penggunaan cendawan mikoriza arbuscular (cma
TRANSCRIPT
PENGGUNAAN CENDAWAN MIKORIZA ARBUSCULAR
(CMA) UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN SEMAI
JATI (Tectona grandis Linn. F) PADA LIMBAH MEDIA
TUMBUH JAMUR TIRAM (Pleurotus sp.)
Oleh:
Yuyun Saepul Uyun
E14202071
PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
PENGGUNAAN CENDAWAN MIKORIZA ARBUSCULAR
(CMA) UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN SEMAI
JATI (Tectona grandis Linn. F) PADA LIMBAH MEDIA
TUMBUH JAMUR TIRAM (Pleurotus sp.)
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
Oleh:
Yuyun Saepul Uyun E14202071
PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
Judul Skripsi : PENGGUNAAN CENDAWAN MIKORIZA
ARBUSCULAR (CMA) UNTUK MENINGKATKAN
PERTUMBUHAN SEMAI JATI (Tectona grandis.
Linn. F) PADA LIMBAH MEDIA TUMBUH JAMUR
TIRAM (Pleurotus sp.)
Nama Mahasiswa : Yuyun Saepul Uyun
NRP : E14202071
Menyetujui :
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. Irdika Mansur M.For.Sc Ir. Elis Nina Herliyana M.Si NIP. 131 878 499 NIP. 131 955 530 Tanggal : Tanggal :
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kehutanan
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana MS.
NIP. 131 430 799
Tanggal lulus :
RINGKASAN
Yuyun Saepul Uyun. E14202071. Penggunaan Cendawan Mikoriza Arbuscular (CMA) Terhadap Pertumbuhan Semai Jati (Tectona grandis Linn.F.) pada Limbah Media Tumbuh Jamur Tiram (Pleurotus sp.). Dibawah bimbingan Dr. Ir. Irdika Mansur M.For.Sc. dan Ir. Elis Nina Herliyana M.Si
Media semai yang umum digunakan adalah media tanah. Tetapi, media ini mempunyai kelemahan adalah dapat menghilangkan lapisan tanah yang subur sehingga dalam penggunaan skala besar dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk media tanam sebagai pengganti media tumbuh tanah adalah limbah media jamur dari serbuk gergaji. Serbuk gergaji dalam limbah media jamur mengandung komponen-komponen kimia seperti selulosa, hemiselulosa, lignin dan zat-zat ekstraktif, dengan bantuan jamur tiram putih (Pleurotus sp.) komponen-komponen tersebut diuraikan sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas nutrisi serbuk gergaji dari limbah media jamur tersebut, sehingga dapat digunakan sebagai media tanam. Sehingga penggunaan media limbah jamur tiram sebagai media semai tanaman mempunyai beberapa keunggulan, yaitu menambah daya ikat air pada tanah, memperbaiki drainase dan tata udara dalam tanah terhadap zat hara, dan membantu pelapukan bahan mineral.
Adanya berbagai macam mikoriza pada tanaman memiliki banyak manfaat yang sangat besar bagi tanaman tersebut, seperti dalam membantu meningkatkan penyerapan unsur-unsur hara dan nutrisi yang penting bagi tanaman.
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca dan Laboratorium Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Analisis media dilakukan di Departemen Tanah dan Sumberdaya Lahan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Agustus 2006. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: limbah media jamur tiram, serbuk gergaji, benih jati, aquades, fungisida dan insectisida, mikofer yang merupakan inokulum Cendawan Mikoriza Arbuscular (CMA) jenis Glomus etunicatum, polybag, larutan staining. Alat yang digunakan dalam penelitian, yaitu: karung plastik, gelas ukur, timbangan, kaliper, pinset, saringan atau ayakan, penggaris, oven, gelas aqua, dan alat-alat analisis kimia dan fisik media. Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah pertumbuhan tinggi dan diameter, berat basah akar dan pucuk, berat kering akar, pucuk dan total, nisbah pucuk akar, jumlah spora, dan persentase infeksi CMA. Dalam pengolahan data digunakan seperangkat komputer dengan beberapa perangkat lunak yaitu SPSS 13 for Windows untuk pengujian ANOVA, MS Excel untuk pengolahan grafik dan tabulasi data, dan Minitab 14 untuk transformasi data.
Semua parameter pertumbuhan dipengaruhi oleh setiap perlakuan yang diberikan. Tinggi, diameter dan berat basah pucuk dipengaruhi oleh perlakuan pemberian limbah media jamur. Nisbah pucuk akar dan persen infeksi akar dipengaruhi oleh perlakuan pemberian mikoriza. Sedangkan berat basah akar, berat kering akar, berat kering pucuk, dan berat kering total dipengaruhi oleh
faktor interaksi dari kedua perlakuan tersebut. Secara umum, pemberian limbah media jamur dapat menurunkan semua parameter pertumbuhan.
Bibit jati tumbuh lebih baik pada media tanah dibandingkan dengan pada media yang diberikan perlakuan pemberian limbah media jamur. Hal ini dapat disebabkan antara lain oleh: a) unsur hara yang terdapat pada media limbah jamur digunakan oleh CMA sebagai energi untuk mendekomposisikan serbuk gergaji yang belum terdekomposisi, sehingga CMA masih belum bisa memberikan pengaruhnya terhadap semai jati secara optimal, b) terjadi kompetisi antara jamur dan tanaman untuk mendapatkan unsur hara.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tasikmalaya, Jawa Barat pada tanggal 20 Agustus
1984 dari pasangan bapak Yayat Hadiatulloh dan ibu Sumartini BSc. Penulis
merupakan anak kedua dari dua bersaudara.
Penulis mendapatkan pendidikan TK PGRI Mangunreja selama 1 tahun,
SD Negeri IV Mangunreja, SLTP Negeri 1 Singaparna dan pada tahun 2002
penulis lulus dari SMU Negeri 1 Singaparna dan pada tahun yang sama, penulis
lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru
(SPMB). Penulis memilih Program Studi Budidaya Hutan, Departemen
Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan.
Selama mengikuti kegiatan akademik di IPB penulis aktif dalam kegiatan
kemahasiswaan DKM Ibadurrahman periode 2003-2004, bergabung dalam Forest
Management Student Club (FMSC) periode 2004-2005 dan Dewan Perwakilan
Mahasiswa (DPM) Fakultas Kehutanan, sebagai Ketua Divisi Internal periode
2005-2006. Penulis melaksanakan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan
(P3H) di Cagar Alam Leuweung Sancang dan KPH Purwakarta pada tahun 2005.
Pada Februari-April 2006 penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa
Margajaya, Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelas Sarjana Kehutanan di
Fakultas Kehutanan IPB, penulis menyusun skripsi dengan judul “Pengaruh
Cendawan Mikoriza Arbuscular (CMA) Terhadap Pertumbuhan Semai Jati
(Tectona grandis Linn. F.) Pada Limbah Media Tumbuh Jamur Tiram
(Pleurotus sp.) “ dibawah bimbingan Dr. Ir. Irdika Mansur, M.For.Sc dan Ir. Elis
Nina Herliyana M.Si.
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT penulis panjatkan atas
segala nikmat, rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini berhasil disusun.
Shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan atas suri tauladan Rosulullah SAW
dan seluruh pengikutnya sampai akhir jaman.
Skripsi ini berjudul “Pengaruh Cendawan Mikoriza Arbuscular
(CMA) Terhadap Pertumbuhan Semai Jati (Tectona grandis Linn. F.) Pada
Limbah Media Tumbuh Media Jamur Tiram (Pleurotus sp.)”. Dengan
dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang baru
dan bermanfaat bagi semuanya.
Dengan penuh ketulusan dan keikhlasan penulis menyampaikan terima
kasih kepada Bapak Dr. Ir. Irdika Mansur, M. For. Sc dan Ir. Elis Nina Herliyana
M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan
dalam penelitian dan pembuatan skripsi ini. Untuk Muhammad Dliyaul Umam
S.Hut atas pemberian kecambah jatinya. Untuk keluarga tercinta Ayah, Ibu,
Teteh yang selalu mendo’akan dalam setiap langkah hidupku. Serta untuk teman
seperjuangan Eka, Marwan, dan Mahasiswa Mushroom Studies atas bantuan dan
dorongan semangatnya sehingga senantiasa semangat untuk menyelesaikan
skripsi ini. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal dan mencatat
sebagai amal shaleh atas kebaikan yang telah diberikan.
Sebagai manusia biasa, penulis menyadari bahwa dalam penyusunan
skripsi ini masih ada kekurangannya. Oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk lebih menyempurnakan
skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
memerlukan khususnya untuk kepentingan pengembangan kehutanan.
Bogor, Nopember 2006
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .............................................................................................. i
DAFTAR TABEL....................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. iii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. iv
PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
Latar Belakang ...................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ................................................................................... 2
Manfaat Penelitian ................................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 3
Cendawan Mikoriza Arbuscular (CMA)................................................ 3
Tectona grandis Linn. F..... ................................................................... 9
Serbuk Gergaji ....................................................................................... 12
Limbah Media Jamur ............................................................................ 13
METODE PENELITIAN .......................................................................... 15
Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................. 15
Bahan dan Alat Penelitian ...................................................................... 15
Prosedur Pelaksanaan Penelitian ........................................................... 15
Analisis Data .......................................................................................... 18
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 20
Hasil Penelitian ...................................................................................... 20
Pembahasan ............................................................................................ 33
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 39
Kesimpulan............................................................................................. 39
Saran ....................................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 40
LAMPIRAN ................................................................................................ 44
DAFTAR TABEL
No Halaman
1. Hasil-hasil penelitian mengenai pengaruh CMA terhadap
pertumbuhan beberapa jenis semai tanaman ...................................................
8
2. Macam dan perkiraan jumlah limbah serbuk gergaji di
Kalimantan Timur ............................................................................................
12
3. Jenis kayu dan kandungan kimianya yang banyak diolah ................................13
4. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh pemberian mikoriza, limbah
media jamur dan interaksinya terhadap peubah semai jati ...............................
20
5. Unsur hara makro (N, P, K) pada media setelah 3 bulan penelitian ................21
6. Uji Lanjut Duncan pada pengaruh pemberian limbah media jamur
terhadap tinggi bibit jati....................................................................................
22
7. Uji Lanjut Duncan pada pengaruh pemberian limbah media jamur
terhadap diameter bibit jati ................................................................
24
8. Uji Lanjut Duncan pengaruh interaksi terhadap BBA semai jati .....................26
9. Uji Lanjut Duncan pengaruh pemberian limbah media jamur
terhadap BBP semai jati ...................................................................................
27
10. Uji Lanjut Duncan pengaruh interaksi terhadap BKA semai jati ....................28
11. Uji Lanjut Duncan pengaruh interaksi terhadap BKP semai jati .....................28
12. Uji Lanjut Duncan pengaruh interaksi terhadap BKT semai jati .....................29
13. Uji Lanjut Duncan pengaruh perlakuan mikoriza terhadap NPA
semai jati ................................................................................................
30
14. Uji Lanjut Duncan pengaruh perlakuan mikoriza terhadap infeksi
akar semai jati ................................................................................................
33
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1. Semai jati setelah 3 bulan masa tanam .............................................................22
2. Histogram rata-rata tinggi bibit jati ................................................................23
3. Grafik pertumbuhan tinggi semai jati ...............................................................23
4. Histogram rata-rata diameter semai jati ..........................................................25
5. Grafik pertumbuhan diameter semai jati ..........................................................25
6. Histogram rata-rata jumlah spora dari setiap perlakuan per 50 g
media ................................................................................................................
31
7. Akar semai jati yang terinfeksi spora ...............................................................32
8. Akar semai jati yang terinfeksi hifa................................................................32
9. Akar semai jati yang terinfeksi vesikel ............................................................32
10. Histogram rata-rata persen infeksi dari setiap perlakuan ................................33
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1. Data pengamatan tinggi semai jati ................................................................44
2. Data pengamatan diameter semai jati ...............................................................45
3. Data berat basah pucuk (BBP) ................................................................ 46
4. Data berat basah akar (BBA)................................................................ 46
5. Data berat kering akar (BKA), berta kering daun (BKD), dan
berat kering total (BKT) ...................................................................................
47
6. Data nisbah pucuk akar (NPA) ................................................................48
7. Data persen infeksi ...........................................................................................48
8. Data jumlah spora .............................................................................................49
9. Analisis sidik ragam riap tinggi................................................................49
10. Analisis sidik ragam riap diameter ................................................................49
11. Analisis sidik ragam berat basah akar (BBA) ..................................................50
12. Analisis sidik ragam berat basah pucuk (BBP) ................................................50
13. Analisis sidik ragam berat kering akar (BKA) .................................................50
14. Analisis sidik ragam berat kering daun (BKD) ................................................50
15. Analisis sidik ragam berat kering total (BKT) .................................................51
16. Analisis sidik ragam nisah pucuk akar (NPA) .................................................51
17. Analisis sidik ragam persen infeksi ................................................................51
18. Analisis sidik ragam jumlah spora ................................................................51
19. Hasil rekapitulasi data sebelum transformasi ...................................................52
20. Hasil rekapitulasi data setelah transformasi .....................................................53
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tidak kurang dari 300 juta bibit dari berbagai jenis tanaman hutan harus
segera dipersiapkan dalam rangka menutup lahan gundul seluas 300.000 hektar
yang dicanangkan dalam Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan
(GNRHL) oleh pemerintah (Turjaman, 2004). Pemilihan jenis yang sesuai harus
didukung pula dengan pengadaan bibit yang berkualitas. Untuk memenuhi bibit
yang berkualitas, salah satunya diperlukan media semai berkualitas yang
memenuhi persyaratan pertumbuhan bagi semai.
Media semai yang umum digunakan adalah media tanah. Tetapi, media ini
mempunyai kelemahan adalah dapat menghilangkan lapisan tanah yang subur
sehingga dalam penggunaan skala besar dapat menimbulkan dampak negatif
terhadap lingkungan.
Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk media tanam sebagai
pengganti media tumbuh tanah adalah limbah media jamur dari serbuk gergaji.
Serbuk gergaji dalam limbah media jamur mengandung komponen-komponen
kimia seperti selulosa, hemiselulosa, lignin dan zat-zat ekstraktif (Rubijanto et al.,
1988), dengan bantuan jamur tiram putih (Pleurotus sp.) komponen-komponen
tersebut diuraikan sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas nutrisi
serbuk gergaji dari limbah media jamur tersebut, sehingga dapat digunakan
sebagai media tanam (Tarmidi dan Hidayat, 2004). Sehingga penggunaan media
limbah jamur tiram sebagai media semai tanaman mempunyai beberapa
keunggulan, yaitu menambah daya ikat air pada tanah, memperbaiki drainase dan
tata udara dalam tanah terhadap zat hara, dan membantu pelapukan bahan mineral
(Indriani, 2003).
