plumbing edit
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada tahun-tahun akhir ini, bahan dalam air buangan menjadi
beraneka ragam jenisnya dan rumit kualitasnya, sebagai akibat
perubahan menu makanan manusia, kemajuan teknologi, industri dan
sebagainya. Meskipun sistem plambing adalah sarana yang sangat
penting dan dikenal banyak orang, tetapi bukannya tidak mungkin
untuk merancang atau melaksanakannya tanpa menggunakan
komputer. Dapat disimpulkan bahwa instalasi plambing tidaklah
semudah sebagaimana tampaknya dari luar.
Plambing adalah sistem pemipaan bangunan yang mencakup jaringan air bersih, air
kotor, air bekas, air hujan dan kotoran. Dilihat dari pengertian ini maka plambing juga
mencakup produk sanitizer, aksesori seperti keran, dan produk terkait lainnya mulai dari
pompa air hingga zat pembersih. Plambing adalah pekerjaan yang mengikuti teknologi,
yang menyangkut tentang sistem pemanasan sentral, persediaan air bersih, saluran
pembuangan air kotor dan lain sebagainya. Fungsi dari peralatan plambing adalah untuk
menyediakan air bersih ke tempat-tempat yang dikehendaki dengan tekanan yang
cukup, yang kedua membuang air kotor dari tempat-tempat tertentu tanpa mencemarkan
bagian penting lainnya.
Pada masa dahulu, tujuan utama sistem penyediaan air adalah untuk menyediakan air
yang cukup berlebihan. Tetapi pada masa kini ada pembatasan jumlah air yang dapat
diperoleh karena pertimbangan penghematan energi dan adanya keterbatasan sumber
air. Di Indonesia kebutuhan akan jasa plambing sudah mulai terasa akan kebutahannya.
Dengan makin pesatnya pembangunan baik rumah tinggal maupun gedung bertingkat
banyak, akan menuntut plambingnya, yaitu instalasi untuk penyediaan air minum,
penyaluran air buangan beserta peralatan saniternya. Karenanya kebutuhan akan adanya
pengaturan akan pedoman dalam masalah plambing.
Sistem plambing merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam pembangunan
gedung. Oleh karena itu, perencanaan dan perancangan sistem plembing haruslah
dilakukan bersamaan dan sesuai dengan tahapan-tahapan perencanaan dan perancangan
gedung itu sendiri, dengan memperhatikan secara seksama hubungannya dengan
bagian-bagian konstruksi gedung serta dengan peralatan lainnya yang ada dalam gedung
tersebut sepert (pendingin udara, listrik dan lain sebagainya). Perencanaan dan
perancangan sistem plambing dimulai dengan rencana konsep, rencana dasar, rancangan
pendahuluan dan gambar-gambar pelaksanaan dengan selalu memperhatikan koordinasi
dan keserasian dengan perencanaan dan perancangan elemen lainnya dalam gedung.
Pertumbuhan penduduk telah memberikan dampak yang cukup serius baik itu dampak
negatif maupun dampak positif. Namun sekarang telah banyak yang terjadi beberapa
akibat dari pertumbuhan pendudk diantaranya menurunnya Lahan Terbuka Hijau akibat
dari arus modernisasi dan tuntutan untuk pemukiman, kemudian dengan menurunya
laha terbuka hijau maka akan berdampak pada menurunya daya serap air tanah terhadap
persipitasi dan infiltrasi air yang membuat air limpasan menjadi berlimpah dan
menyebabakan bencana seperti banjir. Tuntutan membuka lahan baru untuk pemukiman
membuat banyak pohon-pohon ditebang dan dibangun dengan perumahan yang
terjadang saniatasinya tida baik atau pembangunannya tidak menerapkan sistem
pembangunan berwawasan lingkungan. Menyebabkan tanah longsor yang pada
akhirnya akan merugikan manusia dan banyak merenggut nyawa orang-orang disekitar
kita.
Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kepadatan
penduduk di kawasan perkotaan, maka pembangunan rumah tinggal secara vertikal
semakin diperlukan saat ini. Bahkan pemerintah telah menyatakan akan memberikan
subsidi untuk pembangunan rumah susun, baik untuk rumah susun sewa maupun hak
milik. Bahkan pemerintah untuk kawasan tertentu telah memberikan batasan ijin
membangun rumah susun sampai enam lantai, dari sebelumnya yang hanya empat
lantai. Sungguh suatu kebijakan yang tanggap kondisi, adaptif dan kontekstual dengan
kondisi perumahan rakyat yang semakin mendesak.
Oleh karena itu, pada tugas untuk mata kuliah plambing ini dilakukan perencanaan serta
perhitungan sistem perpipaan untuk air bersih, air buangan, dan ven pada bangunan kos
yang memiliki tiga lantai guna mengetahui kebutuhan air serta pertimbangan-
pertimbangan yang dibutuhkan pada perancangan instalasi pipa suplai air
bersih dan air buangan pada suatu bangunan.
.
Fluida, baik gas maupun cairan, akan bergerak dari daerah bertekanan tinggi ke tekanan
rendah. Fluida ini mempunyai kecepatan tertentu ketika bergerak. Berdasarkan prinsip
Bernoulli, tekanan fluida juga bisa berubah-ubah tergantung laju aliran fluida tersebut.
