI HADIAH ATAS UNDIAN (PP NOMOR 132 TAHUN 2000)

Hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun melalui cara undian yang diterima atau

diperoleh orang orang pribadi/badan dalam negeri dan orang pribadi atau badan luar negeri dikenakan PPh Final sebesar 25% dari jumlah bruto nilai undian. Tidak termasuk dalam pengertian hadiah undian yang dikenakan pajak adalah : a. Hadiah langsung dalam penjualan barang / jasa sepanjang diberikan kepada semua pembeli / konsumen akhir tanpa diundi. b. Hadiah yang diterima langsung oleh konsumen akhir pada saat pembelian barang / jasa. Penyetoran PPh tersebut oleh penyelenggara undian dengan SSP secara kolektif Pelaporan ke KPP setempat dengan SPT Masa PPh atas hadiah undian selambatselambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya. lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah dibayarkannya atau diserahkannya hadiah undian tersebut.

5. PAJAK PENGHASILAN FINAL ATAS PENGHASILAN DARI PERSEWAAN TANAH DAN/ATAUBANGUNAN (PP NO 5 TAHUN 2002 JO PP NOMOR 29 TAHUN 1996 Jo 394/KMK.04/1994 Jo KEP50/PJ/1996 Jo SE-22/PJ.4/1996 Jo Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 120/KMK.03/2002 tanggal 1 April 2002) Besarnya pajak penghasilan yang wajib dipotong atau dibayar sendiri adalah sebesar 10% Jumlah bruto nilai persewaan adalah jumlah yang dibayarkan/terutang oleh penyewa (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan dan bersifat final. termasuk biaya perawatan, pemeliharaan, keamanan, fasilitas lainnya, dan service charge (baik perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun disatukan). Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari penyewa yang bertindak atau ditunjuk sebagai Pemotong Pajak, wajib dipotong Pajak Penghasilan oleh penyewa.

Dalam hal penyewa bukan sebagai Pemotong Pajak maka Pajak Penghasilan yang

terutang wajib dibayar sendiri oleh orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan. Dalam hal demikian, PPh final yang terutang harus dibayar sendiri (langsung) ke bank persepsi oleh pihak yang menyewakan tanah dan/atau bangunan. Kewajiban penyewa sebagai pemotong pajak : Memotong PPh pada saat pembayaran atau terutangnya sewa dan memberikan bukti pemotongan kepada pihak yang menyewakan. Menyetorkan PPh selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya.

Melaporkan ke KPP terkait selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya(menggunakan formulir laporan pemotongan/ penyetoran PPh atas persewaan tanah dan / atau bangunan dengan dilampiri SSP lembar ke-3 dan bukti pemotongan lembar ke-2). Wajib pajak yang usaha pokoknya pesewaan tanah dan/atau bangunan tetap wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh disertai Laporan Keuangan atas seluruh usahanya. 6. PAJAK PENGHASILAN FINAL ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN (PP NO 71 TAHUN 2008 JO PP NO 79 TAHUN 1999 JO PP NO 27 TAHUN 1996 JO PP NO. 48 TAHUN 1994 Jo PP NOMOR 27 TAHUN 1996 Jo PP NOMOR 79 TAHUN 1999 )

7Pengalihan atas Tanah dan/atau Bangunan adalah : Penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, Penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak atau cara lain yang disepakati lelang, hibah atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain Pemerintah; dengan Pemerintah guna pelaksanaan pembangunan, termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus; Penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain kepada Pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus.

Wajib Pajak orang pribadi dan yayasan atau organisasi yang sejenis yang mengalihkan

hak atas tanah dan/atau bangunan yang jumah bruto nilai pengalihannya lebih dari 60 Juta wajib membayar PPh Final 5% dari Jumlah Bruto Nilai Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, kecuali atas pengalihan hak atas Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenakan Pajak Penghasilan sebesar 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan.

Nilai Pengalihan Hak adalah nilai tertinggi antara nilai berdasarkan Akta Pengalihan

dengan NJOP tanah dan bangunan yang bersangkutan, kecuali : a. Dalam hal pengalihan hak kepada Pemerintah adalah nilai berdasarkan keputusan pejabat yang bersangkutan; b. Dalam hal pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang (Staatsblad Tahun 1908 Nomor 189 dengan segala perubahannya) adalah nilai menurut risalah lelang tersebut.

Nilai Jual Objek Pajak adalah NJOP menurut Surat Pemberitahuan Pajak Terutang PajakBumi dan Bangunan tahun yang bersangkutan atau dalam hal Surat Pemberitahuan Pajak Terutang dimaksud belum terbit, adalah NJOP menurut SPPT tahun pajak sebelumnya. Pembayar atau penyetor PPh adalah : Orang Pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan; Dalam hal pengalihan tersebut kepada Pemerintah, PPh Final 5% tersebut dipotong oleh Bendaharawan Pemerintah atau Pejabat yang berwenang.

Wajib Pajak Orang Pribadi, yayasan atau organisasi sejenis yang mengalihkan hak atas

tanah dan atau bangunan wajib membayar PPh Final 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan, yaitu nilai tertinggi antara nilai berdasarkan akta pengalihan hak dengan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) tanah dan atau bangunan, kecuali : 1. dalam hal pengalihan hak kepada Pemerintah, adalah nilai berdasarkan keputusan pejabat yang bersangkutan; 2. dalam hal pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang, adalah nilai menurut risalah lelang. NJOP adalah NJOP menurut Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB), atau dalam hal SPPT belum terbit, adalah NJOP menurut SPPT tahun sebelumnya. Apabila tanah dan atau bangunan belum terdaftar pada Kantor Pelayanan PBB , maka NJOP yang dipakai adalah NJOP menurut surat keterangan yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan PBB setempat.

8Rumah Sederhana terdiri atas Rumah Sederhana Sehat dan Rumah Inti Tumbuh, yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Rumah Susun Sederhana adalah bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang dipergunakan sebagai tempat hunian yang dilengkapi dengan KM/WC dan dapur baik bersatu dengan unit hunian maupun terpisah dengan penggunaan komunal termasuk Rumah Susun Sederhana Milik, yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."

Wajib Pajak Badan termasuk Koperasi yang usaha pokoknya melakukan transaksi

pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan pengenaan PPh-nya berdasarkan ketentuan umum Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 17 Undang-undang PPh, dan tidak final. Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan adalah : orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan jumlah bruto pengalihannya kurang dari Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah; orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah; orang pribadi yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan kepada badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;

badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada badankeagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan; atau pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan."

Wajib Pajak Badan yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan di luar

kegiatan usaha pokoknya, wajib membayar PPh 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan hak melalui bank persepsi. Setoran PPh tersebut tidak bersifat final, sehingga merupakan angsuran PPh dalam tahun berjalan yang dapat dikreditkan.

Tata Cara Pembayaran dan Pemungutan

1. Orang Pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, wajib membayar sendiri PPh yang terutang ke Bank Persepsi atau Kantor Pos sebelum akta, keputusan perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), dan pada SSP wajib dicantumkan: nama, alamat dan NPWP pihak yang mengalihkan Orang Pribadi atau badan Lokasi tanah dan atau bangunan yang dialihkan Nama pembeli Bila pihak yang mengalihkan belum memiliki NPWP, maka NPWP agar diisi 0 yang bersangkutan.

dan tiga digit kode KPP.

92. Orang Pribadi yang nilai pengalihan tidak lebih dari Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) tetapi penghasilan lainnya dalam satu tahun melebihi PTKP, penyetoran PPh Final selambat-lambatnya pada akhir tahun pajak yang bersangkutan. 3. Bendaharawan Pemerintah atau pejabat yang melakukan pembayaran atau pejabat yang menyetujui tukar-menukar, memungut PPh yang terutang dan menyetorkannya ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dengan menggunakan SSP sebelum pembayaran atau tukarmenukar dilaksanakan kepada Orang Pribadi atau Badan. 7. PAJAK PENGHASILAN FINAL PERUSAHAAN PELAYARAN DALAM NEGERI (Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 416/KMK.04/1996 Jo SE-29/PJ.4/1996)

Yang menjadi objek PPh ini adalah penghasilan berupa uang atau nilai uang yang

diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari pengangkutan orang dan / atau barang, termasuk penghasilan penyewaan kapal yang dilakukan dari : a. Pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lain di Indonesia Pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar Indonesia Pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan di Indonesia Pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan di Indonesia Bruto. Besarnya PPh terutang = 1,2% x Peredaran Bruto. Atas penghasilan dari persewaan (charter) berlaku mekanisme pemotongan PPh oleh Penghasilan neto wajib pajak perusahaan pelayaran dalam negeri = 4% x Peredaran

b. c. d.

penyewa (kecuali penyewanya wajib pajak orang pribadi atau bukan subyek pajak) dan selanjutnya pemotong pajak tersebut wajib menyetorkan dan melaporkan PPh yang terutang ke KPP terkait. Penyetoran pajak selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran/terutangnya imbalan. Sedangkan pelaporannya selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya. Atas penghasilan dari non persewaan (charter) kapal dan persewaan oleh wajib pajak orang pribadi atau bukan subyek pajak, PPh Final yang terutang wajib disetor sendiri oleh perusahaan pelayaran dalam negeri selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan diperolehnya penghasilan. Selanjutnya diaporkan ke KPP terkait selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya. Penghasilan atas pesewaan (charter) di luar negeri yang telah dikenakan PPh di luar negeri, PPh yang telah dibayar di luar negeri tersebut dapat diperhitungkan dengan PPh yang terutang di dalam negeri maksimum sebesar 1,2% dari penghasilan yang diterima/diperoleh dari luar negeri 8. PAJAK PENGHASILAN FINAL DARI PERUSAHAAN JASA PENERBANGAN DALAM NEGERI *

