pengaruh substitusi tepung tempe terhadap …eprints.ums.ac.id/46754/2/naskah publikasi.pdfpengaruh...
TRANSCRIPT
PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG TEMPE TERHADAP
KADAR BETA KAROTEN, WARNA DAN DAYA TERIMA
BISKUIT UBI JALAR UNGU
PUBLIKASI ILMIAH
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaian Program Studi Stara 1 pada Jurusan
Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan
Oleh:
AYU YAHYA KUSUMA
J 310 120 062
PROGRAM STUDI ILMU GIZI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016
1
PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG TEMPE TERHADAP
KADAR BETA KAROTEN, WARNA DAN DAYA TERIMA
BISKUIT UBI JALAR UNGU
Abstrak
Ubi jalar ungu memiliki kandungan beta karoten yang tinggi dan dapat diolah menjadi
produk biskuit. Tepung tempe dapat dimanfaatkan sebagai bahan pensubstitusi dalam
pembuatan biskuit ubi jalar ungu untuk meningkatkan nilai protein. Penggunaan tepung
ubi jalar ungu dan tepung tempe dapat berpengaruh terhadap mutu kimia, mutu fisik dan
mutu sensorik (daya terima) biskuit. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh substitusi tepung tempe terhadap kadar beta karoten, warna dan daya terima
biskuit ubi jalar ungu. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak
lengkap dengan 4 perlakuan substitusi tepung tempe yaitu 0% (kontrol), 10%, 15% dan
20%. Kadar beta karoten diuji menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Densitometri, pengujian warna menggunakan Chromameter Konica Minolta (CR-400)
dan daya terima biskuit diuji menggunakan uji organoleptik dengan skala hedonik tujuh
tingkat. Uji statistik yang digunakan one-way ANOVA dan jika terdapat pengaruh
(p≤0,05) maka dilanjutkan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) dengan taraf
signifikansi 95%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kadar beta
karoten pada biskuit ubi jalar ungu yang disubstitusi tepung tempe. Hasil uji warna
menunjukkan bahwa ada pengaruh substitusi tepung tempe terhadap nilai a, b dan h0
namun tidak berpengaruh terhadap nilai L, ditunjukkan dengan nilai signifikansi
masing-masing p=0,000; p=0,001; p=0,000 dan p=0,530. Ada pengaruh substitusi
tepung tempe terhadap daya terima warna, aroma, rasa, tekstur dan keseluruhan biskuit
ubi jalar ungu, ditunjukkan dengan nilai signifikansi masing-masing p=0,056; p=0,000;
p=0,000; p=0,000; p=0,002. Kesimpulannya adalah kadar beta karoten biskuit ubi jalar
ungu yang disubstitusi tepung tempe yaitu <62,9mg/Kg. Berdasarkan hasil uji warna
dan daya terima panelis, disarankan penggunaan tepung tempe sebesar 10% pada
pembuatan biskuit ubi jalar ungu.
Kata kunci: biskuit, ubi jalar ungu, tempe, beta karoten, warna, daya terima
Abstract
Purple sweet potato has a high content of beta carotene and can be processed into
biscuits. Tempeh flour can be used as an ingredient in the manufacture of biscuits made
from purple sweet potato to increase protein content. The use of purple sweet potato
flour and tempeh flour can affect the chemical quality (beta carotene), physical quality
(color) and sensory quality (acceptability) biscuits. The purposed of this study was to
determine effect beta carotene content, colors and acceptability of purple sweet potato
biscuits. The design of this study was completely randomized design with 4 treatments
that is tempeh flour substitution is 0% (control), 10%, 15% and 20%. Levels of beta
carotene were tested using the method of Thin Layer Chromatography (TLC)
Densitometry, color tested using Chromameter Konica Minolta (CR-400) and
acceptability of biscuits using organoleptic test by seven levels of hedonic scale. The
statistical test was one-way ANOVA and if there is a significant influence (p≤0,05)
followed by Duncan Multiple Range Test (DMRT) at significance level of 95%. The
results showed that there was no difference in the levels of beta carotene on purple
2
sweet potato biscuits substituted with tempeh flour. The test results showed that the
color of tempeh flour substitution effect on the value of a, b and h0 but does not affect
the value of L with significant value respectively p=0,000; p=0,001; p=0,000 and
p=0,530. There was a significant substitution effect of tempeh flour to the acceptability
of color, aroma, flavor, texture and overall purple sweet potato biscuits, with significant
value respectively p=0.056; p=0.000; p=0.000; p=0.000; p=0.002. The conclusion of
this study levels of beta carotene purple sweet potato biscuits substituted tempeh flour is
<62,9mg/Kg. Based on acceptability and color, it is recommended to use of tempeh
flour 10% of purple sweet potato biscuits.
