pewarna alami batik dari secang, tingi, dan tegaran

20
I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Batik merupakan warisan leluhur yang tak terpisahkan dari budaya bangsa Indonesia. Dengan berbagai keindahan, corak dan mutu, warna alami serta motif yang menarik membuat kain tradisional ini sangat populer dan diterima tidak hanya masyarakat lokal tetapi juga masyarakat internasional. Batik memberi makna yang sangat sarat akan seni dan representatif budaya dari masing-masing daerah di tanah air. Tiap daerah memiliki ciri motif maupun cara pembuatan batik yang berbeda- beda. Banyak hal yang bisa digali dari sehelai kain batik. Berdasarkan perkembangannya batik sudah menjadi industri lebih dari 300 tahun lalu sejak kain itu diperdagangkan. Kini industri batik mendapat tantangan baru. Bukan dari turunnya minat konsumen, tetapi dari cara berproduksinya ketika kini lingkungan menjadi isu penting dunia. Limbah industri dan bahan baku pembuatan batik menjadi sorotan, terlebih ketika batik Indonesia diakui sebagai warisan dunia oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) pada tahun 2009. Selain itu, sejak dilarangnya pewarna dengan gugus azo pada April 1996 oleh pemerintah Belanda, seperti telah diketahui bahwa gugus azo dalam pewarna sintetis dapat menyebabkan kanker kulit, membuat kita berpikir ulang dalam aplikasi pewarna pada kain batik. Menurut Imam dan Naima (2003), perkembangan industri tekstil telah mengalami kemajuan yang pesat baik mengenai produksi maupun mutunya. Adapun bermacam–macam produk tekstil yang ada sekarang ini lebih banyak menggunakan bahan baku sintetis. Zat warna sintetis mudah di peroleh dari bahan impor, tetapi harganya relatif lebih tinggi, penggunaan zat warna sintetis ini sangat berbahaya bagi lingkungan karena di dalam terkandung sifat karsinogenetik yang di duga kuat dapat mengakibatkan alergi kulit dan nantinya akan menjadi kanker kulit, salah satu cara untuk menanggulangi masalah tersebut

Upload: ratih-purnama

Post on 04-Jul-2015

2.003 views

Category:

Documents


18 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pewarna Alami Batik Dari Secang, Tingi, Dan Tegaran

I. PENDAHULUAN

I.1Latar Belakang

Batik merupakan warisan leluhur yang tak terpisahkan dari budaya bangsa Indonesia.

Dengan berbagai keindahan, corak dan mutu, warna alami serta motif yang menarik membuat

kain tradisional ini sangat populer dan diterima tidak hanya masyarakat lokal tetapi juga

masyarakat internasional. Batik memberi makna yang sangat sarat akan seni dan representatif

budaya dari masing-masing daerah di tanah air. Tiap daerah memiliki ciri motif maupun cara

pembuatan batik yang berbeda-beda. Banyak hal yang bisa digali dari sehelai kain batik.

Berdasarkan perkembangannya batik sudah menjadi industri lebih dari 300 tahun lalu sejak

kain itu diperdagangkan. Kini industri batik mendapat tantangan baru. Bukan dari turunnya

minat konsumen, tetapi dari cara berproduksinya ketika kini lingkungan menjadi isu penting

dunia.

Limbah industri dan bahan baku pembuatan batik menjadi sorotan, terlebih ketika batik

Indonesia diakui sebagai warisan dunia oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu pengetahuan, dan

Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) pada tahun 2009. Selain itu, sejak

dilarangnya pewarna dengan gugus azo pada April 1996 oleh pemerintah Belanda, seperti telah

diketahui bahwa gugus azo dalam pewarna sintetis dapat menyebabkan kanker kulit, membuat

kita berpikir ulang dalam aplikasi pewarna pada kain batik.

Menurut Imam dan Naima (2003), perkembangan industri tekstil telah mengalami

kemajuan yang pesat baik mengenai produksi maupun mutunya. Adapun bermacam–macam

produk tekstil yang ada sekarang ini lebih banyak menggunakan bahan baku sintetis. Zat warna

sintetis mudah di peroleh dari bahan impor, tetapi harganya relatif lebih tinggi, penggunaan zat

warna sintetis ini sangat berbahaya bagi lingkungan karena di dalam terkandung sifat

karsinogenetik yang di duga kuat dapat mengakibatkan alergi kulit dan nantinya akan menjadi

kanker kulit, salah satu cara untuk menanggulangi masalah tersebut adalah dengan

menggunakan zat warna alami yaitu zat yang ramah lingkungan, dapat di produksi di dalam

negeri, tidak berbahaya bagi kulit, dan warna yang di peroleh lebih beragam serta kualitas zat

warna alami tidak kalah dengan zat warna sintetis, sehingga memberi tampilan yang lebih

mewah, menarik, dan natural.

Indonesia sebagai salah satu negara tropis memiliki potensi besar untuk dapat

menghasilkan dan membuat batik sehat serta ramah lingkungan dengan memanfaatkan

berbagai sumberdaya yang sudah tersedia di alam. Setiap proses dalam pembuatan batik dapat

memanfaatkan bahan-bahan alam yang ada di lingkungan sekitar sebagai pengganti bahan-

bahan sintetik sehingga pencemaran lingkungan dapat diminimalkan. Upaya memproduksi

batik secara ramah lingkungan dapat dilakukan dengan menggunakan warna-warna yang

diperoleh dari hasil ekstrak bagian-bagian tumbuhan yang memiliki kandungan pigmen dengan

warna yang menarik.

