pengaruh substitusi tepung tempe terhadap …eprints.ums.ac.id/46754/2/naskah publikasi.pdfpengaruh...

16
PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG TEMPE TERHADAP KADAR BETA KAROTEN, WARNA DAN DAYA TERIMA BISKUIT UBI JALAR UNGU PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaian Program Studi Stara 1 pada Jurusan Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Oleh: AYU YAHYA KUSUMA J 310 120 062 PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2016

Upload: tranhanh

Post on 31-Mar-2019

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG TEMPE TERHADAP

KADAR BETA KAROTEN, WARNA DAN DAYA TERIMA

BISKUIT UBI JALAR UNGU

PUBLIKASI ILMIAH

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaian Program Studi Stara 1 pada Jurusan

Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan

Oleh:

AYU YAHYA KUSUMA

J 310 120 062

PROGRAM STUDI ILMU GIZI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2016

2

3

4

1

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG TEMPE TERHADAP

KADAR BETA KAROTEN, WARNA DAN DAYA TERIMA

BISKUIT UBI JALAR UNGU

Abstrak

Ubi jalar ungu memiliki kandungan beta karoten yang tinggi dan dapat diolah menjadi

produk biskuit. Tepung tempe dapat dimanfaatkan sebagai bahan pensubstitusi dalam

pembuatan biskuit ubi jalar ungu untuk meningkatkan nilai protein. Penggunaan tepung

ubi jalar ungu dan tepung tempe dapat berpengaruh terhadap mutu kimia, mutu fisik dan

mutu sensorik (daya terima) biskuit. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

pengaruh substitusi tepung tempe terhadap kadar beta karoten, warna dan daya terima

biskuit ubi jalar ungu. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak

lengkap dengan 4 perlakuan substitusi tepung tempe yaitu 0% (kontrol), 10%, 15% dan

20%. Kadar beta karoten diuji menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Densitometri, pengujian warna menggunakan Chromameter Konica Minolta (CR-400)

dan daya terima biskuit diuji menggunakan uji organoleptik dengan skala hedonik tujuh

tingkat. Uji statistik yang digunakan one-way ANOVA dan jika terdapat pengaruh

(p≤0,05) maka dilanjutkan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) dengan taraf

signifikansi 95%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kadar beta

karoten pada biskuit ubi jalar ungu yang disubstitusi tepung tempe. Hasil uji warna

menunjukkan bahwa ada pengaruh substitusi tepung tempe terhadap nilai a, b dan h0

namun tidak berpengaruh terhadap nilai L, ditunjukkan dengan nilai signifikansi

masing-masing p=0,000; p=0,001; p=0,000 dan p=0,530. Ada pengaruh substitusi

tepung tempe terhadap daya terima warna, aroma, rasa, tekstur dan keseluruhan biskuit

ubi jalar ungu, ditunjukkan dengan nilai signifikansi masing-masing p=0,056; p=0,000;

p=0,000; p=0,000; p=0,002. Kesimpulannya adalah kadar beta karoten biskuit ubi jalar

ungu yang disubstitusi tepung tempe yaitu <62,9mg/Kg. Berdasarkan hasil uji warna

dan daya terima panelis, disarankan penggunaan tepung tempe sebesar 10% pada

pembuatan biskuit ubi jalar ungu.

Kata kunci: biskuit, ubi jalar ungu, tempe, beta karoten, warna, daya terima

Abstract

Purple sweet potato has a high content of beta carotene and can be processed into

biscuits. Tempeh flour can be used as an ingredient in the manufacture of biscuits made

from purple sweet potato to increase protein content. The use of purple sweet potato

flour and tempeh flour can affect the chemical quality (beta carotene), physical quality

(color) and sensory quality (acceptability) biscuits. The purposed of this study was to

determine effect beta carotene content, colors and acceptability of purple sweet potato

biscuits. The design of this study was completely randomized design with 4 treatments

that is tempeh flour substitution is 0% (control), 10%, 15% and 20%. Levels of beta

carotene were tested using the method of Thin Layer Chromatography (TLC)

Densitometry, color tested using Chromameter Konica Minolta (CR-400) and

acceptability of biscuits using organoleptic test by seven levels of hedonic scale. The

statistical test was one-way ANOVA and if there is a significant influence (p≤0,05)

followed by Duncan Multiple Range Test (DMRT) at significance level of 95%. The

results showed that there was no difference in the levels of beta carotene on purple

2

sweet potato biscuits substituted with tempeh flour. The test results showed that the

color of tempeh flour substitution effect on the value of a, b and h0 but does not affect

the value of L with significant value respectively p=0,000; p=0,001; p=0,000 and

p=0,530. There was a significant substitution effect of tempeh flour to the acceptability

of color, aroma, flavor, texture and overall purple sweet potato biscuits, with significant

value respectively p=0.056; p=0.000; p=0.000; p=0.000; p=0.002. The conclusion of

this study levels of beta carotene purple sweet potato biscuits substituted tempeh flour is

<62,9mg/Kg. Based on acceptability and color, it is recommended to use of tempeh

flour 10% of purple sweet potato biscuits.