Keywords: biscuit, purple sweet potato, tempeh, beta carotene, color, acceptability
1. PENDAHULUAN
Kekurangan Energi Protein (KEP) merupakan salah satu permasalahan gizi di Indonesia (Herman,
2007). Balita yang menderita KEP berisiko mengalami defisiensi zat gizi mikro seperti Kekurangan
Vitamin A (KVA) (Mulwa dan Jane, 2014). KVA dapat menyebabkan gangguan adaptasi terhadap
cahaya serta meningkatkan risiko terjadinya infeksi karena menurunnya respon antibodi
(Azrimaidaliza, 2007). Meskipun terjadi peningkatan cakupan pemberian kapsul vitamin A pada
tahun 2013 (75,5%) sebesar 4% dibandingkan tahun 2010 (71,5%) (Riskesdas, 2013), namun hasil
penelitian Asfianti, dkk (2013) menunjukkan sebanyak 18,2% anak yang telah disuplementasi
vitamin A selama 6 bulan memiliki kadar retinol serum yang rendah. Salah satu alternatif
menanggulangi KEP dan KVA adalah dengan mengkonsumsi makanan selingan yang kaya energi,
protein, dan vitamin A seperti biskuit.
Biskuit merupakan salah satu jenis makanan selingan yang disukai anak-anak. Bahan dasar
biskuit yang terbuat dari tepung terigu kurang baik dikonsumsi oleh anak-anak, terutama penderita
autis karena tidak dapat mencerna gluten yang terdapat pada tepung terigu (Widyastuti, 2015).
Tepung terigu bukan merupakan bahan pangan sumber vitamin A. Ubi jalar ungu merupakan salah
satu pangan alternatif yang dapat berkontribusi untuk pemenuhan kebutuhan karbohidrat dan
vitamin A. Menurut Zuraida (2003) dalam 100 g ubi jalar merah keunguan segar mengandung
energi 123 kkal. Kandungan beta karoten ubi jalar ungu yaitu 9000 μg, lebih tinggi jika
dibandingkan dengan ubi jalar kuning yaitu 2900 μg (ILO, 2013). Ubi jalar ungu berpotensi
menggantikan tepung terigu karena memiliki kadar pati yang tinggi sebesar 74,57%. Rasio amilosa
dan amilopektin yang dimiliki tepung ubi jalar ungu hampir sama dengan tepung terigu. Tepung
terigu memiliki rasio amilosa dan amilopektin sebesar 74 : 26 (Praptiningsih dkk, 2003), sedangkan
tepung ubi jalar ungu 69,82 : 30,18 (Hidayat dkk, 2007).
3
Tepung ubi ungu memiliki kandungan protein yang rendah (2,79%), sehingga perlu
penambahan bahan pangan lain untuk meningkatkan nilai protein pada tepung (Djami, 2007).
Tempe merupakan salah satu bahan pangan tinggi protein nabati. Setiap 100 gram tempe segar
mengandung protein 20,8 g dan karoten 34 µg (Bastian dkk, 2013). Menurut Omosebi dan Otunula
(2013) tempe mengandung protein berkualitas tinggi sehingga dapat digunakan untuk melengkapi
diet KEP. Proses fermentasi mengakibatkan tempe lebih mudah dicerna (Astawan, 2004).
Penggunaan bahan dasar yang berbeda dapat mempengaruhi mutu kimia, fisik dan sensorik biskuit.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh substitusi tepung tempe terhadap
kadar beta karoten, warna dan daya terima biskuit ubi jalar ungu.
2. METODE
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan substitusi
tepung tempe yaitu 0% (kontrol), 10%, 15% dan 20% setiap perlakuan diulangi sebanyak dua kali.
Pembuatan tepung ubi jalar ungu menggunakan metode sun drying tanpa proses pengukusan atau
perebusan terlebih dahulu pada ubi jalar ungu. Pembuatan tepung tempe menggunakan metode sun
drying yang diawali dengan proses pengukusan pada tempe. Pengujian kadar beta karoten
menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Densitometri. Pengujian warna
menggunakan Chromameter Konica Minolta (CR-400). Pengujian daya terima biskuit
menggunakan uji organoleptik dengan skala hedonik tujuh tingkat. Uji statistik yang digunakan
yaitu one-way ANOVA dan jika terdapat pengaruh (p≤0,05) maka dilanjutkan uji Duncan Multiple
Range Test (DMRT) dengan taraf signifikansi 95%.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Beta Karoten
Beta karoten merupakan bentuk provitamin A yang paling aktif (Meiliana dkk, 2014).
