persepsi konsumen terhadap pewarna alami dan …repository.unika.ac.id/17531/1/15.i1.0170 giovany...

64
PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN PEWARNA SINTETIK PADA PRODUK SUSU UHT STROBERI LAPORAN KERJA PRAKTEK Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan Oleh: Giovany Dea Christella Hendrawan 15.I1.0170 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2018

Upload: others

Post on 25-Dec-2019

18 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA

ALAMI DAN PEWARNA SINTETIK PADA

PRODUK SUSU UHT STROBERI

LAPORAN KERJA PRAKTEK

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar

Sarjana Teknologi Pangan

Oleh:

Giovany Dea Christella Hendrawan

15.I1.0170

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

2018

Page 2: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

i

PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA

ALAMI DAN PEWARNA SINTETIK PADA

PRODUK SUSU UHT STROBERI

LAPORAN KERJA PRAKTEK

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar

Sarjana Teknologi Pangan

Oleh:

Giovany Dea Christella Hendrawan

15.I1.0170

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

2018

Page 3: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

ii

Page 4: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat kasih-

Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Kerja Praktek dengan judul “PERSEPSI

KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN PEWARNA SINTETIK PADA

PRODUK SUSU UHT STROBERI”. Laporan Kerja Praktek ini disusun berdasarkan

hasil kegiatan kerja praktek yang telah dilakukan di PT. Frisian Flag Indonesia selama 42

hari. Penulisan laporan ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh

gelar Sarjana Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian di Universitas Katolik

Soegijapranata Semarang.

Banyak sekali ilmu, pengalaman, keterampilan, dan pemahaman yang penulis dapatkan

selama kegiatan kerja praktek dan juga selama proses penulisan laporan kerja praktek ini

terutama mengenai produk susu di PT. Frisian Flag Indonesia. Penulis menyadari bahwa

selama pelaksanaan kerja praktek dan penyusunan laporan ini tentunya tidak lepas dari

bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan

ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus, atas berkat dan penyertaan-Nya yang senantiasa diberikan

kepada penulis.

2. Bapak Dr. R. Probo Y. Nugrahaedi, S.TP., M.Sc. selaku Dekan Fakultas Teknologi

Pertanian, Program Studi Teknologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata

Semarang.

3. Ibu Meiliana, S.Gz., M.S. selaku dosen pembimbing akademik serta dosen

Koordinator Kerja Praktek yang telah membantu memberikan saran dan

membimbing selama kegiatan kerja praktek dan penulisan laporan.

4. Bapak Aryono Bambang Ardhyo selaku manager corp. research and development

PT. Frisian Flag Indonesia yang telah memberikan ijin dan kesempatan kepada

penulis untuk kerja praktek di departemen R&D.

5. Ibu Astri Kusuma selaku koordinator kerja praktek di departemen R&D PT. Frisian

Flag Indonesia yang telah memberikan informasi mengenai kerja praktek.

Page 5: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

iv

6. Bapak Ahmad Johari, S.Si. selaku pembimbing lapangan divisi liquid yang telah

memberi pengarahan dan bimbingan dalam proses kerja praktek dan penulisan

laporan kerja praktek.

7. Seluruh karyawan departemen R&D PT. Frisian Flag Indonesia: Mas Putra, Mas

Aswan, Pak Yuli, Mas Adit, Mba Nini, Mba Agatha, Mba Regina, Mas Rio, dan Mas

Ido.

8. Bapak Adi Saputra selaku laboran R&D PT. Frisian Flag Indonesia yang telah

membantu selama proses pelaksanaan kerja praktek.

9. Keluarga yang telah memberi dukungan baik dalam bentuk materiil maupun moril

kepada penulis selama pelaksanaan kerja praktek hingga terselesaikannya laporan

kerja praktek ini.

10. Jean Karmel, Yohanna Sofiani, Frida Marcia, Yasinta Apsarina, Ulfianiza Rachmah,

dan Muchammad Fathur yang telah bersama-sama dengan penulis melaksanakan

kerja praktek di PT. Frisian Flag Indonesia.

11. Seluruh sahabat, rekan, dan pihak-pihak Fakultas Teknologi Pertanian yang turut

mendukung penulis hingga terselesaikannya laporan kerja praktek.

12. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan dalam pelaksanaan

kerja praktek maupun penulisan laporan yang tidak dapat penulis sebutkan satu per

satu.

Penulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih memiliki banyak kekurangan.

Oleh sebab itu, penulis terbuka akan adanya saran maupun kritik yang bersifat

membangun dari para pembaca. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada

para pembaca dan semoga laporan ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan para

pembaca.

Semarang, 10 Mei 2018

Penulis

Page 6: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

v

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ......................................... Error! Bookmark not defined.

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... iii

DAFTAR ISI .................................................................................................................... v

DAFTAR TABEL ......................................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... ix

1. PENDAHULUAN ................................................................................................ 1

1.1. Latar Belakang ............................................................................................... 1

1.2. Tujuan............................................................................................................. 2

1.3. Waktu dan Tempat Pelaksanaan .................................................................... 3

2. PROFIL PERUSAHAAN..................................................................................... 4

2.1. Sejarah ............................................................................................................ 4

2.2. Visi dan Misi Perusahaan ............................................................................... 7

2.3. Lokasi dan Tata Letak .................................................................................... 7

2.4. Struktur Organisasi ......................................................................................... 9

2.5. Ketenagakerjaan ............................................................................................. 9

3. SPESIFIKASI PRODUK ................................................................................... 11

3.1. Produk PT. Frisian Flag Indonesia ............................................................... 11

3.2. Sistem Pemasaran Produk ............................................................................ 17

4. DEPARTEMEN RESEARCH AND DEVELOPMENT DIVISI LIQUID PT.

FRISIAN FLAG INDONESIA .................................................................................. 19

4.1. Shelf-Life ...................................................................................................... 19

4.1.1. Uji pH.................................................................................................... 20

4.1.2. Uji Viskositas ........................................................................................ 21

4.1.3. Uji Warna .............................................................................................. 22

Page 7: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

vi

4.1.4. Pengamatan Sedimentasi ...................................................................... 23

4.1.5. Uji Organoleptik Metode IDF (International Dairy Federation) ......... 24

4.2. Lab Scale / Prototype ................................................................................... 25

4.2.1. Bahan Baku ........................................................................................... 25

4.2.2. Proses Produksi ..................................................................................... 28

5. PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN PEWARNA

SINTETIK PADA PRODUK SUSU UHT STROBERI ............................................ 31

5.1. Latar Belakang ............................................................................................. 31

5.2. Tujuan........................................................................................................... 33

5.3. Metodologi ................................................................................................... 33

5.3.1. Penentuan Sampel ................................................................................. 33

5.3.2. Penentuan Panelis ................................................................................. 33

5.3.3. Pengumpulan Data ................................................................................ 34

5.3.4. Analisa Data .......................................................................................... 36

5.4. Hasil Pengamatan ......................................................................................... 36

5.4.1. Hasil Sensori ......................................................................................... 36

5.4.2. Diagram Lingkaran (Pie Chart) ............................................................ 38

5.4.3. Tabel Perbedaan Perubahan Preferensi ................................................ 39

5.5. Pembahasan .................................................................................................. 40

5.5.1. Metode Penelitian ................................................................................. 40

5.5.2. Karakteristik Pewarna yang Terdapat di Produk .................................. 41

5.5.3. Perspektif Industri mengenai Pewarna.................................................. 43

5.5.4. Analisa Data .......................................................................................... 44

6. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 47

6.1. Kesimpulan................................................................................................... 47

6.2. Saran ............................................................................................................. 47

Page 8: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

vii

7. DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 48

8. LAMPIRAN ....................................................................................................... 53

8.1. Perhitungan................................................................................................... 53

8.1.1. Perhitungan Persentase Rata-rata Hasil Sensori 1 ................................ 53

8.1.2. Perhitungan Persentase Rata-rata Hasil Sensori 2 ................................ 53

8.2. Scoresheet..................................................................................................... 54

8.2.1. Scoresheet Blind Test ............................................................................ 54

8.2.2. Scoresheet Informed Test........................................................................59

8.2.3. Uji Plagiasi...............................................................................................64

Page 9: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Berbagai Macam Produk Susu di PT. Frisian Flag Indonesia.............................11

Tabel 2. Syarat Mutu Susu Segar......................................................................................25

Tabel 3. Pewarna yang Digunakan pada Sampel..............................................................33

Tabel 4. Urutan Penyajian dan Kode Sampel...................................................................34

Tabel 5. Hasil Sensori Blind Test......................................................................................37

Tabel 6. Hasil Sensori Informed Test................................................................................37

Tabel 7. Perubahan Persentase Preferensi 1 dan 2............................................................40

Page 10: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Perubahan Logo PT. Frisian Flag Indonesia.....................................................6

Gambar 2. Lokasi PT. Frisian Flag Indonesia Plant Pasar Rebo........................................8

Gambar 3. Struktur Organisasi Departemn R&D PT. Frisian Flag Indonesia.....................9

Gambar 4. Rantai Pemasaran Produk yang Dihasilkan PT. Frisian Flag Indonesia..........18

Gambar 5. pH meter.........................................................................................................20

Gambar 6. Viskometer Brookfield....................................................................................21

Gambar 7. Spektrofotometer Hunterlab...........................................................................22

Gambar 8. Proses Pengolahan Susu UHT (Ultra High Temperature)..............................29

Gambar 9. Bentuk Penyajian Pengujian Blind Test..........................................................35

Gambar 10. Bentuk Penyajian Pengujian Informed Test..................................................35

Gambar 11. Contoh Scoresheet yang Digunakan.............................................................36

Gambar 12. Diagram Lingkaran (Pie Chart) Rata-Rata Hasil Sensori Blind Test............39

Gambar 13. Diagram Lingkaran (Pie Chart) Rata-Rata Hasil Sensori Informed Test......39

Page 11: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

1

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia adalah negara kepulauan yang juga dikenal sebagai negara agraris. Dengan

adanya tanah yang subur dan iklim tropis yang mendukung, Indonesia memiliki prospek

yang sangat baik dalam bidang pertanian. Sayangnya, walaupun Indonesia memiliki

sumber daya alam yang melimpah, tanah yang luas dan subur, kita masih belum bisa

memberdayakan hal-hal tersebut dengan maksimal, efektif, dan efisien.

Pada era globalisasi saat ini, dunia berkembang sangat pesat dimana produk, pemikiran,

aspek kebudayaan dan informasi lainnya mudah diakses dari segala pejuru dunia. Era ini

memungkinkan kita untuk mengembangkan diri dalam berbagai kehidupan untuk

meningkatkan kualitas hidup masyarakat dunia. Peningkatan kualitas hidup ini ditunjang

dari berbagai aspek, mulai dari aspek teknologi terutama dalam bidang pangan. Hal ini

dikarenakan populasi masyarakat dunia semakin meningkat tetapi tidak diimbangi

dengan kecukupan kuantitas dan kualitas bahan pangan. Sebagai mahasiswa Program

Studi Teknologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, kami dituntut

untuk memiliki pengetahuan dan pengalaman yang luas terhadap teknologi terkini dan

globalisasi terutama dalam bidang pangan dan gizi.

Pengetahuan mengenai bahan pangan beserta gizi telah kami dapatkan selama

perkuliahan, namun pengetahuan yang kami terima hanya berupa teori dan praktek dalam

bentuk kegiatan praktikum, serta Kuliah Kerja Lapangan (KKL). Namun kami menyadari

bahwa ilmu yang kami dapatkan selama perkuliahan, baik teori maupun praktek belum

cukup untuk memenuhi tuntutan perkembangan teknologi yang pesat terutama dalam

dunia kerja industri pangan. Oleh karena itu kami membutuhkan praktek yang

sesungguhnya melalui Kerja Praktek (KP) sehingga kami dapat mengetahui situasi yang

nyata saat dilapangan, mendapat tambahan pengetahuan dan pengalaman, serta wawasan

mengenai dunia kerja.

Kerja Praktek (KP) merupakan salah satu mata kuliah yang wajib di ambil untuk

mahasiswa semester IV/V dalam Program Studi Teknologi Pangan. Lama kerja dalam

Page 12: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

2

Kerja Praktek ini adalah minimal 20 hari kerja. Dengan adanya KP, mahasiswa Program

Studi Teknologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata Semarang diharapkan

mampu menerapkan segala teori dasar yang telah diperoleh selama perkuliahan saat

bekerja di industri pangan, serta mampu mempersiapkan diri untuk memasuki dunia

kerja nantinya. Dengan mengikuti Kerja Praktek ini, diharapkan mahasiswa akan lebih

memahami lingkungan kerja dan dunia keprofesiannya dalam dunia pangan. Selama

Kerja Praktek, mahasiswa dapat menerapkan secara langsung teori dan ilmu-ilmu yang

telah didapatkan selama perkuliahan. Salah satu perusahan yang relevan minat kami di

bidang dairy products terutama pada pengolahan susu adalah PT. Frisian Flag Indonesia.