Keywords: biscuit, purple sweet potato, tempeh, beta carotene, color, acceptability

1. PENDAHULUAN

Kekurangan Energi Protein (KEP) merupakan salah satu permasalahan gizi di Indonesia (Herman,

2007). Balita yang menderita KEP berisiko mengalami defisiensi zat gizi mikro seperti Kekurangan

Vitamin A (KVA) (Mulwa dan Jane, 2014). KVA dapat menyebabkan gangguan adaptasi terhadap

cahaya serta meningkatkan risiko terjadinya infeksi karena menurunnya respon antibodi

(Azrimaidaliza, 2007). Meskipun terjadi peningkatan cakupan pemberian kapsul vitamin A pada

tahun 2013 (75,5%) sebesar 4% dibandingkan tahun 2010 (71,5%) (Riskesdas, 2013), namun hasil

penelitian Asfianti, dkk (2013) menunjukkan sebanyak 18,2% anak yang telah disuplementasi

vitamin A selama 6 bulan memiliki kadar retinol serum yang rendah. Salah satu alternatif

menanggulangi KEP dan KVA adalah dengan mengkonsumsi makanan selingan yang kaya energi,

protein, dan vitamin A seperti biskuit.

Biskuit merupakan salah satu jenis makanan selingan yang disukai anak-anak. Bahan dasar

biskuit yang terbuat dari tepung terigu kurang baik dikonsumsi oleh anak-anak, terutama penderita

autis karena tidak dapat mencerna gluten yang terdapat pada tepung terigu (Widyastuti, 2015).

Tepung terigu bukan merupakan bahan pangan sumber vitamin A. Ubi jalar ungu merupakan salah

satu pangan alternatif yang dapat berkontribusi untuk pemenuhan kebutuhan karbohidrat dan

vitamin A. Menurut Zuraida (2003) dalam 100 g ubi jalar merah keunguan segar mengandung

energi 123 kkal. Kandungan beta karoten ubi jalar ungu yaitu 9000 μg, lebih tinggi jika

dibandingkan dengan ubi jalar kuning yaitu 2900 μg (ILO, 2013). Ubi jalar ungu berpotensi

menggantikan tepung terigu karena memiliki kadar pati yang tinggi sebesar 74,57%. Rasio amilosa

dan amilopektin yang dimiliki tepung ubi jalar ungu hampir sama dengan tepung terigu. Tepung

terigu memiliki rasio amilosa dan amilopektin sebesar 74 : 26 (Praptiningsih dkk, 2003), sedangkan

tepung ubi jalar ungu 69,82 : 30,18 (Hidayat dkk, 2007).

3

Tepung ubi ungu memiliki kandungan protein yang rendah (2,79%), sehingga perlu

penambahan bahan pangan lain untuk meningkatkan nilai protein pada tepung (Djami, 2007).

Tempe merupakan salah satu bahan pangan tinggi protein nabati. Setiap 100 gram tempe segar

mengandung protein 20,8 g dan karoten 34 µg (Bastian dkk, 2013). Menurut Omosebi dan Otunula

(2013) tempe mengandung protein berkualitas tinggi sehingga dapat digunakan untuk melengkapi

diet KEP. Proses fermentasi mengakibatkan tempe lebih mudah dicerna (Astawan, 2004).

Penggunaan bahan dasar yang berbeda dapat mempengaruhi mutu kimia, fisik dan sensorik biskuit.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh substitusi tepung tempe terhadap

kadar beta karoten, warna dan daya terima biskuit ubi jalar ungu.

2. METODE

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan substitusi

tepung tempe yaitu 0% (kontrol), 10%, 15% dan 20% setiap perlakuan diulangi sebanyak dua kali.

Pembuatan tepung ubi jalar ungu menggunakan metode sun drying tanpa proses pengukusan atau

perebusan terlebih dahulu pada ubi jalar ungu. Pembuatan tepung tempe menggunakan metode sun

drying yang diawali dengan proses pengukusan pada tempe. Pengujian kadar beta karoten

menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Densitometri. Pengujian warna

menggunakan Chromameter Konica Minolta (CR-400). Pengujian daya terima biskuit

menggunakan uji organoleptik dengan skala hedonik tujuh tingkat. Uji statistik yang digunakan

yaitu one-way ANOVA dan jika terdapat pengaruh (p≤0,05) maka dilanjutkan uji Duncan Multiple

Range Test (DMRT) dengan taraf signifikansi 95%.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Beta Karoten

Beta karoten merupakan bentuk provitamin A yang paling aktif (Meiliana dkk, 2014).