Meskipun ubi jalar ungu memiliki umbi berwarna ungu, antosianin pada ubi jalar ini dapat
bercampur dengan pigmen karotenoid (Sabuluntika dan Fitriyono, 2013). Hasil uji kadar beta
karoten biskuit ubi jalar ungu yang disubstitusi tepung tempe sebesar 0%, 10%, 15% dan 20% dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kadar Beta Kroten Biskuit Ubi Jalar Ungu Yang Disubstitusi Tepung Tempe
Substitusi Tepung Tempe Beta Karoten (mg/kg)
0% < 62,9
10% < 62,9
15% < 62,9
20% < 62,9
4
Gambar 1. Grafik Hasil Uji Kadar Beta Karoten
Berdasarkan Tabel 1, diketahui bahwa hasil uji kadar beta karoten pada biskuit ubi jalar
ungu yang disubstitusi tepung tempe sebesar 0%, 10%, 15% dan 20% yaitu <62,9mg/Kg. Tidak
adanya perbedaan kadar beta karoten disebabkan keterbatasan metode KLT densitometri yang
memiliki LoD (Low of Detection) 62,9mg/Kg. Oleh sebab itu, apabila hasil uji <62,9mg/Kg maka
kadar beta karoten tidak bisa terukur. Sementara itu, berdasarkan grafik pada Gambar 10 terlihat
terjadi peningkatan grafik hasil pengukuran kadar beta karoten pada biskuit ubi jalar ungu, namun
tidak diketahui peningkatan terjadi pada perlakuan yang mana. Tidak diketahui nilai pasti hasil uji
kadar beta karoten pada grafik akibat kecilnya hasil pengukuran. Berdasarkan gambar 10, dapat
disimpulkan bahwa biskuit ubi jalar ungu yang disubstitusi tepung tempe tetap mengandung kadar
beta karoten walaupun dalam jumlah yang rendah.
Kadar beta karoten yang rendah pada produk biskuit ubi jalar ungu yang disubstitusi tepung
tempe disebabkan oleh beberapa faktor seperti cahaya, suhu dan udara. Menurut Penicaud, dkk
(2011) degradasi atau kerusakan beta karoten disebabkan oleh reaksi isomerisasi dan oksidasi.
Proses pengeringan chips ubi jalar ungu dengan metode sun-drying (pengeringan dengan matahari)
dapat menyebabkan degradasi beta karoten akibat reaksi oksidasi. Reaksi oksidasi yang terjadi
berupa foto-oksidasi. Foto-oksidasi terjadi akibat reaksi antara cahaya dan udara (O2) yang
mempengaruhi struktur trans beta karoten (Penicaud, dkk, 2011). Hasil penelitian Nicanuru, dkk
(2015) menunjukkan ubi jalar yang dikeringakan dengan metode sun drying hanya mampu
mempertahankan kadar beta karoten sebesar 63-73% lebih rendah jika dibandingkan dengan metode
pengeringan menggunakan oven yaitu sebesar 89-96%.
Beta karoten memiliki struktur ikatan rangkap (11 ikatan rangkap pada 1 molekul beta
karoten) yang menyebabkan beta karoten memiliki sifat mudah teroksidasi ketika terpapar udara
(O2). Proses oksidasi akan berlangsung lebih cepat dengan adanya cahaya, katalis logam dan proses
5
pemanasan pada suhu tinggi. Hal tersebut mengakibatkan berubahnya struktur trans beta karoten
menjadi cis beta karoten. Bentuk cis beta karoten memiliki aktivitas provitamin A yang lebih
rendah (Erawati, 2006). Kadar beta karoten yang rendah pada biskuit ubi jalar ungu juga
diakibatkan penggunaan suhu tinggi selama proses pemanggangan. Suhu tinggi mengakibatkan
terjadinya reaksi isomerisasi pada beta karoten (Penicaud, dkk, 2011). Manurut Nicanuru, dkk
(2015) perlakuan dengan suhu tinggi akan menginaktivasi enzim yang bertanggung jawab untuk
iosintesis karotenoid dan merangsang isomerisasi dan oksidatif menyebabkan degradasi karotenoid.
Hasil penelitian Idah, dkk (2010) menunjukkan proses pengeringan dengan variasi suhu
30oC dan 90
oC selama 1 dan 9 jam, memiliki beda nyata yang sangat signifkan terhadap kandungan
beta karoten tomat kering, sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin bertambahnya suhu dan
waktu yang digunakan maka semakin besar penurunan kadar beta karoten. Degradasi beta karoten
akibat reaksi isomerisasi yang disebabkan oleh panas menghasilkan enam jenis senyawa mudah
menguap yang utama, yaitu 2-metil heksana, 3-metil heksana, heptana, siklo-oktanona, toluena dan
(orto, meta atau para) xilena (Budiyanto dkk, 2010). Bentuk cis beta karoten yang dihasilkan dari
reaksi isomerisasi yaitu 13-cis-beta karoten, 9-cis-beta karoten, dan 15-15’-di-cis-beta karoten.