PT. Frisian Flag Indonesia adalah produsen produk dairy dengan merek dagang Frisian

Flag atau susu bendera. Selama lebih dari 90 tahun Frisian Flag telah mengembangkan

berbagai macam produk bernutrisi dan berkualitas untuk segala usia dan kalangan di

Indonesia. PT. Frisian Flag sendiri mempunyai program Gerakan Nusantara sejak tahun

2013 yang merupakan program tanggung jawab sosial Frisian Flag yang bekerja sama

dengan pemerintah untuk mengedukasi masyarakat Indonesia akan pentingnya

mengkonsumsi susu secara teratur. Program ini menunjukkan bahwa Frisian Flag juga

ingin memajukan pola pikir mayarakat Indonesia.

1.2. Tujuan

Tujuan dari Kerja Praktek ini, antara lain:

- Menerapkan dasar-dasar teori yang telah didapatkan selama masa perkuliahan di dunia

pekerjaan.

- Menambah wawasan dan ilmu terutama yang berkaitan dengan bidang pangan.

- Mendapatkan gambaran nyata mengenai dunia kerja.

- Menambah pengetahuan tentang mesin dan peralatan produksi serta prinsipnya dalam

pengolahan produk.

- Mengetahui masalah – masalah yang terkait di bidang pangan yang muncul pada saat

bekerja di lapangan dan berusaha mencari solusi untuk masalah tersebut.

Page 13: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

3

1.3. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Kerja praktek dilaksanakan di PT. Frisian Flag Indonesia yang bertempat di Jl. Raya

Bogor KM 05 Pasar Rebo, Jakarta Timur. Pelaksanaan kerja praktek dilakukan selama

41 hari yang dimulai dari tanggal 2 Januari 2018 dan berakhir pada 28 Februari 2018.

Kerja praktek ini dilakukan pada divisi Research and Development yang berfokus pada

pengujian umur simpan produk susu siap konsumsi.

Page 14: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

4

2. PROFIL PERUSAHAAN

2.1. Sejarah

Selama lebih dari 90 tahun, PT. Frisian Flag Indonesia telah menjadi bagian dari

pertumbuhan keluarga Indonesia dan berkontribusi membantu anak-anak Indonesia

meraih potensinya melalui produk-produk yang bernutrisi tepat. PT. Frisian Flag

Indonesia merupakan produsen produk nutrisi berbasis susu terkemuka di Indonesia yang

berada di bawah naungan lisensi Royal Friesland Campina. Friesland Campina

merupakan sebuah perusahaan multinasional yang berpusat di Belanda dan

beranggotakan lebih dari 12.000 peternak sapi perah di Belanda dan Jerman, serta

memiliki lebih dari 23.000 karyawan di 100 perusahaan yang tersebar di 34 negara. PT.

Frisian Flag Indonesia sendiri sekarang menaungi lebih dari 6.000 karyawan yang

tersebar di seluruh Indonesia.

Sejarah Royal Friesland Campina sendiri dimulai sejak tahun 1871 ketika para peternak

sapi perah bergabung dan membentuk koperasi karena keterbatasan mesin pendingin

sehingga harus menjalin kerjasama dengan pihak lokal agar dapat mendistribusikan

produk susu mereka secara cepat ke tangan konsumen. Namun, seiring dengan

meningkatnya produksi susu, peternak mencari cara terbaik agar produk mereka bisa

tahan lebih lama, karena harus melalui jalur distribusi yang panjang. Pada tahun 1913,

sekitar 30 koperasi memutuskan untuk mendirikan suatu perusahaan dan pabrik

pengolahan susu di Leeuwarden yang bernama De Cooperatieve Condensfabriek

Friesland (CCF). CCF mengolah susu yang dihasilkan oleh peternak menggunakan

metode penguapan dan memasarkannya secara nasional maupun internasional. Pada

tahun 1922, namanya berubah menjadi Friesland Campina. Di tahun yang sama,

“Friesche Vlag” terdaftar sebagai merk dagang mereka dengan unsur visual dan nama

yang diambil dari bendera di daerah Friesland, Belanda Utara. Selain itu, pada tahun 1922

pula produk susu kaleng Friesche Vlag pertama kali diekspor ke Hindia Belanda, salah

satunya adalah Batavia, Indonesia. Sejak saat itu, sejarah Frisian Flag mulai berkembang

di Indonesia.

Page 15: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

5

Susu kental manis dan produk susu Friesche Vlag lainnya dipromosikan dan dijual oleh

para mitra bisnis di seluruh penjuru Indonesia. Produk-produk Friesche Vlag kemudian

lebih dikenal dengan nama “Soesoe Tjap Bendera” atau Susu Bendera. Namun, peredaran

Susu Bendera sempat terhenti ketika Belanda terusir oleh penjajahan Jepang. Hal ini

menyebabkan produk Susu Bendera tidak dapat dikirim ke Indonesia karena terjadi

blokade kapal asing oleh pihak Jepang.

Setelah Indonesia merdeka, sekitar tahun 1950-an, produk susu kental manis Friesche

Vlag didatangkan kembali dari Belanda dan mulai dipasarkan secara lokal. Hingga

kemudian pada tahun 1968, PT. Friesche Vlag Indonesia didirikan melalui kemitraan

CCF dan sebuah perusahaan lokal. Pada tahun 1969, pabrik di Pasar Rebo mulai dibangun

dan memproduksi susu kental manis pertama pada tahun 1971 yang kemudian

didistribusikan ke seluruh penjuru Indonesia. Pada tahun 1976, PT. Foremost Indonesia

dan pabrik di Ciracas diambil alih sehingga PT. Friesche Vlag Indonesia memiliki dua

pabrik yaitu di Pasar Rebo dan Ciracas. PT. Friesche Vlag Indonesia mulai memproduksi

susu bubuk di tahun 1979. Selanjutnya pada tahun 1985, dilakukan pemasangan jalur

penerimaan susu murni dan pada tahun berikutnya dipasang jalur spray dried. Sehingga

pada tahun 1988, susu pertumbuhan (GUM) dan infant milk formula (IMF) mulai

diproduksi di pabrik Pasar Rebo. Pemasangan jalur susu cair steril Ultra High

Temperature (UHT) kemasan karton pack dan sterilized kemasan botol dilakukan di

pabrik Ciracas pada tahun 1993, dan pada tahun yang sama, diadakan pemasangan jalur

susu kental manis kedua di Ciracas.

Pada tahun 2000, seluruh produk PT. Friesche Vlag Indonesia mendapat sertifikan halal

dari LPPOM-MUI. Pada tahun 2002 mendapatkan sertifikat HACCP untuk produk susu

cair dan susu kental manis, dan ditahun yang sama, PT. Friesche Vlag Indonesia berubah

nama menjadi PT. Frisian Flag Indonesia. Kemudian di tahun 2003, PT. Frisian Flag

Indonesia di Pasar Rebo dijadikan kantor pusat. Tahun 2005, PT. Frisian Flag Indonesia

meluncurkan produk Omela. Pada tanggal 10 Desember 2010, PT. Frisian Flag Indonesia

melakukan pembaharuan logo perusahaan. Perubahan logo PT. Frisian Flag Indonesia

dapat dilihat pada gambar 1.

Page 16: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

6

Gambar 1. Perubahan Logo PT. Frisian Flag Indonesia

Pembaharuan logo tersebut dilakukan untuk menyesuiakan logo dengan perkembangan

masyarakat Indonesia yang semakin modern, pola pikir semakin maju, dan pendapatan

yang kian meningkat. Logo baru dari Frisian Flag Indonesia sendiri tetap melestarikan

karakteristik dari Frisian Flag yaitu bendera dan warna biru cerah. Dalam logo baru,

lambang bendera Frisian Flag dibuat dengan ukuran yang lebih besar sehingga lebih

terlihat. Logo baru Frisian Flag dikelilingi oleh cincin berbentuk pendaran yang

diibaratkan seperti pendaran air dengan harapan bahwa produk-produk dan inovasi

Frisian Flag dapat berdampak positif di masyarakat.

Tahun 2012 menjadi momen penting PT. Frisian Flag Indonesia karena menandai 90

tahun keberadaan produk Frisian Flag di Indonesia. Pada tahun 2013, produk FRISO

mulai dipasarkan di Indonesia, dan pada tahun 2016, produk susu cair coconut delight

diluncurkan. Hal ini membuktikan bahwa hingga kini PT. Frisian Flag Indonesia masih

terus melanjutkan komitmennya untuk berkontribusi menyediakan produk bergizi bagi

keluarga Indonesia.

Sebagai bagian dari Friesland Campina, PT. Frisian Flag Indonesia mengacu pada

pengalaman global dan kemitraan secara jangka panjang dengan peternak sapi perah lokal

agar dapat menghasilkan susu dengan nutrisi terbaik. Dalam produksi dan distribusinya,

PT. Frisian Flag Indonesia mengacu pada standar nasional dan internasional dan

Page 17: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

7

menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP). Selain itu dalam hal pengendalian

mutu produknya sampai ke tangan konsumen, PT. Frisian Flag Indonesia menerapkan

HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) dan OHSAS (Occupational Health and

Safety Assessment Series. Hingga saat ini, PT. Frisian Flag Indonesia telah mendapat

berbagai penghargaan seperti Indonesia Most Influential Brand tahun 2016, Penghargaan

Industri Hijau 2016 dan 2017, Penghargaan Lingkungan Hidup 2016, Penghargaan

Implementasi Kawasan Bebas Rokok di Lingkungan Kerja tahun 2014, Asia

Sustainability Excellence Award 2014 for Dairy Development Program, dan masih

banyak penghargaan lainnya. Selain itu, PT. Frisian Flag Indonesia telah memiliki

sertifikat ISO 9001:2008 untuk Sistem Manajemen Mutu, sertifikat ISO 14001:2004

untuk Sistem Manajemen Lingkungan, ISO 22000:2005 untuk Total Quality

Management, dan ISO 17025 untuk laboratory. Pada tahun 2013, PT. Frisian Flag

Indonesia mendapatkan penghargaan World Class yang menunjukkan bahwa PT. Frisian

Flag Indonesia merupakan salah satu produsen produk susu yang terdepan.

2.2. Visi dan Misi Perusahaan

PT. Frisian Flag Indonesia memiliki visi dan misi sebagai bentuk dari komitmen

perusahaan. Visi perusahaan ini adalah untuk menjadi perusahaan nutrisi berbasis susu

nomor satu di Indonesia dan menyediakan produk bergizi bagi seluruh keluarga

Indonesia. Untuk memenuhi visi tersebut, PT. Frisian Flag Indonesia menjalankan misi

perusahaan. Misi dari PT. Frisian Flag Indonesia adalah untuk menyediakan produk

bergizi dan yang terjangkau bagi keluarga Indonesia, mendukung peningkatan kualitas

kehidupan peternak, dan berkontribusi pada kelangsungan hidup generasi masa depan

yang lebih baik.

2.3. Lokasi dan Tata Letak

PT. Frisian Flag Indonesia Plant Pasar Rebo terletak di Jalan Raya Jakarta-Bogor Km 5,

Pasar Rebo, Jakarta Timur. Area pabrik ini seluas 49.650 m2 dengan status kepemilikan

dan hak guna bangunan dengan sertifikat HGB No. 3 Desa Gedong. Gambar lokasi PT.

Frisian Flag Indonesia Plant Pasar Rebo dapat dilihat pada gambar 2.

Page 18: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

8

Gambar 2. Lokasi PT. Frisian Flag Indonesia Plant Pasar Rebo

(sumber: https://www.frisianflag.com/tentang-kami/frisian-flag-indonesia)

Area pabrik terbagi menjadi tiga bangunan. Bangunan pertama terdiri dari ruang kantor

dan staff untuk administrasi perusahaan, gudang, dan laboratorium departemen

pengendalian mutu (QC). Bangunan kedua berisi ruang proses produksi susu kental manis

(SCM processing), ruang pengemasan susu kental manis (SCM packaging), ruang

evaporasi, ruang CIP (Clean in Place), penerimaan susu murni, gudang, kantor, ruang

spray dryer (powder processing), ruang pengemasan susu bubuk (powder packaging),

dan laboratorium kecil untuk uji kualitas susu murni. Bangunan ketiga terdiri dari power

house, kantin, ruang binatu (laundry), ruang ganti pakaian, toilet, dan mushola.

Secara geografis, batas-batas sekitar lokasi Pabrik PT. Frisian Flag Indonesia Plant Pasar

Rebo adalah:

Sebelah utara : Pemukiman penduduk

Sebelah selatan : Jalan TB Simatupang

Sebelah barat : Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Rebo

Sebelah timur : Jalan Raya Bogor

PT. Frisian Flag Indonesia sudah memenuhi kategori persyaratan Perusahaan Olahan

Pangan menurut peraturan menteri Perindustrian dalam CPPOB. PT. Frisian Flag

Indonesia tidak berlokasi di lingkungan yang tercemar, lingkungan jalan yang tergenang,

Page 19: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

9

banyak sampah, dan lingkungan terbuka di luar banguan pabrik tidak digunakan untuk

kegiatan produksi.

2.4. Struktur Organisasi

Di PT. Frisian Flag Indonesia, jabatan kepemimpinan tertinggi dipegang oleh presiden

direktur yang dibawahnya terdapat lima orang direktur untuk setiap departemennya.