Yang menjadi objek PPh ini adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak daripengangkutan orang dan / atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan / atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar Indonesia

Penghasilan neto wajib pajak perusahaan penerbangan dalam negeri = 1,8% x Peredaran

Bruto. Penghasilan bruto yang dimaksud adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak berdasarkan perjanjian charter dari satu

10pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan / atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri. Pembayaran PPh ini dilakukan melalui pemotongan oleh pencharter sepanjang pencharter tersebut adalah pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan atau bentuk usaha tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. Kewajiban pemotong atau pemungut adalah : 1). Memotong PPh pada saat pembayaran atau saat terutangnya imbalan atau nilai penggantian. 2). Menyetorkan hasil pungutannya ke Kantor Pos atau bank persepsi palinbg lambat tanggal 10 bulan berikutnya. 3). Melaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya. Penghasilan atas pesewaan (charter) di luar negeri yang telah dikenakan PPh di luar negeri, PPh yang telah dibayar di luar negeri tersebut dapat diperhitungkan dengan PPh yang terutang di dalam negeri maksimum sebesar 1,2% dari penghasilan yang diterima/diperoleh dari luar negeri 9. PAJAK PENGHASILAN FINAL ATAS PENGHASILAN PERUSAHAAN PELAYARAN / PENERBANGAN LUAR NEGERI (Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 417/KMK.04/1996 Jo SE32/PJ.4/1996) Penghasilan neto perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri = 6% x Peredaran Bruto PPh Final yang terutang = 2,64% x Peredaran Bruto Peredaran bruto adalah semua imbalan/nilai pengganti yang diterima/atau diperoleh wajib

pajak perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia atau pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri.

Atas penghasilan dari persewaan (charter) berlaku mekanisme pemotongan PPh oleh orang pribadi atau bukan subyek pajak) dan

penyewa (kecuali penyewanya wajib pajak

selanjutnya pemotong pajak tersebut wajib menyetorkan dan melaporkan PPh yang terutang ke KPP terkait. Penyetoran pajak selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran/terutangnya imbalan. Sedangkan pelaporannya selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya. Termasuk dalam pengertian charter adalah space charter yang melebihi 50% dari Atas penghasilan dari non persewaan (charter) kapal dan persewaan oleh wajib pajak kapasitas angkut kapal atau pesawat yang disewa. orang pribadi atau bukan subyek pajak, PPh Final yang terutang wajib disetor sendiri oleh perusahaan pelayaran dalam negeri selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan diperolehnya penghasilan. Selanjutnya dilaporkan ke KPP terkait selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya. 10. PAJAK PENGHASILAN FINAL ATAS BUT PERWAKILAN DAGANG ASING DI INDONESIA (Kep. Dirjen Pajak no KEP 667/ PJ./2001 jo KMK no 634/KMK.04/1994 ) Penghasilan netto wajib pajak perwakilan dagang asing di Indonesia = 1% dari Nilai Nilai ekspor bruto adalah semua pengganti atau imbalan yang diterima atau diperoleh Ekspor Bruto Wajib Pajak luar negeri yang mempunyai kantor perwakilan dagang di di Indonesia dari penyerahan barang kepada orang pribadi atau badan yang berada atau bertempat kedudukan di Indonesia.

11 Besarnya PPh Final yang terutang = 0,44% dari Nilai Ekspor Bruto dan bersifat final.

11. JASA KONSULTAN MANAJEMEN (Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-02/PJ.42/2000)

Jasa konsultan manajemen adalah pemberian advis profesional di bidang manajemen di

mana tenaga ahli tersebut tidak terlibat langsung dalam pelaksanaan manajemen klien yang bersangkutan. Atas imbalan jasa konsultan manajemen dikenakan Pajak Penghasilan Final sebesar 4% dari jumlah imbalan bruto tidak termasuk PPN. Apabila kepada klien yang sama dan dalam jangka waktu yang sama berdasarkan suatu kontrak dilakukan pemberian jasa konsultan di bidang manajemen dan sekaligus dilakukan jasa manajemen (ikut serta langsung dalam pelaksanaan manajemen), maka atas keseluruhan imbalan jasa yang diterima dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 23 sebesar 2% tidak termasuk PPN dan tidak final.

12

O B JEK PPh ATAS U SAH A JASA K O N STR U K SIIM B A L A N J A S A KONSTRUKSI F IN A L

JASA PELAKSANAAN

JASA PERENCANAAN & PEN G AW ASA

YI Y I Y G M E M I L I K G T ID A K M E M IL IK G M E M IL IK I Y G M E M IL IKYI G T ID A K M E M IL HA K U A L I F I K A S I K U A L IF IK A S IK U A L IF IK A S I U S A K U A L IF IK A S I K U A L IF IK A S I M E N E N G A H A TA U U S A H A USAHA U S A H A K E C IL U S A H A K U A L IF IK A S I B E S A R

2%

4%

3%

4%

6%

D A R I J U M L A H P E M B AYA R A N ATA U J U M L A H P E N E R M E R U P A K A N B A G IA N N IL A I K O N T R A K T ID A K T E R M11 6

13Contoh Soal :

1.

Bank Sumber Harta membayar bunga bank sebesar Rp 15.000.000,- kepada PT Hebat atas

deposito yang ditanamkannya. Atas bunga deposito tersebut dipotong PPh final sebesar 20% oleh bank yang bersangkutan, yaitu senilai Rp 3.000.000,-

2. 3.

Ajeng memperoleh undian berupa sebuah mobil senilai Rp 180.000.000. Atas hadiah tersebut,

Ajeng terutang PPh final sebesar = 25% x Rp 180.000.000 = Rp 45.000.000,PT Berdikari yang memiliki kualifikasi usaha kecil menerima imbalan atas pelaksanaan jasa

konstruksi senilai Rp 450.000.000. Untuk itu, PT Berdikari dipotong PPh final sebesar = 2 % x Rp 450.000.000 = Rp 9.000.000. 4. PT Selalu Jaya menyewakan sebidang tanah beserta bangunan senilai Rp 50.000.000 kepada PT Makmur. Atas penghasilan yang diperoleh dari PT Makmur, PT Selalu Jaya dipotong sebesar Rp 50.000.000 x 10% = Rp 50.000.000.

5.

PT Keren menjual 10.000 lembar saham PT ABC dengan nilai nominal per lembar Rp 12.000,

dengan harga Rp 15.000 per lembar. Atas penghasilan yang diperoleh dari transaksi penjualan saham, maka PT Keren dipotong PPh final sebesar = 0.1% x 10.000 x Rp 15.000 = Rp 150.000,6. Notaris Mulyani SH telah mendapat surat penunjukkan sebagai pemotong Pajak. Dalam tahun 2011 menyewa gedung kantor senilai Rp. 50.000.000. berapakah PPh yang harus dipotong? Bagaimana cara penyetoran dan pelaporannya? PPh yang harus dipotong sebesar 10% x Rp. 50.000.000 = Rp. 5.000.000 Notaris Mulyani SH harus menyetorkannya dengan SSP dengan nama dan NPWP pemilik gedung paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Notaris Mulyani SH membuat Bukti Pemotongan PPh final sewa tanah dan bangunan sebanyak 3 lembar untuk penerima pembayaran, KPP dan arsip Notaris Mulyani SH. Pelaporan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya dengan menyerahkan: 1. SPT Masa PPh pasal 4 ayat (2) 2. SSP lembar ke-3 3. Daftar Bukti Potong 4. Bukti Pemotongan PPh pasal 4 ayat (2) PPh pasal 4(2) yang dipotong Notaris Mulyani SH tidak dapat dirkeditkan karena pemotongannya bersifat final. LATIHAN SOAL

1. Sehubungan dengan dilakukannya renovasi atas gedung kantornya, maka PT. Maju Terus untuksementara pindah ke gedung kantor milik PT. Adi Doank di Jl. Raya Darmaga. Biaya sewa gedung kantor yang harus dibayar PT. Maju Terus ke PT. Adi Doank adalah Rp. 40.000.000. Hitunglah PPh yang harus dipotong oleh PT. Maju Terus! 2. Ibu Manurung menjual tanah beserta bangunannya dengan harga Rp 500.000.000,- di daerah Cibubur. Nilai tersebut masuk dalam akta pengalihan. NJOP obyek pajak tersebut senilai Rp 350.000.000,-. Tentukan besarnya PPHTB (Pajak Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan) atas transaksi tersebut ! 3. Tuan Malik menjual saham PT Telkom miliknya sebanyak 500.000 lembar saham dengan nilai nominal Rp 5.000 per lembar sahamnya. Berapa PPh pasal 4 ayat (2) yang terutang ? 4. Bapak Mulyadi, MM seorang pengusaha sukses mempunyai deposito di beberapa bank, diantaranya Bank BNI sebesar Rp 50.000.000,-. Suku bunga efektif deposito adalah sebesar 12% per tahun. Berapakah pengenaan pajak PPh pasal 4 ayat (2) yang berlaku atas deposito ?

14

BAB 5 PENYUSUTAN, AMORTISASI DAN PENILAIAN KEMBALI AKTIVA TETAP

A.