Adanya berbagai macam mikoriza pada tanaman memiliki banyak
manfaat yang sangat besar bagi tanaman tersebut, seperti dalam membantu
meningkatkan penyerapan unsur-unsur hara dan nutrisi yang penting bagi
tanaman (Satter et al., 2006).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian limbah
media jamur tiram dan mikoriza arbuscular terhadap laju pertumbuhan semai
Tectona grandis Linn. F.
Hipotesis
Penggunaan limbah media jamur tiram dan pemberian cendawan mikoriza
arbuscular (CMA) dapat meningkatkan pertumbuhan semai jati.
Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memperoleh alternatif
penggunaan media tumbuh semai jati yang ringan, kompak, murah dan mudah
didapat, mengurangi biaya pemakaian pupuk dan dengan pemanfaatan limbah
jamur ini diharapkan volume sampah organik yang ada dapat berkurang.
TINJAUAN PUSTAKA
Cendawan Mikoriza Arbuscular (CMA)
Pengertian Mikoriza
Menurut Brundrett (2004), mikoriza adalah asosiasi simbiotik yang
esensial untuk satu atau kedua mitra, antara cendawan (khususnya yang hidup
dalam tanah dan tanaman) dengan akar (atau organ lain yang bersentuhan dengan
substrat) dari tanaman hidup, terutama berperan untuk memindahkan hara.
Mikoriza adalah kelompok jamur tanah yang hidupnya lebih memilih
untuk bekerjasama dengan akar tanaman atau pohon, agar jamur ini mendapat
pasokan gula cair dari tanaman, dan sebaliknya jamur ini menukarkannya dalam
bentuk air dan unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman
(Turjaman, 2004).
Asosiasi mikoriza vesikular arbuskular (MVA), yang juga disebut dengan
mikoriza arbuskular (MA) atau mikoriza glomeromikota, merupakan asosiasi akar
dengan cendawan yang paling umum dijumpai dan penyebarannya paling luas.
Asosiasi ektomikoriza (EKM) juga tidak kalah pentingnya sekalipun hanya
dijumpai pada beberapa famili tanaman tertentu. Tipe mikoriza lainnya hanya
dijumpai pada Orchidaceae atau Ericales, sedangkan beberapa famili
angiospermeae tidak memiliki akar bermikoriza (NM) sama sekali (Brundrett,
2004).
Turjaman (2004) juga menyebutkan kalau jamur endomikoriza
mempunyai relasi yang sangat luas pada tanaman pertanian, perkebunan dan
kehutanan, dan diperkirakan lebih dari 93 % berteman dengan akar tanaman
tingkat tinggi. Sedangkan sisanya sekitar 7 % adalah jamur ektomikoriza yang
lebih memilih untuk hidup berdampingan dengan tanaman hutan dari jenis-jenis
meranti, pinus, eukaliptus dan tangkil. Pada kelompok jamur endomikoriza, hanya
dapat dibiakkan pada tanaman hidup, seperti sorgum, jagung dan Prueraria
selama empat bulan di rumah kaca. Media tumbuh yang biasa digunakan sebagai
pembawanya adalah zeolite dan tanah liat. Mikoriza dapat dicampur langsung ke
dalam media tanam, dalam waktu satu hari dapat menularkan ratusan ribu bibit
tanaman hutan di persemaian.
Klasifikasi Mikoriza
Pada dasarnya cendawan mikoriza dapat dikelompokkan berdasarkan
struktur morfologi dan anatomi struktur spesifiknya (Brundrett, 2004).
Berdasarkan hal tersebut cendawan mikoriza dapat dibagi menjadi tiga yaitu
cendawan mikoriza arbuskula (CMA), ektomikoriza (EKM) dan mikoriza lainnya.
Dari ketiga jenis tersebut CMA merupakan kelompok cendawan mikoriza yang
paling sering diteliti dan dimanfaatkan untuk kepentingan peningkatan
pertumbuhan dan produksi tanaman.
Dari hasil kajian filogenetika dapat diketahui tanaman-tanaman Ericaceae
yang membentuk mikoriza erikoid ternyata memiliki leluhur yang sama dengan
tanaman-tanaman yang berasosiasi dengan cendawan arbutoid (Cullings, 1996),
sehingga lebih tepat jika dikatakan asosiasi arbutoid berasal dari EKM daripada
asosiasi erikoid. Oleh sebab itu Brundrett (2004) merekomendasikan dalam
klasifikasi tipe-tipe mikoriza, sebaiknya mikoriza arbutoid dan monotropoid
diklasifikasikan sebagai subkategori dari ektomikoriza epidermis.
Dewasa ini ektendomikoriza ditakrifkan berdasarkan cendawannya dan
bukan inangnya yang secara morfologis tidak berbeda dengan mikoriza arbutoid.
Pengamatan-pengataman ektendomikoriza, yang didasarkan atas pengertian
sempit tersebut, sebagian besar terbatas pada kondisi buatan yang sangat subur
dimana pohon yang ditumbuhkan untuk kepentingan kehutanan tidak mungkin
mendapatkan keuntungan dari mikoriza, dan persaingan dengan cendawan lain
juga terbatas (Yu et al., 2001).
Taksonomi Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA)
Subordo Glomineae memiki dua famili, Glomaceae dan Acaulasporaceae,
dan dicirikan oleh adanya arbuskula dan vesikula tapi tidak memiliki sel-sel
tambahan (auxillary cell). Kedua famili tersebut masing-masing memiliki dua
genus yaitu Glomus dan Sclerocystis untuk Glomaceae, Acaulaspora dan
Entrophosphora untuk Acaulasporaceae. Spesies-spesies Glomus diyakini yang
berevolusi atau muncul pertama kali di muka bumi dan kemudian diikuti oleh
anggota-anggota famili Acaulasporaceae dan Gigasporaceae. Kedua famili
tersebut diduga sudah ada pada sekitar 250 juta tahun yang lalu (Simon et al.,
1993).
Berdasarkan ciri morfologi dan histologis, akhirnya berhasil
diklasifikasikan tujuh jenis yang berbeda satu dengan lainnya. Jenis
endomikoriza, khususnya cendawan mikoriza arbuskula (CMA), dan
ektomikoriza merupakan jenis yang paling banyak dijumpai sedangkan jenis-jenis
mikoriza arbutoid, monotropoid, ektendo, erikoid, dan orkhid dijumpai hanya
pada beberapa jenis tanaman saja (Smith dan Read, 1997).
Oehl dan Sieverding (2004) menemukan bahwa ada sebuah genus baru
dalam famili cendawan Glomeraceae, ordo Glomerales, klas Glomeromycetes,
yang diberi nama Pacispora. Spesies pencirinya adalah P. scintillans yang seperti
halnya P. dominikii dan P. chimono-bambusae, tadinya diletakkan dalam genus
Glomus dari Glomeraceae. Empat spesies baru dari genus baru tersebut yaitu
Pacispora franciscana, P. robigina, P. coralloidea dan P. boliviana. Spora-spora
genus baru ini terbentuk secara terminal pada hifa, fitur yang hanya dimiliki oleh
Glomus dan Paraglomus. Bagian dalam spora biasanya berupa dinding tiga lapis,
dari sanalah spora berkecambah langsung melalui dinding spora terluar, yang
biasanya juga terdiri dari tiga lapis. Ciri perkecambahan demikian serupa dengan
Scutellospora, Acaulospora dan Entrophospora tapi tidak dimiliki oleh Glomus
dan Paraglomus. Pembentukan mikoriza vesikular arbuskularnya, sejauh ini baru
dikonfirmasi pada dua dari ketujuh Pacispora spp. yang ada, karakteristik warna
struktur cendawan internalnya dan fitur- fitur dudukan hifa spora (subtending
hyphae) paling mirip dengan genus Glomus. Berdasarkan alasan tersebut,
Pacispora dimasukkan ke dalam Glomeraceae. Ketujuh Pacispora spp. secara
morfologi dapat dibedakan berdasarkan struktur permukaan spora, karakteristik
ornamentasi dinding spora, dan oleh warna serta ukuran spora. Tiga Pacispora
spp, dideteksi melimpah penyebarannya di dataran tinggi Swiss Alps. Namun
demikian, ditemukannya genus ini di kawasan temperate, mediterranea dan
tropika menunjukkan Pacispora memiliki penyebaran yang luas dan mampu
beradaptasi dengan berbagai lingkungan darat.
Struktur Umum CMA
Hifa dari CMA tidak bersekat dan bercabang-cabang di dalam dan di
antara sel-sel korteks akar. Di dalam sel-sel yang terinfeksi terbentuk gelung-
gelung hifa atau cabang-cabang hifa kompleks yang dinamakan arbuskula.
Arbuskula ini diduga berperan sebagai pemindah unsur hara diantara simbion-
simbion. Sedangkan struktur-struktur menggelembung yang dibentuk secara
apikal yang seringkali dijumpai pada hifa-hifa utama, struktur ini dinamakan
vesikula. Vesikula mengandung banyak lemak dan terutama berfungsi sebagai
organ simpan (Imas et al., 1989).
CMA dicirikan oleh hifa yang intraseluler, yaitu hifa menembus ke dalam
sel-sel korteks dan dari sel yang satu ke sel yang lain. Jarang sekali cendawan
dapat menembus sel-sel endodermis ke silinder pusat (stele). Di dalam sel-sel
tersebut dapat dibedakan adanya pembengkakkan-pembengkakkan miselia
(vesikula dan arbuskula) yang pada akhirnya lenyap sebagian atau seluruhnya
karena dicerna oleh sel-sel yang dimasukinya. Di sini tidak terdapat mantel
cendawan dan pembengkakkan akar, meskipun kadang-kadang sel-sel yang
mengalami invasi yang sangat berat menunjukkan gejala-gejala pembengkakan.
Akar rambut pun berkembang secara normal, jadi tidak terdapat modifikasi
bentuk luas akar (Manan, 1994).
Manfaat Mikoriza
Asosiasi simbiotik antara CMA dan akar tanaman banyak ditemui di
lingkungan alami dan dapat menghasilkan berbagai keuntungan untuk tanaman
inang. Termasuk diantaranya adalah, membantu meningkatkan penyerapan unsur-
unsur hara dan nutrisi yang penting bagi tanaman (Satter et al., 2006),
meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan kelembaban yang
ekstrim (Cho et al., 2006), membantu mengakumulasi zat-zat atau unsur-unsur
yang beracun bagi tanaman, memproteksi dari serangan pathogen penyebab
penyakit, membantu meningkatkan pertumbuhan tanaman, pertumbuhan daun
serta pertumbuhan dan kualitas buah (Subramanian et al., 2006).
Cendawan mikoriza dapat membentuk akar tanaman yang kuat, cepat
menjalar kedalam tanah, akar sehat, dan hijauan daun tajuk tanaman cepat
menutup. Akar bibit tanaman yang telah dipersenjatai CMA mampu bertahan
hidup dari kondisi lingkungan yang tidak bersahabat, CMA ini dapat membantu
logistik tanaman dan perlindungan akar tanaman dari gangguan lingkungan,
sehingga tanaman dapat hidup lebih baik di lapangan (Turjaman, 2004).
Menurut Puryono (1997) secara umum peranan mikoriza terhadap
pertumbuhan tanaman adalah sebagai berikut :
1. Adanya mikoriza sangat penting bagi persediaan unsur hara dan pertumbuhan
tanaman.
2. Adanya simbiose mikoriza pada akar tanaman akan dapat membantu dalam
mengatasi kekurangan unsur hara terutama Phospor (P) yang tersedia dalam
tanah. Hal ini disebabkan mikoriza mampu melepaskan ikatan
Aluminiumfospat (AlPO4) dan Besifospat (FePO4) pada tanah-tanah yang
asam.
3. Mikoriza dapat meningkatkan unsur hara dengan jalan memperkecil jarak
antara akar dengan unsur hara tersebut. Hal ini terjadi melalui pembentukan
hypa pada pemukaan akar yang befungsi sebagai perpanjangan akar.
4. Dengan perluasan hypanya, mikoriza akan meningkatkan daya serap dari
elemen-elemen yang imobil dalam tanah, misalnya : P, Cu, Zn.
5. Mikoriza dapat membantu memperbaiki dan meningkatkan sifat-sifat struktur
agregat tanah.
6. Mikoriza dapat membantu memperbaiki dan meningkatkan pertumbuhan
tanaman terutama di daerah yang kondisinya sangat miskin hara, pH rendah,
dan kurang air.
7. Simbiosis antar jamur dan akar tanaman dapat melindungi tanaman inangnya
terhadap serangan jamur patogen dengan cara mengeluarkan zat antibiotik.
8. CMA juga dapat menghasilkan hormon tumbuh auxin, cytokinin, giberelin,
dan vitamin yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman inang.
Hasil-hasil Penelitian Pengaruh CMA Terhadap Beberapa Semai Tanaman
Tabel 1. Hasil-hasil penelitian mengenai pengaruh CMA terhadap pertumbuhan beberapa jenis semai tanaman
Tahun Peneliti Judul Hasil
2004 Risal Sangadji
Perbaikan Kualitas
Inokulum Mikoriza
dengan Penambahan
Bahan Organik dan
Pengaruhnya Terhadap
Pertumbuhan Semai Jati
Perlakuan pemberian
mikoriza dibandingkan
dengan kontrol (tanah
murni) meningkatkan
pertumbuhan tinggi 26,56
%; diameter 33,33 %, BKT
48,49 %; NPA 20 %.
2005 Dasep Rizal
Alfandi
Respon Pertumbuhan
Anakan Sizygium Spp.,
Ficus Spp., Intsia bijuga
(Colebr.) O.Kuntza dan
Diospyros celebica
Bath. Terhadap
Pemberian Inokulum
CMA dan Bioorganik
Dari ke empat anakan,
pemberian inokulum CMA
berpengaruh lebih nyata
terhadap parameter-
parameter yang diamati pada
jenis tanaman Sizygium Spp.
dan Ficus Spp.
2005 Susmiyati Upaya Meningkatkan
Pertumbuhan Semai
Kawista (Limonia
acidissima) dengan
Penambahan CMA dan
Bahan Aditif.
Semai kawista lebih
responsif terhadap tepung
tulang sapi daripada batuan
fosfat, zeolit, mycofer
ataupun campuran
keempatnya, namun
pengaruhnya kecil terhadap
pembentukan spora CMA
dan bahkan berpengaruh
negatif terhadap persen
kolonisasi akar.