Pelaksanaan kerja praktek dilakukan di Departemen Research and Development (R&D)

yang bertugas untuk melakukan berbagai riset dan pengembangan produk baru maupun

menyempurnakan produk yang telah beredar serta melakukan pengujian umur simpan

(shelf-life) sebelum produk dipasarkan. Untuk lebih spesifik, Departemen R&D dipimpin

oleh Corporate R&D Manager yang membawahi manajer dari empat divisi yang berbeda

yaitu divisi susu bubuk (powder), susu kental manis dan susu cair (sweet condensed milk

and liquid), sensori (sensory), dan pengemasan (packaging). Masing-masing divisi

dikepalai oleh seorang Manager dan dibantu oleh supervisor. Struktur organisasi di PT.

Frisian Flag Indonesia dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Struktur Organisasi Departemen R&D PT. Frisian Flag Indonesia

2.5. Ketenagakerjaan

Hingga saat ini, PT. Frisian Flag Indonesia memiliki setidaknya 2500 pekerja yang

sebagian besar merupakan tenaga kerja domestik, tetapi terdapat juga beberapa tenaga

kerja asing. Sistem hubungan kerja kepegawaiannya terbagi menjadi dua kelompok yaitu

karyawan tetap dan karyawan tidak tetap. Karyawan tetap tidak memiliki tenggang waktu

untuk hubungan kerja, mengikuti hari dan jam kerja yang berlaku, sedangkan karyawan

tidak tetap memiliki tenggang waktu untuk hubungan kerja, mengikuti hari dan jam kerja

yang berlaku. Karyawan tidak tetap biasanya adalah karyawan yang masih dalam masa

Corporate R&D

Powder Division Sensory Divison Liquid SKM

Division

Packaging

Division

Page 20: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

10

percobaan. Masa percobaan diterapkan agar kemampuan karyawan tersebut sesuai

dengan posisi yang ditentukan atau tidak.

Regulasi bagi seluruh karyawan disusun untuk tetap menjaga budaya disiplin di PT.

Frisian Flag Indonesia. Setiap pelanggaran yang terjadi akan disikapi dengan tegas

melalui surat peringatan lisan atau tertulis tingkat satu, dua, dan tiga. PT. Frisian Flag

Indonesia juga memberikan uang pensiun kepada karyawan yang telah mencapai usia

pensiun dan juga menyediakan berbagai tunjangan untuk karyawannya seperti tunjangan

hari raya, tunjangan akhir tahun, dan asuransi kecelakaan 24 jam. Selain itu juga terdapat

fasilitas kesehatan dan keselamatan kerja, tunjangan transportasi, makan pagi dan siang,

dan kesehatan. Setiap bulannya perusahaan juga memberikan jatah susu hasil

produksinya kepada karyawan sesuai dengan ketentuan perusahaan.

Jumlah jam kerja bagi seluruh karyawan PT. Frisian Flag Indonesia adalah 40 jam kerja

per minggu. Karyawan kantor di PT. Frisian Flag Indonesia bekerja secara reguler dari

hari Senin hingga Jumat mulai jam 08.00 – 16.30 dan hari Sabtu hingga Minggu libur.

Karyawan yang berkaitan dengan kegiatan operasional produksi seperti karyawan

produksi, warehouse, dan logistik terbagi ke dalam 3 shift per hari. Bagi karyawan yang

bekerja melebihi 40 jam kerja dalam satu minggu akan mendapat upah lembur sesuai

dengan ketentuan perusahaan. Selain itu, setiap karyawan berhak mendapatkan jatah cuti

tahunan sebanyak 12 hari kerja yang tidak dapat diakumulasikan. Karyawan wanita juga

berhak mendapatkan cuti hamil.

Page 21: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

11

11

3. SPESIFIKASI PRODUK

3.1. Produk PT. Frisian Flag Indonesia

PT. Frisian Flag Indonesia memproduksi berbagai jenis produk olahan susu seperti susu

bubuk, susu cair (ready to drink), dan susu kental manis. PT. Frisian Flag Indonesia

memiliki dua pabrik, yang pertama terletak di Pasar Rebo dan yang kedua terletak di

Ciracas. Varian produk yang dihasilkan oleh PT. Frisian Flag Indonesia dapat dilihat pada

tabel 1.

Tabel 1. Berbagai Macam Produk Susu di PT. Frisian Flag Indonesia

No. Jenis

Produk Nama dan Varian Gambar Produk

1 Susu Bubuk

Ibu & Balita

Frisian Flag Mama

Frisian Flag Awal

0-6 Bulan

Page 22: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

12

11

Frisian Flag

Langkah

6-12 Bulan

Frisian Flag Jelajah

1-3 Tahun

Frisian Flag Karya

4-6 Tahun

Susu Frisomum

Gold

Page 23: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

13

11

Susu Friso Gold 3

Susu Friso Gold 4

2 Susu Bubuk

Keluarga

Frisian Flag

Purefarm Full

Cream

Frisian Flag

Purefarm Cokelat

Page 24: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

14

11

Frisian Flag

Purefarm Instant

Frisian Flag Susu

Bubuk Instant

Madu

Frisian Flag Susu

Bubuk Instant

Cokelat

3 Susu Siap

Minum

Purefarm Full

Cream

Page 25: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

15

11

Purefarm Flavour

Milk

Purefarm Low Fat

Milky Kotak

Milky Botol

Page 26: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

16

11

Kids

4 Susu Kental

Manis

Frisian Flag Full

Cream Gold

Frisian Flag

Bendera Kental

Manis

Frisian Flag

Bendera Cokelat

Page 27: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

17

11

Omela Krimer

Kental Manis

Frisian Flag Mut

Mut

3.2. Sistem Pemasaran Produk

PT. Frisian Flag Indonesia membagi sistem pemasaran produk menjadi beberapa bagian.

Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi pemasaran, mulai

dari tahap pembelian bahan baku, peluncuran produk, hingga produk terdistribusi secara

merata dan diterima oleh konsumen. PT. Frisian Flag Indonesia tidak secara langsung

mendistribusikan produknya ke konsumen, tetapi melewati distributor cabang yang

tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia terlebih dahulu. PT. Frisian Flag Indonesia

memiliki tujuh kantor pemasaran dan kantor perwakilan di seluruh Indonesia. Daerah

pemasaran dibagi menjadi beberapa daerah untuk mempermudah pendistribusian produk

ke pemasok, distributor, grosir, serta pengecer. Pengiriman ke distributor dilakukan di

gudang PT. Frisian Flag Indonesia yang terletak di Cibitung. PT. Frisian Flag Indonesia

memasarkan produknya sesuai permintaan dalam skala lokal, kemudian untuk produk

tertentu akan diekspor sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan. Selain itu, PT.

Frisian Flag Indonesia juga memasarkan produknya secara on line sehingga konsumen

dapat dengan mudah membeli produk. Tahapan pemasaran dan penjualan produk dapat

dilihat pada gambar 4.

Page 28: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

18

11

PT Frisian Flag Indonesia

Distributor Ekspor

Grosir

Supermarket Pengecer

Konsumen Konsumen

Gambar 4. Rantai Pemasaran Produk yang Dihasilkan PT. Frisian Flag Indonesia

Tahapan pemasaran produk tersebut dinilai cukup efisien dikarenakan alurnya perjalanan

produk dari pabrik hingga ke tangan konsumen tidak terlalu panjang sehingga mutu

produk masih terjaga.

Page 29: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

19

4. DEPARTEMEN RESEARCH AND DEVELOPMENT DIVISI LIQUID PT.

FRISIAN FLAG INDONESIA

Departemen Research and Development (R&D) memiliki tugas untuk melakukan riset

dan pengembangan produk baik produk baru maupun produk yang telah beredar di

pasaran. Selama kerja praktek di R&D PT. Frisian Flag Indonesia, penulis ditempatkan

di divisi liquid atau susu cair. Pekerjaan rutin yang harus dilakukan selama kerja praktek

ini adalah untuk menguji umur simpan (shelf-life) produk yang akan dirilis ke pasaran

dan untuk membuat prototype produk yang akan dirilis ke pasaran (dapat berupa produk

baru maupun penyempurnaan produk yang sudah ada) dalam skala laboratorium (lab

scale) sebelum dilanjutkan ke trial skala pabrik.

4.1. Shelf-Life

Susu merupakan cairan berwarna putih yang disekresi oleh kelenjar susu (glandula

mammae) pada mamalia betina untuk bahan makanan dan sumber gizi anaknya (Bylund,

1995). Karena kandungan gizinya yang sangat beragam, susu menjadi mudah rusak.

Pengolahan pada industri secara komersial bertujuan untuk memperpanjang umur simpan

produk tersebut. Pengujian umur simpan (shelf-life) harus dilakukan sebelum produk

dirilis ke pasaran untuk memastikan produk masih aman dikonsumsi hingga batas waktu

tertentu (Herawati, 2008). Pengujian umur simpan susu dilakukan untuk mengetahui

kondisi produk setiap periode waktu. Dalam pengujian umur simpan susu cair, parameter

yang diamati adalah uji organoleptik, pH, viskositas, dan warna.

Pengujian umur simpan biasanya menggunakan sampel yang disimpan pada suhu 5oC

(refrigerator), 30oC (suhu ruang), 40oC (inkubator). Pada kondisi penyimpanan suhu

40oC, susu akan mengalami penurunan kualitas lebih cepat dibanding suhu ruang maupun

refrigerator. Hal ini dikarenakan meningkatnya energi kinetik pada suhu tinggi sehingga

gerakan partikel dan molekul dalam susu terganggu, seperti protein lebih cepat

terdenaturasi dan stabilizer kehilangan kemampuannya (Arpah, 2001). Penyimpanan

pada suhu 40oC ini disebut sebagai metode accelerated shelf life testing (ASLT). Salah

satu keuntungan penggunaan metode ASLT ini adalah mempersingkat waktu pengujian

sehingga pengembangan produk menjadi lebih efisien. Menurut Richards et al. (2014),

Page 30: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

20

20

kualitas produk yang disimpan pada suhu 30oC selama satu bulan setara dengan kualitas

produk yang disimpan pada suhu 40oC selama satu minggu.

4.1.1. Uji pH

Nilai pH atau derajat keasaman digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman yang

dimiliki oleh suatu zat atau larutan. Nilai pH menunjukkan kadar ion hydrogen (H+)

dalam suatu zat atau larutan (Mulja & Suharman, 1995). Alat yang digunakan untuk

mengukur nilai pH pada produk susu cair di PT. Frisian Flag Indonesia adalah pH meter.

Alat pH meter yang digunakan dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 5. pH meter

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Sebelum dilakukan pengujian, alat pH meter dikalibrasi terlebih dahulu menggunakan

larutan buffer pH 4 dan pH 7. Setelah itu, pengukuran pH dilakukan dengan mencelupkan

elektroda ke dalam sampel yang akan diuji hingga nilai pH yang tertera di layar stabil.

Umumnya, semakin lama umur simpan susu, maka derajat keasamannya semakin tinggi

(semakin asam) yang menunjukkan menurunnya kualitas susu. Keasaman pada susu

dapat memicu koagulasi dan pembentukan gel pada susu. pH pada susu segar berkisar

antara 6,5 – 6,7 (Bylund, 1995).

Page 31: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

21

21

4.1.2. Uji Viskositas

Nilai viskositas atau kekentalan menggambarkan besarnya hambatan atau resistensi

cairan terhadap aliran, pengadukan atau shaker. Apabila cairan dipaksa bergerak melalui

suatu tabung, partikel dalam cairan tersebut akan bergerak lebih cepat di dekat sumbu

tabung tersebut dan lebih lambat di dekat dindingnya (Boda et al., 2015). Alat yang

digunakan untuk mengukur viskositas produk susu cair di PT. Frisian Flag Indonesia

adalah viscometer Brookfield yang dapat dilihat pada gambar 6. Viskometer Brookfield

merupakan salah satu viskometer gasing atau kumparan yang dicelupkan ke dalam

sampel uji untuk mengukur ketahanan gerak. Prinsip kerja dari viskometer adalah

semakin rendah perputarannya, semakin besar hambatannya, maka semakin tinggi pula

nilai viskositasnya (Brookfield, 2017).

Gambar 6. Viskometer Brookfield

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Dalam pengujian viskositas susu cair, spindle yang digunakan adalah spindle nomor 1.

Sampel dituang ke dalam wadah yang telah disediakan kemudian spindle dicelupkan ke

dalam wadah tersebut sampai tanda garis spindle tertutup. Selanjutnya clamp lever

dilepaskan kemudian pembacaan skala dilakukan ketika jarum penunjuk skala sudah

stabil. Nilai viskositas diperoleh dari skala yang terbaca dikalikan dengan faktor konversi.

Besarnya faktor konversi tergantung dari nomor spindle dan kecepatan putar spindle.

Apabila menggunakan spindle nomor 1 dengan kecepatan putar 12 rpm, maka hasil yang

didapatkan dikalikan dengan faktor konversi sebesar 5.

