penyembuhan luka

35
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka adalah rusaknya kesatuan atau komponen jaringan. Efek dari timbulnya luka antara lain hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon stress simpatis, perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri, hingga kematian sel. Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, pembersihan sel dan benda asing, serta perkembangan awal seluler, merupakan bagian dari proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Akan tetapi, penyembuhan luka juga dapat terhambat akibat banyak faktor, baik yang bersifat lokal maupun sistemik (Monaco and Lawrence, 2003). Penyembuhan luka yang normal memerlukan suatu rangkaian peristiwa yang kompleks yang terjadi secara simultan pada jaringan epidermis, dermis dan subkutis, itu suatu yang mudah membedakan penyembuhan pada epidermis dengan penyembuhan pada dermis dan perlu diingat bahwa peristiwa itu terjadi 1

Upload: maryko-awang-herdian

Post on 05-Jan-2016

28 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

hhh

TRANSCRIPT

Page 1: Penyembuhan Luka

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Luka adalah rusaknya kesatuan atau komponen jaringan. Efek dari

timbulnya luka antara lain hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ,

respon stress simpatis, perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri,

hingga kematian sel. Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk

melindungi dan memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang

rusak, pembersihan sel dan benda asing, serta perkembangan awal seluler,

merupakan bagian dari proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi

secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat

membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Akan tetapi,

penyembuhan luka juga dapat terhambat akibat banyak faktor, baik yang

bersifat lokal maupun sistemik (Monaco and Lawrence, 2003).

Penyembuhan luka yang normal memerlukan suatu rangkaian peristiwa

yang kompleks yang terjadi secara simultan pada jaringan epidermis, dermis

dan subkutis, itu suatu yang mudah membedakan penyembuhan pada

epidermis dengan penyembuhan pada dermis dan perlu diingat bahwa

peristiwa itu terjadi pada saat yang bersamaan. Proses yang kemudian terjadi

pada jaringan yang rusak ini ialah penyembuhan luka yang dibagi dalam tiga

fase yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan fase remodelling jaringan yang

bertujuan untuk menggabungkan bagian luka dan mengembalikan fungsinya.

B. Tujuan

1. Memahami teori tentang proses penyembuhan luka

2. Memahami jenis-jenis luka, fase-fase penyembuhan luka, gangguan-

gangguan selama proses penyembuhan luka, dan proses luka yang kronik

B. Manfaat

1. Dapat mengaplikasikan teori penyembuhan luka pada klinis

2. Dapat melakukan manajemen luka dengan baik dan legeartis

1

Page 2: Penyembuhan Luka

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit. Luka

adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ

tubuh lain. Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :

1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ

2. Respon stres simpatis

3. Perdarahan dan pembekuan darah

4. Kontaminasi bakteri

5. Kematian sel

Luka memiliki beberapa karakter mekanik di antaranya:

1. Luka memiliki kekuatan yang kecil pada 2-3 minggu pertama (fase

inflamasi dan proliferasi)

2. Pada minggu ke-3, kekuatan luka meningkat karena adanya remodelling

3. Luka memiliki 50% kekuatannya pada saat 6 minggu, dan sisanya dalam

beberapa minggu setelahnya

4. Kekuatan terus bertambah perlahan hingga 6-12 bulan

5. Kekuatan maksimal adalah 75% dari jaringan biasa (Sudjatmiko, 2007)

C. Jenis luka

Luka dapat diklasifikasi berdasarkan kategori tertentu :

1. Berdasarkan waktu penyembuhan luka

a. Luka akut, yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan

proses penyembuhan.

b. Luka kronis, yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses

penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.

2

Page 3: Penyembuhan Luka

2. Berdasarkan proses terjadinya

a. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen

yang tajam dan kerusakan sangat minimal. Misal, yang terjadi akibat

pembedahan.

b. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu

tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak,

perdarahan dan bengkak.

c. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan

benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.

d. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda seperti

peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang

kecil.

e. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi jika kekuatan trauma melebihi

kekuatan regang jaringan.

f. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ

tubuh. Biasanya pada bagian awal masuk luka diameternya kecil,

tetapi pada bagian ujung luka biasanya akan melebar (Samper ,2007;

libby, 2011).

g. Luka Bakar (Combustio), merupakan kerusakan kulit tubuh yang

disebabkan oleh api, atau penyebab lain seperti oleh air panas, radiasi,

listrik dan bahan kimia. Kerusakan dapat menyertakan jaringan bawah

kulit (Julia, 2000; Sudjatmiko, 2010).

3. Berdasarkan Derajat Kontaminasi

a. Luka bersih (Clean Wounds), yaitu luka tak terinfeksi, dimana tidak

terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi, dan kulit disekitar

luka tampak bersih. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang

tertutup. Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% – 5%.

b. Luka bersih terkontaminasi (Clean-contamined Wounds), merupakan

luka dalam kondisi terkontrol, tidak ada material kontamin dalam

luka. Kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% – 11%.