Peranan CMA terhadap Pertumbuhan Jati
Menurut Coster (1921) dalam Manan (1976) mikoriza arbuskula terdapat
pada jati di Indonesia. Infeksi dari cendawan ini hanya terdapat pada sel-sel
korteks dari akar yang masih muda. Coster telah melihat adanya hifa di dalam sel-
sel korteks primer pada jati dan jenis lain, seperti Podocarpus spp, Araucaria
exelsa, Agathis alba, Cupressus festigiata, Parasponia parviflora, Altingia exelsa,
dan lain- lain.
Hasil penelitian inokulasi CMA Glomus etunicatum pada bibit jati pada
umur 3 bulan setelah inokulasi menghasilkan peningkatan rata-rata parameter
pertumbuhan sebagai berikut : pertambahan tinggi 1,7 cm atau meningkat sebesar
26,56 % terhadap kontrol (tanpa inokulasi), diameter sebesar 0,1 mm atau
meningkat sebesar 33,33 % terhadap kontrol, berat kering total 0,22 g atau
meningkat sebesar 48,49 % terhadap kontrol, dan nilai NPA terbaik sebesar 0,05 g
atau meningkat 20 % terhadap kontrol (Sangadji, 2004).
Tectona grandis Linn, F.
Tanaman jati merupakan tanaman tropika dan subtropika yang sejak abad
ke-9 telah dikenal sebagai pohon yag memiliki kualitas tinggi dan bernilai jual
tinggi. Di Indonesia, jati digo longkan sebagai kayu mewah (fancy wood) dan
memliki kelas awet tinggi yang tahan gangguan rayap serta jamur dan awet
mampu bertahan hingga 500 tahun (Sumarna, 2001).
Dalam sistem klasifikasi, tanaman jati mempunyai penggolongan sebagai
berikut:
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Angiospermae
Subkelas : Dicotyledoneae
Ordo : Verbenales
Famili : Verbenaceae
Genus : Tectona
Spesies : Tectona grandis Linn. F.
Sifat Botanis
Pada kondisi baik, tinggi dapat mencapai 30-45 m. Dengan pemangkasan,
batang yang bebas cabang dapat mencapai antara 15-20 cm. Diameter batang
dapat mencapai 220 cm. Kulit kayu berwarna kecoklatan atau abu-abu dan mudah
terkelupas. Pangkal batang berakar papan pendek dan bercabang sekitar 4. Pada
habitat kering pertumbuhan menjadi terhambat, cabang lebih banyak, melebar dan
membentuk semak. Pada tapak bagus, batang bebas cabang 15-20 m atau lebih,
percabangan kurang dan rimbun (Sumarna, 2001).
Menurut Rachmawati (2000) buah jati termasuk jenis buah keras,
terbungkus kulit berdaging lunak tidak merata (tipe buah batu). Ukuran buah
bervariasi 5-20 mm, umumnya 11-17 mm. Struktur buah terdiri dari kulit luar tipis
yang terbentuk dari kelopak, lapisan tengah (mesokarp) tebal seperti gabus,
bagian dalamnya (endokarp) keras dan terbagi manjadi 4 ruang biji, Sedangkan
benihnya berbentuk oval, ukuran kira-kira 6 x 4 mm. Jarang dijumpai dalam
keempat ruang berisi benih seluruhnya, umumnya hanya berisi 1-2 benih.
Seringkali hanya satu benih yang tumbuh menjadi anakan.
Menurut Sumarna (2001), perlakuan pendahuluan dapat dilakukan dengan
cara fisik maupun kimia :
1. Perlakuan Secara Fisik
Perlakuan fisik terhadap buah jati sebelum dikecambahkan pada dasarnya
merupakan upaya untuk mengurangi tingkat kekerasan atau melunakan kulit buah.
Dengan demikian, proses masuknya air kedalam buah dapat berlangsung cepat.
Air ini diperlukan untuk merangsang pertumbuhan embrio. Perlakuan fisik ini
perlu dilakukan secara hati-hati agar tidak mengganggu atau merusak embrio
benih. Beberapa pola perkecambahan benih jati yang pernah dilakukan adalah
sebagai berikut :
a. Perendaman dengan air biasa selama 24 jam, lalu dijemur 4 hari. Setelah
itu, direndam lagi dan dijemur selama 3 minggu atau langsung rendam
selama 72 jam.
b. Benih dibakar dengan rumput kering.
c. Benih digosok atau diampelas hingga tipis.
d. Benih direndam dalam air panas selama 42 jam.
2. Perlakuan Secara Kimia
Pelakuan secara kimia dengan cara merendam benih dalam asam sulfat
(H2SO4) selama ± 20 menit. Cara ini dapat melunakan kulit buah jati sehingga
akan memudahkan air masuk ke dalam buah.
Penyebaran
Daerah penyebaran alaminya terdapat di India, Myanmar, Thailand dan
bagian Barat Laos. Batas Utara pada garis 25o LU di Myanmar, batas Selatan pada
9o LU di India, jati tersebar pada garis 70o-100o BT. Penyebarannya ternyata
terputus-putus. Hutan jati terpisah oleh pegunungan, tanah-tanah datar, tanah-
tanah pertanian dan tipe hutan lainnya. Di Indonesia jati bukan tanaman asli,
tetapi sudah tumbuh sejak beberapa abad lalu di Pulau Kangean, Muna, Sumbawa
dan Jawa (Sumarna, 2001).
Manfaat dan Kegunaan
Dengan kondisi kelas kuat dan kelas awet yang tinggi, kayu jati hingga
saat ini banyak dibutuhkan dalam industri properti, seperti untuk kayu lapis,
rangka, kusen, pintu, maupun jendela. Selain itu, dengan profil yang ditunjukkan
oleh garis lingkar tumbuh yang unik dan mempunyai nilai artistik tinggi, jati
dibutuhkan para seniman pahat dan pengrajin industri furniture untuk dijadikan
berbagai bentuk barang jadi, misalnya mebel dan berbagai jenis barang kerajinan
rumah tangga. Karena kekuatannya pula, kayu jati digunakan sebagai bahan untuk
bak pada angkutan truk, tiang, balok, jembatan maupun bantalan kereta api. Selain
itu, karena memiliki daya tahan terhadap berbagai bahan kimia maka secara teknis
kayu jati dapat digunakan sebagai wadah bagi berbagai jenis produk industri
kimia (Sumarna, 2001).
Sumarna (2001) juga menjelaskan kalau tanaman jati juga tergolong pula
sebagai tanaman berkhasiat obat. Bunga jati dapat digunakan sebagai obat
bronkhitis, dan obat untuk melancarkan serta membersihkan kantung kencing.
Bagian buah atau benihnya dapat digunakan sebagai obat diuretik. Adapun
ekstrak daunnya dapat menghambat kinerja bakteri tuberkulosa. Selain berfungsi
sebagai bahan obat, daun jati juga dapat digunakan sebagai baha n pewarna kain.
Tidak hanya bagian tanamannya saja yang berguna, limbah produksi berupa
cabang dan serbuk gergaji pun dapat diproses menjadi briket arang yang memiliki
kalori tinggi.
Serbuk Gergaji
Serbuk gergaji merupakan limbah yang selalu ada pada tiap industri
pengolahan kayu. Pada industri penggergajian, serbuk gergaji yang dihasilkan
berkisar 11-15 %, sedang pada industri kayu lapis dan moulding biasanya lebih
kecil. Besarnya persentase limbah serbuk gergaji yang dihasilkan pada proses
pengolahan kayu seperti penggergajian, tergantung dari beberapa faktor seperti
jenis kayu, tipe gergaji, tebal bilah gergaji (kerf), diameter log, kualitas yang ingin
dihasilkan dan lain- lain (Alimuddin, 2002).
Serbuk gergaji umumnya banyak dimanfaatkan untuk bahan baku tungku
pemanas atau bila diperkirakan akan menguntungkan, dimanfaatkan sebagai
bahan baku pada pembuatan papan partikel, juga bisa dimanfaatkan sebagai media
pertumbuhan di persemaian. Selain itu, serbuk gergaji dapat dimanfaatkan sebagai
bahan baku pembuatan briket arang (Supraptono, 1995). Sumber dan besarnya
limbah serbuk gergaji di Kalimantan Timur dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Macam dan perkiraan jumlah limbah serbuk gergaji di Kalimantan Timur
No Kegiatan sumber limbah Volume pertahun (M3)
1 Pemotongan 37.625
2 Pemotongan kayu lapis 1.254.000
3 Penghalusan / Amplas 1.756.000
4 Sawmil 79.136
Jumlah 3.126.761
Sumber : Laporan Penelitian, Studi Pemanfaatan Limbah Serbuk Gergaji untuk Bahan Baku Briket Arang oleh Bandi Supraptono, Lemlit Unmul 1995.
Jenis kayu yang diolah di Kalimantan Timur beserta kandungan kimianya
dapat dilihat dalam Tabel 3 berikut ini :
Tabel 3. Jenis kayu dan kandungan kimianya yang banyak diolah
Kandungan
Kimia
Jenis Kayu
Kapur Meranti Bangkirai Sengon
Sellulosa (%) 60,00 50,76 52,90 40,99
Lignin (%) 26,90 30,60 24,00 27,88
Pentosa (%) 11,70 17,76 21,70 16,89
Abu (%) 0,80 0,68 1,00 1,38
Silika (%) 0,60 0,29 0,40 -
Sumber : Laporan Penelitian, Studi Pemanfaatan Limbah Serbuk Gergaji untuk Bahan Baku Briket Arang oleh Bandi Supraptono, Lemlit Unmul 1995.
Hasil analisis komposisi kimia serbuk gergajian kayu sengon
(Paraserianthes falcataria) seperti yang dapat dilihat pada Tabel 3,
memperlihatkan bahwa tumbuhan ini termasuk dalam kelas dengan kandungan
selulosa tinggi, sedangkan kadar lignin pada tanaman ini termasuk sedang yaitu
berada diantara 18-33% (Supraptono, 1995).
Limbah Media Jamur
Dewasa ini usaha budidaya jamur tiram putih banyak dilakukan dengan
menggunakan media berupa serbuk gergaji kayu. Chang dan Hayes (1978) dalam
Rubijanto et al., (1988), melaporkan bahwa bahan-bahan yang mengandung
selulosa dan lignin cukup tinggi (C : N = 1 : 50; 1 : 100; 1 : 500) dapat digunakan
untuk pertumbuhan miselium dan tubuh buah jamur ini.
Media jamur tiram yang digunakan untuk tumbuh dan berkembang karena kebutuhan nutrisinya
telah terpenuhi di dalam media tersebut, sehingga diperlukan suatu komposisi media yang tepat untuk
mendapatkan suatu pertumbuhan jamur tiram yang optimal. Substrat medium tanam jamur terdiri atas serbuk
gergaji kayu sengon yang dicampur dengan 10 % bekatul, 1,5 % kapur, dan 1,5 % gips (Gunawan, 1992). Tingginya kandungan selulosa dan hemiselulosa sebenarnya cukup
potensial sebagai sumber energi. Namun selulosa dan hemiselulosa selalu terikat
dengan lignin yang membentuk suatu matriks yang amorf dalam ikatan lignin
carbohydrates complex (LCC). Jamur tiram putih diketahui mampu mendegradasi
lignin dengan cara memutus ikatan karbon yang terdapat dalam cincin aromatik
lignin (Kerem et al., 1992; dan Hadar et al., 1993 dalam Daru, 1999).
Biofermentasi yang dihasilkan oleh jamur tiram dapat berupa kompos
serbuk gergaji kayu, kompos limbah media jamur tiram yang biasanya setelah
jamur dipanen limbah tersebut dibuang dan menjadi sampah organik. Kompos
serbuk gergaji kayu seperti pada serbuk gergaji sengon yang mempunyai pH awal
5,4; nisbah C/N 67,8; serta kadar air 51,9 % (Kartika et al, 1995). Kandungan
unsur hara makro (N, P, K) limbah media jamur tiram dari hasil analisis yang
dilakukan di Departemen Tanah dan Sumberdaya Lahan adalah N = 0,6; P = 0,25;
K = 0,47.
METODOLOGI
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca dan Laboratorium Silvikultur,
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Analisis media dilakukan di
Departemen Tanah dan Sumberdaya Lahan. Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Januari sampai Agustus 2006.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: limbah media jamur
tiram yang diperoleh dari Laboratorium Patologi Hutan, Fakultas Kehutanan IPB,
serbuk gergaji kayu sengon, benih jati yang berasal dari kabupaten madiun,
aquades, fungisida dan insectisida, mikofer yang merupakan inokulum Cendawan
Mikoriza Arbuscular (CMA) jenis Glomus etunicatum, polybag, larutan staining.
Alat yang digunakan dalam penelitian, yaitu: karung plastik, gelas ukur,
timbangan, kaliper, pinset, saringan atau ayakan, penggaris, oven, gelas aqua, dan
alat-alat analisis kimia dan fisik media.
Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Pematahan Dormansi Benih
Pematahan dormansi benih jati dilakukan dengan cara merendam benih
pada malam hari, kemudian siang hari benih dijemur. Perlakuan ini diulang
selama 7 hari dan pada hari ke 7 sebelum ditaburkan benih jati diperam dalam
karung basah selama 1 malam. Dan dengan cara merendam dengan air accu
(H2SO4) yang di campur dengan air dengan perbandingan 1:10 direndam selama 7
menit kemudian ditabur.
Penaburan Benih Pada Media Kecambah
Setelah benih jati diberi perlakuan pendahuluan, benih ditabur pada media
pasir.
Pengolahan Limbah Media Jamur
Limbah media jamur dihancurkan dan kemudian dicampur dengan tanah
dan serbuk gergaji dengan perbandingan sesuai dengan perlakuan.
Penyapihan
Bibit disapih setelah memiliki sepasang daun yaitu dengan cara
mencongkel bibit-bibit tersebut dengan bambu atau pisau. Setelah itu bibit
dipindahkan ke media dalam polibag yang telah disiapkan.
Pemberian Mikoriza
Pemberian mikoriza ini diberikan sebanyak 10 gram per polibag yang
diberi perlakuan, yaitu dengan cara membuat lubang koakan dengan jari-jari 2,5
cm dengan kedalaman sampai terlihat akar tanaman, sehingga mikoriza cepat
menginfeksi semai jati.
