penyembuhan luka dm

Upload: anggrek-elyn-ttc

Post on 18-Jul-2015

852 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB 2 Tinjauan Pustaka

Adapun konsep yang terkait dalam penelitian ini adalah : diabetes mellitus, penyembuhan luka diabetes, dan manfaat madu. Konsep-konsep yang dipaparkan sebagai berikut : 1. Diabetes Mellitus 1.1 Defenisi Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Suyono, 1995). Diabetes mellitus adalah sindrom yang disebabkan oleh

ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai insulin. Sindrom ini ditandai oleh adanya hiperglikemia dan berkaitan dengan abnormalitas metabolisme

karbohidrat, lemak dan protein. Istilah diabetes mellitus sebenarnya mencakup 4 kategori yaitu tipe I (insulin dependen diabetes mellitus atau IDDM), diabetes mellitus sekunder dan diabetes mellitus yang berhubungan dengan nutrisi. Selain itu, terdapat dua kategori lain tentang abnormalitas metabolisme glukosa yaitu kerusakan toleransi glukosa dan diabetes mellitus gestasional (Sukaton, 1985 dikutip dari Waspadji, 1988). Diabetes mellitus tipe II lebih banyak dijumpai di Indonesia. Faktor resiko diabetes mellitus tipe II antara lain usia, obesitas, riwayat keluarga dengan diabetes mellitus tipe II, etnis, penyebaran lemak adroid (tubuh bagian atas atau tipe apel). Kebiasaan diet dan kurang berolahraga. Pada diabetes mellitus tipe II

Universitas Sumatera Utara

keterbatasan respon sel beta pankreas yang memproduksi insulin terhadap hiperglikemia tampak menjadi faktor utama berkembangnya penyakit ini. Klien dengan diabetes mellitus tipe II mengalami penurunan sensivitas terhadap kadar glukosa, yang berakibat pada pembukaan kadar glukosa tinggi. Keadaan ini disertai dengan ketidakmampuan otot dan jaringan lemak untuk meningkatkan ambilan glukosa, sehingga mekanisme ini menyebabkan meningkatnya resistensi insulin perifer (Tjokroprawiro, 1982). Komplikasi akut mayor diabetes mellitus adalah diabetik ketoasidosis (DKA), sindrom nekrotik hiperosmolar hiperglikemia (SKNH), dan hipoglikemia. Pada diabetes mellitus tipe II komplikasi yang sering terjadi adalah penyakit mikrovaskuler dan neuropati. Gangguan kesehatan komplikasi diabetes mellitus antara lain gangguan mata (retinopati), gangguan ginjal (nefropati), gangguan pembuluh darah (vaskulopati), dan kelainan pada kaki. Komplikasi yang sering terjadi adalah perubahan patologis pada anggota gerak yang bisa menyebabkan luka ulkus, atau luka gangren yang bila tidak ditangani dengan tepat akan menimbulkan kecacatan bahkan berujung pada amputasi (Iqbal,2008). 1.2 Patofisiologi Tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan baik. Sumber energi bagi tubuh berasal dari bahan makanan yang kita makan sehari-hari, terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak. Pengolahan bahan makanan dimulai dari mulut kemudian kelambung dan selanjutnya usus. Di dalam saluran pencernaan makanan diolah menjadi bahan dasar dari makanan itu. Karbohidrat menjadi glukosa, protein memjadi asam

