pph 25 dan 26

Upload: edward-efendy-sihombing

Post on 14-Oct-2015

73 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Seputar PPH 26 dan 26.

TRANSCRIPT

Pajak PenghasilanPPh 25 dan PPh 26Angsuran Pajak Penghasilan dan Pajak Penghasilan untuk Wajib Pajak Luar Negeri

Disusun oleh :1. Natalia F. P. Mahenu / 12 04 195182. Elleonora Valencia Herijanto / 12 15 196513. Arnold D. P. Nainggolan / 12 04 198944. Edward Efendy Sihombing / 12 04 19895

Fakultas EkonomiUniversitas Atma Jaya YogyakartaJuni 2014KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena berkat dan rahmat-Nya yang berlimpah, kami dapat menyelesaikan tulisan ini. Tulisan atau paper ini disusun oleh penulis untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Perpajakan 1. Dengan adanya paper ini, diharapkan dapat membantu para pembaca dalam mendalami dan memahami tentang pajak penghasilan, khusunya PPh 25 dan PPh 26 mengenai dasar angsuran pajak penghasilan dan pajak penghasilan untuk wajib pajak luar negeri. Dalam penyusunan tulisan ini, kami penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang ada pada paper kami ini. Semoga para pembaca senantiasa memberikan kami kritik dan masukan kepada penulis. Diharapkan saran dari para pembaca mampu menjadi acuan para penulis untuk memperbaiki tulisan ini. Di kemudian hari, saran-saran dari pembaca mampu membuat penulis menulis karya yang lebih baik lagi.Penulis juga mengucapkan rasa terima kasih yang besar kepada seluruh pihak-pihak yang telah membantu penyusunan tulisan ini. Dari Bapak Dosen perpajakan 1, teman-teman sekalian, dan narasumber yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.Demikianlah yang dapat kami aturkan, semoga tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca. Kami memohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan kami dan kami ucapkan terima kasih atas kesedian pembaca membaca tulisan ini.

Yogyakarta, 1 Juni 2014

PenulisDAFTAR ISI

Halaman Judul.................................................................................................iKATA PENGANTAR....................................................................................iiDAFTAR ISI...................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUANA. LATAR BELAKANG PENULISAN..................................................1B. RUMUSAN MASALAH....................................................................1C. TUJUAN PENULISAN......................................................................2D. MANFAAT PENULISAN..................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKAA. PAJAK PENGHASILAN 25 (PPh 25).................................................3B. PAJAK PENGHASILAN 26 (PPh 26).................................................14

BAB III METODOLOGI PENULISANA. WAKTU DAN TEMPAT PENULISAN.............................................22B. METODE PENGUMPULAN DATA.................................................22

BAB IV HASIL PENULISAN DAN PEMBAHASANA. PEMBAHASAN..................................................................................23

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...........................................................24

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................ivLAMPIRAN......................................................................................................viii

BAB IPENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG PENULISANPenulis menulis paper mengenai pajak penghasilan khususnya pajak penghasilan 25 dan 26 (PPh 25 dan PPh 26) demi memenuhi tugas pada mata kuliah perpajakan I. Banyak sekali mahasiswa yang belum mengerti seluk beluk mengenai pajak penghasilan. Mereka belum mengerti dasar-dasar dari pajak penghasilan. Bagaimana menghitung dan mengangsur pajak penghasilan. Demi kelulusan mahasiswa yang mengambil mata kuliah perpajakan satu, penulis menulis karangan ini sebagai dasar pembelajaran bagi mahasiswa.Penulis akan menjelaskan tulisan ini dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh para mahasiswa. Dalam penjelasan PPh 25 mengenai tata cara angsuran pajak penghasilan dan PPh 26 mengenai pajak penghasilan untuk wajib pajak luar negeri diharapkan membantu para mahasiswa memahami PPh lebih dalam lagi.Di jaman sekarang ini, masyarakat juga dituntut untuk dapat menghitung, melapor, membayar pajak, dan berinteraksi secara langsung dengan segala hal yang berhubungan dengan pajak. Tuntutan untuk menjadi pribadi yang lebih mandiri dalam proses perhitungan, pelaporan, dan pembayaran pajak juga menjadi salah satu alasan penulis menulis karangan ilmiah ini.

B. RUMUSAN MASALAH1. Apa itu PPh 25 dan PPh 26?2. Apa saja yang diatur dalam PPh 25 dan PPh 26?3. Bagaimana perhitungan-perhitungan pajak penghasilan mengenai PPh 25 dan PPh 26?

20

C. TUJUAN PENULISAN1. Mampu menjelaskan lebih detail mengenai pajak penghasilan khususnya pajak penghasilan 25 dan 26.2. Mampu menjelaskan peraturan-peraturan dan hal-hal yang dibahas pada PPh 25 dan PPh 26.3. Mampu menjelaskan perhitungan-perhitungan pajak dan angsuran pajak yang diatur di PPh 25 dan PPh 26.

D. MANFAAT PENULISAN1. Mendapatkan pengetahuan lebih tentang pajak penghasilan khususnya PPh 25 dan PPh 26.2. Mendapatkan informasi dan pemahaman lebih mengenai hal-hal yang diatur di PPh 25 dan PPh 26.3. Mendapatkan pengetahuan mengenai perhitungan pajak penghasilan dan angsuran pajak penghasilan yang diatur di PPh 25 dan PPh 26.4. Memberikan pendalaman lebih lanjut pada mahasiswa tentang PPh 25 dan 26.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. PAJAK PENGHASILAN 25 (PPh 25)Sistem self-assessment menghendaki wajib pajak untuk menghitung, melaporkan, dan menyetorkan pajak yang terutang secara mandiri. Jumlah pajak terutang harus dihitung dengan benar oleh wajib pajak itu sendiri, dan jumlah pajak tersebut harus dibayar dengan lunas. Bila kewajiban tersebut tidak dilakukan dengan semestinya sehingga menyebabkan adanya kekurangan dalam pembayaran pajak, maka Dirjen Pajak akan menerbitkan surat ketetapan pajak (SKP).Dalam melakukan pembayaran atas pajak yang terutang, wajib pajak diperbolehkan untuk mengangsurnya. Jumlah angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan didasarkan pada pajak yang terutang pada tahun sebelumnya. Apabila pajak yang terutang menurut SPT atau menurut SKP mengandung kompensasi kerugian dari tahun-tahun sebelumnya, maka pajak yang menjadi dasar untuk menentukan besarnya angsuran dalam tahun berjalan, dihitung kembali berdasarkan pajak yang terutang sebelum dilakukan kompensasi kerugian. Dalam hal SPT atau SKP tidak ada karena wajib pajak merupakan wajib pajak merupakan wajib pajak baru, maka besarnya angsuran pajak dihitung berdasarkan taksiran jumlah pajak yang akan terutang. Prosedur penentuan angsuran pajak ini diatur secara khusus dalam pasal 25 UU PPH 2008, atau sering disebut sebagai PPh pasal 25