Meskipun ubi jalar ungu memiliki umbi berwarna ungu, antosianin pada ubi jalar ini dapat

bercampur dengan pigmen karotenoid (Sabuluntika dan Fitriyono, 2013). Hasil uji kadar beta

karoten biskuit ubi jalar ungu yang disubstitusi tepung tempe sebesar 0%, 10%, 15% dan 20% dapat

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kadar Beta Kroten Biskuit Ubi Jalar Ungu Yang Disubstitusi Tepung Tempe

Substitusi Tepung Tempe Beta Karoten (mg/kg)

0% < 62,9

10% < 62,9

15% < 62,9

20% < 62,9

4

Gambar 1. Grafik Hasil Uji Kadar Beta Karoten

Berdasarkan Tabel 1, diketahui bahwa hasil uji kadar beta karoten pada biskuit ubi jalar

ungu yang disubstitusi tepung tempe sebesar 0%, 10%, 15% dan 20% yaitu <62,9mg/Kg. Tidak

adanya perbedaan kadar beta karoten disebabkan keterbatasan metode KLT densitometri yang

memiliki LoD (Low of Detection) 62,9mg/Kg. Oleh sebab itu, apabila hasil uji <62,9mg/Kg maka

kadar beta karoten tidak bisa terukur. Sementara itu, berdasarkan grafik pada Gambar 10 terlihat

terjadi peningkatan grafik hasil pengukuran kadar beta karoten pada biskuit ubi jalar ungu, namun

tidak diketahui peningkatan terjadi pada perlakuan yang mana. Tidak diketahui nilai pasti hasil uji

kadar beta karoten pada grafik akibat kecilnya hasil pengukuran. Berdasarkan gambar 10, dapat

disimpulkan bahwa biskuit ubi jalar ungu yang disubstitusi tepung tempe tetap mengandung kadar

beta karoten walaupun dalam jumlah yang rendah.

Kadar beta karoten yang rendah pada produk biskuit ubi jalar ungu yang disubstitusi tepung

tempe disebabkan oleh beberapa faktor seperti cahaya, suhu dan udara. Menurut Penicaud, dkk

(2011) degradasi atau kerusakan beta karoten disebabkan oleh reaksi isomerisasi dan oksidasi.

Proses pengeringan chips ubi jalar ungu dengan metode sun-drying (pengeringan dengan matahari)

dapat menyebabkan degradasi beta karoten akibat reaksi oksidasi. Reaksi oksidasi yang terjadi

berupa foto-oksidasi. Foto-oksidasi terjadi akibat reaksi antara cahaya dan udara (O2) yang

mempengaruhi struktur trans beta karoten (Penicaud, dkk, 2011). Hasil penelitian Nicanuru, dkk

(2015) menunjukkan ubi jalar yang dikeringakan dengan metode sun drying hanya mampu

mempertahankan kadar beta karoten sebesar 63-73% lebih rendah jika dibandingkan dengan metode

pengeringan menggunakan oven yaitu sebesar 89-96%.

Beta karoten memiliki struktur ikatan rangkap (11 ikatan rangkap pada 1 molekul beta

karoten) yang menyebabkan beta karoten memiliki sifat mudah teroksidasi ketika terpapar udara

(O2). Proses oksidasi akan berlangsung lebih cepat dengan adanya cahaya, katalis logam dan proses

5

pemanasan pada suhu tinggi. Hal tersebut mengakibatkan berubahnya struktur trans beta karoten

menjadi cis beta karoten. Bentuk cis beta karoten memiliki aktivitas provitamin A yang lebih

rendah (Erawati, 2006). Kadar beta karoten yang rendah pada biskuit ubi jalar ungu juga

diakibatkan penggunaan suhu tinggi selama proses pemanggangan. Suhu tinggi mengakibatkan

terjadinya reaksi isomerisasi pada beta karoten (Penicaud, dkk, 2011). Manurut Nicanuru, dkk

(2015) perlakuan dengan suhu tinggi akan menginaktivasi enzim yang bertanggung jawab untuk

iosintesis karotenoid dan merangsang isomerisasi dan oksidatif menyebabkan degradasi karotenoid.