Universitas Sumatera Utara

amino, dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan itu, akan diserap oleh usus kemudian masuk ke dalam pembuluh darah dan diedarkan keseluruh tubuh untuk dipergunakan oleh organ-organ di dalam tubuh sebagai sumber energi. Supaya dapat berfungsi sebagai bahan energi, zat makanan itu harus masuk terlebih dahulu kedalam sel supaya dapat diolah. Di dalam sel, zat makanan terutama glukosa dibakar melalui proses kimia yang hasil akhirnya adalah timbulnya energi. Proses ini disebut metabolisme. Dalam proses metabolisme insulin memegang peranan yang sangat penting yaitu bertugas memasukkan glukosa dalam sel, untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai sumber energi. Insulin adalah suatu zat atau hormon yang dikeluarkan oleh sel beta pankreas. Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta tadi dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa kedalam sel, untuk kemudian di dalam sel glukosa itu dimetabolismekan menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada, maka glukosa akan tetap berada dalam pembuluh darah yang artinya kadarnya di dalam darah meningkat. Dalam keadaan seperti ini badan akan lemah karena tidak ada sumber energi didalam sel (Suyono, 2004). Pada diabetes mellitus tipe I tidak ditemukan insulin karena pada jenis ini timbul reaksi autoimun yang disebabkan adanya peradangan pada sel beta yang disebut ICA (Islet Cell Antibody). Reaksi antigen (sel beta) dengan antibodi (ICA) yang ditimbulkannya menyebabkan hancurnya sel beta. Insulitas bisa disebabkan macam-macam diantaranya virus, seperti virus cocksakie, rubella, CMV, herpes dan lain-lain. Umumnya yang diserang pada insulitas itu adalah sel beta, dan biasanya sel alfa dan delta tetap utuh (Suyono, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Penyebab resistensi insulin pada DM tipe II sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi faktor-faktor seperti obesitas, diet tinggi lemak, dan rendah karbohidrat, kurang aktivitas, dan faktor keturunan. Pada DM tipe II jumlah sel beta berkurang sampai 50-60% dari normal, jumlah sel alfa meningkat. Yang menyolok adalah adanya peningkatan jumlah jaringan amiloid pada sel beta yang disebut amilin. Baik pada DM tipe II kadar glukosa darah jelas meningkat bila kadar itu melewati batas ambang ginjal, maka glukosa akan keluar melalui urin (Suyono, 2004). 1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Diabetes Mellitus 1.3.1 Gaya Hidup Gaya hidup menjadi salah satu penyebab utama terjdinya diabetes mellitus. Diit dan olahraga yang tidak baik berperan besar terhadap timbulnya diabetes mellitus yang dihubungkan dengan minimnya aktivitas sehingga meningkatkan jumlah kalori dalam tubuh. 1.3.2 Usia Peningkatan usia juga merupakan salah satu faktor risiko yang penting. Diabandingkan wanita pada usia 20-an, wanita yang berusia diatas 40 tahun berisiko enam kali lipat mengalami kehamilan dengan diabetes. Kadar gula darah yang normal cenderung meningkat secara ringan tetapi progresif setelah usia 50 tahun, terutama pada orang-orang yang tidak aktif. 1.3.3 Ras dan Suku Bangsa Suku bangsa Amerika Afrika, Amerika Meksiko, Indian Amerika, Hawai, dan sebagian Amerika Asia memiliki resiko diabetes dan penyakit jantung yang lebih tinggi. Hal itu sebagian disebabkan oleh tingginya angka tekanan darah tinggi, obesitas, dan diabetes pada populasi tersebut.

Universitas Sumatera Utara

1.3.4 Riwayat Keluarga Meskipun penyakit ini terjadi dalam keluarga, cara pewarisan tidak diketahui kecuali untuk jenis yang dikenal sebagai diabetes pada usia muda dengan dewasa. Jika terdapat salah seorang anggota keluarga yang menyandang diabetes maka kesempatan untuk menyandang diabetes maupun meningkat. Ada empat bukti yang menunjukkan transmisi penyakit sebagai ciri dominal autosomal. Pertama transmisi langsung tiga generasi terlihat pada lebih dari 20 keluarga. Kedua didapatkan perbandingan anak diabetes dan tidak diabetes 1:1 jika satu orang tua menderita diabetes. Pengaruh genetik sangat kuat, karena angka konkordansi diabetes tipe 2 pada kembar monozigot mencapai 100 persen. Resiko keturunan dan saudara kandung pasien penderita NIIDM lebih tinggi dibanding diabetes tipe 1. Hampir empat persepuluh saudara kandung dan sepertiga keturunan akhirnya mengalami toleransi glukosa abnormal atau diabetes yang jelas. 1.3.5 Kegemukan (Obesitas) Overweight dan obesitas erat hubungannya dengan peningkatan resiko sejumlah komplikasi yang dapat terjadi sendiri-sendiri atau secara bersamaan. Seperti yang telah disebutkan di awal, komorbiditas itu dapat berupa hipertensi, dislipidemia, penyakit kardiovaskular, stroke, diabetes tipe II, penyakit gallblader, disfungsi pernafasan, gout, osteoarthritis, dan jenis kanker tertentu. Penyakit kronik yang paling sering menyertai obesitas adalah diabetes tipe II, hipertensi, dan hiperkolesterolemia. NHANES III menyebutkan bahwa kurang lebih 12% orang dengan BMI 27 menderita dibetes tipe 2. Obesitas merupakan faktor resiko utama pada penderita diabetes tipe 2.

Universitas Sumatera Utara

1.4 Komplikasi Diabetes Mellitus Diabetes merupakan penyakit yang memiliki komplikasi yang paling banyak. Hal ini berkaitan dengan kadar gula darah yang tinggi terus menerus, sehingga berakibat rusaknya pembuluh darah, saraf dan struktur internal lainnya. Zat kompleks yang terdiri dari gula di dalam dinding pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah menebal dan mengalami kebocoran. Akibat penebalan ini maka aliran darah akan berkurang, terutama yang menuju aliran saraf dan kulit. Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung menyebabkan kadar zat berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat terjadinya aterosklerosis (penimbunan plak lemak di dalam pembuluh darah). Aterosklerosis ini 2-6 kali lebih sering terjadi pada penderita diabetes. Sirkulasi darah yang buruk melalui pembuluh darah besar bisa melukai otak, jantung, dan pembuluh darah kaki (makroangiopati), sedangkan pembuluh darah kecil bisa melukai mata, saraf, dan kulit serta memperlambat penyembuhan luka. Penderita diabetes bisa mengalami berbagai komplikasi jangka panjang jika diabetesnya tidak dikelola dengan baik. Komplikasi yang lebih sering terjadi dan mematikan adalah serangan jantung dan stroke. Kerusakan pada pembuluh darah mata bisa menyebabkan gangguan penglihatan, akibat kerusakan pada retina mata (retinopati diabetikum). Kelainan fungsi ginjal bisa menyebabkan gagal ginjal sehingga penderita harus menjalani cuci darah. Gangguan saraf dapat bermanifestasi dalam beberapa bentuk, misalnya jika satu saraf mengalami kelainan fungsi, maka sebuah lengan atau tungkai bisa secara tiba-tiba menjadi lemah. Jika saraf yang menuju ketangan, dan tungkai mengalami kerusakan, maka pada lengan dan tungkai bisa merasakan kesemutan atau nyeri seperti terbakar