PENYUSUTAN Sesuai dengan kelaziman usaha, pengeluaran yang mempunyai peranan terhadap penghasilan untuk

beberapa tahun, pembebanannya dilakukan sesuai dengan jumlah tahun lamanya pengeluaran tersebut berperan terhadap penghasilan. Sejalan dengan prinsip penyelarasan antara pengeluaran dengan penghasilan, pengeluaran untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dapat dikurangkan sebagai biaya perusahaan sekaligus pada tahun pengeluaran, melainkan dibebankan melalui penyusutan dan amortisasi selama masa manfaatnya. Pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud (pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik) yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun harus dibebankan sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dengan cara mengalokasikan pengeluaran tersebut selama masa manfaat harta tersebut melalui penyusutan. Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh tanah hak milik, termasuk tanah berstatus hak guna bangunan, hak guna usaha dan hak pakai yang pertama kali tidak boleh disusutkan, kecuali apabila tanah tersebut dipergunakan dalam perusahaan atau dimiliki untuk memperoleh penghasilan dengan syarat nilai tanah tersebut berkurang karena penggunaannya untuk memperoleh penghasilan, misalnya tanah dipergunakan untuk perusahaan genteng, perusahaan keramik atau perusahaan batu bata. Yang dimaksud dengan pengeluaran untuk memperoleh tanah hak guna bangunan, hak guna usaha dan hak pakai yang pertama kali adalah biaya perolehan tanah berstatus hak guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai dari pihak ketiga dan pengurusan hak-hak tersebut dari instansi yang berwenang untuk pertama kalinya. Sedangkan biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha dan hak pakai diamortisasikan selama jangka waktu hak-hak tersebut. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan besarnya biaya penyusutan adalah saat dimulainya penyusutan, metode penyusutan, kelompok masa manfaat dan tarif penyusutan serta harga perolehan. Penentuan besarnya harga perolehan akan dibahas dalam penentuan perolehan / penjualan atau nilai sisa perolehan/penjualan. Saat dimulainya penyusutan Penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut sehingga penyusutan pada tahun pertama dihitung secara pro-rata. Akan tetapi, dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih,dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan. Yang dimaksud dengan mulai menghasilkan dalam ketentuan ini dikaitkan dengan saat mulai berproduksi dan tidak dikaitkan dengan saat diterima atau diperolehnya penghasilan. Contoh 1. Pengeluaran untuk pembangunan sebuah gedung adalah sebesar Rp 1.000.000.000,00. Pembangunan dimulai pada bulan Oktober 2009 dan selesai untuk digunakan pada bulan Maret 2010.

15Penyusutan atas harga perolehan bangunan gedung tersebut dimulai pada bulan Maret tahun pajak 2010. Contoh 2. Sebuah mesin yang dibeli dan ditempatkan pada bulan Maret 2010 dengan harga perolehan sebesar Rp 120.000.000,00. Masa manfaat dari mesin tersebut adalah 4 (empat) tahun, tarif penyusutan misalnya ditetapkan 50% (lima puluh persen). Penyustan atas harga perolehan mesin tersebut dimulai pada bulan Maret 2010. Contoh 3. PT X yang bergerak di bidang perkebunan membeli traktor pada tahun 2009. Perkebunan tersebut mulai menghasilkan (panen) pada tahun 2010. Akan tetapi, dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, penyusutan traktor tersebut dapat dilakukan mulai tahun 2010. 2. Metode penyusutan Metode penyusutan yang dibolehkan berdasarkan ketentuan perpajakan adalah : a. dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta tersebut (metode garis lurus atau straight-line method); atau b. dalam bagian-bagian yang menurun dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku (metode saldo menurun atau declining balance method), dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus. Penggunaan metode penyusutan atas harta harus dilakukan secara taat azas. Metode penyusutan yang diperbolehkan untuk harta berwujud dikelompokkan menjadi dua yaitu penyusutan harta berwujud bangunan dan harta berwujud selain/bukan bangunan. Untuk harta berwujud berupa bangunan hanya dapat disusutkan dengan metode garis lurus. Harta berwujud selain bangunan dapat disusutkan dengan metode garis lurus (straight line method) atau metode saldo menurun (declining balance method), dengan syarat dilakukan secara taat asas. Dalam hal Wajib Pajak memilih menggunakan metode saldo menurun, nilai sisa buku pada akhir masa manfaat harus disusutkan sekaligus (closed ended). Sesuai dengan pembukuan Wajib Pajak, alat-alat kecil (small tools) yang sama atau sejenis dapat disusutkan dalam satu golongan. Apabila Wajib Pajak melakukan penilaian kembali aktiva, maka dasar penyusutan atas harta adalah nilai setelah dilakukan penilaian kembali aktiva tersebut. Contoh penggunaan metode garis lurus : Sebuah gedung yang harga perolehannya Rp 100.000.000,00 dan masa manfaatnya 20 (dua puluh) tahun, penyusutannya setiap tahun adalah sebesar = (Rp 100.000.000,00 : 20) = Rp 5.000.000,00. Tahun ke 1 2 3 dst. 20 Penyusutan Rp 5.000.000 Rp 5.000.000 Rp 5.000.000 Rp 5.000.000 Rp 5.000.000 Nilai Sisa Buku Rp 95.000.000 Rp 90.000.000 Rp 85.000.000 dst. 0

Contoh penggunaan metode saldo menurun : 1). Sebuah mesin yang dibeli dan ditempatkan pada bulan Januari 2009 dengan harga perolehan sebesar Rp 150.000.000,00. Masa manfaat dari mesin tersebut adalah 4 (empat) tahun. Kalau tarif penyusutan misalnya ditetapkan 50% (lima puluh persen), maka penghitungan penyusutannya adalah sebagai berikut :

16Harga Perolehan Rp 150.000.000,00 Tahun 2009 2010 2011 2012 Tarif 50% 50% 50% disusutkan sekaligus Penyusutan Nilai Sisa Buku 75.000.000,00 75.000.000,00 37.500.000,00 37.500.000,00 18.750.000,00 18.750.000,00 18.750.000,00 0

2). Sebuah mesin yang dibeli dan ditempatkan pada bulan Juli 2009 dengan harga perolehan sebesar Rp 100.000.000,00. Masa manfaat dari mesin tersebut adalah 4 (empat) tahun. adalah sebagai berikut : Harga Perolehan Rp 100.000.000,00 Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 3. Tarif 6/12 X 50% 50% 50% 50% disusutkan sekaligus Penyusutan Nilai Sisa Buku 25.000.000,00 75.000.000,00 37.500.000,00 37.500.000,00 18.750.000,00 18.750.000,00 9.375.000,00 9.375.000,00 9.375.000,00 0 Kalau tarif penyusutan misalnya ditetapkan 50% (lima puluh persen), maka penghitungan penyusutannya

Kelompok masa manfaat harta dan tarif penyusutan Besarnya penyusutan suatu harta berwujud dipengaruhi oleh metode yang digunakan, besarnya harga perolehan dan masa manfaat dari harta perolehan tersebut. Untuk memberikan kepastian hukum bagi Wajib Pajak dalam melakukan penyusutan atas pengeluaran harta berwujud, Pasal 11 UU No. 17 Tahun 2000 mengatur kelompok masa manfaat harta dan tarif penyusutan baik menurut metode garis lurus maupun saldo menurun. Untuk menghitung penyusutan, masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud ditetapkan sebagai berikut :

Kelompok Harta Berwujud

Masa Manfaat

Tarif penyusutan Garis Lurus Saldo menurun

I. Bukan bangunan Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 II. Bangunan Permanen Tidak Permanen

4 tahun 8 tahun 16 tahun 20 tahun

25% 12,5% 6,25% 5%

50% 25% 12,5% 10%

20 tahun 10 tahun 10%

5% -

-

Yang dimaksud dengan bangunan tidak permanen adalah bangunan yang bersifat sementara dan terbuat dari bahan yang tidak tahan lama atau bangunan yang dapat dipindah-pindahkan, yang masa manfaatnya tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun. Misalnya, barak atau asrama yang dibuat dari kayu untuk karyawan. Menyimpang dari ketentuan diatas, dalam rangka menyesuaikan dengan karakteristik bidang-bidang usaha tertentu, seperti perkebunan tanaman keras, kehutanan, dan peternakan, perlu diberikan pengaturan tersendiri untuk penyusutan harta berwujud yang digunakan dalam bidang-bidang usaha tertentu tersebut yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

17Pada dasarnya keuntungan atau kerugian karena pengalihan harta dikenakan pajak dalam tahun dilakukannya pengalihan harta tersebut. Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta, dijual atau terbakar, maka penerimaan neto dari penjualan harta tersebut, yaitu selisih antara harga penjualan dengan biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan penjualan tersebut dan atau penggantian asuransinya dibukukan sebagai penghasilan pada tahun terjadinya penjualan atau tahun diterimanya penggantian asuransi, dan nilai sisa buku dari harta tersebut dibebankan sebagai kerugian dalam tahun pajak yang bersangkutan. Dalam hal penggantian asuransi yang diterima jumlahnya baru dapat diketahui dengan pasti pada masa kemudian, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak agar jumlah sebesar kerugian tersebut dapat dibebankan dalam tahun penggantian asuransi tersebut. Catatan : Jika pengalihan harta berwujud digunakan sebagai bantuan, atau sumbangan, harta hibahan atau warisan, jumlah nilai sisa buku tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan.