3

Page 4: Penyembuhan Luka

c. Luka terkontaminasi (Contamined Wounds), yaitu luka terbuka kurang

dari empat jam, dengan tanda inflamasi non-purulen. Kemungkinan

infeksi luka 10% – 17%.

d. Luka kotor atau infeksi (Dirty or Infected Wounds), yaitu luka terbuka

lebih dari empat jam dengan tanda infeksi di kulit sekitar luka, terlihat

pus dan jaringan nekrotik. Kemungkinan infeksi luka 40%.

D. Penutupan luka

Tujuan utama dari penutupan luka yaitu untuk mengembalikan integritas

kulit sehingga mengurangi resiko terjadinya infeksi, scar dan penurunan

fungsi (Monaco and Lawrence, 2003). Proses penutupan pada luka terbagi

menjadi 3 kategori, tergantung pada tipe jaringan yang terlibat dan keadaan

serta perlakuan pada luka (David, 2004).

1. Penutupan luka primer (Intensi Primer)

Penyembuhan primer atau sanatio per primam intentionem terjadi bila

luka segera diusahakan bertaut, biasanya dengan bantuan jahitan. Luka

dibuat secara aseptik dengan kerusakan jaringan minimum, dan dilakukan

penutupan dengan baik seperti dengan penjahitan. Ketika luka sembuh

melalui instensi pertama, jaringan granulasi tidak tampak dan

pembentukan jaringan parut minimal. Parutan yang terjadi biasanya lebih

halus dan kecil (David, 2004).

2. Penutupan luka sekunder (Intensi Sekunder)

Penyembuhan luka kulit tanpa pertolongan dari luar akan berjalan

secara alami. Luka akan terisi jaringan granulasi dan kemudian ditutup

jaringan epitel. Penyembuhan ini disebut penyembuhan sekunder atau

sanatio per secundam intentionem. Cara ini biasanya memakan waktu

cukup lama dan meninggalkan parut yang kurang baik, terutama jika

lukanya terbuka lebar (Mallefet and Dweck, 2008).

3. Penutupan luka primer tertunda (Intensi Tersier)

Penjahitan luka tidak dapat langsung dilakukan pada luka yang

terkontaminasi berat atau tidak berbatas tegas. Luka yang tidak berbatas

4

Page 5: Penyembuhan Luka

tegas sering meninggalkan jaringan yang tidak dapat hidup yang pada

pemeriksaan pertama sukar dikenal. Keadaan ini diperkirakan akan

menyebabkan infeksi bila luka langsung dijahit. Luka yang demikian akan

dibersihkan dan dieksisi (debridement) dahulu, selanjutnya baru dijahit

dan dibiarkan sembuh secara primer. Cara ini disebut penyembuhan

primer tertunda.

Selain itu, jika luka baik yang belum dijahit, atau jahitan terlepas dan

kemudian dijahit kembali, dua permukaan granulasi yang berlawanan akan

tersambungkan. Hal ini mengakibatkan jaringan parut yang lebih dalam

dan luas dibandingkan dengan penyembuhan primer (Diegelmann and

Evans, 2004).

5

Page 6: Penyembuhan Luka

Gambar 1. Macam-macam proses penutupan luka

E. Fase penyembuhan luka

Setiap proses penyembuhan luka akan melalui 3 tahapan yang dinamis,

saling terkait dan berkesinambungan, serta tergantung pada tipe/jenis dan

derajat luka. Sehubungan dengan adanya perubahan morfologik, tahapan

penyembuhan luka terdiri dari:

1. Fase Hemostasis dan Inflamasi (Schwartz and Neumeister, 2006)

6

Page 7: Penyembuhan Luka

Fase hemostasis dan inflamasi adalah adanya respons vaskuler dan

seluler yang terjadi akibat perlukaan pada jaringan lunak. Tujuannya

adalah  menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda

asing, sel-sel mati, dan bakteri, untuk mempersiapkan dimulainya proses

penyembuhan.

Pada awal fase ini, kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan

keluarnya platelet yang berfungsi hemostasis. Platelet akan menutupi

vaskuler yang terbuka (clot) dan juga mengeluarkan substansi

vasokonstriktor yang mengakibatkan pembuluh darah kapiler

vasokonstriksi, selanjutnya terjadi penempelan endotel  yang akan

menutup pembuluh darah. Periode ini hanya berlangsung 5-10 menit, dan

setelah itu akan terjadi vasodilatasi kapiler karena stimulasi saraf sensoris

(local sensoris nerve ending), local reflex action, dan adanya substansi

vasodilator : histamin, serotonin dan sitokin.