Hasil penelitian Idah, dkk (2010) menunjukkan proses pengeringan dengan variasi suhu

30oC dan 90

oC selama 1 dan 9 jam, memiliki beda nyata yang sangat signifkan terhadap kandungan

beta karoten tomat kering, sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin bertambahnya suhu dan

waktu yang digunakan maka semakin besar penurunan kadar beta karoten. Degradasi beta karoten

akibat reaksi isomerisasi yang disebabkan oleh panas menghasilkan enam jenis senyawa mudah

menguap yang utama, yaitu 2-metil heksana, 3-metil heksana, heptana, siklo-oktanona, toluena dan

(orto, meta atau para) xilena (Budiyanto dkk, 2010). Bentuk cis beta karoten yang dihasilkan dari

reaksi isomerisasi yaitu 13-cis-beta karoten, 9-cis-beta karoten, dan 15-15’-di-cis-beta karoten.

Penurunan kadar beta karoten seiring dengan bertambahnya isomer cis pada beta karoten (Penicaud,

dkk, 2011). Pengendalian stabilitas beta karoten perlu dilakukan selama proses pembuatan biskuit

ubi jalar ungu. Pengendalian dapat dilakukan dengan meminimalisir kontak antara bahan dengan

udara dan dan oksigen. Pengendalian dilakukan dengan memperkecil penggunaan waktu dan suhu

selama proses produksi.

3.2 Warna

Warna merupakan komponen pigmen dan bioaktif yang terdapat pada bahan pangan

(Astawan dan Andreas, 2008). Warna menjadi kesan pertama konsumen dalam mengidentifikasi

dan menilai kualitas makanan. Hasil pengukuran warna berdasarkan uji organoleptik tidak optimal

karena tergantung pada kondisi panelis yang menilai, sehingga perlu dilakukan pengukuran warna

secara objektif (Rienoviar dan Husain, 2010). Hasil uji warna biskuit ubi jalar ungu yang

disubstitusi tepung tempe sebesar 0%, 10%, 15% dan 20% meliputi nilai L, a, b dan h0 dapat dilihat

pada Tabel 2.

6

Tabel 2. Warna Biskuit Ubi Jalar Ungu Yang Disubstitusi Tepung Tempe

Substitusi Tepung

Tempe L a b h

0

0% 37,25±0,12 21,93±0,07d 9,59±0,38

a 74,21±2,86

a

10% 37,33±1,37 20,25±0,00a 14,33±0,57

c 110,85±3,46

c

15% 37,36±0,09 21,24±0,00c 12,99±0,07

b 98,77±0,48

b

20% 38,24±0,30 20,70±0,01b 13,89±0,19

bc 106,38±1,13

c

Nilai p 0,530 0,000 0,001 0,000

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata pada hasil analisis uji Duncan, L=tingkat kecerahan,

a=skala warna merah-hijau, b=skala warna kuning-biru, h0=corak warna

Berdasarkan Tabel 2, hasil uji one way ANOVA menunjukkan bahwa ada pengaruh (p≤0,05)

substitusi tepung terhadap nlai a, b dan h0 pada biskuit ubi jalar ungu. Sebaliknya substitusi tepung

tempe tidak berpengaruh terhadap nilai L biskuit ubi jalar ungu.

3.2.1 Nilai L

Nilai L berarti kecerahan yang menghasilkan warna kromatik putih, abu-abu, dan hitam.

Nilai L berkisar dari 0 = hitam dan 100 = putih, sedangkan warna pada titik pusat (a = 0 dan b = 0)

adalah abu-abu. Berdasarkan Tabel 2, kisaran nilai L pada produk biskuit ubi ungu yaitu antara

37,25 hingga 38,24. Nilai L tertinggi adalah biskuit ubi jalar ungu yang disubstitusi tepung tempe

sebesar 20%. Sebaliknya, nilai L terendah adalah biskuit ubi jalar ungu yang disubstitusi tepung

tempe sebesar 0%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin besar tingkat substitusi tepung

tempe mengakibatkan nilai L pada biskuit ubi jalar ungu semakin meningkat meskipun tidak

signifikan. Semakin meningkatnya nilai L maka semakin cerah warna biskuit yang dihasilkan.

Diduga meningkatnya nilai L disebabkan warna dari tepung tempe yang lebih cerah dibandingkan

dengan warna tepung ubi jalar ungu. Akibatnya, menghasilkan produk dengan warna yang lebih

cerah. Tidak adanya perbedaan nilai L yang signifikan disebabkan tepung ubi ungu yang dihasilkan

juga memiliki warna cerah. Terjadinya degradasi beta karoten mengakibatkan perubahan warna

(Sahertian, 2012).