Page 32: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

22

22

Viskositas dari susu cair lebih besar dibandingkan dengan air karena susu mengandung

padatan yang terdispersi ke dalam bentuk larutan. Besarnya viskositas pada susu

tergantung dari komposisi susu, suhu, dan umur susu. Semakin banyak konsentrasi gula

dalam susu maka semakin tinggi pula nilai viskositasnya karena gula akan mengikat air

sehingga kadar padatan terlarut akan meningkat. Viskositas susu pada suhu rendah lebih

tinggi dibandingkan pada suhu tinggi. Semakin lama susu disimpan, viskositasnya akan

meningkat karena terjadi perubahan protein susu (Anema et al., 2014).

4.1.3. Uji Warna

Penerimaan konsumen terhadap produk tidak hanya tergantung tekstur dan nutrisi, tetapi

juga harus ditunjang warna yang baik dan menarik (Winarti et al., 2008). Pengukuran

warna ini berfungsi untuk mengetahui adanya perubahan warna produk selama

penyimpanan. Pengukuran warna di PT. Frisian Flag Indonesia menggunakan alat

spektrofotometer Hunterlab. Prinsip kerja dari alat ini adalah adanya energi cahaya yang

terdifusi oleh atom atau molekul dari objek yang diuji. Alat spektrofotometer Hunterlab

dapat dilihat pada gambar 7.

Gambar 7. Spektrofotometer Hunterlab

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Alat Hunterlab dapat mengukur intensitas perubahan warna susu berdasarkan skala L*,

a*, b*. Nilai L* menunjukkan tingkat kecerahan warna sampel dan menyatakan cahaya

Page 33: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

23

23

pantul yang menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu, dan hitam. Nilai L* memiliki

skala 0 menyatakan warna hitam gelap hingga 100 yang menyatakan warna putih terang.

Nilai a* menunjukkan warna kromatik merah – hijau, nilai a* positif memiliki skala 0

sampai +80 dan menyatakan tingkat kemerahan sampel, nilai a* negatif memiliki skala 0

sampai -80 dan menyatakan tingkat kehijauan sampel. Nilai b* menunjukkan warna

kromatik kuning – biru, nilai b* positif memiliki skala 0 sampai +70 dan menyatakan

tingkat kekuningan sampel, nilai b* negative memiliki skala 0 sampai -70 dan

menyatakan tingkat kebiruan sampel (Arpah & Syarief, 2000).

Sebelum melakukan pengujian sampel, alat hunterlab dikalibrasi terlebih dahulu

menggunakan plat standar berwarna hitam dan putih. Selanjutnya sampel dituang ke

dalam kuvet hingga batas karet, kemudian diletakkan pada tempat pembacaan kuvet, lalu

ditutup dengan tutup kuvet. Tombol read selanjutnya ditekan yang akan menyebabkan

sensor memancarkan cahaya yang akan dipantulkan oleh sampel sampai sudut tertentu

lalu pantulan tersebut diteruskan ke sensor spectral dan skala warna akan terbaca di layar.

Secara umum, produk yang umur simpannya lebih lama akan mengalami pemudaran

warna. Hal ini terjadi karena adanya interaksi antar komponen dalam produk yang

menyebabkan kestabilan dan mutu produk menurun (Herawati, 2008). Selain itu,

penyimpanan pada suhu 40oC juga dapat menurunan intensitas warna. Hal ini

dikarenakan pada suhu yang lebih tinggi akan mempercepat kerusakan gugus kromofor

pada pigmen yang berdampak pada kerusakan warna (Winarti et al., 2008).

4.1.4. Pengamatan Sedimentasi

Sedimentasi merupakan suatu endapan yang dihasilkan akibat denaturasi protein. Selama

penyimpanan, protein dan komponen penyusun susu lainnya yang tidak stabil terhadap

panas akan mengalami koagulasi. Semakin tinggi suhu penyimpanan, semakin banyak

protein yang terdenaturasi sehingga partikel susu-susu tersebut mengendap dan

menyebabkan sedimentasi pada susu. Faktor lain yang mempengaruhi pembentukan

sedimen adalah jenis dan konsentrasi stabilizer, ukuran partikel pewarna, lama

penyimpanan, dan bahan baku penyusun susu lainnya (Bohren & Wenner, 1961).

Menurut McSweeney & O’Mahony (2016), selama proses penyimpanan dapat terjadi

Page 34: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

24

24

protein cross-linking antara kasein dengan protein whey. Omoarukhe et al. (2010)

menambahkan bahwa penambahan garam kalsium dalam pembuatan produk dapat

meningkatkan kecepatan sedimentasi produk, sedangkan penambahan trisodium sitrat

dan disodium hidrogen fosfat dapat mengurangi pembentukan sedimentasi.

Pengamatan sedimentasi dilakukan secara visual. Sedimen yang terbentuk di bagian

bawah kemasan susu cair dibandingkan dengan standar penilaian sedimen yang telah

ditetapkan oleh PT. Frisian Flag Indonesia. Semakin lama susu disimpan, semakin banyak

endapan yang terbentuk dikarenakan sedimen dapat terbentuk karena adanya padatan

yang tidak terlarut sempurna dan apabila suatu sistem dispersi didiamkan dalam kurun

waktu tertentu padatan tersebut dapat terpisah dari larutan (Moller et al., 2012).

4.1.5. Uji Organoleptik Metode IDF (International Dairy Federation)

Uji organoleptic atau uji sensori merupakan salah satu analisa mutu yang penting karena

tidak semua atribut mutu dalam bahan pangan dapat dianalisa menggunakan alat maupun

instrument (Resurreccion, 1998). Pengujian organoleptik yang dilakukan di PT. Frisian

Flag Indonesia mengacu pada standar internasional ISO 22935-3: 2009 dan IDF

(International Dairy Federation) 99-3:2009 mengenai “Milk and milk-products- Sensory

analysis- Part 3: Guidance on a method for evaluation of compliance with product

specifications for sensory properties by scoring”. Pengujian organoleptik ini dapat

memberikan indikasi kebusukan, penurunan mutu, dan kerusakan lain dari produk

(Lawless & Heymann, 2010).

Secara prinsip, karakteristik sensori pada masing-masing sampel akan diuji seorang

panelis. Setiap panel akan mengevaluasi sampel menggunakan skala interval yang terdiri

dari 5 poin penilaian untuk memperkirakan kemungkinan adanya penyimpangan produk

yang diuji dari produk standar. Nilai 5 untuk sampel yang memiliki karakteristik yang

sama dengan standar, nilai 4 menunjukkan sampel memiliki rasa yang sedikit berbeda

dengan standar, nilai 3 menunjukkan sampel memiliki rasa yang berbeda nyata dengan

standar, nilai 2 menunjukkan sampel memiliki rasa yang sangat berbeda nyata dengan

standar, dan nilai 1 menunjukkan sampel memiliki rasa yang sangat berbeda nyata sekali

dengan standar.

Page 35: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

25

25

4.2. Lab Scale / Prototype

Pembuatan prototype merupakan tahapan awal dalam pengembangan produk pangan.

Pembuatan dalam skala kecil (lab scale) bertujuan untuk memberikan gambaran produk

akhir sesuai dengan konsep setiap proyek sebelum dilanjutkan dalam skala besar. Selain

itu, keuntungan lain dari pembuatan prototype adalah untuk mengetahui produk yang

akan dikembangkan sudah sesuai dengan konsep yang diinginkan, baik dari segi sensori

maupun kestabilannya.

4.2.1. Bahan Baku

Berikut ini merupakan bahan baku pembuatan susu cair secara umum:

a. Susu Segar

Susu segar merupakan bahan baku utama produksi susu cair. Susu segar yang digunakan

oleh PT. Frisian Flag Indonesia merupakan susu yang telah melalui tahap pasteurisasi

sehingga kualitasnya terjamin. Syarat mutu susu segar dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Syarat Mutu Susu Segar

Komponen Utama Kadar (%)

Air 85,5 – 89,5

Total Padatan 10,5 – 14,5

Lemak 2,5 – 6,0

Protein 2,9 – 5,0

Karbohidrat 3,6 – 5,5

Mineral 0,6 – 0,9

(Bylund, 1995)

b. Air

Air merupakan komponen utama dalam susu, yaitu sekitar 84-89%. Kandungan air ini

berfungsi untuk melarutkan zat-zat yang terkandung di dalam susu dan untuk

mempertahankan bentuk susu sebagai larutan sehingga mudah dicerna (Hung & Zayas,

1992). Dalam proses pembuatan susu UHT cair, air yang digunakan jenisnya sama tetapi

treatment-nya berbeda. Air yang digunakan selama proses pembuatan adalah air biasa

sebagai bahan baku, dan air untuk standarisasi yang sebelumnya melalui beberapa

treatment. Air untuk bahan baku disaring dan dipanaskan hingga suhunya mencapai 70oC

sebelum dicampurkan dengan bahan lainnya. Penggunaan air panas ini bertujuan untuk

Page 36: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

26

26

memudahkan pencampuran bahan selama mixing yang mayoritas berbentuk bubuk. Air

untuk standarisasi sebelumnya telah di-treatment secara filtrasi dan kemudian

didinginkan lalu treatment menggunakan UV sehingga kandungan mikroorganismenya

berkurang. Air standarisasi ditambahkan ketika susu cair telah tercampur namun belum

memenuhi standar produk Frisian Flag.

c. Susu Bubuk Skim atau Skimmed Milk Powder (SMP)

Skimmed Milk Powder (SMP) merupakan produk susu yang diperoleh dengan

menghilangkan komponen air dan lemak dengan cara pengeringan tetapi masih

mengandung galaktosa, protein, mineral, dan vitamin. Penambahan SMP berfungsi untuk

meningkatkan total solid susu bukan lemak (milk solid non fat atau MSNF) karena SMP

memiliki kandungan padatan 9,25% dari total padatan yang terdapat pada susu dan

kandungan lemaknya kurang dari 1,5%. Penambahan MSNF ini bertujuan untuk

mencapai standar produk tanpa perlu menambahkan susu segar. Selain itu, SMP juga

berfungsi sebagai sumber protein tambahan pada susu cair dan memperbaiki tekstur

produk akhir (Bylund, 1995).

d. Gula

Gula dalam industri pangan biasanya digunakan untuk menyatakan sukrosa. Sukrosa

sebagian besar didapat dari tebu (Hartel et al., 2018). Di PT. Frisian Flag sendiri terdapat

beberapa jenis gula yang digunakan pada produksi susu. Secara umum, gula yang

digunakan merupakan gula kristal yang telah dirafinasi. Penambahan gula pada

pembuatan susu cair adalah untuk meningkatkan rasa manis pada produk dan untuk

meningkatkan tekstur creamy pada susu.

e. Stabilizer dan Emulsifier

Stabilizer merupakan senyawa penstabil yang membuat senyawa fase lemak dan air susu

cair tetap stabil sampai produk berada di tangan konsumen (Schmidt, 1994). Stabilizer

dan emulsifier ini perlu ditambahkan agar selama penyimpanan produk, tampilan produk

tetap terjaga (tidak terjadi pemisahan). Emulsifier yang ditambahkan pada produk susu

UHT cair adalah glycerol monostearate (GMS).

Page 37: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

27

27

f. Anhydrous Milk Fat (AMF)

Anhydrous Milk Fat (AMF) merupakan produk lemak susu murni yang didapatkan dari

susu segar, krim, atau mentega tanpa tambahan penetral. AMF diperoleh dari proses

separasi, deodorisasi, bleaching, dan pengeringan sehingga diperoleh lemak susu tidak

berbau. Dalam pembuatan susu cair, AMF berfungsi sebagai sumber lemak sehingga

kadar lemak produk akhir sesuai dengan standar. AMF digunakan sebagai sumber lemak

karena memiliki rasa khas susu sehingga tidak akan mengubah rasa produk. Selain itu,

lemak susu juga mudah tercampur selama proses pencampuran (Bylund, 1995).

g. Pewarna Makanan

Pewarna makanan merupakan bahan tambahan pangan yang dapat memberikan maupun

memperbaiki warna pada produk. Pewarna makanan sintetik sering digunakan karena

harganya lebih ekonomis dan warnanya lebih stabil selama penyimpanan dibandingkan

pewarna alami. Pada produk susu cair stroberi, pewarna yang digunakan adalah Ponceau

4R CI 16255, sedangkan untuk produk susu cair cokelat tidak ditambahkan pewarna

karena warna cokelat didapatkan dari penambahan bubuk kakao.

h. Flavor (Perisa)

Flavor (perisa) merupakan bahan tambahan pangan yang dapat memperkuat dan

mempertegas rasa dan aroma produk. Pada produk susu cair stroberi, ditambahkan flavor

stroberi, pada produk susu cair cokelat ditambahkan flavor cokelat untuk meningkatkan

rasa cokelat produk.

i. Vitamin dan Mineral

Vitamin merupakan senyawa kompleks yang diperlukan tubuh dalam jumlah kecil

(mikronutrien) untuk membantu kelancaran penyerapan gizi dan proses metabolisme

tubuh. Vitamin ditambahkan pada produk dengan tujuan untuk meningkatkan nilai nutrisi

produk. Vitamin yang sering ditambahkan untuk fortifikasi produk adalah vitamin A, B1,

B2, B3, B12, dan D3. Vitamin tersebut biasanya ditambahkan dalam bentuk bubuk

premix. Sedangkan mineral merupakan logam-logam yang diperlukan oleh tubuh untuk

menjaga metabolisme tubuh. Mineral juga ditambahkan untuk meningkatkan nilai gizi

susu. Selain itu, mineral juga berfungsi untuk menaikkan tegangan ionik protein sehingga

Page 38: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

28

28

meningkatkan kemampuan emulsifier dan stabilizer-nya (Bylund, 1995). Mineral yang

sering ditambahkan ke dalam susu adalah kalsium.