Histamin selain menyebabkan vasodilatasi juga mengakibatkan

meningkatnya permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar

dari pembuluh darah dan masuk ke daerah luka. Secara klinis terjadi

edema jaringan dan keadaan lokal lingkungan tersebut asidosis. Eksudasi

ini juga mengakibatkan migrasi sel lekosit (terutama netrofil) ke ekstra

vaskuler. Fungsi netrofil adalah melakukan fagositosis benda asing dan

bakteri di daerah luka selama 3 hari dan kemudian akan digantikan oleh

sel makrofag yang berperan lebih besar jika dibanding dengan netrofil

pada proses penyembuhan luka. Fungsi makrofag disamping fagositosis

adalah (MacKay and Miller, 2003):

a. Sintesa kolagen

b. Membentuk jaringan granulasi bersama dengan fibroblast

c. Memproduksi growth factor yang berperan pada re-epitelisasi

d. Membentuk pembuluh kapiler baru atau angiogenesis

Dengan berhasil dicapainya luka yang bersih, tidak terdapat infeksi

serta terbentuknya makrofag dan fibroblas, keadaan ini dapat dipakai

sebagai pedoman/parameter bahwa fase inflamasi ditandai dengan adanya

7

Page 8: Penyembuhan Luka

eritema, hangat pada kulit, edema, dan rasa sakit yang berlangsung sampai

hari ke-3 atau hari ke-4.

Gambar 2. Fase Hemostasis dan Inflamasi (Mallefet and Dweck, 2008)

2. Fase Proliferasi (Fase Fibroplasia)

Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia, karena yang menonjol

adalah proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase

inflamasi sampai kira-kira akhir minggu ketiga. Fibroblast berasal dari sel

mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida,

asam aminoglisin, dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen serat

yang akan mempertautkan tepi luka (Diegelmann and Evans, 2004).

Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki

dan menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran

fibroblast sangat besar pada proses perbaikan, yaitu bertanggung jawab

pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan

selama proses rekonstruksi jaringan.

Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel

fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan

penunjang. Sesudah terjadi luka, fibroblast akan aktif bergerak dari

jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan berkembang

8

Page 9: Penyembuhan Luka

(proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin, asam

hyaluronat, fibronectin dan proteoglikans) yang berperan dalam

membangun jaringan baru (Mallefet and Dweck, 2008).

 Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal

jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannnya

subtrat oleh fibroblast, memberikan tanda bahwa makrofag, pembuluh

darah baru dan juga fibroblast sebagai satu kesatuan unit dapat memasuki

kawasan luka. Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertanam di

dalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan granulasi, sedangkan

proses proliferasi fibroblast dengan aktifitas sintetiknya disebut

fibroplasia. Respons yang dilakukan fibroblast terhadap proses fibroplasia

adalah (MacKay and Miller, 2003):

a.       Proliferasi

b.      Migrasi

c.       Deposit jaringan matriks

d.      Kontraksi luka

Angiogenesis, suatu proses pembentukan pembuluh kapiler baru

didalam luka, mempunyai arti penting pada tahap proleferasi proses

penyembuhan luka. Kegagalan vaskuler akibat penyakit (diabetes),

pengobatan (radiasi) atau obat (preparat steroid) mengakibatkan lambatnya

proses sembuh karena terbentuknya ulkus yang kronis. Jaringan vaskuler

yang melakukan invasi kedalam luka merupakan suatu respons untuk

memberikan oksigen dan nutrisi yang cukup di daerah luka, karena

biasanya pada daerah luka terdapat keadaan hipoksik dan turunnya tekanan

oksigen. Pada fase ini fibroplasia dan angiogenesis merupakan proses

terintegrasi dan dipengaruhi oleh substansi yang dikeluarkan oleh platelet

dan makrofag (growth factors).

 Proses selanjutnya adalah epitelisasi, dimana fibroblast mengeluarkan

keratinocyte growth factor (KGF) yang berperan dalam stimulasi mitosis

sel epidermal. Keratinisasi akan dimulai dari pinggir luka dan akhirnya

membentuk barrier yang menutupi permukaan luka. Dengan sintesa

9

Page 10: Penyembuhan Luka

kolagen oleh fibroblast, pembentukan lapisan dermis ini akan

disempurnakan kualitasnya dengan mengatur keseimbangan jaringan

granulasi dan dermis. Untuk membantu jaringan baru tersebut menutup

luka, fibroblas akan merubah strukturnya menjadi myofibroblast yang

mempunyai kapasitas melakukan kontraksi pada jaringan. Fungsi

kontraksi akan lebih menonjol pada luka dengan defek luas dibandingkan

dengan defek luka minimal (David, 2004; Monaco and Lawrence, 2003).