3.2.2 Nilai a

Nilai a menyatakan warna kromatik dari hijau sampai merah. Nilai a positif berarti berwarna

merah, sedangkan negatif a berarti hijau (Rizky dan Elok, 2015). Berdasarkan Tabel 2, kisaran nilai

a pada produk biskuit ubi ungu yaitu antara 20,25 hingga 21,93. Nilai a tertinggi adalah biskuit ubi

jalar ungu yang disubstitusi tepung tempe sebesar 0%. Sebaliknya, nilai a terendah adalah biskuit

ubi jalar ungu yang disubstitusi tepung tempe sebesar 10%. Tingginya nilai a pada biskuit ubi jalar

ungu yang disubstitusi tepung tempe 0% diakibatkan kandungan pigmen beta karoten dan

7

antosianin pada ubi jalar ungu. Menurut Pusparani dan Sudarminto (2014) tepung ubi jalar ungu

cenderung memiliki warna merah keunguan sehingga memiliki nilai a yang cenderung tinggi.

Penurunan nilai a pada biskuit ubi jalar ungu diduga diakibatkan penggunaan tepung tempe sebagai

bahan pensubstitusi.

3.2.3 Nilai b

Nilai b menyatakan warna kromatik biru dan kuning. Pada sumbu tegak, positif b berarti

kuning dan negatif b berarti biru (Rizky dan Elok, 2015). Berdasarkan Tabel 2, kisaran nilai b pada

produk biskuit ubi ungu yaitu antara 9,59 hingga 14,33. Nilai b tertinggi adalah biskuit ubi jalar

ungu yang disubstitusi tepung tempe sebesar 10%. Sebaliknya, nilai b terendah adalah biskuit ubi

jalar ungu yang disubstitusi tepung tempe sebesar 0%. Rendahnya nilai b pada biskuit ubi jalar ungu

yang disubstiitusi tepung tempe 0% diakibatkan ubi jalar ungu cenderung memiliki warna merah

keunguan sehingga menghasilkan nilai b yang rendah. Peningkatan nilai b pada biskuit ubi jalar

ungu diduga diakibatkan penggunaan tepung tempe sebagai bahan pensubstitusi. Tepung tempe

yang dihasilkan berwarna kuning kecoklatan, sehingga apabila ditambahkan dalam pembuatan

biskuit ubi jalar ungu dapat meningkatkan nilai b biskuit.

3.2.4 Nilai h0 (Corak Warna)

Derajat hue (h0) menunjukkan warna yang terlihat. Nilai 342-18 menunjukkan warna ungu-

merah, nilai 18-54 menunjukkan warna merah, nilai 54-90 menunjukkan warna merah-kuning, nilai

90-126 menunjukkan warna kuning, dan nilai 126-162 menunjukkan warna kuning-hijau.

Selanjutnya, nilai 162-198 menunjukkan warna hijau, nilai 198-234 menunjukkan warna hiaju-biru,

nilai 234-270 menunjukkan warna biru, nilai 270-306 menunjukkan warna biru ungu, dan nilai 306-

342 menunjukkan warna ungu (Hutching dalam Kusumaningrum dkk, 2013). Berdasarkan Tabel 2,

menunjukkan kisaran nilai h0

pada produk biskuit ubi ungu yaitu antara 74,21 hingga 110,85. Nilai

h0

tertinggi adalah biskuit ubi jalar ungu yang disubstitusi tepung tempe sebesar 10%. Sebaliknya,

nilai h0

terendah adalah biskuit ubi jalar ungu yang disubstitusi tepung tempe sebesar 0%. Biskuit

ubi jalar ungu yang disubstitusi tepung tempe menghasilkan corak warna kuning.

3.3 Daya Terima

Daya terima biskuit ubi jalar ungu dengan substitusi tepung tempe sebesar 0%, 10%, 15%

dan 20% meliputi warna, aroma, rasa, tekstur, dan keseluruhan. Hasil uji daya terima biskuit ubi

jalar ungu dengan substitusi tepung tempe dapat dilihat pada Tabel 3.

8

Tabel 3. Daya Terima Biskuit Ubi Jalar Ungu Yang Disubstitusi Tepung Tempe

Substitusi

Tepung Tempe Warna Aroma Rasa Tekstur Keseluruhan

0% 5,09±0,78b 5,26±0,91

b 4,89±0,96

c 3,60±0,88

a 4,66±0,83

b

10% 4,86±0,73ab

4,09±0,85a 3,74±1,12

b 4,29±0,98

b 4,31±0,90

ab

15% 4,51±0,98a 3,91±0,88

a 3,23±0,91

a 4,83±1,01

c 3,97±0,92

a

20% 4,66±1,10ab

4,14±0,69a 3,51±0,74

ab 4,34±1,13

b 3,94±0,87

a

Nilai p 0,056 0,000 0,000 0,000 0,002

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata pada hasil analisis uji Duncan

Berdasarkan Tabel 3, menunjukkan bahwa substitusi tepung tempe berpengaruh (p≤0,05)

terhadap nilai warna, aroma, rasa, tekstur dan daya terima keseluruhan biskuit ubi jalar ungu.