4.2.2. Proses Produksi

Proses pembuatan prototype lab scale dikondisikan semirip mungkin dengan proses

produksi susu di pabrik. Mulai dari rasio bahan baku, urutan pencampuran, dan juga

perlakuan/ treatment. Langkah pertama yang harus dilakukan dalam pembuatan prototype

ini adalah menimbang bahan baku sesuai dengan resep atau formulasi. Bahan yang

digunakan sudah dijelaskan pada bab 4.2.1. tetapi untuk mineral dan vitamin sangat

jarang ditambahkan dalam pembuatan prototype karena jumlahnya yang terlalu sedikit.

Pembuatan prototype dilakukan menggunakan alat pencampur berkecepatan tinggi.

Bahan yang telah ditimbang kemudian dimasukkan ke alat. Air yang digunakan harus

bersuhu 70-75oC. Hal ini bertujuan untuk melarutkan stabilizer yang ditambahkan

sehingga dapat bekerja secara optimal. Jika stabilizer tidak larut seluruhnya maka

kestabilan produk akhir akan terganggu. Selanjutnya bubuk susu dimasukkan, diikuti

dengan bahan-bahan lainnya sesuai dengan urutan penambahan. Setelah semua bahan

tercampur, produk kemudian disaring menggunakan saringan biasa untuk memisahkan

padatan yang belum terlarut maupun pengotor. Tahap terakhir dari pembuatan prototype

ini adalah pemanasan produk akhir menggunakan oven microwave yang bertujuan untuk

menstabilkan seluruh komponen produk akhir susu. Walaupun secara garis besar mirip,

tetapi tidak semua proses pembuatan susu dapat terealisasikan secara sempurna dalam

pembuatan prototype. Beberapa proses dilakukan dengan alat minimalis yang dianggap

merepresentasikan proses yang sesungguhnya.

Proses pembuatan susu UHT skala pabrik melewati beberapa tahapan yaitu pencampuran

bahan baku, penyaringan, pendinginan, standarisasi dalam storage tank, homogenisasi,

sterilisasi, cooling, penyimpanan dalam aseptic tank, dan aseptic filling. Susu UHT

dibuat dengan proses pemanasan pada suhu tinggi dalam waktu singkat yang bertujuan

untuk membunuh seluruh mikroorganisme. Pemanasan secara singkat bertujuan untuk

meminimalisir kerusakan yang signifikan pada susu. Proses pengolahan susu UHT dapat

dilihat pada gambar 8.

Page 39: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

29

29

Gambar 8. Proses Pengolahan Susu UHT (Ultra High Temperature)

Tahap pertama dalam pembuatan susu UHT adalah pencampuran bahan baku (mixing).

Mixing dilakukan di dumping room dan pencampuran menggunakan dissolver tank yang

dilengkapi dengan agitator (pengaduk). Selanjutnya terdapat proses penyaringan untuk

memisahkan produk dengan pengotor maupun benda asing yang tidak diinginkan seperti

sisa bahan baku atau material yang tidak terlarut sempurna. Kemudian terjadi proses

pendinginan dengan suhu maksimal 15oC. Proses pendinginan berfungsi untuk mencegah

pertumbuhan mikroorganisme yang tahan terhadap panas. Proses ini sering disebut

sebagai thermal shock.

Produk selanjutnya masuk ke dalam storage tank untuk distandarisasi. Standarisasi ini

bertujuan untuk mengecek apakah susu yang akan diproduksi sudah sesuai dengan

standar yang ditetapkan sebelum masuk ke proses selanjutnya. Apabila produk telah

distandarisasi, produk masuk ke tahap homogenisasi. Homogenisasi bertujuan untuk

menyamakan ukuran partikel-partikel susu menggunakan tekanan 230 bar pada suhu

80oC. Homogenisasi susu dapat menstabilkan emulsi lemak sehingga tidak mudah

Page 40: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

30

30

terpisahkan. Setelah susu dihomogenkan, susu kemudian disterilkan menggunakan coil

sterilization pada suhu 138-142oC selama 2-4 detik. Selama proses sterilisasi, dilakukan

pengontrolan suhu dan waktu berlangsungnya sterilisasi di holding tube. Pengontrolan ini

merupakan faktor kritis dalam menentukan cita rasa susu UHT dan efektivitas sterilisasi

dalam menghilangkan bakteri thermofilic spore. Setelah sterilisasi selesai, susu dialirkan

menuju storage aseptic tank. Selama dialirkan, susu dijaga suhunya agar tidak lebih dari

30oC. Selanjutnya susu akan dikemas ke dalam kemasan multilayer tetrapack secara

aseptics (aseptic filling). Pengepakan secara aseptis ini bertujuan untuk meminimalisir

kontaminasi mikroorganisme ke dalam produk. Susu yang telah dikemas kemudian di-

pack dalam kardus lalu disimpan di warehouse untuk didistribusikan.

Page 41: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

31

5. PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN

PEWARNA SINTETIK PADA PRODUK SUSU UHT STROBERI

5.1. Latar Belakang

Warna makanan merupakan suatu parameter penting dalam evaluasi sensori. Persepsi

visual, terutama warna, merupakan penilaian awal mengenai kualitas produk tersebut

(Stich, 2016). Pewarna makanan sering ditambahkan ke dalam produk pangan untuk

membuat produk lebih menarik dan menggugah selera (Chen et al., 1998). Selain itu

penambahan pewarna juga berguna untuk mengembalikan warna bahan awal yang hilang

selama proses produksi (Abbey et al., 2014). Menurut Amchova et al. (2015),

penggunaan pewarna makanan antara lain karena:

1. Mengembalikan warna yang hilang akibat paparan cahaya, udara, suhu dan kondisi

penyimpanan;

2. Meminimalisir perbedaan warna produk antara batch satu dengan lainnya;

3. Meningkatkan warna alami dari produk sehingga produk semakin menarik;

4. Memberi warna pada produk yang tidak berwarna;

5. Memudahkan konsumen dalam membedakan berbagai macam produk.

Pewarna makanan dapat dibedakan menjadi beberapa kategori pembeda, yaitu asal

(alami, identik dengan alami, atau sintetik; organik dan inorganik), solubilitas (soluble

dan insoluble), dan kemampuan memberi warna (transparan dan opaque). Pewarna alami

biasanya diekstrak dari tanaman dan bisa juga dari sumber lain seperti serangga, alga,

cyanobacteria, dan jamur. Pewarna alami dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelas

seperti tetrapirol (contoh: klorofil), tetraterpenoid (contoh: karotenoid), flavonoid

(contoh: antosianin), anthraquinone (contoh: karmin, lac, kirmizi, dan madder), dan

betalain (contoh: ubi bit merah) (Amchova et al, 2015). Pewarna alami dapat memicu

perubahan tekstur, aroma, dan flavor yang tidak diharapkan di produk. Pewarna alami

juga lebih tidak stabil dan konsisten, serta dapat berubah karakteristiknya bergantung

pada pH, vitamin, flavor, dan kandungan garam pada produk. Pewarna alami sendiri

mudah terkontaminasi trace metal yang tidak diharapkan, insektisida, herbisida, dan

bakteri (Griffiths, 2005). Pewarna identik dengan alami adalah pewarna buatan yang

sebenarnya dapat ditemukan di alam seperti karoten, canthaxanthin, dan riboflavin.

Page 42: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

32

Pewarna sintetik merupakan pewarna buatan yang tidak dapat ditemukan di alam seperti

senyawa pewarna azo. Pewarna sintetik banyak digunakan karena dapat memberikan

warna yang lebih intens dan permanen dibandingkan pewarna alami, selain itu juga tidak

mempengaruhi flavor produk dan lebih stabil (Amchova et al., 2015). Pewarna sintetik

lebih mudah untuk diproduksi, murah, dan kepekatan warnanya tinggi sehingga hanya

membutuhkan jumlah yang sedikit. Pewarna sintetik mudah larut dan tercampur ke dalam

produk serta tidak menimbulkan flavor yang tidak diharapkan (Downham & Collins,

2000).

Penggunaan pewarna sendiri sudah dilegalkan sejak tahun 1880-an, dan hingga dekade

ini, sebagian besar industri masih menggunakan pewarna sintetik sebagai pewarna utama

produk pangan mereka. Jika dibandingkan dengan pewarna alami, pewarna sintetik

memang lebih stabil, tidak menimbulkan reaksi-reaksi yang tidak diinginkan, harga

produk dapat lebih murah karena jumlah yang digunakan sedikit dan harga pewarna

sintetik lebih murah dibandingkan pewarna alami. Selain itu, range warna dari pewarna

sintetik lebih besar dibandingkan pewarna alami dan warna yang dihasilkan oleh pewarna

sintetik lebih pekat dan terang, pewarna alami cenderung menghasilkan warna yang lebih

tipis, kusam dan pastel (Griffiths, 2005). Seiring berjalannya waktu banyak pewarna yang

sudah tidak diperbolehkan lagi karena ada beberapa bukti yang menunjukkan efek

samping dan toksisitas pada jangka panjang. Bukan hanya pewarna sintetik saja

melainkan pewarna yang berasal dari tumbuhan maupun hewan juga tidak diperbolehkan

(Martins et al., 2016).

Beberapa tahun belakangan, kepuasan konsumen tidak hanya didapatkan dari rasa,

penampilan, aroma, dan kemenarikan produk, melainkan juga dari sisi kesehatan.

Konsumen lebih memilih untuk mengkonsumsi produk yang menggunakan pewarna

alami dibandingkan pewarna sintetik. Konsumen merasa bahwa penggunaan natural

products lebih menyehatkan. Selain itu, ada penelitan yang menunjukkan bahwa pewarna

alami dapat berperan sebagai antioksidan dan juga pengawet (Martins et al., 2016).

Meskipun begitu, anak-anak dan remaja masih menyukai produk dengan warna yang

pekat dan terang (Griffiths, 2005). Hal ini menyebabkan industri berlomba-lomba

menggunakan pewarna alami tetapi tetap menghasilkan produk dengan warna yang

Page 43: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

33

menarik (Martins et al., 2016). Walaupun begitu, informasi mengenai tingkat preferensi

konsumen mengenai pewarna alami dan pewarna sintetik yang digunakan industri

terutama pada produk susu masih sangat terbatas.

5.2. Tujuan

Mengetahui adanya perbedaan persepsi konsumen dari berbagai kalangan terhadap

penggunaan pewarna alami dan pewarna sintetis pada produk susu UHT stroberi yang

beredar di pasaran.

5.3. Metodologi

5.3.1. Penentuan Sampel

Sampel susu UHT stroberi dibeli di supermarket yang terletak di daerah Jakarta Timur.

Untuk mengurangi adanya bias dalam pengujian, sampel yang dipilih memiliki tanggal

kadaluarsa yang kurang lebih sama. Pengujian ini menggunakan 6 sampel dengan merek

yang berbeda-beda, antara lain Ultra Milk, Zee, Vidoran, Clevo, Frisian Flag, dan

Indomilk. Pewarna yang digunakan pada sampel dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Pewarna yang Digunakan pada Sampel

Sampel Jenis Pewarna Keterangan

Ultra Milk Karmin (CI 75470) Pewarna Alami

Zee Karmin (CI 75470) Pewarna Alami

Ponceau 4R (CI 16255) Pewarna Sintetik

Vidoran Karmin (CI 75470) Pewarna Alami

Beta Karoten (CI 75130) Pewarna Alami

Ponceau 4R (CI 16255) Pewarna Sintetik

Clevo Karmoisin (CI 14720) Pewarna Sintetik

Ponceau 4R (CI 16255) Pewarna Sintetik

Frisian Flag Ponceau 4R (CI 16255) Pewarna Sintetik

Indomilk Ponceau 4R (CI 16255) Pewarna Sintetik

Karmoisin (CI 14720) Pewarna Sintetik

5.3.2. Penentuan Panelis

Panelis pada proyek kali ini berjumlah 15 orang. Panelis dipilih secara acak dan sebagian

besar merupakan orang yang berada di departemen R&D PT. Frisian Flag Indonesia.

Panelis dapat dikelompokkan ke dalam 3 golongan pendidikan yang berbeda. Golongan

pertama merupakan panelis dengan tingkat pendidikan tinggi dimana panelis sudah

Page 44: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

34

memperoleh gelar Sarjana maupun Magister. Panelis golongan pertama berjumlah 8

orang. Golongan kedua merupakan panelis dengan tingkat pendidikan menengah dimana

panelis sedang menempuh pendidikan Diploma dan Sarjana. Panelis golongan kedua

berjumlah 5 orang. Golongan ketiga merupakan panelis dengan tingkat pendidikan

rendah dimana panelis merupakan lulusan SMA ke bawah. Panelis golongan ketiga

berjumlah 2 orang.