Gambar 3. Fase Proliferasi (Mallefet and Dweck, 2008)

3. Fase Remodelling

Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir

sampai kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase remodelling adalah

menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan

penyembuhan yang kuat dan berkualitas. Fibroblast sudah mulai

meninggalkan jaringan grunalasi, warna kemerahan dari jaringan mulai

berkurang karena pembuluh mulai regresi, dan serat fibrin dari kolagen

bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari

jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10 setelah

perlukaan. Sintesa kolagen yang telah dimulai sejak fase proliferasi akan

dilanjutkan pada fase remodelling. Selain pembentukan kolagen, juga akan

terjadi pemecahan kolagen oleh enzim kolagenase. Kolagen muda

(gelatinous collagen) yang terbentuk pada fase proliferasi akan berubah

10

Page 11: Penyembuhan Luka

menjadi kolagen yang lebih matang, yaitu lebih kuat, dengan struktur yang

lebih baik (proses re-modelling).

Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan

keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan.

Kolagen yang berlebihan akan terjadi penebalan jaringan parut atau

hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan

kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka. Luka dikatakan

sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan kulit

mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan aktivitas yang normal.

Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi setiap penderita, namun

outcome atau hasil yang dicapai sangat tergantung dari kondisi biologik

masing-masing individu, lokasi, serta luasnya luka (David, 2004; Mallefet

and Dweck, 2008; Schwartz and Neumeister, 2006).

Gambar 4. Fase Remodelling (Mallefet and Dweck, 2008)

11

Page 12: Penyembuhan Luka

Gambar 5. Tahapan penyembuhan luka. Pada individu sehat, penyembuhan

berlangsung secara berurutan melalui tiga fase yang saling tumpang tindih: (1)

fase inflamasi, (2) fase proliferatif, dan (3) fase remodelling. Stress dapat

mempengaruhi perkembangan melalui tahap-tahap melalui jalur kekebalan tubuh

dan beberapa neuroendokrin. Review saat ini berfokus pada peran interaktif

glukokortikoid dan sitokin (misalnya IL-8, IL-1α, IL-1β, IL-6, TNF-α, dan IL-10).

Namun, sitokin tambahan, kemokin, dan faktor pertumbuhan yang penting untuk

penyembuhan. Ini termasuk kemokin CXC ligan 1 (CXCL1), kemokin CC ligan 2

(CCL2), granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF), protein

chemotactic monosit-1 (MCP-1), makrofag inflamasi protien-1 alpha (MIP -lα),

faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF), mengubah faktor pertumbuhan-β

(TNF-β), faktor pertumbuhan keratinosit (KGF), faktor pertumbuhan platelet-

derived (PDGF), dan faktor pertumbuhan fibroblas dasar (bFGF)

12

Page 13: Penyembuhan Luka

F. Penyembuhan Luka Pada Janin

Kulit umumnya mengalami regenerasi tanpa parut, hal ini terbatas pada

dua trimester pertama. Banyak aspek jaringan pada janin dan lingkungan

yang dapat berkontribusi pada penyembuhan tanpa parut, yaitu :

1. Lingkungan bayi (cairan amnion) steril

2. Cairan amnion mengandung faktor pertumbuhan dan molekul matriks

ekstra sel

3. Fase inflamasi minimal, makrofag diduga sebagai sel pengorganisasi

utama pada proses penyembuhan fetus

4. Faktor pertumbuhan dan sitokin berbeda pada fetus, meski maknanya

tidak diketahui

5. Elevasi dari molekul yang terlibat dalam morphogenesis dan pertumbuhan

kulit

Penyembuhan luka tanpa parut pada janin ditunjukkan dengan

berkurangnya level TGF-β1, TGF-β2, dan PDGF serta elevasi dari TGF-

β3 (molekul morphogenesis kulit). (Metcalfe AD and Ferguson MWJ,

2007)

G. Penyembuhan Luka di Jaringan Tertentu

1. Kulit

Fase penyembuhan luka dapat diibagi 3 tahap yang saling terkait

dan overlap: inflamasi, formasi jaringan baru dan remodelling. Hal

pertama yang terjadi setelah cedera pada jaringan adalah inflamasi melalui

peran sel-sel inflamasi. Sel inflamasi pertama yang direkrut adalah

neutrofil. Sel-sel inflamasi akan secara masiv menginfiltrasi luka pada 24

jam pertama setelah cedera. Neutrofil akan memasuki tahap apoptosis

segera setelah menginfiltrasi luka dan kemudian mengeluarkan sitokin

selama proses apoptosis itu, dimana sitokin-sitokin tersebut berperan

dalam rekruitmen sel makrofag. Makrofag akan menuju jaringan luka 2

hari setelah cedera dan melakukan aktifitas fagositosis.

Proses selanjutnya adalah pembentukan formasi jaringan baru.

Proses reepitelisasi ini dimulai beberapa jam setelah formasi luka

13

Page 14: Penyembuhan Luka

terbentuk. Keratinosit dari tepi luka akan bermigrasi melintasi wound bed

pada permukaan antara dermis luka dan bekuan fibrin. Migrasi ini

difasilitasi oleh produksi protease spesifik seperti kolagenase dari sel

epidermal untuk mendegradasi matrix ekstraseluler. Angiogenesis masiv

akan terjadi seiring kebutuhan akan suplai oksigen dan nutrien jaringan

untuk penyembuhan luka. Kemudian beberapa dari fibroblast akan

berdiferensiasi menjadi miofibroblas. Sel kontraktile ini akan membantu

menyambung jarak antar tepi luka. Disaat bersamaan growth factors yang

diproduksi jaringan granulasi akan memudahkan proliferasi dan

diferensiasi sel epitelial memperbaiki integritas barier epitel.