Pemeliharaan
Pemeliharaan bibit meliputi kegiatan penyiraman (sehari 2x pagi dan
sore), pemupukan semai jati dengan menggunakan pupuk daun (hyponex hijau)
yang mempunyai kandungan 20 % N, 20 % P, dan 20 % K dilakukan setiap 3
minggu 1 kali, dengan cara melarutkan hyponex hijau dalam air (1 g hyponex
hijau untuk 1 liter air), serta perlindungan terhadap hama dan penyakit (dilakukan
dengan penyiangan terhadap gulma dan rumput).
Pengukuran Parameter:
1. Tinggi semai
Pengukuran tinggi semai dilakukan dengan menggunakan mistar,
diukur mulai dari permukaan media sampai tinggi titik tumbuh tertinggi pada
jalur batang. Pengukuran dilakukan 2 minggu sekali sampai akhir
pengamatan.
2. Diameter Semai
Pengukuran diameter semai dilakukan dengan menggunakan kaliper 1
cm diatas permukaan media. Pengukuran diameter dilakukan diawal dan akhir
pengamatan.
3. Berat Basah Tanaman
Pengukuran berat basah dilakukan pada akhir pengamatan, setelah
dilakukan pemanenan pada semai jati. Dipisahkan antara bagian pucuk dan
akar, ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik.
4. Berat Kering Tanaman
Parameter berat kering dihitung pada kahir pengamatan, nilai berat
kering diperoleh dari hasil penimbangan bagian atas semai (pucuk) dan bagian
akar yang telah dioven selama 72 jam pada suhu 70°C.
5. Nisbah Pucuk Akar (NPA)
NPA merupakan perbandingan berat kering pucuk dan berat kering
akar. Nilai ini ditentukan berdasarkan berat kering pucuk dan akar setelah di
oven.
AkarKeringBeratgPucukBeratKerin
NPA=
6. Persentase Infeksi CMA
Pengukuran persentase infeksi CMA dilakukan setelah pengukuran
tinggi dan diameter semai, setelah itu tanaman dipanen kemudian contoh akar
diambil dan dilakukan staining.
Parameter ini diamati pada akhir penelitian dengan metode seperti
Setiadi et al. 1992 :
1. Contoh akar dicuci dengan air biasa untuk melepaskan semua miselium
luar
2. Bagian akar yang muda (serabut) diambil dan dimasukkan ke dalam
tabung reaksi kemudian direndam dalam larutan KOH 10%, biarkan
selama semalam atau sampai akar berwarna kuning bersih
3. Setelah akar berwarna kuning bersih, larutan KOH 10% dibuang dan akar
dibilas dengan air
4. Larutan HCl 2% ditambahkan dan dibiarkan semalam sampai akar
berwarna kuning jernih
5. HCl dibuang dan diganti dengan larutan staining (gliserol, asam laktat dan
aquades dengan perbandingan 2 : 2 : 1 dan ditambah trypan blue sebanyak
0,05%) dan dibiarkan semalam
6. Larutan staining dibuang dan diganti dengan larutan destaining (larutan
staining tanpa trypan blue dengan perbandingan gliserol, asam laktat dan
aquades sebesar 2 : 2 : 1) dan dibiarkan semalam
7. Akar tersebut dipotong-potong sepanjang 1 cm, dan disusun pada gelas
objek/preparat (1 preparat untuk 10 potong akar) dan diamati dengan
mikroskop binokuler
8. Jumlah akar yang terinfeksi CMA dari 10 potong akar tersebut dicatat,
penampakan struktur hifa eksternal, hifa internal, spora, vesikula dan
arbuskula merupakan suatu indikasi bahwa contoh akar tersebut telah
terinfeksi oleh CMA
9. Persentase akar yang terinfeksi dihitung berdasarkan rumus :
Bidang pandang akar terinfeksiAkar Terinfeksi x100%
Bidang pandang total akar yang diamati= ∑
∑
Analisis Data
Dalam penelitian ini digunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan
dua faktorial. Faktor pertama adalah pemberian mikoriza yang terdiri dari 2 taraf,
yaitu :
• M0 : tanpa mikoriza
• M1 : pemberian mikoriza sebanyak 10 gram/polybag
Sedangkan faktor kedua adalah pemberian limbah media jamur yang
terdiri dari 4 taraf, yaitu :
• J0 : tanpa limbah media jamur (tanah murni)
• J1 : limbah media jamur : serbuk gergaji : tanah = 16,7 % : 33,3 % : 50 %
• J2 : limbah media jamur : serbuk gergaji : tanah = 25 % : 25 % : 50 %
• J3 : limbah media jamur : serbuk gergaji : tanah = 33,3 % : 16,7 % : 50 %
Setiap taraf dilakukan 4 kali ulangan.
Model rancangan yang digunakan menurut Mattjik (2000) adalah
Dimana : i = 1,2 j = 1,2,3,4 k = 1,2,3,4
Yijk : nilai dari pengamatan pada taraf ke- i faktor pemberian mikoriza
dan taraf ke-j faktor pemberian limbah media jamur pada
ulangan ke-k.
µ : nilai rata-rata umum
Mi : nilai pemberian mikoriza
Jj : nilai pemberian limbah media jamur
(MJ)ij : nilai interaksi pemberian mikoriza ke- i dan limbah media jamur
ke-j
ε ijk : nilai galat dari unit percobaan yang diberikan perlakuan mikoriza
ke-i dan limbah media jamur ke-j
Hipotesis :
Bentuk hipotesis yang digunakan adalah :
Ho : perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap respon yang diamati
H1 : perlakuan berpengaruh nyata terhadap respon yang diamati.
Kesimpulan :
Jika F hitung : > F? (dbp,dbs) terima H1 pada tingkat nyata ?
= F? (dbp,dbs) terima H0 pada tingkat nyata ?
Yijk = µ + Mi + Jj + (MJ)ij + ε ijk
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Parameter yang diamati pada penelitian ini antara lain pertambahan tinggi,
pertambahan diameter, berat basah pucuk (BBP), berat basah akar (BBA), berat
kering pucuk (BKP), berat kering akar (BKA), berat kering total (BKT), nisbah
pucuk akar (NPA), jumlah spora, dan persen infeksi akar. Untuk mengetahui
respon pengaruh perlakuan pemberian mikoriza dan pemberian limbah media
jamur terhadap parameter tanaman, maka dilakukan analisis sidik ragam. Untuk
mengetahui adanya pengaruh yang berbeda dalam masing-masing perlakuan maka
dilakukan Uji Lanjut Duncan. Hasil ringkasan Anova disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pengaruh pemberian mikoriza,
limbah media jamur dan interaksinya terhadap peubah semai jati
Parameter F hitung KK
(%) Mikoriza Jamur Interaksi Tinggi*) 0,29 tn 11,24 ** 0,24 tn 30,94 Diameter 0,42 tn 111,86 ** 0,23 tn 21,65 BBA*) 0,01 tn 39,70 ** 3,72 * 25,94 BBP*) 0,69 tn 26,75 ** 0,80 tn 21,95 BKA*) 25,87 ** 101,98 ** 10,02 ** 12,23 BKP*) 11,50 ** 56,15 ** 8,06 ** 17,22 BKT*) 0,43 tn 67,03 ** 7,47 ** 15,45 NPA 123,31 ** 0,51 tn 0,52 tn 21,48 Jumlah spora*) 0,49 tn 1,04 tn 1,23 tn 23,10 % Infeksi Akar 27,48 ** 1,24 tn 0,48 tn 14,21
Keterangan: tn = berpengaruh tidak nyata, ** = berpengaruh sangat nyata (p < 0,01), * = berpengaruh nyata (0,01 < p < 0,05), *) = setelah dilakukan tranformasi data.
Unsur-unsur hara tanah yang dibutuhkan tanaman dalam proses
pertumbuhannya terbagai atas dua bagian, yaitu unsur hara makro (C, N, P, K, dan
Mg) dan unsur hara mikro (Fe, Mn, Zn, dan Cu). Tabel 5 menunjukkan bahwa
penambahan limbah media jamur dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara
makro pada media dan pada daun yang diberi perlakuan dibandingkan pada media
dan daun pada kontrol.
Tabel 5. Unsur hara makro (N, P, K) pada media setelah 3 bulan penelitian
Perlakuan N total (%) P (ppm) K (me/100g)
Media
M0J0 0,16 10,67 0,85 M0J1 0,26 16,91 1,40 M0J2 0,29 19,70 1,55 M0J3 0,31 21,18 1,60 M1J0 0,10 5,40 0,26 M1J1 0,12 6,60 0,35 M1J2 0,15 8,50 0,46 M1J3 0,17 10,30 0,53
Perlakuan N total (%) P (%) K (%)
Daun
M0J0 1.70 0,20 0,60 M0J1 2,05 0,23 0,72 M0J2 2,17 0,28 0,85 M0J3 2,78 0,38 1,00 M1J0 0,78 0,18 0,61 M1J1 0,84 0,20 0,69 M1J2 0,92 0,24 0,78 M1J3 1,06 0,28 0,85
Tabel 5 menunjukkan bahwa penambahan limbah media jamur pada tanah
dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara makro pada media. Karena salah satu
peran bahan organik adalah sebagai sumber hara dalam tanah.
Tinggi Bibit Jati
Gambar 1 menunjukkan bahwa jenis media tanam memberikan pengaruh
yang nyata terhadap pertumbuhan bibit jati. Jenis media dengan tanpa pemberian
limbah media jamur baik itu M1J0 atau M0J0 masing-masing memberikan hasil
yang terbaik dibandingkan jenis media yang diberikan pemberian limbah media
jamur.
(a)
(b)
Gambar 1. Semai jati setelah 3 bulan masa tanam pada perlakuan (a). pemberian mikoriza, (b). tanpa pemberian mikoriza, pada kombinasi perlakuan pemberian limbah media jamur.
Dari Tabel 4 diketahui bahwa perlakuan pemberian mikoriza dan interaksi
antara pemberian mikoriza dan limbah media jamur tidak berpengaruh nyata
terhadap pertumbuhan tinggi bibit jati, sedangkan pada perlakuan pemberian
limbah media jamur berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95%.
Selanjutnya untuk mengetahui perlakuan mana yang berbeda nyata dari perlakuan
pemberian limbah media jamur, maka dilakukan Uji Lanjut Duncan yang hasilnya
dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Uji Lanjut Duncan pada pengaruh pemberian limbah media jamur
terhadap tinggi bibit jati Perlakuan Rerata (cm) Pertambahan riap tinggi terhadap kontrol (%)
J0 J3 J1 J2
11,75 a 4,19 b 3,98 b 3,90 b
0,00 -24,45 -28,83 -31,01
Keterangan : Rerata sekolom diikuti huruf sama menunjukkan berbeda tidak nyata dalam Uji Lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95 %.
Tabel 6 menunjukkan bahwa media tanah dengan pemberian limbah jamur
sebanyak 0 % (J0) memberikan pengaruh yang paling tinggi terhadap
pertumbuhan tinggi, dengan rerata sebesar 11,75 cm. Diikuti oleh perlakuan
pemberian limbah media jamur sebanyak 75 % (J3) dengan rerata sebesar 4,19 cm
dan mempunyai selisih terhadap kontrol sebesar -24,45 %. Sedangkan pengaruh
yang paling kecil dari perlakuan pemberian limbah media jamur adalah perlakuan
pemberian limbah media jamur sebanyak 50 % (J3) dengan rerata sebesar 3,90 cm
dan mempunyai selisih terhadap kontrol sebesar -31,01 %. Histogram rata-rata
tinggi bibit jati dapat dilihat seperti pada Gambar 2.
12,60
4,00 3,80 4,10
10,90
3,95 4,00 4,28
-
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
J0 J1 J2 J3
Limbah Media Jamur
Riap Tinggi (c
m)
M0
M1
Gambar 2 Histogram rata-rata pertumbuhan tinggi semai jati umur 12 minggu,
pada kombinasi perlakuan MJ. Warna biru menunjukkan bibit jati yang tidak diberi pemberian mikoriza (M0), sedangkan warna merah menunjukkan bibit jati yang diberi pemberian mikoriza (M1). J0 : pemberian limbah jamur 0 %, J1 : pemberian limbah jamur 25 %, J2 : pemberian limbah jamur 50 %, J3 : pemberian limbah jamur 75 %.
Pada Gambar 2 terlihat bahwa perlakuan M0J0 memberikan pengaruh
pertumbuhan tinggi yang paling besar dibandingkan dengan pemberian limbah
jamur yang lainnya. Pertambahan rata-rata tinggi pada setiap minggunya dapat
dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Grafik pertumbuhan tinggi semai jati.
Keterangan :
M0J0 : Bibit tanpa pemberian mikoriza dan tanpa pemberian limbah jamur (kontrol)
M0J1 : Bibit tanpa pemberian mikoriza dan dengan pemberian limbah jamur 25 % M0J2 : Bibit tanpa pemberian mikoriza dan dengan pemberian limbah jamur 50 % M0J3 : Bibit tanpa pemberian mikoriza dan dengan pemberian limbah jamur 75 % M1J0 : Bibit dengan pemberian mikoriza dan tanpa pemberian limbah jamur M1J1 : Bibit dengan pemberian mikoriza dan pemberian limbah jamur 25 % M1J2 : Bibit dengan pemberian mikoriza dan pemberian limbah jamur 50 % M1J3 : Bibit dengan pemberian mikoriza dan pemberian limbah jamur 75 %
Grafik rata-rata pertambahan tinggi semai jati
0
5
10
15
20
1 2 3 4 5 6 7
Pengukuran ke-
Tin
gg
i (cm
)
M0J0
M0J1
M0J2
M0J3
M1J0
M1J1
M1J2
M1J3
Pada Gambar 3 terlihat bibit jati dari pengukuran ke-6 pertambahan
tingginya sudah mulai meningkat. Hal ini dikarenakan dilakukan pemupukan yang
lebih intensif dengan menggunakan hyponex hijau yaitu setiap lima hari sekali,
dengan cara melarutkan hyponex hijau dalam air (1 g hyponex untuk 1 liter air).
Diameter Bibit Jati
Diameter semai diukur karena merupakan salah satu indikator
pertumbuhan tanaman kearah radial. Pengaruh pemberian perlakuan terhadap
pertumbuhan diameter dapat dilihat melalui selisih pengukuran diameter awal
dan pengukuran diameter akhir pada semai jati.
Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa perlakuan yang memberikan pengaruh
yang nyata terhadap pertumbuhan diameter bibit jati adalah perlakuan pemberian
limbah jamur dengan nilai KK sebesar 9,30 %. Selanjutnya perlakuan mana yang
memberikan pengaruh yang nyata dari perlakuan pemberian limbah jamur maka
dilakukan Uji Lanjut Duncan yang hasilnya seperti pada Tabel 7.