Selain itu, tekanan fluida juga bisa berubah-ubah tergantung pada ketinggian fluida
tersebut..
Pipa air, baik pipa air maupun pipa minyak bumi, merupakan benda yang ada di
sekeliling kita. Misalnya pada pipa air minum harus mempunyai diameter yang lebih
besar dari suatu harga minimum agar aliran air di keran-keran dapat mengalir dan
mencukupi kebutuhan. Fluida yang ada di sekitar kita harus dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan manusia. Pemanfaatan tersebut dapat kita lakukan dengan cara menerapkan
prinsip-prinsip dasar fluida, misalnya dalam pembuatan bendungan. Dari prinsip
tersebut kita dapat mengukur besar debit air yang mengalir.
Aliran dalam pipa atau tabung adalah suatu saluran yang tertutup, umumnya
mempunyai penampang sirkular dan digunakan untuk mengalirkan fluida melalui
tekanan pompa atau kipas angin. Bila pipa mengalir dengan terisi penuh maka itu
disebabkan oleh adanya tekanan yang menyebabkan mengalir. Kehilangan tekanan
dalam pipa pada fluida yg mengalir akan mengalami hambatan berupa gesekan dengan
dinding pipa hal ini megakibatkan berkurangnya laju aliran dan penurunan tekanan.
Alat yang mempunyai peranan penting dalam pendistribusian adalah pompa. Pompa
digunakan untuk menghisap dari tempat penyimpanan atau pengambilan dari sumber air
untuk dialirkan sehingga dapat digunakan. Pengunaan pompa air mempunyai
kemampuan yang lebih yaitu megabaikan ketinggian gendung. Akan tetapi penggunaan
pompa harus disesuaikan dengan spesifikasi yang tertera pada pompa yang dingunakan,
karena setiap jenis pompa mempunyai data-data tentang head ataupun discharge yang
dihasilkan.
Perencanaan sistem distribusi air didasarkan pada 2 (dua) faktor utama yaitu kebutuhan
air dan tekanan. Kebutuhan air yang harus dipenuhi akan menentukan ukuran dan tipe
sistem distribusi yang di inginkan, maka dari itu harus direncanakan debit dan tekanan
yang akan diberikan. Sedangkan tekanan menjadi penting karena tekanan rendah akan
mengakibatkan masalah dalam distribusi jaringan pipa, namun bila tekanan besar akan
memperbesar kehilangan energi.
Oleh karena itu, pada praktikum kali ini dilakukan percobaan pengukuran debit juga
pressure drop suatu aliran fluida dalam pipa menggunakan bendungan (weir) dan
pompa sesuai dengan spesifikasi pompa yang digunakan.
1.2 Tujuan Praktikum
a. Mengetahui perbandingan debit hasil pengukuran dengan spesifikasi debit pada
pompa.
b. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi besar pressure drop pada aliran
fluida dalam saluran tertutup.
c. Mengetahui
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fluida
Fluida merupakan zat yang tidak mempunyai bentuk dan volume yang permanen,
melainkan mengambil bentuk tempat sesuai yang ditempatinya serta memiliki
kemampuan untuk mengalir. Dua zat yang umumnya disebut fluida adalah zat cair dan
gas.
Suatu zat yang mempunyai kemampuan mengalir dinamakan fluida. Cairan adalah salah
satu jenis fluida yang mempunyai kerapatan mendekati zat padat. Letak partikelnya
lebih merenggang karena gaya interaksi antar partikelnya lemah. Gas juga merupakan
fluida yang interaksi antar partikelnya sangat lemah sehingga diabaikan. Dengan
demikian kerapatannya akan lebih kecil. Karena itu, fluida dapat ditinjau sebagai sistem
partikel dan kita dapat menelaah sifatnya dengan menggunakan konsep mekanika
partikel. Apabila fluida mengalami gaya geser maka akan siap untuk mengalir
Fluida memegang peranan penting dalam setiap aspek kehidupan. Fluida bersikulasi
dalam tubuh kita dan mengatur keadaan cuaca kita. Fluida adalah zat yang dapat
mengalir, kita gunakan istilah fluida untuk cairan dan gas (Young, 2002).
Suatu fluida diuraikan dengan mempunyai volume tertentu tetapi bukan bentuk tertentu.
Fluida mengalir untuk menyesuaikan pada bentuk wadah dia tempatkan. Fluida
mempunyai volume tertentu yang dipertahankan meskipun berubah dalam bentuk.
Molekul-molekul suatu fluida hampir sedekat dalam padatan tetap merekat, tidak
mempunyai posisi tetap (Keenan dan Kleinfelter, 1992).
Zat cair dan zat gas (yang merupakan suatu jenis fluida) umumnya mempunyai bentuk
yang ditetapkan oleh wadahnya masing-masing (di mana wadah tersebut biasanya
terbuat dari zat padat) dan bila dilihat dari struktur molekulnya, fluida memiliki jarak
antarmolekul yang lebih besar serta gaya kohesi antar-molekul yang lebih rapat
dibandingkan zat padat sehingga fluida mudah berubah bentuk tergantung dari wadah
atau tempatnya (Mulyadi, 2009).