Zat pewarna alam untuk bahan tekstil pada umumnya diperoleh dari hasil ekstrak

berbagai bagian tumbuhan salah satunya adalah dari kayu. Kayu tingi (Ceriops candolleana)

yang menghasilkan arah warna cokelat, kayu tegeran (Maclura cochinchinensis) yang

menghasilkan arah warna kuning, dan kayu secang (Caesalpia sappan) yang cenderung

Page 2: Pewarna Alami Batik Dari Secang, Tingi, Dan Tegaran

mengarah ke warna merah merupakan beberapa jenis tumbuhan yang sangat potensial untuk

dijadikan sebagai zat pewarna alami.

Namun, terdapat beberapa kendala pada pewarnaan batik yang menggunakan zat warna

alam antara lain: prosesnya tidak praktis karena diperlukan proses pencelupan berulang-ulang,

ketersediaan variasi warnanya agak terbatas hanya untuk warna-warna cerah, dan ketersediaan

bahannya yang tidak siap pakai. Hal inilah yang membuat diperlukannya proses-proses dan

formulasi khusus agar pewarna alami dapat dijadikan sebagai pewarna batik yang berkualitas.

Sebagai upaya mengangkat kembali penggunaan zat warna alam untuk tekstil maka perlu

dilakukan pengembangan teknologi agar kendala-kendala yang terjadi dapat diatasi. Teknologi

yang sedang menjadi tren akhir-akhir ini adalah nanoteknologi.

Nanoteknologi secara umum dapat didefinisikan sebagai perancangan, pembuatan, dan

aplikasi struktur/material yang berdimensi nanometer (Tatang dan Sinta 2008). Nanoteknogi

ini diterapkan pada sistem emulsi yang dibuat dari kayu secang, tegeran, dan tingi yang sudah

diekstrak (nanoemulsi). Nanoemulsi sendiri tidak hanya sebatas bagaimana menghasilkan

material atau partikel emulsi yang berukuran nanometer, melainkan bagaimana cara

memproduksi serta mengetahui kegunaan dari sifat baru yang muncul dari material nano yang

telah dibuat.

Untuk mengaplikasikan pewarna alami nanoemulsi pada proses pewarnaan batik, perlu

dilakukan penelitian lebih lanjut tentang formulasi dan proses yang dibutuhkan agar kegunaan

dan sifat baru yang muncul dapat mengatasi kelemahan pada zat pewarna alami.

I.2Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui formulasi terbaik dari ekstrak kayu

secang, tegeran, dan tingi menjadi zat pewarna alami dalam bentuk nanoemulsi serta

mengetahui kegunaan dan sifat baru apa yang muncul pada pewarna alami tersebut, sehingga

dapat mengatasi kendalanya saat diaplikasikan pada kain batik. Dari penelitian ini diharapkan

dapat memberikan informasi tentang pewarna batik alami dalam bentuk nanoemulsi dan

peluang pemanfaatanya untuk diaplikasikan pada kain batik di seluruh Indonesia.

Page 3: Pewarna Alami Batik Dari Secang, Tingi, Dan Tegaran

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Zat Warna

Menurut Isminingsih (1978), zat warna untuk bahan tekstil dapat dibedakan menjadi

dua yaitu:

1. Zat Pewarna Alam (ZPA) yaitu zat warna yang berasal dari bahan-bahan alam pada

umumnya dari hasil ekstrak tumbuhan (akar, batang, daun, buah, kulit dan bunga ) atau hewan

(lac dyes). Keuntungan dari pemakaian zat warna alam pada batik ialah merupakan warisan

leluhur, mempunyai nilai jual atau nilai ekonomi tinggi karena memiliki seni dan warna yang

khas, ramah lingkungan sehingga berkesan etnik dan eksklusif, intensitas warna terhadap mata

manusia terasa sangat menyejukkan.  Adapun kerugian dari zat warna alam yaitu ketersediaan

variasi warna sangat terbatas, kurang praktis dikarenakan ketersediaan bahan yang tidak siap

pakai sehingga diperlukan proses – proses khusus untuk menjadikan larutan pewarna tekstil.

2. Zat Pewarna Sintesis (ZPS) yaitu zat warna buatan atau sintesis dibuat dengan reaksi kimia

dengan bahan dasar arang batu bara atau minyak bumi yang merupakan hasil senyawa turunan

hidrokarbon aromatik seperti benzen, naftalen dan antrasen.  Keuntungan dari pemakaian zat

warna sintetis ialah bahan mudah didapat, terdapat variasi warna, dan proses yang dikerjakan

singkat.  Kerugian dari zat pewarna sintetis adalah limbah dari zat pewarna tersebut tidak

ramah lingkungan.

Zat warna alam untuk bahan tekstil pada umumnya diperoleh dari hasil ekstrak berbagai

bagian tumbuhan seperti akar, kayu, daun, biji ataupun bunga. Pengrajin-pengrajin batik telah

banyak mengenal tumbuhan-tumbuhan yang dapat mewarnai bahan tekstil beberapa

diantaranya adalah : daun pohon nila (indofera), kulit pohon soga tingi (Ceriops candolleana

arn), Secang (Caesalpinia sappan L), kayu tegeran (Cudraina javanensis), kunyit (Curcuma),

teh (The), akar mengkudu (Morinda citrifelia), kulit soga jambal (Pelthophorum ferruginum),

kesumba (Bixa orelana), daun jambu biji (Psidium guajava). (Sewan Susanto 1973).

Menurut R.H.MJ. Lemmens dan N Wulijarni-Soetjipto (1999) sebagian besar warna

dapat diperoleh dari produk tumbuhan, pada jaringan tumbuhan terdapat pigmen tumbuhan

penimbul warna yang berbeda tergantung menurut struktur kimianya. Golongan pigmen

tumbuhan dapat berbentuk klorofil, karotenoid, flovonoid dan kuinon. Untuk itu pigmen-

pigmen alam tersebut perlu dieksplorasi dari jaringan atau organ tumbuhan dan dijadikan

larutan zat warna alam untuk pencelupan bahan tekstil. Proses eksplorasi dilakukan dengan

teknik ekstraksi dengan pelarut air.