Penurunan kadar beta karoten seiring dengan bertambahnya isomer cis pada beta karoten (Penicaud,
dkk, 2011). Pengendalian stabilitas beta karoten perlu dilakukan selama proses pembuatan biskuit
ubi jalar ungu. Pengendalian dapat dilakukan dengan meminimalisir kontak antara bahan dengan
udara dan dan oksigen. Pengendalian dilakukan dengan memperkecil penggunaan waktu dan suhu
selama proses produksi.
3.2 Warna
Warna merupakan komponen pigmen dan bioaktif yang terdapat pada bahan pangan
(Astawan dan Andreas, 2008). Warna menjadi kesan pertama konsumen dalam mengidentifikasi
dan menilai kualitas makanan. Hasil pengukuran warna berdasarkan uji organoleptik tidak optimal
karena tergantung pada kondisi panelis yang menilai, sehingga perlu dilakukan pengukuran warna
secara objektif (Rienoviar dan Husain, 2010). Hasil uji warna biskuit ubi jalar ungu yang
disubstitusi tepung tempe sebesar 0%, 10%, 15% dan 20% meliputi nilai L, a, b dan h0 dapat dilihat
pada Tabel 2.
6
Tabel 2. Warna Biskuit Ubi Jalar Ungu Yang Disubstitusi Tepung Tempe
Substitusi Tepung
Tempe L a b h
0
0% 37,25±0,12 21,93±0,07d 9,59±0,38
a 74,21±2,86
a
10% 37,33±1,37 20,25±0,00a 14,33±0,57
c 110,85±3,46
c
15% 37,36±0,09 21,24±0,00c 12,99±0,07
b 98,77±0,48
b
20% 38,24±0,30 20,70±0,01b 13,89±0,19
bc 106,38±1,13
c
Nilai p 0,530 0,000 0,001 0,000
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata pada hasil analisis uji Duncan, L=tingkat kecerahan,
a=skala warna merah-hijau, b=skala warna kuning-biru, h0=corak warna
Berdasarkan Tabel 2, hasil uji one way ANOVA menunjukkan bahwa ada pengaruh (p≤0,05)
substitusi tepung terhadap nlai a, b dan h0 pada biskuit ubi jalar ungu. Sebaliknya substitusi tepung
tempe tidak berpengaruh terhadap nilai L biskuit ubi jalar ungu.
3.2.1 Nilai L
Nilai L berarti kecerahan yang menghasilkan warna kromatik putih, abu-abu, dan hitam.
Nilai L berkisar dari 0 = hitam dan 100 = putih, sedangkan warna pada titik pusat (a = 0 dan b = 0)
adalah abu-abu. Berdasarkan Tabel 2, kisaran nilai L pada produk biskuit ubi ungu yaitu antara
37,25 hingga 38,24. Nilai L tertinggi adalah biskuit ubi jalar ungu yang disubstitusi tepung tempe
sebesar 20%. Sebaliknya, nilai L terendah adalah biskuit ubi jalar ungu yang disubstitusi tepung
tempe sebesar 0%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin besar tingkat substitusi tepung
tempe mengakibatkan nilai L pada biskuit ubi jalar ungu semakin meningkat meskipun tidak
signifikan. Semakin meningkatnya nilai L maka semakin cerah warna biskuit yang dihasilkan.
Diduga meningkatnya nilai L disebabkan warna dari tepung tempe yang lebih cerah dibandingkan
dengan warna tepung ubi jalar ungu. Akibatnya, menghasilkan produk dengan warna yang lebih
cerah. Tidak adanya perbedaan nilai L yang signifikan disebabkan tepung ubi ungu yang dihasilkan
juga memiliki warna cerah. Terjadinya degradasi beta karoten mengakibatkan perubahan warna
(Sahertian, 2012).