Tabel 7. Uji Lanjut Duncan pada pengaruh pemberian limbah media jamur
terhadap diameter bibit jati Perlakuan Rerata (mm) Pertambahan diameter terhadap kontrol (%)
J0 J3 J1 J2
0,42 a 0,12 b 0,11 b 0,11 b
0,00 -71,42 -73,81 -73,81
Keterangan : Rerata sekolom diikuti huruf sama menunjukkan berbeda tidak nyata dalam Uji Lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95 %
Tabel 7 menunjukkan bahwa perlakuan J0 memberikan pengaruh yang
lebih baik dengan nilai rerata sebesar 0,42 mm. Diikuti oleh perlakuan J3 dengan
nilai 0,12 mm dan mempunyai selisih tehadap kontrol sebesar -71,42 %, diikuti
oleh J1 dan J2.
0,42
0,12 0,10 0,11
0,43
0,11 0,11 0,13
-0,050,100,150,200,250,300,350,400,450,50
J0 J1 J2 J3
Limbah Media Jamur
Riap D
iam
eter (m
m)
M0
M1
Gambar 4 Histogram rata-rata pertumbuhan diameter semai jati umur 12 minggu,
pada kombinasi perlakuan MJ. Warna biru menunjukkan bibit jati yang tidak diberi pemberian mikoriza (M0), sedangkan warna ungu menunjukkan bibit jati yang diberi pemberian mikoriza (M1). J0 : pemberian limbah jamur 0 %, J1 : pemberian limbah jamur 25 %, J2 : pemberian limbah jamur 50 %, J3 : pemberian limbah jamur 75 %.
Dari Gambar 4 tersebut ternyata perlakuan pemberian M1J0 dan M0J0
memberikan pengaruh yang lebih tinggi dibandingkan oleh perlakuan yang
lainnya. Sedangkan untuk pertambahan rata-rata diameter pada setiap
pengukurannya dapat dilihat pada Gambar 5.
-
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0,70
1 2 3
pengukuran ke-
rata
-rata
diam
eter
(mm
) M0J0
M0J1
M0J2
M0J3
M1J0
M1J1
M1J2
M1J3
Gambar 5. Grafik pertumbuhan diameter semai jati.
Keterangan : M0J0 : Bibit tanpa pemberian mikoriza dan tanpa pemberian limbah jamur
(kontrol) M0J1 : Bibit tanpa pemberian mikoriza dan dengan pemberian limbah jamur 25 % M0J2 : Bibit tanpa pemberian mikoriza dan dengan pemberian limbah jamur 50 % M0J3 : Bibit tanpa pemberian mikoriza dan dengan pemberian limbah jamur 75 % M1J0 : Bibit dengan pemberian mikoriza dan tanpa pemberian limbah jamur M1J1 : Bibit dengan pemberian mikoriza dan pemberian limbah jamur 25 % M1J2 : Bibit dengan pemberian mikoriza dan pemberian limbah jamur 50 % M1J3 : Bibit dengan pemberian mikoriza dan pemberian limbah jamur 75 %
Dari Gambar 5 tersebut dapat dilihat bahwa semai jati yang diberi
perlakuan M1J0 mengalami pertambahan diameter paling tinggi dimana selisih
antara pengukuran rata-rata diameter akhir dengan pengukuran diameter awal
adalah sebesar 0,43 mm. Sedangkan secara statistik perlakuan M0J2 mengalami
pertambahan yang paling kecil, yang mempunyai selisih antara rata-rata
pengukuran diameter akhir dengan pengukuran diameter awal sebesar 0,1 mm.
Berat Basah Semai
Berat basah diamati dengan cara menimbang semai yang telah dipanen dan
dipisahkan antara bagian pucuk dan akar dengan menggunakan timbangan
analitik. Dari Tabel 4, dapat dilihat kalau pemberian limbah media jamur
berpengaruh sangat nyata, sedangkan pengaruh interaksi dari keduanya
memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan BBA dan BBP semai.
Untuk mengetahui pengaruh interaksi yang berpengaruh nyata terhadap parameter
BBA jati maka dilakukan Uji Lanjut Duncan yang hasilnya dapat dilihat pada
Tabel 8.
Tabel 8. Uji Lanjut Duncan pengaruh interaksi terhadap BBA semai jati
Perlakuan Rerata (gram) Pertambahan terhadap kontrol (%) M1J0 M0J0 M0J2 M0J3 M1J3 M1J2 M1J1 M0J1
8,71 a 8,64 a 1,51 b 1,36 b 1,28 b 1,13 b 1,07 b 0,86 b
0,81 0,00
-82,52 -84,26 -85,19 -86,92 -87,62 -90,05
Keterangan : Rerata sekolom diikuti huruf sama menunjukkan berbeda tidak nyata dalam Uji Lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95 %.
Hasil Uji Lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan M1J0 dan M0J0
memberikan pengaruh yang nyata dibandingkan dengan pengaruh yang lainnya
terhadap pertambahan BBA semai jati dengan nilai sebesar 8,71 g dan 8,64 g.
Sedangkan pengaruh terendah berasal dari perlakuan M0J1, walaupun secara
statistik perlakuan M0J1 dengan perlakuan M0J2 adalah sama.
Berat basah pucuk (BBP) merupakan salah satu parameter yang diamati
untuk mengetahui nilai kadar air dari semai. Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat
bahwa pengaruh pemberian limbah media jamur berpengaruh sangat nyata
terhadap BBP semai jati. Pengaruh dari perlakuan yang diberikan terhadap BBP
semai jati dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Uji Lanjut Duncan pengaruh pemberian limbah media jamur terhadap
BBP semai jati Perlakuan Rerata (gram) Pertambahan terhadap kontrol (%)
J0 15,56a 0,00 J1 2,46b -84,19 J3 2,00b -87,14 J2 1,63b -89,52
Keterangan : Rerata sekolom diikuti huruf sama menunjukkan berbeda tidak nyata dalam Uji Lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95 %.
Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa pengaruh terbesar dari perlakuan yang
diberikan diperoleh dari perlakuan J0 yaitu sebesar 15,56 g. Sedangkan pengaruh
terendah diberikan oleh J2 dengan nilai sebesar 1,63 g dan selisih terhadap kontrol
sebesar 89,52 %.
Berat Kering Semai
Setelah pengukuran terhadap berat basah semai jati, kemudian dilakukan
pengeringan terhadap akar dan pucuk semai jati dengan cara dioven pada suhu 70 oC selama 72 jam. Sebelum dioven, sebagian rambut akar dipotong untuk
mengamati parameter infeksi akar oleh cendawan mikoriza yang terdapat di dalam
media dan kemudian ditimbang.
Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa pengaruh pemberian mikoriza,
pengaruh pemberian limbah media jamur dan pengaruh interaksi dari keduanya
berpengaruh sangat nyata terhadap berat kering akar (BKA) semai jati. Nilai
KKnya sebesar 12,23 %, yang berati pengaruh perlakuan sebesar 87,77 %.
Pengaruh dari perlakuan pemberian limbah media jamur yang diberikan terhadap
BKA semai jati disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Uji Lanjut Duncan pengaruh interaksi terhadap BKA semai jati Perlakuan Rerata (gram) Pertambahan terhadap kontrol (%)
M1J0 M0J0 M1J1 M1J2 M0J1 M0J3 M1J3 M0J2
3,57 a 1,59 b 0,39 c 0,14 c 0,26 c 0,19 c 0,17 c 0,36 c
124,53 0,00
-75,47 -91,19 -83,65 -88,05 -89,31 -77,36
Keterangan : Rerata sekolom diikuti huruf sama menunjukkan berbeda tidak nyata dalam Uji Lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95 %.
Hasil Uji Lanjut Duncan pengaruh interaksi menunjukkan bahwa
perlakuan M1J0 berpengaruh nyata terhadap peubah BKA dan memiliki nilai
sebesar 3,57 g, sedangkan secara statistik perlakuan interaksi M1J2 memiliki nilai
terkecil dengan nilai 0,14 g.
Begitu juga untuk berat kering pucuk (BKP), dapat dilihat pada Tabel 4
bahwa pengaruh perlakuan baik itu pemberian mikoriza, pemberian limbah media
jamur dan pengaruh interaksi dari keduanya berpengaruh sangat nyata terhadap
BKP semai jati. Pengaruh dari perlakuan yang diberikan terhadap BKP semai jati
dapat di lihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Uji Lanjut Duncan pengaruh interaksi terhadap BKP semai jati
Perlakuan Rerata (gram) Pertambahan terhadap kontrol (%) M0J0 M1J0 M0J1 M0J3 M1J1 M1J2 M0J2 M1J3
4,04 a 3,51 a 0,58 b 0,46 b 0,38 b 0,35 b 0,32 b 0,15 b
0,00 -13,12 -85,64 -88,61 -90,59 -91,34 -92,08 -96,29
Keterangan : Rerata sekolom diikuti huruf sama menunjukkan berbeda tidak nyata dalam Uji Lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95 %.
Hasil Uji Lanjut Duncan dari pengaruh interaksi menunjukkan bahwa
perlakuan M0J0 dan M0J1 berpengaruh sangat nyata terhadap BKP semai jati
dengan nilai rerata sebesar 4,04 g dan 3,51 g. Sedangkan secara statistik perlakuan
interaksi M1J3 memiliki nilai terkecil dengan nilai 0,15 g dan tidak berpengaruh
nyata terhadap BKP semai jati dibandingkan dengan perlakuan M0J0.
Berat kering total (BKT) jati diperoleh dengan menjumlahkan BKP
dengan BKA. Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa pengaruh perlakuan pemberian
limbah media jamur dan interaksi dari perlakuan pemberian mikoriza dan
pemberian limbah media jamur berpengaruh sangat nyata terhadap BKT semai
jati. Pengaruh dari interaksi dari pemberian mikoriza dan pemberian limbah media
jamur dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Uji Lanjut Duncan pengaruh interaksi terhadap BKT semai jati
Perlakuan Rerata (gram) Pertambahan terhadap kontrol (%) M1J0 M0J0 M0J1 M1J1 M1J2 M0J3 M0J2 M1J3
7,09 a 5,62 b 0,84 c 0,78 c 0,71 c 0,65 c 0,45 c 0,32 c
26,16 0,00
-85,05 -86,12 -87,37 -88,43 -91,99 -94,31
Keterangan : Rerata sekolom diikuti huruf sama menunjukkan berbeda tidak nyata dalam Uji Lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95 %.
Hasil Uji Lanjut Duncan dari pengaruh interaksi terhadap BKT semai jati
menunjukkan bahwa M1J0 memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap
parameter BKT dan memiliki rerata nilai sebesar 7,09 g. Sedangkan secara
statistik nilai terkecil terdapat pada BKT semai jati dari pengaruh interaksi M1J3
dengan nilai sebesar 0,32 g, dan tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering
total semai jati dibandingkan dengan perlakuan M1J0.
Nisbah Pucuk Akar
Nisbah pucuk akar (NPA) merupakan faktor yang penting dalam
pertumbuhan tanaman yang mencerminkan perbandingan antara kemampuan
penyerapan air dan mineral dengan proses transpirasi dan luasan fotosintesis dari
tanaman. Sehingga NPA dapat menggambarkan ketahanan semai apabila ditanam
dilapangan. Duryea dan Brown (1984) menyatakan bahwa nilai NPA yang baik
berkisar antara 1 – 3 dan yang terbaik adalah yang mendekati nilai minimum.
Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa pemberian mikoriza berpengaruh
sangat nyata terhadap NPA semai jati. Sedangkan perlakuan pemberian limbah
media jamur tidak berbeda nyata pada semua perlakuan. Nilai KK dalam sidik
ragam NPA adalah sebesar 21,48 %, yang artinya pengaruh dari luar terhadap
NPA adalah sebesar 21,48 % dan sisanya merupakan pengaruh perlakuan, yaitu
sebesar 78,52 %. Untuk mengetahui perlakuan mana yang lebih berpengaruh
nyata dari pemberian mikoriza, maka dilakukan Uji Lanjut Duncan yang hasilnya
dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Uji Lanjut Duncan pengaruh perlakuan mikoriza terhadap NPA semai
jati Perlakuan Rerata Pertambahan terhadap kontrol (%)
M0 2,36 a 0,00 M1 1,04 b -59,32
Keterangan : Rerata sekolom diikuti huruf sama menunjukkan berbeda tidak nyata dalam uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95 %.
Dari tabel 13 tersebut menunjukkan kalau perlakuan tanpa pemberian
mikoriza (M0) adalah yang memberikan pengaruh yang nyata terhadap NPA
semai jati, dengan rerata yang diperoleh sebesar 2,36 g. Sedangkan yang diberikan
perlakuan pemberian mikoriza (M1) diperoleh rerata sebesar 0,96 g dan
menghasilkan selisih terhadap M0 sebesar – 59,32 %.
Jumlah Spora
Penelitian ini mengamati jumlah spora CMA yang terbentuk selama
pengamatan. Jumlah spora pada awal pengamatan untuk 10 g mikofer adalah 7
spora.
Pada akhir pengamatan jumlah spora yang diperoleh dari perlakuan M1
adalah sebanyak 30 spora per 10 g media. Begitu juga yang tanpa pemberian
mikoriza (M0) ditemukan sebanyak 30 spora per 10 g media, semuanya terdiri
dari jenis G. etunicatum.
95,00
64,92 64,11
78,54
68,27
89,27 90,60 93,15
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
80,0090,00
100,00
M0J0 M0J1 M0J2 M0J3 M1J0 M1J1 M1J2 M1J3
Jum
lah spora
Gambar 6. Histogram rata-rata jumlah spora dari setiap perlakuan per 50 g media.
Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa pengaruh perlakuan terhadap jumlah
spora tidak ada yang memberikan pengaruh yang nyata terhadap penambahan
jumlah spora.
Persen Infeksi Akar
Hifa yang menginfeksi akar semai jati bentuknya bermacam-macam,
diantaranya berbentuk lurus dan bercabang-cabang. Begitu juga dengan vesikel
yang terdapat dalam akar semai jati, diperoleh bentuk vesikel yang lonjong atau
bentuknya yang tidak teratur. Spora yang berada dalam akar umumnya memiliki
bentuk yang sama hanya ukurannya yang berbeda. Pada penelitian ini tidak
ditemukan adanya arbuskula, yang bisa disebabkan karena belum terbentuk atau
tidak terdapat pada akar. Smith and Read (1997) mengatakan bahwa arbuskula
mempunyai jangka waktu hidup sekitar 2-3 hari dan dapat kembali utuh sekitar 7
hari. Kolonisasi akar oleh G. etunicatum ditunjukkan oleh keberadaan tiga
struktur utama CMA yaitu arbuskula, vesikel, atau hifa.