Tumbuhan yang bisa digunakan untuk pembuatan zat warna alam dapat dilihat pada

Tabel 1 dibawah ini:

Page 4: Pewarna Alami Batik Dari Secang, Tingi, Dan Tegaran

Tabel 1. Jenis Tumbuhan untuk Zat Warna Alami

No. Nama Bahan Nama Latin Hasil Warna

1 Kulit akar mengkudu Morinda citrifelia Kecoklatan

2 Buah Kunyit Curcuma domestica Kuning

3 Daun jambu biji Psidium guajava Hijau atau kemerahan

4 Daun kapuk Bombax malabaricum Abu-abu

5 Kayu secang Caesalpia sappan Kemerahan, Orange

6 Biji/kulit batang mangga Mangifera casturi Hijau

7 Biji bunga kesumba Bixa Orelana Merah terang

8 Kulit batang soga jambal Peltophorum  ferruginum Merah coklat

9 Kayu nangka Artocarpus heterophyllus Kuning

10 Daun jati Tectona grandis Merah marun

11 Daun nilam Indigofera tictoria Biru dan hitam

12 The Tea Coklat

13 Tanah liat - Coklat muda

14 Kayu tegeran Cudraina javanensis Kuning

15 Kulit buah manggis Garcinia mangostana Ungu

16 Kacang merah Vigna umbellate Merah

2.2 Kayu Secang

A. Klasifikasi Ilmiah

Menurut Heyne (1987), taksonomi

tanaman secang adalah sebagai berikut:

Divisio : Spermatophyta

Sub divisio : Angiospermae

Class : Dicotyledone

Sub class : Aympetalae

Ordo : Rosales

Famili : Leguminosae

Genus : Caesalpinia

Spesies : Caesalpinia sappan

Linn

B. Habitat dan Deskripsi Tanaman

Kayu secang (Caesalpinia sappan L) merupakan tumbuhan perdu yang memanjat dan

merupakan pohon kecil berduri banyak, tingginya 5 sampai 10 meter (Heyne 1987). Tumbuhan

ini umumnya tumbuh pada pegunungan yang berbatu tetapi beriklim tidak terlalu dingin.

Tanaman secang tidak toleran terhadap kondisi tanah yang basah, lebih menyukai daerah

dengan curah hujan tahunan 700-4300 mm dan dengan suhu 24-27.5°C, serta pH tanah 5-7.5.

Tanaman ini juga mampu tumbuh di daerah yang sangat kering, oleh karena itu disarankan

untuk dikembangkan di kawasan Indonesia bagian Timur, seperti Nusa Tenggara Timur

Page 5: Pewarna Alami Batik Dari Secang, Tingi, Dan Tegaran

(Zerrudo 1991). Akar tanaman secang berserabut dan berwarna gelap. Bagian batangnya dapat

mencapai diameter 14 cm berwarna coklat keabuan, daunnya bertumpu, dan bersirip ganda.

Bunganya berwarna kuning, dan berbuah polong yang merekah setelah matang, berbentuk

lonjong sampai bulat telur sungsang, pipih mendatar, permukaannya licin serta ujungnya

berparuh, berukuran (7-9) cm x (3-4) cm, masih muda berwarna hijau kekuningan, semakin tua

berubah menjadi berwarna coklat kemerahan, berisi 2-5 butir biji yang berbentuk jorong,

memipih, berwarna coklat (Heyne 1987).

C. Penyebaran

Kayu secang ditanam sebagai tanaman pagar dan dapat tumbuh pada berbagai macam

tanah pada ketinggian 1000 m di atas permukaan laut. Tanaman ini diperbanyak dengan biji

dan tersebar di India, Malaysia dan Indonesia (Departemen Kesehatan 1977).

D. Manfaat

Kayu secang memiliki rasa sedikit manis dan hampir tidak berbau dan sering juga

digunakan sebagai obat untuk berbagai macam penyakit seperti luka, batuk berdarah (muntah

darah), berak darah, darah kotor, penawar racun, sipilis, penghenti pendarahan, pengobatan

pasca bersalin, demam berdarah, dan katarak mata. Kayu secang mengandung komponen yang

memiliki aktivitas antioksidan dan antimikroba (Sundari et al., 1998).

Kayu secang mengandung pigmen, tanin, brazilin, asam tanat, resin, resorsin, brazielin,

sappanin, dan asam galat (Lemmens dan Soetjipto, 1992). Dari komponen tersebut yang paling

menarik adalah zat warnanya. Kayu secang jika dilarutkan dalam air akan memberikan warna

merah jambu yang menarik, dan diketahui bahwa brazilin yang dapat menimbulkan warna

tersebut.

Secara tradisional, pemanfaatan tanaman secang oleh masyarakat sudah cukup luas.

Bagian tanaman secang yang sering digunakan adalah kayu dalam potongan-potongan atau

serutan kayu. Tetapi selain itu, bagian lain dari tanaman secang yang dimanfaatkan adalah

kayu, daun, buah, dan biji. Sampai abad ke-19, di Kalimantan kayu secang digunakan sebagai

pewarna merah coklat untuk makanan. Kayu pewarna tersebut dapat dipanen setelah berumur

6-8 tahun (Lemmens, 1992).