A.1. ANGSURAN PAJAKWajib pajak diwajibkan untuk menghitung, mencatat, melaporkan, dan membayar sendiri pajak yang terutang pada suatu periode atau tahun pajak. Menurut ketentuan perpajakan, perhitungan pajak penghasilan dilakukan setahun sekali yang kemudian dituangkan dalam SPT tahunan. Perhitungan ini dilakukan setelah satu tahun pajak berakhir agar semua data penghasilan dalam satu tahun sudah diketahui. Untuk perusahaan, tentu saja data penghasilan ini harus menunggu laporan keuangan selesai dibuat. Oleh karena itu, jumlah pajak penghasilan terutang yang wajib dibayar baru dapat diketahui ketika suatu tahun pajak telah berakhir. Agar pembayaran pajak tidak dilakukan sekaligus yang tentunya akan memberatkan, maka dibuatlah mekanisme pembayaran pajak di muka atau pembayaran cicilan tiap bulan. Pembayaran angsuran atau cicilan ini dinamakan Pajak Penghasilan Pasal 25 atau PPh pasal 25.Pada umumnya, cara menghitung PPh pasal 25 didasarkan kepada data SPT Tahunan tahun sebelumnya. Artinya, kita mengasumsikan bahwa penghasilan tahun ini sama dengan penghasilan tahun sebelumnya. Tentu saja realisasinya nanti akan berbeda dengan penghasilan yang diprekdisikan, karena ketika tahun pajak sekarang sudah berakhir akan memberikan fakta yang sebenarnya penghasilan yang diterima atau diperolehnya.Contoh soal :a. Menurut hasil kalkulasi pajak terhadap seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh PT. Jiwa Mulia, diketahui jumlah pajak penghasilan yang diterima pada tahun 2009 adalah Rp 127.500.000,00, sedangkan biaya-biaya yang diperkenankan sebagai pengurang penghasilan adalah Rp 82.500.000. Jumlah tersebut juga tampak dalam SPT Tahunan perusahaan. Berapa jumlah angsuran pajak yang harus dibayarkan oleh PT. Jiwa Mulia selama tahun 2010?Jumlah penghasilan yang diperolehRp 127.500.000Jumlah biaya-biaya yang diperkenankanRp 82.500.000Penghasilan bersih kena pajakRp 45.000.000Pajak penghasilan (28%x45.000.000)Rp 12.600.000Angsuran pajak (PPh pasal 25) per bulanRp 1.050.000Bilamana pajak penghasilan yang terutang tersebut berkaitan dengan penghasilan yang diterima selama 4 bulan, menurut ketentuan UU PPH 2008, maka angsuran pajak dihitung berdasarkan bagian tahun pajak (dalam hal ini selama 4 bulan). Angsuran pajak (PPH pasal 25) per bulan = Rp 12.600.000 : 4 = Rp 3.150.000.b. Bila wajib pajak memperoleh penghasilan lain yang bersifat tidak teratur, maka angsuran pajak penghasilan dihitung berdasarkan penghasilan yang teratur saja.Tuan Ambardi Putra, sebagai karyawan sebuah kantor, selama tahun 2009 memperoleh penghasilan teratur berupa gaji dan tunjangan Rp 3.500.000 per bulan. Di samping itu, ia melakukan usaha bebas yang sifatnya tidak tetap (berdasarkan panggilan) dengan penghasilan Rp 8.700.000 per tahun. Kalau tuan Ambardi Putra masih lajang, berapa PPH pasal 25 yang harus dibayar selama tahun 2010?Untuk menghitung angsuran pajak selama tahun 2010, tuan Ambardi Putra hanya mendasarkan pada penghasilan yang teratur saja. Perhitungan pajak dilakukan seperti berikut:Penghasilan teratur selama setahun12 x 3.500.000 42.000.000Biaya yang diperkenankan:Biaya jabatan 108.000Iuran pensiun 420.000Jumlah biaya 528.000Penghasilan bersih 41.472.000PTKP 15.840.000Penghasilan kena pajak 25.632.000Pajak yang terutang 5% x 25.632.000 1.281.600Angsuran pajak (PPH pasal 25) per bulan 106.800Menteri keuangan dapat menetapkan perhitungan besarnya angsuran pajak untuk wajib pajak tertentu, yaitu :a. Wajib pajak barub. Bank, BUMN, BUMD, wajib pajak masuk bursa, dan wajib pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan harus membuat laporan keuangan berkala.c. Wajib pajak orang pribadi pengusaha tertentu.Wajib pajak dengan jumlah angsuran PPH pasal 25 Nihil atau angsuran PPH Pasal 25 dalam bentuk satuan mata uang selain rupiah atau yang melakukan pembayaran tidak secara online dan tidak mendapat validasi dengan NTPN, tetap harus menyampaikan Surat Pemberitahuan Massa PPH Pasal 25 sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) adalah nomor yang tertera pada bukti penerimaan negara yang diterbitkan melalui Modul Penerimaan Negara (MPN)