5.3.3. Pengumpulan Data

Data dikumpulkan menggunakan uji organoleptik ranking hedonik untuk menentukan

tingkat kesukaan panelis terhadap produk. Sampel yang disajikan diurutkan menurut

tingkat kepekatan warna dari paling terang hingga warna paling pekat sehingga tidak

terjadi contrast effect. Selain itu, setiap sampel dilabeli dengan tiga digit angka acak untuk

menghilangkan bias dan persepsi urutan. Urutan penyajian beserta kode sampel dapat

dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Urutan Penyajian dan Kode Sampel

Urutan Penyajian Merek Kode Sampel

1 Ultra Milk 976

2 Zee 805

3 Vidoran 135

4 Clevo 495

5 Frisian Flag 234

6 Indomilk 516

Pengujian ranking hedonik ini dilakukan sebanyak dua kali dan setiap panelis diberi satu

nampan berisi enam sampel dan dua scoresheet. Pengujian pertama merupakan blind test

dimana panelis hanya diminta untuk mengurutkan tingkat preferensi mereka terhadap

warna sampel tanpa mengetahui jenis pewarna yang digunakan. Selanjutnya pada

pengujian kedua merupakan informed test dengan panelis yang sama, panelis akan

diberitahu mengenai jenis pewarna yang digunakan baik itu pewarna alami maupun

pewarna sintetik setelah itu panelis akan diminta untuk mengurutkan kembali tingkat

preferensi mereka terhadap warna sampel tersebut. Tingkat preferensi diurutkan

berdasarkan skala 1 (TIDAK SUKA) hingga 6 (SANGAT SUKA). Bentuk penyajian

sampel dan scoresheet dapat dilihat pada gambar 9, 10, dan 11.

Page 45: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

35

Gambar 9. Bentuk Penyajian Pengujian blind test

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Gambar 10. Bentuk Penyajian Pengujian informed test

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Page 46: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

36

Gambar 11. Contoh Scoresheet yang Digunakan

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

5.3.4. Analisa Data

Data sensori pertama dan kedua yang telah didapatkan dimasukkan ke dalam tabel yang

berisikan skor ranking yang diberikan panelis ke setiap sampel. Skor tersebut kemudian

dirata-rata sehingga didapatkan skor akhir setiap sampel. Skor akhir kemudian disajikan

dalam bentuk diagram lingkaran (pie chart). Diagram itulah yang akan digunakan untuk

membandingkan apakah terjadi perubahan persepsi orang terhadap sampel setelah

diberitahu mengenai pewarna yang digunakan.

5.4. Hasil Pengamatan

5.4.1. Hasil Sensori

Data hasil sensori 1 dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Hasil Sensori Blind Test

Panelis Merk Susu Stroberi

976 805 135 495 234 516

1 2 1 3 4 5 6

2 3 1 2 5 4 6

3 3 2 1 6 5 4

4 3 1 2 4 6 5

5 5 1 2 6 4 3

6 6 1 2 5 4 3

7 6 1 2 5 4 3

Page 47: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

37

8 3 1 2 6 4 5

9 3 2 1 5 4 6

10 2 1 3 6 4 5

11 1 2 3 5 4 6

12 3 1 2 6 4 5

13 3 1 2 4 5 6

14 2 1 3 4 6 5

15 1 2 3 4 5 6

Rata-

rata 3,066667 1,266667 2,2 5 4,533333 4,933333

Hasil sensori blind test pada tabel 5 dapat dilihat bahwa nilai preferensi yang paling tinggi

secara berturut-turut adalah sampel 495, sampel 516, sampel 234, sampel 976, sampel

135, dan sampel 805. Sampel 495 (Clevo) memiliki tingkat preferensi paling tinggi yaitu

5, namun nilai ini tidak terlalu jauh jika dibandingkan dengan sampel 516 (Indomilk)

yaitu 4,933. Sampel 805 (Zee) memiliki tingkat preferensi terendah yaitu 1,267. Sampel

135 (Vidoran) memiliki tingkat preferensi sebesar 2,2, lalu sampel 976 (Ultra Milk)

memiliki tingkat preferensi sebesar 3,067, dan sampel 234 (Frisian Flag) memiliki tingkat

preferensi sebesar 4,533.

Data hasil sensori informed test dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Hasil Sensori Informed Test

Panelis Merk Susu Stroberi

976 805 135 495 234 516

1 2 1 6 3 4 5

2 3 1 2 5 4 6

3 3 2 1 6 5 4

4 6 3 4 5 2 1

5 6 1 2 5 4 3

6 6 1 2 5 4 3

7 6 1 2 5 4 3

8 5 1 2 6 3 4

9 6 1 5 4 3 2

10 6 3 5 4 1 2

11 6 5 4 3 2 1

12 3 1 2 6 4 5

13 3 1 2 4 5 6

14 6 5 4 3 2 1

Page 48: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

38

15 6 5 4 3 2 1

Rata-

rata 4,866667 2,133333 3,133333 4,466667 3,266667 3,133333

Hasil sensori informed test pada tabel 6 dapat dilihat bahwa nilai preferensi yang paling

tinggi secara berturut-turut adalah sampel 976, sampel 495, sampel 234, sampel 135 dan

sampel 516, dan sampel 805. Sampel 976 (Ultra Milk) memiliki tingkat preferensi paling

tinggi yaitu 4,867, namun nilai ini tidak terlalu jauh jika dibandingkan dengan sampel

495 (Clevo) yaitu 4,467. Sampel 805 (Zee) memiliki tingkat preferensi terendah yaitu

2,133. Sampel 234 (Frisian Flag) memiliki tingkat preferensi sebesar 3,267, sementara

sampel 135 (Vidoran) dan sampel 516 (Indomilk) memiliki tingkat preferensi yang sama

yaitu sebesar 3,133

5.4.2. Diagram Lingkaran (Pie Chart)

Dari data hasil sensori blind dan informed test, data rata-rata diubah menjadi data

persentase dengan menggunakan rumus:

Persentase tingkat preferensi = rata−rata tingkat preferensi

nilai rata−rata total sampel x 100%

Perhitungan persentase tingkat preferensi dapat dilihat pada Lampiran. Diagram

lingkaran (pie chart) tingkat preferensi 1 dan 2 dapat dilihat pada gambar 12 dan 13.

Page 49: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

39

Gambar 12. Diagram Lingkaran (Pie Chart) Rata-rata Hasil Sensori Blind Test

Gambar 13. Diagram Lingkaran (Pie Chart) Rata-rata Hasil Sensori Informed Test

5.4.3. Tabel Perbedaan Perubahan Preferensi

Dari diagram lingkaran (pie chart), dapat dibuat tabel perubahan persentase preferensi

yang dapat dilihat pada tabel 7.

14,60%

6,03%

10,48%

23,81%

21,59%

23,49%

Rata-rata Preferensi 1

976 805 135 495 234 516

23,18%

10,16%

14,92%21,27%

15,56%

14,92%

Rata-rata Preferensi 2

976 805 135 495 234 516

Page 50: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

40

Tabel 7. Perubahan Persentase Preferensi 1 dan 2

Kode Sampel Persentase Preferensi 1 Persentase Preferensi 2 Perubahan

976 14.60% 23.18% + 8.53%

805 6.03% 10.16% + 4.13%

135 10.48% 14.92% + 4.44%

495 23.81% 21.27% - 2.54%

234 21.59% 15.56% - 6.03%

516 23.49% 14.92% - 8.57%

Pada tabel 7 dapat dilihat bahwa persentase preferensi sampel 976, 805, dan 135

mengalami kenaikan, sedangkan sampel 495, 234, dan 516 mengalami penurunan.

Sampel 976 mengalami kenaikan persentase paling besar yaitu sebanyak 8.53%. Sampel

516 mengalami penurunan persentase paling besar yaitu sebanyak 8.57%.

5.5. Pembahasan

5.5.1. Metode Penelitian

Pada proyek ini, metode sensori yang digunakan adalah uji ranking hedonik. Menurut

Wahyudi (2006), pengujian organoleptik secara hedonik merupakan uji untuk

menentukan tingkat kesukaan atau penerimaan panelis terhadap produk. Uji hedonik

dibagi menjadi 3 kategori yaitu uji rating, uji kesukaan berpasangan, dan uji ranking

(Lawless & Heymann, 2010). Uji ranking hedonik bertujuan untuk menentukan produk

yang paling disukai dan umumnya dilakukan oleh panelis yang sudah terlatih maupun

belum terlatih (Wahyudi, 2006). Oleh karena itu, metode yang digunakan adalah uji

ranking.

Untuk mengetahui adanya perbedaan persepsi konsumen dilakukan dua jenis pengujian

sensori yaitu blind test dan informed test. Blind test merupakan suatu pengujian sensori

dimana panelis menguji sampel tanpa mengetahui informasi lebih lanjut mengenai sampel

tersebut. Pengujian ini sering dilakukan untuk menghindari bias yang bisa terjadi apabila

panelis mengetahui informasi tentang produk tersebut, seperti merek, komposisi, harga,

perbedaan antar sampel, dan lain-lain. Informasi lebih lanjut mengenai produk tersebut

dapat menimbulkan persepsi dan ekspektasi panelis yang menyebabkan hasil sensori

menjadi tidak valid. Informed test merupakan suatu pengujian sensori dimana panelis

diberikan informasi lebih lanjut mengenai produk tersebut seperti merek, komposisi,

harga, perbedaan antar sampel, dan lain-lain. Informed test biasanya dilakukan untuk

Page 51: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

41

mengetahui pengaruh informasi tersebut terhadap preferensi konsumen (Lawless &

Heymann, 2010). Pada proyek kali ini dilakukan kedua pengujian tersebut untuk

mengetahui tingkat preferensi konsumen secara blind test dan perubahan preferensi ketika

mengetahui jenis pewarna yang digunakan (informed test).

5.5.2. Karakteristik Pewarna yang Terdapat di Produk

Pada sampel yang diuji, pewarna alami yang digunakan antara lain karmin dan beta

karoten, sedangkan pewarna sintetik yang digunakan antara lain ponceau 4R dan

karmoisin. Karmin (carmine) merupakan pewarna merah alami yang sering digunakan

dalam industri kosmetik dan makanan. Karmin tergolong dalam pewarna alami atau

pewarna dari sumber alami menurut The European Union (EU) dan Food and Drug

Administration (FDA) (Henry, 1996). Karmin didapatkan dari aqueous extraction

senyawa cochineal yang kemudian dipresipitasi menggunakan senyawa aluminium sulfat

bebas besi (Schweppe & Roosen-Runge, 1986). Senyawa cochineal sendiri didapatkan

dari serangga betina kering jenis Dactylopius coccus costa (Coccus cactii L.) yang hidup

di tanaman kaktus. Senyawa karmin secara kimiawi memiliki warna yang stabil dan tidak

mudah rusak oleh oksigen, cahaya, panas, kandungan air, dan sulfur dioksida. Warna

yang dihasilkan karmin dipengaruhi oleh pH larutan. Pewarna ini dapat mengendap pada

pH rendah dan menyebabkan warnanya menjadi oranye kecokelatan. Penggunaan karmin

pada larutan pH 7 memberikan warna merah ceri dan akan berkurang intensitasnya seiring

menurunnya nilai pH. Pewarna karmin yang beredar di pasaran berbentuk bubuk larut air

yang mengandung asam karminat berkisar antara 40-60% dan memiliki intensitas warna

yang lebih rendah dibandingkan pewarna merah alami lainnya seperti beetroot dan

antosianin (Henry, 1986). Batas penggunaan maksimum karmin berbeda-beda di tiap

negara, di Indonesia sendiri menurut BPOM No. 37 tahun 2013 mengenai Batas

Maksimum Penggunaan BTP Pewarna, batas konsumsi harian yang diperbolehkan adalah

0-5 mg/kg berat badan, dan penggunaan dalam produk minuman berbasis susu maksimum

sebanyak 70 mg/kg dalam bentuk asam karminat.

Beta karoten (β-carotene) merupakan pewarna merah alami dan pewarna identik dengan

alami menurut EU dan FDA. Pewarna ini larut minyak dan didapatkan dari ekstraksi

bahan-bahan alami seperti alga, wortel, dan minyak kelapa sawit. Meskipun begitu,

Page 52: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

42

pewarna beta karoten yang digunakan merupakan bentuk nature-identical yang

diproduksi secara sintetik. Senyawa beta karoten yang diekstrak dari bahan alami

membutuhkan biaya yang lebih besar dan lebih banyak dipakai untuk industri farmasi dan

industri makanan sehat seperti suplemen makanan (Henry, 1986). Beta karoten

memberikan warna kuning oranye, tetapi ketika konsentrasinya ditingkatkan warnanya

menjadi merah (Solymosi et al., 2015). Beta karoten tetap stabil pada pH rendah, dan

sangat sensitif terhadap cahaya, panas, oksidasi, oleh karena itu penggunaan beta karoten

biasa diikuti dengan penambahan antioksidan agar warna yang dihasilkan bertahan

hingga masa akhir umur simpan (Gordon & Bauernfeind, 1982). Menurut BPOM No. 37

tahun 2013 mengenai Batas Maksimum Penggunaan BTP Pewarna, batas konsumsi

harian dari beta karoten tidak dinyatakan atau acceptable yang berarti bahwa bahan

tambahan tersebut memiliki toksisitas yang sangat rendah dan tidak menimbulkan bahaya

terhadap kesehatan menurut Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives

(JECFA), sedangkan untuk penggunaannya dalam produk minuman berbasis susu

maksimum sebanyak 1000 mg/kg. Menurut JECFA sendiri acceptable daily intake dari

seluruh karotenoid yang digunakan sebagai pewarna adalah sebesar 0-5 mg/kg/hari.