2.2 Aliran Pada Saluran Tertutup
Saluran tertutup atau saluran pipa biasanya digunakan untuk mengalirkan fluida di
bawah tekanan atmosfer (tampang aliran penuh), karena apabila tekanan di dalam pipa
sama dengan tekanan atmosfer (zat cair di dalam pipa tidak penuh), maka aliran
termasuk dalam pengaliran terbuka. Fluida yang dialirkan melalui pipa bisa berupa zat
cair atau gas dan tekanan bisa lebih besar atau lebih kecil dari tekanan atmosfer.
Tekanan atmosfer adalah tekanan dipermukaan zat cair disepanjang saluran terbuka.
Pada pipa yang alirannya tidak penuh dan masih ada rongga yang berisi udara maka
sifat dan karakteristik alirannya sama dengan aliran pada saluran terbuka (Kodoatie,
2002:215). Contoh di lapangan adalah aliran air pada gorong-gorong, dimana air hanya
mengalir pada bagian bawah/tidak penuh pada pipa.Pada kondisi air penuh, desainnya
harus mengikuti kaidah aliran pada pipa,namun bilamana aliran air pada gorong-gorong
didesain tidak penuh maka sifatalirannya adalah sama dengan aliran pada saluran
terbuka.
Zat cair riil didefinisikan sebagai zat yang mempunyai kekentalan, berbeda dengan zat
cair ideal yang tidak mempunyai kekentalan. Kekentalan disebabkan karena adanya
sifat kohesi antara partikel zat cair. Karena adanya kekentalan zat cair maka terjadi
perbedaan kecepatan partikel dalam medan aliran.
Partikel zat cair yang berdampingan dengan dinding batas akan diam (kecepatan nol)
sedang yang terletak pada suatu jarak tertentu dari dinding akan bergerak. Perubahan
kecepatan tersebut merupakan fungsi jarak dari dinding batas. Aliran zat cair riil disebut
juga aliran viscous (Giles, 1984).
2.4 Pengukuran Debit Air
Debit air dapat diukur dengan berbagai metode diantaranya yaitu: Emboys Float
Method, Rectangular Weir, 90 Notch Weir, cara kecepatan luas (Sihotang, 2006).
Arus dapat menimbulkan kerusakan fisik pada sungai dan muara sungai seperti
terjadinya pengikisan darat, pemindahan sedimen. Disamping itu, besarnya volume air
yang mengalir dan kuatnya pasang surut akan mempengaruhi sistem arus pada daerah
muara.
Debit diartikan sebagai volume air yang mengalir persatuan waktu melewati suatu
penampang melintang palung sungai, pipa, pelimpah, akuifer dan sebagainya. Data
debit diperlukan untuk menentukan volume aliran atau perubahan– erubahannya dalam
suatu sistem das. Data debit diperoleh dengan cara pengukuran debit langsung dan
pengukuran tidak langsung, yaitu dengan menggunakan liku kalibrasi.
Terdapat hubungan grafis antara tinggi muka air dengan debit. Liku kalibrasi diperoleh
dengan sejumlah pengukuran yang terencana dan mengkorelasikan dua variabel yaitu
tinggi muka air dan debit dapat dilakukan dengan menghubungkan titik–titik
pengukuran dengan garis lengkung diatas kertas logaritmik.
Debit aliran dinyatakan dengan persamaan:
Q = A . V
Keterangan:
Q = debit aliran (m3/s)
A = luas penampang (m2)
V = kecepatan aliran (m/s).
2.5 Mengukur Debit Menggunakan Bangunan Pengukur Debit
Pengukuran debit dengan menggunakan bangunan pengukur debit ini dapat dilakukan
lebih cepat dibandingkan dengan menggunakan alat pengukur kecepatan arus. Pada
dasarnya dalam hal ini digunakan ambang tetap seperti bendung, pengukur debit
Cypoletti, Rehbock, dan sebagainya.
Pada umumnya debit dirumuskan sebagai fungsi dari kedalaman, yaitu:
Q = C B ( H ^ 1,5 )
Keterangan:
Q = debit (m3/dt)
C = koefisien debit yang ditentukan berdasarkan hasil kalibrasi (m3/dt)
B = panjang ambang (m)
H = tinggi air di atas ambang ditambah dengan tinggi kecepatan.
Tidak semua penampang sungai dapat dibuat ambang, karena biaya pembuatannya lebih
mahal dan pelaksaannya lebih sukar. Cara ini dilakukan kalau kebetulan di tempat
tersebut memang telah ada bendung untuk keperluan irigasi, penyediaan air minum dan
sebagainya. (Kartasapoetra, 1986).
Gerak fluida dapat dinyatakan dengan mengukuti gerak tiap partikel di dalam fluida.
Hal ini sulit dilakukan karena koordinat X, Y, Z dari partikel fluida harus ditentukan
sebagai fungsi dari waktu.
Rapat massa dan kecapatan pada tiap titik di dalam suatu ruangan akan berubah
terhadap waktu. Fluida sebagai medan rapat massa dan medan vektor kecepatan. Jika
kecepatan tiap partikel pada suatu titik tetap maka aliran fluida tersebut bersifat lunak.