Universitas Sumatera Utara

atau kelemahan. Kerusakan pada saraf menyebabkan kulit sering mengalami cedera karena penderita tidak dapat merasakan perubahan tekanan maupun suhu. Berkurangnya aliran darah kekulit juga bisa menyebabkan ulkus atau borok diamana proses penyembuhannya akan berjalan secara lambat hingga

menyebabkan amputasi (Soegondo, 2007).

2. Luka Diabetik 2.1 Defenisi Luka diabetik adalah : luka yang terjadi pada pasien diabetik yang melibatkan gangguan pada saraf peripheral dan autonomik (Suryadi, 2004). Luka diabetik adalah luka yang terjadi karena adanya kelainan pada saraf, kelainan pembuluh darah dan kemudian adanya infeksi. Bila infeksi tidak diatasi dengan baik, hal itu akan berlanjut menjadi pembusukan bahkan dapat (Prabowo, 2007). Terjadinya kaki diabetik tidak terlepas dari tingginya kadar glukosa darah penyandang diabetes. Tingginya kadar gula darah berkelanjutan dan dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan masalah ada kaki penyandang diabetes (nita-medicastore.com). Komponen saraf yang terlibat adalah saraf sensori, autonomik dan sistem pergerakan. Kerusakan pada saraf sensori akan menyebabkan klien kehilangan sensasi nyeri sebagian atau keseluruhan pada kaki yang terlibat. Peripheral diamputasi

vascular disease ini terjadi karena arteriosklerosis dan aterosklerosis. Pada arteriosklerosis adalah terjadi penurunan elastisitas dinding arteri. Pada aterosklerosis adanya akumulasi plaques pada dinding arteri berupa ; kolesterol,

Universitas Sumatera Utara

lemak, sel-sel otot halus, monosit, pagosit, dan kalsium (Suriadi, 2004). Kelangsungan hidup pasien dalam 5 tahun setelah amputasi adalah rendah, diperkirakan hanya sekitar 25%. 2.2 Klasifikasi Luka Diabetik Wagner (1983) berdasarkan luas dan kedalaman luka membagi gangren diabetik menjadi 6 bagian yaitu, (1) kulit utuh tapi ada kelainan pada kaki akibat neuropati, (2) draft I : terdapat ulkus superfisial, terbatas pada kulit, (3) draft II : ulkus dalam, menembus tendon/tulang, (4) draft III : Ulkus dengan atau tanpa osteomilitis, (5) draft IV : gangren jari kaki atau bagian distal kaki, dengan tanpa selulitis (infeksi jaringan), (6) draft V : gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai bawah (Misnadiarly, 2008). Sedangkan Brand dan Ward (1987) membagi gangren berdasarkan faktor pencetusnya menjadi 2 golongan yaitu : (1) kaki diabetik akibat iskemia (KDI), disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya makroangiopati (arterosklerosis) dari pembuluh darah besar di tungkai, terutama daerah betis. Gambaran klinis KDI adalah penederita mengeluh nyeri saat istirahat, pada perabaan terasa dingin, pulsasi pembuluh darah kurang kuat, didapatkan ulkus sampai gangren. (2) Kaki diabetik akibat neuropati (KDN), terjadi kerusakan saraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari sirkulasi. Pada klinis ini di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa, edem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik. 2.2.1 Gangren Diabetik Gangren diabetik adalah luka diabetik yang sudah membusuk dan bisa melebar, ditandai dengan jaringan yang mati berwarna kehitaman dan membau karena diseratai pembusukan oleh bakteri (Ismayanti, 2007). Beberapa faktor