A.2. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BESAR ANGSURAN PAJAKSebagaimana telah dibahas pada pertemuan kuliah sebelumnya, wajib pajak ada kemungkinan diwajibkan untuk membayar pajak pada saat penghasilan tersebut diterima atau diperoleh yang bersifat final dan tidak final. Untuk pembayaran pajak di muka yang dipungut atau dipotong, pada saat penghasilan tersebut dibayarkan, yang bersifat tidak final dapat diperhitungkan pada saat menentukan jumlah angsuran pajak untuk tahun berikutnya. Hal ini diasumsikan bahwa pemungutan atau pemotongan pajak juga akan terjadi pada tahun berikutnya sehingga akan mempengaruhi besarnya angsuran pajak. Dengan demikian, penentuan besar angsuran pajak ini adalah jumlah pajak penghasilan terutang menurut SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun lalu dikurangi dengan kredit pajak PPh pasal 21, 22, 23, dan 24, dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.Selain itu, menurut UU PPH 2008 pasal 24 ayat 6, Direktur Jendral Pajak berwenang untuk menetapkan perhitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, terutama dalam hal-hal berikut ini :a. Wajib Pajak berhak atas kompensansi kerugian.b. Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur.c. SPT tahunan pajak penghasilan tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan.d. Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan pajak penghasilan.e. Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan pajak penghasilan yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan.f. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan wajib pajak.Penetapan Dirjen Pajak ini penting untuk memastikan adanya perubahan kondisi bisnis atau revisi SPT Tahunan atau keterlambatan penyerahan SPT dapat mempengaruhi besar angsuran pajak.Apabila wajib pajak mengalami kerugian, maka kerugian tersebut dapat dikompensasikan pada penghasilan yang diperoleh pada periode mendatang. Pada tahun pajak dimana kerugian tersebut terjadi, angsuran pajak yang harus dibayar pada tahun pajak berikutnya nihil. Karena kerugian ini dapat dikompensasikan pada tahun-tahun berikutnya, maka wajib pajak mulai mengangsur pajak lagi pada saat diperoleh laba kena pajak.Contoh soal:Diketahui jumlah laba bersih kena pajak tahun 2009 PT. Santosa Cemerlang Rp 135.000.000. Apabila pada tahun-tahun yang lalu perusahaan mengalami kerugian sebanyak Rp 147.000.000 dan berdasarkan data akuntansi kerugian yang terjadi pada tahun-tahun lalu:Tahun 2005: Rp 32.000.000Tahun 2006: 39.000.000Tahun 2007: 47.000.000Tahun 2008: 25.000.000Selama tahun 2009 pajak penghasilan yang telah dibayar di muka dan dapat dikreditkan meliputi: PPh pasal 22 : Rp 2.750.000PPh Pasal 23: 1.610.000Besar angsuran pajak dihitung seperti berikut:Berdasar ketentuan UU PPH 2008, kerugian yang terjadi dapat dikompensasikan ke periode-periode berikutnya selama jangka waktu 5 tahun. Dalam hal ini, kerugian yang terjadi dapat dikompensasikan pada saat laba diperoleh :Laba besih kena pajak tahun 2009Rp 135.000.000Kompensasi kerugian tahun 2005 32.000.000Kompensasi kerugian tahun 2006 39.000.000Kompensasi kerugian tahun 2007 47.000.000 Kompensasi kerugian tahun 2008 (sisanya) 17.000.000Total Kompensasi kerugian Rp 135.000.000Laba kena pajakNIHILPajak yang terutangNIHILSekalipun laba kena pajak NIHIL sehingga perusahaan tidak bayar pajak, namun wajib pajak tetap perlu menghitung dasar angsuran pajak yang akan diangsur (dibayar) secara bulanan selama tahun berikutnya (dalam hal ini tahun 2010). Pada tahun 2008 hanya sebagian kerugian yang dapat dikompensasikan, yaitu Rp 17.000.000 dari total kerugian Rp 25.000.000. Jadi masih ada sisa kerugian yang bisa dikompensasikan di tahun berikutnya sebesar Rp 8.000.000. Penghitungan besar angsuran pajak dilakukan dengan cara berikut ini:Laba kena pajak tahun fiskal 2009Rp 135.000.000Sisa kompensasi kerugian tahun 2008 8.000.000Selisih 127.000.000Pajak yang terutang = 28% x 127.000.000 35.560.000Kredit pajak:PPh pasal 22Rp 2.750.000PPh pasal 23Rp 1.610.000Jumlah kredit pajakRp 4.360.000Dasar penghitungan angsuran pajakRp31.200.000Angsuran pajak (PPh pasal 25) per bulanRp 2.600.000Dari contoh tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa meski PT. Santosa Cemerlang tidak ada pajak yang terutang, namun PT. Santosa Cemerlang wajib menghitung besarnya angsuran pajak. Dari perhitungan diketahui, perusahaan harus membayar angsuran pajak per bulan sebesar Rp 2.600.000 selama tahun 2010.Kondisi dan situasi bisnis seringkali mengalami pasang surut, sehingga kegiatan usaha wajib pajak pun terpengaruh. Misalnya, adanya krisis global yang mengakibatkan nilai kurs tukar dollar terhadap Rupiah meningkat secara drastis, menyebabkan omzet penjualan perusahaan naik atau turun. Demikian pula, adanya bencana alam yang tidak terduga (misal gempa bumi, banjir, tsunami) atau bentuk musibah lainnya seperti kebakaran, menyebabkan bisnis perusahaan menjadi turun atau hancur sama sekali. Dalam kondisi seperti ini, Dirjen Pajak dapat menetapkan perubahan terhadap angsuran pajak. Penyesuaian angsuran pajak ini dimaksudkan untuk lebih mendekati kewajaran perhitungan besarnya angsuran pajak, sesuai kondisi terkini dari kegiatan bisnis perusahaan.Misalnya PT. Sasando Musik Center yang memiliki usaha dalam distribusi segala macam alat musik dalam tahun 2009 tiap bulan membayar angsuran pajak sebesar Rp 12.800.000. Pada bulan Juli perusahaan ini mengalami kebakaran akibat adanya korsluiting listrik sehingga sebagian besar barang-barangnya dan bangunan rusak parah. Atas kejadian ini, pimpinan perusahaan melaporkan kepada Dirjen Pajak dan berdasar keputusan Dirjen Pajak ditetapkan mulai Agustus 2009 ditetapkan angsuran bulanan sebesar Rp 8.500.000. Dengan demikian, angsuran pajak bulanan yang harus dilakukan oleh PT. Sasando Musik Center adalah Rp 8.500.000.Bagi wajib pajak yang bergerak di bidang perbankan, BUMN dan BUMD, serta wajib pajak yang masuk bursa dan wajib pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan secara berkala, perlu diatur perhitungan besarnya angsuran pajak secara tersendiri. Hal ini dikarenakan adanya kewajiban menyampaikan laporan yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan dalam suatu periode tertentu kepada instansi pemerintah, yang dapat dipakai sebagai dasar penghitungan untuk menentukan besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan.Bagi wajib pajak baru, yang mulai menjalankan usaha atau kegiatan usaha atau kegiatan dalam tahun pajak berjalan, perlu diatur penghitungan besarnya pajak. Hal ini mengingat wajib pajak belum pernah mengisi atau melaporkan SPT Tahunan pajak penghasilan, sehingga penentuan besarnya angsuran pajak penghasilan didasarkan pada kenyataan usaha atau kegiatan wajib pajak. Bagi wajib pajak orang pribadi yang mempunyai usaha tertentu pada satu atau lebih tempat usaha diatur secara khusus dalam Peraturan Dirjen Pajak Kep.171/PJ?202. Wajib pajak orang pribadi Pengusaha Tertentu adalah Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan grosir dan atau eceran barang-barang konsumsi melalui tempat usaha/gerai (outlet), seperti toko, kios, atau tempat usaha lainnya yang tersebar di berbagai lokasi. Dalam pengertian usaha perdagangan atau eceran ini tidak termasuk perdagangan kendaraan bermotor dan restoran. Besarnya angsuran pajak ditetapkan 0,75% (semula 2%) dari jumlah peredaran bruto berdasarkan pembukuan atau pencatatan setiap bulan, yang dibayarkan atas nama dan NPWP masing-masing tempat usaha/gerai. Penurunan tarip ini dimaksudkan untuk membantu likuiditas wajib pajak dengan pembayaran angsuran pajak yang lebih rendah seta memberikan kepastian dan kesederhanaan penghitungan PPh. Berdasarkan pasal 4 dari peraturan Dirjen Pajak tersebut, pembayaran PPH pasal 25 itu dapat diperlakukan sebagai:a. Pelunasan Pajak Penghasilan yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutann apabila Wajib Pajak tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain yang dikenakan PPh yang bersifat tidak final.b. Kredit Pajak atas Pajak Penghasilan yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan apabila Wajib Pajak menerima atau memperoleh penghasilan lain yang dikenakan PPh yang bersifat tidak final.Dalam hal Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu dalam tahun berjalan menerima atau memperoleh penghasilan lain yang dikenakan pajak penghasilan yang bersifat tidak final, besarnya angsuran Pajak penghasilan pajak 25 atas penghasilan lain tersebut berlaku ketentuan sebagai berikut:a. Besarnya angsuran PPh pasal 25 atas penghasilan lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir dari tahun pajak yang lalu.b. Besarnya angsuran PPh pasal 25 atas penghasilan lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan setelah batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan adalah sebesar perbandingan antara penghasilan lain neto dengan total penghasilan neto dikalikan besar angsuran yang terutang berdasarkan SPT Tahunan tahun sebelumnya.Setelah itu, perlakuan kompensasi kerugian yang terjadi di masa lalu pada pengusaha di bidang perdagangan grosir dan atau eceran barang-barang konsumsi ini diatur sebagai berikut:a. Dalam hal Wajib Pajak tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain yang dikenakan PPh yang bersifat tidak final, kompensasi kerugian tidak dapat diperhitungkan.b. Dalam hal Wajib Pajak menerima atau memperoleh penghasilan lain yang dikenakan PPh yang bersifat tidak final, kompensasi kerugian dapat diperhitungkan dengan penghasilan pengusaha tertentu sepanjang belum habis masa kompensasinya.