3.2.2 Nilai a
Nilai a menyatakan warna kromatik dari hijau sampai merah. Nilai a positif berarti berwarna
merah, sedangkan negatif a berarti hijau (Rizky dan Elok, 2015). Berdasarkan Tabel 2, kisaran nilai
a pada produk biskuit ubi ungu yaitu antara 20,25 hingga 21,93. Nilai a tertinggi adalah biskuit ubi
jalar ungu yang disubstitusi tepung tempe sebesar 0%. Sebaliknya, nilai a terendah adalah biskuit
ubi jalar ungu yang disubstitusi tepung tempe sebesar 10%. Tingginya nilai a pada biskuit ubi jalar
ungu yang disubstitusi tepung tempe 0% diakibatkan kandungan pigmen beta karoten dan
7
antosianin pada ubi jalar ungu. Menurut Pusparani dan Sudarminto (2014) tepung ubi jalar ungu
cenderung memiliki warna merah keunguan sehingga memiliki nilai a yang cenderung tinggi.
Penurunan nilai a pada biskuit ubi jalar ungu diduga diakibatkan penggunaan tepung tempe sebagai
bahan pensubstitusi.
3.2.3 Nilai b
Nilai b menyatakan warna kromatik biru dan kuning. Pada sumbu tegak, positif b berarti
kuning dan negatif b berarti biru (Rizky dan Elok, 2015). Berdasarkan Tabel 2, kisaran nilai b pada
produk biskuit ubi ungu yaitu antara 9,59 hingga 14,33. Nilai b tertinggi adalah biskuit ubi jalar
ungu yang disubstitusi tepung tempe sebesar 10%. Sebaliknya, nilai b terendah adalah biskuit ubi
jalar ungu yang disubstitusi tepung tempe sebesar 0%. Rendahnya nilai b pada biskuit ubi jalar ungu
yang disubstiitusi tepung tempe 0% diakibatkan ubi jalar ungu cenderung memiliki warna merah
keunguan sehingga menghasilkan nilai b yang rendah. Peningkatan nilai b pada biskuit ubi jalar
ungu diduga diakibatkan penggunaan tepung tempe sebagai bahan pensubstitusi. Tepung tempe
yang dihasilkan berwarna kuning kecoklatan, sehingga apabila ditambahkan dalam pembuatan
biskuit ubi jalar ungu dapat meningkatkan nilai b biskuit.
3.2.4 Nilai h0 (Corak Warna)
Derajat hue (h0) menunjukkan warna yang terlihat. Nilai 342-18 menunjukkan warna ungu-
merah, nilai 18-54 menunjukkan warna merah, nilai 54-90 menunjukkan warna merah-kuning, nilai
90-126 menunjukkan warna kuning, dan nilai 126-162 menunjukkan warna kuning-hijau.
Selanjutnya, nilai 162-198 menunjukkan warna hijau, nilai 198-234 menunjukkan warna hiaju-biru,
nilai 234-270 menunjukkan warna biru, nilai 270-306 menunjukkan warna biru ungu, dan nilai 306-
342 menunjukkan warna ungu (Hutching dalam Kusumaningrum dkk, 2013). Berdasarkan Tabel 2,
menunjukkan kisaran nilai h0
pada produk biskuit ubi ungu yaitu antara 74,21 hingga 110,85. Nilai
h0
tertinggi adalah biskuit ubi jalar ungu yang disubstitusi tepung tempe sebesar 10%. Sebaliknya,
nilai h0
terendah adalah biskuit ubi jalar ungu yang disubstitusi tepung tempe sebesar 0%. Biskuit
ubi jalar ungu yang disubstitusi tepung tempe menghasilkan corak warna kuning.
3.3 Daya Terima
Daya terima biskuit ubi jalar ungu dengan substitusi tepung tempe sebesar 0%, 10%, 15%
dan 20% meliputi warna, aroma, rasa, tekstur, dan keseluruhan. Hasil uji daya terima biskuit ubi
jalar ungu dengan substitusi tepung tempe dapat dilihat pada Tabel 3.
8
Tabel 3. Daya Terima Biskuit Ubi Jalar Ungu Yang Disubstitusi Tepung Tempe
Substitusi
Tepung Tempe Warna Aroma Rasa Tekstur Keseluruhan
0% 5,09±0,78b 5,26±0,91
b 4,89±0,96
c 3,60±0,88
a 4,66±0,83
b
10% 4,86±0,73ab
4,09±0,85a 3,74±1,12
b 4,29±0,98
b 4,31±0,90
ab
15% 4,51±0,98a 3,91±0,88
a 3,23±0,91
a 4,83±1,01
c 3,97±0,92
a
20% 4,66±1,10ab
4,14±0,69a 3,51±0,74
ab 4,34±1,13
b 3,94±0,87
a
Nilai p 0,056 0,000 0,000 0,000 0,002
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata pada hasil analisis uji Duncan
Berdasarkan Tabel 3, menunjukkan bahwa substitusi tepung tempe berpengaruh (p≤0,05)
terhadap nilai warna, aroma, rasa, tekstur dan daya terima keseluruhan biskuit ubi jalar ungu.