Universitas Sumatera Utara

secara bersama-sama berperan pada terjadinya ulkus atau gangren diabetes. Banyak faktor yang mempengaruhi luka diabetes, dimulai dari faktor pengelolaan kaki yang tidak baik pada penderita diabetes, adanya neuropati , faktor komplikasi vaskuler yang memperburuk aliran darah ke kaki tempat luka, faktor kerentanan terhadap infeksi akibat respons kekebalan tubuh yang menurun pada keadaan DM tidak terkendali, serta kemudian faktor ketidaktahuan pasien sehingga terjadi masalah gangren diabetik (Rinne, 2006). Secara umum, gangren diabetik biasanya terjadi akibat, (1) neuropati perifer, (2) insufisiensi vaskuler perifer (iskemik), (3) infeksi, (4) penderita yang berisiko tingi mengalami gangren diabetik yaitu pasien dengan lama penyakit diabetes yang melebiihi 10 tahun, usia pasien yang lebih dari 40 tahun, riwayat merokok, penurunan denyut nadi perifer, penurunan sensibilitas, deformitas anatomis atau bagian yang menonjol (seperti bunion atau kalus), riwayat ulkus kaki atau amputasi, pengendalian kadar gula darah yang buruk (Rinne, 2006). Rangkaian yang khas dalam proses timbulnya gangren diabetik pada kaki dimulai dari edem jaringan lunak pada kaki, pembentukan fisura antara jari-jari kaki atau didaerah kaki kering, atau pembentukan kalus. Jaringan yang terkena mula-mula berubah warna menjadi kebiruan dan terasa dingin bila disentuh. Kemudian jaringan akan mati, menghitam dan berbau busuk. Rasa sakit pada waktu cedera tidak dirasakan oleh pasien yang kepekaannya sudah menghilang dan cedera yang terjadi bisa berupa cedera termal, cedera kimia atau cedera traumatik. Pengeluaran nanah, pembengkakan, kemerahan (akibat selulitis) pada gangren biasanya merupakan tanda-tanda pertama masalah kaki yang menjadi perhatian penderita (Rinne, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Prinsip dasar pengelolaan gangen diabetik, adalah (1) evaluasi keadaan kaki dengan cermat, keadaan klinis luka, gambaran luka radiologi (adakah benda asing, osteomielitis, gas subkutis), lokasi luka, vaskularisasi luka, (2) pengendalian keadaan metabolik sebaik-baiknya, (3) debridement luka yang adekuat dan radikal, sampai bagian yang hidup, (4) biakan kuman baik aerob maupun anaerob, (5) antibiotik yang adekuat, (6) perawatan luka yang baik, balutan yang memadai sesuai dengan keadaaan luka, (7) mengurangi edem, (8) non weight bearing : tirah baring, tongkat penyangga, kursi roda, alas kaki khusus, total contact casting, (9) perbaikan sirkulasi-vakuler, (10) tindakan bedah atau rehabilitatif untuk mencegah perluasan luka dan kecepatan penyembuhan, (11) rehabilitasi. 2.3 Patofisiologi Penyakit neuropati dan vaskuler adalah faktor utama yang mengkontribusi terjadinya luka. Masalah luka yang terjadi pada pasien dengan diabetik terkait dengan adanya pengaruh pada saraf yang terdapat pada kaki dan biasanya dikenal sebagai neuropati perifer. Pada pasien dengan diabetik sering kali mengalami gangguan pada sirkulasi. Gangguan sirkulasi ini adalah yang berhubungan dengan pheripheral vasculal diseases. Efek sirkulasi inilah yang menyebabkan kerusakan pada saraf. Hal ini terkait dengan diabetik neuropati yang berdampak pada sistem saraf autonom, yang mengontrol fungsi otot- otot halus, kelenjar dan organ visceral. Dengan adanya gangguan pada saraf autonom pengaruhnya adalah terjadinya perubahan tonus otot yang menyebabkan abnormalnya aliran darah. Dengan demikian kebutuhan akan nutrisi dan oksigen maupun pemberian anti

Universitas Sumatera Utara

biotik tidak mencukupi atau tidak dapat mencapai jaringan perifer, juga tidak memenuhi kebutuhan metabolisme pada lokasi tersebut. Efek pada autonomi neuropati ini akan menyebabkan kulit menjadi kering, antihidrosis; yang memudahkan kulit menjadi rusak dan mengkontribusi untuk terjadinya gangren. Dampak lain adalah karena adanya neuropati perifer yang mempengaruhi kapada saraf sensori dan sistem motor yang menyebabkan hilangnya sensasi nyeri, tekanan dan perubahan temparatur (Suryadi, 2004). 2.4 Perawatan luka diabetik Luka diabetik terdiri dari luka ulkus dan gangren. Tujuan perawatan luka diabetik adalah mencegah terjadinya komplikasi dan mempercepat proses pemulihan luka. Ulkus yang tidak dirawat dengan baik dapat mengakibatkan timbulnya luka gangren. Gangren adalah luka yang sudah membusuk dan sudah melebar, ditandai dengan jaringan yang mati berwarna kehitaman dan membau disertai pembusukan oleh bakteri. Gangren diabetik diklasifikasikan menjadi lima tingkatan yaitu (1) Tingkat 0, Resiko tinggi untuk megalami luka pada kaki, tidak ada luka. (2) Tingkat 1, luka ringan tanpa adanya infeksi, biasanya luka taerjadi akibat kerusakan saraf, kadang timbul kalus. (3) Tingkat 2 luka yang lebih dalam, sering kali dikaitkan dengan peradangan jaringan sekitarnya. Tidak ada infeksi pada tulang dan pembentukan abses. (4) Tingkat 3 luka yang lebih dalam hingga ketulang dan berbentuk abses. (5) Tingkat 4 gangren yang teralokasi, seperti pada jari kaki, bagian depan kaki atau tumit. (6) Tingkat 5, gangren pada seluruh kaki (Rinne, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Pasien dapat diberikan antiagregasi trombosit, hipolipidemik dan hipotensif bila membutuhkan. Antibiotik pun diberikan bila ada infeksi. Pilihan antibiotik berupa golongan penisilin spektrum luas, kloksasilin/diklosasilin dan golongan aktif seperti klindamisin atau metronidazol untuk kuman anaerob. Prinsip terapi bedah pada kaki diabetik adalah mengeluarkan semua jaringan nekrotik dan mengeliminasi infeksi sehingga luka dapat sembuh. Tindakan