Fase terakhir adalah remodeling yang terdiri atas apoptosis

miofibroblas, sel endotelial dan makrofag. Pada fase ini akan terjadi

involusi bertahap dari jaringan granulasi dan terjadi regenerasi kulit

(Modero and Khosrotehrani, 2010).

2. Fase Penyembuhan Pada Tulang

Penyembuhan fraktur pada tulang adalah sebuah mekanisme yang

komplek dan proses regenerasi unik dalam mengembalikan fungsi dan

bentuk tulang.

Proses penyembuhan tulang didahului oleh proses inflamasi dan

didominasi oleh fase pembentukan formasi tulang. Selama fase

penyembuhan, kalus eksternal terbatas pada kapsula fibrosa yang tersusun

oleh jaringan granulasi yang tidak beraturan. Fase inflamasi lebih lanjut

ditandai invasi invasi sel mesenkimal yang berdiferensiasi menjadi

kondrosit untuk pembentukan tulang rawan dan osteoblast untuk

pembentukan tulang. Sel-sel debris inisial dan hematoma selanjutnya akan

digantikan oleh jaringan fibrosa. Jumlah kolagen tipe I akan meningkat

sampai 5 hari setelah fraktur, tetapi kolagen tipe III adalah yang dominan

dalam menyusun jaringan.

Fase reparasi tulang dikaitkan dengan pertumbuhan formasi tulang

intramembran dari regio periosteal. Fase ini ditandai dengan invasi

14

Page 15: Penyembuhan Luka

pembuluh darah dan pertumbuhan kalus, dimana puncak pertumbuhannya

biasa ditemukan hari 14 setelah fraktur.

Fase remodelling ditandai terbentuknya formasi endochondral

trabekular yang dihubungkan dengan osteoblast dan TRAP-positive

settlement pada rongga sumsum tulang, penyatuan fragmen dan regenerasi

celah sumsum tulang. Hal ini sesuai dengan data percobaan dari model

percobaan fraktur pada kelinci yang menunjukkan peningkatan jumlah

tulang trabekular dengan penyusun dominannya kolagen tipe I, sedang

kolagen tipe III dan tipe V tetap ditemukan didaerah puasat dari trabekula.

Selanjutnya tulang menyembuh tanpa adanya scar (Coulibaly et al, 2010).

H. Gangguan Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka dapat terganggu oleh penyebab dari tubuh sendiri

(endogen) dan oleh penyebab dari luar tubuh (eksogen). Penyebab endogen

terpenting adalah gangguan koagulasi yang disebut koagulopati, dan

gangguan sistem imun. Semua gangguan pembekuan darah akan menghambat

penyembuhan luka, sebab homeostatis merupakan titik tolak dan dasar fase

inflamasi. Gangguan sistem imun akan menghambat dan mengubah reaksi

tubuh terhadap luka, kematian jaringan dan kontaminasi.

Penyebab eksogen meliputi penyinaran sinar ionisasi yang akan

mengganggu mitosis dan merusak sel dengan akibat dini maupun lanjut.

Pemberian sitostatik, obat penekan imun misalnya setelah transplantasi organ,

dan kortikosteroid juga akan mempengaruhi penyembuhan luka. Pengaruh

setempat seperti infeksi, hematom, benda asing, serta jaringan mati seperti

sekuester dan nekrosis sangat menghambat penyembuhan luka (Sjamsuhidajat

and Jong, 1997).

I. Perawatan Luka

Hasil penelitian tentang perawatan luka menunjukkan bahwa lingkungan

luka yang lembab lebih baik daripada lingkungan kering. Laju epitelisasi luka

yang ditutup poly-etylen dua kali lebih cepat daripada luka yang dibiarkan

kering. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa migrasi epidermal pada

15

Page 16: Penyembuhan Luka

luka superficial lebih cepat pada suasana lembab daripada kering. Perawatan

luka lembab tidak meningkatkan infeksi. Pada kenyataannya tingkat infeksi

pada semua jenis balutan lembab adalah 2,5 %, lebih baik dibanding 9 %

pada balutan kering. Lingkungan lembab meningkatkan migrasi sel epitel ke

pusat luka dan melapisinya sehingga luka lebih cepat sembuh. Konsep

penyembuhan luka dengan teknik lembab ini merubah penatalaksanaan luka

dan memberikan rangsangan bagi perkembangan balutan lembab.