LATIHAN SOAL 1. Aktiva tetap per 31 Desember 2012 Jenis Aktiva Tetap Kelompok 1 Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Bangunan permanen Tahun Beli 27 Oktober 2009 4 Juni 2012 24 Desember 2012 24 Juli 2009 4 Juni 2009 Harga Beli (Rp) 100.000.000,00 50.000.000,00 750.000.000,00 900.000.000,00 3.000.000.000,00

Penyusutan yang dialokasikan terhadap biaya operasional dan umum adalah saldo menurun. Hitunglah penyusutan aktiva tetap tahun 2012 ! 2. Hitung penyusutan sebuah bangunan pabrik yang harga perolehannya Rp 5.000.000.000,00 dan masa manfaatnya 20 (dua puluh) tahun dengan menggunakan metode garis lurus ! 3. Sebuah mesin yang dibeli dan ditempatkan pada bulan Januari 2010 dengan harga perolehan sebesar Rp 360.000.000,00. Masa manfaat dari mesin tersebut adalah 4 (empat) tahun. Kalau tarif penyusutan misalnya ditetapkan 50% (lima puluh persen), maka hitunglah penyusutannya dengan menggunakan metode saldo menurun ! 4. Penggunaan metode saldo menurun : Sebuah mesin yang dibeli dan ditempatkan pada bulan Juli 2012 dengan harga perolehan sebesar Rp 800.000.000,00 diklasifikasikan dalam kelompok II Kelompok Harta berwujud. Hitunglah penyusutannyadengan menggunakan metode garis lurus dan saldo menurun !

B.

AMORTISASI Pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk perpanjangan

hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan muhibah (goodwill) yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, diamortisasi dengan metode: a. dalam bagian-bagian yang sama setiap tahun selama masa manfaat (metode garis lurus atau straightline method) atau; b. dalam bagian-bagian yang menurun setiap tahun dengan cara menerapkan tarif amortisasi atas nilai sisa buku (metode saldo menurun atau declining balance method).

18Khusus untuk amortisasi harta tak berwujud yang menggunakan metode saldo menurun, pada akhir masa manfaat nilai sisa buku harta tak berwujud atau hak-hak tersebut diamortisasi sekaligus (closed ended) dengan syarat dilakukan secara taat asas Amortisasi dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk bidang usaha tertentu yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan. Untuk menghitung amortisasi, masa manfaat dan tarif amortisasi ditetapkan sebagai berikut :

Kelompok Harta Tak Berwujud

Masa Manfaat Tarif Amortisasi berdasarkan metode Garis Lurus Saldo Menurun 50% 25% 6,25% 5% 12,5% 10%

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4

4 tahun 8 tahun 16 tahun 20 tahun

25% 12,5%

Penentuan masa manfaat dan tarif amortisasi atas pengeluaran harta tak berwujud dimaksudkan untuk memberikan keseragaman bagi Wajib Pajak dalam melakukan amortisasi. Wajib Pajak dapat melakukan amortisasi sesuai dengan metode yang dipilihnya berdasarkan masa manfaat yang sebenarnya dari tiap harta tak berwujud. Tarif amortisasi yang diterapkan didasarkan pada kelompok masa manfaat sebagaimana yang diatur dalam ketentuan ini. Untuk harta tidak berwujud yang masa manfaatnya tidak tercantum pada kelompok masa manfaat yang ada, maka Wajib Pajak menggunakan masa manfaat yang terdekat. Misalnya harta tak berwujud dengan masa manfaat yang sebenarnya 6 (enam) tahun dapat menggunakan kelompok masa manfaat 4 (empat) tahun atau 8 (delapan) tahun. Dalam hal masa manfaat yang sebenarnya 5 (lima) tahun, maka harta tak berwujud tersebut diamortisasi dengan menggunakan kelompok masa manfaat 4 (empat) tahun. Pengeluaran-pengeluaran berikut ini juga akan diamortisasi sesuai dengan ketentuan kelompok harta tak berwujud, masa manfaat dan tarif amortisasi seperti tabel di atas : Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu perusahaan dibebankan pada tahun terjadinya pengeluaran atau diamortisasi sesuai dengan ketentuan Pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, seperti biaya studi kelayakan dan biaya produksi percobaan, sedangkan biaya operasional yang bersifat rutin seperti rekening listrik dan telepon, gaji pegawai dan biaya kantor lainnya tidak boleh dikapitalisasi tetapi dibebankan sekaligus pada tahun pengeluaran (tidak diamortisasi). Contoh soal : PT ABC pada tanggal 2 Januari 2010 mengeluarkan uang sebesar Rp 400.000.000 untuk memperoleh waralaba dari sebuah restoran fast food terkenal selama 4 tahun untuk memproduksi makanan yang dijual restoran fast food tersebut. Penghitungan amortisasi untuk setiap metode yang diperbolehkan dipilih adalah sebagai berikut :

Tahun2010

Metode Garis Amortisasi25% x Rp 400.000.000

Lurus Nilai Sisa BukuRp 300.000.000

Metode Saldo Amortisasi50% x Rp 400.000.000

Menurun Nilai Sisa BukuRp 200.000.000

19= Rp 100.000.000 2011 2012 2013 25% x Rp 400.000.000 = Rp 100.000.000 25% x Rp 400.000.000 = Rp 100.000.000 25% x Rp 400.000.000 = Rp 100.000.000 Rp 200.000.000 Rp 100.000.000 Rp 0 = Rp 200.000.000 50% x Rp 200.000.000 = Rp 100.000.000 50% x Rp 100.000.000 = Rp 50.000.000 Rp 50.000.000 (= nilai sisa buku akhir tahun 2006) Rp 100.000.000 Rp 50.000.000 Rp 0

Amortisasi di bidang penambangan minyak dan gas bumi Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang mempunyai masa

manfaat lebih dari 1 (satu) tahun di bidang penambangan minyak dan gas bumi dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi. Metode satuan produksi dilakukan dengan menerapkan persentase amortisasi yang besarnya setiap tahun sama dengan persentase perbandingan antara realisasi penambangan minyak dan gas bumi pada tahun yang bersangkutan dengan taksiran jumlah seluruh kandungan minyak dan gas bumi di lokasi tersebut yang dapat diproduksi. Apabila ternyata jumlah produksi yang sebenarnya lebih kecil dari yang diperkirakan, sehingga masih terdapat sisa pengeluaran untuk memperoleh hak atau pengeluaran lain, maka atas sisa pengeluaran tersebut boleh dibebankan sekaligus dalam tahun pajak yang bersangkutan. Contoh soal : PT ABC mengeluarkan biaya untuk memperoleh hak penambangan minyak dan gas bumi di suatu lokasi sebesar Rp 500.000.000. Taksiran jumlah kandungan minyak di daerah tersebut adalah 200.000.000 (dua ratus juta) barel. Realisasi produksi selama lima tahun berturut-turut adalah 30.000 barel, 40.000 barel, 60.000 barel, 30.000 barel, dan 20.000 barel. Amortisasi selama lima tahun dihitung sebagai berikut :

Tahun ke1 2 3 4 5

% Amortisasi30.000/200.000 x Rp 100% = 15% 40.000/200.000 x Rp 100% = 20% 60.000/200.000 x Rp 100% = 30% 30.000/200.000 x Rp 100% = 15% 20.000/200.000 x Rp 100% = 10%

Amortisasi15% x Rp 500.000.000 = Rp 75.000.000 20% x Rp 500.000.000 = Rp 100.000.000 30% x Rp 500.000.000 = Rp 150.000.000 15% x Rp 500.000.000 = Rp 75.000.000 Rp 100.000.000 (= nilai sisa buku awal tahun ke 5)

Nilai Sisa BukuRp 425.000.000 Rp 325.000.000 Rp 175.000.000 Rp 100.000.000 Rp 0

Amortisasi di bidang penambangan selain minyak dan gas bumi, hak pengusahaan hutan, dan hak pengusahaan sumber alam serta hasil alam lainnya Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain minyak dan gas bumi, hak

pengusahaan hutan, dan hak pengusahaan sumber alam serta hasil alam lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi paling tinggi 20% (dua puluh persen) setahun. Pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain minyak dan gas bumi, hak pengusahaan hutan, dan hak pengusahaan sumber alam serta hasil alam lainnya seperti hak pengusahaan hasil laut diamortisasi berdasarkan metode satuan produksi dengan jumlah paling tinggi 20% (dua puluh persen) setahun. Contoh : Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan hutan, yang mempunyai potensi 10.000.000 (sepuluh juta) ton kayu, sebesar Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) diamortisasi sesuai dengan persentase satuan produksi yang direalisasikan dalam tahun yang bersangkutan. Jika dalam 1 (satu) tahun

20pajak ternyata jumlah produksi mencapai 3.000.000 (tiga juta) ton yang berarti 30% (tiga puluh persen) dari potensi yang tersedia, walaupun jumlah jumlah produksi pada tahun tersebut mencapai 30% (tiga puluh persen) dari jumlah potensi yang tersedia, besarnya amortisasi yang diperkenankan untuk dikurangkan dari penghasilan bruto pada tahun tersebut adalah 20% (dua puluh persen) dari pengeluaran atau Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Apabila tahun pajak berikutnya (2006), jumlah produksi kayu sebanyak 2.500.000 ton, maka amortisasi maksimum yang diperbolehkan dihitung sebagai berikut : Pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, dikapitalisasi dan kemudian diamortisasi. Dalam pengertian pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial, adalah biaya-biaya yang dikeluarkan sebelum operasi komersial, misalnya biaya studi kelayakan dan biaya produksi percobaan tetapi tidak termasuk biaya-biaya operasional yang sifatnya rutin, seperti gaji pegawai, biaya rekening listrik dan telepon, dan biaya kantor lainnya. Untuk pengeluaran operasional yang rutin ini tidak boleh dikapitalisasi tetapi dibebankan sekaligus pada tahun pengeluaran.