A.3. FISKAL LUAR NEGERI (FLN) Yang dimaksud dengan Fiskal Luar Negeri adalah pembayaran pajak penghasilan bagi orang pribadi yang akan bertolak ke luar negeri. Pembayaran FLN ini dilakukan di Bandara Internasional, atau dipelabuhan pada saat seseorang mau berangkat dengan pesawat udara atau kapal laut. Berdasarkan PP No.42 Tahun 2000 Pasal 3, tarif diteteapkan sebagai berikut: Rp. 1.000.000,- bagi setiap orang untuk setiap kali bertolak keluar negeri dengan menggunakan pesawat udara. Rp. 500.000,- bagi setiap orang untuk setiap kali bertolak keluar negeri dengan menggunakan kapal laut. Perlakuan Pembayaran Pajak Penghasilan bagi orang pribadi yang bertolak ke Luar Negeri sebagai Kredit Pajak. Bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, pembayaran Pajak Penghasilan yang dibayarkan karena bertolak ke Luar Negeri, merupakan pembayaran Pajak penghasilan pasal 25 yang dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang dalam SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak yang bersangkutan. Apabila pembayaran pajak Penghasilan yang karena bertolak ke luar negeri tersebut ditanggung pemberi kerja, maka pembayaran tersebut merupakan pembayaran Pajak Penghasilan pasal 25 yang dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang dalam SPT PPh pemberi kerja. Orang Pribadi yang akan bertolak ke Luar Negeri dikecualikan dari pembayaran FLN dengan cara: Pembayaran langsung meliputi: Orang pribadi berumur kurang dari 21 tahun Orang asing yang tidak bertempat tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat asing Pejabat dari perwakilan organisasi Internasional. WNI yang bertempat tinggal tetep di Luar Negeri Jemaah haji Orang pribadi yang melakukan perjalanan lintas batas wilayah RI melalui darat. Para pekerja WNI yang akan bekerja di Luar Negeri dalam rangka program pengiriman TKI dengan KTKLN. Pembebasan melalui pemberian Surat Keterangan Bebas Fiskal Luar Negeri (SKBFLN). Mahasiswa dari negeri asing Orang yang melaksanakan: Penelitian di bidang Ilmu Pengetahuan dan kebudayaan Program kerjasama teknik dengan persetujuan Sekneg. Anggota misi keagamaan dan kemanusiaan. Tenaga kerja WNA, pendatang, yang bekerja di pulau Batam, Bintan, Karimun. Penyandang cacat atau orang sakit yang akan berobat ke luar negeri atas biaya organisasi Sosial, termasuk seorang pendamping. Anggota misi kesenian, kebudayaan, olahraga atau misi keagamaan yang mewakili pemerintah RI ke Luar Negeri. Mahasiswa atau pelajar yang akan bekerja di luar negeri dalam rangka program resmi pertukaran mahasiswa atau pelajar. Para pekerja WNI yang akan bekerja di luar negeri dalam rangka pengiriman TKI, dengan menyerahkan persetujuan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

A.4. BEBAS FISKAL LUAR NEGERIDengan diberlakukannya UU PPh 2008 pasal 25 ayat 8, bagi wajib pajak yang telah mempunyai NPWP dibebaskan dari kewajiban pembayaran Fiskal Luar Negeri sejak 2009 untuk mendorong wajib pajak memiliki NPWP sehingga memperluas basis pajak. Sedangkan yang tidak memiliki NPWP wajib membayar fiskal. Penghapusan FLN direncanakan akan dijalankan secara efkrif mulai tahun 2011 sehingga selama dua tahun terakhir ini, orang pribadi yang bertolak keluar negeri masih tetap membayar fiskal (luar negeri). Saat ini FLN ditetapkan berlaku bagi: Orang pribadi yang bepergian ke Luar Negeri Tidak memiliki NPWP Orang pribadi tersebut telah berusia 21 tahun dan tidak memiliki NPWP.Ketentuan FLN ini hanya brlaku sampai dengan 31 Desember 2010. Ini berarti telah ditetapkan mulai tahun 2011 Indonesia tidak lagi memberlakukan FLN sehingga semua orang baik memiliki NPWP atau tidak memiliki NPWP tidak perlu membayar fiskal lagi. Hal ini berpotensi untuk menurunkan pendapatan pemerintah. Ketentuan ini dimaksudkan utnuk mendukung mobilitas teenage professional di era bisnis global mengingat di Negara lain banyak yang tidak mengenakan fiskal (exit tax) bagi warga negaranya.