Penggantian balutan dilakukan sesuai kebutuhan, tidak berdasarkan

kebiasaan melainkan disesuaikan terlebih dahulu dengan tipe dan jenis luka.

Penggunaan antiseptik hanya untuk yang memerlukan saja, karena efek

toksinnya terhadap sel sehat. Untuk membersihkan luka hanya diperlukan

normal saline. Citotoxic agent seperti povidine iodine, dan asam asetat,

seharusnya tidak secara sering digunakan untuk membersihkan luka, karena

dapat menghambat penyembuhan dan mencegah reepitelisasi. Luka dengan

sedikit debris dipermukaannya dapat dibersihkan dengan kassa yang dibasahi

dengan sodium klorida dengan tidak terlalu banyak manipulasi gerakan. Tepi

luka seharusnya bersih, berdekatan dengan lapisan sepanjang tepi luka. Tepi

luka ditandai dengan kemerahan dan sedikit bengkak dan hilang kira-kira satu

minggu. Kulit menjadi tertutup hingga normal dan tepi luka menyatu.

Adapun tujuan dari perawatan luka antara lain (Dudley, 2000; Julia,

2000):

1. Memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka

2. Absorbsi drainase

3. Menekan dan imobilisasi luka

4. Mencegah luka dan jaringan epitel baru dari cedera mekanis

5. Mencegah luka dari kontaminasi bakteri

6. Meningkatkan hemostasis dengan menekan dressing

7. Memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien

16

Page 17: Penyembuhan Luka

J. Komplikasi Penyembuhan Luka

Keloid dan jaringan parut hipertrofik timbul karena reaksi serat kolagen

yang berlebihan dalam proses penyembuhan luka. Serat kolagen disini

teranyam teratur. Keloid yang tumbuh berlebihan melampaui batas luka,

sebelumnya menimbulkan gatal dan cenderung kambuh bila dilakukan

intervensi bedah.

Parut hipertrofik hanya berupa parut luka yang menonjol, nodular, dan

kemerahan, yang menimbulkan rasa gatal dan kadang – kadang nyeri. Parut

hipertrofik akan menyusut pada fase akhir penyembuhan luka setelah sekitar

satu tahun, sedangkan keloid tidak.

Keloid dapat ditemukan di seluruh permukaan tubuh. Tempat predileksi

merupakan kulit, toraks terutama di muka sternum, pinggang, daerah rahang

bawah, leher, wajah, telinga, dan dahi. Keloid agak jarang dilihat di bagian

sentral wajah pada mata, cuping hidung, atau mulut.

Pengobatan keloid pada umumnya tidak memuaskan. Biasanya

dilakukan penyuntikan kortikosteroid intrakeloid, bebat tekan, radiasi ringan

dan salep madekasol (2 kali sehari selama 3-6 bulan). Untuk mencegah

terjadinya keloid, sebaiknya pembedahan dilakukan secara halus, diberikan

bebat tekan dan dihindari kemungkinan timbulnya komplikasi pada proses

penyembuhan luka (Sjamsuhidajat and Jong, 1997).

K. Luka Kronik

1. Definisi

Luka kronik merupakan luka yang tidak menyembuh melalui

tahapan penyembuhan luka yang normal, dalam waktu kurang lebih 3

bulan (Broderick, 2009). Luka kronik dapat disebabkan oleh pengaruh

intrinsik maupun ekstrinsik serta dapat mengenai semua kelompok umur,

baik pasien sehat maupun mereka yang memiliki beberapa penyakit

penyerta. Contoh luka kronik antara lain: ulkus dekubitalis, ulkus diabetik,

luka yang mengalami desikasi lama, ulkus stasis vena, ulkus radiasi, luka

traumatik, atau luka operasi lama. (Sudjatmiko, 2010)

17

Page 18: Penyembuhan Luka

2. Patologi Luka Kronik

Proses patologi dari luka kronik antara lain (Broderick, 2009):

a. Pemanjangan fase inflamasi

b. Penuaan sel (sel tua yang kurang viabel), dimana terjadi perubahan

kemampuan sel untuk berproliferasi.

c. Kekurangan reseptor faktor pertumbuhan (growth factor)

d. Tidak terdapat perdarahan awal yang dapat memicu kaskade

penyembuhan luka

e. Peningkatan kadar protease (enzim yang memakan protein).

3. Penatalaksanaan

a. Perawatan Dasar

Perawatan yang baik dan penggunaan kasur anti dekubitus memiliki

peranan dalam mengurangi tekanan pada pasien dengan ulkus

dekubitus. Demikian pula debridemen kalus secara teratur, perawatan

kuku, dan sepatu khusus untuk mengurangi tekanan penting untuk

perawatan kaki diabetik akibat neuropati diabetik. Penggunaan verban

kompresi dan stoking penting dan efektif dalam mengobati ulkus vena.