Berdasarkan Tabel 3, skor daya terima warna tertinggi adalah biskuit ubi jalar ungu yang

disubstitusi tepung tempe 0% yaitu 5,09. Sebaliknya, skor daya terima warna terendah adalah

biskuit yang disubstitusi tepung tempe sebesar 15% yaitu 4,51. Berdasarkan hasil uji daya terima

warna melalui indera penglihatan, menurut panelis biskuit ubi jalar ungu yang disubstitusi tepung

tempe memiliki warna kecoklatan. Namun, berdasarkan hasil pengukuran nilai h0 (corak warna)

menunjukkan warna biskuit ubi jalar ungu yang disubstitusi tepung tempe yaitu kuning. Warna

kecoklatan pada biskuit ubi jalar ungu yang disubstitusi tepung tempe disebabkan oleh adanya

reaksi Maillard (Cauvain, 2003).

Berdasarkan Tabel 3, kisaran skor daya terima aroma biskuit ubi jalar ungu yang disubstitusi

tepung tempe yaitu antara 3,91 (tidak suka) hingga 5,26 (suka). Skor daya terima aroma tertinggi

adalah biskuit ubi jalar ungu yang disubstitusi tepung tempe 0% yaitu 5,26. Sebaliknya, skor daya

terima aroma terendah adalah biskuit yang disubstitusi tepung tempe sebesar 15% yaitu 3,91.

Biskuit ubi jalar ungu memiliki aroma khas ubi hingga aroma langu. Aroma langu pada biskuit ubi

jalar disebabkan oleh penggunaan tepung tempe. Aroma langu disebabkan aktivitas enzim

lipoksigenase yang dapat menghidrolisis asam lemak tak jenuh ganda dan menghasilkan senyawa-

senyawa volatil penyebab aroma langu, khususnya etil fenil keton (Kurniawati dan Fitriyono,

2012).

Berdasarkan Tabel 3, kisaran skor daya terima rasa biskuit ubi jalar ungu yang disubstitusi

tepung tempe yaitu antara 3,23 (tidak suka) hingga 4,89 (netral). Skor daya terima rasa tertinggi

adalah biskuit ubi jalar ungu yang disubstitusi tepung tempe 0% yaitu 4,89. Sebaliknya, skor daya

terima rasa terendah adalah biskuit yang disubstitusi tepung tempe sebesar 15% yaitu 3,23.

Menurunnya cita rasa ini disebabkan adanya after taste berupa rasa pahit pada produk biskuit. Rasa

pahit pada biskuit ubi jalar ungu yang disubstitusi tepung tempe disebabkan oleh hidrolisis asam-

9

asam amino yang terjadi pada reaksi Maillard. Asam amino lisin merupakan asam amino yang

memiliki rasa paling pahit (Dewi, 2006).

Berdasarkan Tabel 3, kisaran skor daya terima tekstur biskuit ubi jalar ungu yang

disubstitusi tepung tempe yaitu antara 3,60 (tidak suka) hingga 4,83 (netral). Skor daya terima

tekstur tertinggi adalah biskuit ubi jalar ungu yang disubstitusi tepung tempe 15% yaitu 4,83.

Sebaliknya, skor daya terima tekstur terendah adalah biskuit yang disubstitusi tepung tempe sebesar

0% yaitu 3,60. Peningkatan daya terima tekstur diakibatkan penggunaan substitusi tepung tempe

pada biskuit ubi jalar ungu. Peningkatan kadar protein akan meningkatkan kekerasan pada biskuit.

Rasio amilosa dan amilopektin pada tepung ubi jalar ungu juga mempengaruhi tekstur biskuit.

Tepung ubi jalar ungu memiliki rasio perbandingan kandungan amilosa dan amilopektin yaitu

69,82% : 30,18% (Hidayat dkk, 2007). Rasio amilosa yang tinggi menyebabkan meningkatnya daya

rehidrasi produk akibat peningkatan jumlah gugus hidrofilik yang memiliki kemampuan menyerap

air lebih besar (Hidayat dkk, 2007). Adanya kandungan protein pada tempe juga mempengaruhi

tekstur biskuit. Protein memiliki sifat hidrasi yang mampu meningkatkan daya serap air pada

biskuit. Meningkatnya daya serap air mengakibatkan saat pemanggangan air akan menguap

meninggalkan ruang kosong sehingga biskuit menjadi lebih renyah (Rauf, 2015).