B. PAJAK PENGHASILAN 26 (PPh 26)Pajak penghasilan (PPh) pasal 26 adalah PPh yang diknakan atau dipotong atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh wajib pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia. Ini berarti, PPh pasal 26 merupakan pemungutan pajak penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diterima oleh wajib pajak luar negeri. Negara Indonesia, sebagai Negara yang berdaulat, berhak memungut pajak atas semua penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak luar negeri diseluruh wilayah Indonesia. Pengenaan pajak seperti ini didasarkan pada asas sumber penghasilan.Atas penghasilan dari Indonesia yang diterima atau diperoleh wajib pajak luar negeri ada dua sistem pengenaan pajak yang berlaku: (1) penentuan sendiri bagi pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melalui kegiatan BUT di Indonesia, dan (2) pemotongan oleh pajak yang wajib pajak luar negeri. Namun , PPh pasal 26 ini mengatur pemungutan pajak atas penghasilan yang diterima oleh wajib pajak luar negeri selain BUT. Negara domisili dari wajib pajak luar negeri ini, selain BUT di Indonesia , adalah Negara tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak luar negeri yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (benefit owner). Dengan demikian proses perhitungan dan pemungutan PPh pasal 26 tidaklah rumit. Hal penting yang perlu mendapat perhatian kita adalah objek pajak dan pemungut atau pemotong PPh pasal 26 ini.

B.1. OBJEK PAJAK PPH PASAL 26Pada hakekatnya, penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak luar negeri, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan di Indonesia, menjadi objek pajak PPh pasal 26. Pada hakekatnya, penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak luar negeri banyak bentuk dan namanya.Dalam UU PPh2008 pasal 26 ini, ada beberapa perbedaan dengan UU PPh sebelum nya.a. Memperluas objek pajak PPh pasal 26 meliputi penghasilan berupa pembebasan utang.b. Memasukkan premi swap bukan sebagai bunga peminjaman uang, akan tetapi merupakan objek pajak PPh pasal 26 dengan kelompok tersendiri.c. Memperluas cakupan pasal 26 ayat 2, semula hanya mengatur penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta d. Memasukkan penghasilan dari pengalihan saham perusahaan antara (conduit/ dummy company) yang didirikan atau berkedudukan dinegara yang bemberikan perlindungan pajak ( tax haven country) yang memiliki hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia atau BUT di indonsia yang diperoleh wajib pajak luar negeri sebagai objek pajak baru sebagaimana diatur dalam PPh pasal 26 ayat 2aDengan memperhatikan praktek bisnis dan perkembangan aktivitas pasar global serta animo yang tinggi investor luar negeri untuk menginvestasikan modalnya di Indonesia, menyebabkan perlunya amandemen terhadap pajak penghasilan. Menurut undang undang PPH 2008, objek pajak penghasilan yang dikenai PPh pasal 26 meliputi:1. Dividen2. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang.3. Royalty sewa, dan penghasilan lain shubungan dengan penggunaan harta4. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan5. Hadiah and penghargaan6. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya7. Premi swap dan transaksi lindung nilai (hedge)lainnya8. Keuntungan karena pembebasan utang 9. Hasil penjualan atau pengalihan di indonesia 10. Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan di luar negeri11. Hasil penjualan dan pengalihan saham12. Laba setelah pajak yang diperoleh BUT di Indonesia yang tidak ditanamkan lagi di Indonesia Obyek pajak jenis dividen, bunga, royalty, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta tergolong sebagai penghasilan yang bersumber dari modal. Selain itu, hadiah atau penghargaan yang diterima atlit olah raga, artis, atau tokoh luar negeri yang juga merupakan obyek pajak.Atas obyek pajak tersebut dikenakan tariff 20% dari jumlah bruto yang bersifat final. Namun tarif ini dapat disesuaikan berdasarkan perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) antara indonesia dengan negara domisili penerima hasil.

B.2. SUBJEK PAJAK PPH PASAL 26Ketentuan umum subyek pajak luar negeri adalah orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam satu tahun atau badan yang tidak di dirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia dikategorikan sebagai wajib pajak luar negeri. Persoalan yang cukup krusial berkaitan dengan subjek pajak luar negeri adalah penentuan domisili subyek pajak menjadi perhatian UU PPH 2008.Misalnya, Robert magadang hapun. Warga Filipina berdomisili dan bekerja di singapura kemudian ditugaskan perusahaannya untuk bekerja selama 1 bulan di Indonesia. Bagaimana penentuan domisili Robert magadang hapun tersebut? Asas domisili telah diatur dalam pasal 26 ayat 1a: Negara domisili wajib pajak luar negeri selain selain yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha tetap di Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Negara tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak luar negeri sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (benifical owner). Negera domisili tidak hanya ditentukan berdasarkan surat keterangan domisili. ( certificate of domicile atau COD)tetapi juga tempat tinggal atau tempat kedudukan dari penerima manfaat penghasilan tersebut. Untuk Robert Magadang Hapun dapat dikategorikan sebagai warga Negara Singapura Untuk wajib pajak badan luar negeri, penerima penerima manfaat adalah adalah badan dimana negera domisilinya adalah Negara tempat pemilik atau lebih dari 50% pemegang saham baik sndiri sendiri maupun bersama sama berkedudukan atau efektif manajemennya berada. Misalnya White sanders berhad yang bertempat kedudukan di Malaysia, 51% sahamnya dikuasai oleh PT. Sanders brothers corp. yang berkedudukan di Singapura. Bila white sanders berhad memperoleh penghasilan di Indonesia, maka white sanders berhad memperoleh penghasilan di Indonesia, maka white sanders berhad dikatakan sebagai wajib pajak luar negeri yang berdomisili di Malaysia (efektif manajemennya dilaksanakan) atau di Singapura (Domisili pemegang saham utamanya). Memperhatikan bahwa mobilitas mdal itu begitu cepat dari suatu Negara ke Negara lain, maka pasal 26 ayat 1a mengakomodasikan domisili (sebagian besar) para pemegang berbeda.Subyek pajak luar negeri ini penting menjadi perhatian terutama bila suyek pajak tersebut mendirikan kantor, agen atau perwakilan di Indonesia. Subyek pajak demikian ini tergolong sebagai bentuk usaha tetap (BUT).Subyek pajak luar negeri yang berupa BUT tergolong sebagai pajak dalam negeri. UU PPh 2008 memperluas pengertian BUT meliputi dedicated server atau peralatan elektronik untuk menjalan kan usaha secara elektronis. Hal ini untuk pemperluas hak pemajakan atas hasil penghasilan wajib pajak luar negeri yang bersumber dari Indonesia yang diperoleh melalui kegiatan usaha atau transaksi secara on-line/internet.Iktisar perbedaan wajib pajak dalam negeri dengan pajak luar negeri dapat dilihat pada tabel berikut.Perbedaan wajib pajak Dalam Negeri Dengan Wajib Pajak Luar Negeri