Tahun2005 2006

Jumlah amortisasi berdasar persentase realisasi produksi(3.000.000 ton / 10.000.000 ton) x Rp 500.000.000 = 30% x Rp 500.000.000 = Rp 150.000.000 (2.500.000 ton / 10.000.000 ton) x Rp 500.000.000 = 25% x Rp 500.000.000 = Rp 125.000.000

Jumlah amortisasi maksimal yang diperbolehkan (20%)20% x Rp 500.000.000 = Rp 100.000.000 20% x Rp 500.000.000 = Rp 100.000.000

Terjadi pengalihan harta berwujud, harta tak berwujud/hak Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya

sebagai pengganti saham atau penyertaan modal; kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya; karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun; pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan; atau penarikan harta karena sebab lainnya, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah harga jual atau penggantian asuransinya yang diterima atau diperoleh dibukukan sebagai penghasilan pada tahun terjadinya penarikan harta tersebut. Apabila hasil penggantian asuransi yang akan diterima jumlahnya baru dapat diketahui dengan pasti di masa kemudian, maka dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak jumlah sebesar kerugian aebagaimana pernyataan di atas dibukukan sebagai beban masa kemudian tersebut. Apabila terjadi pengalihan harta yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang diterima oleh penerima zakat / sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; warisan, yang berupa harta berwujud dan/atau harta tidak

21berwujud, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan. Apabila terjadi pengalihan harta tak berwujud atau hak-hak seperti hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan muhibah (goodwill), hak di bidang penambangan minyak dan gas bumi, hak penambangan selain di bidang penambangan minyak dan gas bumi, hak pengusahaan hutan, dan hak pengusahaan sumber alam serta hasil alam lainnya, maka nilai sisa buku harta atau hak-hak tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah yang diterima sebagai penggantian merupakan penghasilan pada tahun terjadinya pengalihan tersebut. Contoh : PT X mengeluarkan biaya untuk memperoleh hak penambangan minyak dan gas bumi di suatu lokasi sebesar Rp 500.000.000,00. Taksiran jumlah kandungan minyak di daerah tersebut adalah sebanyak 200.000.000 (dua ratus juta) barel. Setelah produksi minyak dan gas bumi mencapai 100.000.000 (seratus juta) barel, PT X menjual hak penambangan tersebut kepada pihak lain dengan harga sebesar Rp 300.000.000,00. Penghitungan penghasilan dan kerugian dari penjualan hak tersebut adalah sebagai berikut : Harga perolehan Nilai buku harta Harga jual harta Rp 500.000.000,00 Rp 250.000.000,00 Rp 300.000.000,00

Amortisasi yang telah dilakukan = 100.000.000/200.000.000 barel (50%) = Rp 250.000.000,00 (-)

Dengan demikian jumlah nilai sisa buku sebesar Rp 250.000.000,00 dibebankan sebagai kerugian dan jumlah sebesar Rp 300.000.000,00 dibukukan sebagai penghasilan. Catatan : Jika pengalihan harta berwujud digunakan sebagai bantuan, atau sumbangan, harta hibahan atau warisan, jumlah nilai sisa buku tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan. LATIHAN SOAL 1. PT Damai pada tanggal 2 Januari 2002 mengeluarkan uang sebesar Rp 600.000.000 untuk memperoleh waralaba dari sebuah cafe terkenal selama 5 tahun. Hitunglah nilai amortisasi waralaba tersebut dengan menggunakan metode garis lurus dan saldo menurun !

2. PT BBB mengeluarkan biaya untuk memperoleh hak penambangan minyak dan gas bumi disuatu lokasi sebesar Rp 1.500.000.000. Taksiran jumlah kandungan minyak di daerah tersebut adalah 500.000 barel. Realisasi produksi selama lima tahun berturut-turut adalah 50.000 barel, 80.000 barel, 150.000 barel, 130.000 barel, dan 60.000 barel. Hitunglah nilai amortisasi biaya untuk memperoleh hak penambangan minyak dan gas bumi !

3. Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan hutan, yang mempunyai potensi 12.000.000(dua belas juta) ton kayu, sebesar Rp 600.000.000,00 diamortisasi sesuai dengan persentase satuan produksi yang direalisasikan dalam tahun yang bersangkutan. Jumlah produksi tahun pajak (2004) mencapai 3.000.000 (tiga juta) ton dan pada tahun pajak berikutnya (2005), jumlah produksi kayu sebanyak 2.500.000 ton, hitunglah amortisasi maksimum yang diperbolehkan untuk tahun 2004 dan 2005 !

4. PT Aman mengeluarkan biaya untuk memperoleh hak penambangan minyak dan gas bumi disuatu lokasi sebesar Rp 1.000.000.000,00. Taksiran jumlah kandungan minyak di daerah tersebut

22adalah sebanyak 250.000.000 (dua ratus lima puluh juta) barel. Setelah produksi minyak dan gas bumi mencapai 100.000.000 (seratus juta) barel, PT X menjual hak penambangan tersebut kepada pihak lain dengan harga sebesar Rp 750.000.000,00. Hitunglah penghasilan dan kerugian dari penjualan hak tersebut ! C. PENILAIAN KEMBALI AKTIVA TETAP Perbedaan nilai buku dengan nilai riil aktiva perusahaan dapat mengakibatkan kurang serasinya perbandingan antara penghasilan dengan beban dan nilai buku dengan nilai intrinsik perusahaan. Untuk mengurangi perbedaan tersebut, kepada Wajib Pajak perlu diberikan kesempatan untuk melakukan penilaian kembali aktiva tetap. PSAK tidak memperkenankan, para pihak pelapor laporan keuangan untuk melakukan revaluasi aktiva tetap. Sementara peraturan perpajakan memperkenankan WP untuk melakukan revaluasi aktiva tetap dengan syarat : Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT) yang selanjutnya disebut Perusahaan, dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan, dengan syarat telah memenuhi semua kewajiban pajaknya (seperti Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas barang Mewah dan Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang) sampai dengan masa pajak terakhir sebelum masa pajak dilakukannya penilaian kembali. Wajib Pajak tersebut tidak termasuk Wajib Pajak yang memperoleh izin menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang Dollar Amerika Serikat. Aktiva tetap yang dapat dilakukan penilaian kembali adalah semua aktiva berwujud dalam bentuk tanah, kelompok bangunan dan bukan bangunan yang tidak dimaksudkan untuk dialihkan atau dijual (bukan barang dagangan) yang terletak atau berada di Indonesia, yang dimiliki dan dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Obyek Pajak. Penilaian kembali harus dilakukan oleh perusahaan penilai atau penilai yang diakui oleh Pemerintah. Penilaian kembali dapat meliputi seluruh atau sebagian-aktiva tetap perusahaan termasuk aktiva tetap perusahaan yang sudah pernah dilakukan penilaian kembali berdasarkan ketentuan yang berlaku sebelumnya. Penilaian kembali sebagaimana dapat dilakukan paling banyak 1 (satu) kali dalam tahun buku yang sama. Penilaian kembali aktiva tetap dihitung/dilakukan berdasarkan nilai pasar atau nilai wajar yang berlaku pada saat dilakukannya penilaian kembali. Dalam hal nilai pasar atau nilai wajar yang ditetapkan oleh perusahaan penilai ternyata tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya, maka dalam rangka penghitungan pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan kembali nilai pasar atau nilai wajar aktiva yang bersangkutan. Apabila Wajib Pajak melakukan penilaian kembali aktiva, maka dasar penyusutan atas harta adalah nilai setelah dilakukan penilaian kembali aktiva tersebut. Uraian berikut menjelaskan beberapa ketentuan mengenai penentuan perolehan / penjualan atau nilai perolehan / penjualan. Menteri Keuangan berwenang menetapkan peraturan tentang penilaian kembali aktiva dan faktor penyesuaian apabila terjadi ketidaksesuaian antara unsur-unsur biaya dengan penghasilan karena perkembangan harga. Atas selisih penilaian kembali aktiva diterapkan tarif pajak tersendiri dengan Peraturan Menteri Keuangan sepanjang tidak melebihi tarif pajak tertinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1). 1). Penilaian dalam hal jual beli harta Pada umumnya dalam jual beli harta, harga perolehan harta bagi pihak pembeli adalah harga yang sesungguhnya dibayar dan harga penjualan bagi pihak penjual adalah harga yang sesungguhnya diterima. Termasuk dalam harga perolehan adalah harga beli dan biaya yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh harta tersebut, seperti bea masuk, biaya pengangkutan dan biaya pemasangan. Pada penjualan harta yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa, hasil penjualan harta