2.6 Pengertian dan Fungsi Weir
Terjemahan yang biasa digunakan untuk weir ialah ambang, yaitu sekat penghalang
yang dikalibrasi, dibuat melintang (tegak lurus arah aliran) di saluran (kanal). Alat ukur
primer ini sederhana, murah dan dapat dibuat dari beragam bahan, seperti aluminum,
fiberglass, pelat logam, plastik, kayu. Jenis ambang atau sekat ini dapat diklasifikasikan
berdasarkan bentuk takiknya (notch), yaitu segiempat panjang, tapezium (Cipoletti), dan
segitiga (misalnya Thompson). Dapat juga dibedakan atas bentuk puncaknya, yaitu
ambang tajam (sharp crested weir), ambang bulat (ogee weir), ambang lebar (broad
crested weir), dan ambang sempit (narrow crested weir). Selain itu, ambang bisa juga
dibagi menjadi dua: ambang kontraksi (contracted weir) dan ambang tanpa kontraksi
(suppressed weir).
Pada sungai, sebuah weir, ambang atau bendung memiliki fungsi yaitu untuk
meninggikan muka air sungai dan mengalirkan sebagian aliran air sungai yang ada ke
arah tepi kanan dan tepi kiri sungai untuk mengalirkannya ke dalam saluran melalui
sebuah bangunan pengambilan jaringan irigasi. Fungsi bendung ini berbeda dengan
fungsi bendungan dimana sebuah bendungan berfungsi sebagai penangkap air dan
menyimpannya di musim hujan waktu air sungai mengalir dalam jumlah besar dan yang
melebihi kebutuhan. Air yang ditampung di dalam bendungan ini dipergunakan untuk
keperluan irigasi, air minum, industri, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Kelebihan dari
sebuah bendungan, yaitu dengan memiliki daya tampung tersebut, sejumlah besar air
sungai yang melebihi kebutuhan dapat disimpan dalam waduk dan baru dilepas
mengalir ke dalam sungai lagi di hilirnya sesuai dengan kebutuhan saja pada waktu
yang diperlukan. Bendung juga dapat didefinisikan sebagai bangunan air yang dibangun
secara melintang sungai, sedemikian rupa agar permukaan air sungai di sekitarnya naik
sampai ketinggian tertentu, sehingga air sungai tadi dapat dialirkan melalui pintu sadap
ke saluran-saluran pembagi kemudian hingga ke lahan-lahan pertanian (Kartasapoetra,
1991: 37).
2.7 Pompa
Pompa adalah suatu alat atau mesin yang digunakan untuk memindahkan cairan dari
suatu tempat ke tempat yang lain melalui suatu media perpipaan dengan cara
menambahkan energi pada cairan yang dipindahkan dan berlangsung secara terus
menerus.
Pompa beroperasi dengan prinsip membuat perbedaan tekanan antara bagian masuk
(suction) dengan bagian keluar (discharge). Dengan kata lain, pompa berfungsi
mengubah tenaga mekanis dari suatu sumber tenaga (penggerak) menjadi tenaga kinetis
(kecepatan), dimana tenaga ini berguna untuk mengalirkan cairan dan mengatasi
hambatan yang ada sepanjang pengaliran.
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Praktikum dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 17 November 2012 pada pukul 11.00
– 13.00 WITA. Lokasi praktikum berada di Waduk Benanga, Kelurahan Lempake,
Kecamatan Samarinda Utara, Kalimantan Timur.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1. Ember
2. Sterofoam (pelampung)
3. Meteran
4. pH meter
5. Conductivity meter
6. Turbidity meter
7. Plankton Net
8. Stopwatch
9. Tongkat bambu 3 m
10. Gelas ukur 200 ml
11. Tongkat pipa 2 m
12. Kamera
13. Alat tulis
14. Obeng
15. Batu kerikil
16. Baterai AAA 3 buah
17. Tali Rafia
18. Botol air mineral
3.2.2 Bahan
1. Akuades
2. Tisu
3. Sampel air Waduk Benanga
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Pengukuran Kecepatan Aliran
1. Disiapkan sterofoam (sebagai pelampung).
2. Diukur jarak 1 m dipinggir aliran bendungan.
3. Diapungkan sterofoam hingga jarak 1 m yang telah ditentukan.
4. Dicatat waktu yang diperlukan sterofoam untuk sampai ke titik akhir.
5. Diulangi sebanyak 20 kali
6. Dihitung waktu tempuh rata-rata
7. Dihitung kecepatan aliran dengan jarak per waktu tempuh rata-rata
3.3.2 Pengukuran Profil Sungai
1. Disiapkan peralatan berupa meteran yang dilakukan pada tongkat bambu berukuran 3
meter.