2.3 Kayu Tingi (Tengar)

A. Klasifikasi Ilmiah

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Malpighiales

Family : Rhizophoraceae

Genus : Ceriops

Spesies : Ceriops tagal C.B. Robinson

B. Habitat dan Deskripsi Tanaman

Page 6: Pewarna Alami Batik Dari Secang, Tingi, Dan Tegaran

Pohon kecil atau semak dengan ketinggian mencapai 25 m. Kulit kayu berwarna abu-

abu, kadang-kadang coklat, halus dan pangkalnya menggelembung. Pohon seringkali memiliki

akar tunjang yang kecil. Banir dari bentukan seperti akar tunjang, kadang membentuk akar

lutut atau akar nafas yang menonjol.

Batang berkayu, warna coklat agak jingga. Bagian bawah batang terdapat banyak akar

tunjang dengan panjang ± 50 cm. Percabangannya banyak dan tidak teratur. Batang

menggembung di bagian pangkal. Susunan daun majemuk menggerombol di ujung

batang/cabang. Masing-masing tangkai daun mempunyai 6 - 10 pasang daun yang letaknya

bersilang. Daun hijau mengkilap dan sering memiliki pinggiran yang melingkar ke dalam. Unit

& Letak: sederhana & berlawanan. Bentuk: bulat telur terbalik-elips. Ujung: membundar/

tumpul atau berlekuk, mengkilap seperti kulit. Daun penumpu kecil, 1,5 – 2,5 cm, lekas gugur,

meninggalkan bekas serupa cincin. Ukuran: 1-10 x 2-3,5 cm. Rangkaian bunga 5-10, bersusun

menggantung, di ketiak daun. Bunga menge-lompok di ujung tandan. Gagang bunga panjang

dan tipis, berresin pada ujung cabang baru atau pada ketiak cabang yang lebih tua. Letak: di

ketiak daun. Formasi: kelompok (5-10 bunga per kelompok). Daun mahkota: 5; putih dan

kemudian jadi coklat. Kelopak bunga: 5; warna hijau, panjang 4- 5mm, tabung 2mm. Benang

sari: tangkai benang sari lebih panjang dari kepala sarinya yang tumpul.

Buah berbentuk seperti gada kecil (sisi ± 5 mm, panjang ± 20 cm)/ silinder

menggantung ujung tajam, helaian kelopak melebar atau terbentuk di ujung buah, dapat

mengapung, penyebaran melalui air. Buah panjangnya 1,5-2 cm, dengan tabung kelopak yang

melengkung. Hipokotil berbintil, berkulit halus, agak menggelembung dan seringkali agak

pendek. Leher kotilodon menjadi kuning jika sudah matang/dewasa. Ukuran: Hipokotil

silindris panjang 4-25 cm dan diameter 8-12 mm. Permukaan buahnya berbintil-bintil, kasar

dan beralur. Tipe biji vivipari (biji atau benihnya telah berkecambah sebelum buahnya gugur

dari pohon).

C. Penyebaran

Tidak diketahui daerah asal dari jenis ini, tetapi saat ini jenis ini dijumpai di pantai-

pantai Afrika Timur sampai India, dan kemudian melalui Asia tropis ke Australia dan Pasifik.

Jenis ini meluas sampai Hong Kong, Taiwan, Yap dan Palau di bagian barat laut Pasifik, dan

kepulauan Bismarck, kepulauan Solomon dan Kaledonia Baru Utara di barat daya Pasifik,

dengan batas timur di Hibrida Baru. Akan tetapi, fosil-fosil menunjukkan bahwa jenis ini

pernah satu kali mempunyai persebaran yang luas; jenis ini banyak dijumpai sepanjang pantai

di Asia Tenggara termasuk Indonesia, antara lain dijumpai di daerah pantai di Jawa (Timur,

Tengah, Barat), Sumba, Sulawesi Utara, Jawa umumnya terdapat di pantai-pantai sekitar

Cilacap/Sagara Anakan (C. tagal diketahui menyebar mulai dari Mozambik di Afrika, hingga

ke Pasifik barat, termasuk Australia, Indonesia dan Malaysia).

D. Manfaat

Tengar menghasilkan kayu yang kuat dan awet, paling kuat dari antara kayu hutan

bakau lainnya. Kayu ini kerap digunakan dalam konstruksi bangunan, bantalan rel kereta api,

gagang peralatan dan lain-lain. Juga merupakan bahan kayu bakar dan arang yang baik. Kulit

kayu tengar, sebagaimana kayu bakau, menghasilkan tanin yang kerap digunakan sebagai

Page 7: Pewarna Alami Batik Dari Secang, Tingi, Dan Tegaran

bahan penyamak kulit, dan juga bahan pewarna untuk cat. Tanninnya berkualitas tinggi dan

mahal. Pepagan dan getahnya sebagai bahan perwarna merah dan hitam yang selalu penting

dalam industri batik dari Afrika sampai daerah-daerah di Pasifik. Di Jawa Tengah pepagannya

masih dipakai dalam `soga-batik` tradisional. Pepagan juga bermanfaat untuk mengawetkan

dan mewarna jala-jala ikan dan tikar. Kayunya untuk pegangan alat dan kayu bakar, tetapi api

yang dihasilkan dari kayu bakarnya terlalu besar untuk keperluan rumah tangga sehingga

merusak panci untuk memasak. Kayunya bagus untuk batubara. Di Sabah pepagan dipakai

secara illegal untuk minuman beralkohol. Ekstrak tannin dipakai sebagai pengikat papan. Dulu

pepagan dipakai secara lokal untuk obat tradisional di Peninsular Malaysia dan Indonesia. Di

banyak daerah di Asia Tenggara, luas hutan bakau telah menurun, terutama karena eksploitasi

besar-besaran untuk kayu bakar, batu bara, timber, dan bahan pewarna. Ceriops dan banyak

pohon bakau yang lain dapat diperbanyak dengan mudah, dan kecambahnya tumbuh baik dan

tidak sulit sehingga cocok untuk reforestasi. Pemotongan dan manajemen bakau harus

direncanakan dengan baik. Pepagan soga tingi dipergunakan sebagai campuran warna soga,

selain itu dipergunakan juga untuk pengawetan jala, layar perahu dan menyamak kulit hewan.