Wajib Pajak Dalam NegeriWajib Pajak Luar Negeri

Dipungut pajak atas penghasilan yang diperoleh dari dalam negeri dan luar negeriDipungut pajak atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia saja

Dikenai pajas atas penghasilan neto dengan tarif umumDikenai pajak atas penghasilan bruto

Wajib mengisi & menyerahkan SPT tahunanTidak wajib mengisi SPT tahunan

Tata cara pemungutan pajak bersifat final dan tidak finalTata cara pemungutan pajak bersifat final

Dikenakan tariff mendasar pasal 17, pasal 22, pasal 23, pasal 24.Dikenakan tariff 20% atau menurut tarif perjanjian pajak (tax teaty)

BUT dikecualikan dari pemotongan PPh pasal 26 apabila penghasilan kena pajak setelah dikurangi PPh dari BUT tersebut ditanamkan kembali di Indonesia dengan syarat:a. Dilakukan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang didirikan untuk berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri.b. Dilakukan dalam tahun berjalan atau selambat lambatnya tahun pajak berikutnya dari tahun pajak yang diterimah atau diperoleh penghasilan tersbut.c. Tidak melakukan penghasilan atas penamaan kembali tersebut sekurang kurangnya dalam waktu dua tahunsesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan, mulai produksi komersial.Selain itu, ada subyek pajak luar negeri yang dikecualikan yaittu para pejabat organisasi internasional. Jika PPh pasal 26 (4) termasuk dalam pengertian yang ditanggung pemerintah, lantas apakan PPh pasal 23 (atas dividen) yang diterima pemegang saham dari perusahaan yang melaksanakan proyek pemerintah yang dananya berasal dari hibah/pinjaman LN juga ditanggung pemerinta?. Menurut saya, semestinya perlakuan PPh pasal 26(4) dan PPh 23 atas dividen bagi BUT/perusahaan yang sama sama melaksanakan proyek pemerintah yang dananya berasal dari hibah/pinjaman LN adalah equal (Triyani, september2008)

B.3. PEMUNGUT ATAU PEMOTONG PPH PASAL 26PPh pasal 26 menggunakan withholding system, artinya pemerintah memberikan wewenang kepada pihak tertentu untuk memotong atau memungut pajak. Adapun pemotong PPh pasal 26 mencakup:1. Badan pemerintah2. Penyelenggara kegiatan3. Subyek pajak dalam negeri4. Bentuk usaha tetap BUT5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT di Indonesia Pemotong atau pemungut ini wajib memungut PPh pasal 26 pada saat membayarkan atau sejak terutang penghasilan kepada wajib pajak luar negeri. Selain itu, pemotong wajib membuat bukti pemotongan PPH pasal 26 rangkap tiga: Lembar pertama untuk wajib pajak luar negeri Lembar kedua untuk kantor pelayanan pajakLembar ketiga untuk arsip pemotong

B.4. CARA PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 26Pada prinsipnya, PPH pasal 26 wajib disetorkan ke bank persepsi atau kantor pos dan giro dengan menggunakan surat setoran pajak (SPP), paling lambat tanggal 10 bulan takwin berikutnya setelang bulan saat terutang nya pajak.Bagi wajib pajak luar negeri yang menjalankan kegiatan usaha melalui BUT di Indonesia wajib memenuhi kewajiban perpajakannya sendiri, karena wajib pajak ini diperlakukan sebagai wajib pajak dalam negeri.Pemungut PPh pasal 26 juga perlu memperhatikan ada tidaknya perjanjian penghindaran pajak ganda (tax treaty).Bila Negara domisili wajib pajak tersebut telah melakukan perjanjian pajak dengan Indonesia, maka pemungut pajak wajib memungut berdasarkan tarip yang disepakati dalam perjanjian tersebut.PPh pasal 26 ini mengatur pemotongan atas penghasilan yang bersumber di Indonesia, yang diterima atau diperoleh wajib pajak luar negeri selain BUT. Pajak penghasilan terutang pada saat penghasilan dibayarkan atau terutang, yang mana terjadi terlebih dahulu. Sebagaimana di uraikan dimuka, penghasilan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, menjadi obyek pajak PPh pasal 26. Memperhatikan penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak luar negeri dapat berasaldari badan atau subyek pajak dalam negeri, maka pemungutan pajak dilakukan oleh pihak lain yang ditetapkan pemerintah. Oleh karena itu, pengenaan PPh pasal 26 dilakukan berdasarkan asas sumber.Dari aneka bentuk subyek pajak luar negeri yang dapat dikenakan PPh pasal 26, subyek pajak yang paling unik adalah BUT karena BUT inidapat pula dikategorikan sebagai wajib pajak dalam negeri.Ada kemungkinan BUT mengerjakan suatu proyek pemerintah yang dananya berasal dari hibah atau bantuan luar negeri. Pajak penghasilan yang terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh kontraktor, konsultan dan pemasok (supplier) luar negeri dari pekerjaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan dana hibah dan atau dana pinjaman luar negeri, ditanggung oleh pemerintah. Hal ini diatur dalamdalam peraturan pemerintah NO.42 tahun 1995 yang diperbaharui dengan peraturan pemerintah NO.25 tahun 2001, serta dipertegas dengan keluarnya surat edaran (SE) No.SE-4/PJ.03/2008Penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak luar negeri dikenekan tarif 20% dari jumlah bruto yang bersifat final.Untuk penghasilan jenis tertentu seperti bunga, royalty, dan laba atas BUT atau badan luar negeri, bila Indonesia ada perjanjian dengan Negara dimana wajib pajak berdomisili (tax treaty), maka pemungutan pajak dilakukan berdasarkan tarip menurut tax treaty.Contoh soal :Suatu lembaga di Indonesia menganugrahi penghargaan kepada tuan Bernard Liem dari negara Belanda atas jasa-jasanya dalam membantu usaha pelestarian di Indonesia. Pemberian penghargaan tersebut mencakup pula pemberian uang sebesar Rp 120jt. Ketika tuan Bernard berada di Indonesia selama 5 hari, Ia diundang ke beberapa perguruan tinggi negri untuk menjadi narasumber dalam seminar. Ada tiga seminar dimana ia mempresentasikan tiga makalahnya, dan tuan Bernard mendapat honorarium sebesar Rp 10jt per seminar ditambah fasilitas trnsportasi dan akomodasi. Atas penghasilan yang diterima tuan Bernard tersebut, berapa PPh 26 yang wajib dipungut oleh Lembaga atau Perguruan Tinggi?Hadiah dan penghargaan dan honorarium merupakan obyek pajak PPh pasal 26 sehingga dikenakan pajak bersifat final. Pemotongan PPh pasal 26 adalah penyelenggara pemberi hadiah penghargaan dan perguruan tinggi penyelenggara seminar.a. Dipun gutoleh lembagaPenghasilan berupa penghargaan = Rp 120.000.000PPh pasal 26 = 20% 120.000.000 = Rp 24.000.000b. Dipungut oleh Perguruan tinggi penyelenggara seminar berupa honorarium= 3 10.000.000 = Rp 30.000.000PPh pasal 26 = 20% 30.000.000 = Rp 6.000.000 c. Jumlah PPh Pasal 26= Rp 24.000.000 + Rp 6.000.000 = Rp 30.000.000Contoh berikutnya : Tuan Stephan Mambo dari Singapura menginvestasikan uangnya dengan membeli obligasi yang dikeluarkan oleh PT. Atma Mandiri Jaya sebesar Rp 5000.000.000. Atas investasi tersebut, tuan Stephan Mambozi menerima penghasilan bunga sebesar 12% per tahun yang dibayarkan setiap enam bulan sekali (1 April dan 1 Oktober). Selain itu tuan Stephan Mambozi juga memiliki saham perusahaan yang go public, dan selama tahun 2009 ia memperoleh dividen sebanyak Rp 24.000.000. Berdasarkan perjanjian pajak antara Indonesia dengan Singapura ditetapkan untuk bunga tarip 10% dan untuk saham 15%. Berapa PPh pasal 26 yang dibayar oleh tuan Stephan Mambozi selama tahun 2009?