Gambar 7. Akar semai jati yang terinfeksi spora.
Gambar 8. Akar semai jati yang terinfeksi hifa.
Gambar 9. Akar semai jati yang terinfeksi vesikel.
Spora
Vesikel
Gambar 10 menunjukkan persen infeksi pada akhir pengamatan dari setiap
perlakuan yang diberikan.
64,92 64,11
78,54
68,27
89,27 90,60 93,1585,58
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
80,00
90,00
100,00
M0J0 M0J1 M0J2 M0J3 M1J0 M1J1 M1J2 M1J3
Per
sen In
feks
i (%
)
Gambar 10. Histogram rata-rata persen infeksi dari setiap perlakuan.
Dari Tabel 4 diperoleh bahwa perlakuan yang berpengaruh terhadap
persen infeksi akar adalah dari perlakuan pemberian mikoriza, dimana hasil Uji
Lanjut Duncannya adalah seperti pada Tabel 14.
Tabel 14. Uji Lanjut Duncan pengaruh perlakuan mikoriza terhadap infeksi akar
semai jati Perlakuan Rerata (%) Pertambahan terhadap kontrol (%)
M1 89,65a 30,32 M0 68,79b 0,00
Keterangan : Rerata sekolom diikuti huruf sama menunjukkan berbeda tidak nyata dalam Uji Lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95 %.
Berdasarkan Tabel 14, ternyata faktor M1 memberikan pengaruh yang
nyata terhadap infeksi akar semai jati, dengan nilai rerata sebesar 89,65 % dan
memiliki selisih terhadap kontrol sebanyak 30,32 %.
Pembahasan
Lahan kurus merupakan problema utama yang dihadapi dalam GNRHL,
dengan indikasi tanah sangat masam, miskin unsur hara makro seperti nitrogen
dan fosfor, didominasi alang-alang dan jenis pionir lainnya. Untuk itu GNRHL
memerlukan teknologi inovatif yang menjadi kunci sukses keberhasilan
penghutanan kembali di Indonesia. Untuk memenuhi bibit yang berkualitas, salah
satunya diperlukan media semai berkualitas yang memenuhi persyaratan
pertumbuhan bagi semai. Untuk dapat memberikan pertumbuhan yang baik bagi
tanaman, media tanam harus mampu menyediakan aerasi yang baik, mampu
menahan air yang tersedia dan juga menyimpan hara yang dibutuhkan tanaman
untuk menunjang pertumbuhannya. Dengan demikian selain tanah sebagai media
tumbuh diperlukan media tanam lain yang mampu memenuhi segala kebutuhan
tanaman (Donna, 2001). Selain itu sebaiknya bibit tanaman dipersenjatai dengan
menggunakan jamur mikoriza, agar bibit tanaman mampu bertahan hidup dari
kondisi lingkungan yang kurang baik.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, ternyata perlakuan
M1J0 memberikan pengaruh yang sangat nyata dalam memperbaiki pertumbuhan
semai jati, diikuti oleh perlakuan M0J0. Hal ini terlihat dari hasil Uji Lanjut
Duncan dimana perlakuan tersebut memiliki rata-rata pertumbuhan yang lebih
tinggi hampir pada semua parameter yang diteliti dibandingkan dengan perlakuan
lainnya.
Bibit jati tumbuh lebih baik pada media tanah dibandingkan dengan pada
media yang diberikan perlakuan pemberian limbah media jamur. Hal ini dapat
disebabkan antara lain oleh: a) unsur hara yang terdapat pada media limbah jamur
digunakan oleh CMA sebagai energi untuk mendekomposisikan serbuk gergaji
yang belum terdekomposisi, sehingga CMA masih belum bisa memberikan
pengaruhnya terhadap semai jati secara optimal (Aristizabal et al., 2004), b)
kemungkinan adanya bakteri pengganggu (patogen) sejalan dengan dekomposisi
serbuk gergaji yang dapat membantu pertumbuhan semai jati, sehingga diperlukan
sejumlah energi untuk menangkalnya, dampak dari adanya patogen menyebabkan
melemahnya fungsi CMA (Susmiyati, 2005).
Kondisi kesuburan media juga akan berpengaruh terhadap prilaku
fisiologis tanaman yang ditunjukkan oleh perkembangan riap tumbuh (tinggi dan
diameter). Dari Tabel 5, kandungan unsur N, P, K pada media kontrol (M0J0)
relatif lebih kecil dibandingkan dengan kandungan unsur N, P, K yang diberi
perlakuan pemberian limbah media jamur. Hal ini berarti pemberian limbah media
jamur tiram memang dapat meningkatkan kandungan N, P, K, tetapi karena masih
tersimpan dalam bentuk bahan organik, maka masih perlu waktu untuk
menguraikan limbah media jamur tiram tersebut menjadi bentuk bahan anorganik.
Serta bisa juga kandungan N, P, K yang ada pada M0J0 sudah optimum untuk
pertumbuhan semai jati. Seperti disebutkan oleh Sumarna (2003) bahwa
kandungan N yang dibutuhkan oleh tanaman jati antara 0,13-0,072 %. Kandungan
keasaman tanah (pH) media juga berpengaruh terhadap pertumbuhan semai jati,
jati dapat tumbuh dengan baik pada pH optimum sekitar 6,0 (Sumarna, 2003),
sedangkan jamur dapat tumbuh pada media dengan pH optimum 3,8-5,6 (Pelczar
dan Chan, 1986).
Faktor Pemberian Mikoriza
Dari Tabel 4, parameter yang dipengaruhi oleh faktor tunggal pemberian
mikoriza adalah NPA dan persen infeksi akar. Pada parameter NPA, perlakuan
M0 memberikan nilai rerata yang lebih besar dibandingkan dengan M1, tapi nilai
NPA terbaik berasal dari perlakuan yang mempunyai nilai rerata terendah, hal ini
disebabkan semakin rendah atau mendekati minimum nilai NPA maka akan
mempunyai ketahanan hidup di lapangan lebih tinggi dibandingkan semai dengan
NPA yang lebih besar. Nilai NPA yang besar menunjukkan perkembangan bagian
pucuk lebih tinggi dibandingkan dengan perkembangan sistem perakarannya. Hal
ini disebabkan oleh tingginya kandungan unsur hara sehingga menguntungkan
bagi perkembangan pucuk namun tidak merangsang bagi perkembangan
perakaran.
NPA merupakan faktor yang penting dalam pertumbuhan tanaman yang
mencerminkan perbandingan antara kemampuan tanaman dalam menyerap air dan
mineral dengan proses transpirasi dan luasan fotosintesis dari tanaman. NPA yang
tinggi dengan produksi biomassa total yang besar pada tanah yang subur secara
tidak langsung menunjukkan bahwa akar yang relatif sedikit cukup untuk
mendukung pertumbuhan tanaman yang relatif besar dalam menyediakan air dan
unsur hara. Sedangkan tanaman yang kekurangan air dan unsur hara akan
berusaha membentuk akar yang lebih banyak yang memungkinkan tanaman untuk
meningkatkan serapan yang menghasilkan NPA yang rendah (Sitompul &
Guritno, 1995). Cleary et al. (1978), diacu dalam Muslim (2003) menyatakan
bahwa bibit yang batangnya tinggi, diameternya besar dan nisbah pucuk akarnya
rendah mempunyai daya hidup yang tinggi pada kondisi lapang yang kurang baik.
Semakin kecil nilai NPA maka semakin siap tanaman tersebut untuk dipindahkan
ke lapangan dikarenakan telah semakin tercukupinya jumlah akar yang akan
dipergunakan dalam penyerapan air dan unsur hara guna menunjang pertumbuhan
tanaman yang besar.
Adanya CMA lokal pada media tanah dapat membantu pertumbuhan
semai jati, hal ini terbukti dari nilai persen infeksi dan jumlah spora yang tinggi
yang terdapat pada media yang tidak diberikan pengaruh pemberian mikoriza,
pertumbuhan spora menjadi lebih baik dengan meningkatnya konsentrasi N dalam
larutan. Namun demikian, kadar P larutan menimbulkan pengaruh menghambat
perkecambahan spora dan pertumbuhan hifa (Ma et al., 2006). Serapan P oleh
miselium dan translokasinya ke akar bermikoriza akan semakin meningkat sejalan
dengan peningkatan ketersediaan karbohidrat. Penyerapan P oleh cendawan dan
perpindahannya ke tanaman inang juga dirangsang oleh perpindahan karbon dari
tanaman ke cendawan mela lui antarmuka mikoriza (Bucking et al., 2005). Pada
perlakuan M1J0 memiliki jumlah spora lebih sedikit walaupun jumlah P tersedia
juga sedikit, hal ini disebabkan tidak adanya masukan bahan organik sebagai
sumber energi bagi perkembangan mikoriza. Peningkatan jumlah mikoriza ini
disebabkan meningkatnya efektivitas mikoriza di daerah perakaran yang terpacu
pada kondisi kekurangan P. Pernyataan diatas sesuai dengan percobaan yang
dilakukan Mosse dan Hayman (1980) yang membuktikan bahwa ketersediaan P
yang rendah akan meningkatkan pertumbuhan mikoriza di daerah perakaran dan
meningkatkan efektivitas mikoriza dalam menyediakan P bagi tanaman.
Ketersediaan P yang mencukupi di daerah perakaran justru akan menurunkan
jumlah mikoriza sebagai akibat terhambatnya pertumbuhan mikoriza pada kondisi
P tersedia cukup tinggi (Pratikno et al., 2002).
Faktor Pemberian Limbah Media Jamur Tiram
Sedangkan faktor tunggal pemberian limbah media jamur berpengaruh
nyata terhadap parameter tinggi, diameter, dan BBP, dimana hasil Uji Lanjut
Duncan ternyata perlakuan yang paling berpengaruh adalah perlakuan J0, yaitu
perlakuan tanpa pemberian limbah media jamur. Hal ini berarti kandungan unsur
hara N, P, K yang meningkat karena pemberian limbah media jamur belum bisa
dimanfaatkan oleh tanaman untuk kebutuhan hidupnya, karena masih tersimpan
dalam bentuk bahan organik sehingga masih perlu waktu untuk menguraikan
bahan organik limbah media jamur tiram tersebut. Sejalan dengan dekomposisi
serbuk gergaji, dengan hasil utama adalah CO2, H2O dan energi (Crawford, 1981;
Rajarathnam dan Bano, 1990 dalam Daru, 1999), dapat mengganggu
perkembangan akar tanaman, karena panas (energi) yang dihasilkan dari reaksi
oksidasi enzimatik dapat mengganggu perakaran tanaman (Soepardi, 1983).
Temperatur termofilik tersebut terjadi karena kelembapan dan suasana aerasi yang
tertentu, juga karena aktivitas organisme dalam proses pengomposan tersebut
(Indriani, 2005). Keadaan temperatur yang tinggi ini terjadi sampai energi yang
tersedia dan bahan makanan habis, sehingga kegiatan jasad mikro berkurang dan
jumlahnya kembali sedikit. Bahan organik yang tersisa berwarna gelap,
merupakan massa koloidal heterogen dan biasanya disebut humus.
Menurut Hakim et al. (1986) dalam Mashudi et al. (2003), unsur hara
yang berperan dalam pertumbuhan tinggi adalah nitrogen, fosfor, belerang,
kalsium, dan magnesium dalam jumlah yang cukup. Ketersediaan unsur hara juga
dipengaruhi oleh kecepatan hara bergerak melalui tanah (media) ke permukaan
akar dan kecepatan pertumbuhan akar, serta jenis media yang digunakan sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit. Selain itu suatu jenis tanaman
dipengaruhi oleh faktor luar yaitu kondisi lingkungan tempat tumbuhnya dan
faktor dalam tanaman serta interaksi kedua faktor tersebut.
Faktor Interaksi Antara Mikoriza dan Limbah Media Jamur Tiram
Dari hasil analisis data, diketahui bahwa pengaruh interaksi berpengaruh
nyata terhadap parameter BBA, BKP, BKA dan BKT. Dari hasil Uji Lanjut
Duncan terhadap BBA yang paling berpengaruh adalah perlakuan M1J0 dan
M0J0 dengan nilai rerata masing-masing sebesar 8,71 g dan 8,64 g dan
mempunyai selisih terhadap kontrol (M0J0) sebesar 0,81 %. Untuk BKA
perlakuan yang paling berpengaruh adalah perlakuan M1J0 dengan nilai rerata
sebesar 3,57 g dan mempunyai selisih terhadap kontrol sebesar 124,53 %. Pada
parameter BKP berdasarkan hasil Uji Lanjut Duncan perlakuan M0J0 dan M1J0
keduanya memberikan pengaruh yang sama. Nilai tertinggi yaitu pada perlakuan
M0J0 sebesar 4,04 g. Penjumlahan antara BKA dan BKP diperoleh BKT. Dari
hasil Uji Lanjut Duncan terhadap BKT, perlakuan yang berpengaruh adalah pada
perlakuan M1J0 yaitu sebesar 7,09 g.
BKT merupakan ukuran pertumbuhan tanaman karena bahan kering
tanaman dipandang sebagai manifestasi dari semua proses dan peristiwa yang
terjadi dalam pertumbuhan tanaman (Sitompul & Guritno, 1986 dalam Rusmala,
2003). BKT adalah biomassa total (akar, batang dan daun) yang menggambarkan
kemampuan tanaman untuk dapat mengantisipasi lingkungan dan pertumbuhan
anakan sejalan dengan penimbunan cadangan makanan seperti lemak dan pati
(Bidwell, 1979 dalam Andriyetni 2006). CMA memasuki serbuk gergaji yang
sedang terdekomposisi secara mekanis melalui jaringan vaskuler. Sebagai
akibatnya, CMA berkesempatan untuk mendapatkan dan dengan efisiennya
mendaurkan hara mineral yang dilepaskan oleh jasad renik pendekomposisi
sebelum unsur hara tersebut hilang melalui pelindian atau immobilisasi hara
dalam tanah (Aristizabal, et al., 2004).