(Harding and Morris, 2002)

b. Debridement yang adekuat

Luka kronik umumnya memiliki banyak jaringan parut, debris, dan

jaringan nekrotik yang menghambat penyembuhan. (Sudjatmiko, 2010)

c. Penanganan infeksi

Pada luka kronik harus dicurigai adanya infeksi. Kultur jaringan dan

perhitungan kwantitatif sebaiknya dilakukan. (Sudjatmiko, 2010)

d. Penutupan luka yang baik

Desikasi merupakan faktor yang seringkali menyebabkan gangguan

penyembuhan luka dan epitelisasi pada luka kronik. (Sudjatmiko, 2010)

Fokus utama dari perawatan luka kronis dalam beberapa tahun terakhir

adalah mengembangkan metode penutupan luka yang baik sehingga

dapat menciptakan lingkungan yang lembab untuk membantu

18

Page 19: Penyembuhan Luka

penyembuhan luka. Winter menunjukkan pada model hewan bahwa

proses reepitelialisasi luka akut berjalan 1,5 kali lebih cepat jika luka

ditutup. Penutupan luka belum menunjukkan efek bermakna dalam

studi klinis terhadap pasien dengan luka kronis, namun penerapannya

masih memiliki manfaat bagi pasien dengan mengurangi rasa sakit dan

dengan meningkatkan kenyamanan serta efektivitas biaya. Kemajuan

dalam teknologi penutupan luka belum dapat menemukan zat yang

dapat mengobati kelainan pada kaskade penyembuhan luka, kecuali

penutupan luka dengan bahan yang mengandung asam hyaluronat, yang

secara khusus membantu penyembuhan luka. (Harding and Morris,

2002)

e. Penggunaan faktor pertumbuhan topikal

Fungsi normal faktor pertumbuhan adalah untuk menarik bermacam

tipe sel ke daerah luka, menstimulasi proliferasi selular, memacu

angiogenesis, serta mengatur sintesis dan degradasi matriks

ekstraseluler. Penggunaan faktor pertumbuhan secara topikal belum

memiliki hasil dramatis seperti yang diaharapkan sebelumnya. Hal ini

tidak mengejutkan mengingat proses penyembuhan luka sangatlah

kompleks. Sampai saat ini hanya platelet derived growth factor yang

telah diijinkan penggunaannya untuk mengobati ulkus kaki yang tidak

terinfeksi samai dengan ukuran 5 cm2 pada penderita kaki diabetik

(becaplermin, Regranex). Penelitian telah menunjukkan bahwa platelet

derived growth factor juga memiliki manfaat dalam mengobati ulkus

dekubitus. Meski belum berlisensi, granulocyte colony stimulating

factor telah diteliti bermanfaat dalam mengobati ulkus kaki yang

terinfeksi pada pasien diabetes, mempercepat penyembuhan selulitis

serta menurunkan kebutuhan penggunaan antibiotik. Selain itu,

fibroblast growth factor dinilai dapat mengobati ulkus decubitus dan

epidermal growth factor dapat digunakan pada ulkus vena di kaki. Di

masa yang akan datang faktor pertumbuhan dapat diberikan secara

bertahap, dalam kombinasi, atau pada interval waktu tertentu agar

19

Page 20: Penyembuhan Luka

semakin mendekati proses penyembuhan luka yang normal. Keragaman

faktor pertumbuhan dan jenis luka kronis menunjukkan bahwa faktor-

faktor tersebut memiliki potensi sebagai pengobatan baru jika

kebutuhan individual pasien dapat dikenali.

f. Penanganan faktor lokal dan sistemik yang dapat menghambat

penyembuhan luka

Misalnya gangguan vaskular, edema, diabetes, malnutrisi, tekanan

lokal, dan gravitasi.

g. Penggunaan Vacuum Assisted Closure (VAC)

VAC adalah suatu pendekatan noninvasive yang bertujuan membantu

penutupan luka melalui pemberian secara topical tekanan subatmosferik

atau tekanan negatif ke permukaan luka. Mekanisme kerjanya adalah

mengurangi eksudat, merangsang angiogenesis, mengurangi kolonisasi

bakteri dan menngkatkan pembentukan jaringan granulasi. Keuntungan

menggunakan VAC adalah kita dapat menutup luka dengan lebih cepat,

bahkan pada luka yang kecil dapat epitelisasi sendiri. (Harding and

Morris, 2002)

20

Page 21: Penyembuhan Luka

BAB III

KESIMPULAN

Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit. Luka adalah

kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain.