Pepagan ini mengandung bahan penyamak 18 - 25%

2.4 Kayu Tegeran

A. Klasifikasi Ilmiah

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Eudicots

Ordo : Rosales

Family : Moraceae

Genus : Maclura

Spesies : Maclura

cochinchinensis

B. Habitat dan Deskripsi Tanaman

Soga tegeran tumbuh di hutan-hutan dataran rendah tropika pada ketinggian ± 100 m

dpl. Tumbuhan liana dengan panjang batang dapat mencapai 10 m, menggantung pada

tumbuhan lain tapi tidak merambat. Permukaan batang kasar dan berduri. Percabangan tidak

teratur, menggantung, melingkar pada tumbuhan lain atau pada tumbuhannya sendiri,

merupakan semak-semak yang berduri. Daun tunggal letaknya di atas duri-duri dari cabang.

Helaian daun bundar telur sampai bundar telur terbalik, ujung tumpul, pangkal runcing, tepi

rata. Bunga tunggal kecil terdapat di ketiak daun atau di ujung batang. Buah berbentuk buah

batu.

C. Penyebaran

Tumbuhan ini terdapat di Jawa (Barat, Tengah, Timur), Madura, di hutan-hutan

Kalimantan dan Sulawesi.

Page 8: Pewarna Alami Batik Dari Secang, Tingi, Dan Tegaran

D. Manfaat

Tegeran dipergunakan sebagai pewarna tekstil dan dipakai pula dalam pengobatan.

2.5 Sistem Emulsi dan Nanoteknologi

Emulsi adalah suatu sistem yang heterogen dan mengandung dua fase cairan yaitu fase

terdispersi dan pendispersi. Molekul-molekul fase tersebut bersifat saling antagonis karena

perbedaan sifat kepolarannya (Suryani et al. 2000).

Emulsi merupakan penyatuan dari zat-zat yang mempunyai sifat yang bertolak

belakang. Zat-zat tersebut mempunyai sifat kelarutan yang berbeda, yaitu sebagian larut dalam

air dan sebagian larut dalam minyak. Penyatuannya dimungkinkan dengan menambahkan suatu

zat yang memiliki gugus polar maupun non polar secara bersamaan dalam satu molekulnya.

Zat tersebut dinamakan emulsifier (Suryani et al. 2000).

Pada pembuatan emulsi akan terjadi kontak antara dua cairan yang tidak bercampur

karena berbeda kelarutannya dan pada saat tersebut terdapat kekuatan yang menyebabkan

masing-masing cairan menahan pecahnya menjadi partikel-partikel yang lebih kecil. Kekuatan

ini disebut tegangan antar muka. Zat-zat yang dapat meningkatkan penurunan tahanan tersebut

akan merangsang suatu cairan untuk menjadi partikel-partikel yang lebih kecil. Penggunaan

zat-zat ini sebagai zat pengemulsi dan zat penstabil menghasilkan penurunan tegangan

antarmuka dari kedua cairan yang tidak saling bercampur, mengurangi gaya tolak antara

cairan-cairan tersebut dan mengurangi gaya tarik menarik antarmolekul dari masing-masing

cairan (Ansel 1989).

Zat pengemulsi mengarahkan dirinya di sekitar dan dalam suatu cairan yang merupakan

gambaran kelarutannya pada cairan tertentu. Dalam suatu emulsi yang mengandung dua cairan

yang tidak saling bercampur, zat pengemulsi akan memilih larut dalam salah satu fase dan

terikat dengan kuat dalam fase tersebut dibandingkan pada fase lainnya karena molekul-

molekul zat ini mempunyai suatu bagian hidrofilik (bagian suka air) dan suatu bagian

hidrofobik (bagian tidak suka air). Molekul-molekul tersebut akan mengarahkan dirinya ke

masingmasing fase (Ansel 1989).

Suatu emulsifier memiliki kemampuan untuk menurunkan tegangan antar muka dan

tegangan permukaan. Menurunnya tegangan antar muka ini akan mengurangi daya kohesi dan

meningkatkan daya adhesi. Emulsifier akan membentuk lapisan tipis (film) yang menyelimuti

partikel sehingga mencegah partikel tersebut bersatu dengan partikel sejenisnya. Sistem emulsi

yang stabil dapat diperoleh melalui pemilihan emulsifier yang larut dalam fase yang dominan

(pendispersi) (Suryani et al. 2000).

Ada dua tipe emulsi, yaitu: (a) Emulsi A/M yaitu butiran-butiran air terdispersi dalam

minyak dan (b) Emulsi M/A yaitu butiran-butiran minyak terdispersi dalam air. Pada emulsi

A/M, maka butiran-butiran air yang diskontinyu terbagi dalam minyak yang merupakan fase

kontinyu, Sedangkan untuk emulsi M/A adalah sebaliknya. Kedua zat yang membentuk emulsi

ini harus tidak atau sukar membentuk larutan dispersirenik (Hayyan 2008).