Melihat tuan Stephan Mambozi memiliki 2 jenis investasi (obligasi dan saham), maka kita perlu memperhitungkan PPh pasal 26 yang dipungut berdasarkan investasi tersebut.a. Penghasilan obligasi tiap enam bulanPendapatan bunga obligasi = (12% 500.000.000) : 2 = Rp 6.000.000PPh pasal 26 = 10% 6.000.000 = Rp 600.000untuk bunga dekenakan tarip 10% sesuai dengan tarip tax treaty.b. Penghasilan dividenPenghasilan dividen yang diterima = Rp 24.000.000PPh pasal 26 = 15% 24.000.000 = Rp 3.600.000c. Jumlah PPh pasal 26 yang dipungut Indonesia= Rp 600.000 + Rp 3.600.000 = Rp 4.200.000

BAB IIIMETODOLOGI PENULISAN

A. WAKTU DAN TEMPAT PENULISANProses penulisan ini dilakukan dari awal bulan Mei sampai dengan tanggal 1 Juni 2014. Untuk tempat penulisan, ada berbagai tempat penulisan. Penulis mengerjakan tulisan ini di Kampus III Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Perpustakaan Babarsari Universitas Atma Jaya Yogyakarta, dan kediaman dari masing-masing penulis.

B. METODE PENGUMPULAN DATADasar-dasar dari penulisan ini adalah dari pengumpulan berbagai macam informasi dan bahasan dari berbagai macam sumber. Sumber-sumber dalam penulisan ini adalah berbagai macam buku tentang perpajakan, berita-berita dari koran dan media elektronik lain, narasumber yang berpengalaman mengenai pajak, dan sumber-sumber terpercaya dari internet. Proses pengumpulan data dilakukan setelah penulis mendapatkan tugas penulisan mengenai pajak penghasilan 25 dan 26. Setelah penulis mengumpulkan berbagai macam data dari banyak sumber, penulis memilah informasi-informasi yang telah didapatkan. Setelah menyaring informasi yang telah didapatkan dan mempelajarinya, penulis memulai proses penulisan.

BAB IVHASIL PENULISAN DAN PEMBAHASAN

A. PEMBAHASANSetelah melakukan proses pengumpulan data dan penulisan, penulis dapat menulis rangkuman mengenai pajak penghasilan 25 dan 26. Penulis dapat menjawab rumusan masalah setelah selesai mengerjakan tulisan ini. Banyak hal yang diatur di dalam pajak penghasilan pasal 25 dan 26. Perhitungan angsuran pajak yang diatur dalam PPh pasal 25 didasarkan pada situasi dan kondisi masing-masing wajib pajak. Wajib Pajak orang pribadi atau badan dapat mengangsur pajak penghasilannya setiap bulan. Hal ini akan meringankan beban pajak. Pajak penghasilan tidak dibayar pada satu waktu tetapi dapat dicicil. Realitanya, angsuran pajak yang dibayar per bulan akan berbeda dengan pajak sesungguhnya. Hal ini akan disesuaikan setelah data penghasilan yang sebenarnya keluar.Pajak penghasilan pasal 26 mengatur tentang hal-hal yang terkait dengan wajib pajak luar negeri. Menjelaskan subjek dan objek pajak penghasilan luar negeri lebih detail. Membandingkan perbedaan antara wajib pajak dalam negeri dan luar negeri. Hal ini dapat memberikan kejelasan tentang kewajiban dari wajib pajak luar negeri. Beberapa pihak yang terkena dan tidak terkena peraturan dari pajak penghasilan pasal 26 ini.

BAB VKESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULANSetelah melakukan pengumpulan data dan memahami serta mengolah informasi-informasi yang penulis dapatkan, penulis dapat menyimpulakan: 1. PPh pasal 25 adalah peraturan yang mengatur tentang tata cara pengangsuran pajak penghasilan. Membahas mengenai angsuran yang harus dibayarkan setiap bulan oleh wajib pajak. Sedangkan, PPh pasal 26 adalah peraturan yang mengatur wajib pajak luar negeri. Pada PPh pasal 26 menjelaskan objek dan subjek dari wajib pajak luar negeri. Pihak yang memotong pajak penghasilan pasal 26 dan seluk beluk perbedaan antara wajib pajak dalam negeri dan luar negeri.2. Tata cara perhitungan dari PPh pasal 25 telah diatur secara lengkap dan terperinci berdasar situasi dan kondisi dari wajib pajak. Angsuran dihitung berdasarkan data penghasilan dari tahun lalu. Penghasilan kena pajak dapat diambil dari SPT atau SKP tahun lalu. Untuk wajib pajak baru, perhitungkan didasari dari estimasi laba yang semuanya telah diatur di PPh pasal 25. 3. Banyak sekali hal yang diatur di pajak penghasilan pasal 25 dan 26. Tata cara pengangsuran, penghitungan, dan ketentuan atau kewajiban dari wajib pajak.