23dilaporkan sebagai penghasilan dan nilai sisa buku sampai dengan saat penjualan dilaporkan sebagai beban (kerugian). Dalam hal jual beli yang dipengaruhi hubungan istimewa, maka bagi pihak pembeli nilai perolehannya adalah jumlah yang seharusnya dibayar dan bagi pihak penjual nilai penjualannya adalah jumlah yang seharusnya diterima (harga pasar wajar). Adanya hubungan istimewa antara pembeli dan penjual dapat menyebabkan harga perolehan menjadi lebih besar atau lebih kecil dibandingkan dengan jika jual beli tersebut tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa. Oleh karena itu, nilai perolehan atau nilai penjualan harta bagi pihak-pihak yang bersangkutan adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau yang seharusnya diterima. Kerugian karena penjualan harta yang dimiliki WP tetapi tidak digunakan untuk kegiatan usaha tidak dapat dibebankan sebagai pengurangan penghasilan bruto. Sedangkan keuntungan karena penjualan harta yang dimiliki WP tetapi tidak digunakan untuk kegiatan usaha tidak diatur dengan jelas (grey area), namun karena konsep penghasilan berdasrkan Pasal 4 UU PPh adalah Worldwide Income, maka keuntungan karena penjualan harta yang dimiliki WP tetapi tidak digunakan untuk kegiatan usaha dapat dimasukkan sebagai penghasilan. Apabila Wajib Pajak menjual harta dengan harga yang lebih tinggi dari nilai sisa buku atau lebih tinggi dari harga atau nilai perolehan, maka selisih harga tersebut merupakan keuntungan. Dalam hal penjualan harta tersebut terjadi antara badan usaha dengan pemegang sahamnya, maka harga jual yang dipakai sebagai dasar untuk penghitungan keuntungan dari penjualan tersebut adalah harga pasar. Misalnya PT S memiliki sebuah mobil yang digunakan dalam kegiatan usahanya dengan nilai sisa buku sebesar Rp 40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah). Mobil tersebut dijual dengan harga Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Dengan demikian keuntungan PT S yang diperoleh karena penjualan mobil tersebut adalah Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). Apabila mobil tersebut dijual kepada salah seorang pemegang sahamnya dengan harga Rp 55.000.000,00 (lima puluh lima juta rupiah), maka nilai jual mobil tersebut tetap dihitung berdasarkan harga pasar sebesar Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Selisih sebesar Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) merupakan keuntungan bagi PT S. dan bagi pemegang saham yang membeli mobil tersebut selisih sebesar Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) merupakan penghasilan. Apabila suatu badan dilikuidasi, keuntungan dari penjualan harta, yaitu selisih antara harga jual berdasarkan harga pasar dan nilai sisa buku harta tersebut, merupakan objek pajak. Demikian juga selisih lebih antara harga pasar dan nilai sisa buku dalam hal terjadi penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha merupakan penghasilan. Dalam hal terjadi pengalihan harta sebagai pengganti saham atau penyertaan modal, keuntungan berupa selisih antara harga pasar dari harta yang diserahkan dan nilai bukunya merupakan penghasilan. Keuntungan berupa selisih antara harga pasar dan nilai perolehan atau nilai sisa buku atas pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan merupakan penghasilan bagi pihak yang mengalihkan kecuali harta tersebut dihibahkan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat. Demikian juga, keuntungan berupa selisih antara harga pasar dan nilai perolehan atau nilai sisa buku atas pengalihan harta berupa bantuan atau sumbangan dan hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan bukan merupakan penghasilan, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.

24Dalam hal Wajib Pajak pemilik hak penambangan mengalihkan sebagian atau seluruh hak tersebut kepada Wajib Pajak lain, keuntungan yang diperoleh merupakan objek pajak. 2). Penilaian dalam hal tukar menukar. Apabila terdapat harta yang diperoleh berdasarkan transaksi tukar-menukar dengan harta lain, nilai perolehan atau nilai penjualannya adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar. Contoh : PT. A ------------------( Harta X ) Nilai sisa buku Rp 10.000.000,00 Harga Pasar Rp 20.000.000,00 PT. B -------------------( Harta Y ) Rp 12.000.000,00 Rp 20.000.000,00

Antara PT. A dan PT. B terjadi pertukaran harta. Walaupun tidak terdapat realisasi pembayaran antara pihak-pihak yang bersangkutan, namun karena harga pasar harta yang dipertukarkan adalah Rp 20.000.000,00, maka jumlah sebesar Rp 20.000.000,00 merupakan nilai perolehan yang seharusnya dikeluarkan atau nilai penjualan yang seharusnya diterima. Selisih antara harga pasar dengan nilai sisa buku harta yang dipertukarkan merupakan keuntungan yang dikenakan pajak. PT. A memperoleh keuntungan sebesar Rp 10.000.000,00 (Rp 20.000.000,00 Rp 10.000.000,00), dan PT. B memperoleh keuntungan sebesar Rp 8.000.000,00 (Rp 20.000.000,00 Rp.12.000.000,00). 3). Pengalihan harta dalam rangka pengembangan usaha berupa likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan dan pengambilalihan usaha. Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan. Selisih antara harga pasar dengan nilai sisa buku harta yang dialihkan merupakan penghasilan yang dikenakan pajak. Contoh : PT. A dan PT. B melakukan peleburan dan membentuk badan baru, yaitu PT. C. Nilai sisa buku dan harga pasar harta dari kedua badan tersebut adalah sebagai berikut : PT A Nilai sisa buku Rp 200.000.000,00 Harga Pasar Rp 300.000.000,00 PT B Rp 300.000.000,00 Rp 450.000.000,00

Pada dasarnya, penilaian harta yang diserahkan oleh PT. A dan PT. B dalam rangka peleburan menjadi PT. C adalah harga pasar dari harta. Dengan demikian, PT. A mendapat keuntungan sebesar Rp 100.000.000,00 (Rp 300.000.000,00 - Rp.200.000.000,00) dan PT. B mendapat keuntungan sebesar Rp 150.000.000,00 (Rp 450.000.000,00 - Rp 300.000.000,00). Sedangkan PT. C membukukan semua harta tersebut dengan jumlah Rp 750.000.000,00 (Rp.300.000.000,00 + Rp 450.000.000,00). Namun dalam rangka menyelaraskan dengan kebijakan di bidang sosial, ekonomi, investasi, moneter dan kebijakan lainnya, Menteri Keuangan diberi wewenang untuk menetapkan nilai lain selain harga

25pasar, misalnya atas dasar nilai sisa buku ("pooling of interest"). Dalam hal demikian PT. C membukukan penerimaan harta dari PT. A dan PT. B tersebut sebesar Rp 500.000.000,00 (Rp 200.000.000,00 + Rp 300.000.000,00). 4). Penilaian karena hibah, bantuan dan sumbangan. Apabila terjadi penyerahan harta karena sumbangan atau bantuan, hibah yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan, atau warisan, nilai perolehan bagi pihak yang menerima harta adalah nilai sisa buku dari pihak yang melakukan pengalihan atau nilai yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Dalam hal hibah harta yang tidak memenuhi syarat, maka : bagi pihak yang memberi hibah selisih antara harga pasar dengan nilai buku yang dihibahkan dilaporkan sebagai penghasilan; sedangkan bagi pihak penerima hibah, penerimaan harta hibah tersebut dilaporkan sebagai penghasilan sebesar harga pasarnya. 5). Pengalihan harta sebagai pengganti saham Penyerahan Wajib Pajak dalam permodalan suatu badan dapat dipenuhi dengan setoran tunai atau pengalihan harta. Apabila permodalan tersebut dipenuhi dengan pengalihan harta, nilai harta yang diserahkan sebagai pengganti saham atau penyertaan modal dinilai berdasarkan nilai pasar dari harta yang dialihkan tersebut. Dalam hal terjadi pengalihan harta sebagai pengganti saham atau penyertaan modal maka keuntungan berupa selisih antara harga pasar dari harta yang diserahkan dengan nilai bukunya merupakan penghasilan. Contoh : Wajib Pajak X menyerahkan 20 unit mesin bubut yang nilai bukunya adalah Rp.25.000.000,00 kepada PT. Y sebagai pengganti penyertaan sahamnya dengan nilai nominal Rp 20.000.000,00. Harga pasar mesin-mesin bubut tersebut adalah Rp 40.000.000,00. Dalam hal ini PT. Y akan mencatat mesin bubut tersebut sebagai aktiva dengan nilai Rp 40.000.000,00 dan sebesar nilai tersebut bukan merupakan penghasilan bagi PT. Y. Selisih antara nilai nominal saham dengan nilai pasar harta, yaitu sebesar Rp 20.000.000,00 (Rp 40.000.000,00 - Rp.20.000.000,00) dibukukan sebagai agio. Bagi Wajib Pajak X selisih sebesar Rp.15.000.000,00 (Rp 40.000.000,00 - Rp 25.000.000,00) merupakan Obyek Pajak. Pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan, sampai dengan sebesar selisih lebih penilaian kembali secara fiskal tersebut dalam Pasal 5 ayat(1), bukan merupakan Obyek Pajak berdasarkan pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-undang Pajak Penghasilan jo, Pasal 1 huruf b Peraturan Pemerintah No.138 Tahun 2000. Dalam hal selisih lebih penilaian kembali secara fiskal lebih besar daripada selisih lebih penilaian kembali secara komersial, pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa penyetoran yang bukan merupakan Obyek Pajak, hanya sampai dengan sebesar selisih penilaian kembali secara komersial.