Daya kerja emulgator disebabkan oleh bentuk molekulnya yang dapat terikat baik dalam

minyak maupun dalam air. Bila emulgator tersebut lebih terikat pada air atau larut dalam zat

yang polar maka akan lebih mudah terjadi emulsi minyak dalam air (M/A), dan sebaliknya bila

emulgator lebih larut dalam zat yang non polar, seperti minyak, maka akan terjadi emulsi air

dalam minyak (A/M). Emulgator membungkus butir-butir cairan terdispersi dengan suatu

lapisan tipis, sehingga butir-butir tersebut tidak dapat bergabung membentuk fase kontiniyu.

Page 9: Pewarna Alami Batik Dari Secang, Tingi, Dan Tegaran

Bagian molekul emulgator yang non polar larut dalam lapisan luar butir-butir lemak sedangkan

bagian yang polar menghadap ke pelarut air (Hayyan 2008).

Bila dua larutan murni yang tidak saling campur/ larut seperti minyak dan air,

dicampurkan, lalu dikocok kuat-kuat, maka keduanya akan membentuk sistem dispersi yang

disebut emulsi. Secara fisik terlihat seolah-olah salah satu fasa berada di sebelah dalam fasa

yang lainnya. Bila proses pengocokkan dihentikan, maka dengan sangat cepat akan terjadi

pemisahan kembali, sehingga kondisi emulsi yang sesungguhnya muncul dan teramati pada

sistem dispersi terjadi dalam waktu yang sangat singkat (Hayyan 2008).

Menurut Hayyan (2008), faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas emulsi, adalah:

1. Tegangan antarmuka rendah

2. Kekuatan mekanik dan elastisitas lapisan antarmuka

3. Tolakkan listrik double layer

4. Relatifitas phase pendispersi kecil

5. Viskositas tinggi.

Nanoteknologi secara umum dapat didefinisikan sebagai perancangan, pembuatan, dan

aplikasi struktur/material yang berdimensi nanometer. Nanoteknologi sendiri tidak hanya

sebatas bagaimana menghasilkan material atau partikel yang berukuran nanometer, melainkan

bagaimana cara memproduksi serta mengetahui kegunaan dari sifat baru yang muncul dari

material nano yang telah dibuat (Tatang dan Sinta 2008).

Nanoteknologi adalah pembuatan dan penggunaan materi atau alat pada ukuran sangat

kecil. Materi atau alat ini berukuran antara (1 – 100) nanometer. Satu nm sama dengan satu-

per-milyar meter (0.000000001 m), yang berarti 50.000 lebih kecil dari ukuran rambut

manusia. Ukuran (1 – 100) nm ini disebut juga dengan skala nano (nanoscale).

Dengan nanoteknologi, material dapat didesain dan disusun dalam orde atom-per-atom

atau molekul per-molekul sedemikian rupa. Dengan menyusun ulang atau merekayasa struktur

material di level nanometer, maka akan diperoleh suatu bahan yang memiliki sifat istimewa

jauh mengungguli material yang lain

Salah satu aplikasi nanoteknologi yang sedang berkembang adalah nanoemulsi.

Nanoemulsi dapat didefinisikan sebagai emulsi minyak didalam air (o / w) dengan diameter

globula rata-rata berkisar 50-1000 nm. Biasanya, ukuran globula rata-rata antara 100 dan 500

nm.

Menurut Kamat (2008), sejak nanoemulsi memiliki rentang ukuran partikel yang sangat

kecil, mereka dapat sangat efektif diproduksi menggunakan peralatan tekanan tinggi. Metode

yang paling umum digunakan untuk memproduksi nanoemulsi adalah 'Homogenisasi Tekanan

Tinggi' dan 'Microfluidization' yang dapat digunakan di laboratorium maupun skala industri.

Metode lain seperti 'Ultrasonification' dan 'emulsifikasi in-situ' juga cocok tetapi banyak

digunakan pada skala laboratorium dan bukan untuk produksi komersial.

Metode pembuatan nanoemulsi :

a. Homogenisasi Tekanan Tinggi

Teknik ini memanfaatkan homogenizer bertekanan tinggi/ homogenizer piston untuk

menghasilkan nanoemulsi dengan ukuran partikel yang sangat rendah (hingga 1 nm). Dalam

homogenizer tekanan tinggi, dispersi dua cairan (fase berminyak dan fasa air) dicapai dengan

memaksa campuran masuk ke dalam lubang kecil pada tekanan yang sangat tinggi (500 sampai

5000 psi).

Microfluidization

Page 10: Pewarna Alami Batik Dari Secang, Tingi, Dan Tegaran

Microfluidization adalah teknologi pencampuran yang dipatenkan, menggunakan

perangkat yang disebut microfluidizer. Perangkat ini menggunakan pompa tekanan tinggi (500

sampai 20000 psi), yang memaksa produk melalui ruang interaksi, yang terdiri dari saluran

kecil yang disebut 'microchannels'. Produk ini mengalir melalui microchannels pada area

tumbukan yang mengakibatkan partikel-partikel lebih halus dari range sub-mikron.

2.6 Parameter Analisis

A. Warna

Pengukuran warna dilakukan menggunakan alat chromameter. Pengukuran meliputi

atribut warna CIELAB (L,a, b, C, °H, ΔE). L menunjukkan kecerahan dengan nilai 0

(gelap/hitam) hingga 100 (terang/putih), sedangkan a dan b adalah koordinat-koordinat

chroma, dimana a untuk warna hijau (a negatif) sampai merah (a positif) dan b untuk warna

biru (b negatif) sampai kuning (b positif). Total perubahan warna (ΔE) selama penyimpanan

diperoleh dengan menggunakan rumus :

ΔE = [(ΔL)² + (Δa)² + (Δb)²]½(Hutchings, 1999)

Sebelum pengukuran dilakukan kalibrasi terlebih dahulu terhadap alat dengan

menggunakan plat berwarna putih atau calibration plate. Setelah proses kalibrasi, dilanjutkan

dengan pengukuran atribut warna pada sampel. Sampel disiapkan sebanyak ±20 ml ke dalam

cawan petri dengan ukuran diameter yang sama, kemudian diukur atribut warna dengan

chromameter.