2. Dibentangkan meteran sepanjang lebar sungai.
3. Diukur lebar sungai
4. Diukur kedalaman sungai tiap 1 meter dari titik 1 sampai titik akhir.
5. Dicatat hasil yang didapatkan.
3.3.3 Pengambilan Sampel Air
1. Disiapkan botol mineral untuk dijadikan wadah pengambilan sampel air.
2. Dimasukkan botol yang masih tertutup ke dalam air hingga kedalaman ± 20 cm
3. Diarahkan mulut botol berlawanan arus sungai.
4. Dibuka tutup botol dan dibiarkan sampai botol mineral terisi penuh.
5. Dipastikan bahwa tidak ada gelembung udara agar tidak terjadi aerasi didalamnya.
6. Ditutup kembali mulut botol mineral selagi masih di dalam air.
3.3.4 Pengukuran Kekeruhan dengan Turbidity Meter
1. Dihomogenkan atau dikocok larutan sampel yang akan dianalisa.
2. Dimasukkan larutan sampel dalam botol sampel sampai garis batas yang ada.
3. Dibersihkan larutan yang keluar pada botol sampel dengan tisu, dipegang pada
bagian atas botol sehingga botol sampel tidak terkena kotoran, lemak, dan lain-lain
yang berasal dari tangan pemakai
4. Dimasukkan botol sampel dalam alat dan ditutup cover pada alat.
5. Dibaca angka yang tertera di layar sebagai nilai kekeruhan dalam satuan NTU
6. Diulangi pembacaan nilai kekeruhan hingga 3 kali
7. Dibuang larutan dalam tabung dan dibilas tabung dengan akuades
8. Dimatikan turbidity meter dan dilepaskan baterai dari alat tersebut
3.3.5 Pengukuran dengan Conductivity Meter
1. Disiapkan peralatan yang digunakan.
2. Dimasukkan larutan sampel ke dalam gelas ukur sampai 200 ml.
3. Dihomogenkan atau dikocok larutan sampel yang akan dianalisa.
4. Ditekan tombol power untuk menghidupkan alat.
5. Dicelupkan conductivity meter ke dalam sampel.
6. Dibiarkan beberapa saat hingga angka yang tertera pada layar conductivity meter
stabil.
7. Dibaca angka yang tertera pada layar conductivity meter (satuan µS ) dan dicatat.
8. Dibuang larutan dalam gelas ukur dan dibilas gelas ukur dengan akuades.
9. Dimatikan conductivity meter dan dilepaskan baterai dari alat tersebut.
3.3.6 Pengukuran dengan pH Meter
1. Disiapkan peralatan yang digunakan.
2. Dibilas elektroda pH meter dengan larutan sampel yang akan dianalisa.
3. Dicelupkan elektroda dalam sampel air yang akan diuji hingga layar pH meter
menunjukkan nilai yang tetap.
4. Dicatat pembacaan angka yang tertera pada pH meter.
5. Dikeringkan dengan tisu kemudian dibilas elektroda dengan akuades.
6. Dimatikan pH meter dan ditutup elektroda dengan penutupnya.
7. Dilepaskan baterai pada alat pH meter.
3.3.7 Pengambilan Sampel dengan Plankton Net
1. Disiapkan ember dengan volume 20 liter dan Plankton Net.
2. Diambil air dengan ember di kedalaman air sungai paling dalam.
3. Dipastikan bahwa Plankton Net tidak menyentuh air permukaan sungai.
4. Diambil air dengan ember sebanyak 10 kali dan dimasukkan air kedalam Plankton
Net.
5. Diambil botol sampel dari Plankton Net dan langsung ditutup mulut botol.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
1.1 Tabel Pengukuran Kecepatan Aliran
No Jarak Waktu (detik) Kecepatan (m/s)
1 1 m 13.4 0.07
2 1 m 16.3 0.06
3 1 m 28.6 0.03
4 1 m 12.7 0.08
5 1 m 12.4 0.08
6 1 m 13.6 0.07
7 1 m 11.5 0.09
8 1 m 9.7 0.10
9 1 m 20.5 0.05
10 1 m 9.4 0.11
11 1 m 8.3 0.12
12 1 m 5.9 0.17
13 1 m 12.8 0.08
14 1 m 9 0.11
15 1 m 7.3 0.14
16 1 m 9.4 0.11
17 1 m 9.4 0.11
18 1 m 7.4 0.14
19 1 m 9.5 0.11
20 1 m 6.6 0.15
Total 233.7 1.98
1.2 Tabel Profil Sungai
Titik Kedalaman (m) Titik Kedalaman (m)
1 0.62 12 2.3
2 2.03 13 2.36
3 2.2 14 2.28
4 2.12 15 2.29
5 1.96 16 1.98
6 1.93 17 1.2
7 1.87 18 1.48
8 1.95 19 1.55
9 2.3 20 1.52
10 2.1 21 1
11 2.18 22 50
1.3 Tabel Hasil Pengukuran Parameter Fisik Kimia Air
Turbidity
Pengulangan 1 5.92 NTU