Pada tanaman yang memiliki nilai BKT terbesar, fungsi fisiologinya
berjalan dengan baik dan tanaman mampu beradaptasi dengan baik pada
lingkungan. Hal ini berarti tanaman tersebut mampu menyerap unsur hara yang
tersedia dan menjadikannya sumber nutrisi untuk melaksanakan dan
meningkatkan aktivitas dalam tubuhnya. Hal ini sejalan dengan pernyataan
Setyamidjaya (1987) dalam Andriyetni (2006) yang menyatakan bahwa nilai BKT
mampu menunjukkan efisiensi dan efektivitas proses fisiologis tanaman dalam
mengakumulasi hasil fotosintesis (karbohidrat) yang berfungsi sebagai cadangan
makanan, energi dan sebagai bahan pembentuk organ tanaman. BKT secara
langsung ditentukan oleh besarnya pertumbuhan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pemberian limbah media jamur secara langsung terhadap media semai
dapat menghambat pertumbuhan semai jati. Penambahan bahan organik ini dapat
meningkatkan kandungan unsur hara dalam media, tetapi belum bisa
dimanfaatkan oleh tanaman karena masih tersimpan dalam bentuk bahan organik.
Pemberian mikoriza memberikan hasil yang lebih baik dalam
meningkatkan NPA dan persen infeksi akar, tetapi dalam meningkatkan tinggi,
diameter dan BBP, media tanah (tanpa pemberian limbah media jamur)
memberikan hasil lebih baik. Kegiatan pemberian limbah media jamur di
persemaian, belum memberikan hasil yang optimal dalam meningkatkan
pertumbuhan semai jati.
Saran
1. Jangan menggunakan limbah media jamur secara langsung sebagai media
tanam.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemberian limbah media
jamur yang sudah dikomposkan.
DAFTAR PUSTAKA
Alimuddin, 2002. Optimasi Pengolahan Secara Konvensional air Sungai Karang
Mumus dan Pemanfaatan Serbuk Gergaji dalam Pengolahannya. Jurnal
Ilmiah Mahakam, 32-44/I. Samarinda. : Lembaga Penelitian Universitas
Mulawarman.
Andriyetni, N. 2006. Dinamika Populasi Mikrob dalam Campuran Tanah Bekas
Tambang Batubara dengan Sludge Selama Proses Bioremediasi. Skripsi S1 Program Studi Ilmu Tanah. Departemen Tanah. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Aristizabal, C; Rivera, E.L; Janos, D.P. 2004. Arbuscular Mycorrhizal Fungi
Colonize Decomposing Leaves of Myrica parvifolia, M. pubescens and Paepalanthus sp. Mycorrhiza 14(4):221-228.
Bucking, H; Shachar-Hill, Y. 2005. Phosphate Uptake, Transport and Transfer by
the Arbuscular Mycorrhizal Fungus Glomus intraradices is Stimulated by Increased Carbohydrate Availability. New Phytologist 165(3):899-912.
Brundrett, M. 2004. Diversity and Classification of Mycorrhizal Associations.
Botanical Review. 79(3):473-495.
Cho, K.H; Toler, H; Lee, J; Ownley, B; Stutz, J.C; Moore, J.L; Auge, R.M. 2006. Mycorrhizal Symbiosis and Response of Sorghum Plants to Combined Drought and Salinity Stresses. Journal of Plant Physiology. 163(5):517-528
Cullings, K.W. 1996. Single Phylogenetic Origin of Ericoid Mycorrhizae Within
the Ericaceae. Canadian Journal of Botany 74, 1896–1909. Daru, P.T. 1999. Kandungan Komponen Serat Ampas Tebu Hasil Fermentasi
Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus). Buletin Budidaya Pertanian 52-57/V, Samarinda.
Donna, A.F. 2001. Pemanfaatan Limbah Serbuk Gergaji dan Kompos Sampah
Pasar Terhadap Pertumbuhan Anakan Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) Pada Tanah Latosol Dramaga. Skripsi S1 Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB.
Gunawan, A.W. 1992. Budidaya Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Pada Serbuk Gergaji Kayu Jeunjing (Paraserianthes falcataria). Technical Notes. Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB.
Helgason, T; Fitter, A.H; and Young, J.P.W. 1999. Molecular Diversity of
Arbuscular Mycorrhizal Fungi Colonising Hyacinthoides Non-scripta (bluebell) in a Seminatural Woodland. Mol. Ecol. 8, 659-666.
Imas, T; Hadioetomo, R.S; Gunawan, A.W; Setiadi, Y. 1989. Mikrobiologi Tanah
II. PAU Bioteknologi IPB. Bogor. Indriyani, Y.H. 2005. Membuat Kompos Secara Kilat. Penebar Swadaya. Jakarta. Kartika, L; Yustina M.P.D; dan Agustin, W.G. 1995. Campuran Serbuk Gergaji
Kayu Sengon dan Tongkol Jagung Sebagai Media untuk Budi Daya Jamur Tiram. Hayati 23-27/II, Bogor.
Ma, N; Yokoyama, K; and Marumoto, T. 2006. Stimulatory Effect of Peat on
Spore Germination and Hyphal Growth of Arbuscular Mycorrhizal Fungus Gigaspora margarita. Soil Science and Plant Nutrition. 52(2)168-176.
Manan, S. 1976. Silvikultur. Proyek Peningkatan atau Pengembangan Perguruan
Tinggi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Maryadi, F. 2001. Status dan Keanekaragaman Jenis CMA di Bawah Tegakan
Kebun Benih Klonal Jati (Tectona grandis L.F.) di Padangan. Skripsi. Fakultas Kehutanan IPB Bogor.
Mashudi, D.S. dan Adinugraha, H.A. 2003. Aplikasi Teknik Stek Batang Pulai
(Alstonia scholaris R.Br) dalam Pengembangan Kebun Pangkas. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan vol. 1 No. 3, Desember 2003, Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan.
Mattjik, A.A. dan Sumertajaya, M. 2000. Perancangan Percobaan Dengan
Aplikasi SAS dan Minitab. Jilid 1. IPB Press. Institut Pertanian Bogor. Oehl, F. dan Sieverding, E. 2004. Pacispora, A New Vesicular Arbuscular
Mycorrhizal Fungal Genus in the Glomeromycetes. Journal of Applied Botany and Food Quality-Angewandte Botanik 78(1):72-82.
Pelczar, M.J & Chan, E.C.S. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia (UI-Press).
Pratikno, H; Syekhfani, Y; Nuraini dan Eko, H. 2002. Pemanfaatan Biomasa Flora untuk Meningkatkan Ketersediaan dan Serapan P Pada Tanah Berkapur di DAS Brantas Hulu Malang Selatan. Biosain 2(1): 78-91.
Puryono, S.K.S. 1998. Perlunya Label Bibit Bermikoriza. Majalah Kehutanan
Indonesia. Ed 2 Th. 1997/1998. Rachmawati, H. 2000. Genetika dan Benih Tectona grandis untuk Indonesia,
IFSP. Rubijanto, M; Endang, S.P; Purnomowati; Sukanto. 1988. Pemanfaatan Beberapa
Jenis Serbuk Gergaji untuk Budidaya Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus (Jacq. ex, Fr ) Kummer).
Rusmala, 2003. Bioremediasi Tailling PT Aneka Tambang Gunung Pongkor
Kabupaten Bogor. Skripsi Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam. IPB : Bogor.
Sangadji, R. 2004. Perbaikan Kualitas Inokulum Mikoriza Dengan Penambahan
Bahan Organik Dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Semai Jati. Skripsi. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. (Tidak Dipublikasikan).
Satter, M.A; Hanafi, M.M; Mahmud, T.M.M; Azizah, H. 2006. Influence of
Arbuscular Mycorrhiza and Phosphate Rock on Uptake of Major Nutrients by Acacia mangium Seedlings on Degraded Soil. Biology and Fertility of Soil. 42(4):345-349.).
Smith, S.E. and Read, D.J. 1997. Mycorrhizal Symbiosis, 2
nd ed. Academic Press,
San Diego, CA, USA. Subramanian, K.S; Santhanakrishnan, P; Balasubramanian, P. 2006. Responses of
Field Grown Tomato Plants to Arbuscular Mycorrhizal Fungal Colonization Under Varying Intensities of Drought Stress. Scientia Horticulturae 107(3):245-253.
Sumarna, Y. 2003. Budi Daya Jati. Penebar Swadaya.Bogor. Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor : Departemen Ilmu-ilmu Tanah,
Fakultas Pertanian, IPB.
Supraptono, B. 1995. Laporan Penelitian, Studi Pemanfaatan Limbah Serbuk Gergaji untuk Bahan Baku Briket Arang, Samarinda : Lembaga Penelitian Universitas Mulawarman.
Susmiyati, 2005. Upaya Meningkatkan Pertumbuhan Semai Kawista (Limonia
acidissima Lindl.) dengan Penambahan Cendawan Mikoriza Arbuskula dan Bahan Additif. Skripsi Fakultas Kehutanan IPB.
Tarmidi, A.R dan Rahmat, H. 2004. Peningkatan Kualitas Pakan Serat Ampas Tebu Melalui Fermentasi dengan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus). Jurnal Bionatura. 197-204/VI, Bandung.
Turjaman, M. 2004. Mikoriza: Inovasi Teknologi Akar Sehat, Kunci Sukses
Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Majalah Kehutanan Indonesia. 20-22/I, Jakarta.
Yu, T.E.J.C; Egger, K.N; and Peterson, R.L. (2001). Ectendomycorrhizal
Associations – Characteristics and Functions. Mycorrhiza 11, 167-177.
Lampiran 1.Data Pengamatan tinggi semai jati Perlakuan Ulangan T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7
M0J0
1 6,80 7,00 8,70 10,50 12,50 14,00 18,50 2 6,00 6,50 9,00 10,50 11,50 12,50 15,50 3 5,40 6,30 8,00 9,50 11,00 11,50 12,80 4 6,20 7,50 10,40 14,30 18,00 23,50 28,00
M0J1
1 3,50 4,10 5,10 5,20 5,30 5,50 7,00 2 6,00 6,10 7,40 7,50 7,70 8,00 9,00 3 4,50 5,40 6,20 6,80 7,00 7,50 8,70 4 6,70 7,40 8,70 9,00 9,10 9,50 12,00
M0J2
1 7,10 7,60 8,70 9,30 9,50 10,00 11,20 2 4,90 7,40 8,20 8,50 9,00 9,50 11,00 3 6,80 7,50 8,20 8,40 8,70 9,00 9,30 4 6,50 7,00 7,60 8,00 8,10 8,60 9,00
M0J3
1 5,50 6,60 7,60 8,00 8,20 9,30 10,80 2 4,10 4,60 5,40 5,70 5,80 6,20 7,00 3 4,50 5,60 6,30 6,60 7,20 7,70 9,50 4 5,80 6,70 7,10 7,60 7,80 8,50 9,00
M1J0
1 6,60 7,10 9,20 10,70 11,20 12,00 13,00 2 6,10 7,00 9,20 10,50 11,50 13,50 14,50 3 7,70 9,00 11,00 12,30 14,80 18,00 23,00 4 3,50 4,90 6,60 8,50 12,00 13,60 17,00
M1J1
1 6,10 7,50 8,30 8,60 8,70 9,00 10,50 2 5,30 6,70 6,90 7,00 7,20 7,50 8,50 3 7,30 8,10 8,60 9,00 9,30 9,70 12,00 4 6,00 7,00 7,20 7,80 7,90 8,10 9,50
M1J2
1 5,30 6,60 7,20 7,50 8,00 8,50 9,00 2 7,60 8,50 9,00 10,00 10,10 10,50 12,20 3 4,00 5,40 6,00 6,40 6,70 7,00 8,30 4 5,10 5,60 5,80 6,20 6,70 7,00 8,50
M1J3
1 5,90 6,50 7,10 7,50 7,70 8,00 8,50 2 4,70 7,00 7,20 7,80 7,90 8,30 9,50 3 5,80 6,40 8,00 8,30 8,40 8,70 11,00 4 5,50 6,50 7,20 7,80 8,00 8,10 10,00
Lampiran 2. Data Pengamatan diameter semai jati Perlakuan Ulangan D1 D2 D3
M0J0
1 0,15 0,32 0,58 2 0,16 0,31 0,61 3 0,13 0,28 0,50 4 0,12 0,30 0,52
M0J1
1 0,13 0,20 0,25 2 0,14 0,19 0,24 3 0,14 0,18 0,23 4 0,16 0,27 0,31
M0J2
1 0,13 0,21 0,24 2 0,15 0,18 0,28 3 0,15 0,19 0,22 4 0,12 0,18 0,23
M0J3
1 0,12 0,19 0,22 2 0,15 0,19 0,23 3 0,16 0,23 0,29 4 0,12 0,20 0,24
M1J0
1 0,18 0,31 0,54 2 0,16 0,33 0,53 3 0,14 0,31 0,62 4 0,16 0,36 0,66
M1J1
1 0,13 0,21 0,28 2 0,15 0,22 0,30 3 0,16 0,21 0,24 4 0,18 0,19 0,23
M1J2
1 0,15 0,20 0,24 2 0,14 0,19 0,25 3 0,12 0,17 0,23 4 0,12 0,22 0,28
M1J3
1 0,14 0,20 0,25 2 0,12 0,18 0,30 3 0,12 0,20 0,25 4 0,15 0,17 0,23
Lampiran 3. Data berat basah pucuk (BBP) Perlakuan Ulangan BBP Perlakuan Ulangan BBP
M0J0
1 19,26
M1J0
1 11,86 2 15,92 2 18,27 3 15,8 3 9,75 4 14,78 4 18,81
M0J1
1 4,52
M1J1
1 2,53 2 3,12 2 2,08 3 2,92 3 2,02 4 1,24 4 1,24
M0J2
1 1,01
M1J2
1 1,28 2 1,89 2 1,55 3 1,15 3 1,55 4 1,85 4 2,76
M0J3
1 2,58
M1J3
1 1,58 2 1,12 2 0,86 3 1,87 3 2,44 4 3,78 4 1,75
Lampiran 4. Data berat basah akar (BBA) Perlakuan Ulangan BBA perlakuan Ulangan BBA
M0J0
1 9,750
M1J0
1 8,010 2 8,350 2 7,280 3 8,850 3 7,640 4 7,600 4 11,910
M0J1
1 1,960
M1J1
1 1,050 2 1,640 2 1,440 3 1,210 3 0,930 4 1,240 4 0,860
M0J2
1 0,590
M1J2
1 1,090 2 0,940 2 1,280 3 0,960 3 0,930 4 0,950 4 1,230
M0J3
1 1,430
M1J3
1 1,140 2 1,160 2 0,920 3 1,060 3 1,810 4 1,770 4 1,250
Lampiran 5. Data berat kering akar (BKA), berta kering daun (BKD), dan berat kering total (BKT)
Perlakuan Ulangan BKA BKD BKT
M0J0
1 1,924 4,520 6,444 2 1,686 4,130 5,816 3 1,412 3,500 4,912 4 1,319 4,000 5,319
M0J1
1 0,285 0,830 1,115 2 0,255 0,660 0,915 3 0,299 0,540 0,839 4 0,205 0,270 0,475
M0J2
1 0,102 0,230 0,332 2 0,173 0,430 0,603 3 0,127 0,250 0,377 4 0,141 0,360 0,501
M0J3
1 0,226 0,540 0,766 2 0,150 0,240 0,390 3 0,143 0,370 0,513 4 0,239 0,700 0,939
M1J0
1 2,982 2,950 5,932 2 4,626 4,510 9,136 3 2,381 2,340 4,721 4 4,303 4,250 8,553
M1J1
1 0,493 0,470 0,963 2 0,425 0,420 0,845 3 0,401 0,390 0,791 4 0,251 0,250 0,501
M1J2
1 0,311 0,300 0,611 2 0,353 0,350 0,703 3 0,315 0,310 0,625 4 0,441 0,440 0,881
M1J3
1 0,177 0,150 0,327 2 0,126 0,110 0,236 3 0,186 0,180 0,366 4 0,197 0,170 0,367
Lampiran 6. Data nisbah pucuk akar (NPA) Perlakuan Ulangan NPA Perlakuan Ulangan NPA
M0J0
1 2,349
M1J0
1 0,989 2 2,450 2 0,975 3 2,479 3 0,983 4 3,033 4 0,988
M0J1
1 2,912
M1J1
1 0,953 2 2,588 2 0,988 3 1,806 3 0,973 4 1,317 4 0,996
M0J2
1 2,255
M1J2
1 0,965 2 2,486 2 0,992 3 1,969 3 0,984 4 2,553 4 0,998
M0J3
1 2,389
M1J3
1 0,847 2 1,600 2 0,873 3 2,587 3 0,968 4 2,929 4 0,863
Lampiran 7. Data persen infeksi Perlakuan Ulangan % infeksi Perlakuan Ulangan % infeksi
M0J0
1 48,98
M1J0
1 87,50 2 71,43 2 88,46 3 63,83 3 100,00 4 75,44 4 81,13
M0J1
1 58,00
M1J1
1 86,96 2 62,50 2 80,00 3 65,12 3 100,00 4 70,83 4 95,45
M0J2
1 89,58
M1J2
1 100,00 2 74,14 2 78,85 3 85,71 3 98,00 4 64,71 4 95,74
M0J3
1 65,31
M1J3
1 89,80 2 62,75 2 73,21 3 46,67 3 91,49 4 95,56 4 87,80
Lampiran 8. Data jumlah spora Perlakuan Ulangan JlhSpora Perlakuan Ulangan JlhSpora
M0J0
1 96,00
M1J0
1 149,00 2 93,00 2 142,00 3 103,00 3 94,00 4 88,00 4 99,00
M0J1
1 127,00
M1J1
1 52,00 2 100,00 2 81,00 3 119,00 3 98,00 4 113,00 4 230,00
M0J2
1 161,00
M1J2
1 92,00 2 512,00 2 61,00 3 139,00 3 255,00 4 206,00 4 129,00
M0J3
1 125,00
M1J3
1 607,00 2 228,00 2 98,00 3 66,00 3 101,00 4 128,00 4 93,00
Lampiran 9. Analisis sidik ragam riap tinggi
Source Sum of Squares df
Mean Square F Sig.