Luka dapat diklasifikasi berdasarkan waktu penyembuhan luka, proses terjadinya,

dan derajat kontaminasi. Sementara itu proses penutupan pada luka terbagi

menjadi 3 kategori, tergantung pada tipe jaringan yang terlibat dan keadaan serta

perlakuan pada luka, yaitu primer, sekunder, dan tersier

Setiap proses penyembuhan luka akan melalui 3 tahapan yang dinamis,

saling terkait dan berkesinambungan, serta tergantung pada tipe/jenis dan derajat

luka. Fase hemostasis dan inflamasi ditandai dengan adanya respons vaskuler dan

seluler yang terjadi akibat perlukaan pada jaringan lunak yang bertujuan 

menghentikan perdarahan dan sterilisasi. Selanjutnya pada fase proliferasi,

fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan

mukopolisakarida, asam aminoglisin, dan prolin yang merupakan bahan dasar

kolagen serat yang akan mempertautkan tepi luka. Selanjutnya fase remodelling

yang bertujuan menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan

penyembuhan yang kuat dan berkualitas.

Penyembuhan luka dapat terganggu oleh penyebab dari tubuh sendiri

(endogen) dan oleh penyebab dari luar tubuh (eksogen). Penyebab endogen

terpenting adalah gangguan koagulasi yang disebut koagulopati, dan gangguan

sistem imun. Semua gangguan pembekuan darah akan menghambat penyembuhan

luka, sebab homeostatis merupakan titik tolak dan dasar fase inflamasi. Gangguan

sistem imun akan menghambat dan mengubah reaksi tubuh terhadap luka,

kematian jaringan dan kontaminasi. Perawatan luka sebaiknya dijaga pada kondisi

lingkungan yang lembab karena mempercepat epitelisasi. Komplikasi

penyembuhan luka di antaranya keloid dan jaringan parut hipertrofik.

Luka kronik merupakan luka yang tidak menyembuh melalui tahapan

penyembuhan luka yang normal, dalam waktu kurang lebih 3 bulan (Broderick,

2009) Luka kronik dapat disebabkan oleh pengaruh intrinsik maupun ekstrinsik

21

Page 22: Penyembuhan Luka

serta dapat mengenai semua kelompok umur, baik pasien sehat maupun mereka

yang memiliki beberapa penyakit penyerta. Contoh luka kronik antara lain: ulkus

dekubitalis, ulkus diabetik, luka yang mengalami desikasi lama, ulkus stasis vena,

ulkus radiasi, luka traumatik, atau luka operasi lama.

22

Page 23: Penyembuhan Luka

DAFTAR PUSTAKA

Broderick, Nancy. 2009. Understanding Chrinic Wound Healing. The Nurse Practitioner. Vol 34, No.10

Dudley HAF, Eckersley JRT, et al. 2000. Pedoman Tindakan Medik dan Bedah. Jakarta : EGC

David LD. 2004. Ethicon: Wound Closure Manual. Minnesota: Ethicon inc. pp: 6-8.

Diegelmann RF and Evans MC. 2004. Wound healing : an overview of acute, fibrotic and delayed healing. Front in Biosci. 9:283-9.

Harding, KG; Morris, G K patel. 2002. Science, medicine, and the future Healing

chronic wounds. BMJ Vol 324

Julia S. Garner. 2000. Guideline For Prevention of Surgical Wound Infections Hospital Infections Program Centers for Infectious Diseases Center for Disease Control. http://wonder.cdc.gov/wonder/prevguid/p0000420/p0000420.asp#head004000000000000 ( diakses 17 Mei 2011)

Libby Swope Wiersema. 2011. List of Surgical Wound Classifications Last. http://www.livestrong.com/article/220345-list-of-surgical-wound-classifications/, List of Surgical Wound Classifications ( diakses 17 Mei 2011)

MacKay D and Miller AL. 2003. Nutritional support for wound healing. Alt med rev. 8(4): 360-1.

Mallefet P and Dweck A.C. 2008. Mechanisms involved in wound healing. Biomed Scient. 609-15.

Mangram AJ, Horan TC, et al. 1999. Guideline for prevention of surgical site infection. Infect Control Hosp Epidemiol 1999;20:247-80. www.medscape.com/vie war ticle/414393_4 ( diakses 17 Mei 2011)

Metcalfe, Anthony D and Ferguson, Mark W.J. Tissue engineering of replacement skin: the crossroads of biomaterials, wound healing, embryonic development, stemcells and regeneration. J. R. Soc. Interface 2007 4, 413-437

23

Page 24: Penyembuhan Luka

Monaco JL and Lawrence WT. 2003. Acute wound healing: an overview. Clin Plastic Surg. 30: 1-12.

Samper Gimenez. 2007. Orbital Penetrating Wound By A Bull Horn, Arch Soc ESP Oftamol 2007; 82: 645-648. www.oftalmo.com/seo/archivos/maquetas/1/...D8FA.../articulo.pdf. (diakses 17 Mei 2011)

Schwartz BF and Neumeister M. 2006. The mechanics of wound healing. In Future Direction in Surgery. Southern Illinois. pp: 78-9.

Sjamsuhidajat, R and Jong, W D. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi. Jakarta : EGC. 3: 72-81.

Sudjatmiko, Gentur. 2010. Petunjuk Praktis Ilmu Bedah Plastik Rekonstruksi. Jakarta : Yayasan Khasanah Kebajikan.

24