Pengulangan 2 5.84 NTU
Pengulangan 3 5.58 NTU
Rata-rata 5.87 NTU
pH 6.36
Conductivity 170 µS
Suhu 29.5oC
4.2 Perhitungan
4.2.1 Kecepatan Aliran
v= v 1+v 2+v 3+v 4+…+vnn
v= v 1+v 2+v 3+v 4+…+v 2020
V=
0.074+0.061+0.034+0.078+0.08+0.073+0.086+0.103+0.048+0.106+0.120+0.169+0.078+0.111+0.136+0.106+0.106+0.135+0.105+0.151
20
V=1.9820
= 0.099 m/s
4.2.2 Luas Penampang Sungai
A=[( l 12
x k1)+( l 1+ l22
x k 2)+( l1+l 2+l32
xk 3)+…+( li+…+ ln2
x kn)]
A=¿
[( 1 m2
x0.62 m)+( 2m2
x 2.03 m)+(3 m2
x 2.20 m)+( 4 m2
x 2.12m)+( 5 m2
x1.96 m)+( 6 m2
x1.93 m)+( 7 m2
x1.87 m)+( 8 m2
x 1.95 m)+( 9 m2
x 2.30 m)+(10 m2
x 2.10 m)+(11 m2
x 2.18 m)+(12 m2
x 2.30 m)+( 13 m2
x 2.36 m)+(14 m2
x2.28 m)+( 15 m2
x2.29 m)+( 16 m2
x1.98 m)+( 17 m2
x1.20 m)+( 18 m2
x1.48 m)+( 19m2
x 1.55 m)+(20 m2
x 1.52 m)+( 21 m2
x1.00 m)+( 22 m2
x0.50 m)]=215.32 m2
4.2.3 Laju Aliran (Debit) Sungai
Q = A x V
= 215.32 m2 x 0,099 m/s = 21.32 m3/s
4.2.2 Turbidity
x = 5.92+5,84+5,58
3 = 5,87 NTU
4.3 Pembahasan
Pada praktikum kali ini terlihat bahwa air yang berada di lokasi sampling berwarna
hitam dan berbuih. Hal tersebut mengindikasikan adanya pencemaran air akibat
masuknya limbah dan sampah organik sisa aktivitas masyarakat di sekitar lokasi
sampling yang memang berfungsi sebagai pemukiman. Air limbah tersebut dapat
berasal dari buangan biologis seperti kakus, buangan lainnya berupa cairan ataupun
buangan biologis lainnya seperti sisa-sisa makanan yang terbawa oleh air limbah rumah
tangga bekas cuci piring, maupun limbah cairan dari dapur. Selain itu, dalam limbah
tersebut terkandung materi organik berupa sisa dan ampas makanan dalam bentuk
karbohidrat, enzim, lemak, mikroba, dan sel-sel mati. Hal ini mengakibatkan
meningkatnya kadar BOD dalam perairan. Kandungan BOD yang tinggi dalam suatu
badan perairan dapat menyebabkan air berwarna hitam. Sedangkan air yang berbuih
disebabkan oleh banyaknya kadar limbah deterjen yang juga berasal dari aktivitas warga
di pemukiman sekitar lokasi.
Dalam praktikum ini dilakukan teknik pengambilan sampel sesaat (grab sample).
Sampel sesaat (grab sample) merupakan sampel yang diambil secara langsung dari
badan air yang sedang dipantau. Sampel ini hanya menggmbarkan karakteristik air pada
saat pengambilan sampel. Titik pengambilan sampel ditentukan berdasarkan debit aliran
di lokasi sampling yang dianggap kurang dari 5 m3/detik, sehingga sampel hanya
diambil pada satu titik di tengah sungai pada kedalaman 0,5 kali kedalaman dari
permukaan. Sesaat setelah sampel diambil, dilakukan pemeriksaan langsung di lapangan
untuk parameter kekeruhan, pH, suhu, dan konduktivitas. Hal ini dilakukan karena
semua parameter tersebut merupakan unsur-unsur yang dapat berubah dengan cepat
baik fisik, kimia atau biologi selama transportasi sehingga pemeriksaan harus dilakukan
langsung setelah pengambilan sampel.
Pada penerapan teknik sampling di praktikum ini, pengukuran debit ditentukan dengan
menggunakan sterofoam sebagai alat pengapung dan stopwatch sebagai penunjuk
waktu, sehingga didapatkan nilai kecepatan aliran. Selain itu, dalam perhitungan debit
juga perlu dilakukan pembuatan profil sungai karena profil sungai atau bentuk geometri
saluran sungai berpengaruh terhadap besarnya kecepatan aliran. Pengukuran profil
sungai pertama-tama dilakukan dengan cara dipilih lokasi yang representatif (dapat
mewakili) untuk pengukuran debit, selanjutnya diukur lebar sungai (penampang
horizontal), lalu dibagi lebar sungai menjadi 10-20 bagian dengan interval jarak yang
sama dan pada praktikum ini lebar sungai dibagi menjadi 22 bagian dengan interval
jarak 1 m. Setelah itu, diukur kedalaman air di setiap interval dengan mempergunakan
tongkat.