operatif pada luka diabetes dapat berupa tindakan bedah kecil seperti insisi dan pengaliran abses, debridement dan nekrotomi. Tindakan bedah dilakukan berdasarkan indikasi yang tepat. Prioritas tinggi harus diberikan untuk mencegah tejadinya luka baru, jangan membiarkan luka kecil, sekecil apapun luka tersebut dapat menjadi besar dan akhirnya mengarah pada luka gangren yang proses penyembuhannya membutuhkan waktu yang lama (Yumizone, 2008). Penyembuhan luka terjadi melalui tahapan yang berurutan mulai proses inflamasi, proliferasi, pematangan dan penutupan luka. Pada gangren, tindakan debridement yang baik sangat penting untuk mendapatkan hasil pengelolaan yang perawatan luka diabetik yang memuaskan dengan melihat kondisi luka terlebih dahulu, apakah luka yang dialami pasien dalam keadaan kotor atau tidak, ada apus atau ada jaringan nekrotik (mati) atau tidak. Setelah dikaji , barulah dilakukan perawatan luka. Untuk perawatan luka biasanya menggunakan antiseptik dan kassa steril. Jika ada jaringan nekrotik sebaiknya dibuang daengan cara digunting sedikit demi sedikit sampai kondisi luka mengalami granulasi (jaringan baru yang mulai tumbuh). Lihat kedalam luka, pada pasien diabetes dilihat apakah terdapat sinus (luka dalam yang sampai berlubang) atau tidak. Bila terdapat sinus, sebaiknya disemprot (irigasi) dengan NaCl sampai pada kedalaman luka, sebab

Universitas Sumatera Utara

pada sinus terdapat banyak kuman. Lakukan pembersihan luka sehari minimal dua kali (pagi dan sore), setelah dilakukan perawatan lakukan pengkajian apakah sudah tumbuh granulasi, (pembersihan dilakukan dengan kassa steril yang dibasahi larutan NaCl). Setelah luka dibersihkan lalu tutup dengan kassa basah yang diberi larutan NaCl lalu dibalut disekitar luka, dalam penutupan dengan kassa jaga agar jaringan luar luka tertutup. Sebab jika jaringan luar ikut tertutup akan menimbulkan maserasi (pembengkakan). Setelah luka ditutup dengan kassa basah bercampur NaCl, lalu tutup kembali dengan kassa steril yang kering untuk selanjutnya dibalut (Ismayati, 2007). Jika luka sudah mengalami penumbuhan granulasi, selanjutnya akan ada penutupan luka (skin draw). Penanganan luka diabetik, harus ekstra agresif sebab pada luka diabetik kuman akan terus menyebar dan memperparah kondisi luka (Hermawati, 2007).

3. Proses Penyembuhan Luka Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks karena proses penyembuhan luka adalah kegiatan bio-seluler, bio-kimia yang terjadi berkesinambungan. Penggabungan respon vaskuler, aktivitas seluler dan terbentuknya bahan kimia sebagai substansi mediator di daerah luka merupakan komponen yang saling terkait pada proses penyembuhan luka. Besarnya perbedaan mengenai penelitian dasar mekanisme penyembuhan luka dan aplikasi klinis saat ini telah dapat diperkecil dengan pemahaman dan penelitian yang berhubungan dengan proses penyembuhan luka dan pemakaiaan bahan pengobatan yang berhasil memberikan kesembuhan.