Daya terima keseluruhan terbaik adalah biskuit ubi jalar ungu yang disubstitusi tepung

tempe sebesar 10%. Semakin besar substitusi tepung tempe mengakibatkan daya terima biskuit ubi

jalar ungu semakin menurun. Turunnya daya terima panelis disebabkan karena warna pada produk

yang semakin kecoklatan. Aroma khas tepung tempe mulai tercium dan rasa pahit yang ditimbulkan

akibat penambahan tepung tempe, walaupun daya terima tekstur biskuit yang semakin baik dengan

peningkatan substitusi tepung tempe.

4. PENUTUP

Hasil uji kadar beta karoten biskuit ubi jalar ungu yang disubstitusi tepung tempe sebesar

0%, 10%, 15% dan 20% yaitu <62,9mg/Kg. Hasil uji warna, menunjukkan nilai L tertinggi yaitu

38,24 pada biskuit yang disubstitusi tepung tempe sebesar 20%. Nilai a tertinggi yaitu 21,93 pada

biskuit yang disusbtitusi tepung tempe 0%. Nilai b tertinggi yaitu 14,33 pada biskuit yang

disusbtitusi tepung tempe 10%. Nilai h0

tertinggi yaitu 110,85 pada biskuit yang disubstitusi tepung

tempe 10%. Hasil uji daya terima, menunjukkan biskuit ubi jalar ungu yang disubstitusi tepung

tempe sebesar 10% memiliki nilai daya terima keseluruhan tertinggi dengan skor 4,33 (netral).

Disarankan untuk menggunakan substitusi tepung tempe sebesar 10% pada pembuatan biskuit ubi

jalar ungu. Untuk mendapatkan hasil uji kadar beta karoten yang lebih valid dapat digunakan

metode High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Perlu dilakukan pengujian karbohidrat

10

dengan metode Dinitrosalisilat (DNS) dan protein dengan metode Lowry untuk lebih mengetahui

kandungan gizi biskuit ubi jalar ungu yang disubstitusi tepung tempe sehingga dapat digunakan

sebagai cemilan alternatif untuk penderita KEP dan KVA.

DAFTAR PUSTAKA

Asfianti, F., HM Nazir Hz., Syarif H., Theodorus. Pengaruh Suplementasi Seng dan Vitamin A

Terhadap Kejadian ISPA dan Diare pada Anak. Sari Pediatri Vol. 15 No. 2. Agustus 2013.

Astawan, M dan Andreas LK. 2008. Khasiat Warna Warni Makanan. PT Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta.

Astawan, M. 2004. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Akademi Presindo. Jakarta.

Azrimaidaliza. 2007. Vitamin A, Imunitas Dan Kaitannya Dengan Infeksi. Jurnal Kesehatan

Masyarakat Vol. 1 No. 2. September 2007.

Balitbang Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Bastian, F., E Ishak., A.B Tawali., M Bilang. 2013. Daya Terima dan Kandungan Zat Gizi Formula

Tepung Tempe Dengan Penambahan Semi Refined Carrageenan (SRC) dan Bubuk Kakao.

Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol. 2 No. 1.

Budiyanto., Devi S., Zulman E., dan Rasie. 2010. Perubahan Kandungan β-Carotene, Asam Lemak

Bebas Dan Bilangan Peroksida Minyak Sawit Merah Selama Pemanasan. Jurnal Agritech

Vol. 30 No. 2. Mei 2010.

Cauvain, SP. 2003. Bread Making Improving Quality 1st Edition. Woodhead Publishing Limited.

Cambridge.

Dewi, PK. 2006. Pengaruh Lama Fermentasi dan Suhu Pengeringan Terhadap Jumlah Asam

Amino Lisin dan Karakteristik Fisikokimia Tepung Tempe. Skripsi. Fakultas Teknologi

Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata. Semarang.

Djami, SA. 2007. Prospek Pemasaran Tepung Ubi Jalar Ditinjau dari Potensi Permintaan Industri

Kecil di Wilayah Bogor. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Erawati, CM. 2006. Kendali Stabilitas Beta Karoten Selama Produksi Tepung Ubi Jalar (Ipomoea

batatas L.). Tesis. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Herman, S. 2007. Kajian Masalah Kekurangan Vitamin A (KVA) Dan Proses Penanggulangannya.

Media Litbang Kesehatan Vol.17 No. 4 Th 2007.

Hidayat, B., Adil BA., Sugiyono. 2007. Karakteristik Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)

Varietas Shiroyutaka Serta Kajian Potensi Penggunaannya sebagai Sumber Karbohidrat

Alternatif. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan Vol. 18 No.1.

Idah, PA., John JM., and Sunday TO. 2010. Effect of Temperature and Drying Time on Some

Nutritional Quality Parameters of Dried Tomatoes. AU J.T. 14 (1) : 25-32. Juli 2010.