Gambar profil sungai beserta pembagian lebar sungai dan pengukuran kedalaman dapat
dilihat pada gambar berikut:
0123456789101112131415161718192021220
0.5
1
1.5
2
2.5
Kedalaman sungai (m)
Series2
Gambar 1.1 Profil sungai keseluruhan untuk luas penampang basah dan penampang kering (satuan dalam meter)
Banjir merupakan peristiwa terjadinya genangan air di dataran. Banjir terjadi sebagai
akibat terjadinya limpasan air dari sungai yang disebabkan debit banjir yang mengalir di
sungai melampaui kapasitas pengalirannya. Selain itu, banjir juga dapat terjadi bila
debit air yang datang dari daerah hulu melebihi daya tampung saluran sungai yang ada
di daerah hilir. Peralihan fungsi suatu kawasan yang mampu menyerap air (pervious)
menjadi kawasan yang kedap air (impervious) akan mengakibatkan ketidakseimbangan
hidrologi dan berpengaruh negatif pada kondisi daerah aliran sungai. Perubahan
penutup vegetasi suatu kawasan ini akan memberikan pengaruh terhadap waktu serta
volume aliran. Peningkatan volume limpasan aliran ini mengakibatkan masalah banjir di
hilir daerah aliran sungai.
Dari hasil setiap kelompok, diperoleh kontur sungai yang berbeda-beda, hal ini
disebabkan karena perbedaan lokasi pengambilan dan pengukuran sampel. Dari hasil
pengukuran kelompok 1 didapatkan kedalaman sungai mencapai 2.36 meter dari dasar
permukaan. Dari hasil pengukuran kelompok 4 didapatkan kedalaman sungai yaitu 1.73
meter, sedangkan kelompok 5 memperoleh ketinggian 1.39 meter. Urutan pengambilan
titik dimulai dari kelompok 1, kelompok 5, dan yang terakhir kelompok 4. Dapat
disimpulkan bahwa kelompok 1 memiliki kontur sungai yang paling dalam.
Kandungan BOD yang tinggi selain menyebabkan air berwarna hitam juga
menyebabkan bau pada air. Hal ini disebabkan bahan organik yang terkandung dalam
air limbah mengalami penguraian dan pembusukkan. Organik yang membusuk biasanya
terkumpul dibagian dasar dan apabila sudah cukup banyak akan menghasilkan kondisi
yang baik bagi pertumbuhan bakteri anaerobik yang dapat menimbulkan gas-gas
Gambar 1.2 Grafik profil kedalaman sungai
0123456789101112131415161718192021220
0.5
1
1.5
2
2.5
Kedalaman sungai (m)
Series2
berbau. Sumber bahan organik adalah sisa-sisa tanaman, bangkai binatang,
mikroorganisme dan air buangan. Selain itu, berdasarkan kondisi di lapangan air
menjadi bau karena pada malam sebelumnya turun hujan sehingga menyebabkan
mineral-mineral yang ada pada dasar perairan naik ke permukaan. Ketika turun hujan
mineral-mineral yang tadinya mengendap di dasar sungai tertekan ke permukaan sungai
dan berbaur dengan air dan zat lain, seperti limbah, zat organik, dan anorganik dan
menyebabkan bau.
Suhu air di hulu umumnya lebih rendah dibandingkan suhu air di hilir yang disebabkan
adanya perbedaan suhu udara dan ketinggian tempat. Karena secara umum temperatur
air sungai secara horizontal dipengaruhi oleh ketinggian tempat (elevasi). Daerah hulu
air sungai relatif dingin, sedangkan di bagian tengah dan hilir semakin tinggi suhunya.
Selain pemanasan yang bersumber dari matahari, suhu air sungai juga sering bersumber
dari batuan kapur dan atau panas bumi. Pada lokasi dengan suhu udara tinggi maka suhu
air juga tinggi. Ini menunjukkan bahwa suhu air berfluktuasi, sesuai dengan fluktuasi
suhu udara. Untuk pengukuran perairan di lokasi praktikum didapatkan suhu sebesar
29.5oC. Hal ini disebabkan intensitas pemaparan sinar matahari yang tidak secara
langsung karena tertutup oleh pepohonan di sekitar lokasi praktikum. Selain itu,
terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi suhu pada air sungai, yaitu kedalaman
sungai dan lebar sungai. Sungai yang lebar dan dangkal akan mendapatkan cahaya
matahari lebih banyak sehingga suhu air sungai meningkat.
Air pada sungai waduk berwarna hitam sedangkan anak sungai waduk berwarna cokelat
kemerahan. Warna cokelat kemerahan pada air merupakan akibat dari tingginya
kandungan zat-zat organik dalam air tersebut yang berasal dari dekomposisi bahan
organik seperti daun, pohon, kayu. Zat-zat organik ini dalam keadaan terlarut serta
memiliki sifat sangat tahan terhadap mikroorganisme dalam waktu yang timbul pada
perairan yang disebabkan oleh buangan industri di hulu sungai atau dapat juga berasal
dari bahan hancuran sisa-sisa tumbuhan yang cukup lama. Air yang berwarna kuning
kecokelatan hingga kehitaman memiliki nilai warna sekitar 200-300 PtCo karena
adanya asam humus. Selain itu, air di waduk berwarna hitam juga disebabkan karena
bercampurnya lumpur-lumpur berwarna cokelat kehitaman yang ada pada dasar sungai.