Universitas Sumatera Utara

Peran fibroblast sangat besar dalam proses perbaikan, yaitu bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses konstruksi jaringan. Pada jaringan lunak yang normal tanpa perlukan, pemaparan sel fibroblast sangat jarang dan biasanya tersembunyi di matriks jaringan penunjang. Sesudah terjadi luka fibroblast akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (Kolagen, elastin, Inyalruounc acid, fibronectin dan

profeoglycans) yang berperan dalam membangun (rekonstruksi) jaringan baru. Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannya substrat oleh fibroblast, memberikan tanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan juga fibroblas sebagai kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka. Sejumlah sel pembuluh darah baru yang tertanam di dalam jaringan baru tersebut berfungsi sebagai jaringan granulasi, sedangkan proses proliferasi

fibroblas dengan aktivitas sintetiknya di sebut fibroblasia, migrasi, deposit jaringan matriks, kontraksi luka. Angiogenesis suatu pembentukan pembuluh kapiler baru di dalam luka, mempunyai peran penting pada tahap proliferasi proses penyembuhan luka. Vaskularisai yang tidak lancar, penyakit (diabetes), pengobatan (radiasi) atau obat (preparat steroid) mengakibatkan lambatnya proses sembuh karena terbentuknya ulkus yang kronis. Jaringan vaskuler yang melakukan invasi ke dalam luka merupakan suatu respon untuk memberikan oksigen dan nutrisi yang cukup di daerah luka karena oksigen. Pada fase ini fibroplasia dan angiogenesis merupakan

Universitas Sumatera Utara

proses terintegrasi dan di pengaruhi oleh substansi yang di keluarkan oleh platelet dan makrofag (growth factors). Proses selanjutnya adalah epitelasi, dimnana fibrobalas mengeluarkan karatinocyle growth factor (KGF) yang berperan dalam stimulasi mitosis sel epitel. Keratinasasi akan di mulai dari pinggir luka dan akhirnya membentuk barier yang menutupi permukaan luka. Dengan sintesa kolagen oleh fibroblas, pembentukan lapisan dermis ini akan disempurnakan kualitasnya dengan mengatur keseimbangan jaringan granulasi dan dermis. Untuk membantu jaringan baru tersebut menutup luka, fibroblas akan merubah strukturnya menjadi myofibroblast yang mempunyai kapasitas melakukan kontraksi pada jaringan. Fungsi kontraksi akan leibh menonjol pada luka dengan defek luas dibandingkan dengan defek luka. Minimal Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan di percepat oleh berbagai growth factor yang dibentuk makrofag dan platelet. Fase maturasi fase ini terjadi pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali jaringan yang berlebihan, pengerutan sesuai dengan gravitasi, pada minggu ke 3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah penyempurnaan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan bermutu. Fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan granulasi, warna kemerahan dari jaringan mulai berkurang karnea pembuluh mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke 10 setelah perlukaan. Sintesa kolagen yang telah di mulai sejak fase proliferasi akan di dilanjutkan pada fase maturasi. Kecuali

Universitas Sumatera Utara

pembentukan kolagen muda (gelatinious collagen) yang terbentuk pada fase proliferasi akan berubah menjadi kolagen yang lebih matang, yaitu lebih kuat dan struktur yang lebih baik (proses re-modelling). Untuk mencapai penyembuhan yang optimal di perlukan keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang di pecahkan. Kolagen yang berlebihan akan mengakibatkan terjadinya penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka. Luka di katakan sembuh apabila telah terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan kulit sehingga mampu melakukan aktivitas yang normal. Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi setiap penderita, namun hasil yang dicapai sangat tergantung dari kondisi biologik masing-masing individu, lokasi serta luasnya luka. Penderita muda dan sehat akan mencapai proses yang cepat dibandingkan dengan yang kurang gizi, dan yang disertai oleh penyakit sistemik (diabetes mellitus) (Tawi, 2004). 3.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi luka gangren diabetes mellitus Faktor-faktor yang mempengaurhi penyembuhan luka gangren diabetes mellitus secara umum adalah faktor intrinsika yaitu; (1) usia, semakin tua aka semakin lama proses penyembuhan luka berlangsung. Hal ini dipengaruhi oleh adanya penurunan elastisitas dalam kulit dan perbedaan penggantian kolagen yang mempengaurhi penyembuhan luka, (2) status penyakit dan pengobatan, penderita yang mengalami penyakit seperti DM, yang dapat menyebabkan terjadinya mikroangiopai, neuropati dan masalah khusus yang terjadi pada penderita akan mempersulit penyembuhan, (3) status nutrisi, zat makanan yang masuk kedalam

Universitas Sumatera Utara

tubuh seperti protein sangat dibutuhkan dalam proses neo-vaskularisasi, proliferasi fibroblast, sintesa kolagen dan remodelling luka. Asam amino adalah komponen struktural protein dan merupakan bagian penting dari deoxyribonucleic acid (DNA) dan ribonucleic acid (RNA). Ini memberikan pola untuk mitosis sel dan enzim yuang dibutuhkan dalam pembentukan jaringan, (4) oksigenasi dan perfusi jaringan, oksigen berpengaruh dalam angiogenesis, fungsi fibroblast, epitelisasi dan resistensi terhadap infeksi. Perfusi jaringan saling terkait dengan oksigenasi jaringan. Perfusi jaringan yang baik merupakan hal yang essensial untuk oksigenasi. Volume darah beredar yang adekuat membawa hemoglobin yang kaya 02 ke jaringan. Masalah yang berkaitan dengan perfusi jaringan dan oksigenasi dapat diakibatkan oleh penyakit kardiovaskuler, paru dan hipovolemia, (5) merokok, hal ini juga mengurangi perfusi dan oksitgenasi jaringan dan menimbulkan efek mergikan pad aproses penyembuhan luka. Kemudian faktor Ekstrinsika yaitu, (1) adanya teknik pembedahan yang buruk, jika jaringan di tangani secara kasar selama pembedahan, maka jaringan mengalami kerusakan yang luas,