11

ILO (International Labor Organitation). 2013. Kajian Ubi Jalar dengan Pendekatan Rantai Nilai

dan Iklim Usaha di Kabupaten Jayawijaya Provinsi Papua. ILO-PCdP2 UNDP. Jakarta.

Kurniawati., dan Fitriyono A. 2012. Pengaruh Subtitusi Tepung Terigu Dengan Tepung Tempe dan

Tepung Ubi Jalar Kuning Terhadap Kadar Protein, Kadar β-Karoten, dan Mutu Organoleptik

Roti Manis. Journal of Nutrition College Vol. 1 No.1. Th. 2012. Hal : 344-351.

Kusumaningrum, R., Agus S., Siti HRJ. 2013. Karakteristik dan Mutu Teh Bunga Lotus (Nelumbo

nucifera). Jurnal FishtecH Vol. 2 No. 1. November 2013.

Meiliana., Roekistiningsih., Endang S. 2014. Pengaruh Proses Pengolahan Daun Singkong

(Manihot esculenta Crantz) Dengan Berbagai Perlakuan Terhadap Kadar β-Karoten.

Indonesian Journal of Human Nutrition Vol.1 Edisi. 1 : 23-34. Juni 2014.

Mulwa, D and Jane N. 2014. Prevalence Of Protein In Energy Malnutrition And Associated Factors

Amongst Children Aged 6-59 Months In Chavakali, Vihiga Country, Kenya. Thesis.

Departemen Of Food Science, Nutrition And Technology University Of Nairobi.

Nicanuru, C., H.S Laswai., and D.N Sila. 2015. Effect of Sun Drying on Nutrient Content of Orange

Fleshed Sweet Potato Tubers in Tanzania. Journal of Food Science Vol. 4 No. 7, pp. 091-

101. November 2015.

Omosebi., MO dan Otunola ET. 2013. Preliminary Studies on Tempeh Flour Produced From Three

Different Rhizopus species. International Journal of Biotechnology and Food Science Vol.

1(5), pp. 90-96. December 2013.

Penicaud, C., Nawel A., Claudie DM., Manuel D., and Philippe B. 2011. Degradation of β-

Carotene During Fruit and Vegetable Processing or Storage: Reaction Mechanisms and

Kinetic Aspects: A Review. Journal Fruit Vol. 66 No. 6, p. 417-440.

Praptiningsih, Y., Tamtarini dan S. Djulaikah. 2003. Pengaruh Proporsi Tapioka-Tepung Gandum

dan Lama Perebusan Terhadap Sifat Kerupuk Tahu. Jurnal FTP. Universitas Jember.

Jember.

Pusparani, T., Sudarminto SY. 2014. Pengaruh Fermentasi Alami Chips Ubi Jalar (Ipomoea

batatas) Terhadap Sifat Fisik Tepung Ubi Jalar. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 2 No.

4, p 137-147. Oktober 2014.

Rauf, R. 2015. Kimia Pangan. Andi. Yogyakarta.

Rienoviar dan Husain N. 2010. Penggunaan Asam Askorbat (Vitamin C) Untuk Meningkatkan

Daya Simpan Sirup Rosela (Hibiscus sabdariffa Linn.). Jurnal Hasil Penelitian Industri Vol.

23 No. 1. April 2010.

Rizky, AM., Elok Z. 2015. Pengaruh Penambahan Tepung Ubi Ungu Jepang (Ipomoea babatas L

var Ayamurasaki) Terhadap Sifat Fisik, Kimia, Dan Organoleptik Kefir Ubi Ungu. Jurnal

Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No. 4, p. 1393-1404. September 2015.

Sabuluntika, N., dan Fitriyono A. 2013. Kadar β-Karoten, Antosianin, Isoflavon, dan Aktivitas

Antioksidan pada Snack Bar Ubi Jalar Kedelai Hitam sebagai Alternatif Makanan Selingan

Penderita Diabetes Melitus Tipe 2. Journal of Nutrition College Vol. 2 No. 4 Th. 2013. Hal

689-695.

12

Sahertian, DE. 2012. Kajian Karotenoid, Vitamin A, dan Stabilitas Ekstrak Karotenoid Serabut

Buah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) Segar dan Pasca-Perebusan. Tesis. Program Pasca

Sarjana Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga.

Widyastuti, AD. 2015. Pengaruh Substitusi Tepung Labu Kuning (Cucurbhita moschata) Terhadap

Kadar Beta Karoten Dan Daya Terima Pada Biskuit Labu Kuning. Skripsi. Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.

Zuraida, N. 2003. Sweet Potato as an Alternative Food Supplement During Rice Storage. Jurnal

Litbang Pertanian Vol. 22 No. 4.