Berdasarkan Tabel 3, skor daya terima warna tertinggi adalah biskuit ubi jalar ungu yang
disubstitusi tepung tempe 0% yaitu 5,09. Sebaliknya, skor daya terima warna terendah adalah
biskuit yang disubstitusi tepung tempe sebesar 15% yaitu 4,51. Berdasarkan hasil uji daya terima
warna melalui indera penglihatan, menurut panelis biskuit ubi jalar ungu yang disubstitusi tepung
tempe memiliki warna kecoklatan. Namun, berdasarkan hasil pengukuran nilai h0 (corak warna)
menunjukkan warna biskuit ubi jalar ungu yang disubstitusi tepung tempe yaitu kuning. Warna
kecoklatan pada biskuit ubi jalar ungu yang disubstitusi tepung tempe disebabkan oleh adanya
reaksi Maillard (Cauvain, 2003).
Berdasarkan Tabel 3, kisaran skor daya terima aroma biskuit ubi jalar ungu yang disubstitusi
tepung tempe yaitu antara 3,91 (tidak suka) hingga 5,26 (suka). Skor daya terima aroma tertinggi
adalah biskuit ubi jalar ungu yang disubstitusi tepung tempe 0% yaitu 5,26. Sebaliknya, skor daya
terima aroma terendah adalah biskuit yang disubstitusi tepung tempe sebesar 15% yaitu 3,91.
Biskuit ubi jalar ungu memiliki aroma khas ubi hingga aroma langu. Aroma langu pada biskuit ubi
jalar disebabkan oleh penggunaan tepung tempe. Aroma langu disebabkan aktivitas enzim
lipoksigenase yang dapat menghidrolisis asam lemak tak jenuh ganda dan menghasilkan senyawa-
senyawa volatil penyebab aroma langu, khususnya etil fenil keton (Kurniawati dan Fitriyono,
2012).
Berdasarkan Tabel 3, kisaran skor daya terima rasa biskuit ubi jalar ungu yang disubstitusi
tepung tempe yaitu antara 3,23 (tidak suka) hingga 4,89 (netral). Skor daya terima rasa tertinggi
adalah biskuit ubi jalar ungu yang disubstitusi tepung tempe 0% yaitu 4,89. Sebaliknya, skor daya
terima rasa terendah adalah biskuit yang disubstitusi tepung tempe sebesar 15% yaitu 3,23.
Menurunnya cita rasa ini disebabkan adanya after taste berupa rasa pahit pada produk biskuit. Rasa
pahit pada biskuit ubi jalar ungu yang disubstitusi tepung tempe disebabkan oleh hidrolisis asam-
9
asam amino yang terjadi pada reaksi Maillard. Asam amino lisin merupakan asam amino yang
memiliki rasa paling pahit (Dewi, 2006).
Berdasarkan Tabel 3, kisaran skor daya terima tekstur biskuit ubi jalar ungu yang
disubstitusi tepung tempe yaitu antara 3,60 (tidak suka) hingga 4,83 (netral). Skor daya terima
tekstur tertinggi adalah biskuit ubi jalar ungu yang disubstitusi tepung tempe 15% yaitu 4,83.
Sebaliknya, skor daya terima tekstur terendah adalah biskuit yang disubstitusi tepung tempe sebesar
0% yaitu 3,60. Peningkatan daya terima tekstur diakibatkan penggunaan substitusi tepung tempe
pada biskuit ubi jalar ungu. Peningkatan kadar protein akan meningkatkan kekerasan pada biskuit.
Rasio amilosa dan amilopektin pada tepung ubi jalar ungu juga mempengaruhi tekstur biskuit.
Tepung ubi jalar ungu memiliki rasio perbandingan kandungan amilosa dan amilopektin yaitu
69,82% : 30,18% (Hidayat dkk, 2007). Rasio amilosa yang tinggi menyebabkan meningkatnya daya
rehidrasi produk akibat peningkatan jumlah gugus hidrofilik yang memiliki kemampuan menyerap
air lebih besar (Hidayat dkk, 2007). Adanya kandungan protein pada tempe juga mempengaruhi
tekstur biskuit. Protein memiliki sifat hidrasi yang mampu meningkatkan daya serap air pada
biskuit. Meningkatnya daya serap air mengakibatkan saat pemanggangan air akan menguap
meninggalkan ruang kosong sehingga biskuit menjadi lebih renyah (Rauf, 2015).