Ponceau 4R merupakan pewarna sintetik larut air yang biasa digunakan di industri

makanan untuk memberikan warna merah seperti pada produk permen, es krim, surimi,

dan minuman (König, 2015). Pewarna ini stabil terhadap paparan cahaya, panas, dan

asam, tetapi sedikit memudar ketika ada penambahan asam askorbat dan SO2 (Pintea,

2007). Menurut BPOM No. 37 tahun 2013 mengenai Batas Maksimum Penggunaan BTP

Pewarna, batas konsumsi harian dari pewarna Ponceau 4R yang diperbolehkan adalah

sebanyak 0-4 mg/kg berat badan, dan untuk penggunaannya dalam produk minuman

berbasis susu maksimum sebanyak 70 mg/kg. Penggunaan Ponceau 4R dibeberapa negara

sudah mulai dikurangi karena dapat memicu ADHD (Attention Deficit Hyperactivity

Disorder) pada anak-anak (Amchova et al., 2015). Ponceau 4R juga diduga bersifat

karsinogen dan sudah dilarang digunakan di Amerika Serikat dan beberapa negara

lainnya (Pintea, 2007).

Karmoisin (Azorubine atau Carmoisine atau Food Red 3) adalah pewarna sintetik yang

biasa digunakan di industri makanan, kosmetik, dan juga farmasi untuk memberikan

Page 53: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

43

warna merah segar (Karunia, 2013). Karmoisin biasa digunakan pada produk selai,

yogurt, jelly, dan olahan roti (Amin et al., 2010). Karmoisin stabil terhadap paparan

cahaya, panas, dan asam (Pintea, 2007). ). Menurut BPOM No. 37 tahun 2013 mengenai

Batas Maksimum Penggunaan BTP Pewarna, batas konsumsi harian dari pewarna

Karmoisin yang diperbolehkan adalah sebanyak 0-4 mg/kg berat badan, dan untuk

penggunaannya dalam produk minuman berbasis susu maksimum sebanyak 70 mg/kg.

Karmoisin dapat menimbulkan reaksi alergi pada kulit dan bersifat karsinogenik apabila

dikonsumsi melebihi dosis aman (Karunia, 2013).

5.5.3. Perspektif Industri mengenai Pewarna

Beberapa tahun terakhir semakin banyak penelitian ilmiah yang menghubungkan anatara

masalah kesehatan dengan konsumsi pewarna sintetik. Pewarna sintetik yang umum

digunakan di produk pangan seperti Tartrazine, Quinoline Yellow, Sunset Yellow,

Carmoisine, Ponceau 4R, dan Allura Red diduga dapat menyebabkan hiperaktivitas pada

anak-anak. European Authority menurunkan acceptable daily intake (ADI) dari pewarna

Quinone Yellow, Sunset Yellow, dan Ponceau 4R. Penggunaan pewarna-pewarna

tersebut pun mulai dilarang dan diwajibkan ditulis pada kemasan bahwa produk tersebut

memiliki kemungkinan menimbulkan efek negatif pada anak-anak. Walaupun begitu di

Indonesia sendiri belum ada tindakan lebih lanjut mengenai isu penggunaan pewarna

sintetik ini. Food Standards Agency (FSA) mulai mengajak industri pangan untuk

menghindari penggunaan pewarna sintetik tersebut dan menggantinya dengan

menggunakan pewarna alami (Galaffu et al., 2015).

Dari perspektif industri sendiri, mengganti penggunaan pewarna sinstetik dengan

pewarna alami tidak semudah itu, banyak aspek yang harus dipertimbangkan dan

diperhitungkan. Pewarna sintetik secara umum memiliki stabilitas, intensitas, harga, dan

range warna yang lebih baik dibandingkan dengan pewarna alami. Penggantian

menggunakan pewarna alami juga memerlukan waktu untuk menguji ketahanan selama

umur simpan, kemiripan dengan produk yang beredar di pasaran, dan menguji

karakteristik lainnya. Pewarna alami (baik yang sudah ada dalam bahan maupun yang

ditambahkan) dikenal sangat sensitif terhadap perubahan pH, panas, proses pengolahan,

oksidasi, dan paparan sinar matahari. Produk dengan umur simpan panjang kurang sesuai

Page 54: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

44

jika menggunakan pewarna alami karena ada kemungkinan perubahan warna selama

penyimpanan. Meskipun begitu, ada beberapa pewarna alami yang memiliki stabilitas

baik, seperti karotenoid yang tahan pada berbagai variasi pH tetapi tidak tahan paparan

cahaya dan oksidasi, karmin yang tahan paparan cahaya, oksidasi, dan panas tetapi tidak

tahan terhadap perubahan pH. Seiring perkembangan ilmu teknologi, saat ini sudah

terdapat jenis pewarna karmin yang tahap terhadap perubahan pH dan biasa digunakan

sebagai pewarna pada minuman karbonasi (Galaffu et al., 2015).

Penggunaan pewarna alami sendiri memang diasumsikan lebih sehat dibanding pewarna

sintetik. Pewarna alami juga tidak selamanya tidak memiliki efek samping dan

kekurangan. Pewarna Karmin sendiri diperoleh dari ekstrasi serangga yang menyebabkan

perdebatan masalah halal dan kosher (Galaffu et al., 2015). Karmin sendiri karena berasal

dari serangga penggunaannya dianggap tidak kosher, sedangkan dari sisi kehalalan,

karmin boleh digunakan tetapi beberapa menganggap bahwa karmin adalah makruh atau

sebaiknya tidak dikonsumsi, sehingga dalam penerapannya di Indonesia yang mayoritas

penduduknya muslim sendiri juga cukup sulit. (Regenstein et al., 2003). Selain itu,

pewarna karmin memiliki kandungan protein yang cukup rendah namun dapat

menimbulkan reaksi alergi pada konsumen yang memiliki hipersensitivitas terhadap

protein, walaupun begitu masih belum ditemukan senyawa alergen dalam karmin.

Kemungkinan adanya senyawa alergen dalam karmin seharusnya cukup kecil karena

adanya proses pengolahan lebih lanjut dalam produk pangan, terlebih apabila senyawa

alergen tersebut tidak stabil terhadap panas. Reaksi alergi yang mungkin terjadi karena

penggunaan pewarna beta karoten sejauh ini belum ditemukan, alergi yang pernah

ditemukan terjadi karena konsumen memiliki hipersensitivitas terhadap vitamin A (Lucas

et al., 2001). Walaupun begitu, masih belum ada penelititan lebih lanjut lagi mengenai

reaksi alergi dan intoleransi yang mungkin terjadi dari penggunaan pewarna alami

(Martins et al., 2016). Masih harus dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai dampak

dari penggunaan pewarna alami.

5.5.4. Analisa Data

Dari hasil pie chart dapat dilihat bahwa pada pengujian blind test, sampel yang paling

disukai adalah sampel 495 (Clevo) yaitu sebesar 23,81%, dilanjutkan dengan sampel 516

Page 55: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

45

(Indomilk) yaitu sebesar 23,49%, sampel 234 (Frisian Flag) sebesar 21,59%, sampel 976

(Ultra Milk) sebesar 14,60%, sampel 135 (Vidoran) sebesar 10,48%, dan terakhir adalah

sampel 805 (Zee) sebesar 6,03%. Berdasarkan hasil secara blind test ini dapat dilihat

bahwa konsumen lebih menyukai sampel dengan warna yang cerah tetapi tidak terlalu

mencolok seperti pada merek Clevo, dan tidak menyukai warna yang pucat dan tidak

cerah seperti pada merek Zee. Konsumen memiliki persepsi bahwa warna dari susu

stroberi adalah merah muda yang cerah, sedangkan pada sampel dengan warna yang

terlalu mencolok seperti pada sampel Indomilk dan Frisian Flag diasumsikan

menggunakan banyak pewarna sintetik. Sampel Ultra Milk memiliki warna paling putih

dan hanya memiliki sedikit semu merah muda, sehingga beberapa konsumen berasumsi

bahwa sampel tersebut menggunakan pewarna alami dalam jumlah sedikit. Asumsi ini

lebih banyak dimiliki oleh panelis yang memiliki tingkat pendidikan yang cukup tinggi,

sedangkan pada panelis dengan tingkat pendidikan rendah, panelis lebih menyukai

sampel dengan warna yang mencolok seperti sampel Indomilk dan Frisian Flag dan tidak

menyukai sampel yang berwarna putih seperti sampel Ultra Milk.

Pada pengujian informed test, sampel yang paling disukai adalah sampel Ultra Milk yaitu

sebesar 23,18%, diikuti oleh sampel Clevo sebesar 21,27%, lalu sampel Frisian Flag

sebesar 15,56%, sampel Indomilk dan Vidoran sebesar 14,92%, dan yang kurang disukai

adalah sampel Zee sebesar 10,16%. Sesudah panelis diberitahu mengenai pewarna yang

digunakan pada setiap sampel, semua tingkat preferensi panelis berubah. Perubahan pada

tabel 7 menunjukkan perubahan paling signifikan terdapat pada sampel 976 dan 516.

Sampel 976 bertambah sebanyak 8,53% dan sampel 516 berkurang sebanyak 8,57%.

Sampel 495 menunjukkan perubahan paling kecil yaitu berkurang sebanyak 2,54%.

Sampel Ultra Milk memiliki tingkat preferensi paling tinggi karena menggunakan

pewarna alami walaupun warnanya cenderung putih. Sampel Zee dan Vidoran

menggunakan campuran antara pewarna alami dan sintetik, pada panelis dengan tingkat

pendidikan yang cukup tinggi tingkat preferensi sampel ini tidak terlalu berubah karena

tetap menggunakan pewarna sintetik dan warnanya tidak menarik, tetapi pada panelis

dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah tingkat preferensi sampel ini meningkat

karena mengandung pewarna alami walaupun warnanya tidak menarik. Sampel Clevo

tetap memiliki tingkat preferensi yang tinggi walaupun menggunakan pewarna sintetik

Page 56: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

46

karena warnanya tidak seterang sampel Indomilk dan Frisian Flag. Pada panelis dengan

tingkat pendidikan rendah, sampel Indomilk dan Frisian Flag memiliki tingkat preferensi

terendah karena memiliki warna yang mencolok dan diasumsikan kandungan pewarna

sintetiknya tinggi, sedangkan pada panelis dengan tingkat pendidikan tinggi preferensi

sampel ini tetap tinggi karena penggunaan pewarna sintetik tidak masalah selama dosis

dan konsumsi yang tidak berlebihan, terlebih lagi pewarna sintetik dapat memberikan

warna terang yang diminati konsumen.

Bila dilihat dari pie chart 2 bahwa sampel Ultra Jaya yang menggunakan pewarna alami

adalah yang paling disukai diikuti oleh sampel Clevo yang menggunakan pewarna

sintetik namun paling disukai menurut blind test. Konsumen di Indonesia sendiri

cenderung menyukai produk dengan pewarna alami dibandingkan pewarna sintetik, akan

tetapi konsumen juga menghendaki produk tersebut memiliki warna yang menarik.

Pewarna alami sebenarnya dapat menghasilkan warna yang menarik, tapi dosis

penambahannya lebih tinggi dibanding pewarna sintetik karena tingkat kepekatan warna

yang berbeda (Galaffu et al., 2015). Industri di Indonesia sendiri seharusnya sudah mulai

mempertimbangkan penggunaan pewarna alami di produk mereka karena konsumen

sendiri sudah mulai sadar akan bahaya konsumsi pewarna sintetik dalam jangka panjang.

Selain itu menurut Lawrence et al. (2009), semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang

maka semakin besar dorongan untuk hidup sehat seperti mengkonsumsi buah dan sayur,

membaca food label sebelum membeli barang, dan lain-lain. Konsumen dengan tingkat

pendidikan yang lebih rendah cenderung tidak memedulikan kandungan atau bahan

tambahan apa yang digunakan pada produk, selama rasanya enak dan harganya murah

mereka tidak masalah. Oleh karena itu, industri juga harus mempertimbangkan biaya dari

penggunaan pewarna alami agar harga produk akhir tidak menjadi terlalu mahal.

Page 57: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

47

6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Ada perbedaan tingkat preferensi konsumen sebelum dan sesudah mengetahui pewarna

yang digunakan pada sampel yang menunjukkan bahwa persepsi konsumen terhadap

penggunaan pewarna alami lebih baik dibandingkan pewarna sintetik.

6.2. Saran

PT. Frisian Flag saat ini masih menggunakan pewarna sintetik, akan lebih baik bila

menggunakan pewarna alami seperti misalnya karmin untuk produk susu UHT stroberi.

Namun, masih perlu dilakukan pengujian lebih lanjut lagi mengenai penggunaan pewarna

alami ini di produk susu UHT.