B. SARANMahasiswa dapat mendalami pajak penghasilan ini lebih lanjut dengan cara mencari bahan atau informasi terkait dari banyak sumber yang relevan. Pendalaman dan pengulangan materi mampu membuat mahasiswa lebih mengerti tata cara penghitungan dan pengangsuran pajak penghasilan. Bertanya kepada pakar dari pajak penghasilan dinilai mampu meningkatkan pengetahuan lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

Suandy, Erly., Hukum Pajak Edisi 5, Salemba Empat, Jakarta, 2011 (ES)Hutomo, Y.B. Sigit, Pajak Penghasilan: Konsep dan Aplikasi Edisi 2, Penerbit UAJY, 2009 (YB)http://www.infopajak.comhttp://www.pajakonline.comhttp://www.pembayarpajak.comhttp://www.pajak.go.id

LAMPIRAN

Latihan Soal1. SPT PPh tahun 2013 milik Yudhistira menunjukkan bahwa pajak penghasilan yang terutang sebesar Rp 75.000.000,00. Pajak penghasilan Yudhistira telah dipotong oleh pemberi kerja (PPh 21) sebesar Rp 25.000.000,00, dipungut oleh pihak lain (PPh 22 dan 23) sebesar Rp 37.500.000,00, dan pajak LN yang dapat dia kreditkan sebesar Rp 2.500.000,00. Berapakah besar angsuran PPh 25 yang harus dibayarkan Yudhistira tiap bulan? Bagaimana jika nilai pajak di atas hanya berkaitan dengan penghasilan 6 bulan?Jawab:

Bila nilai pajak di atas hanya berkaitan dengan penghasilan yang diperoleh selama 6 bulan, maka 10.000.000 dibagi dengan 6 bukan dengan 12.

2. Anusapati merupakan seorang pegawai tetap Pemerintah Kota Kediri yang memiliki beberapa penghasilan sampingan. Dia merupakan seorang tokoh masyarakat yang dipercaya menjadi perantara penjualan hasil tambak warga kepada eksportir yang dipanen empat bulan sekali. Bersama istri dan kedua anak angkatnya, dia menyediakan dana berbunga rendah bagi pengembangan usaha warga yang memang awam terhadap dunia perbankan, apalagi perpajakan. Beberapa keterangan terkait penghasilan dan kewajiban pajak Anusapati adalah sebagai berikut.

Angsuran PPh 25 per bulan:

3. SPT PPh tahun pajak 2011 yang dilaporkan oleh Antasena pada Maret 2012 menunjukkan bahwa:PKPRp 100.000.000,00 PPh TerutangRp 10.000.000,00Kredit PajakRp 4.000.000,00 Kemudian, pada bulan Juni 2012, data SKP tahun pajak 2011 menunjukkan bahwa:PKPRp 200.000.000,00PPh TerutangRp 25.000.000,00Kredit PajakRp 4.000.000,00Berapakah angsuran PPh 25 per bulan yang harus dibayarkan Antasena setelah pelaporan SPT tahun 2011?

4. Arjuna sebagai WP orang pribadi baru mendaftar dan mendapat NPWP sejak 1 Maret 2013. Di dalam melaksanakan usahanya, Arjuna menggunakan pembukuan. Data yang diperoleh dari pembukuan adalah penghasilan bruto bulan Maret 2013 sebesar Rp 75.000.000,00 dan beban yang diperkenakan sesuai peraturan perpajakan Rp 55.500.00,00. Arjuna belum menikah dan seorang Ibu yang tinggal bersama di bawah pembiayaannya. Berapakah besar angsuran PPh 25 yang ditetapkan atas Arjuna?

5. Nakula terdaftar sebagai WP pada KPP Bandung sejak 1 Mei 2013 dengan status kawin tanpa tanggungan. Peredaran/ penerimaan bruto menurut catatan harian bulan Mei 2013 sebesar Rp 56.375.000. Persentase norma perhitungan penghasilan netto sesuai dengan usaha WP diasumsikan 30%. Berapakah besar angsuran PPh 25 yang ditetapkan atas Nakula?

Sheet1Pajak terutang75,000,000.00Kredit PPh 21(25,000,000.00)Kredit PPh 22 dan 23(37,500,000.00)Kredit PPh 24(2,500,000.00)Total angsuran PPh 25 selama 201410,000,000.00Angsuran PPh 25 per bulan833,333.33

Sheet1Gaji netto berdasarkan slip gaji bulanan5,000,000.00Penghasilan netto penjualan hasil tambak per panen35,000,000.00Penghasilan bunga per tahun15,000,000.00PPh 21 yang dipotong atas penghasilan pegawai2,000,000.00

Sheet1Gaji netto tahunan60,000,000.00Penghasilan netto penjualan hasil tambak tahunan105,000,000.00Penghasilan bunga per tahun15,000,000.00Total penghasilan netto180,000,000.00PTKP (K/ 2)(30,375,000.00)PKP149,625,000.00Beban Pajak17,443,750.00Kredit PPh 21(2,000,000.00)Kredit PPh 22(2,625,000.00)Beban angsuran PPh tahunan12,818,750.00Angsuran PPh 25 per bulan tahun1,068,229.17

Sheet1Periode Sebelum SKPPeriode Setelah SKPPPh Terutang10,000,000.00PPh Terutang25,000,000.00Kredit Pajak(4,000,000.00)Kredit Pajak(4,000,000.00)Pajak yang Dibayar Sendiri6,000,000.00Pajak yang Dibayar Sendiri21,000,000.00Angsuran PPh 25 Mar - Jun500,000.00Angsuran PPh 25 Jun - Des1,750,000.00

Sheet1Penghasilan bruto bulan Maret 201375,000,000.00Beban sesuai peraturan perpajakan(55,500,000.00)Penghasilan netto19,500,000.00Penghasilan disetahunkan234,000,000.00PTKP (TK/ 1)(26,375,000.00)PKP227,125,000.00Pajak terutang5% x 50,000,00015% x 177,125,00029,068,750.00Angsuran PPh 252,422,395.83

Sheet1Penghasilan bruto bulan Mei 201356,375,000.00Penghasilan netto16,912,500.00Penghasilan disetahunkan202,950,000.00PTKP (TK/ 1)(26,375,000.00)PKP176,575,000.00Pajak terutang5% x 50,000,00015% x 126,575,00021,486,250.00Angsuran PPh 251,790,520.83