mengakibatkan hematom. Hal ini dapat meningkatkan resiko infeksi akibat hematom yang pecah. Ruang mati (dead space) mungkin juga terjadi jika jaringan tidak diperbaiki secara tepat selama pembedahan dan memberi peluang untuk berkembangnya infeksi luka, (2) drug treatment, obat juga mempengaruhi penyembuhan luka seperti steroid, obat anti inflamasi, obat antimitotik dan terapi radiasi. Steroid menghambat seluruh fase penyembuhan luka, menghambat fagositosis, sintesa kolagen dan angiogenesis, (3) manajemen luka yang tidak tepat, penggunaan teknik pembalutan yang tidak tepat, pemilihan dan penggunaan

Universitas Sumatera Utara

bahan balutan yang kurang tepat atau penggunaan antiseptik solution yang semestinya tidak diperlukan dapat menghambat proses penyembuhan luka, (4) psikososial yang merugikan, berbagai jenis faktor psikososial dapat memberikan efek merugikan pada penyembuhan luka seperti: buruknya pemahaman dan penerimaan terhadap program pengobatan atau kecemasan yang berkaitan dengan perubahan pada pekerjaan, penghasilan, hubungan pribadi dan body image (Morison, 1992), (5) infeksi, dari semua faktor yang memperlambat penyembuhan luka, infeksi adalah yang paling penting. Infeksi dapat terjadi jika selama persiapan pembedahan, selama pembedahan dan setelah pembedahan tidak dilakukan dengan prinsip aseptik dan antiseptik yang baik. Jenis luka dan lokasi pembedahan juga mempengaurhi resiko infeksi pada luka insisi. 3.3. Kriteria Luka Sembuh Pada dasarnya proses penyembuhan luka sama untuk setiap cedera jaringan lunak. Begitu juga halnya dengan kriteria sembuhnya luka pada tipa cedera jaringan luka baik luka ulseratif kronik, seperti dekubitus dan ulkus tungkai, luka traumatis, misalnya laserasi, abrasi, dan luka bakar, atau luka akibat tindakan bedah. Push Score (length x widht, tissue type, exudate amount) adalah salah satu acuan dalam identifikasi proses penyembuhan luka. Luka dikatakan mengalami proses penyembuhan jika mengalami proses fase respon inflamasi akut terhadap cedera, fase destruktif, fase proliferatif, dan fase maturasi (Morison, 2004). Kemudian disertai dengan berkurangnya luasnya luka, jumlah exudate berkurang, jaringan luka semakin membaik (NPUAP, 1997).

Universitas Sumatera Utara

4. Madu Madu berasal dari nektar bunga yang disimpan oleh lebah dari kantung madu. Oleh lebah nektar tersebut diolah sebelum akhirnya menghasilkan madu dalam sarangnya. Madu dihasilkan oleh serangga lebah madu (Apis mellifera) termasuk dalam superfamili apoidea. Madu adalah obat alami karena tidak pelru diolah di laboratorium. Madu sudah ada di alam dan tinggal diolah dari sarangnya (Susan, 2008). 4.1. Kandungan Madu Madu mengandung senyawa radikal hidrogen peroksida yang bersifat dapat membunuh mikroorganisme patogen. Berdasarkan hasil penelitian Kamaruddin (1997), peneliti dari fakultas kedokteran Universitas Malaysia, di Kuala Lumpur adanya senyawa organik yang bersifat antibakteri antara lain seperti polypenol, dan glikosida. Selain itu dalam madu terdapat banyak sekali kandungan vitamin, asam mineral, dan enzim yang sangat berguna bagi tubuh sebagai pengobatan secara tradisional, antibod, dan penghambat pertumbuhan sel kanker, atau tumor. Madu juga mengandung antioksidan, asam amino essensial, dan non essensial. 4.2 Pemanfaatan Madu Beberapa penelitian menyebutkan bahwa madu bermanfaat sebagai antiseptik dan antibakteri (mengatasi infeksi pada daerah luka dan memperlancar proses sirkulasi yang berpengaruh pada proses penyembuhan luka) (Yudith, 2003). Madu juga merangsang pertumbuhan jaringan baru sehinga selain mempercepat penyembuhan juga mengurangi timbulnya parut atau bekas luka pada kulit. Medu memiliki efek osmotik dengan tinginya kadar gula dalam madu