B. Tegangan Pemukaan

Tegangan permukaan adalah gaya persatuan panjang yang harus dikerjakan sejajar

permukaan untuk mengimbangi gaya tarikan kedalam pada cairan. Hal tersebut terjadi karena

pada permukaan, gaya adhesi (antara cairan dan udara) lebih kecil dari pada gaya khohesi

antara molekul cairan sehingga menyebabkan terjadinya gaya kedalam pada permukaan

cairan.

Pengukuran tegangan permukaan:

Metode kenaikan kapiler

Tegangan permukaan diukur dengan melihat ketinggian air/cairan yang naik melalui suatu

kapiler.

Metode tersiometer Du-Nouy

Prinsip dari alat ini adalah gaya yang diperlukan untuk melepaskan suatu cincin platina

iridium yang dicelupkan pada permukaan sebanding dengan tegangan permukaan atau

tegangan antar muka dari cairan tersebut.

Pada dasarnya tegangan permukaan suatu zat cair dipengaruhi oleh beberapa faktor

diantaranya suhu dan zat terlarut. Dimana keberadaan zat terlarut dalam suatu cairan akan

mempengaruhi besarnya tegangan permukaan terutama molekul zat yang berada pada

Page 11: Pewarna Alami Batik Dari Secang, Tingi, Dan Tegaran

permukaan cairan berbentuk lapisan monomolecular yang disebut dengan molekul surfaktan

(Giancoli 2001).

C. Viskositas

Viskositas diartikan sebagai resistensi atau ketidakmauan suatu bahan untuk

mengalir yang disebabkan karena adanya gesekan atau perlawanan suatu bahan terhadap

deformasi atau perubahan bentuk apabila bahan tersebut dikenai gaya tertentu (Kramer,

1996).

Viskositas secara umum dapat juga diartikan sebagai suatu tendensi untuk melawan

aliran cairan karena internal friction atau resistensi suatu bahan untuk mengalami deformasi

bila bahan tersebut dikenai suatu gaya (Lewis, 1987).

Viskositas biasanya berhubungan dengan konsistensi yang keduanya merupakan

sifat kenampakan (appearance property) yang berhubungan dengan indera perasa.

Konsistensi dapat didefinisikan sebagai ketidakmauan suatu bahan untuk melawan perubahan

bentuk (deformasi) bila suatu bahan mendapat gaya gesekan (sheering fore). Gesekan yang

timbul sebagai hasil perubahan bentuk cairan yang disebabkan karena adanya resistensi yang

berlawanan yang diberikan oleh cairan tersebut dinamakan gaya irisan (sheering stress). Jika

tenaga diberikan pada suatu cairan, tenaga ini akan menyebabkan suatu bentuk atau

deformasi. Perubahan bentuk ini disebut sebagai aliran (Lewis, 1987).

Ada dua tipe aliran yaitu (Suyitno, 1988):

1. Newtonian

Viskositas cairan yang bersifat Newtonian tidak berubah dengan adanya perubahan

gaya irisan dan kurva hubungan antara shear stress dan shear ratenya linier melewati titik

(0,0) atau dengan kata lain viskositasnya tidak berubah dengan adanya perubahan gaya

gesekan antar permukaan cairan dengan dinding. Cairan newtonian biasanya merupakan

cairan murni secara kimiawi dan homogen secara fisikawi. Contohnya adalah larutan gula,

air, minyak, sirup, gelatin, dan susu.

2. Non-newtonian

Viskositas cairan yang bersifat Non-newtonian berubah dengan adanya perubahan

gaya irisan dan kurva hubungan antara shear stress dan shear ratenya non linier. Dengan kata

lain, viskositasnya berubah dengan adanya perubahan gaya gesekan antar permukaan cairan

dengan dinding. Cairan non newtonian ini termasuk cairan yang bersifat non true liquid/non

ideal. Contohnya yaitu soas tomat, kecap, slurry permen, dan susu kental manis.

Viskositas suatu bahan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu (Bambang Kartika,

1990):

1. Suhu

Viskositas berbanding terbalik dengan suhu. Jika suhu naik maka viskositas akan

turun, dan begitu pula sebaliknya. Hal ini disebabkan karena adanya gerakan partikel-partikel

cairan yang semakin cepat apabila suhu ditingkatkan dan menurun kekentalannya.

2. Konsentrasi larutan

Viskositas berbanding lurus dengan konsentrasi larutan. Suatu larutan dengan

konsentrasi tinggi akan memiliki viskositas yang tinggi pula, karena konsentrasi larutan

menyatakan banyaknya partikel zat yang terlarut tiap satuan volume. Semakin banyak

partikel yang terlarut, gesekan antar partikel semakin tinggi dan viskositasnya semakin tinggi

Page 12: Pewarna Alami Batik Dari Secang, Tingi, Dan Tegaran

pula.

3. Berat molekul solute

Viskositas berbanding lurus dengan berat molekul solute, karena dengan adanya

solute yang berat akan menghambat atau memberi beban yang berat pada cairan sehingga

akan menaikkan viskositasnya.

4. Tekanan

Viskositas berbanding lurus dengan tekanan, karena semakin besar tekanannya,

cairan akan semakin sulit mengalir akibat dari beban yang dikenakannya. Viskositas akan

bernilai tetap pada tekanan 0-100 atm.