Daya terima keseluruhan terbaik adalah biskuit ubi jalar ungu yang disubstitusi tepung
tempe sebesar 10%. Semakin besar substitusi tepung tempe mengakibatkan daya terima biskuit ubi
jalar ungu semakin menurun. Turunnya daya terima panelis disebabkan karena warna pada produk
yang semakin kecoklatan. Aroma khas tepung tempe mulai tercium dan rasa pahit yang ditimbulkan
akibat penambahan tepung tempe, walaupun daya terima tekstur biskuit yang semakin baik dengan
peningkatan substitusi tepung tempe.
4. PENUTUP
Hasil uji kadar beta karoten biskuit ubi jalar ungu yang disubstitusi tepung tempe sebesar
0%, 10%, 15% dan 20% yaitu <62,9mg/Kg. Hasil uji warna, menunjukkan nilai L tertinggi yaitu
38,24 pada biskuit yang disubstitusi tepung tempe sebesar 20%. Nilai a tertinggi yaitu 21,93 pada
biskuit yang disusbtitusi tepung tempe 0%. Nilai b tertinggi yaitu 14,33 pada biskuit yang
disusbtitusi tepung tempe 10%. Nilai h0
tertinggi yaitu 110,85 pada biskuit yang disubstitusi tepung
tempe 10%. Hasil uji daya terima, menunjukkan biskuit ubi jalar ungu yang disubstitusi tepung
tempe sebesar 10% memiliki nilai daya terima keseluruhan tertinggi dengan skor 4,33 (netral).
Disarankan untuk menggunakan substitusi tepung tempe sebesar 10% pada pembuatan biskuit ubi
jalar ungu. Untuk mendapatkan hasil uji kadar beta karoten yang lebih valid dapat digunakan
metode High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Perlu dilakukan pengujian karbohidrat
10
dengan metode Dinitrosalisilat (DNS) dan protein dengan metode Lowry untuk lebih mengetahui
kandungan gizi biskuit ubi jalar ungu yang disubstitusi tepung tempe sehingga dapat digunakan
sebagai cemilan alternatif untuk penderita KEP dan KVA.
DAFTAR PUSTAKA
Asfianti, F., HM Nazir Hz., Syarif H., Theodorus. Pengaruh Suplementasi Seng dan Vitamin A
Terhadap Kejadian ISPA dan Diare pada Anak. Sari Pediatri Vol. 15 No. 2. Agustus 2013.
Astawan, M dan Andreas LK. 2008. Khasiat Warna Warni Makanan. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Astawan, M. 2004. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Akademi Presindo. Jakarta.
Azrimaidaliza. 2007. Vitamin A, Imunitas Dan Kaitannya Dengan Infeksi. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Vol. 1 No. 2. September 2007.
Balitbang Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Bastian, F., E Ishak., A.B Tawali., M Bilang. 2013. Daya Terima dan Kandungan Zat Gizi Formula
Tepung Tempe Dengan Penambahan Semi Refined Carrageenan (SRC) dan Bubuk Kakao.
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol. 2 No. 1.
Budiyanto., Devi S., Zulman E., dan Rasie. 2010. Perubahan Kandungan β-Carotene, Asam Lemak
Bebas Dan Bilangan Peroksida Minyak Sawit Merah Selama Pemanasan. Jurnal Agritech
Vol. 30 No. 2. Mei 2010.
Cauvain, SP. 2003. Bread Making Improving Quality 1st Edition. Woodhead Publishing Limited.
Cambridge.
Dewi, PK. 2006. Pengaruh Lama Fermentasi dan Suhu Pengeringan Terhadap Jumlah Asam
Amino Lisin dan Karakteristik Fisikokimia Tepung Tempe. Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata. Semarang.
Djami, SA. 2007. Prospek Pemasaran Tepung Ubi Jalar Ditinjau dari Potensi Permintaan Industri
Kecil di Wilayah Bogor. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Erawati, CM. 2006. Kendali Stabilitas Beta Karoten Selama Produksi Tepung Ubi Jalar (Ipomoea
batatas L.). Tesis. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Herman, S. 2007. Kajian Masalah Kekurangan Vitamin A (KVA) Dan Proses Penanggulangannya.
Media Litbang Kesehatan Vol.17 No. 4 Th 2007.
Hidayat, B., Adil BA., Sugiyono. 2007. Karakteristik Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)
Varietas Shiroyutaka Serta Kajian Potensi Penggunaannya sebagai Sumber Karbohidrat
Alternatif. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan Vol. 18 No.1.
Idah, PA., John JM., and Sunday TO. 2010. Effect of Temperature and Drying Time on Some
Nutritional Quality Parameters of Dried Tomatoes. AU J.T. 14 (1) : 25-32. Juli 2010.