Page 58: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

48

7. DAFTAR PUSTAKA

Abbey, J., B. Fields, dan M. O’Mullane. 2014. Food Additives: Colorants. Encyclopedia

of Food Safety Vol. 2: 459-465. Diakses dari:

https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/B9780123786128002250.

Amchova, P., H. Kotolova, J. Ruda-Kucerova. 2015. Health Safety Issues of Synthetic

Food Colorants. Regulatory Toxicology and Pharmacology Vol. 73 (3): 914-922.

Diakses dari:

https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0273230015300751.

Amin, K. A., H. A. Hamied II, dan A. H. A. Elsttar. 2010. Effect of Food Azo Dyes

Tartrazine and Carmoisine on Biochemical Parameters Related to Renal, Hepatic

Function and Oxidative Stress Biomarkers in Young Male Rats. Food and

Chemical Toxicology Vol. 48: 2994-2999. Diakses dari:

https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0278691510004977.

Anema, S. G., E. K. Lowe, S. K. Lee, dan H. Klostermeyer. 2014. Effect of the pH of

Skim Milk at Heating on Milk Concentrate Viscosity. International Dairy Journal

Vol. 39 (2): 336-337. Diakses dari:

https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0958694614001721.

Arpah, M. dan R. Syarief. 2000. Evaluasi Model-Model Pendugaan Umur Simpan

Pangan dari Difusi Hukum Fick Unidireksional. Buletin Teknologi dan Industri

Pangan Vol. 11: 1-11. Diakses dari:

http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/26733.

Boda, M. A., P. N. Bhasagi, A. S. Sawade, dan R. A. Andodgi. 2015. Analysis of

Kinematic Viscosity for Liquids by Varying Temperature. International Journal

of Innovative Research in Science, Engineering and Technology Vol. 4 (4): 1951-

1954. Diakses dari: http://www.rroij.com/open-access/analysis-of-kinematic-

viscosity-for-liquids-byvarying-temperature.php?aid=53634.

Bohren, H. U., dan V. R. Wenner. Natural State of Milk Proteins. I. Composition of the

Micellar and Soluble Casein of Milk After Ultracentrifugal Sedimentation.

Journal of Dairy Science Vol. 44 (7):1213-1223. Diakses dari:

https://www.journalofdairyscience.org/article/S0022-0302(61)89872-X/abstract.

Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia., 2013. Peraturan Kepala

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2013

tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pewarna.

Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. Jakarta. Diakses dari:

Page 59: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

49

49

http://jdih.pom.go.id/showpdf.php?u=Cwz64Bj9OPinOJI%2Bk4%2BRloz%2FF

tdUIuPm7dPnQTWo5xo%3D.

Brookfield Engineering Laboratories, Inc. 2017. Brookfield Digital Viscometer Model

DV-E Operating Instructions Manual No. M98-350-J0912. USA: Brookfield

Engineering Laboratories, Inc. Diakses dari:

http://www.manualsdir.com/manuals/655994/brookfield-dv-e-viscometer.html.

Bylund, G. 1995. Dairy Hand Processing Handbook. Tetra Pak Processing System AB

S-221 86 Lund. Sweden. Diakses dari:

http://197.14.51.10:81/pmb/AGROALIMENTAIRE/Lait%20et%20derives/Dair

y%20Processing%20Handbook.PDF.

Chen, Q., S. Mou, X. Hou, J. M. Riviello, dan Z. Ni. 1998. Determination of Eight

Synthetic Food Colorants in Drinks by High-Performance Ion Chromatography.

Journal of Chromatography A Vol. 827: 73-81. Diakses dari:

https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0021967398007596.

Downham, A. dan P. Collins. 2000. Coloring Our Foods in the Last and Next

Milennium. International Journal of Food Science and Technology Vol. 35: 5-22.

Diakses dari: https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1046/j.1365-

2621.2000.00373.x.

Galaffu, N., K. Bortlik, dan M. Michel. 2015. An Industry Perspective on Natural Food

Colour Stability. Dalam Scotter, M. (eds) Colour Additives for Foods and

Beverages 1st ed. Woodhead Publishing. Oxford. Diakses dari:

https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/B9781782420118000052.

Gordon, H. T., dan J. C. Bauernfeind. 1982. Carotenoids as Food Colorants. CRC

Critical Reviews in Food Science and Nutrition Vol. 18 (1): 59-97. Diakses dari:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/6817968.

Griffiths, J. C. 2005. Coloring Foods & Beverages. Food Technology Vol. 59 (5): 38-

44. Diakses dari:

https://www.researchgate.net/publication/292389883_Coloring_foods_beverage

s.

Hartel, R. W., J. H. von Elbe, dan R. Hofberger. 2018. Confectionery Science and

Technology. Springer International Publishing. Switzerland. Diakses dari:

https://www.springer.com/gp/book/9783319617404.

Henry, B. S. 1996. Natural Food Colours. dalam Hendry, G. A. F. dan Houghton, J. D.

(eds) Natural Food Colorants. Springer. Boston. Diakses dari:

https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-1-4615-2155-6_2.

Page 60: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

50

50

Herawati, H. 2008. Penentuan Umur Simpan pada Produk Pangan. Jurnal Litbang

Pertanian Vol. 27 (4): 124-130. Diakses dari:

http://pustaka.litbang.pertanian.go.id/publikasi/p3274082.pdf.

Hung, S. C., dan J. F. Zayas. 1992. Protein Solubility, Water Retention,and Fat Binding

of Corn Germ Protein Flour Compared with Milk Proteins. Journal of Food

Science Vol. 57 (2): 372-376. Diakses dari:

https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/j.1365-2621.1992.tb05497.x.

Karunia, F. B. 2013. Kajian Penggunaan Zat Adiktif Makanan (Pemanis dan Pewarna)

pada Kudapan Bahan Pangan Lokal di Pasar Kota Semarang. Food Science and

Culinary Education Journal Vol. 2(2): 72-78. Diakses dari:

https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/fsce/article/view/2781.

König, J. 2015. Food Colour Additives of Synthetic Origin. Dalam Scotter, M. (eds)

Colour Additives for Foods and Beverages 1st ed. Woodhead Publishing. Oxford.

Diakses dari:

https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/B9781782420118000027.

Lawless, H. T., dan H. Heymann. 2010. Sensory Evaluation of Food: Principles and

Practices, Second Edition. Springer. New York. Diakses dari:

https://www.springer.com/gp/book/9781441964878.

Lawrence, W., C. Skinner, C. Haslam, S. Robinson, H. Inskip, D. Barker, C. Cooper, A.

Jackson, dan M. Barker. 2009. Why Women of Lower Educational Attainment

Struggle to Make Healthier Food Choices: The Importance of Psychological and

Social Factors. Psychology and Health Vol. 24 (9): 1003-1020. Diakses dari:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20205042.

Lucas, C. D., J. B. Hallagan, dan S. L. Taylor. 2001. The Role of Natural Color

Additives in Food Allergy. Advances in Food and Nutrition Research Vol. 43:

195-216. Diakses dari:

https://www.researchgate.net/publication/12047496_The_role_of_natural_color

_additives_in_food_allergy.

Martins, N., C. L. Roriz, P. Morales, L. Barros, dan I. C. F. R. Ferreira. 2016. Food

Colorants: Challenges, Opportunities and Current Desires of Argro-industries to

Ensure Consumer Expectations and Regulatory Practices. Trends in Food Science

& Technology p. 1-15. Diakses dari: https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0924224416300784.

Page 61: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

51

51

McSweeney, P. L. H. dan O’Mahony. 2016. Advanced Dairy Chemistry: Volume 1B:

Protein: Applied Aspects, Fourth Edition. New York: Springer Science. Diakses

dari: https://www.springer.com/gp/book/9781493927999.

Moller, F., Larsen R., dan Carstensen J. M. 2012. Imaging Food Quality. Tehnical

University of Denmark. Kongens Lyngby. Denmark. Diakses dari:

http://orbit.dtu.dk/files/74150670/phd288_Moeller_F.pdf.

Omoarukhe, E. D., N. On-nom, A. S. Grandison, dan M. J. Lewis. 2010. Effect of

Different Calcium Salts on Properties of Milk Related to Heat Stability.

International Journal of Dairy Technology Vol. 63 (4): 504-511. Diakses dari:

https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1111/j.1471-0307.2010.00613.x.

Pintea, A. M. 2007. Synthetic Colorants. Dalam Socaciu, C. (eds) Food Colorants:

Chemical and Functional Properties. CRC Press. United States. Diakses dari:

https://www.crcpress.com/Food-Colorants-Chemical-and-Functional-

Properties/Socaciu/p/book/9780849393570.

Regenstein, J. M., M. M. Chaudry, dan C. E. Regenstein. 2003. The Kosher and Halal

Food Laws. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety Vol. 2:

111-127. Diakses dari: https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/j.1541-

4337.2003.tb00018.x.

Resurreccion, A. V. A. 1998. Consumer Sensory Testing for Product Development.

Springer. United States. Diakses dari:

https://www.springer.com/gp/book/9780834212091.

Richards, M., H. L. De Kock, dan E. M. Buys. Multivariate Accelerated Shelf-Life Test

of Low Fat UHT Milk. International Dairy Journal Vol. 36 (1): 38-45. Diakses

dari: https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0958694613003142.

Schmidt, K. 1994. Effect of Milk Proteins and Stabilizer on Ice Milk Quality. Journal

of Food Quality Vol. 17 (1): 9-19. Diakses dari:

https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/j.1745-4557.1994.tb00127.x.

Schweppe, H., dan H. Roosen-Runge. 1986. Carmine – Cochineal Carmine and Kermes

Carmine. dalam Feller, R. L. (eds) Artists’ Pigments: A Handbook of Their

History and Characteristics Volume 1. Washington Archetype Publications.

London. Diakses dari: https://www.nga.gov/research/publications/pdf-

library/artists-pigments-vol-1.html.

Solymosi, K., N. Latruffe, A. Morant-Manceau, dan B. Schoefs. 2015. Food Colour

Additives of Natural Origin. Dalam Scotter, M. (eds) Colour Additives for Foods

Page 62: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

52

52

and Beverages 1st ed. Woodhead Publishing. Oxford. Diakses dari:

https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/B9781782420118000015.

Stich, E. 2016. Food Color and Coloring Food: Quality, Differentiation and Regulatory

Requirements in the European Union and the United States. Handbook on Natural

Pigments in Food and Beverages. Elsevier: United Kingdom. Diakses dari:

https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/B9780081003718000014.

Wahyudi, M. 2006. Proses Pembuatan dan Analisis Mutu Yogurt. Buletin Teknik

Pertanian Vol. 11 (1): 12- 16. Diakses dari:

http://blog.ub.ac.id/airintan/files/2013/12/bt111064.pdf.

Winarti, S., U. Sarofa, dan D. Anggrahini. 2008. Ekstraksi dan Stabilitas Warna Ubi

Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.) sebagai Pewarna Alami. Jurnal Teknik Kimia

Vol. 3 (1): 207-214. Diakses dari:

http://ejournal.upnjatim.ac.id/index.php/tekkim/article/view/102.

Page 63: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

53

8. LAMPIRAN

8.1. Perhitungan

8.1.1. Perhitungan Persentase Rata-rata Hasil Sensori 1

Rumus = Persentase tingkat preferensi = rata−rata tingkat preferensi

nilai rata−rata total sampel x 100%

Nilai rata-rata total sampel = 3,067 + 1,2667 + 2,2 + 5 + 4,533 + 4,933

= 21

Sampel 976

Persentase tingkat preferensi = 3,067

21 x 100%

= 14,603%

Sampel 805

Persentase tingkat preferensi = 1,267

21 x 100%

= 6,032%

Sampel 135

Persentase tingkat preferensi = 2,2

21 x 100%

=10,476%

Sampel 495

Persentase tingkat preferensi = 5

21 x 100%

= 23,810%

Sampel 234

Persentase tingkat preferensi = 4,533

21 x 100%

= 21,587%

Sampel 516

Persentase tingkat preferensi = 4,933

21 x 100%

= 23,492%

8.1.2. Perhitungan Persentase Rata-rata Hasil Sensori 2

Rumus = Persentase tingkat preferensi = rata−rata tingkat preferensi

nilai rata−rata total sampel x 100%

Page 64: PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PEWARNA ALAMI DAN …repository.unika.ac.id/17531/1/15.I1.0170 Giovany Dea Christella Hendrawan.pdfPenulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih

54

Nilai rata-rata total sampel = 4,867 + 2,133 + 3,133 + 4,467 + 3,267 + 3,133

= 21

Sampel 976

Persentase tingkat preferensi = 4,867

21 x 100%

= 23,175%

Sampel 805

Persentase tingkat preferensi = 2,133

21 x 100%

= 10,159%

Sampel 135

Persentase tingkat preferensi = 3,133

21 x 100%

=14,920%

Sampel 495

Persentase tingkat preferensi = 4,467

21 x 100%

= 21,27%

Sampel 234

Persentase tingkat preferensi = 3,267

21 x 100%

= 15,555%

Sampel 516

Persentase tingkat preferensi = 3,133

21 x 100%

= 14,921%

8.2. Scoresheet

8.2.1. Scoresheet Blind Test