Untuk mengukur besarnya viskositas menggunakan alat viskometer. Berbagai tipe

viskometer dikelompokkan menurut prinsip kerjanya (Bourne,1982):

1. Tipe kapiler

Pengukuran ini berdasarkan atas waktu yang diperlukan oleh cairan untuk melewati

sepanjang pipa kapiler pada voleme tertentu. Oswald viskometer adalah salah satu tipe

viskometer kapiler yang sederhana.

2. Office Type

Tipe viskometer ini menggunakan kapiler yang pendek. Prinsip pengukuran juga

sama dengan tipe kapiler (berdasarkan waktu). Alat ini sangat simpel, murah, dan dapat

digunakan secara cepat, dan digunakan untuk cairan Newtonian maupun non Newtonian.

Alat yang dipakai disebut zhan viskometer.

3. Viskometer Rotasi

Pengukuran viskometer berdasarkan rotasi (putaran) dalam silinder. Alat yang

digunakan stormer viskometer dan Mac Michael tipe. Alat stormer viskometer banyak

digunakan untuk mengukur viskositas susu kental manis, produk tomat dan lainnya.

Prinsip alat ini berdasarkan atas waktu yang diperlukan.

D. Diameter Globula

Pada proses pembuatan nanoemulsi akan menurunkan dan memperkecil diameter

globula, sehingga globula akan sulit diamati menggunakan mikroskop biasa. Pengamatan

diameter globula yang berukuran nano dapat dilakukan dengan menggunakan mikroskop

elektron. Mikroskop elektron adalah sebuah mikroskop yang mampu untuk melakukan

pembesaran objek sampai 2 juta kali, yang menggunakan elektro statik dan elektro magnetik

untuk mengontrol pencahayaan dan tampilan gambar serta memiliki kemampuan pembesaran

objek serta resolusi yang jauh lebih bagus daripada mikroskop cahaya. Mikroskop elektron ini

menggunakan jauh lebih banyak energi dan radiasi elektromagnetik yang lebih pendek

dibandingkan mikroskop cahaya. Mikroskop elektron terdiri dari dua jenis, yaitu :

1. Mikroskop pemindai elektron (SEM=Scanning Electron Microscope) yang digunakan

untuk studi detil arsitektur permukaan sel (atau struktur jasad renik lainnya), dan obyek

diamati secara tiga dimensi.

2. Mikroskop transmisi elektron (TEM=Transmission Electron Microscope)adalah sebuah

mikroskop elektron yang cara kerjanya mirip dengan cara kerja proyektor slide, di mana

elektron ditembuskan ke dalam obyek pengamatan dan pengamat mengamati hasil

tembusannya pada layar.

Page 13: Pewarna Alami Batik Dari Secang, Tingi, Dan Tegaran

DAFTAR PUSTAKA

Ansel HC. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Ibrahim F, penerjemah. Jakarta: UI-Press.

Terjemahan dari Introduction to Pharmaceutical Dosage Forms.

Bourne. 1982. Prosedur Uji Tekstur Bahan Makanan. Penerbit Liberty PAU Pangan dan Gizi-UGM,

Yogyakarta.

Departemen Kesehatan RI. 1977. Material Medika Indonesia I, Jakarta di dalam Jurnal Warta

Tumbuhan Obat Indonesia. 1998.

Giancoli, Douglas. 2001. Fisika Jilid I (terjemahan). Jakarta : Penerbit Erlangga

Hayyan, Ibnu. 2008. Emulsi. Diakses dari http://ibnuhayyan.wordpress.com [25 Mei 2011].

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid II, Terjemahan Badan Litbang Kehutanan

Jakarta. Dep-Hut, Jakarta.

Hutchings, J.B. 1999. Food Color and Appearance. 2nd (ed.). Aspen Publ., Inc.Gaithersburg,

Maryland.

Isminingsih, dkk. 1978. Kimia Zat Warna. Bandung: Institut Teknologi Tekstil.

Kramer, Dulson. 1996. The Viscosity Determination of Waste-Glass for Characterization of

Vitrification Process. New York.

Lemmens, R.H.M.J. dan W.N. Soetjipto. 1992. Dye and Tannin Producing Plants. Di dalam Plant

resources of Southeast Asia No.3. Wageningen. The Netherlands. Pudoc/Prosea.

Lewis, RJ., 1987. Hawley’s Condensed Chemical Dictionery. IIth ed. Van Nostrand. Reinhold

Company Inc. New York.

Muktiadi, I dan Lassie N. 2003. Zat Warna Alami Lebih Menguntungkan. Diakses dari

http://.www.Republika.co.id/suplemen/cetak [25 Mei 2011].

Sewan Susanto. 1973. Kerajinan Batik Indonesia. Jakarta: Departemen Perindustrian.

Sundari, D., W. Lucie dan M.W. Winarno. 1998. Informasi Khasiat, Keamanan dan Fitokimia

Tanaman Secang (Caesalpinia Sappan L). Warta Tumbuhan Obat Indonesia Vol. 4 No. 3.

Suryani A, Sailah I, Hambali E. 2000. Teknologi Emulsi. Bogor: Jurusan Teknologi Industri

Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Suyitno. 1988. Pengujian Sifat Fisik Bahan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. UGM.

Yogyakarta.

Page 14: Pewarna Alami Batik Dari Secang, Tingi, Dan Tegaran

Watt, J.M. and Maria Gerdina B.B. 1962. Medical and Poisonous Plants of Southern and Eastern

Africa. 2nd edition. Vol 1. E and S. Livingstone LTD, Edinburgh and London.

Zerrudo, J.V. 1991. Caesalpinia sappan L. In : Lemmens, R.H.M.J. and Wulijarni Soetjipto, N. (eds).

Plant Resources of Southeast Asia No. 3. Dye and Tannin Producing Plants. Pudoc

Wageningen.