11
ILO (International Labor Organitation). 2013. Kajian Ubi Jalar dengan Pendekatan Rantai Nilai
dan Iklim Usaha di Kabupaten Jayawijaya Provinsi Papua. ILO-PCdP2 UNDP. Jakarta.
Kurniawati., dan Fitriyono A. 2012. Pengaruh Subtitusi Tepung Terigu Dengan Tepung Tempe dan
Tepung Ubi Jalar Kuning Terhadap Kadar Protein, Kadar β-Karoten, dan Mutu Organoleptik
Roti Manis. Journal of Nutrition College Vol. 1 No.1. Th. 2012. Hal : 344-351.
Kusumaningrum, R., Agus S., Siti HRJ. 2013. Karakteristik dan Mutu Teh Bunga Lotus (Nelumbo
nucifera). Jurnal FishtecH Vol. 2 No. 1. November 2013.
Meiliana., Roekistiningsih., Endang S. 2014. Pengaruh Proses Pengolahan Daun Singkong
(Manihot esculenta Crantz) Dengan Berbagai Perlakuan Terhadap Kadar β-Karoten.
Indonesian Journal of Human Nutrition Vol.1 Edisi. 1 : 23-34. Juni 2014.
Mulwa, D and Jane N. 2014. Prevalence Of Protein In Energy Malnutrition And Associated Factors
Amongst Children Aged 6-59 Months In Chavakali, Vihiga Country, Kenya. Thesis.
Departemen Of Food Science, Nutrition And Technology University Of Nairobi.
Nicanuru, C., H.S Laswai., and D.N Sila. 2015. Effect of Sun Drying on Nutrient Content of Orange
Fleshed Sweet Potato Tubers in Tanzania. Journal of Food Science Vol. 4 No. 7, pp. 091-
101. November 2015.
Omosebi., MO dan Otunola ET. 2013. Preliminary Studies on Tempeh Flour Produced From Three
Different Rhizopus species. International Journal of Biotechnology and Food Science Vol.
1(5), pp. 90-96. December 2013.
Penicaud, C., Nawel A., Claudie DM., Manuel D., and Philippe B. 2011. Degradation of β-
Carotene During Fruit and Vegetable Processing or Storage: Reaction Mechanisms and
Kinetic Aspects: A Review. Journal Fruit Vol. 66 No. 6, p. 417-440.
Praptiningsih, Y., Tamtarini dan S. Djulaikah. 2003. Pengaruh Proporsi Tapioka-Tepung Gandum
dan Lama Perebusan Terhadap Sifat Kerupuk Tahu. Jurnal FTP. Universitas Jember.
Jember.
Pusparani, T., Sudarminto SY. 2014. Pengaruh Fermentasi Alami Chips Ubi Jalar (Ipomoea
batatas) Terhadap Sifat Fisik Tepung Ubi Jalar. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 2 No.
4, p 137-147. Oktober 2014.
Rauf, R. 2015. Kimia Pangan. Andi. Yogyakarta.
Rienoviar dan Husain N. 2010. Penggunaan Asam Askorbat (Vitamin C) Untuk Meningkatkan
Daya Simpan Sirup Rosela (Hibiscus sabdariffa Linn.). Jurnal Hasil Penelitian Industri Vol.
23 No. 1. April 2010.
Rizky, AM., Elok Z. 2015. Pengaruh Penambahan Tepung Ubi Ungu Jepang (Ipomoea babatas L
var Ayamurasaki) Terhadap Sifat Fisik, Kimia, Dan Organoleptik Kefir Ubi Ungu. Jurnal
Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No. 4, p. 1393-1404. September 2015.
Sabuluntika, N., dan Fitriyono A. 2013. Kadar β-Karoten, Antosianin, Isoflavon, dan Aktivitas
Antioksidan pada Snack Bar Ubi Jalar Kedelai Hitam sebagai Alternatif Makanan Selingan
Penderita Diabetes Melitus Tipe 2. Journal of Nutrition College Vol. 2 No. 4 Th. 2013. Hal
689-695.
12
Sahertian, DE. 2012. Kajian Karotenoid, Vitamin A, dan Stabilitas Ekstrak Karotenoid Serabut
Buah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) Segar dan Pasca-Perebusan. Tesis. Program Pasca
Sarjana Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga.
Widyastuti, AD. 2015. Pengaruh Substitusi Tepung Labu Kuning (Cucurbhita moschata) Terhadap
Kadar Beta Karoten Dan Daya Terima Pada Biskuit Labu Kuning. Skripsi. Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Zuraida, N. 2003. Sweet Potato as an Alternative Food Supplement During Rice Storage. Jurnal
Litbang Pertanian Vol. 22 No. 4.