Mikoriza ,001 1 ,001 ,250 ,621 Limbah ,169 3 ,056 11,660** ,000 Mikoriza * Limbah ,004 3 ,001 ,269 ,847 Error ,116 24 ,005 Total 1,885 32
a R Squared = ,939 (Adjusted R Squared = ,918) Lampiran 10. Analisis sidik ragam riap diameter
Source Sum of Squares df
Mean Square F Sig.
Mikoriza ,001 1 ,001 ,396 ,535 Limbah ,576 3 ,192 117,289** ,000 Mikoriza * Limbah ,001 3 ,000 ,188 ,904 Error ,039 24 ,002 Total 1,772 32
a R Squared = ,978 (Adjusted R Squared = ,970)
Lampiran 11. Analisis sidik ragam berat basah akar (BBA)
Source Sum of Squares df
Mean Square F Sig.
Mikoriza ,000 1 ,000 ,014 ,906 Limbah 3,930 3 1,310 39,720** ,000 Mikoriza * Limbah ,368 3 ,123 3,716* ,025 Error ,792 24 ,033 Total 20,781 32
a R Squared = ,962 (Adjusted R Squared = ,949) Lampiran 12. Analisis sidik ragam berat basah pucuk (BBP)
Source Sum of Squares df
Mean Square F Sig.
Mikoriza ,013 1 ,013 ,692 ,414 Limbah 1,522 3 ,507 26,775** ,000 Mikoriza * Limbah ,045 3 ,015 ,798 ,507 Error ,455 24 ,019 Total 14,629 32
a R Squared = ,969 (Adjusted R Squared = ,959) Lampiran 13. Analisis sidik ragam berat kering akar (BKA)
Source Sum of Squares df
Mean Square F Sig.
Mikoriza 1,216 1 1,216 25,849** ,000 Limbah 14,379 3 4,793 101,919** ,000 Mikoriza * Limbah 1,414 3 ,471 10,023** ,000 Error 1,129 24 ,047 Total 118,643 32
a R Squared = ,990 (Adjusted R Squared = ,987) Lampiran 14. Analisis sidik ragam berat kering daun (BKD)
Source Sum of Squares df
Mean Square F Sig.
Mikoriza ,740 1 ,740 11,507** ,002 Limbah 10,827 3 3,609 56,146** ,000 Mikoriza * Limbah 1,554 3 ,518 8,059** ,001 Error 1,543 24 ,064 Total 84,056 32
a R Squared = ,982 (Adjusted R Squared = ,976)
Lampiran 15. Analisis sidik ragam berat kering total (BKT)
Source Sum of Squares df
Mean Square F Sig.
Mikoriza ,013 1 ,013 ,428 ,519 Limbah 5,933 3 1,978 67,004** ,000 Mikoriza * Limbah ,661 3 ,220 7,463** ,001 Error ,708 24 ,030 Total 46,844 32
a R Squared = ,985 (Adjusted R Squared = ,980) Lampiran 16. Analisis sidik ragam nisbah pucuk akar (NPA)
Source Sum of Squares df
Mean Square F Sig.
Mikoriza 15,635 1 15,635 123,300** ,000 Limbah ,193 3 ,064 ,507 ,681 Mikoriza * Limbah ,199 3 ,066 ,522 ,671 Error 3,043 24 ,127 Total 106,969 32
a R Squared = ,972 (Adjusted R Squared = ,962) Lampiran 17 Analisis sidik ragam persen infeksi
Source Sum of Squares df
Mean Square F Sig.
Mikoriza 3482,577 1 3482,577 27,477** ,000 Limbah 470,582 3 156,861 1,238 ,318 Mikoriza * Limbah 182,182 3 60,727 ,479 ,700 Error 3041,933 24 126,747 Total 207988,8
83 32
a R Squared = ,985 (Adjusted R Squared = ,980) Lampiran 18. Analisis sidik ragam jumlah spora
Source Sum of Squares df
Mean Square F Sig.
Mikoriza ,000 1 ,000 ,488 ,492 Limbah ,001 3 ,000 1,042 ,392 Mikoriza * Limbah ,002 3 ,001 1,232 ,320 Error ,011 24 ,000 Total ,285 32
a R Squared = ,962 (Adjusted R Squared = ,949)
Lampiran 19. Hasil rekapitulasi data sebelum transformasi Perlakuan Ulangan RiapT RiapD BBA BBP BKA BKD BKT NPA %infeksi JlhSpora
M0J0
1 11,70 0,43 9,750 19,260 1,924 4,520 6,444 2,349 48,98 96,00 2 9,50 0,45 8,350 15,920 1,686 4,130 5,816 2,450 71,43 93,00 3 7,40 0,37 8,850 15,800 1,412 3,500 4,912 2,479 63,83 103,00 4 21,80 0,40 7,600 14,780 1,319 4,000 5,319 3,033 75,44 88,00
M0J1
1 3,50 0,12 1,960 4,520 0,285 0,830 1,115 2,912 58,00 127,00 2 3,00 0,10 1,640 3,120 0,255 0,660 0,915 2,588 62,50 100,00 3 4,20 0,09 1,210 2,920 0,299 0,540 0,839 1,806 65,12 119,00 4 5,30 0,16 1,240 1,240 0,205 0,270 0,475 1,317 70,83 113,00
M0J2
1 4,10 0,11 0,590 1,010 0,102 0,230 0,332 2,255 89,58 161,00 2 6,10 0,13 0,940 1,890 0,173 0,430 0,603 2,486 74,14 512,00 3 2,50 0,07 0,960 1,150 0,127 0,250 0,377 1,969 85,71 139,00 4 2,50 0,11 0,950 1,850 0,141 0,360 0,501 2,553 64,71 206,00
M0J3
1 5,30 0,10 1,430 2,580 0,226 0,540 0,766 2,389 65,31 125,00 2 2,90 0,08 1,160 1,120 0,150 0,240 0,390 1,600 62,75 228,00 3 5,00 0,12 1,060 1,870 0,143 0,370 0,513 2,587 46,67 66,00 4 3,20 0,12 1,770 3,780 0,239 0,700 0,939 2,929 95,56 128,00
M1J0
1 6,40 0,36 8,010 11,860 2,982 2,950 5,932 0,989 87,50 149,00 2 8,40 0,37 7,280 18,270 4,626 4,510 9,136 0,975 88,46 142,00 3 15,30 0,48 7,640 9,750 2,381 2,340 4,721 0,983 100,00 94,00 4 13,50 0,50 11,910 18,810 4,303 4,250 8,553 0,988 81,13 99,00
M1J1
1 4,40 0,15 1,050 2,530 0,493 0,470 0,963 0,953 86,96 52,00 2 3,20 0,15 1,440 2,080 0,425 0,420 0,845 0,988 80,00 81,00 3 4,70 0,08 0,930 2,020 0,401 0,390 0,791 0,973 100,00 98,00 4 3,50 0,05 0,860 1,240 0,251 0,250 0,501 0,996 95,45 230,00
M1J2 1 3,70 0,09 1,090 1,280 0,311 0,300 0,611 0,965 100,00 92,00 2 4,60 0,11 1,280 1,550 0,353 0,350 0,703 0,992 78,85 61,00 3 4,30 0,10 0,930 1,550 0,315 0,310 0,625 0,984 98,00 255,00
4 3,40 0,16 1,230 2,760 0,441 0,440 0,881 0,998 95,74 129,00
M1J3
1 2,60 0,11 1,140 1,580 0,177 0,150 0,327 0,847 89,80 607,00 2 4,80 0,18 0,920 0,860 0,126 0,110 0,236 0,873 73,21 98,00 3 5,20 0,13 1,810 2,440 0,186 0,180 0,366 0,968 91,49 101,00 4 4,50 0,09 1,250 1,750 0,197 0,170 0,367 0,863 87,80 93,00
Lampiran 20. Hasil rekapitulasi data setelah transformasi Perlakuan
Ulangan trRiapT trRiapD trBBA trBBP trBKA trBKD
trBKT trNPA
tr%infeksi trJlhSpora
M0J0
1 0,09 1,52 0,103 0,228 0,721 0,470 0,394 0,652 2.399 0,10 2 0,11 1,48 0,120 0,251 0,770 0,492 0,415 0,639 5.102 0,10 3 0,14 1,64 0,113 0,252 0,842 0,535 0,451 0,635 4.074 0,10 4 0,05 1,57 0,132 0,260 0,871 0,500 0,434 0,574 5.691 0,11
M0J1
1 0,29 2,94 0,510 0,470 1,873 1,098 0,947 0,586 3.364 0,09 2 0,33 3,16 0,610 0,566 1,980 1,231 1,045 0,622 3.906 0,10 3 0,24 3,30 0,826 0,585 1,829 1,361 1,092 0,744 4.241 0,09 4 0,19 2,53 0,806 0,898 2,209 1,925 1,451 0,871 5.017 0,09
M0J2
1 0,24 3,04 1,695 0,995 3,131 2,085 1,736 0,666 8.025 0,08 2 0,16 2,82 1,064 0,727 2,404 1,525 1,288 0,634 5.497 0,04 3 0,40 3,73 1,042 0,933 2,806 2,000 1,629 0,713 7.346 0,08 4 0,40 3,02 1,053 0,735 2,663 1,667 1,413 0,626 4.187 0,07
M0J3
1 0,19 3,16 0,699 0,623 2,104 1,361 1,143 0,647 4.265 0,09 2 0,34 3,58 0,862 0,945 2,582 2,041 1,601 0,791 3.938 0,07 3 0,20 2,84 0,943 0,731 2,644 1,644 1,396 0,622 2.178 0,12 4 0,31 2,84 0,565 0,514 2,046 1,195 1,032 0,584 9.132 0,09
M1J0
1 0,16 1,66 0,125 0,290 0,579 0,582 0,411 1,005 7.656 0,08 2 0,12 1,64 0,137 0,234 0,465 0,471 0,331 1,013 7.825 0,08 3 0,07 1,44 0,131 0,320 0,648 0,654 0,460 1,009 10.000 0,10 4 0,07 1,41 0,084 0,231 0,482 0,485 0,342 1,006 6.582 0,10
M1J1
1 0,23 2,56 0,952 0,629 1,424 1,459 1,019 1,024 7.562 0,14 2 0,31 2,62 0,694 0,693 1,534 1,543 1,088 1,006 6.400 0,11 3 0,21 3,54 1,075 0,704 1,579 1,601 1,124 1,014 10.000 0,10 4 0,29 4,39 1,163 0,898 1,996 2,000 1,413 1,002 9.111 0,07
M1J2
1 0,27 3,37 0,917 0,884 1,793 1,826 1,279 1,018 10.000 0,10 2 0,22 3,02 0,781 0,803 1,683 1,690 1,193 1,004 6.217 0,13 3 0,23 3,10 1,075 0,803 1,782 1,796 1,265 1,008 9.604 0,06 4 0,29 2,53 0,813 0,602 1,506 1,508 1,065 1,001 9.166 0,09
M1J3
1 0,38 3,02 0,877 0,796 2,377 2,582 1,749 1,086 8.064 0,04 2 0,21 2,36 1,087 1,078 2,817 3,015 2,058 1,070 5.360 0,10 3 0,19 2,75 0,552 0,640 2,319 2,357 1,653 1,017 8.370 0,10 4 0,22 3,41 0,800 0,756 2,253 2,425 1,651 1,076 7.709 0,10