Universitas Sumatera Utara

terutama fruktosa, dan kadar air yang sangat sedikit menyebabkan madu memiliki efek osmotik yang tinggi. Dengan adanya efek tersebut memungkinkan mikroorganisme yang ada dalam tubuh sukar tumbuh dan berkembang. Madu memiliki kadar asam yang tingi dengan pH sekita antara 3.2-4.5 (sangat asam). Dengan adanya kadar asam yang tingi inilah mikroorganisme yang tidak tahan asam (seperti kuman TBC) akan mati. Madu mampu mengabsorbsi pus atau nanah atau luka, sehingga secara tidak langsung madu akan membersihkan luka tersebut. Madu menimbulkan efek analgetik (penghilang nyeri), mengurangi iritasi, dan dapat mengeliminasi bau yang menyengat pada luka. Madu juga berfungsi

sebagai antioksidan karena adanya vitamin C yang banyak terkandung pada madu. Secara tidak langsung madu mengeliminasi zat radikal bebas yang ada pada tubuh kita (Abdillah, 2008). Dari beberapa penelitian yang dilakukan salah satunya oleh Dr. Jamal Burhan dari universitas Iskandariyah Mesir pada tahun 1991 menyebutkan madu sangat efektif untuk pengobatan luka dan telah dilakukan eksperimen pengobatan terhadap luka bakar dengan mengunakan madu dan setelah dilakukan perbandingan dengan pengobatan modern yaitu SS, hasilnya setelah 7 hari, kelompok yang diobati dengan madu 91% bebas dari infeksi sedangkan yang diobati dengan SS hanya 7% yang bebas infeksi. Setelah pengobatan berjalan 15 hari, 87% pasien yang diobati madu sembuh sedangkan yang diobati dengan SS hanya 10%yang sembuh. Penelitian pada tahun 1992 dan 1993 juga membuktikan bahwa pasien luka bakar yang diobati dengan madu, hanya 20% yang menyisakan luka luka ditubuhnya, sedangkan pengobatan modern dengan obat farmakologis menyisakan sekitar 65% pasien meninggalkan bekas luka (Suryadhine, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Pengobatan madu yang dicampur dengan minyak zaitun dan lilin lebah para dokter di Dubai Specialized Medical Centre dibawah pimpinan Noori Al Wali telah berhasil mencapai tingkat penyembuhan tertingi 86% untuk penyakit infeksi kulit karena jamur (Iqbal, 2008). Peneliti Jennifer Edy dari Universitas Wisconsin menyebutkan madu efektif dalam mengobati luka diabetes karena kandungan airnnya rendah, juga pH madu yang asam serta kandungan hidrogen peroxidanya mampu membunuh bakteri dan mikroorganisme yang masuk kedalam tunuh kita (Iqbal, 2008). Dalam perawatan luka diabetes madu dapat digunakan dengan cara madu ditaruh pada balutan, kemudian sebelum luka diabalut terlebih dahulu luka haruslah terlebih dahulu diolesi dengan madu sampai merata menutup seluruh permukaan luka. Setelah itu luka dibalut dengan balutan yang telah diolesi madu terlebih dahulu. Namun pada kondisi luka yang penuh dengan cairan cara ini tidak dianjurkan (Iqbal, 2008). Untuk luka yang mengeluarkan cairan yang banyak, pembalut madu yang kedua dapat diterapkan diatas pembalut yang pertama untuk menampung rembesan cairan dari pembalut pertama. Madu aman untuk dioleskan langsung kedarerah luka yang terbuka karena madu selalu larut dalam air dan mudah dibersihkan. 4.3 Terapi Madu pada luka Gangren Pengunaan madu pada luka gangren tergantung dari jumlah cairan yang keluar dari luka. Frekuensi penggantian pembalut madu tergantung dari beberapa cepat madu tercampur dengan cairan yang keluar dari luka. Luka yang tidak mengeluarkan cairan, penggantian pembalut dapat dilakukan 3 kali semingu. Cara

Universitas Sumatera Utara

pemeberian madu yang baik adalah madu ditaruh dahulu pada pembalut yang dapat menyerap madu, karena apabila dituangkan langsung, madu akan menyebar kemana-mana dan tidak mengenai sasaran. Balutan yang digunakan harus yang berpori agar madu dapat mencapai bagian tubuh yang luka. Pembalut alginate yang diisi madu dapat juga diapakai sebagai pengganti pembalut dari selulosa karena alginate akan berubah menjadi gel yang lunak yang mengandung madu. Madu aman untuk dioleskan langsung ke daerah luka yang terbuka karena madu selalu larut dalam air dan mudah dibersihkan. Dianjurkan selama pengunaan madu ini, pasien tetap dalam pengawasan dokter (Iqbal, 2008) penerapan terapi madu pada luka gangren diabetes dapat dilihat pada protokol penelitian efektivitas madu terhadap penyembuhan luka DM.

Universitas Sumatera Utara