6) Penilaian persediaan Pada perusahaan manufaktur terdapat 3 (tiga) golongan persediaan barang, yaitu barang jadi atau barang dagangan, barang dalam proses produksi, bahan baku dan bahan pembantu. Pada

26perusahaan dagang hanya terdapat satu jenis persediaan, yaitu persediaan barang dagangan. Persediaan barang berupa supplies atau bahan habis pakai tidak termasuk dalam ketentuan ini karena merupakan barang-barang yang dipakai untuk kegiatan operasional perusahaan. Penilaian persediaan barang hanya boleh menggunakan harga perolehan. Penilaian pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok hanya boleh dilakukan dengan cara rata-rata atau dengan cara mendahulukan persediaan yang didapat pertama ("first-in first-out atau disingkat FIFO"). Sesuai dengan kelaziman, cara penilaian tersebut juga diberlakukan terhadap sekuritas. Contoh : 1. Persediaan Awal 2. Pembelian 3. Pembelian 4. Penjualan/dipakai 5. Penjualan/dipakai 100 satuan 100 satuan 100 satuan 100 satuan 100 satuan @ Rp 9,00 @ Rp 12,00 @ Rp 11,25

Penghitungan harga pokok dan nilai persediaan dengan menggunakan cara rata-rata misalnya sebagai berikut : No. 1. 2. 3. 4. 5. Didapat/dibeli 100s @Rp. 12,00 = Rp. 1.200 100s @Rp. 11,25 = Rp. 1.125 100s @Rp. 10,75 = Rp. 1.075 100s @Rp. 10,75 = Rp. 1.075 Dipakai Sisa/Persediaan 100s @Rp 9,00 = Rp 900 200s @Rp. 10,50 = Rp. 2.100 300s @Rp. 10,75 = Rp. 3.225 200s @Rp. 10,75 = Rp. 2.150 100s @Rp. 10,75 = Rp. 1.075

Penghitungan harga pokok penjualan dan nilai persediaan dengan menggunakan cara FIFO misalnya sebagai berikut :

No. 1. 2. 3. 4. 5.

Didapat/dibeli 100s @Rp. 12,00 = Rp. 1.200 100s @Rp. 11,25 = Rp. 1.125

Dipakai

100s @Rp. 9,00 = Rp.

900

100s @Rp. 12,00 = Rp. 1.200

Sisa/Persediaan 100s @Rp. 9,00 = Rp. 900 100s @Rp. 9,00 = Rp. 900 100s @Rp. 12,00 = Rp. 1.200 100s @Rp. 9,00 = Rp. 900 100s @Rp. 12,00 = Rp. 1.200 100s @Rp. 11,25 = Rp. 1.125 100s @Rp. 12,00 = Rp. 1.200 100s @Rp. 11,25 = Rp. 1.125 100s @Rp. 11,25 = Rp. 1.125

Pemilihan metode tersebut harus dilakukan secara taat asas, artinya sekali Wajib Pajak memilih salah satu cara penilaian pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok tersebut, maka untuk tahun-tahun selanjutnya harus digunakan cara yang sama.

Catatan apabila terjadi pengalihan harta : Dalam hal terjadi bencana yang menyebabkan hilang/rusaknya aktiva maka kerugian diakui sebesar nilai buku aktiva tersebut dan penggantian asuransi diakui sebagai penghasilan. Dalam hal terjadi pertukaran harta SAK membedakan treatment untuk pertukaran harta sejenis dan tidak sejenis. Menurut SAK untuk pertukaran harta sejenis tidak dapat diakui keuntungan karena adanya selisih nilai buku dengan harga pasar.

27Peraturan Pajak tidak membedakan apakah pertukaran aktiva sejenis atau tidak sejenis. Atas pertukaran aktiva laba/ruginya dihitung dari selisih antara nilai buku aktiva yang dipertukarkan dengan harga pasar aktiva yang diperoleh. PPh Final yang terutang = 10% x (Selisih antara nilai pasar dengan nilai sisa buku fiskal aktiva tetap Kompensasi kerugian yang masih diperkenankan). Kompensasi kerugian fiskal tetap harus dilakukan terlebih dahulu, meskipun dalam tahun pajak dilakukannya penilaian kembali terdapat penghasilan kena pajak dari keuntungan usaha dan atau sumber lainnya.

Wajib Pajak yang kerena kondisi keuangannya tidak memungkinkan untuk melunasi sekaligus Pajak Penghasilan Final yang terutang, dapat mengajukan permohonan pembayaran secara angsuran paling lama 12 (dua belas) bulan. Dalam hal besarnya Pajak Penghasilan yang terutang lebih dari Rp.2.000.000.000.000,- (dua triliun rupiah), Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembayaran secara angsuran lebih dari 1 (satu) tahun hingga paling lama 5 (lima) tahun (tiap tahun minimal 20% dari PPh yang terutang, kecuali pelunasan terakhir) kepada Direktur Jenderal Pajak. Besarnya angsuran ditetapkan secara prorata setiap tahun sesuai dengan lamanya masa angsuran yang diatur sebagai berikut :

Pph yang terutang Di atas Di atas Di atas Di atas Rp2.000.000.000.000.-s,d. Rp4.000.000.000.000,Rp4.000.000.000.000.-s,d. Rp6.000.000.000.000.- s,d. Rp6.000.000.000.000.-s.d. Rp8.000.000.000.000.Rp8.000.000.000.000.-

Masa angsuran 2 (dua) tahun 3 (tiga) tahun 4 (empat) tahun 5 (lima) tahun

Atas keterlambatan pembayaran Pajak Penghasilan yang terutang dan atas pembayaran Pajak Penghasilan yang terutang secara angsuran dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Ketentuan Umum dari Tata cara Perpajakan beserta peraturan pelaksanaannya.

Dasar penyusutan fiskal aktiva tetap perusahaan yang telah memperoleh persetujuan penilaian kembali mulai bulan dilakukannya penilaian kembali adalah nilai sisa buku fiskal baru. Nilai sisa buku fiskal baru untuk aktiva tetap perusahaan kelompok bangunan dan bukan bangunan yang penyusutannya menggunakan metode garis lurus merupakan nilai perolehan fiskal baru aktiva tetap perusahaan tersebut pada tanggal penilaian kembali. Sisa manfaat fiskal aktiva tetap perusahaan yang telah dilakukan penilaian kembali mulai bulan dilakukannya penilaian kembali di sesuaikan kembali menjadi masa manfaat penuh untuk kelompok aktiva tetap perusahaan tersebut. Dasar penyusutan fiskal dan sisa masa manfaat fiskal aktiva tetap perusahaan untuk menghitung penyusutan dalam bagian tahun pajak sampai dengan bulan sebelum bulan dilakukannya penilaian kembali adalah dasar penyusutan fiskal dan sisa masa manfaat fiskal pada awal tahun pajak yang bersangkutan dan penyusutan fiskal dihitung secara prorata sesuai dengan banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak tersebut.

28Penyusutan fiskal aktiva tetap perusahaan yang tidak memperoleh persetujuan penilaian kembali, tetap rnenggunakan dasar penyusutan fiskal dan sisa manfaat fiskal semula sebelum dilakukannya penilaian kembali. Wajib pajak yang melakukan revaluasi aktiva tetap wajib menyampaikan pemberitahuan ke KPP setempat dengan melampirkan: - Neraca penyesuaian yang mencantumkan nilai aktiva sebelum dan sesudah revaluasi. - Penghitungan selisih lebih karena revaluasi. - Penghitungan PPh yang terutang. - Surat Setoran Pajak (SSP). Aktiva yang direvaluasi tersebut tidak diperkenankan dialihkan dalam jangka waktu 5 tahun, kecuali : - Dialihkan kepada Pemerintah.

- Dialihkan dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha bagi wajib pajakyang diperkenankan melakukan penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha berdasarkan nilai buku (Keputusan Menteri Keuangan Nomor 469/KMK.04/1998). Apabila aktiva tetap yang telah direvaluasi tersebut dialihkan sebelum habis masa manfaatnya berdasarkan hasil Revaluasi, wajib pajak yang bersangkutan wajib menyetor tambahan PPh Final sebesar = 20% x (Selisih Penilaian Kembali Aktiva Tetap) tanpa mendapat Kompensasi Kerugian yang masih diperkenankan. Dikecualikan dari ketentuan di atas, dalam hal : a. b. pengalihan aktiva tetap perusahaan yang bersifat force majeur berdasarkan keputusan atau kebijakan pemerintah atau keputusan pengadilan;atau pengalihan aktiva tetap perusahaan dalam rangka memenuhi persyaratan penggabungan, peleburan atau pemekaran usaha untuk tujuan perpajakan; atau c. penarikan aktiva tetap perusahaan dari penggunaan karena mengalami kerusakan berat yang tidak dapat diperbaiki lagi; Keuntungan atau kerugian dari pengalihan aktiva tetap perusahaan sebesar selisih antara nilai pengalihan dengan nilai sisa buku fiskal pada saat pengalihan merupakan penghasilan atau pengurang penghasilan bruto berdasarkan ketentuan umum Undang-undang Pajak Penghasilan. Selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan di atas nilai sisa buku komersial semula setelah dikurangi dengan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (1) harus dibukukan dalam neraca komersial pada perkiraan modal dengan nama Selisih Lebih Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan Tanggal. 422/KMK.04/1998 Jo

LATIHAN SOAL 1. PT S memiliki sebuah mobil yang digunakan dalam kegiatan usahanya dengan nilai sisa buku sebesar Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Mobil tersebut dijual dengan harga Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Berapa keuntungan (rugi) yang diperoleh PT S dari penjualan mobil tersebut ? Apabila mobil tersebut dijual kepada salah seorang pemegang sahamnya dengan harga Rp 55.000.000,00 (lima puluh lima juta rupiah), maka berapa nilai jual mobil tersebut dihitung dan berapa keuntungan (rugi) bagi PT S dan bagi pemegang saham yang membeli mobil tersebut ?

292). Antara PT. A dan PT. B terjadi pertukaran harta. PT. A ------------------( Harta X ) Nilai sisa buku Rp 20.000.000,00 Harga Pasar Pertanyaan : Berapa nilai perolehan yang seharusnya dikeluarkan atau nilai penjualan yang Berapa keuntungan yang terima PT A dan PT B yang dikenakan pajak ? Berapa PPh yang terutang yang harus dibayar PT A dan PT B ? Rp 40.000.000,00 PT. B -------------------( Harta Y ) Rp 24.000.000,00 Rp 40.000.000,00

seharusnya diterima?