Terjunan air yang ada di Sungai Waduk Benanga cukup berpengaruh terhadap
penurunan pencemaran air terutama pencemaran oleh bahan-bahan organik. Terjunan
air bertindak sebagai aerator alami yang memberikan kontak oksigen kepada air dengan
adanya turbulen yang terjadi di daerah terjunan air. Dengan adanya kontak oksigen
tersebut maka akan mempercepat penguraian bahan-bahan organik oleh
mikroorganisme yang ada.
Eceng gondok memiliki kecepatan tumbuh yang sangat tinggi, selain itu eceng gondok
juga dapat dengan mudah menyebar melalui saluran air ke badan air lainnya sehingga
tumbuhan ini dianggap sebagai gulma yang dapat merusak lingkungan perairan.
Beberapa dampak negatif eceng gondok di perairan diantaranya adalah meningkatnya
penguapan air karena daun-daun eceng gondok yang lebar, menurunnya jumlah sinar
matahari yang masuk ke perairan, serta tumbuhan eceng gondok yang mati akan turun
ke dasar perairan sehingga menyebabkan pendangkalan perairan. Pengaruh positif dari
eceng gondok yaitu mampu menyerap logam berat dalam perairan. Jika itu dilakukan
secara terus-menerus kandungan logam berat dalam air bisa mencapai titik 0.
Pertumbuhan eceng gondok akan semakin baik apabila hidup pada air yang dipenuhi
limbah pertanian atau pabrik. Perlu diketahui salah satu faktor penyebab cepatnya
pertumbuhan eceng gondok adalah air yang mengandung nutrien yang tinggi, terutama
kaya akan potasium, fosfat dan nitrogen. Oleh karena itu banyaknya eceng gondok di
suatu wilayah sering merupakan indikator dari tercemar tidaknya wilayah tersebut.
Berdasarkan hasil pengamatan, didapatkan nilai parameter air untuk konduktivitas
sebesar 170 µS, kekeruhan sebesar 5.87 NTU, pH sebesar 6.36, dan suhu sebesar
29.5oC .Menurut PP No. 82 Tahun 2001 untuk kriteria baku mutu air yang
diperbolehkan yaitu kekeruhan sebesar 25 NTU, pH sebesar 6-9 dan suhu sebesar 30oC
sehingga dapat disimpulkan bahwa kualitas air di Waduk Benanga tersebut masih dapat
dikategorikan layak untuk digunakan.
Kendala-kendala yang dihadapi saat praktikum adalah:
a. Banyaknya praktikan yang tidak dapat berenang sehingga dibutuhkan bantuan dari
praktikan kelompok lain untuk melakukan sampling.
b. Saat pengambilan sampel cukup terhambat karena wadah pengambilan sampel yang
dipilih cukup besar sehingga praktikan yang bertugas mengambil sampel sedikit
kesulitan saat harus bertahan lebih lama dalam air untuk mengambil sampel.
c. Arus air waduk benanga yang cukup deras sehingga menyebabkan kesulitan ketika
melakukan pengukuran dan kedalaman sungai.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
a. Berdasarkan hasil pengamatan, didapatkan nilai parameter air untuk konduktivitas
sebesar 170 µS, kekeruhan sebesar 5.87 NTU, pH sebesar 6.36, dan suhu sebesar
29.5oC .Menurut PP No. 82 Tahun 2001 untuk kriteria baku mutu air yang
diperbolehkan yaitu kekeruhan sebesar 25 NTU, pH sebesar 6-9 dan suhu sebesar
30oC, sehingga dapat disimpulkan bahwa kualitas air di Waduk Benanga tersebut
masih dapat dikategorikan layak untuk digunakan.
b. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi suhu pada air sungai, yaitu kedalaman
sungai, lebar sungai, dan kanopi sungai. Sungai yang lebar dan dangkal akan
mendapatkan cahaya matahari lebih banyak sehingga suhu air sungai meningkat.
Kanopi sungai juga merupakan faktor yang mempengaruhi suhu air, karena vegetasi
yang menaungi sungai menghalangi cahaya matahari langsung ke dalam badan
sungai sehingga menjaga suhu sungai tetap dingin.
c. Pembuatan profil sungai dapat dilakukan dengan teknik sebagai berikut: dipilih lokasi
yang representatif (dapat mewakili) untuk pengukuran debit, diukur lebar sungai
(penampang horizontal), dibagi lebar sungai menjadi 10-20 bagian dengan interval
jarak yang sama, dan dikur kedalaman air di setiap interval dengan mempergunakan
tongkat.
5.2 Saran
a. Sebaiknya digunakan anemometer untuk mengetahui kecepatan angin yang terdapat
di lokasi sampling dan dapat mempengaruhi kecepatan arus.
b. Sebaiknya dilakukan juga pengukuran profil lokasi sampling menggunakan GPS
maupun theodolite agar didapatkan hasil pengukuran yang lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hadi, Anwar. 2005. Prinsip Pengelolaan Pengambilan Sampel Lingkungan. Jakarta.
PT. Gramedia Pustaka Utama.
2. Hefni, Effendi. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
3. Niniek L. Triana. 2003. Teknik Pengambilan Contoh & Analisis Parameter
Kualitas Air. Modul Bimbingan teknis Pemantauan Kualitas Air, Sarpedal
Kementerian Lingkungan Hidup.