3). PT. X dan PT. Y melakukan peleburan dan membentuk badan baru, yaitu PT. Z. Nilai sisa buku dan harga pasar harta dari kedua badan tersebut adalah sebagai berikut : PT X Nilai sisa buku Rp 500.000.000,00 Harga Pasar Pertanyaan : Berapa keuntungan yang diterima PT X dan PT Y dari pengalihan harta karena peleburan perusahaan berdasarkan selisih harga pasar dan nilai buku ? Berapa nilai buku PT Z.? Apabila Menteri Keuangan diberi wewenang untuk menetapkan nilai lain selain harga pasar, misalnya atas dasar nilai sisa buku ("pooling of interest"), berapa nilai buku PT Z ? 4). Wajib Pajak A menyerahkan 5 unit mesin mobil yang nilai bukunya adalah Rp 300.000.000,00 kepada PT. B sebagai pengganti penyertaan sahamnya dengan nilai nominal Rp 250.000.000,00. Harga pasar mobil-mobil tersebut adalah Rp 400.000.000,00. Berapa PPh terutang karena pengalihan harta sebagai pengganti saham yang dilakukan PT A ? 5). Penilaian persediaan 1. Persediaan Awal 2. Pembelian 3. Pembelian 4. Penjualan/dipakai 5. Penjualan/dipakai 6. Penjualan/dipakai misalnya sebagai berikut : 6). Diketahui : Inventory awal Pembelian : 5 15 25 April Oktober November 25 150 125 100 unit unit unit unit @ @ @ @ Rp Rp Rp Rp 240 250 260 275 200 satuan 200 satuan 200 satuan 200 satuan 150 satuan 100 satuan @ Rp 10,00 @ Rp 15,00 @ Rp 12,50 Rp 600.000.000,00 PT Y Rp 600.000.000,00 Rp 800.000.000,00

Hitunglah harga pokok dan nilai persediaan dengan menggunakan cara rata-rata dan cara FIFO

30Penjualan : 10 20 30 April Oktober November 75 175 100 unit unit unit @ @ @ Rp Rp Rp 300 315 325

Pertanyaan : Hitung nilai pokok dan persediaan dengan menggunakan cara FIFO dan cara rata-rata ! 7). PT Maju Terus Pantang Mundur berdiri awal tahun 2001 pada bulan Maret 2001 membeli seperangkat mesin dengan harga Rp 500.000.000. Secara komersial mesin tersebut diestimasi memiliki masa manfaat selama 10 tahun dan disusutkan dengan menggunakan metode garis lurus namun secara fiskal mesin tersebut masuk dalam kelompok II dan untuk keperluan penghitungan pajak PT MNO memilih menggunakan metode saldo menurun. Pertanyaan : a. Hitunglah berapa biaya penyusutan mesin untuk tahun 2001 secara fiskal ? b. Asumsikan pada bulan April 2003 mesin tersebut dijual dengan harga Rp 200.000.000. Hitunglah berapa Laba atau (Rugi) PT Maju Terus Pantang Mundur secara fiskal ! c. Asumsikan kalau pada bulan April 2003, ternyata mesin tersebut tidak dijual melainkan ditukar dengan mesin sejenis yang memiliki harga pasar Rp 400.000.000. Hitunglah berapa laba (rugi) PT Maju Terus Pantang Mundur secara fiskal ! d. Asumsikan kalau pada bulan April 2003 mesin tersebut terbakar dan PT Maju Terus Pantang Mundur mendapat ganti kerugian dari perusahaan asuransi sebesar Rp 400.000.000. Hitunglah berapa laba (rugi) PT Maju Terus Pantang Mundur secara fiskal! 8). Soal USKP A bulan Mei 2002 Tuan Martin berusaha di bidang perdagangan besar bahan bangunan yang menyelenggarakan pembukuan dalam menjalankan kegiatan usahanya. Tuan Martin memiliki truk dengan rincian sebagai berikut : Truk I dibeli tanggal 25 Juni 1997 dengan harga perolehan sebesar Rp 120.000.000, umur ekonomis 5 tahun, nilai residu Rp 5.000.000. Truk II dibeli tanggal 25 Maret 1998 dengan harga perolehan sebesar Rp 130.000.000, umur ekonomis 5 tahun, nilai residu Rp 10.000.000 Pada tanggal 25 Januari 2001 Truk I berhubung sering mogok dijual dengan harga Rp 40.000.000, kemudian membeli truk baru pada tanggal 28 Januari 2001 dengan harga Rp 200.000.000, umur ekonomis 5 tahun, nilai residu Rp 10.000.000. Untuk penyusutan truk tersebut di atas, tuan Martin menggunakan saldo menurun di mana truk tersebut berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 82/KMK.04/1995 dan Nomor 520/KMK.04/2000 termasuk kelompok 2.

Pertanyaan : a. Hitunglah penyusutan truk tersebut di atas untuk tahun pajak 2000 dan 2001. b. Hitunglah pula hasil dari penjualan Truk I tersebut di atas.

9).

Soal USKP B bulan Mei 2002 PT MAJU JAYA memiliki aktiva tetap dengan rincian sebagaiberikut :

311. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Pembelian sebidang tanah tahun 1996 Gedung kantor selesai dibangun tahun 1997 seharga Kantor berupa : meja, kursi dan lemari serta peralatan kantor lainnya yang terbuat dari kayu diperoleh tahun 1997 Lemari besi, brankas, filling cabinet, dan peralatan besi lainnya diperoleh pada tahun 1998 seharga Kendaraan operasional 1 buah mobil diperoleh pada tahun 1998 Tahun 1998 dibeli 5 buah motor dengan harga @ Tahun 1999 dibeli 3 buah mobil untuk operasional seharga @ Pada awal tahun 2001 dijual 1 buah mobil perolehan tahun 1998 dengan harga Dan 2 buah motor perolehan tahun 1998 dijual dengan harga @ Pertanyaan : a. Hitunglah penyusutan fiskal tahun 2001 ! b. Hitung laba/rugi dari penjualan kendaraan operasional tersebut ! 10). Pada awal bulan April 2003, PT Cahaya melakukan pembelian aktiva sebagai berikut : Rp Rp 60.000.000 6.500.000 Rp Rp Rp 75.000.000 8.000.000 100.000.000 Rp 570.000.000 Rp Rp Rp 1.500.000.000 2.500.000.000 450.000.000

1 unit truk besar senilai Rp 350.000.000 1 unit truk kecil senilai Rp 250.000.000 1 unit mobil pick up besar senilai Rp 125.000.000 1 unit mobil pick up kecil senilai Rp 55.000.000 4 unit minibus (untuk antar jemput karyawan) senilai @ Rp 165.000.000 1 unit sedan (untuk direksi) senilai Rp 325.000.000

PT Cahaya menghitung penyusutan dengan menggunakan saldo menurun. Pada akhir Juni 2004 mobil pick up besar ditukar tambah kepada dealer dengan mobil pick up besar baru, dan PT Cahaya harus menambah uang sebesar Rp 30.000.000. Harga jual mobil pick up baru dari dealer seharga Rp 130.000.000. Pada akhir Agustus 2004 mobil truk kecil ditukar dengan truk kecil sejenis milik PT Berdikari; Harga pasar truk kecil milik PT Berdikari Rp 200.000.000, sedangkan nilai buku dan harga pasar dari truk kecil milik PT Berdikari masing masing Rp 150.000.000 dan Rp 180.000.000. Pada awal September 2004 truk besar PT Cahaya dijual dengan harga Rp 300.000.000. Pada akhir Oktober 2004, 1 unit minibus dihibahkan ke Panti Asuhan, 1 unit minibus dihibahkan ke Pengusaha Kecil (tidak ada hubungan usaha). Harga Pasar Minibus yang dihibahkan tersebut @ Rp 140.000.000. Pada awal November 2004, sedan yang dipakai direksi dijual dengan harga Rp 100.000.000. Hitung nilai penyusutan masing-masing aktiva, nilai perolehan yang seharusnya dikeluarkan atau nilai penjualan yang seharusnya diterima dari transaksi tukar-menukar mobil, dan laba (rugi) PT Cahaya dari hasil penjualan aktiva ! 11). PERUSAHAAN MAKSIMA adalah perusahaan perorangan yang dimiliki oleh Tuan ERIKO yang bergerak dalam bidang jasa angkutan dengan armada 2 buah truk yang dibeli awal tahun 2000, masing-masing seharga Rp. 100.000.000. Penghasilan kotor jasa angkutan selama tahun 2005 Rp. 200.000.000. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan menurut pembukuan sbb (dalam rupiah):

32Biaya gaji pegawai Biaya kantor Sumbangan Biaya bahan bakar & suku cadang Biaya perjalanan dinas 40.000.000 6.000.000 1.200.000 25.000.000 4.000.000

Perusahaan dalam menyusutkan aktiva tetapnya menggunakan metode garis lurus (golongan 1 tarif 25%). Tuan ERIKO telah kawin dan mempunyai 2 orang anak kandung dan 1 orang anak angkat yang tinggal serumah. Selama tahun 2005, perusahan menerima bunga Deposito dari BANK BERLIAN sebesar Rp. 2.400.000. Dan penyertaan 20% saham beredar pada PT ALAMANDA, perusahaan menerima dividen tahun 2004 sebesar Rp. 12.000.000. Oleh PT ALAMANDA dipotong PPh Pa